Anda di halaman 1dari 20

BAB III

TINJAUAN KEBIJAKAN

3.1 KAJIAN TEORI PERUMUSAN PENGELOLAAN BANGUNAN CAGAR


BUDAYA
3.1.1 Pengelolaan Cagar Budaya dari Masa ke Masa
Perhatian terhadap bangunan dan kawasan cagar budaya mendorong
diselenggarakannya berbagai konferensi internasional, yang menghasilkan piagam-
piagam yang berisi tentang langkah-langkah pelestarian bangunan dan kawasan cagar
budaya. Dari berbagai konferensi internasional ini, diperoleh beberapa informasi kunci
terkait dengan pengelolaan cagar budaya didunia yang dapat menjadi acuan dalam
pengelolaan cagar budaya di Indonesia. Berikut adalah informasi kunci diperoleh :
1. Piagam Athena 1931
Diperlukan adanya badan/lembaga yang menangani masalah pelestarian dan
inventarisasi benda-benda sejarah
2. Piagam Athena 1933
 Nilai arsitektural pada bangunan dan kawasan harus dilindungi
 Warisan bersejaraha akan dilindungi selama mencerminkan budaya masa
lalu dan memenuhi kepentingan umum
 Warisan sejarah akan dilestarikan selama tidak membahayakan
kehidupan masyarakat
3. Piagam Venesia 1964
 Konsep bangunan dan kawasan cagar budaya tidak bisa dipisahkan
 Restorasi bangunan bertujuan untuk melestaikan dan memperlihatkan
nilai-nilai historis dan estetis
 Bangunan harus didokumentasikan diarsipkan dan dipublikasikan secara
luas
4. Deklarasi Amsterdam 1975
 Pelestarian warisan bersejarah harus merupakan bagian integral dari
strategi perencanaan dan perancangan kota
 Melibatkan ahli/profesional dan masyarakat
 Pelestarian harus mempertimbangkan aspek budaya dan memperhatikan
manfaat bagi komunitas (sosial dan ekonomi)

III-1
 Pelestarian bangunan harus berkontribusi dalam peningkatan kualitas
kawasan
 Pelestarian memerlukan dukungan finansial
 Pelestarian membutuhkan penyempurnaan aspek legal dan perangkat
administratif

Menurut Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010, pengelolaan adalah upaya


terpadu untuk melindungi, mengembangkan dan memanfaatkan cagar budaya melalui
kebijakan pengaturan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan untuk sebesar-besarnya
demi kesejahteraan rakyat. Menurut Undang-undang tersebut ada 3 poin pengelolaan
yakni :
 Perlindungan
Upaya mencegah dan menanggulangi dari kerusakan, kehancuran atau
kemusnahan dengan cara penyelamatan, pengamanan, zonasi,
pemeliharaan dan pemugaran cagar budaya
 Pengembangan
Peningkatan potensi nilai, informasi dan promosi cagar budaya serta
pemanfaatannya melalui penelitian, revitalisasi, dan adaptasi secara
berkelanjutan serta tidak bertentangan dengan tujuan pelestarian
 Pemanfaatan
Pendayagunaan cagar budaya untuk kepentingan sebesar-besarnya demi
kesejahteraan rakyat dengan tetap mempertahankan kelestariannya.

Menurut undang-undang Nomor 11 tahun 2010 juga mengatakan bahwa warisan


budaya bersifat kebendaan berupa benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur
cagar budaya, situs cagar budaya, dan kawasan cagar budaya. Berikut definisi bangunan
dan kawasan cagar budaya berdasarkan Undang-undang No 10 Tahun 2010 :
1. Bangunan cagar budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam
atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdiding
dan/atau tidak berdidinding dan beratap dengan kriteria :
 Berusia 50 tahun atau lebih
 Mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 tahun
 Memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidiakn, agama,
dan atau kebudayaan, dan
 Memiliki nilai budaya bagi pengutan kepribadian bangsa
 Berunsur tunggal atau banyak, dan atau

III-2
 Berdiri bebas atau meyatu dengan fomasi alam
2. Kawasan cagar budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua
situs cagar budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan atau
memperlihatkan ciri khas dengan kriteria :
 Mengandung dua situs cagar budaya atau lebih yang letaknya berdekatan
 Berupa lanskap budaya hasil bentukan manusia berusia paling sedikit 50
(lima) puluh tahun
 Memiliki pola yang memperlihatkan fungsi ruang pada masa lalu berusia
paling sedikit 50 tahun
 Memperlihatkan pengaruh manusia masa lalu pada proses pemanfaatan
ruang berskala luas
 Memperlihatkan bukti pembentukan landskap budaya; dan memiliki
lapisan tanah terbenam yang mengandung bukti kegiatan manusia atau
endapan fosil

3.1.2 Pelestarian Cagar Budaya


Jika berbicara mengenai pelestarian cagar budaya pasti berhubungan dengan
pelestarian pustaka. Pusaka adalah peninggalan masa lalu yang bernilai sejarah,
mengandung kualitas pemikiran, rencana dan pembuatannya, serta memiliki peran yang
sangat penting bagi keberlanjutan hidup manusia. Pusaka terbagi sebagai berikut :
 Pusaka Budaya Ragawi (Tangible Cultural Herritage)
Merupakan semua pusaka budaya yang mempunyai raga atau bentuk
benda. Terbagi atas 2 yakni :
Bergerak : Secara garis beras adalah pusaka yang mudah dapat dipindah-
pindahkan seperti : area, keramik perabot rumah tangga, tekstil, kereta,
foto, dsb
Tidak bergerak : pusaka ragawi yang tidak dapat dipindah tempatkan
tanpa mengubah atau merusak pusaka-pusaka budaya ragawi yang
dimaksudpusaka ini memiliki kesatuan yang tidak dapat dipisahkan
dengan lokasi keberadaanya. Apabila dipisahkan dari lokasinya maka
nilai dan maksa pusaka budaya ragawi tersebut sudah berkurang nilainya
atau tidak ada sama sekali

III-3
 Pusaka Budaya Tak Ragawi (Intangible Cultural Herritage)
Merupakan suatu kekayaan masa lalu yang sifatnya abstrak, tidak
berwujud secara fisik, tetapi mengandung niali, manfaat, makna,
keahlian, yang sangat tinggi dan berharga bagi kehidupan, seperti :
warisan budaya, kota pusaka, saujana budaya, situs alam sakral, pusaka
bawah laut, museum, pusaka budaya bergerak, kerajinan, dokumentasi
pusaka secara digital, pusaka sinematograpi, tradisional oral, bahasa,
festival, religi dan kepercayaan
 Pusaka Alam (Natural Herritage)
Pusaka alam adalah bentukan alam yang istimewa. Bentukan secara alami
yang memiliki karakter khusus, saling berhubungan dan terus
berkembang
 Pusaka Saujana (Cultural Landscape Herritage)
UNESCO memberikan kriteria sebuah kawasan dianggap sebagai pusaka
saujana yakni :
a. Kawasan dengan karakter unik
b. kawasan yang menajdi mahakarya dari ciptaan yang jenius dibidang
arsitektur
c. kawsan dengan tradisi budaya tinggi
d. kawasan yang menggambarkan tingginya peradaban dan sejarah
manusia
e. kawasan dengan permukiman tradisional
f. kawasan dengan tradisi berkehidupan masyarakat seperti kepercayaan
dan kesenian
g. kawasan yang memiliki mekaniesme pengelolaan secara tradisional
dalam pelestariannya

Untuk lebih jelas dapat melihat melalui bagan dibawah ini mengenai pusaka dan
jenis pusaka

Jenis Pusaka

Pusaka Budaya
Intangible cultural Pusaka Alam Pusaka Saujana
Ragawi (Tangible
herritage (Natural (Cultural Landscape
cultural heritage)
(bersifat tidak ragawi) Herritage) Herritage)

Gambar 3.1 Jenis Pusaka

III-4
Tingkat pusaka dan pengelolaannya ditinjau dari segi nilai, penting dan
luas pengaruhnya, pusaka ada yang memiliki nilai sempit terbatas bagi perorangan
seperti :
 Warisan dunia
 Pusaka nasional
 Pusaka provinsi
 Pusaka kota/kabupaten
Dalam pengelolaan pelestarian kota pusaka akan dideskripsikan melalui tabel
dibawah ini :
Tabel 3.1 Pengelolaan Pelestarian Kota Pusaka dan Cagar Budaya
N Prinsip Pelestarian Strategi Pengelolaan Kota Metode dan Instrumen
o Pusaka Pusaka Pengeloalan Kota Pusaka
Menjunjung dinamika kota.
1 Perlu identifikasi kualitas Perencanaan pelestarian kota
Upaya pelestarian untuk
tertentu yang dan kawasan perkotaan pusaka
peningkatan kualitas kota pusaka
menyebabkan suatu situs perlu dilakukan melalui studi-
tidak hanya tertuju pada bentuk
pusaka perkotaan studi multi disiplin dan
fisik lingkungan tetapi juga
dianggap penting. holistik.
kehidupan yang hidup di dalam
Kualitas yang perlu
kota. Kehidupan yang ada perlu
dilestarikan adalah
dijaga. Fokus pada karakteristik
karakter bersejarah kota
kota atau kawasan perkotaan
atau kawasan perkotaan
secara menyeluruh (kegiatan,
dan segala elemen
fungsi dan hubungan antara
material dan spiritual
keduanya). Hal ini akan
yang mengekspresikan
membantu mengarahkan strategi
karakter tersebut
jangka panjang dengan arah yang
tepat.
Menjunjung nilai partisipasi
2 Perlu proses yang Menyusun strategi
publik. Kesuksesan jangka
sistematik yang pemanfaatan dan olah disain
panjang dalam strategi pelestarian
digunakan untuk arsitektur/kawasan pusaka
sangat tergantung pada seberapa
inventarisasi, penelitian,
jauh masyarakat dapat berperan
dan penilaian suatu aset
serta dalam indentifikasi dan
pelestarian
perlindungan kualitas pusaka
masyarakat itu. Di banyak kota,
pelestari professional, yang sudah
mumpuni di bidang inipun tetap
mencari cara yang paling jitu
yaitu bekerja bersama masyarakat
dalam memahami dan menjaga
pusaka pusaka mereka.
Perlu dan agar menjadi
3 Integrasi dengan tujuan Memposisikan pelestarian
efektif, dalam
pembangunan kota yang lain. pusaka sebagai bentuk
perencanaan pelestarian,
Strategi pengelolaan yang pembangunan berkelanjutan
tujuan pelestarian menjadi
berhasil juga karena integrasi
bagian integral dengan

III-5
N Prinsip Pelestarian Strategi Pengelolaan Kota Metode dan Instrumen
o Pusaka Pusaka Pengeloalan Kota Pusaka
berbagai tujuan dan
dengan berbagai tujuan
kebijakan pembangunan
pembangunan yang lain baik di
sosial dan ekonomi yang
sector public maupun swasta.
telah ditetapkan serta
perencanaan perkotaan
dan daerah di semua aras
4 Perlu dan harus terus Pendekatan positif pada Aksesibilitas.
menerus didorong untuk pengelolaan konflik. Dalam
melibatkan partisipasi kegiatan pelestarian sering kali
masyarakat dalam menghadapi keadaan yang tidak
perencanaan pelestarian. sejalan. Di satu pihak akan
Pelestarian kota dan melestarikan namun di pihak
kawasan perkotaan
lain berusaha untuk menggantikan
pusaka yang pertama
dengan struktur baru. Konflik-
adalah mempedulikan
konflik seperti ini hanya dapat
penduduknya
diatasi bila ada minat yang sama
dari kedua belah pihak. Bila
konflik sulit diatasi oleh
dedua belah pihak, untuk
melaukan resolusi konflik perlu
mengundang profesional di
bidang ini.
5 Perlu meyakinkan bahwa Penguatan Budaya. Salah satu Peningkatan Sumber Daya
penilaian keuangan atas tantangan adalah bagaimana Manusia
suatu pembangunan baru berbagai budaya yang tumbuh
tidak merusak situs berkembang tetap menjunjung
perkotaan pusaka tradisi yang ada. Sementara
budaya tradisi itu sendiri mampu
tetap hidup menembus jaman.
Sumber : Modul Pelatihan Rencana Aksi Kota Pusaka, dianalisis 2018

3.2 ASPEK INSENTIF DAN DISINSENTIF BANGUNAN CAGAR BUDAYA


Penerapan insentif dan disinsentif untuk pelestarian cagar budaya harus
dilengkapi dengan tujuan, mekanisme, serta arahan penerapannya. Insentif dalam
pelestarian adalah instrumen untuk mempengaruhi pengambilan keputusan untuk
melestarikan bangunan dan insntif diberikan apabila pemanfaatan ruang dan bangunan di
kawasan cagar budaya sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan sedangkan
disinsentif adalah instrumen untuk mencegah pengubahan bangunan.

III-6
Disinsentif adalah instrumen untuk mencegah pengubahan bangunan yang telah
ditetapkan sebagai cagar budaya. Pemberian insntif dan pengenaan disinsentif dilakukan
oleh pemerintah daerah kepada masyarakat. Selain itu dengan adanya insntif dan
disinsentif dapat meningkatkan pengembangan kawasan cagar budaya karena kawasan
menjadi terkendali dan teratur karena tidak semua fungsi bisa masuk dalam kawasan ini
dan memerlukan izin khusu bila ingin menggunakan kawasan.
Berdasarkan hal tersebut maka berikut ini adalah contoh insntif dan disinsentif
pelestarian cagar budaya khususnya bangunan tua adalah sebagai berikut:
1. Insentif
a. Insentif kepada pemerintah daerah dalam bentuk :
 Pemberian kompensasi
 Urun saham
 Pembangunan serta pengadaan infrstruktur
 Penghargaan

b. Insentif dari pemerintah kepada masyarakat diberikan dalam bentuk :


 Keringanan pajak
 Pemeberian kompensasi
 Penyediaan infrastruktur
 Kemudahan prosedur perizinan
 Penghargaan
2. Disinsentif
Disinsentif dari pemerintah kepada masyarakat diberikan dalam bentuk :
 Pengenaan pajak yang tinggi
 Pembatasan penyediaan infrastruktur
 Pengenaan kompensasi
 Penalti

Untuk lebih jelasnya mengenai kriteria dan pemberian insentif dan disinsentif dapat
dilihat melalui tabel dibawah ini :

Tabel 3.2 Kriteria dan Pemberian Insentif dan Disinsentif Cagar


Budaya

Kriteria Insentif Disinsentif Landasan Hukum


 Berusia 50 tahun  Memberikan bantuan hibah kepada  Pemberian  Perda Kota Medan No
atau lebih pihak yang melakukan pelestarian persyaratan 2 Tahun 2012 (Bab VII

III-7
Kriteria Insentif Disinsentif Landasan Hukum
 Nilai sejarah terhadap situs khusus dalam Pasal 18)
 Nilai arsitektur  Penyediaan sarana dan prasarana proses  Peraturan Kementrian
 Nilai ilmu pendukung kegiatan wisata cagar perizinan PUPR RI Nomor
pengetahuan budaya pengelolaan 1/PRT/M/2015
 Nilai sosial budaya  Memberi bantuanb, fasilitasi, memberi cagar budaya  UU No 12 tahun 1994
 Pendidikan, dukungan, subsidi, dan perlindungan  Tidak tentang pajak bumi
agama, dan hukum kepada pihak pengelola cagar diterbitkannya bangunan Pasal 3
 Memiliki nilai budaya IMB selain
budaya bagi  Memberi kemudahan perizinan bagi bangunan
penguatan pihak pengelola cagar budaya yang pendukung
kepribadian bangsa mempertahankan kelestarian situs kawasan cagar
 Membantu publikasi terhadap kawasan budaya
cagar budaya sebagai paket kegiatan
wisata daerah
 Memberikan penghargaan kepada
pihak yang melakukan pelestarian
terhadap kawasan cagar budaya
Sumber : Hasil Analisis, 2018

3.3 LANDASAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA


Ada banyak peraturan yang mengatur mengenai pengelolaan cagar budaya,
namun yang lebih spesifik dalam pengelolaan cagar budaya untuk dikelola berdasarkan
tipologi dan pemberian insentif dan disinsentif dapat dilihat melalui tabel dibawah ini :

Tabel 3.3 Peraturan Pengelolaan Bangunan Cagar Budaya


N Landasan Kebijakan Garis Besar Landasan Kebijakan
o Pengelolaan Cagar Budaya
1 UU No 11 Tahun 2010 Ketentuan cagar budaya, tujuan pelestarian cagar budaya,
kriteria cagar budaya, pemilik dan penguasaan serta cagar
budaya
2 Peraturan Kementerian PUPR Ketentuan status bangunan cagar budaya dalam hal
No.1/PRT/M/2015 pelestariannya, pemanfaatan bangunan gedung cagar budaya,
pemebrian kompensasi, insentif dan disinsntif
3 Peraturan Daerah Kota Medan No Pengelolaan cagar budaya, perlindungan, pelestarian,
2 Tahun 2012 Tentang Pelestarian pemeliharaan serta pemanfaatan cagar budaya, penentuan
Bangunan dan Atau Lingkungan penggolongan bangunan cagar budaya
Cagar Budaya
Sumber : Hasil Analisis, 2018

Kebijakan dari pengelolaan cagar budaya ini juga berdasarkan pada Peraturan Daerah
Kota Medan No 2 Tahun 2012 terbagi atas 3 golongan yakni apabila Golongan A, B, C
dilakukan pemugaran maka dengan syarat sebagai berikut :
1. Pemugaran Bangunan Cagar Budaya Golongan A dilaksanakan dengan
ketentuan sebagai berikut :
 Bangunan dilarang dibongkar dan/atau diubah;

III-8
 apabila kondisi fisik bangunan buruk , roboh, terbak ar atau tidak
layak tegak harus dibangun kembali sama seperti semula sesuai
dengan aslinya;
 pemeliharaan dan perawatan bangunan harus menggunak an bahan
yang sama/sejen is atau memiliki karakter yang sama dengan
mempertahankan detail ornamen bangunan yang telah ada;
 dalam upaya revitalisasi dimungkinkan adanya
penyesuaian/peruhahan fungsi sesuai rencana kola yang berlaku
tanpa mengubah bentuk bangunan aslinya;dan
 Didalam persil at au la ha n bangunan c agar buday a dimungkinkan
adany a bangunan tambahan yang menjadi suatu kesatuan yang utuh
dengan bangunan utama, dengan ketentuan penambahan bangunan
hanya dapat dilakukan di belakang dan/atau di samping bangunan
cagar budaya dan harus sesuai dengan arsitektur bangunan cagar
budaya dalam keserasian lingkungan.
2. Pemugaran Bangunan Cagar Budaya Golongan B dilaksanakan dengan
ketentuan sebagai berikut :
 Bangunan dilarang dibongkar secara sengaja dan apabila kondisi fisik
bangunan buruk, roboh, terbakar atau tidak layak tegak harus dibangun
kembali seperti semula sesuai dengan aslinya
 Perubahan bangunan harus dilakukan tanpa mengubah karakter bangunan
serta dengan mempertahankan detail dan ornamen bangunan yang penting
 Dalam upaya rehabilitasi dan revitalisasi dimungkinkan adanya perubahan
fungsi dna tata ruang dalam dengan tidak mengubah karakter struktur
utama bangunan
 Didalam persil atau lahan bangunan cagar budaya dimungkinkan adanya
bangunan tambahan yang menjadi suatu kesatuan dengan bangunan utama
3. Pemugaran Bangunan Cagar Budaya Golongan C dilaksanakan dengan
ketentuan sebagai berikut :
 Perubahan bangunan dapat dilakukan dengan tetap memperhatikan
karakter utama bangunan
 Detail ornamen dan bahan bangunan disesuaikan dengan arsitektur
bangunan di sekitarnya dalam keserasian lingkungan
 Penambahan bangunan dalam perpetakan/persil dapat dilakukan di
belakang dan/atau disamping bangunan cagar budaya dalam keserasian

III-9
lingkungan
 Fungsi bangunan dapat diubah sesuai dengan rencana kota

3.4 STUDI KOMPERATIF KEBIJAKAN INSENTIF DAN DISINSENTIF


Dalam pekerjaan kajian pemberian insentif dan disinsentif pengelolaan cagar
budaya di Kota Medan, dilakukan studi komperatif baik pada kota-kota lain maupun
negara lain yang sudah baik dalam pemberian insentif dan disinsentifnya. Permasalahan
yang terjadi dibeberapa kota adalah tingginya biaya pajak, mengakibatkan banyaknya
restoran dan bangunan-bangunan tua menjadi kosong dan tidak digunakan.
Oleh sebab itu maka pemerintah daerahnya melakukan keringanan pajak sehingga
fungsi bangunan dapat dikembalikan.sedangkan di negara Malaysia misalnya saja di
sekitaran sungai Malaka pemerintah melakukan revitalisasi bangunan dengan cara tetap
mempertahankan fungsi asli bangunan/adaptive reuse Pada bangunan Red Square/alun-
alun merah diberikan diaktifkan kembali sebagai museum Musium Sejarah dan Musium
Etnografi yang menyimpan pakaian pengantin tradisional Portugis, Cina India, Inggris
dan Malaysia.
Sedangkan untuk Kota Adaleide pemerintahnya berhasil menyediakan dana hibah
kepada warisan budaya di Australia dan telah menyalurkan sekitar $ 20 juta dalam bentuk
hibah kepada pemilik bangunan herritage. Untuk lebih jelas dapat dilihat melalui tabel
dibawah ini :

Tabel 3.4 Studi Komperatif Kebijakan Insentif dan Disinsentif Cagar Budaya
Studi Permasalahan Kebijakan Peraturan
Kasus
Jakarta Untuk bangunan Golongan  Diberikan insentif keringanan pajak  Peraturan Kementrian
Tipe A dengan kriteria : atau bahkan tax free pada cagar PUPR RI Nomor
 berusia 50 tahun keatas budaya yang dianggap memiliki nilai 1/PRT/M/2015
 memiliki nilai sejarah heritage yang cukup tinggi  UU No 12 tahun 1994
 memiliki nilai arsitektur  Insentif perawatan bangunan secara tentang pajak bumi
 memiliki nilai berkala dengan cara tidak boleh bangunan Pasal 3
pengetahuan mengubah bentuk asli bangunan
 memiliki nilai sosial  Bangunan-bangunan yang tidak
budaya digunakan diberikan insentif

III-10
Studi Permasalahan Kebijakan Peraturan
Kasus
 memiliki nilai pendidikan adaptive reuse (bangunan fatahillah
agama dikawasan Kota Lama Jakarta)
 memiliki nilai budaya bagi diaktifkan kembali sebagai museum
penguatan dan kepribadian
bangsa
Semarang Keluhan dari para pemilik  Diberikan insentif tax free kepada
bangunan herritage pihak yang mau menggunakan
dikarenakan tingginya biaya bangunannya dengan catatan
pajak disekitaran kawasan bangunan harus dipelihara dengan
kota strategis (restoran- baik dan sesuai rtbl kawasannya
restoran di Semarang pada  Permudah izin penggunaan bangunan
awalnya banyak yang kosong bagi yang ingin mengelola bangunan
dan tidak digunakan) yang kosong dan tidak digunakan.
syaratnya adalah harus ada tenaga
ahli herritage yang menjadi
konsultan/ penanggungjawabnya
 Pemberian penghargaan kepada
masyarakat yang ikut serta
melestarikan kawasannya berupa
piagam, publikasi, subsidi untuk
pemeliharaan bangunan.
Solo  berupa keringanan atau pembebasan
Pajak Bumi dan Bangunan, serta
bantuan teknis jika pemilik hendak
melakukan renovasi
Melaka Pemerintah Malaysia  Pada bangunan Red Square/alun-alun  Core Zone (Zona
merevitalisasi kawasan bekas merah diberikan insentif berupa berwarna kuning yaitu
pelabuhan sepanjang bantaran adaptive reuse diaktifkan kembali kawasan yang dikelilingi
sungai malaka, hal ini sebagai museum Musium Sejarah oleh bangunan sejarah
dikarenakan menurunnya dan Musium Etnografi yang diantaranya mesjid Kg
kualitas spasial fisik dan menyimpan pakaian pengantin Hulu ; wihara Cheng
bangunan, buruknya citra tradisional Portugis, Cina India, Hoong Teng ; Mesjid
kawasan, serta matinya Inggris dan Malaysia. Kg. Kling ; Pura Sri
aktivitas ekonomi Vinayagar Moorthi ;
Jalan Hang Jebat ;
Museum Baba dan
Nyonya dll
 UNESCO – Buffer Zone
(Zona Ungu) kawasan
penyangga wilayah intu
yang menyangkut
kepada wahana edukasi
diantaranya museum
maritim, menara taming
sari, museum alat
transportasi, little india
 Town Area (Zona Merah
Muda bangunan dengan
golongan tipe B atau tipe
C yang dikelilingi
beberapa pusat
perbelanjaan yang boleh
dibangun dengan bentuk
yang lebih modern
Adelaide Untuk meningkatkan  Menyediakan dana hibah kepada  Menggunakan jasa

III-11
Studi Permasalahan Kebijakan Peraturan
Kasus
pariwisata kota Adelaide, warisan budaya Australia dan telah tenaga ahli : jika biaya
Australia menyalurkan sekitar $ 20 juta dalam renovasi lebih besar
bentuk hibah kepada pemilik dari biaya perencanaan,
bangunan herritage maka yang ditanggung
pemerintah hanya biaya
perencanaannya
saja/biaya yang lebih
kecil atau jika biaya
renovasi digabung
dengan biaya
dokumentasi maka
pihak pemerintah hanya
membayar 75% saja
dari biaya keseluruhan,
25% tetap dibebankan
kepada pihak pemilik
herritage
 Pengerjaan kecil :
pemerintah harus
menetapkan patokan
dana hibah maksimal,
namun apabila 50%
total biaya proyek lebih
kecil dari patokan hibah
maka pemerintah
memberikan 50% harga
tersebut , tapi jika 50%
total dari biaya proyek
itu lebih besar dari
patokan hibah, maka
pemerintah hanya
membayarkan biaya
patokan hibah saja
(untuk pengerjaan
konservasi dengan
maksimal biaya 40k
hibah diberikan 20 k
dari total harga atau
50% dari harga proyek)
 Pengerjaan besar :
Untuk pengerjaan
konservasi diatas
40.000 maka
pemerintah akan
memberikan hibah
berdasarkan skala
impremental dengan
cara
1. subsidi 50% untuk
pengerjaan sampai $
200.000 (maksimal
hibah $ 100.000)
2. subsidi 25%
diberikan untuk
pengerjaan diatas

III-12
Studi Permasalahan Kebijakan Peraturan
Kasus
200.000 (maksimal
hibah mencapai $
250.000) nb :
sedangkan untuk
biaya Lisensi dan
izin dibebankan oleh
pemilik terlebih
dahulu, dan akan
diganti oleh pihak
yang
menaunginya/pemer
intah daerah
 Pinjaman dengan cara
subsidi : poin a,b,c
apabila pihak pemilik
herritage kekurangan
dana maka dapat
melakukan pinjaman
bersubsidi kepada
pemerintah dengan cara
menuliskan biaya
pinjaman dalam RAB
bangunan, dan subsidi
tersebut tanpa biaya
bunga.
 Untuk biaya
pemeliharaan pinjaman
akan disetujui sesuai
dengan kebijakan oleh
pihak pemerintah
Sumber : Hasil Analisis, 2018

3.5 KETENTUAN PEMBERIAN INSENTIF DAN DISINSENTIF


BERDASARKAN RTRW KOTA MEDAN TAHUN 2011-2031
3.5.1 Ketentuan Pemberian Insentif

Seluruh jenis perangkat insentif dalam pemanfaatan ruang versi Undang-Undang


Penataan Ruang adalah selalu mempunyai ciri atau sifat memberikan kemudahan
kemudahan bagi terlaksananya pemanfaatan ruang sesuai rencana yang ada, khususnya
melalui pengaturan :
a. keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa uang
dan urun saham;
b. pembangunan serta pengadaan infrastruktur;
c. kemudahan posedur perizinan; dan atau
d. pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/atau pemerintah daerah.

III-13
Terdapat 3 (tiga) kelompok perangkat/mekanisme insentif dan disinsentif, yaitu:
1. Pengaturan/regulasi/kebijakan sebagai salah satu upaya menerapkan police power
Perangkat atau mekanisme ini antara lain:
a. Perangkat yang berkaitan langsung dengan eleman guna lahan, yaitu :

 Pengaturan hukum kepemilikan lahan oleh swasta.

 Pengaturan sertfikat tanah.

 Analisis mengenai dampak lingkungan.

 Transfer of development Right (TRD)

 Pengaturan perizinan, meliputi:


- Izin prinsip; izin usaha/tetap.
- Izin lokasi.
- Planning permit.
- Izin gangguan
- IMB.
- Izin penghunian bangunan (IPB).
b. Perangkat yang berkaitan dengan eleman pelayanan umum, yaitu:
 Kekuatan hukum untuk mengembalikan kondisi semula dari
gangguan/pencemaran.
 Pengendalian hukum terhadap kendaraan dan transportasi.
 Pengaturan penyediaan pelayanan umum oleh swasta.
 Three in one policy.
c. Perangkat yang berkaitan dengan penyediaan prasarana seperti Amdal.

2. Ekonomi/keuangan sebagai penerapan dari pengenaan pajak dan retribusi.


a. Perangkat yang berkaitan langsung dengan elemen guna lahan, yaitu:

 Pajak lahan/PBB.

 Pajak pengembangan lahan.

 Pajak balik nama/jual beli lahan.

 Retribusi perubahan lahan.

 Development Impact Fees.


b. Perangkat yang berkaitan dengan elemen pelayanan umum, yatu:
 Pajak kemacetan.
 Pajak pencemaran.

III-14
 Retribusi perizinan;
- Izin prinsip; izin usaha/tetap.
- Izin lokasi.
- Planning permit.
- Izin gangguan.
- IMB.
- Izin penghunian banguan (PB)
 User charge atas pelayanan umum
 Subsidi untuk pengadaan pelayanan umum oleh pemerintah atau swasta.
c. Perangkat yang berkaitan dengan penyediaan sarana dan prasarana.
 User charge/tool for plan.

 Lingkage.
 Development exaction.
 Initial cost for land consolidation.
3. Pemilikan/pengadaan langsung oleh pemerintah atau swasta
a. Perangkat yang berkaitan langsung dengan elemen guna lahan (penguasaan lahan
oleh pemerintah).
b. Perangkat yang berkaitan dengan elemen pelayanan umum:
Pengadaan pelayanan umum oleh pemerintah (air bersih, penumpulan/pengolahan
sampah, air kotor, listrik, telepon, angkutan umum).
c. Perangkat yang berkaitan dengan penyediaan prasarana:

 Pengadaan infrastruktur oleh pemerintah.


 Pembangunan perumahan oleh pemerintah.

 Pembangunan fasilitas umum oleh pemerintah.


Tabel 3.5 Perangkat Insentif untuk Pemanfaatan Ruang di Kota Medan
No Rencana Pemanfaatan Ruang Insentif
1. Pengembangan Kawasan Industri  Kemudahan izin
 Keringanan Pajak
 Subsidi prasarana:
(pembangunan jalan toll,
jalan ingkungan, listrik,
telepon, Dll).
2. Pengembanagn Kawasan Perdagangan  Kemudahan izin
 Keringanan Pajak
 Subsidi prasarana
3. Pengembangan Kawasan Permukiman  Kemudahan izin
 Keringanan Pajak
 Subsidi prasarana
4. Pengembangan Kawasan Wisata  Kemudahan izin

III-15
 Keringanan Pajak
 Subsidi prasarana
5. Pengembangan Ruang Terbuka Hijau  Kemudahan izin
 Keringanan Pajak
 Subsidi prasarana
Sumber: Perda No. 13 Tahun 2011

3.5.2 KETENTUAN PEMBERIAN DISINSENTIF


Seluruh jenis perangkat disinsentif dalam pemanfaatan ruang adalah selalu
ditujukan untuk mempersulit munculnya pemanfaatan ruang yang tidak sesuai atau tidak
sejalan dengan rencana tata ruang yang ada. Contoh yang dapat diberikan misalnya
adalah :
a. pengenaan pajak tinggi yang disesuaikan dengan besarnya biaya yang dibutuhkan
untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang dan/atau
b. pembatasan infrastruktur, pengenaan kompensasi dan penalti.

Tabel 3.6 Perangkat Disinsentif Untuk Pemanfaatan Ruang di Kota Medan

N Rencana Pemanfaatan Ruang Dis-Insentif


o
1 Pengembangan Kawasan Industri belum • Development Impact Fee
melengkapi sarana parasarana dasar • Development Charge
2 Pengembangan Kawasan Perdagangan di Pusat • Development Impact Fee
Kota tanpa Lahan Parkir dan menyebabkan • Development Charge
kemacetan lalulintas
3 Pengembangan Kawasan Permukiman yang belum • Development Impact Fee
melengkapi sarana dan prasarana Dasar • Development Charge
Sumber: Perda No. 13 Tahun 2011

Penerapan disinsentif di Kota Medan digunakan sebagai pengekang terhadap


pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan RTRW, terdiri dari :
- Untuk penyesuaian pemanfaatan ruang, dikenakan retribusi sebesar luas tanah
dikalikan harga tanah sesuai NJOP dikalikan indeks (N). Indeks (N) ditentukan
berdasarkan peruntukan lama dan peruntukan baru serta kesesuaian/ketidaksesuaian
dengan rencana dan tingkat gangguan yang ditimbulkan. Semakin tinggi tingkat
perubahan pemanfaatan lahan, semakin tinggi nilai indeks yang dikenakan. Retribusi
ini dapat dikenakan secara progresif, dengan tujuan mengembalikan pemanfatan
ruang sesuai dengan arahan fungsi utama yang telah ditetapkan.

III-16
- Pembatasan sarana dan prasarana hanya sesuai dengan kebutuhan arahan fungsi
utama. Pembatasan ini bertujuan untuk menghindari perubahan fungsi yang telah
ditetapkan.
- Kewajiban pengembang untuk menanggung biaya dampak pembangunan
(development impact fee);

- Pengenaan denda (development charge) pada pemanfaatan ruang yang tidak sesuai
dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.

Penerapan insentif dan disinsentif di Kota Medan dapat dilihat pada Tabel berikut ini:

Tabel 3.7 Perangkat Insentif dan Disinsentif

Bidang Insentif Disinsentif

Administratif ~ Kemudahan izin ~ Perpanjangan prosedur


~ Penghargaan ~ Perketat/tambah syarat
Ekonomi ~ Keringanan pajak. ~ Pajak tinggi
~ Kompensasi ~ Retribusi tinggi
~ Imbalan ~ Denda/charge
~ Pola pengelolaan
Fisik ~ Subsidi prasarana ~ Pembatalan prasarana
~ Bonus/insentif
~ TDR
~ Ketentuan teknis
Sumber: Perda No. 13 Tahun 2011

3.5.3 ARAHAN SANKSI


Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib:
a. Menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b. Memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang
berwenang;
c. Mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang;
dan
d. Memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-
undangan dinyatakan sebagai milik umum.

III-17
Setiap orang yang melanggar ketentuan rencana dan ketentuan dalam persyaratan
izin pemanfaatan ruang dikenai sanksi berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. denda administratif.
Ketentuan Pidana telah diatur dalam Undang-undang No 26 Tahun 2008 tentang
Penataan ruang Bab XI pasal 69- pasal 75, yaitu :
A. Sanksi bagi yang tidak mentaati rencana tata ruang yang mengakibatkan
perubahan fungsi ruang.
1. Setiap orang yang tidak mentaati rencana tata ruang yang mengakibatkan
perubahan fungsi ruang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
2. Jika pelanggaran tindak tersebut mengakibatkan kerugian terhadap harta
benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling
lama 8 (delapan) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu
miliar lima ratus juta rupiah).
3. Jika pelanggaran tindak pidana mengakibatkan kematian orang, pelaku
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda
paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

B. Sanksi bagi yang memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan
ruang dari pejabat yang berwenang
1. Setiap orang yang memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin
pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
2. Jika pelanggaran tindak pidana mengakibatkan perubahan fungsi ruang,
pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda
paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

III-18
3. Jika pelanggaran tindak pidana mengakibatkan kerugian terhadap harta
benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 1.500.000.000,00 (satu
miliar lima ratus juta rupiah).
4. Jika pelanggaran tindak pidana mengakibatkan kematian orang, pelaku
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda
paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
C. Setiap orang yang tidak mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan
izin pemanfaatan ruang dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
D. Setiap orang yang tidak memberikan akses terhadap kawasan yang oleh peraturan
perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000,00
(seratus juta rupiah).
E. Sangsi bagi pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin tidak
sesuai dengan rencana tata ruang
1. Setiap pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin tidak
sesuai dengan rencana tata ruang dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah).
2. Selain sanksi pidana pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa
pemberhentian secara tidak dengan hormat dari jabatannya.
F. Sangsi Bagi Korporasi
1. Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh suatu korporasi, selain pidana
penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan
terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari
pidana denda
2. Selain pidana denda korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:
 pencabutan izin usaha; dan/atau
 pencabutan status badan hukum.
G. Tuntutan Ganti Rugi
1. Setiap orang yang menderita kerugian akibat tindak pidana dapat menuntut
ganti kerugian secara perdata kepada pelaku tindak pidana.
2. Tuntutan ganti kerugian secara perdata dilaksanakan sesuai dengan hukum
acara pidana.

III-19
III-20

Anda mungkin juga menyukai