Anda di halaman 1dari 10

Nama : Auliana Arfat

NIM : 1914010068
Jurusan : V PAI B
Matkul : Metodologi Penelitian PAI
Review : pertemuan 8
Jenis-jenis penelitian kualitatif
1. Historis
Penelitian dengan menggunakan metode historis ini mempunyai ciri khas yakni
periode waktu yang bermakna bahwa kegiatan, peristiwa, karakteristik, nilai-nilai,
kemajuan bahkan kemunduran, dilihat dan dikaji dalam konteks waktu. Syamjudin
mengartikan metode sejarah atau historis sebagai suatu cara bagaimana mengetahui
sejarah. Penelitian ini menggunakan metode historis karena permasalahan yang diangkat
adalah permasalahan sejarah khususnya mengenai kesenian tradisional.
Selain itu, metode historis dipilih juga karena merupakan proses menguji dan
menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau dan menuliskan
hasilnya berdasarkan fakta yang telah diperoleh yang disebut historiografi.Pernyataan
tersebut sama dengan pendapat Garragan bahwa metode sejarah merupakan seperangkat
aturan yang sistematis dalam mengumpulkan sumber sejarah secara efektif, melakukan
penilaian secara kritis dan mengajukan sintesis dari hasil-hasil yang dicapai dalam bentuk
tulisan.
Pendapat lain tentang metode sejarah dikemukakan oleh Kuntowijoyometode
sejarah merupakan petunjuk khusus tentang bahan, kritik, interpretasi, dan penyajian
sejarah. Dari beberapa pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa yang
dimaksud dengan metode sejarah adalah proses penelitian terhadap sumber-sumber atau
peninggalan masa lampau yang dilakukan secara kritis, analitis dan sistematis yang
kemudian dituangkan dalam sebuah tulisan yang disebut historiografi.
Secara ringkas Wood Gray mengemukakan ada enam langkah dalam metode
historis sebagai berikut:
a. Memilih suatu topik yang sesuai.
b. Mengusut semua evidensi (bukti) yang relevan dengan topic.
c. Membuat catatan tentang apa saja yang dianggap penting dan relevan dengan topik
yang ditemukan ketika penelitian sedang berlangsung.
d. Mengevaluasi secara kritis semua evidensi yang telah dikumpulkan (kritik sumber)
e. Menyusun hasil-hasil penelitian (catatan fakta-fakta) ke dalam suatu pola yang benar
dan berarti yaitu sistematika tertentu yang telah disiapkan sebelumnya.
f. Menyajikan dalam suatu cara yang dapat menarik perhatian dan
g. mengkomunikasikannya kepada para pembaca sehingga dapat dimengerti sejelas
mungkin.1
Penelitian Kualitatif Historis; Penelitian kualitatif jenis ini bermaksud untuk
membuat rekonstruksi masa lalu secara sistimatis dan objektif malalui cara
mengumpulkan, mengevaluasi, memverifikasi serta menyintesis bukti-bukti atau
dokumen masa lalu atau sejarah untuk mendukung fakta dalam memperoleh kesimpulan
hasil dari penelitian yang kuat dan dipercaya. Contohnya; penelitian tentang suatu praktik
administrasi atau sistem pengajaran di zaman penjajahan, atau asal-usul tentang suatu
konsep kepemimpinan pendidikan pada zaman revolusi.2
Secara umum dapat dimengerti bahwa penelitian historis merupakan penelaahan
serta sumber-sumber lain yang berisi informasi mengenai masa lampau dan dilaksanakan
secara sistematis. Atau dapat dengan kata lain yaitu penelitian yang bertugas
mendeskripsikan gejala, tetapi bukan yang terjadi pada waktu penelitian dilakukan.
Penelitian historis di dalam pendidikan merupakan penelitian yang sangat penting atas
dasar beberapa alasan. Penelitian historis bermaksud membuat rekonstruksi masa latihan
secara sistematis dan objektif, dengan cara mengumpulkan, mengevaluasi,
mengverifikasikan serta menyintesiskan bukti-bukti untuk mendukung bukti-bukti untuk
mendukung fakta memperoleh kesimpulan yang kuat. Di mana terdapat hubungan yang
benar-benar utuh antara manusia, peristiwa, waktu, dan tempat secara kronologis dengan
tidak memandang sepotongsepotong objek-objek yang diobservasi. Menurut Jack. R.
Fraenkel & Norman E. Wallen (1990: 411) penelitian sejarah adalah penelitian yang
secara eksklusif memfokuskan kepada masa lalu. Penelitian ini mencoba merekonstruksi
apa yang terjadi pada masa yang lalu selengkap dan seakurat mungkin, dan biasanya

1
Eka Widyasari, “Perkembangan Kesenian Ogel Di Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung: Suatu
Tinjauan Sosial Budaya”, Jurnal UPI, hlm. 3
2
Sapto Haryoko, Analisis Data Penelitian Kualitatif, (Makasar: Badan Penerbit UNM, 2020), hlm. 31
menjelaskan mengapa hal itu terjadi. Dalam mencari data dilakukan secara sistematis
agar mampu menggambarkan, menjelaskan, dan memahami kegiatan atau peristiwa yang
terjadi beberapa waktu lalu. Sementara menurut Donald Ary, dkk. (1980) dalam Yatim
Riyanto (1996: 22) dalam Nurul Zuriah (2005: 51) juga menyatakan bahwa penelitian
historis adalah untuk menetapkan fakta dan mencapai simpulan mengenai hal-hal yang
telah lalu, yang dilakukan secara sistematis dan objektif oleh ahli sejarah dalam mencari,
mengevaluasi dan menafsirkan bukti-bukti untuk mempelajari masalah baru tersebut.
Berdasarkan pandangan yang disampaikan oleh para ahli di atas, dapat disimpulkan
bahwa pengertian penelitian sejarah mengandung beberapa unsur pokok, yaitu  Adanya
proses pengkajian peristiwa atau kejadian masa lalu (berorientasi pada masa lalu); 
Usaha dilakukan secara sistematis dan objektif;  Merupakan serentetan gambaran masa
lalu yang integrative antarmanusia, peristiwa, ruang dan waktu;  Dilakukan secara
interaktif dengan gagasan, gerakan dan intuisi yang hidup pada zamannya (tidak dapat
dilakukan secara parsial).3

2. Etnometodologi
Etnometodologi adalah studi tentang bagaimana individu menciptakan dan
memahami kehidupannya sehari-hari dengan individu dalam berbagai situasi pada suatu
masyarakat atau suku-suku bangsa tertentu. Para peneliti etnometodologi berusaha untuk
mengerti bagaimana orang melihat, menjelaskan, dan menggambarkan aturan-aturan
yang mereka pakai di dalam dunia dimana mereka hidup. Kerja para peneliti
etnometodologi, memang sering berkenaan dengan issue mikro, pembicaraan khusus
serta tindakan dan pengertian yang rinci. Mereka berpendirian bahwa penelitian itu
bukanlah bersifat unik ilmiah, melainkan dapat dipelajari sebagai suatu tindakan yang
bersifat praktis untuk kepentingan kehidupan sehari-hari. Hal ini akan lebih jelas kalau
dikutip pendapatnya Bogdan and Biklen (1982) dalam Arifin (1994) tentang fokus kerja
pendekatan etnometologi, yaitu: pemahaman tentang akal sehat (common sense
understanding), kehidupan sehari-hari (everyday life), pencapaian kerja praktis (practical
accomplishments), dan landasan rutin untuk tindakan sosial (routine ground for social
actions).

3
Ismail Suardi Wekke, Metode Penelitian Ekonomi Syariah, (Yogyakarta: Gawe Buku, 2019) , hlm.41
Pendekatan etnometodologis ini digunakan untuk menemukan makna-makna
yang terdapat dalam interaksi nya dengan sesamanya secara internal kelompoknya atau
suku-suku, ras-ras kehidupan manusia in group–nya, yang tersebar di antara kehidupan
umat manusia. Hal ini secara lebih tepatnya dapat dinamakan dengan studi yang spesifik
tentang suku-suku bangsa di dunia.4
Etnometodologi merupakan metode penelitian yang mempelajari bagaimana
perilaku social dapat dideskripsikan sebagaimana adanya. Istilah etnometodologi
dikemukakan oleh Harold Garfinkel. Etnometodologi berupaya untuk memahami
bagaimana masyarakat memandang, menjelaskan dan menggambarkan kata hidup
mereka sendiri. Agar dapat dibuat laporan ethnographic perlu dipelajari metodologinya,
yaitu etnometodologi.
Etnometodologi tidak diartikan sebagai metode yang digunakan peneliti untuk
mengumpulkan data, melainkan menunjuk pada materi pokok (subject matter) yang akan
diteliti. Ketika Harold Garfinkel mempelajari arsip silang budaya di Yale, ditemukan kata
ethnobotany, ethnophysic, ethnomusic, dan ethnoastronomy. Istilah-istilah seperti ini
mempunyai arti bagaimana para warga suatu kelompok tertentu (biasanya kelompok suku
yang terdapat dalam arsip Yale) memahami, menggunakan, dan menata segi-segi
lingkungan mereka; dalam hal etnobotani, subyek atau pokok kajiannya adalah tanaman.
Dengan demikian, etnometodologi berarti studi tentang bagaimana individu-
individu menciptakan dan memahami kehidupan mereka sehari-hari, seperti cara mereka
menye lesaikan pekerjaan di dalam hidup sehari-hari. Subyek bagi etnometodologi bukan
warga suku-suku primitif; mereka orangorang dari berbagai situasi di dalam masyarakat
kita sendiri.5
Ritzer menjelaskan bahwa pada mulanya Garfinkel dan koleganya menggarap
Etnometodologi dalam kerangka yang santai dan non-institusional (homey feeling).
Oleh sebab itu, studi –studi terdahulu dalam etnometodologi berlangsung dengan studi
–studi settinginstitusional. Pendekatan Setting Institusional dalam kajian –kajian ilmu
sosial konvensional berpusat dalam struktur, aturan formal, dan prosedur resmi.
Pemikiran –pemikiran Garfinkel pada pencetusan ide-ide awal Etnometodologi

4
I Wayan Suwendra, Metodologi Penelitian Kualitatif Dalam Ilmu Sosial, Pendidikan, Kebudayaan dan
Keagamaan, (Bali:Nilacakra, 2018), hlm. 31
5
Tjibto Subadi, Metode Penelitian Kualitatif, (Surakarta: UM PRESS, 2006), hlm. 44
dipusatkan pada kegiatan seperti di dalam rumah, dan kemudian bergeser dalam
setting institusional seperti pengadilan, klinik, dan kantor polisi.6
Dalam penelitian etnometodologi model setting institusional memperhatikan
secara khusus pada struktur, aturan formal, dan prosedur resmi dalam mendeskripsikan
perilaku subjek penelitiannya. Sebagai penelitian yang bersifat kualitatif namun
empiris, Garfinkel tetap memperhatikan bagaimana subjek memaknai unsur –unsur
tersebut. Ritzer (2012: 306) menjelaskan bahwa para etnometodolog berpegang pada
prinsip unsur –unsur diluar sebuah organisasi (kelompok) tidak akan cukup mampu
menerangkan apa yang sebenarnya terjadi dalam sebuah institusi tersebut. Orang
tidak ditentukan oleh pihak –pihak (unsur –unsur) diluar sebuah kelompok, subjek
yang melakukan proses penciptaan makna dalam institusi tersebut. Etnomedolog
juga mempercayai bahwa subjek didalam sebuah kelompoklah yang memaknai
bahwa sebuah kelompok/ institusi diciptakan bukan hanya menyelesaikan tugas –
tugas keseharian mereka, namun juga membentuk sebuah institusi itu sendiri.7
Etnometodologi sendiri memiliki lima prinsip dasar guna menganalisis
percakapan.
a. Prinsip pertama dalam melakukan penelitian etnometodologi adalah peneliti
harus mengumpulkan percakapan dan menganalisis secara rinci. Data –data yang
dirincikan bukan semata –mata kata –kata maupun kalimat –kalimat, namun
termasuk kenampakan –kenampakan nonverb yang muncul dalam percakapan
tersebut seperti meraung –meraung, murung, tertawa, terbahak –bahak, mendesis,
berpantun, dan lain sebagainya.
b. Prinsip yang kedua yang dilakukan adalah menjadikan percakapan yang detil itu
sebagai pencapaian tujuan secara teratur. Bisa diartikan sebagaimana seseorang
dalam sebuah struktur akan berusaha sebaik mungkin tata aturan dalam
berkomunikasi sehari hari melalui proses percakapan.
c. Prinsip ketiga yang selanjutnya adalah keteraturan dalam struktur inilah yang
menjadi fokus dalam sebuah penelitian. Pelaku pelaku yang diamati dalam
sebuah strukturdikondisikan untuk tetap bersikap alami dalam interaksi

6
G. Ritzer, Etnometodologi dalam Ilmu Sosial. (Yogyakarta: Kreasi Wacana,2015), hlm. 13
7
Daniel Susilo, “Etnometodologi Sebagai Pendekatan Baru dalam Kajian Ilmu Komunikasi”, Jurnal Studi
Komunikasi, Vol. 1, no. 1, 2017, hlm. 67
interaksinya. Hal ini akan memudahkan bagi peneliti untuk bisa mengamati
prilaku prilkau yang muncul sebagai bentuk kesadaran sebagai bagian daripada
struktur itu sendiri.
d. Prinsip keempat berbunyi kerangka percakapan yang fundamental adalah
organisasi yang teratur. Ini dimaksudkan bahwa percakapan memiliki kerangka
atau konsep konsep pesan inti yang merupakan episteme rangkaian
percakapan yang utuh. Disebabkan rangkaian percakapan yang utuh ini,
Zimmerman menyebutnya sebagai organisasi yang teratur.
e. Prinsip kelima menyatakan bahwa rangkaian interaksi percakapan dikelola atas
dasar tempat atau bergiliran. Dengan dilandasi oleh pendapat Heritage
yang membuat perbedaan antara jenis percakapan yang ditentukan konteks dan
jenis percakapan yang diperbaharui konteks. Percakapan yang terdahulu pernah
dilakukan yang menjadi bagian dari topic pembicaraan percakapan dalam konteks
berikutnya
Asumsi mendasar dari analisis percakapan ini adalah seperti yang
dikemukakan oleh Gibson, bahwa percakapan merupakan perwujudan dari
hubungan komunikasi secara personal. Percakapan adalah bentuk interaksi yang paling
cair dan mudah meresap. Inilah yang menjadikan percakapan adalah bagian penting
dari prosedur dan praktik komunikasi yang paling terorganisasi.
3. Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan (field research), yang pengumpulan datanya dilakukan di
lapangan untuk mengadakan pengamatan terhadap suatu fenomena dalam suatu keadaan
alamiah (Susanto, 1999). Penelitian ini bersifat kualitatif, yaitu penelitian yang digunakan
untuk memahami fenomena mengenai apa yang dialami subjek penelitian, seperti
perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll, secara holistik, dan dengan cara deskripsi
dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konsteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode ilmiah.8
Field research adalah bentuk penelitian yang bertujuan mengungkapkan makna
yang diberikan oleh anggota masyarakat pada perilakunya dan kenyataan sekitar. Metode

8
Irkhamiyati, “Evaluasi Persiapan Perpustakaan Stikes 'Aisyiyah Yogyakarta Dalam Membangun
Perpustakaan Digital” , Berkala Ilmu Perpustakaan dan Informasi, Vol. 13 No. 1, 2017, hlm. 41
field research digunakan ketika metode survai ataupun eksperimen dirasakan tidak
praktis, atau ketika lapangan penelitian masih terbentang dengan demikian luasnya.
Field research Berbeda dengan penelitian lain, data dan informasi yang diperoleh
pada field research langsung dianalisis pada kesempatan pertama, bersamaan dengan
pengumpulan informasi berikutnya. Proses ini berlangsung terus menerus, tanpa
perangkat pedoman yang pasti dan lebih mengikuti perkembangan di lapangan.
Bahkan, fokus pada aspek-aspek yang khusus baru dilakukan menjelang akhir
dari penelitian. Neuman (2003) melukiskan langkah-langkah field research sebagai
berikut.
a. Peneliti mempersiapkan diri, membaca literatur dan defocus.
b. Cari lapangan penelitian dan dapatkan akses ke dalamnya.
c. Masuki lapangan penelitian, kembangkan hubungan sosial dengan anggota
komunitas.
d. Adopsi sebuah peran sosial ke dalam diri, bergaul dengan anggota komunitas.
e. Lihat, dengar, kumpulkan data kualitatif.
f. Mulai menganalisis data dan mengevaluasi hipotesa kerja.
g. Fokus pada aspek spesifik dan gunakan sampling teoritikal.
h. Gunakan wawancara lapangan dengan anggota komunitas dan informan.
i. Putuskan hubungan dan tinggalkan lapangan penelitian secara fisik.
j. Sempurnakan analisis dan tuliskan laporan penelitian.9
Sebagaimana halnya penelitian kualitatif lainnya, field research meneliti
permasalahan dalam setting yang natural dalam upaya untuk memaknai, menginterpretasi
fenomena yang teramati (Groat & Wang, 2002). Sebagai contohnya, sebuah penelitian
yang dilakukan untuk mengungkapkan ruang dan persepsi akan ruang dari sebuah
komunitas sekte kepercayaan tertentu yang sangat tertutup, akan menjadi fenomena
menarik dalam masyarakat. Penelitian survai murni tidak akan mampu menjelaskan
fenomena ini, karena “peta” jalan yang harus dilalui belum ada. Peta semacam itulah
yang dapat diperoleh melalui field research.

9
Salmon Priaji Martana, “Problematika Penerapan Metode Field Research Untuk Penelitian Arsitektur
Vernakular Di Indonesia” , Dimensi Teknik Arsitektur Vol. 34, No. 1, 2006, hlm. 60
Berdasarkan keterangan di atas, menurut Groat & Wang (2002), ada 4 komponen
kunci berkaitan dengan field research sebagai bagian dari penelitian kualitatif:
a. Penekanan pada setting natural, Seting natural berarti subjek penelitian tidak
berpindah dari tempat asli kejadian. Peneliti menerapkan berbagai taktik untuk
menempatkan diri dalam konteks penelitiannya. Konteks tidak perlu berubah demi
pelaksanaan penelitian.
b. Fokus pada interpretasi dan makna, Peneliti tidak hanya mendasari penelitiannya pada
realitas empiris dari observasi dan wawancara yang dilakukannya, namun juga
memainkan peran penting dalam menginterpretasi dan memaknai data.
c. Fokus pada cara responden memaknai keadaan dirinya, Tujuan dari peneliti adalah
mempresentasikan gambaran menyeluruh dari setting atau fenomena studi, sesuai
dengan pemahaman dari responden sendiri.
d. Penggunaan beragam taktik, sebagai bagian dari pengamatan realitas yang cenderung
cair, field research tidak memiliki kecenderungan untuk hanya mengandalkan taktik
tunggal, melainkan beragam sebagai paduan dari berbagai taktik sesuai keadaan
lapangan.
Dalam field research dikenal istilah verstehen, artinya melihat kenyataan melalui
pandangan subjek di lapangan. Demikianlah observasi dilakukan. Namun begitu,
analisisnya melibatkan diri peneliti sebagai instrumen penelitian.
Dengan demikian, field research menjadi semacam pertemuan budaya, culture
encounter antara budaya peneliti sendiri di satu pihak, budaya subjek penelitian di lain
pihak dan bahkan budaya dari pembaca hasil penelitian tersebut. Titik permulaannya
adalah saat di mana terjadi penyimpangan, atau dipersepsikannya penyimpangan antara si
peneliti dengan lingkungan, suatu pengamatan terhadap budaya, kejadian, manusia dan
nilai-nilainya yang asing dan tidak dapat dimengerti serta dijelaskan menurut tradisi asli
si peneliti.
Hal ini dikenal sebagai breakdown, yang timbulnya sangat tergantung pada tradisi
si peneliti, tradisi kelompok dan tradisi khalayak yang terlibat di dalamnya. Breakdown
amat penting dan menentukan apakah field research yang dilakukan akan menghasilkan
penelitian yang berhasil ataukah tidak. Oleh sebab itu, salah satu aspek penting dalam
field research adalah si peneliti sebaiknya memiliki apa yang oleh Neuman (2003)
diistilahkan sebagai sikap keasingan.
Peneliti sebaiknya berasal dari kalangan yang sama sekali berbeda latar belakang
dengan subjek penelitian sehingga memiliki kemampuan untuk menyerap informasi yang
terasa asing dari lingkungan penelitian, serta menjadi peka akan detail yang sekecil
mungkin. Apabila peneliti memiliki latar belakang budaya yang relatif serupa, maka
kondisi breakdown tidak tercipta. Peneliti menjadi lebih mudah “dibutakan” oleh aspek-
aspek keseharian rutin yang menurutnya sudah biasa dan tidak perlu tercatat sebagai
informasi penting, padahal di mata peneliti yang awas hal itu merupakan informasi yang
sangat berharga. Menurut Neuman (2003), pemilihan lokasi penelitian field research
harus didasari tiga hal yaitu kepantasan, kekayaan informasi dan keunikan. Peneliti
dengan latar belakang yang terlalu dekat dengan subjek penelitian masih akan dapat
melihat kepantasan, namun akan lebih sulit memperoleh informasi yang kaya serta
merasakan keunikan.
Dengan demikian, berdasarkan pembahasan di atas, secara umum karakteristik
field research dapat disebutkan sebagai berikut:
a. Lingkup permasalahan belum tegas.
b. Variabel yang akan diteliti belum terlalu dipahami.
c. Model teoritis tidak tegas.
d. Operasionalisasi tidak dilakukan.
e. Tidak terdapat pembakuan teknik pengumpulan data.
f. Tidak ada analisis statistika dengan rumus-rumus baku.
g. Dimulai dari breakdown.
h. Proses resolusi melalui verstehen.
DAFTAR PUSTAKA
Haryoko,Sapto. 2020. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Makasar: Badan Penerbit
UNM.

Irkhamiyati. 2017. “Evaluasi Persiapan Perpustakaan Stikes 'Aisyiyah Yogyakarta Dalam


Membangun Perpustakaan Digital” , Berkala Ilmu Perpustakaan dan Informasi,
Vol. 13 No. 1.

Martana, Salmon Priaji. 2006. “Problematika Penerapan Metode Field Research Untuk
Penelitian Arsitektur Vernakular Di Indonesia” , Dimensi Teknik Arsitektur Vol.
34, No. 1.

Ritzer, G .2015. Etnometodologi dalam Ilmu Sosial. Yogyakarta: Kreasi Wacana.

Subadi, Tjibto. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta: UM PRESS.

Susilo, Daniel. 2017. “Etnometodologi Sebagai Pendekatan Baru dalam Kajian Ilmu
Komunikasi”, Jurnal Studi Komunikasi, Vol. 1, no. 1.

Suwendra, I Wayan. 2018. Metodologi Penelitian Kualitatif Dalam Ilmu Sosial,


Pendidikan, Kebudayaan dan Keagamaan. Bali: Nilacakra.

Wekke, Ismail Suardi. 2019. Metode Penelitian Ekonomi Syariah. Yogyakarta: Gawe
Buku.

Widyasari, Eka. “Perkembangan Kesenian Ogel Di Kecamatan Majalaya Kabupaten


Bandung: Suatu Tinjauan Sosial Budaya”, Jurnal UPI

Anda mungkin juga menyukai