Anda di halaman 1dari 14

KAJIAN PERUBAHAN POLA KEGIATAN BUDAYA DI DESA HILINAWALO FAU, NIAS SELATAN

Chintia Meilinda S. (1), Yulianto, ST.,M.Eng (2), Putri Pandasari Napitupulu, ST., MT.(3)

(1)
Mahasiswa, Prodi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Katolik Santo Thomas Sumatera Utara
(2)
Staff Pengajar, Prodi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Katolik Santo Thomas Sumatera Utara
(3)
Staff Pengajar, Prodi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Katolik Santo Thomas Sumatera Utara
Email: putriN70@gmail.com

Abstrak
Pulau Nias merupakan salah satu wilayah di Sumatera Utara yang kekayaan budayannya. Wisata budaya
yang ada di Nias terletak di Nias Selatan. Terdapat desa-desa tradisional di Pulau Nias yang masih
menyimpan sejumlah peninggalan budaya dan para penutur sejarah sehingga menjadi pilihan utama wisata
budaya di Nias. Nias Selatan menyimpan beragam keindahan dengan adat istiadat yang menarik untuk di
telusuri salah satu desa wisata yang memiliki peninggalan rumah adat hingga adat istiadat yang masih di
lestarikan yaitu desa Hilinawalo Fau kecamatan Fanayama. Desa ini mempunyai pola ruang luar dengan
pelataran yang luas dimana terdapat kegiatan budaya yang memiliki daya tarik tersendiri dalam bentuk
wisata. Penelitian ini digolongkan dalam penelitian yang menggunakan metode penelitian deskriptif. Metode
komparatif mensyaratkan bahwa keseluruhan penelitian dilakukan dengan cara membandigkan, baik pada
tataran objek yang digunakan sebagai tujuan penelitian maupun berbagai masalah yang timbul kemudian
di lapangan. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode komparatif deskriptif, dimana
metode komparatif deskriptif ini membandingkan variabel yang sama dalam kaitannya dengan sampel yang
berbeda dan menguraikannya. Adapun penelitian ini digunakan untuk mengkaji perubahan pola kegiatan
budaya masyarakat di desa Hilinawalo Fao (Nias selatan) dengan cara membandingkan tradisi kelahiran,
pernikahan dan kematian pada jaman dulu dengan jaman sekarang. Manfaat penelitian ini yaitu untuk
mengetahui mengenai perubahan pola kegiatan budaya di Desa Hilinawalo Fau dari massa dahulu ke massa
sekarang. Perubahan tersebut dilihat berdasarkan hubungan pola ruang luar dengan kegiatan budaya yang
dilakukan masyarakat di desa Hilinawalo Fau . Dari hasil perbandingan yang dilakukan, dapat terlihat jelas
kelestarian dari budaya adat istiadat nya masih berjalan dengan baik hingga sekarang. Hanya saja sudah
banyak perubahan kegiatan budaya yang dulu dan sekarang, misalnya dalam hal penggunaanya dan
sirkulasi/jalur kegiatan. Namun secara keseluruhan baik dulu maupun sekarang setiap upacara kelihiran,
pernikahan dan kematian selalu dilakukan di Desa itu sendiri.

Kata Kunci: Budaya Nias Selatan, pola kegiatan masyarakat

1. Pendahuluan

Kabupaten Nias Selatan merupakan salah satu kabupaten di Sumatera Utara yang terletak di pulau Nias,
dimana pulau ini dikenal masyarakat Indonesia, karena kekayaan budayanya. Nias Selatan menyimpan
beragam keindahan dengan adat istiadat yang menarik untuk di telusuri. Terdapat salah satu desa wisata
yang memiliki peninggalan rumah adat hingga adat istiadat yang masih di lestarikan yaitu desa Hilinawalo
Fau kecamatan Fanayama.

Masyarakat Nias Selatan di desa tersebut memiliki adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyangnya,
berupa kegiatan budaya seperti upacara-upacara kebudayaan yang disepakati menjadi suatu tradisi yang
berlaku secara umum di masyarakat serta menjadikannya sebagai adat, kepercayaan, kebiasaan, dan
sebagainya. Dalam hal ini adat istiadat di daerah ini merupakan salah satu bentuk atraksi wisata budaya
yang dikembangkan di kawasan pedesaan.

Desa wisata tersebut menjadi salah satu aset kepariwisataan yang berbasis pada potensi daerah
pedesaan dengan segala keunikan dan daya tariknya yang dapat diberdayakan dan dikembangkan sebagai
produk wisata untuk menarik kunjungan wisatawan ke lokasi desa tersebut. Dalam hal ini setiap tempat

1
maupun objek wisata mempunyai keunikan tersendiri, sehingga Penulis akan meneliti sebuah fenomena di
desa Hilinawalo Fau yang mempunyai pola ruang luar dengan pelataran yang luas dimana terdapat kegiatan
budaya yang memiliki daya tarik tersendiri dalam bentuk wisata serta menjadikannya sebagai salah satu
aset kepariwisataan yang berbasis pada potensi daerah pedesaan.

2. Landasan Teori
2.1. Pengertian Ruang Luar
Menurut Prabawasari, V. W., & Suparman, A.Tata Ruang Luar (1999), Terdapat beberapa pengertian
mengenai ruang luar, antara lain:
- Ruang yang terjadi dengan membatasi alam hanya pada bidang alas dan dindingnya, sedangkan
pada bidang atapnya, tidak terbatas.
- Sebagai lingkungan luar buatan manusia, yang mempunyai arti dan maksud tertentu dan sebagai
bagian dari alam.
- Arsitektur tanpa atap, tetapi dibatasi oleh dua bidang, yaitu dinding dan lantai atau ruang yang
terjadi dengan menggunakan dua elemen pembatas. Ruang luar memiliki fungsi sebagai wadah
dari aktivitas di ruang terbuka, sirkulasi antar bangunan, jalur masuk ke dalam bangunan dan
parkir.

2.2. Hubungan Antara Manusia dan Ruang Luar


Hubungan antara manusia dan lingkungannya mempunyai pengaruh secara timbal balik. Hubungan
manusia dengan ruang lingkungan dapat dibagi 2 (dua) yaitu:
1. Hubungan dimensional (Antropometrics)
Menyangkut dimensi-dimensi yang berhubungan dengan tubuh manusia dan pergerakannya
untuk kegiatan manusia.
2. Hubungan psikologi dan emosional (proxemics)
Hubungan ini menentukan ukuran-ukuran kebutuhan ruang untuk kegiatan manusia.

Dalam hubungan manusia dan ruang, Edward T. Hall berpendapat bahwa: salah satu perasaan kita
yang penting mengenai ruang ialah perasaan territorial. Perasaan ini memenuhi kebutuhan dasar akan
identitas diri, kenyamanan dan rasa aman pada pribadi manusia.

2.3. Terjadinya Ruang Luar


Ruang pada dasarnya terjadi oleh adanya hubungan antara sebuah obyek dan manusia yang
melihatnya. Hubungan itu mula-mula ditentukan oleh penglihatan, tetapi bila ditinjau dari pengertian
ruang secara arsitektur, maka hubungan tersebtu dapat dipengaruhi oleh penciuman, pendengaran dan
perabaan.
Ruang Luar berarti sebagai Lingkungan Luar buatan manusia dengan maksud tertentu, suatu ruang
sebagian dari alam. Bila bagian yang dibatasi “frame” itu kita pandang kedalam, maka ruang didalam
“frame” tersebut disebut “Ruang Positif”, dimana didalamnya terdapat fungsi, maksud dan kehendak
manusia. Sebaliknya alam diluar “frame” tersebut meluas tak terhingga dan kita sebut sebagai “Ruang
Negatif”. Jadi jelaslah bahwa ruang luar termasuk didalam pengertian-pengertian arsitektur yang berbeda
dengan alam, termasuk kebun dan ruang terbuka.
Ruang dibatasi oleh tiga bidang: lantai dan dinding atau ruang yang terjadi dengan menggunakan
dua elemen pembatas. Hal ini menyebabkan bahwa lantai dan dinding menjadi elemen yang sangat
penting didalam merencanakan Ruang Luar.
2.3.1. Merencanakan Ruang Luar
Langkah pertama di dalam merencanakan ruang luar ialah menciptakan ruang dimana orang
dapat bergerak dengan bebas ke segala arah, seperti halnya gerakan molekul. Dan jenis ruang inipun
dapat dibagi menjadi dua macam: Ruang untuk bergerak dan Ruang untuk tinggal di tempat.

Untuk keadaan-keadaan tertentu ruang-ruang gerak dan ruang-ruang tinggal berdiri sendiri-
sendiri, dan untuk keadaan yang lain dapat bercampur bersama-sama. Umumnya ruang gerak tanpa
memerlukan rencana seperti yang diperlukan pada ruang tinggal, telah berfungsi lebih baik, tetapi
hendaknya ruang gerak diusahakan datar, luas, tanpa halangan-halangan dan sebagainya.

2
2.3.2. Tingkatan Ruang Luar
Ruang luar dapat terdiri dari satu ruang, dua ruang atau sejumlah ruang-ruang yang lebih kompleks,
sehingga dalam hal ini mungkin dapat digambarkan suatu tingkatan hirarkis untuk ruang-ruang tersebut.
Jadi ada beberapa kemungkinan peruntukan ruang yang dalam kenyataannya dapat digambarkan banyak
kombinasi-kombinasi yang berbeda-beda. Ruang luar mempunyai kepentingan penuh bagi manusia,
sehingga dapat digambarkan setiap jenis kombinasi ruang dimana manusia mempunyai kepentingan
didalamnya.

2.4. Hubungan Ruang dan Waktu dalam Bentuk Aktivitas


Terjadinya kegiatan pada suatu ruang pusat kegiatan sangat tergantung pada waktu. Masing-masing
pusat kegiatan tersebut mempunyai ciri waktu kegiatan yang berbeda-beda dengan lainnya, dengan
demikian adanya pengolahan pada konsep perencanaan yang sesuai dengan suasananya.

2.5. Sirkulasi
2.5.1. Sirkulasi pada Ruang Luar
Sistem sirkulasi sangat erat hubungannya dengan pola penempatan aktivitas dan pola penggunaan
tanah sehingga merupakan pergerakan dari ruang yang satu ke ruang yang lain, dan dapat dibedakan
menjadi 3 (tiga) macam, yaitu jalur melalui ruang, jalur memeotong ruang, dan jalur berakhir pada
ruang

2.6. Elemen Ruang Luar


Menurut Prabawasari, V. W., & Suparman, A. Tata Ruang Luar (1999) dalam ruang luar, terdapat
elemen-elemen perancangan secara visual yang menonjol pada area ruang luar tersebut dibatasi menjadi
3 (tiga), antara lain :
2.6.1. Bangunan
Bangunan juga memiliki peranan cukup dalam menentukan kualitas ruang luar karena bangunan
merupakan elemen dinding pada ruang luar. Sebaliknya bila perletakan bangunan tidak baik maka ruang
luar menjadi tidak terbatas sehingga menjadi luas tak terhingga dan catering keperluan tidak tercipta.
2.6.2. Vegetasi
Bahan tumbuh-tumbuhan menciptakan suatu ikatan di antara orang orang dengan alam yang dapat
menegaskan ruang dengan menciptakan massa atau rongga, dengan bertindak sebagai suatu latar
belakang bagi suatu karakter tapak yang menarik. Vegetasi merupakan unsur pembentuk struktur ke
ruangan atau spasial yang dapat menentukan ukuran dan terutama kualitas ruang.
2.6.3. Alur Sirkulasi
Menurut Francis, DK Ching. Arsitektur Bentuk Ruang dan Tatanan, (2008). Dalam suatu sirkulasi
terdapat unsur unsur sirkulasi salah satunya yaitu:
a. Pencapaian Kebangunan
b. Pintu Masuk Bangunan
c. Konfigurasi Alur Gerak
d. Hubungan Jalan Dengan Ruang

2.7. Halaman Desa Tradisional

Menurut Nata’ Alui Duha di buku Omo Niha, Ewali merupakan halaman Desa yang berada di tengah
antara deretan rumah tradisional, yang memiliki ruang yang luas dengan material tanah berlumpur tidak
tertata atau dari semen dan terdapat batu alam yang menjadi penanda eksistensi suatu desa tersebut.
Ada beberapa kriteria ciri khas desa adat atau desa tradisional secara fisik yaitu :

3
NO KRITERIA CIRI KHAS GAMBAR
1 Bawagoli Sebagai pintu masuk suatu desa,
(Gerbang dimana pada setiap sisinya
Desa) terdapat patung batu yang
menyerupai kepala naga dan lain-
lain , yang merupakan simbol
leluhur yang akan menjaga suatu
Desa tersebut.

Gambar 2.1. Gerbang Desa di Hilinawalo Fau


Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018
2 Fuso Newali “Fuso Newali” di tambah dengan
(Penanda satu batu penanda pendirian
Pusat Desa) kampung pada awalnya yang di
sebut ‘ batu fanano fakhe’.
Penanda pusat halaman desa ini
di buat seperti lingkaran ‘sogaolo’
dan di pahat serta di pasang
persis di tengah halaman dan
bentuknya indah.
Gambar 2.2. Pusat Desa Hilimondregeraya
Sumber: wordpress.com, 2018
3 Osali atau Dahulu balai desa disebut ‘osali’
Omo Bale yaitu tempat pembicara dan
(Balai musyawarah adat oleh komunitas.
Musyawarah) Balai desa seperti rumah yang
memiliki atap, biasanya letaknya
berada di halaman desa.

Gambar 2.3 Balai desa di Bawomataluo


Sumber: http://gifarigraphy.blogspot.com, 2018
4 Ewali Ewali merupakan halaman desa
(halaman) yang ditata rapi dengan batu-batu
alam yang berasal dari sungai
ataupun dari batu gunung yang di
pahat tanpa di semen ataupun di
aspal.

Gambar 2.7 Ewali di desa Hilinawalo Fau


Sumber: Dokumentasi pribadi, 2018

5 Iri Newali Iri newali adalah bagian


tengah/inti dari halaman yang
dibuat sebagai jalan yang memiliki
material dan penyusunan batu
yang lebih rapi di bandingkan
material halaman di sekitarnya.
Bentuknya tegak lurus seperti
sumbu.
Gambar 2.6. Iri Newali di desa Hilinawalo Fau
Sumber: Dokumentasi pribadi, 2018

6 Gowe Biasanya posisi dari batu megalit


(Megalit dan berada tepat di depan dari rumah
berbagai batu masyarakat bersamaan dengan
yang ditata tempat duduk yang sengaja di
rapi di berikan pada halaman depan
halaman rumah tersebut. Megalit
desa) merupakan simbol dari status
sosial pada masyarakat yang

4
memilikinya. Bahan dari megalit Gambar 2.5. Batu Megalit pada halaman rumah raja
tersebut yaitu batu gunug atau di Desa Bawomataluo
Sumber: https://akurat.co/id, 2018
sungai yang di pahat.

7 Hombo Batu Hombo Batu adalah tumpukan


(lompat Batu) batu yang di susun menguncup
keatas dngan ketinggian 2 meter
dengan batu sungai atau batu
ngunung yang di tumpukkan.
Hombo batu menggambarkan
kekuatan pasukan pada suatu
desa.

Gambar 2.7. Hombo batu (lompat batu) pada


desa Hilinawalo Fau
Sumber: data pribadi,2018

8 Omo Hada
(rumah adat) Rumah adat atau rumah
tradisonal merupakan syarat dan
penanda desa secara fisik. Pada
saat mendirikan suatu
banua(fanaru banua) harus di
dahului dengan mendirikan rumah
adat (Molau omo niboto silÖtÖ).

2.8. Kebudayaan
2.8.1. Pengertian Kebudayaan

Menurut Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitet dan pembangunan (1974) Kebudayaan


merupakan pikiran, karya, dan hasil karya manusia yang memenuhi hasratnya akan keindahan.
Sedangkan menurut para ahli ilmu sosial mengartikan kosep kebudayaan itu adalah seluruh total dari
pikiran, karya, dan hasil karya manusia yang berakar kepada nalurinya dan yang karena itu hanya bisa
dicetuskan oleh manusia sesudah sesuatu proses belajar.

2.9. Upacara
Upacara merupakan sistem simbol, dimana individu atau kelompok masyarakat memaknai simbol-
simbol dimaksud dalam upaya mendefinisikan dunia mereka. Adapun upacara yang umum ditemukan
dan bersifat universal ialah upacara Kelahiran, perkawinan, dan upacara kematian.

2.9.1. Upacara Kelahiran

Gambar 2.8. Kelahiran Anak

Sumber: http://suarman-warasi.blogspot.com/2013/03/asal-usul-budaya-khas-marga-suku-nias.html, 2019

5
Dalam buku legitimasi kekuasaan pada budaya Nias oleh ketut wiradyana terdapat urutan upacara
kelahiran yang dilakukan masyarakat Nias pada umumnya ialah sebagai berikut:

a. Upacara yang idenya adalah jika anak pertama lahir maka ayah si anak akan pergi ke mertua
untuk menyampaikan bahwa cucunya telah lahir. Pada upacara pemberitahuan ini, mertua
diwajibkan membuat pesta dengan memotong babi.
b. Setelah anak berumur 1-2 bulan, maka anak itu akan diberi nama(lafatoro doi). Pada kegiatan
ini juga akan dipotong seekor babi untuk pesta bagi sanak keluarga dan masyarakat disekitar.
c. Penyampaian ke ere (para bangsawan tertentu yang fungsinya lebih dekat dengan penguasa),
agar si anak sehat-sehat saja dengan persembahan yang tidak terlalu besar.
d. Pada waktu yang ditentukan, ere datang kerumah untuk memberi doa-doa si anak, dan pihak
orang tua menjamu ere, dan ketika pulang ere diberi emas atau perak.
e. Setelah umur anak 3 bulan maka orang tua membayar jujuran kepada mertua yang dihadiri
oleh ayah, ibu dan anak yang baru lahir.

2.9.2. Upacara perkawinan

Pekawinan dalam adat Nias merupakan hal yang paling penting dan sangat bersifat sakral.
Perkawinan dari satu garis keturunan patrilineal dapat dilakukan jika pasangan tersebut paling tidak
sudah dalam tingkatan 9 generasi. Jika perkawinan yang dilakukan kurang dari 9 generasi maka
perkawinan itu dapat dilkukan dengan syarat-syarat tertentu, di antaranya dengan memisahkan pertalian
kesatuan patung leluhur.

Gambar 2.9. Upacara Pernikahan

Sumber: https://www.tanoniha.id/, 2019

Perkawinan juga merupakan salah satu syarat bagi masyarakat Nias untuk mendapatkan hak dan
kewajiban yang penuh dalam kelompok kerabat. Pada umumnya dalam pernikahan laki-lakilah yang
meminang perempuan, dan nantinya keluarga baru tersebut harus melakukan pesta dengan memotong
beberapa ekor babi, sehingga dalam pesta-pesta adat sudah ikut dihitung dalam pembagian adat. Berikut
adalah tahapan upacara perkawinan bagi masyarakat Nias,yaitu:

a. Upacara adat dalam tahap meminang


Pihak laki laki yang akan melamar mempelai perempuan, menyampaikan lamaran secara
resmi kepada pihak perempuan. Sebagai tanda jadi peminangan diserahkan Afo si Sara. Daun
sirih sebanyak 100 lembar disusun dan kemudian dibungkus dengan rapi. Pertunangan secara
resmi berlangsung di rumah pihak perempuan. Pada proses tahapan ini masih longgar atau
yang dikenal dengan istilah fohu-fohu bulu ladari (diikat dengan daun ladari). Dan masih dapat
dibatalkan dengan resiko apapun juga. Pada acara pertungan didaerah moro dikenal dengan
sebutan famaigi bowo.
b. Upacara adat penentuan hari
Sebelum penentuan hari, pihak perempuan yang datang kemudian melihat kedua ekor
babi perkawinan yang telah disediakan oleh mempelai laki-laki. Pada saat fanu’a bawi pihak
pria harus menyediakan dua ekor babi untuk dimakan secara bersama dan pada saat pihak
perempuan akan pulang kerumahnya mempelai laki-laki kemudian menyerahkan 10 gram
emas dan sebagian daging babi tersebut.

6
c. Tahap upacara perkawinan
Dalam Pesta perkawinan masyarakat Nias dilakukandidua tempat (Falowa)
 Pesta perkawinan yang diadakan dirumah mempelai perempuan.
 Mengantar penganten wanita (Famasao Ni’owalu)

2.9.3. Upacara Kematian


Dalam upacara kematian terkhusus untuk orang tua dengan jenis kelamin laki-laki, maka pada
waktu sakit dilakukan pesta dengan memotong babi serta mendatangkan ere. Upacara ini lebih di
tekankan pada pemberian makan terakhir bagi si sakit. dalam upacara tersebut si anak meminta
kemuliaan terhadap si bapak yang akan meninggal.
Pada masyarakat di Nias Selatan, upacara kematian sangat penting diadakan.Ada beberapa
upacara penting jika sebuah keluarga sedang berduka di suku Nias.
a. Famalakhisisi/Fatomesa (Perjamuan terakhir)
Famalakhisisi adalah perjamuan terakhir bagi orang tua yang sudah mau meninggal. Kata
lain dari famala(kata khisisi ini adalah La’otome’õ (kata kerja) artinya dijadikan tamu, fatomesa
benda), orang yang sudah mau meninggal akan diupacarkan yang disebut laotome’õ. Dalam
acara perjamuan ini, ayah dihidangkan daging babi. Upacara ini harus dihadiri oleh putra-
putranya terutama yang sulung, karena tanpa berkah doa restu ayahnya, kehidupan anak
tersebut akan mengalami banyak rintangan. Di saat-saat terakhir seperti ini, semua anak dan
cucunya datang mengunjunginya. Dalam acara Famalakhisi atau fatomesa ini, anak-anak dan
cucu-cucu dari orang tua yang hendak meninggal akan memestakannya dan makan bersama
sebagai tanda penghormatan terhadap orang tua atau kakek dan nenek.

b. Fanõrõ satua dan FangasiFanõrõ satua


Fanõrõ satua dan FangasiFanõrõ satua adalah upacara pemakaman kedua dari yang wafat.
Upacara ini bermaksud untuk ”mengantarkan” rohnya ke alam baka (Tetehõli ana’a). Upacara-
upacara ini bersifat potlatch yaitu unsur memamerkan kekayaan agar menaikkan gengsi
keluarga dan terpandang di masyarakat. Namun upacara ini tidaklah bersifat wajib.Hanya bagi
orang-orang tertentu saja yang memiliki harta dan uang. Bagi orang yang meninggal, harus
ada fangasi adalah penebusan.Tetapi fangasi bisa juga disebut fangasiwai artinya penyelesaian.
Fangasi ini adalah semacam pesta bagi orang yang masih hidup sebagai tanda bahwa mereka
sudah merelakan kepergian almarhum.Pesta ini biasanya diadakan empat hari setelah yang
meninggal dikuburkan.Ritual ini dikenal sebagai fananő bunga (menanam bunga) di pusara
yang sudah meninggal.

Gambar 2.10. upacara kematian

Sumber: http://www.wacana.co/2015/10/nias/, 2019

Orang Nias akan menggelar upacara dan ritual kematian dan penguburan dengan
nyanyian, pesta dan tari-tarian yang dapat berlangsung lebih dari empat hari.Selama upacara
itu tidak diperbolehkan ada kegiatan upacara selain upacara berkabung tersebut. Jasad
biasanya akan dikuburkan pada hari ketiga. sebuah patung kayu yang disebut adu dibuat di
dekat makam agar arwah tinggal di dalamnya dan tidak kembali.

7
Gambar 2.11. Tarian budaya

Sumber: http://www.wacana.co/2015/10/nias/, 2019

3. Metodologi Penelitian
Penelitian ini digolongkan dalam penelitian yang menggunakan metode penelitian komparatif.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pola kegiatan budaya masyarakat di Desa Hlinawalo Fau berupa
tradisi kelahiran, pernikahan, dan kematian pada jaman dulu dan sekarang. Metode penelitian yang
digunakan adalah metode penelitian komparatif deskriptif.
Penelitian komparatif menurut Nyoman Kutha Ratna (2010) yaitu membandingkan dua objek yang
diduga memiliki kesamaan dan perbedaan. Metode komparatif menganalisis misalnya seperti perbedaan
jam kerja, perbedaan penghasilan, hubungan sosial dalam kaitannya dengan sistem realigi, termasuk
perilaku dalam mengelola penghasilan yang di peroleh. Metode Komparatif bersifat ex post facto,
pengumpulan data melalui kejadian yang sudah selesai, dalam hal ini peneliti akan melipatgandakan
argumentasi yang memungkinkan terjadinya hubungan kausal dan praduga-praduga dalam rangka
menarik suatu simpulan, lalu kemudian dikaitkan dengan variabelnya.

4. Analisa
Analisa ini menjelaskan menghubungkan bangunan atau ruang dengan kemampuan dalam memahami
bangunan atau ruang tersebut. Berikut beberapa objek bangunan pada lingkup di Di desa Hilinawalo Fau.

Rumah Adat : 52

Rumah Biasa : 29

Gambar 4.1 Analisa Bangunan

Sumber : Dokumentasi Pribadi

8
4.2. Analisa Upacara Kelahiran

PERBANDINGAN UPACARA KELAHIRAN


PEMBERIAN NAMA
DAHULU SEKARANG

ALUR KEGIATAN

KETERANGAN KESIMPULAN
 Untuk alur Upacara Kelahiran pemberian nama
tersebut masih sama seperti dahulu, hanya saja
setelah masuknya agama banyak masyarakat di
Hilinawalo Fau melakukannya setelah acara
pembabtisan di Gereja
 Acara Pemberitahuan kelahiran tersebut
tidaklah besar hanya keluarga dan penatua adat
yang di undang.
 Acara dilakukan di dalam rumah orang tua bayi.

PEMBERITAHUAN
DAHULU SEKARANG

9
ALUR KEGIATAN

KETERANGAN KESIMPULAN
 Untuk alur Upacara Kelahiran
pemberitahuan kepada mertua masih
sama seperti dahulu
 Acara Pemberitahuan kelahiran tersebut
tidaklah besar hanya keluarga dan
penatua adat yang di undang.
 Acara dilakukan di dalam rumah mertua.

4.2. Analisa Upacara Pernikahan


PERBANDINGAN UPACARA PERNIKAHAN
TAHAP MEMINANG “MAME MBOLA”
DAHULU SEKARANG

ALUR KEGIATAN

KETERANGAN KESIMPULAN
 Untuk alur Upacara Mamebola dalam tahap
meminang masih berjalan seperti dahulu hingga
sekarang
 Tahap Meminang “Mamebola” tersebut hanya acara
melamar mempelai perempuan, menyampaikan
lamaran secara resmi kepada pihak perempuan dan
melakukan penyerahan Dalamu pacara ini persiapan
penyerahan babi dll sebagai tanda jadi peminangan.
 Untuk tahapan acara tersebut tidaklah besar hanya
dihadiri keluarga dekat dari pihak laki-laki dan
perempuan serta ketua adat.
 Acara dilakukan di dalam rumah.

10
PENGEMBALIAN KANTONG TIKAR“ FAMULI MBOLA”
DAHULU SEKARANG

ALUR KEGIATAN

KETERANGAN KESIMPULAN
 Untuk alur Upacara Famuli mbola dalam tahap
Pengembalian Kantong tikar masih berjalan seperti
dahulu hingga sekarang
 Untuk tahapan acara tersebut tidaklah besar hanya
dihadiri keluarga dekat dan saudara laki-laki dari
pihak wanita tanpa calon mempelai wanitanya serta
ketua adat.
 Acara dilakukan di dalam rumah
 Tidak memakai ruang luar sebagai upacara Famuli
mbola, hanya pemotongan babi yang dilakukan di
ruang luar.

Penentuan Hari Perkawinan“ Fangoto Bongi”

ALUR KEGIATAN

11
KETERANGAN KESIMPULAN
 Untuk alur Upacara Fangoto bongi dalam tahap
meminang masih berjalan seperti dahulu hingga
sekarang
 Tahap Meminang “Fangoto bongi” tersebut hanya
acara pembicaraan yang bersifat tertutup untuk
menentukan hari dan tanggal pernikahan.
 Untuk tahapan acara tersebut tidaklah besar hanya
dihadiri utusan keluarg acalon pengantin laki-laki dan
Utusan keluarga calon pengantin perempuan.
 Acara dilakukan di dalam rumah.
 Tidak memakai ruang luar sebagai upacara Fangoto
bongi ,hanya pemotongan babi yang dilakukan di
ruang luar.
 Untuk dapur memasak daging babi tersebut saat
dahulu adalah di ruang belakang yaitu Foroma pada
bagian dalam rumah, sedangkan sekarang sudah di
bawah yaitu area kolom menjadi tempat dapur dan
kamar mengikuti perkembangan jaman.
Pernikahan“Folawa”

ALUR KEGIATAN

KETERANGAN KESIMPULAN
 Untuk alur Upacara Falowa/ pesta
perkawinan masih berlangsung dengan
baik hingga sekarang
 Sudah adanya perkembangan jaman
sehingga dahulu penggunaan prabot
pesta terbuat oleh kursi kayu tanpa
beralaskan atap, sekarang sudah berganti
dengan bahan material yang lebih
efisien, yaitu sudah menggunakan jasa
tenda, kursi plastik dan pelaminan yang
dapat di sewa.
 Dari dulu hingga sekarang acara
pernikahan tetap dilakukan di ruang luar
halaman/ewali.
 Posisi dari pelaminan dahulu dan
sekarang tidak dipatokkan posisinya
,tergantung mana area yang tidak
terkena panas.

12
4.3. Analisa Kematian
PERBANDINGAN UPACARA KEMATIAN
“ KEMATIAN ”FA’AMATE”
DAHULU SEKARANG

ALUR KEGIATAN

KETERANGAN KESIMPULAN
 Pesta kematian juga dapat dilakukan
Upacara kematian/ Fa’amate sudah
berbeda dengan upacara adat dahulu
setelah masuknya agama.
 Pesta kematian juga dapat dilakukan di
dalam rumah dan di luar rumah,
tergantung banyaknya tamu yang datang,
jika banyak dan melakukan pemotongan
babi banyak, maka akan di adakan di
halaman/ewali rumah duka tersebut.

5. Kesimpulan dan Saran


5.2. Kesimpulan

Secara umum masyarakat Nias Selatan di Desa Hilinawalo Fau hanya melakukan 2 Upacara besar
diruang luar yaitu Upacara Pernikahan dan Kematian yang telah dilakukan serta disepakati menjadi tradisi
yang berlaku secara umum dikehidupan masyarakat setempat serta menjadikannya sebagai adat,
kepercayaan, kebiasaan, yang dilakukan secara turun temurun dan telah diwariskan. Dalam hal ini dapat
terlihat jelas kelestarian dari budaya adat istiadat nya masih berjalan dengan baik hingga sekarang, hanya
saja sudah banyak perubahan kegiatan budaya yang Dulu dan sekarang, misalnya dalam hal
penggunaanya dan sirkulasi/jalur kegiatan. Namun secara keseluruhan baik dulu maupun sekarang setiap
upacara kelihiran, pernikahan dan kematian selalu dilakukan di Desa itu sendiri.

5.2. Saran

Dalam mendeskripsi dan menganalisa pola kegiatan budaya yang ada di Desa Hilinawalo Fau bisa
dilihat mengenai kondisi dan hubungan adat istiadat yang ada dan terjadi Dahulu dan dilakukan hingga

13
saat ini, meskipun jaman semakin maju dan berkembang, proses adat istiadat di Desa Hilinawalo Fau
masih terjaga dengan baik, meskipun efek modernisasi yang terjadi saat ini, masyarakat di desa ini
tetap memperhitungkan peristiwa masa lampau dan pengaruhnya terhadap kondisi masa kini. Dalam
hal ini, masyarakat di Desa Hilinawalo Fau saat ini masih melestarikan adat, kepercayaan dan kebiasaan
dengan mengambil nilai-nilai yang baik sebagai identitas yang telah diwariskan oleh suku Nias di
Kabupaten Nias Selatan.

6. Daftar Pustaka
BUKU

- Duha, Nata’alui, 2012. Omo Niha perahu darat di pulau bergoyang. Gunung Sitoli: Museum Pusaka
Nias.
- Francis, D.K Ching, 2008.BentukRuangdanTatanan. Jakarta:PenerbitErlangga.
- Gunadi S, 1974. Merencana Ruang Luar. Surabaya: Fakultas Teknik Arsitektur ITS.
- Koentjaraningrat, 1974. Kebudayaan Mentatitet dan Pembangunan. Jakarta: Percetakan PT
Gramedia.
- M.Hammerle, P.Johannes, 2015. Asal Usul Masyarakat Nias. Gunung Sitoli: Penerbit Yayasan
Pusaka nias.
- Prabawasari & Suparman, 1999. Tata Ruang Luar. Jakarta : Penerbit Gundarma.
- Ratna, Nyoman Kutha, 2010. Metodologi penelitian kajian budaya dan ilmu social humaniora pada
umumnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
- Wiradnyana, Ketut, 2010. Legitimasi kekuasaan pada budaya nias. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor
Indonesia
INTERNET

- Soesandireja, 2016, Nias warisan harga diri dan identitas ; dewa, raja dan upacara, di lihat 15
januari 2019, <http://www.wacana.co/2015/10/nias/pdf>.
Adey Dewi , 2014, Tinjauan teori tata ruang luar dan arsitektur tropis, di lihat 18 januari 2019, http://e-
journal.uajy.ac.id/6255/5/TA313677.pdf>.

14

Anda mungkin juga menyukai