Anda di halaman 1dari 5

2.

1 Kawasan Cagar Budaya

2.1.1Definisi Kawasan Cagar Budaya

Definisi menurut beberapa para ahli mengenai Kawasan Cagar Budaya sebagai berikut :

Kawasan Cagar Budaya merupakan sebuah daerah yang memiliki ciri khas tertentu atau
berdasarkan pengelompokan fungsional kegiatan tertentu yang kawasan di suatu kota hendaknya
akan dikelola terintegrasi. Kawasan yang terintegrasi dapat diartikan sebagai kawasan yang
terdiri dari unsur-unsur secara fisik memiliki struktur yang teratur, secara norma memperhatikan
pelaku, konteks budaya, dan secara fungsional memiliki jalinan yang terintegrasi. Komponen
pengintegrasian pada aspek norma akan menggambarkan nilai budaya dan perilaku rasa, cipta,
dan karsa (Trancik, 1986).

Keberadaan cagar budaya di suatu kawasan merupakan salah satu hasil dari adanya nilai budaya
yang menunjukkan perilaku rasa, cipta, dan karsa terhadap kawasan tersebut. Secara umum
menurut Herliansyah menjabarkan bahwa definisi kawasan cagar budaya adalah kawasan
konservasi terhadap benda-benda alam atau buatan manusia yang dianggap memiliki nilai
penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan (Herdiansyah, 2011).

Menurut Kasnowihardjo (2009) menjelaskan pengertian Kawasan Cagar Budaya adalah


merupakan suatu lokasi yang mengandung atau terdapat Benda Cagar Budaya.

Kawasan cagar budaya adalah kawasan yang pernah menjadi pusat dari sebuah kompleksitas
fungsi kegiatan perekonomian, sosial, dan budaya yang mengakumulasikan makna kesejarahan
(historical significance) dan memiliki kekayaan tipologi serta morfologi urban heritage yang
berupa historical site, historical distric, dan historical cultural (Shirvani, 1985)

Orbasli (2000) menerangkan bahwa kawasan cagar budaya tersebut merupakan interplantasi dari
sebuah sejarah yang melibatkan seluruh masyarakat dari warisan kota yang ada dan tidak hanya
terletak pada fitur bersejarah serta morfologi pemandangan kota, tetapi juga dalam gaya hidup
budaya masyarakat.
2.1.2 Karakteristik Kawasan Cagar Budaya

Potensi sebuah kawasan cagar budaya yang harus dilestarikan meliputi karakter sejarah, baik
fisik maupun spirit kawasan (ICOMOS, (1987), Karakteristik kawasan cagar budaya dibagi
menjadi beberapa bagian:

1. Pola kawasan, meliputi pola jalan dan permukiman


2. Hubungan antara bangunan dan open space
3. Tampilan eksterior dan interior bangunan, meliputi skala, ukuran, langgam, struktur,
bahan bangunan, warna, dan dekorasi
4. Beragam fungsi kawasan yang hidup sepanjang waktu

Menurut Kasdi (2013), penentuan kawasan cagar budaya didasarkan pada karakteristik:

a) Umur, berkenaan dengan usia kawasan cagar budaya terbangun minimal 50 tahun;
b) Nilai sejarah, peristiwa perubahan, nilai perjuangan/pengurbanan, ketokohan, politik,
sosial, budaya dalam skala nasional, wilayah, dan daerah;
c) Keaslian, keberadaan kawasan cagar budaya yang masih asli, baik lengkap maupun tidak
lengkap;
d) Kelangkaan, berkenaan dengan tatanan tapak atau tatanan lingkungan yang jarang
ditemukan;
e) Ilmu pengetahuan, berkenaan dengan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan kawasan
cagar budaya.

Ruskin (Rohananda, 2014) mengatakan bahwa pentuan: karakteristik dari suatu kawasan cagar
budaya yang memiliki nilai kesejarahan adalah :

1. Suatu kawasan yang pernah menjadi pusat dari sebuah kompleksitas fungsi yang
melibatkan kegiatan ekonomi, sosial, dan budaya yang mengakumulasikan makna
kesejarahan (historical significance). Bentuk tipologi dan morfologi cagar budaya dapat
berupa historic site, traditional district, maupun colonial district yang pada umumnya
yang merupakan suatu locus solus (cara untuk memcah suatu masalah) yang pernah
berperan sebagai pusat dari kompleksitas fungsi dan kegiatan ekonomi, sosial, dan
budaya dalam beberapa skala lingkungan (district, sub district neighbourhood, area, dan
sub area).
2. Kawasan yang mengakumulasikan sebuah nilai yang terdapat atau makna kultural
(cultural significance). Makna dari sebuah cultural merupakan suatu tempat terwujud
dalam sebuah materi fisik (fabric), tempat (setting), dan isinya. Isi yang di akumulasi
dalam cagar budaya memiliki nilai-nilai signifikan, seperti estetika/arsitektonis,
kejamakan/tipikal, kelangkaan, peran sejarah, pengaruh terhadap lingkungan, dan
keistimewaan.

Indikator Karakteristik kawasan cagar budaya dapat dilihat dari beberapa variabel, antara lain
kelangkaan bangunan cagar budaya, nilai sejarah kawasan cagar budaya, estetika bangunan
cagar budaya, dan pengaruh terhadap lingkungan sekitar, dengan penjelasan sebagai berikut:

a) Kelangkaan bangunan cagar budaya adalah bangunan yang ada di kawasan cagar
budaya tidak dapat ditemukan di kawasan lainnya dan memiliki umur bangunan 50
tahun atau lebih.
b) Nilai sejarah kawasan cagar budaya adalah bagaimana makna kawasan cagar budaya
bagi masyarakat dan pengaruh kawasan tersebut terhadap nilai sosial, budaya, dan
ekonomi di kawasan sekitarnya pada masa lampau hingga sekarang.
c) Estetika bangunan cagar budaya adalah nilai seni yang terdapat pada bangunan cagar
budaya yang ada di kawasan cagar budaya
d) Memiliki pengaruh dengan lingkungan sekitarnya adalah bagaimana keberadaan
cagar budaya mempengaruhi masyarakat yang berada di kawasan cagar budaya dan
sekitarnya, baik dari segi ekonomi maupun budaya.

2.1.1Deliniasi Kawasan Cagar Budaya

Penentuan deliniasi dengan bertujuan untuk mengetahui bagaimana perkembangan sejauh mana
batas spasial kepemilikan, hak guna, batas peruntukan dalam tata ruang, perpajakan, hingga
menetukan luas area guna menghitung potensi sumber daya. Beritkut beberapa penjelasan
Deliniasi Cagar Budaya menurut para ahli:

Menurut Hubert-Jan Henkert (Cunningham, 2005), deliniasi merupakan sebuah kawasan yang
terdapat sejumlah situs yang berdekatan sehingga bisa dikelompokkan dalam ruang geografis
yang lebih besar. Alasan diperlukannya deliniasi kawasan cagar budaya antara lain:
a. Tempat ditemukannya tinggalan-tinggalan arkeologi yang memperlihatkan
hubungan kontekstual antara satu dengan lainnya.
b. Ruang geografis yang menyimpan informasi tentang aktivitas manusia di masa
lalu.
c. Bukan lagi sebagai sekedar lokasi ditemukannya tinggalan purbakala, melainkan
secara holistik sebagai sebuah sisa peradaban.
d. Tersimpan hasil-hasil pemikiran manusia dan peristiwaperistiwa yang menjadi
identitas masyarakat yang pernah tinggal di tempat itu.
e. Memiliki nilai inovatif, baik secara estetika, teknis, maupun sosial yang memiliki
pengaruh telah melampaui batas-batas wilayah nasional atau regional.

Satrio (2009) Deliniasi berfungsi untuk mempertahankan keberadaan informasi bukti sejarah
yang tersisa. Berdasarkan ilmu arkeologi, Indonesia telah menggunakan lima kriteria penentuan
deliniasi sebagai berikut:

a. Administrasi, antara lain batas Negara, provinsi, kota, kecamatan, desa, dan
RT/RW
b. Alam, antara lain sungai, saluran, danau, lembah, jurang, hutan, dan laut
c. Buatan, antara lain jalan raya, bendungan, saluran irigasi, daerah perbatasan
d. Kepemilikan lahan, antara lain tanah milik Negara, kawasan konservasi,
perkebunan, dan tanah milik masyarakat
e. Budaya, antara lain kepadatan peninggalan purbakala, batas desa adat, lokasi yang

Faktor Batas-Batas yang dapat menentukan sebuah Deliniasi dari Kawasan Cagar Budaya yaitu :

a. Batas alam terlihat dari kondisi geografis sebuah di kawasan penelitian. Batas
alam dapat berupa sungai dan saluran, sehingga kedua batas tersebut dapat
digunakan sebagai variabel dalam mengukur indikator batas alam.
b. Batas buatan merupakan batas fisik yang dapat diamati di lapangan sehingga
mempermudah penentuan deliniasi kawasan. Variabel yang didapatkan dari
indikator batas buatan adalah jaringan jalan dan daerah perbatasan.
c. Batas budaya dapat diukur dengan variabel sebaran cagar budaya, kepadatan
cagar budaya, dan potensi budaya yang hidup.
d. Batas lokasi berdasarkan regulasi status kawasan adalah deliniasi kawasan yang
ditetapkan dan disahkan secara tertulis oleh pemangku kepentingan

Daftar pustaka

1. Trancik,. (1986). Pengembangan Kawasan Wisata Budaya di Kampung Lama Bubutan


Kota Surabaya. Tugas Akhir. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya.
2. Haris ,Herdiansyah. (2011).Sebuah kajian arkeolog benda benda cagar budaya . Dinas
Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Kalimantan Barat. Singkawang.
3. Hamid,Shirvani (2017). Karakteristik Kawasan Kota Lama Manado Dengan Pendekatn
teori.Manado.Spasial
4. Aylin,Orbasli (2000). Tourist in Historic Town: Urban Conservation and Haritage
Management.Institur Teknologi Bandung Taylor & Francis.
5. ICOMOS. (2004). UNESCO Internasional council of Moment And Site.Perpustakaan
Nasional RI.Jakarta
6. ICOMOS. (2004). UNESCO Internasional council of Moment And Site.Perpustakaan
Nasional RI.Jakarta
7. Kasnowihardjo,Gunadi.(2009).Situs Pringgoloyo Sebuah Data Peninggalan Megalitik di
daerah wedi,Klaten, Jawa Tengah. Balai Arkeologi Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai