Anda di halaman 1dari 31

37

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Metode dan Teknik Penelitian

Bab ini menguraikan mengenai metodologi penelitian yang digunakan penulis

dalam mengkaji permasalahan yang berhubungan dengan judul skripsi yang dikaji,

yaitu “Kesenian Sintren di Indramayu, Perkembangan dan Pelestariannya sebagai

Unsur Budaya Lokal” (1990-2008) (suatu tinjauan historis). Untuk melaksanakan

sebuah penelitian, dalam hal ini sejarah mempunyai metode tersendiri yang

menggunakan pengamatan, kalau ternyata suatu pernyataan tidak didukung oleh

bukti-bukti sejarah, maka pernyataan itu ditolak (Kuntowijoyo, 1995:64).

Sehubungan dengan itu, metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah

metode historis, dengan menggunakan pendekatan interdisipliner dan teknik

penelitian berupa studi literatur, wawancara dan dokumentasi.

Metode Historis ini sangat cocok dengan kajian yang sedang diteliti oleh

penulisi, hal tersebut sesuai dengan ungkapan Kholil Mansur (1978:62), mengatakan

bahwa “metode historis adalah suatu cara penelusuran terhadap kebudayaan atau

struktur masyarakat yang telah lampau, untuk diambil suri tauladannya untuk yang

akan datang”. Pendapat tersebut dipertegas oleh Ismaun (2005:34), “metode sejarah

ialah merekonstruksi imajinatif tentang gambaran masa lampau peristiwa-peristiwa

sejarah secara kritis dan analitis berdasarkan bukti dan data peninggalan masa lampau

yang disebut sumber sejarah”. Pendapat lain diungkapkan pula oleh Louis Gottschlak

37
38

(1975:32), yang mengatakan bahwa “metode historis adalah proses menguji serta

menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau”.

Metode Historis ini mengharuskan penulis untuk berhati-hati dalam mengkaji

sebuah permasalahan, dengan demikian penulis tidak boleh menarik kesimpulan yang

terlalu berani tanpa adanya fakta dari kebenaran tersebut. Oleh karena itu, untuk

mendapatkan hasil yang objektif diperlukan beberapa langkah. Sjamsuddin (1996:

67-172), mengatakan bahwa ada beberapa langkah yang harus dilakukan ketika

menggunakan metode Historis, yaitu sebagai berikut :

1. Heuristik, yaitu suatu kegiatan untuk mencari, menemukan dan

mengumpulkan data serta fakta.

2. Kritik, adalah suatu proses menyelidiki serta menilai secara kritis apakah

sumber-sumber yang terkumpul sesuai dengan masalah penelitian baik bentuk

maupun isinya, yang di dasari etos ilmiah yang menginginkan, menemukan

atau mendekati kebenaran.

3. Interpretasi, merupakan penafsiran terhadap arti fakta-fakta

sejarah/Aufassung, baik berasal dari sumber lisan maupun tulisan kemudian

menghubungkannya untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai

kesenian Sintren di Indramayu.

4. Historiografi, yaitu pelukisan sejarah, gambaran sejarah tentang peristiwa

yang terjadi pada waktu yang lalu yang disusun berdasarkan hasil penelitian

dan menjadi satu kesatuan utuh.


39

Hal tersebut sama seperti yang diungkapkan oleh Ernest Bernsheim (Ismaun,

2005:32), dapat dirinci dengan sistematika empat langkah sebagai berikut :

1. Heuristik, adalah mencari, menemukan, dan mengumpulkan sumber-sumber

sejarah.

2. Kritik, yaitu menganalisis secara kritis sumber-sumber sejarah.

3. Aufassung, merupakan penanggapan terhadap fakta-fakta sejarah yang

dipunguti dari dalam cerita sejarah.

4. Dahrstellung, di sebut sebagai penyajian cerita yang memberikan gambaran

sejarah yang terjadi pada masa lampau.

Sedangkan Nugroho Notosusanto (Ismaun, 2005: 34) menguraikan ada empat

prosedur/langkah dalam metode historis, yaitu

1. Mencari jejak-jejak masa lampau.

2. Meneliti jejak-jejak itu secara kritis.

3. Berusaha membayangkan bagaimana gambaran masa lampau, berdasarkan

informasi yang diperoleh dari jejak-jejak itu.

4. Menyampaikan hasil-hasil rekonstriksi imajinatif dari masa lampau itu

sehingga sesuai dengan jejak-jejaknya maupun dengan imajinasi ilmiah.

Pendapat lain diungkapkan oleh Kuntowijoyo (1995:84) yang mengemukakan bahwa

metode Historis mengenalkan cara-cara penelitian dan penulisan sejarah, yaitu terdiri

dari hal-hal berikut :

1. Pemilihan topik

2. Pengumpulan sumber
40

3. Kritik interen dan ekstern

4. Analisis dan interpretasi, dan

5. Penyajian dalam bentuk tulisan.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa pada

dasarnya terdapat kesamaan dalam metode historis yang telah dijelaskan oleh

beberapa ahli tersebut. Langkah-langkah yang di tempuh dalam metode ini pada

umumnya adalah suatu proses untuk mengumpulkan sumber yang relevan dengan

permasalahan yang dikaji, menganalisis sumber dengan kritik baik dari dalam

maupun dari luar, kemudian menginterpretasikan hasil penelitian dan menyajikannya

dalam bentuk karya tulis ilmiah.

Dalam sebuah penelitian ini, untuk memperoleh analisis yang kuat maka

penulis menggunakan pendekatan interdisipliner. Pendekatan interdisipliner ini

merupakan sebuah pendekatan dengan meminjam konsep atau istilah dari ilmu-ilmu

sosial lain yang relevan dengan permasalahan yang akan dikaji, ilmu-ilmu sosial

tersebut yaitu sosiologi dan antropologi. Konsep atau istilah yang digunakan tersebut

diantaranya masyarakat, kebudayaan, seni, seni tradisional, perubahan sosial, serta

modernisasi. Penggunaan berbagai konsep disiplin ilmu sosial ini akan

memungkinkan suatu masalah dapat dilihat dari berbagai dimensi, sehingga

pemahaman tentang masalah itu, baik keluasan maupun kedalamannya, akan semakin

luas (Ismaun, 2005:198).

Dalam penelitian ini, teknik yang digunakan panulis adalah studi kepustakaan,

wawancara dan dokumentasi. Teknik studi kepustakaan ini dilakukan dengan


41

membaca dan mengkaji buku-buku serta artikel yang dapat membantu penulis dalam

memecahkan masalah yang dikaji yaitu mengenai kesenian Sintren. Berkaitan dengan

ini, dilakukan kegiatan kunjungan pada perpustakaan-perpustakaan di Bandung dan

juga di Indramayu yang mendukung penelitian ini. Setelah literatur terkumpul dan

cukup relevan, maka penulis mulai mempelajari, mengkaji dan mengidentifikasi serta

memilih sumber yang relevan yang dapat dipergunakan dalam penelitian.

Penggunaan wawancara sebagai teknik untuk memperoleh data berdasarkan

pertimbangan bahwa periode yang menjadi bahan kajian dalam penulisan ini masih

memungkinkan didapatkannya sumber lisan mengenai kesenian Sintren. Selain itu,

narasumber (pelaku dan saksi) mengalami, melihat dan merasakan sendiri peristiwa

dimasa lampau tersebut yang menjadi objek kajian sehingga sumber yang diperoleh

akan menjadi objektif. Teknik wawancara yang dilakukan adalah teknik wawancara

terstruktur dan wawancara tidak terstruktur. Wawancara secara terstruktur yaitu

wawancara yang sudah direncanakan dan sesuai dengan daftar pertanyaan yang telah

disusun sebelumnya. Semua responden yang akan diwawancarai, diajukan pertanyaan

yang sama dengan daftar pertanyaan yang sudah ditentukan. Wawancara ini

dilakukan oleh penulis kepada orang yang berhubungan langsung dengan peristiwa

yang sedang diteliti yaitu kesenian Sintren.

Sedangkan wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang tidak

dipersiapkan sebelumnya dan tidak ada pada daftar pertanyaan yang sudah disiapkan.

Pertanyaan biasanya akan muncul pada saat wawancara sedang berlangsung, yaitu

ketika peneliti menemukan informasi baru dari hasil penjelasan saksi atau pelaku
42

mengenai permasalahan yang dikaji, sehingga menimbulkan pertanyaan baru dan

terus berkembang. Teknik wawancara yang digunakan ini erat kaitanya dengan

sejarah lisan (oral history). Sejarah lisan yaitu ingatan tangan pertama yang

dituturkan secara lisan oleh orang-orang yang diwawancarai sejarawan (Sjamsuddin,

1996:78).

Selain itu, penulis juga mengunakan dokumentasi dalam tahap pengumpulan

data. Dalam hal ini dilakukan pengkajian terhadap arsip-arsip yang telah ditemukan

berupa arsip kesenian Sintren dan data tentang jumlah penduduk Indramayu, dari

perpustakaan daerah dan Badan Pusat Statistik. Berdasarkan penjelasan diatas penulis

mencoba menjabarkan tahapan metode sejarah dalam proses penyusunan skripsi ini

menjadi tiga langkah penelitian, yaitu tahapan persiapan penelitian, tahapan

pelaksanaan penelitian, dan yang terakhir adalah tahapan laporan hasil penelitian.

3.2 Lokasi dan Subjek Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi yang sudah dijadikan sebagai objek penelitian yaitu di Indramayu,

tepatnya di Desa Taman Sari Kecamatan Lelea, Desa Bogor Kecamatan Sukra, dan

Desa Jangga Blok Kaliwaru Kecamatan Losarang. Desa Jangga Blok Kaliwaru

merupakan tempat tinggal penulis, kesenian Sintrennya sudah punah. Akan tetapi

tetap akan menjadi tempat penelitian karena masih banyak saksi hidup yang

bersangkutan dengan kesenian Sintren pada waktu itu. Karena Kesenian Sintren di
43

Indramayu sudah mulai punah maka hanya beberapa lokasi tersebut saja yang bisa

dijadikan sebagai tempat penelitian.

3.2.2 Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini, subjek penelitian yang dilakukan oleh penulis dibagi

menjadi tiga golongan, yaitu pertama, golongan masyarakat biasa (penonton) sebagai

saksi pementasan kesenian Sintren. Kedua, golongan tokoh masyarakat yang ikut

berperan dalam melestarikan kesenian Sintren. Dan yang ketiga adalah golongan

instansi dari pemerintah yang mempunyai kebijakan atau wewenang dalam peraturan

daerah khusunya dalam melestarikan kesenian daerah.

3.3 Persiapan Penelitian

Pada tahap persiapan penelitian ini ada beberapa tahap yang dilakukan

sebelum melakukan penelitian ke lapangan. Tahapan yang dilakukan penulis dalam

proses persiapan penelitian ini, adalah sebagai berikut.

3.3.1 Penentuan dan Pengajuan Tema Penelitian

Kegiatan pertama yang penulis lakukan adalah memilih serta menentukan

tema yang akan dikaji dalam penelitian. Setelah tema diperolah yaitu mengenai

perkembangan seni Sintren, langkah selanjutnya adalah peneliti menyusun rumusan

masalah yang akan dikaji serta mencari sumber baik tertulis maupun lisan yang akan

dijadikan sebagai acuan untuk membahas permasalahan dalam skripsi ini. Atas dasar

hasil observasi di lapangan disertai dengan berbagai tulisan yang relevan, penulis
44

mengajukan rancangan judul penelitian. Sebelum diserahkan kepada Tim

Pertimbangan Penulisan Skripsi (TPPS), tema ini dijabarkan terlebih dahulu dalam

bentuk judul yaitu “Kesenian Sintren di Indramayu, Pertumbuhan dan

Pelestariannya sebagai Unsur Budaya Lokal” (1990-2008) Sebuah Tinjauan

Historis. Setelah judul tersebut disetujui oleh Tim Pertimbangan Penulisan Skripsi

(TPPS) Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI, penulis mulai menyusun suatu

rancangan penelitian dalam bentuk proposal.

3.3.2 Penyusunan Rancangan Penelitian

Pada tahapan ini, penulis mulai mengumpulkan data dan fakta yang sesuai

dengan permasalahan yang dikaji. Kegiatan ini dimulai dengan cara membaca

sumber-sumber tertulis dan melakukan wawancara kepada pelaku mengenai masalah

yang akan dikaji. Setelah memperoleh data dan fakta yang sesuai dengan

permasalahan yang akan dikaji, rancangan penelitian ini kemudian dijabarkan dalam

bentuk proposal penelitian yang diajukan kembali kepada TPPS. Proposal penelitian

tersebut kemudian dipresentasikan dalam seminar proposal pada hari Jumat tanggal 6

Maret 2009 dan penulis mendapatkan saran-saran sehingga terdapat perubahan

rumusan masalah dalam proposal penelitian. Rancangan penelitian ini kemudian

disetujui dan ditetapkan dengan surat keputusan oleh TPPS dan ketua jurusan

Pendidikan Sejarah FPIPS UPI dengan No.19/TPPS/JPS/2009, sekaligus penentuan

pembimbing I dan II. Pembimbing I yaitu Bapak Drs.H.Rusyai Padmawidjaja, M.Pd.

serta dosen pembimbing II yaitu Bapak Ayi Budi Santosa, M.Si.

Pada dasarnya proposal penelitian tersebut memuat tentang :


45

1. Judul Penelitian

2. Latar Belakang Masalah

3. Perumusan Masalah

4. Tujuan Penelitian

5. Tinjauan Pustaka

6. Metode dan Teknik Penelitian

7. Sistematika Penulisan

3.3.3 Mengurus Perijinan

Langkah awal yang dilakukan pada tahapan ini adalah memilih instansi-instansi

yang akan memberikan data dan fakta terhadap penelitian yang dilakukan. Adapun

surat perijinan tersebut ditunjukan kepada :

1. Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Indramayu

2. Kepala Kantor Kecamatan Lelea

3. Kepala Desa Taman Sari Kecamata Lelea

4. Kepala Kantor Kecamatan Sukra

5. Pamong Budaya Kecamatan Sukra

6. Pimpinan Group Sintren Dangdut “Evi Group”

7. Pimpinan Group Sintren Dangdut “Ondem Termuda”


46

3.3.4 Proses Bimbingan

Pada tahapan ini mulai dilakukan proses bimbingan dengan pembimbing I dan

II. Proses bimbingan ini merupakan proses yang harus dilaksanakan selama penelitian

berlangsung, karena dalam proses ini penulis dapat berkonsultasi mengenai berbagai

permasalahan yang dihadapi. Dengan begitu penulis mendapat arahan berupa

komentar dan perbaikan dari kedua pembimbing tersebut.

3.4 Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian merupakan faktor yang penting dari rangkaian proses

penelitian dalam rangka mendapatkan data dan fakta yang bersangkutan. Adapun

tahapan dalam proses pelaksanaan penelitiannya yaitu heuristik, kritik eksternal dan

internal, interpretasi dan historiografi, penjabarannya penulis paparkan sebagai

berikut.

3.4.1 Heuristik (Pengumpulan Sumber)

Heuristik merupakan langkah awal yang dilakukan oleh penulis ketika

melakukan penelitian sejarah. Menurut Ernest Bernsheim (Ismaun, 2005: 32),

“Heuristik yaitu mencari, menemukan, dan mengumpulkan sumber-sumber sejarah”.

Adapun sumber sejarah yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah baik

sumber tertulis maupun sumber lisan, tetapi penulis lebih menitikberatkan kepada

sumber lisan. Hal tersebut dikarenakan belum adanya sumber tertulis secara khusus

mengenai permasalahan yang dibahas. Meskipun begitu penggunaan sumber tertulis


47

dilakukan untuk membantu memudahkan analisis dalam penelitian ini. Untuk lebih

jelasnya akan dipaparkan di bawah ini.

3.4.1.1 Pengumpulan Sumber Tertulis

Pada tahap ini penulis mencari sumber tertulis berupa buku-buku, karya

ilmiah serta arsip-arsip yang berkenaan dengan permasalahan yang di kaji yaitu

mengenai Kesenian Sintren di Indramayu, Pertumbuhan dan Pelestariannya sebagai

Unsur Budaya Lokal, sebagai sumber dalam penelitian dengan menggunakan studi

dokumenter.

Sumber tertulis tersebut penulis peroleh dari berbagai tempat yang dikunjungi

baik perpustakaan perguruan tinggi maupun umum lainnya yang ada di kota Bandung

maupun di Indramayu. Perpustakaan tersebut seperti Perpustakaan Universitas

Pendidikan Indonesia (UPI) di perpustakaan ini penulis mendapatkan banyak sekali

sumber dengan beberapa kali kunjungan. Kunjungan pertama dilakukan pada tanggal

27 Juni 2009, penulis menemukan sumber berupa karya ilmiah tentang kesenian

Sintren oleh Sunarti, dari Jurusan Bahasa Indonesia dengan judul “Struktur lagu,

Konteks Pertunjukan, Proses Penciptaan, Sintren Brebes Kec.Banjarharjo: Dan

Fungsi”. Tidak diterbitkan Kemudian karya ilmiah yang kedua “Kemasan Seni

Wisata Grup Sintren Sekar Laras di Sumberjaya Kabupaten Majalengka” oleh

Handayani, Widi dari Jurusan Seni Tari, tidak diterbitkan.

Kunjungan ke perpustakaan UPI kembali dilakukan pada tanggal 7 Juli 2009

menemukan buku dengan judul Sosiologi Suatu Pengantar oleh Soerjono Soekanto

(1990) diterbitkan oleh RajaGrafindo Persada, Sosiologi Pembangunan dengan nama


48

pengarang Pudjiwati Sajogyo (1985) diterbitkan oleh Fakultas Pasca Sarjana IKIP

Jakarta. Dan pada tanggal 21 Juli 2009, diperpustaakan UPI penulis menemukan

Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan karya Koencaraningrat (1985) yang

diterbitkan oleh Gramedia, Komersialisasi Seni Budaya dalam Pariwisata oleh Oka

A.Yoety (1985) diterbitkan oleh Angkasa, kemudian Filsafat Seni karya Jakob

Sumardjo (2000) diterbitkan oleh ITB, dan yang terahir Mengerti Sejarah karangan

Louis Gottschalk (1969) diterbitkan oleh Yayasan Penerbit Universitas Indonesia.

Penulis kembali mengunjungi perpustakaan UPI pada tanggal 23 Juli dengan

menemukan beberapa buku yaitu Pertumbuhan Seni Pertunjukan karya Edi

Sedyawati (1981) diterbitkan oleh Sinar Harapan, Teknologi dan Dampak

Kebudayaan karya Y.B MangunWijaya (1993) yang diterbitkan oleh Yayasan Obor

Indonesia, kemudian Pemuda dan Perubahan Sosial karya Taufik Abdullah (1974)

diterbitkan oleh Pustaka LP3S Indonesia.

Selain perpustakaan UPI, penulis juga beberapa kali mengunjungi

perpustakaan STSI. Pada kunjungan pertama yaitu pada tanggal 10 Juni 2009, dari

kunjungan tersebut penulis menemukan karya ilmiah yang membahas tentang Sintren

dengan judul Pertunjukan Sintren Dewasa Ini karya Epi Yogyanti (1997) dari

Jurusan Tari, tidak diterbitkan. Dan kunjungan dilanjutkan pada tanggal 6 Juli 2009,

penulis mendapatkan banyak sekali buku dengan judul Kapita Selekta Budaya oleh

Dwi Wahyudiarto (2005) diterbitkan oleh STSI Surakarta, Perubahan Sosial dan

Pembangunan di Indonesia karya Suwarsono dan Alvin Y.SO (1998) diterbitkan oleh

LP3 S, Jangan Tangisi Tradisi karya Johanes Mardimin (1890) diterbitkan oleh
49

Kanisus, Kajian Transformasi Budaya oleh Prof.Dr.Mursal Esten (2001) diterbitkan

oleh Angkasa Bandung.

Penulis juga mengunjungi perpustakaan Asia Afrika pada tanggal 22 Juli

2009, di sana penulis mendapatkan buku dengan judul Budaya dan Masyarakat karya

DR. Kuntowijoyo (1987) diterbitkan oleh Tiara Wacan Yogya, dan Wujud Arti dan

Fungsi Puncak-puncak Kebudayaan Lama dan Asli Bagi Masyarakat Pendukungnya

di Jawa Barat karya A.Suhadi. Shm,dkk diterbitkan oleh Depdikbud.

Kunjungan keperpustakaan kembali dilakukan oleh penulis yaitu di

perpustakaan daerah Indramayu pada tanggal 1 Juli 2009. Dalam kunjungan ini

penulis menemukan buku tentang sejarah Indramayu dan buku-buku lainnya yang

berhubungan dengan permasalahan yang di kaji oleh penulis. Yaitu Sosiologi dan

Perubahan Masyarakat karya Abdul Syani (1995) diterbitkan oleh Dunia Pustaka

Jaya, dan Sejarah Indramayu (cetakan ketiga) oleh H.A Dasuki, dkk (2003)

diterbitkan oleh Depdikbud. Merasa belum cukup selanjutnya penulis mengunjungi

kantor Depdikbud dan mendapatkan buku yang membahas tentang kesenian Sintren

di Indramayu dari kantor pariwisata dan kebudayaan Indramayu, yaitu Fenomena dan

Dinamika Seni Tradisi Indramayu karya Supali Kasim, dkk (2008) yang diterbitkan

oleh Depdikbud. Dalam kajian yang berjudul Sintren: Sajak, Simbol dan Semangat

Patriotisme. Selain itu penulis juga mendapatkan dokumen tentang Sintren yang

disediakan oleh pihak Depdikbud, hal tersebut tantu saja sangat membantu penulis

dalam penelitian ini, mengingat terbatasnya sumber tertulis yang menjelaskan tentang

kesenian Sintren khususnya di Indramayu.


50

Di luar perpustakaan penulis mengunjungi beberapa toko buku di Bandung

seperti di Palasari pada tanggal 7 Juli 2009, di sana penulis mendapatkan buku

dengan judul Budaya Indonesia Kajian Arkeologi, Seni, dan Sejarah karya Edy

Sedyawati (2007) di terbitkan oleh Raja Grafindo Persada. Kunjungan ke berbagai

perpustakaan baik perguruan tinggi maupun umum dan instansi lainnya ini

dilaksanakan oleh penulis dengan tujuan untuk mencari sumber acuan dalam rangka

penelitian ini, dengan harapan mendapatkan kemudahan untuk proses pengkajian

permasalahan dalam penelitian ini.

3.4.1.2 Pengumpulan Sumber Lisan

Teknik pengumpulan data selanjutnya adalah pengumpulan sumber lisan,

mengingat kajian yang penulis angkat dalam penulisan ini adalah tergolong dalam

kajian sejarah lokal dengan data-data yang terkumpul di lapangan sehingga penulis

menggunakan teknik wawancara dan observasi. Hal tersebut sesuai dengan pendapat

Sjamsuddin (1996:78) mengatakan bahwa “teknik wawancara erat kaitanya dengan

sejarah lisan (oral history), sejarah lisan yaitu ingatan tangan pertama yang dituturkan

secara lisan oleh orang-orang yang diwawancarai sejarawan”.

Sejarah lisan ini disebut juga sebagai sumber lisan, merupakan cerita yang

disampaikan secara lisan, biasanya didapatkan dengan cara wawancara terhadap saksi

sebuah peristiwa tersebut. Maka dari itu penulis menemui berbagai narasumber yang

dapat memberikan informasi serta jawaban atas masalah yang di kaji dalam bahasan

penelitian ini, narasumber tersebut adalah para pelaku pemain kesenian Sintren yang

menjadi objek penelitian, pamong budaya atau pengamat seni khususnya Sintren,
51

serta tokoh masyarakat dan masyarakat biasa yang menjadi saksi keberlangsungan

kesenian Sintren di Indramayu. Sumber lisan penulis digunakan sebagai tindak lanjut

dari sumber tertulis sebagai penunjang terhadap aspek-aspek yang tidak dijelaskan

pada sumber tertulis.

Teknik wawancara dilaksanakan oleh penulis untuk mendapatkan informasi

yang objektif mengenai permasalahan yang di kaji dalam penelitian ini. pengertian

wawancara diungkapkan oleh Sjamsuddin (1996: 79)

“Wawancara adalah di mana para peneliti menggunakan cara-cara partisipan-


pengamat (Participant-observer), melibatkan diri dalam kehidupan
masyarakat yang di kaji, berdialog dengan mereka, termasuk juga
mengumpulkan sejarah hidup (life-histories) anggota-anggota masyarakat”.

Menginterview atau mewawancarai bukanlah pekerjaan mudah. Dalam hal ini

pewawancara harus mampu menciptakan suasana santai tapi serius, artinya bahwa

wawancara dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, tidak main-main, tetapi tidak

kaku. Suasana ini penting di jaga, agar responden mau menjawab apa saja yang

dikehendaki oleh pewawancara secara jujur. Oleh karena sulitnya pekerjaan ini maka

sebelum melaksanakan wawancara, pewawancara harus bisa bersikap dalam

memperkenalkan diri, bersikap ramah tidak menyinggung, dan lain sebagainya.

Sebelum melaksanakan wawancara penulis menentukan orang-orang yang

dapat dijadikan narasumber dalam mengungkapkan apa yang ia ketahui tentang

Sintren. Faktor mental, fisik, usia, serta kejujuran nara sumber dalam

mengungkapkan informasi apa yang ia ketahui menjadi pertimbangan bagi penulis,

mengingat informasi yang sudah didapatkan harus dipertanggungjawabkan oleh


52

penulis. Asumsi penulis untuk memilih narasumber berdasarkan tingkat pengetahuan

serta keterlibatan dalam seni Sintren, dengan mewawancarai narasumber, penulis

mendapatkan keterangan seputar sejarah, perkembangan, serta pelaksanaan dalam

pertunjukan kesenian Sintren.

Adapun narasumber yang di pilih dan diwawancarai oleh penulis dalam

proses penyusunan skripsi ini yaitu

1. Suwandi selaku Pamong Budaya kecamatan Sukra. Beliau berusia 50 tahun

dengan kondisi kesehatan yang baik tidak mengalami cacat mental ataupun

fisik. Beralamatkan Desa Eretan Kulon Rt 05 Rw 02 Kecamatan Eretan

Kabupaten Indramayu, wawancara dilakukan pada tanggal 14 Juni hari Minggu,

pada pukul 16.00-17.00 WIB. Melakukan wawancara kembali pada tanggal 3

Juli hari Jumat 2009, pada pukul 15.30-17.30 WIB. Sebetulnya tiap kecamatan

di Indramayu terdapat Pamong Budaya, tetapi penulis lebih memilih Bapak

Suwandi dikarenakan beliau sebagai Pamong Budaya di salah satu tempat

penelitian yaitu di kecamatan Sukra. Selain itu, Bapak Suwandi mengetahui

tentang kesenian Sintren baik sejarahnya maupun perkembangannya secara

umum di Indramayu. Setiap Pamong Budaya memiliki tingkat pengetahuan

yang berbeda-beda tentang kesenian Sintren, Bapak Suwandi ini termasuk orang

yang mengetahui banyak tentang kesenian Sintren. Peran beliau ini sangat

penting, karena penulis dapat mengetahui cara pandang beliau selaku pamong

budaya sebagai salah satu instansi Pemda Indramayu yang bertanggungjawab

melestarikan kebudayaan daerah. Melalui beliau, Penulis dapat mengetahui baik


53

itu kekurangan maupun hambatan dari pemda Indramayu sendiri dalam

melestarikan kebudayaan daerah. Penulispun kemudian mengetahui upaya apa

saja yang sudah dilakukan pemerintah Indramayu untuk melestarikan kesenian

daerah.

2. Narasumber yang kedua yaitu Ibu Darmen S.Pd.i, yang beralamatkan di Jln.

Raya Lelea-Tugu Kecamatan Lelea Kabupaten Indramayu. Wawancara

dilakukan pada tanggal 14 Juni hari Minggu 2009, pada pukul 15.00-16.00

WIB. Penulis memilih Ibu Darmen, karena beliau pernah menjadi Sintren pada

tahun 90-an, yaitu tahun penelitian yang akan di kaji oleh penulis. Beliau

berusia 43 tahun dengan daya ingat yang masih kuat, dulu pada saat menjadi

Sintren Ibu Darmen masih berusia 11 tahun sebagai salah satu siswi SD.

Sedangkan pada saat sekarang Ibu Darmen berprofesi sebagai PNS, yaitu guru

SD Taman Sari Lelea. Dalam penelitian ini orang yang pernah menjadi sintren

sangat penting sekali, khususnya dalam hal pementasan. Karena pelaku Sintren

terlibat langsung dalam pementasan yaitu sebagai pemeran utama dalam

pementasan, hal tersebut akan memudahkan penulis dalam mencari informasi

kesenian Sintren. Keterangan akan Sintren yang identik dengan mistis, salah

satunya informasinya akan didapatkan dari pelaku sintren, apakah ia benar-

benar mengalami in trance / tidak sadarkan diri ketika pementasan berlangsung

atau hanya sekedar berpura-pura. Oleh karena itu pengakuan yang jujur dari

Sintren akan hal tersebut sangat diharapkan sekali, sebagai bentuk keobjektifan

suatu data.
54

3. Ibu Wastinah, yaitu narasumber berikutnya sebagai orang yang pernah menjadi

pawang Sintren. Beralamatkan Desa Sliyeg Rt. 04 Rw. 01 No. 33 Kec. Sliyeg

Kab. Indramayu, dengan usia 60 tahun. Wawancara dilakukan pada Tanggal 5

Juli hari Minggu 2009, pada pukul 11.00-12.00. WIB. Beliau dipilih sebagai

narasumber karena pernah menjadi pawang Sintren pada tahun 80-an sampai

90-an. Dulu selain berprofesi sebagai Pawang Sintren, juga berprofesi sebagai

Ibu Rumah Tangga, tetapi sekarang beliau hanya berprofesi sebagai ibu rumah

tangga saja. Perannya dalam sebuah pementasan Sintren tidak kalah pentingnya

dengan peran Sintren, karena sebenarnya dialah yang menentukan keberhasilan

pementasan Sintren. Pawang bertugas sebagai juru kunci pementasan yang

dipercaya oleh masyarakat sebagai perantara antara Sintren dengan Widadari

yang akan merasuki Sintren ketika pertunjukan berlangsung. Dari orang yang

pernah menjadi pawang ini, penulis akan mendapatkan informasi lebih banyak

tentang Sintren, yaitu mengenai sejarah atau latar belakang munculnya kesenian

Sintren, tujuan pementasan, aturan-aturan dalam pementasan Sintren, latar

belakang dibentuknya grup Sintren. Biasanya pawang ada yang sekaligus

menjadi ketua grup Sintren, sehingga bisa mengetahui informasi tentang

latarbelakang dibentuknya grup Sintren.

4. Informasi yang didapatkan dari narasumber berikutnya yaitu dari Ibu Warkini

sebagai ketua group Kesenian Sintren “Ondem Termuda” di kecamatan Sukra.

Beliau berusia 47 tahun dengan kesehatan yang baik, daya ingat, daya

pendengar maupun penglihatan masih berfungsi secara optimal. Beralamatkan


55

Desa Bogor Rt 04 Rw 03 Kecamatan Sukra Kabupaten Indramayu, wawancara

dilakukan pada tanggal 14 Juni hari Minggu 2009, pada pukul 13.00-14.00

WIB. Alasan penulis memilih Ibu Warkini sebagai narasumber, karena beliau

sebagai salah satu pemimpin group kesenian Sintren di kecamatan Sukra, salah

satu tempat penelitian penulis. Selain itu, group kesenian Sintren yang diketuai

oleh beliau pernah memenangkan juara pertama dalam kompetisi Kesenian

Sintren Tingkat Kabupaten sebagai perwakilan dari Indramayu yang di adakan

di Pekalongan. Grup kesenian Sintren yang dipimpinnya tersebut sudah modern,

sudah menggunakan alat-alat yang modern, itulah sebabnya mengapa beliau

dijadikan sebagai salah satu narasumber. Sebelum menjadi ketua grup Kesenian

Sintren beliau sebagai Ibu Rumah Tangga, sedangkan pada saat ini selain

berprofesi sebagai Ibu rumah Tangga, beliau juga berprofesi sebagai Ketua grup

Kesenian Sintren. Dengan mewawancarai ketua grup, penulis akan

mendapatkan informasi tentang latarbelakang terbentuknya grup kesenian

Sintren tersebut, apakah ketua grup tersebut mengetahui sejarah atau asal

mulanya kesenian Sintren. Kemudian tujuan dari dibentunknya grup tersebut,

apakah pementasan Sintren dalam grupnya ini masih manut pada peraturan-

peraturan kesenian Sintren, apakah ada perubahan, jika ada, perubahan apa saja

yang sudah dilakukan oleh grup tersebut dan tujuan perubahan tersebut untuk

apa. Apakah pementasan kesenian Sintren terus meningkat atau biasa saja atau

bahkan menurun, hal tersebut tentu sangat membantu penulis untuk mengetahui

lebih jauh mengenai perkembangan kesenian Sintren di Indramayu.


56

5. Narasumber selanjutnya yaitu, Bapak Kastim. berusia 50 tahun, dengan alamat

Desa Taman Sari Kecamata Lelea Kabupaten Indramayu. Wawancara dilakukan

pada tanggal 14 Juni hari Minggu 2009, pukul 16.00-17.00 WIB. Di pilih

sebagai narasumber, karena Bapak Kastim berprofesi sebagai pemimpin grup

Kesenian Sintren, yaitu grup kesenian Sintren “Evi Group”. Grup kesenian

Sintren ini berada ditempat penelitian penulis, yaitu di Kecamatan Lelea. Pada

saat ini beliau selain sebagai Kepala Rumah Tangga beliau masih berprofesi

sebagai ketua Grup kesenian Sintren. Orang tua beliau pernah menjadi pawang

Sintren, tetapi kerena usia yang sudah tidak memungkinkan lagi untuk dijadikan

sebagai narasumber dan kesehatan yang sudah mulai menurun. Maka penulis

memilih beliau sebagai anaknya (generasi penerus) untuk dijadikan sebagai

narasumber. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, bahwa melalui ketua grup

kesenian Sintren tersebut penulis akan mengetahui informasi tentang apakah

ketua grup tersebut mengetahui sejarah kesenian Sintren, apakah yang

melatarbelakangi terbentuknya grup kesenian Sintrennya, apakah ada

perubahan, kenapa melakukan perubahan dan apa saja bentuk perubahan

tersebut, dan lain sebagainya.

6. Tokoh masyarakat adalah salah satu narasumber yang harus ada dan

diwawancarai untuk melengkapi informasi-informasi kesenian Sintren. Oleh

karena itu penulis meminta bantuan Bapak Aryono sebagai tokoh masyarakat di

kecamatan Lelea untuk menjadi narasumber penulis dalam penelitian ini. Beliau

berumur 55 tahun dengan alamat Jln. Raya Lelea-Tugu Kecamatan Lelea


57

Kabupaten Indramayu. Wawancara dilakukan pada tanggal 5 Juli hari Minggu

2009, pada pukul 11.00-12.00 WIB. Melalui peran tokoh masyarakat ini,

penulis dapat mengetahui pandangan dari seorang tokoh masyarakat tentang

kesenian tradisional khususnya Sintren. Apakah dia acuh saja atau peduli

dengan perkembangannya, kemudian apakah dia diam saja atau ikut melakukan

tindakan dalam melestarikan kesenian tradisional daerahnya. Peran tokoh

masyarakat dalam masyarakat ini sangat penting sekali karena setiap

tindakannya akan menjadi pusat perhatian, oleh karena itu akan sangat

diperlukan sekali ketika melestarikan kesenian daerahnya.

7. Ibu Dasmen, berumur 60 tahun dengan alamat Desa Jangga Blok Kaliwaru Rt

02 Rw 01 Kecamatan Losarang Kabupaten Indramayu. Wawancara dilakukan

pada tanggal 8 Juli hari Rabu 2009, pada pukul 14.30-17.00 WIB. Alasan

penulis memilih Ibu Dasmen sebagai narasumber, karena beliau berperan

sebagai saksi mata atau penonton pementasan Sintren di Desa Jangga. Kondisi

kesehatan beliau sesuai dengan syarat narasumber dalam sebuah penelitian,

tidak mengalami kelainan fisik atau mental dengan fungsi pancaindra yang

masih normal. Baik dulu maupun sekarang beliau berprofesi sebagai Ibu Rumah

Tangga

8. Bapak Muhsodin S.Pd.i, beralamatkan Desa Jangga Blok Kaliwaru Rt 02 Rw 03

Kecamatan Losarang Kabupaten Indramayu. Wawancara dilakukan pada

tanggal 8 Juli hari Rabu 2009, pada pukul 19.00-21.30 WIB, berusia 46 tahun.

Penulis memilihnya sebagai narasumber yang diambil dari golongan penonton


58

dari masyarakat sekitar. Beliau, pada saat itu berprofesi sebagai PNS salah satu

guru SDN Kaliwaru, sedangkan sekarang, sebagai Guru di SLTP Losarang

dengan usia 56 tahun. Penonton adalah sebagai salah satu golongan yang akan

dijadikan sebagai narasumber oleh penulis, karena penonton adalah saksi

langsung dari sebuah pementasan dan perkembangan dari kesenian Sintren

tersebut. Dari peran penonton tersebut penulis dapat mengetahui minat mereka

terhadap kesenian Sintren, kemudian penulis juga dapat mengetahui sebab-

sebab apa saja yang mempengaruhi tinggi rendahnya minat tersebut. Apakah

mereka menyukai perubahan-perubahan yang terjadi pada kesenian Sintren

sekarang ini, apakah mereka mempercayai unsur mistis yang ada pada kesenian

Sintren dan apakah yang dapat mereka pahami dari pementasan kesenian

Sintren tersebut.

9. Narasumber berikutnya adalah Tati, dengan alamat Desa Cemara Kulon Rt 03

Rw 03 No. 101A Kecamatan Losarang Kabupaten Indramayu. Wawancara

dilakukan pada tanggal 7 Juli hari Selasa 2009, pada pukul 09.00-10.00 WIB.

Alasan penulis memilihnya menjadi narasumber, yaitu karena Tati merupakan

salah satu siswi murid SLTP 1 Losarang yang pernah memainkan kesenian

Sintren pada acara perpisahan Sekolahnya pada tahun 2009. Jarang sekali anak

zaman sekarang mau melihat kesenian Sintren apalagi mementaskannya dalam

sebuah acara, oleh karena penulis memilihnya sebagai narasumber. Melalu

kesaksiannya penulis akan mengetahui pandangan mereka sebagai generasi

muda terhadap kesenian tradisional daerahnya, dan minat mereka pada kesenian
59

Sintren, salahsatunya melalui alasan mereka mementaskan kesenian Sintren di

acara sekolahnya tersebut.

Dari mana mereka mengetahui kesenian Sintren tersebut perlu di ketahui,

karena pada saat sekarang ini kesenian Sintren sudah jarang dipentaskan,

kalaupun ada biasanya dilakukan pada tengah malam diasaat acara hajatan mau

selesai sehingga jarang sekali yang menonton itupun dengan pementasan

Sintren yang tidak utuh. Selain itu, dari mana mereka bisa mementaskan

kesenian Sintren, apakah ada yang melatih mereka secara khusus atau mereka

hanya menirunya begitu saja dari yang pernah mereka lihat, hal tersebut perlu di

cari tahu untuk mengkaji lebih dalam mengenai kesenian Sintren ini dan masih

banyak lagi informasi-informasi lainnya yang akan didapatkan dari narasumber

tersebut.

10. Narasumber yang terahir adalah Bapak Rusna, berumur 58 tahun dengan alamat

Jl. Raya Sukra Desa Janggar Lor Rt 04 Rw 07. Kecamatan Sukra Kabupaten

Indramayu.Wawancara dilakukan pada tanggal 14 Juni hari Minggu 2009, pada

pukul 10.30-11.20. Di pilih sebagai narasumber karena ia pernah mengundang

grup Sintren Ondem Termuda dalam acara khitanan anaknya pada tahun 2001.

Penulis akan mendapatkan informasi mengenai alasan apa yang membuat

Bapak Rusna memilih grup Ondem Termuda ini dipentaskan pada acara

khajatannya. Apakah yang menjadi prioritas utama pemilihan grup tersebut

karena ada penampilan kesenian Sintren atau lebih diprioritaskan kepada

dangdutannya. Perlu diketahui sebelumnya bahwa grup sintren Ondem termuda


60

ini adalah grup Sintren sekaligus dangdutan. hal tersebut akan sangat membantu

penulis untuk meneliti permasalahan lebih jauh lagi sehingga permasalahan

yang di kaji ini akan lebih jelas dan objektif.

Tahap pengumpulan sumber Informasi selain dilaksanakan melalui tahapan di

atas maka penulis melaksanakan teknik observasi dengan melihat pementasan

kesenian Sintren secara langsung. Observasi pementasan tersebut penulis lakukan dua

kali yaitu pada tanggal 14 Juli, hari Selasa 2009 di desa Tegal Taman Kecamatan

Sukra pada acara slamatan nikahan. Observasi yang kedua pada tanggal 23 Juli, hari

Kamis 2009 di Taman Budaya Jawa Barat, Dago-Bandung, pada acara tahunan

pementasan kesenian tradisional Indramayu di Bandung yang diselenggarakan oleh

Sanggar Awang Uwung dari Indramayu.

3.4.2 Kritik (Analisis Sumber)

Langkah kedua setelah Heuristik adalah kritik sumber. Sejarawan yang telah

berhasil mengumpulkan sumber-sumber dalam penelitiannyan tidak akan menerima

begitu saja apa yang tercantum dan tertulis pada sumber-sumber itu. Langkah

selanjutnya harus menyaringnya secara kritis, terutama terhadap sumber-sumber

lama, agar terjaring fakta yang menjadi pilihannya. Kritik sumber umumnya

dikaitkan dengan sumber-sumber pertama. Kritik ini menyangkut verifikasi sumber

yaitu pengujian mengenai kebenaran atau ketepatan (akurasi) dari sumber itu

(Sjamsuddin, 1996 : 104). Fungsi kritik sumber bagi sejarawan erat sekali kaitannya
61

dengan usaha sejarawan untuk mencari kebenaran. Sejarawan selalu berhadapkan

dengan kebutuhan untuk membedakan apa yang benar dan apa yang tidak benar

(palsu), apa yang mungkin dan apa yang meragukan.

Seperti halnya yang kerap dilakukan oleh para sejarawan dalam melakukan

penelitian, maka penulis juga melaksanakan tahapan terhadap kritik sumber, baik

terhadap sumber tertulis maupun sumber lisan. Adapun tahap kritik yang

dilaksanakan oleh penulis adalah sebagai berikut.

a. Kritik Eksternal

Kritik eksternal ialah cara melakukan verifikasi atau pengujian terhadap

aspek-aspek luar dari sumber sejarah yang lebih ditekankan pada aspek otentisitasnya

serta integritas sebuah sumber sejarah. Sjamsuddin (1996 : 105), mendefinisikan,

“Kritik eksternal adalah suatu penelitian atas asal-usul dari sumber, suatu
pemeriksaan atas catatan atau peninggalan itu sendiri untuk mendapatkan
semua informasi yang mungkin, dan untuk mengetahui apakah pada suatu
waktu sejak asal mulanya sumber itu telah diubah oleh orang-orang tertentu
atau tidak.”

Dasuki menjelaskan lebih rinci mengenai apa saja yang harus diperhatikan ketika

melakukan kritik eksternal yaitu Dalam kritik eksternal yang dipersoalkan antara lain:

(1) dari bahan apa dokumen itu dibuat; apakah dari batu, logam, kayu, bambu,

papirus, perkamen, kain sutra, kertas dan sebagainya; (2) dengan alat apa tulisan itu

dibuat, apakah dengan pahat, benda runcing, atau yang lain, dan apa bahan untuk

menulisnya: tinta macam apa, serta bagaimana ditulis: dengan tangan atau dicetak;
62

(3) aksara apa yang digunakan dan bagaimana bentuk huruf-hurufnya: dn (4) bahasa

apa yang digunakan dan dalam bentuk apa beritanya disajikan. (Ismaun, 2005: 51)

Kritik eksternal penulis lakukan pada sumber tertulis maupun sumber lisan.

dengan tujuan mengetahui kelayakan sumber tersebut sebelum dipergunakan sebagai

acuan dalam penyusunan penelitian ini. Sumber tertulis seperti sumber-sumber buku

tidak terlalu ketat dengan pertimbangan bahwa buku-buku yang di pakai merupakan

buku-buku hasil cetakan yang didalamnya memuat nama penulis, penerbit, tahun

terbit, dan tempat buku tersebut diterbitkan. Kriteria tersebut dapat di anggap sebagai

suatu jenis pertanggungjawaban atas buku yang telah diterbitkan.

Adapun kritik eksternal terhadap sumber lisan dilakukan dengan cara

mengidentifikasi narasumber apakah mengetahui, mengalami dan melihat peristiwa

yang menjadi objek kajian dalam penelitian ini yaitu kesenian Sintren, baik dari

tokoh masyarakat, pimpinan grup, pelaku atau pemain Sintren dan masyarakat

sekitar. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dari narasumber adalah mengenai usia,

kesehatan baik mental maupun fisik, maupun kejujuran dari narasumber, karena

faktor-faktor tersebut akan sangat mempengaruhi dalam pemberian informasi yang

dibutuhkan, hal tersebut dilakukan oleh penulis untuk mendapatkan hasil yang terbaik

sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan.

b. Kritik Internal

Kebalikan dari kritik eksternal yang mencoba menguji dari aspek ‘luar’ maka

kritik internal mencoba melihat dan menguji dari ‘dalam’ yaitu isi dari sumber baik
63

kreatifitas dan kredibilitas sumber-sumber sejarah. Kritik intern atau kritik ‘dalam’

bertujuan untuk menilai kredibilitas sumber dengan mempersoalkan isinya,

kemampuan pembuatannya, tangung jawab dan moralnya. Isinya di nilai dengan

membandingkan kesaksian-kesaksian dari sumber satu dengan kesaksian-kesaksian

dari sumber lain. Untuk menguji kredibilitas sumber (sejauh mana dapat dipercaya)

diadakan penilaian instrinsik terhadap sumber dengan mempersoalkan hal-hal

tersebut. Kemudian dipunguti fakta-fakta sejarah melalui perumusan data yang di

dapat, setelah diadakan penelitian terhadap evidensi-evidensi dalam sumber (Ismaun,

2005: 50).

Kritik internal ini penulis gunakan juga baik pada sumber tertulis maupun

sumber lisan. Kritik internal terhadap sumber tertulis yaitu buku-buku referensi,

penulis lakukan dengan membandingkannya dengan sumber referensi lain. Namun

terhadap sumber yang berupa arsip tidak dilakukan kritik dengan anggapan bahwa

telah ada yang berwenang untuk melakukannya.

Adapun kririk internal terhadap sumber lisan dilakukan dengan cara

membandingkan hasil wawancara antara narasumber yang satu dengan narasumber

lainnya sehingga penulis mendapatkan informasi yang dibutuhkan mengenai kesenian

Sintren. Kemudian dapat bermanfaat untuk menghilangkan unsur subjektifitas dari

para narasumber. Seperti pada saat penulis melakukan wawancara dengan bapak

Suwandi selaku Pamong Budaya, penulis membandingkannya dengan hasil

wawancara masyarakat sekitar seperti ibu Dasmen mengenai selera masyarakat

terhadap kesenian Sintren. Penulis membandingkannya langsung dengan hasil


64

observasi pada saat kesenian Sintren yang dipentaskan di depan umum, apakah ada

kesesuaian, karena biasanya pamong budaya sebagai salah satu instansi pemerintah

akan selalu memberikan informasi yang bagus, itu dikarenakan demi nama baik suatu

instansi yang terkait.

Adapun tahapan lain dalam kritik internal penulis laksanakan kaji banding

terhadap informasi atau keterangan mengenai grup mana saja yang telah melakukan

inovasi terhadap perlengkapan alat musik, pementasan secara utuh kesenian Sintren,

dan penambahan atraksi atau hiburan apa saja yang dilakukan sebagai tambahan dari

pementasan kesenian Sintren. Karena biasanya setiap grup menambahkan atraksi

sebagai hiburan yang berbeda-beda sesuai kemampuan setiap grupnya, penulis

melakukannya dengan observasi langsung pada saat pementasan Sintren. Dengan itu

maka, perlu diketahui alasan dan tujuan apa mereka melakukan inovasi-inovasi

tersebut, serta bagaimana reaksi dari masyarakat sekitar terhadap inovasi tersebut.

Selain membandingkan antara narasumber satu dengan narasumber lainnya,

penulis kemudian membandingkan hasil wawancara narasumber dengan sumber

tertulis. Seperti ketika mewawancarai Ibu Dasmen yang mengatakan bahwa kesenian

Sintren berasal dari kisah Raden Sulasih Sulandono, maka penulis

membandingkannya dengan sumber tertulis, apakah pernyataan tersebut benar atau

salah. Hal tersebut dilakukan untuk memperoleh kebenaran dari fakta yang didapat

dari sumber tertulis maupun sumber lisan yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
65

3.4.3 Interpretasi (Penafsiran Sumber)

Tahap interpretasi merupakan tahap penafsiran terhadap fakta-fakta yang

diperoleh setelah melakukan tahap kritik sumber baik kritik ekstern maupun kritik

intern. Interpretasi dijelaskan oleh Ernest Bernsheim (Ismaun, 2005: 32) dengan

nama istilah yang lain yaitu ‘Aufassung’ yakni “penaggapan terhadap fakta-fakta

sejarah yang dipunguti dari dalam sumber sejarah.” Tahapan ini merupakan tahapan

pemberian makna terhadap data-data yang diperoleh dalam penelitian. Setelah fakta-

fakta tersebut dirumuskan dan disimpulkan maka fakta tersebut disusun dan

ditafsirkan. Suatu fakta dihubungkan dengan fakta lainnya, sehingga menjadi sebuah

rekonstruksi yang memuat penjelasan terhadap pokk-pokok permasalahan. Penulis

menggabungkan sumber yang telah terkumpul baik dari buku, wawancara maupun

observasi. Hal ini dilakukan bertujuan agar sumber-sumber yang telah diperoleh

terutama dari sumber lisan tidak saling bertentangan.

Penulis melakukan proses penafsiran terhadap data yang mengutarakan bahwa

kesenian Sintren pertamakali muncul dan biasa dilakukan oleh para nelayan dipesisir

pantai yang bertujuan untuk ngamen. Dari data lain disebutkan bahwa kesenian

Sintren pertamakali dilakukan oleh seorang pengembara yang bertujuan untuk

melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan Belanda di Indramayu. Dari

ketidaksesuaian ini penulis melakukan beberapa interpretasi dari sumber lainnya

sampai menemukan keterangan yang sesungguhnya. Dari hasil interpretasi penulis

ternyata kesenian Sintren di Indramayu lebih mengacu pada kesenian Sintren yang
66

pertamakali dilakukan oleh seorang pengembara yang bertujuan untuk melakuakn

pemberontakan terhadap pemerintahan Belanda di Indramayu.

Tahapan interpretasi lainnya penulis lakukan terhadap data yang

mengutarakan bahwa kesenian Sintren di Indramayu masih berpegang teguh pada

peraturan kesenian Sintren. Setelah diinterpretasikan oleh penulis data tersebut

ternyata tidak sepenuhnya benar, karena pada kenyataannya tidak semua grup Sintren

di Indramayu yang masih tetap pada peraturan kesenian Sintren yang harus ditaati.

Sebagai contohnya adalah ‘buyung’ sebagai alat musik ciri khas kesenian Sintren

yang seharusnya ada dan dimainkan pada saat pementasan, ternyata ada grup yang

sama sekali tidak mempunyai alat tersebut dan seluruhnya alat musik yang digunakan

sudah modern.

Untuk mempertajam analisis terhadap permasalahan yang dikaji sehingga

memperoleh gambaran yang secara utuh dan menyeluruh maka pada tahap

interpretasi ini digunakan pendekatan interdisipliner. Pendekatan interdisipliner

dalam penelitian ini berarti ilmu sejarah dijadikan sebagai disiplin ilmu utama dalam

mengkaji permasalahan dengan dibantu oleh disiplin ilmu sosial lainnya seperti

sosiologi, dan antropologi.

Konsep atau istilah yang digunakan tersebut diantaranya : perubahan sosial-

budaya, akulturasi, asimilasi, modernisasi yang dapat penulis gunakan untuk

mengkaji tentang perubahan yang terjadi dalam perkembangan kesenian Sintren di

Indramayu. Selain itu penulis juga mengambil konsep tentang kebudayaan, agama,

dan kesenian yang terdapat dala Antropologi dalam rangka keperluan penulis untuk
67

mengkaji tentang kesenian Sintren yang berkembang di Indramayu. Dengan

pendekatan ini diharapkan dapat memperoleh gambaran yang jelas mengenai

permasalahan yang di kaji dan memudahkan dalam proses penafsiran.

3.4.4 Historiografi (penulisan laporan penelitian)

Secara harfiah historiografi berarti pelukisan sejarah, yaitu gambaran sejarah

tentang peristiwa yang terjadi pada waktu yang lalu yang disebut sebagai sejarah.

Historiografi merupakan hasil rekonstruksi melalui proses pengujian dan penelitian

secara kritis terhadap sumber-sumber sejarah (Ismaun, 2005: 28-37).

Historiografi merupakan tahap terakhir dari keseluruhan prosedur yaitu

heuristik, kritik dan interpretasi yang berisikan gambaran dari pemikiran penulis

mengenai permasalahan yang di kaji. Penulisan laporan ini dituangkan ke dalam

karya tulis ilmiah yang disebut dengan skripsi. Laporan tersebut disusun dengan gaya

bahasa sederhana, ilmiah dan menggunakan cara-cara penulisan dengan ejaan yang

disempurnakan, sedangkan sistematika penulisan yang digunakan mengacu pada

buku pedoman penulisan karya ilmiah tahun 2009 yang telah dikeluarkan oleh

Universitas Pendidikan Indonesia yang terdiri dari Bab I Pendahuluan, Bab II

Tinjauan Pustaka, Bab III Metodologi Penelitian, Bab IV Pembahasan, Bab V

Kesimpulan dan Saran.

Anda mungkin juga menyukai