A. Konsep Ruang dan Pemanfaatannya Menurut istilah geografi umum, yang dimaksud dengan ruang adalah seluruh permukaan bumi yang merupakan lapisan biosfera, tempat hidup tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia (Jayadinata, 1992). Sedangkan menurut menurut Undang-undang No. 26 Tahun 2004 tentang Penataan Ruang, ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya. Jadi, berdasarkan definisi tersebut maka ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, lautan, dan udara yang merupakan seluruh permukaan bumi yang menjadi tempat manusia, hewan dan tumbuhan untuk melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya. Ruang terbentuk dari penempatan sesuatu di alam sehingga merubah pandangan (persepsi) dan pengalaman (experience) seseorang terhadap ruang di alam (the space of nature). Ketika manusia melakukan kegiatan atau meletakkan sesuatu di tengah ruang alam tersebut, maka terbentuklah ruang- ruang yang membatasi ruang kosong di alam dengan ruang buatan manusia. Sehingga dapat dikatakan ruang memiliki fungsi tertentu sebagai wadah kegiatan manusia. Adapun beberapa pandangan (persepsi) tentang konsep ruang, yaitu: 1. Ruang menurut geografi Ruang dalam pandangan geografi dapat dinamai berdasarkan topik, aktivitas manusia dan regional. Atas dasar itu, kelak dalam ilmu geografi akan menggunakan pendekatan keruangan dalam berbagai studinya. Dari penyebaran penduduk kita dapat juga mengungkapkan interelasinya dengan keadaan kesuburan tanah, dengan keadaan hidrografi, dengan keadaan komunikasi-transportasi, keadaaan tinggi rendahnya permukaan, dan faktor-faktor geografi lainnya. Dengan demikian, kita akan dapat pula membuat suatu deskripsi tentang aktifitas penduduk tadi berdasarkan penyebarannya dalam ruang, dan berdasarkan interelasi keruangannya dengan gejala-gejala lain serta dengan masalah sebagai sistem keruangan. Berdasarkan pengertian region, pendekatan regional berarti pendekatan suatu gejala atau suatu masalah dan region atau wilayah tempat masalah atau gejala tadi tersebar. Berdasarkan penyebarannya nanti, kita akan dapat pula mengungkapkan apa sebabnya kelaparan itu terjadi di region yang bersangkutan. Dengan demikian, selanjutnya kita akan dapat menungkapkan intelerasi dan interaksi gejala kelaparan itu dengan gejala-gejala yang lain pada ruang atau region yang sama. 2. Ruang menurut ekologi Ekologi khususnya ekologi manusia berkenaan dengan interelasi antara manusia dengan lingkungannya yang membentuk suatu sistem ekologi atau ekosistem. Prinsip dan konsep yang berlaku pada bidang ilmu ekologi sebenarnya tidak jauh berbeda dengan geografi dalam memandang aspek ruang. Menurut ekologi, ruang dipelajari, ditelaah dan dianalisis sebagai sesuatu gejala atau sesuatu masalah dengan menerapkan konsep dan prinsip ekologi. Ruang menurut ekologi sebagai suatu bentuk ekosistem hasil hubungan dan penyesuaian antara penyebaran dan aktifitas manusia dengan lingkungannya pada area atau daerah tertentu. Interelasi manusia dengan alam lingkungan sekitarnya didekati atau dikaji berdasarkan konsep dan prinsip ekologi. Sebagai sebuah ekosistem, suatu ruang dipandang atau diarahkan kepada hubungan antara manusia sebagai makhluk hidup dengan lingkungan alamnya. Pada pendekatan ekologi suatu daerah pemukiman, daerah tersebut ditinjau segai suatu bentuk ekosistem hasil interaksi peyebaran dan aktivitas manusia dengan lingkungan alamnya. Demikian juga jika kita mengkaji daerah daerah pertanian, perindustrian, perkotaan, dan lain-lain. 3. Ruang menurut ilmu wilayah Berdasarkan konsep perwilayahan, ruang pemukiman bumi di batasi oleh oleh keadaan fisik, sosial, dan batas administrasi pemerintah. Jika satu kesatuan alam permukaan bumi menunjukan ciri-ciri yang relatif sama maka dinamakan ruang geografi (space). Ciri-ciri yang relatif sama tersebut misalnya seragam dalam hal keadaan fisik permukaannya, kebudayaan masyarakatnya mempunyai ciri yang khas, dan ruang tersebut menunjukan suatu sistem kehidupan dalam keterikatan yang kentara. Ruang geografi yang mempunyai ciri khas tertentu disebut wilayah (region). Dalam geografi, kesatuan wilayah dapt ditentukan berdasarkan pada sejumlah region. Contoh region yang dicitikan unsur fisik antara lain wilayah geologi, wilayah tubuh atau jenis tanah, wilayah vegetasi, dan lain-lain. Sedangkan wilayah yang namanya didasarkan pada sosial budaya manusia, misalnya wilayah ekonomi, wilayah sejarah, wilayah perkotaan, wilayah perdesaan, dan lain-lain. Suatu wilayah dapat ditentukan dalam ukuran yang luas tetapi dapat pula dalam ukuran yang lebih sempit tergantung dari kerincian dalam mengidentifikasi kesamaan atau keseragamannya. Contoh wilayah yang luas misalnya wilayah Asia tenggara dan Eropa barat. Wilayah tersebut memiliki karakteristik yang khas. Relatif memiliki keseragaman budaya, keseragaman tingkat peradaban, dan lain-lain. Dalam skala yang lebih kecil, ukuran wilayah dapat pula ditentukan. Di pulau Jawa memiliki wilayah-wilayah yang dapat dibedakan baik secara fisik maupun sosial budaya masyarakat. Secara fisik misalnya ada wilayah geologi banten, wilayah geologi zone Bandung, dan lain-lain. Secara sosial budaya kita juga mengenal wilaya Pantura (pantai utara Jawa), wilayah kebudayaan Pasundan, dan lain-lain. Pewilayahan macam itu disebut pewilayahan secara formal karena mengidentifikasikan wilayah dengan menunjukan obyek-obyek yang ada pada wilayah tersebut. Tidak semua wilayah dapat digambar pada peta tematik dengan tegas, karena mengalami kesulitan dalam menarik garis yang sebenarnya. Contohnya wilayah Pantura merupakn wilayah yang relatif sulit ditentukan karena batas wilayah Pantai Utara Jawa tidak seluruhnya memiliki ciri yang seragam atau homogen. Selain wilayah formal, ada pula yang disebut wilayah fungsional atau wilayah nodus yaitu suatu bagian dari pemukiman bumi, dimana beberapa keadaan alam yang berlawanan memungkinkan timbulnya bermacam-macam kegiatan. Contoh wilayah misalnya di suatu wilayah lereng pada sebuah gunung mulai dari lereng atas sampai dengan lereng kaki, disambung dengan daerah daratan rendah hingga akhirnya ketepi sebuah pantai. Penduduk di lereng atas hudup dari kehutanan, penduduk di lereng di bawahnya hidup dari perkebunan, penduduk di lereng bawah hidup dari pertanian, penduduk yang berada di daratan mungkin perkotaan dan hidup dari usaha pelayanan jasa, sedangkan penduduk yang berada di tepi laut hidup sebagai nelayan. Dalam wilayah fungsional, semua komponen dapat diperhitungkan peranan dan hubungan kegiatan antara komponen tersebut. Wilayah formal sebagaimana telah dijelaskan dapat disebut “wilayah fungsional” asalkan komponen yang berada dalam wilayah tersebut diperhitungkan keterkaitan dan perannya masing-masing. Karena itu dalam wilayah fungsional, hal yang khas dari ciri wilayah bukan didasarkan atas keseragaman atau kesamaannya tetapi dalam wilayah fungsional, beberapa kegiatan yang berbeda menjadi komponen-komponen yang menciptakan suatu sistem kehidupan wilayah fungsional. 4. Ruang menurut ilmu perencanaan wilayah Kota adalah suatu ruang atau wilayah dipermukaan bumi yang sebagian besar arealnya terdiri atau wujud hasil budaya manusia serta pusat pemusatan penduduk yang tinggi dengan sumber mata pencaharian di luar sektor pertanian. Ilmu planologi berkepentingan dalam memahami ruang sebagai sesuatu hal yang berisi sarana dan prasarana untuk mendukung kehidupan manusia. Kota sebuah bentang ruang budaya adalah ditimbulkan oleh unsur-unsur alamiah dan non alamiah dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan materialistis dibandingkan dengan daerah belakangnya. Pendapat ahli seperti Dickinon menyebutkan bahwa kota adalah suatu pemukiman yang bangunan rumahnya rapat dan penduduknya bernafkah bukan pertanian. Ray Northam menyebutkan bahwa kota adalah suatu lokasi dimana kepadatan penduduk lebih tinggi dibandingkan dengan populasi, sebagian besar penduduk tidak tergantuk pada sektor pertanian atau aktivitas ekonomi primer lainnya, dan pusat kebudayaan administratif dan ekonomi bagi wilayah disekitarnya. Adanya berbagai fasilitas dan beragamnya aktivitas masyarakat kota membentuk struktur kota yang berbeda dengan struktur di desa. Johara (1986) menyebutkab segala yang dibangun di daerah kota, baik oleh alam seperti bukit, gunung dan sebagainya, maupun oleh manusia seperti gedung dan pabrik, biasanya tersembul dari permukaan bumi dianggap sebagai suatu struktur ruang kota. Struktur ruang wilayah perkotaan, baik di negara kita maupun di negara-negara lain ternyata memperlihatkan bentuk-bentuk tertentu. Contohnya di pulau Jawa, hampir semua kota di pusatnya selalu ada alun-alun. Kota yang terletak di permukaan bumi yang mempunyai berbagai rintangan alam seperti pegunungan, perbukitan, lembah, sungai dan lain-lain, dalam perkembangannya akan selalu menyesuaikan diri dengan keberadaan fisik wilayahnya sehingga kota berbentuk tidak teratur dan menimbulkan kesan sebagai kota yang tidak terencana. Akhirnya dari masing-masing pengertian atau konsep tentang ruang ternyata memiliki fungsi yang berbeda-beda walaupun pada akhirnya memiliki tujuan yang sama yaitu untuk diklasifikasikan sesuai fungsinya sehingga dapat dilakukan pengaturan ruang agar lebih nyaman, berguna dan dapat berkelanjutan. B. Konsep Tempat Konsep tempat (place) merujuk kepada suatu wilayah di mana orang hidup berada. Dalam analisis geografi, konsep tempat memiliki peran penting karena kedudukan dan konstribusi tempat memberi banyak arti dan makna bagi manusia dan organisme lainnya. Sebut saja geografer Jerman Friederich Ratzel dalam tulisannya Pitche Geographie(1897), di mana gagasan-gagasan kontemporer tentang determinisme lingkungan diterapkan terhadap kajian negara. Memfokuskan lokasi strategis pada skala global, pada tahun 1904 Harold Mackinder menyuguhkan toeri daerah poros (pivot area), belakangan dinamakan kembali dengan heartland theory yang menjadi landasan kajian-kajian geografi (Taylor, 2000: 783). Belakangan ini, seorang sosiolog Inggris yang berusaha meganalisis peranan tempat ke dalam ilmu-ilmu sosial adalah Anthony Giddens dengan teori strukturasi (structuration) dalam karyanya The Constitution of Society (1984), di mana locale menjadi kata kuncinya. Pengertian locale adalah situasi di mana interaksi sosial terjadi, dan karena semua interaksi memerlukan orang-orang yang terelibat serta hadir di waktu dan tempat tertentu, maka locale sering merupakan tempat. Pada gilirannya, locale adalah wilayah penting di mana interaksi berlangsung dan identitas kelompok berkembang (Johnston, 2000: 761-762). Tampaknya Giddens, trinspirasi oleh hasil penelitian Torsten Hagerstrand (1982), seorang ahli geografi Swedia yang mengemukakan teori kontekstualnya mengenai geografi waktu. Ia menegaskan bahwa proyek-proyek yang melibatkan interaksi antarindividu dapat dilakukan jika hanya pihak-pihak yang terlibat hadir di tempat tersebut. Mengingat bahwa sebuah tempat memiliki isi (siapa yang ada di sana) dan waktu (kapan seseorang berada di situ dan dengan siapa mereka berada) yang merupakan pengaruh-pengaruh penting terhadap perilaku dan sosialisai individu kelomppok terhadap tempat (Johnston, 2000: 762). Studi lain tentang pentingnya tempat di kemukakan oleh Massey dalam karyanyaSpatial Division of Labour (1984) mengatakan bahwa masalah geografi dari restrukturisasi industri dapat dipahami hanya jika konteks tempat terjadi perisriwa tersebut dipahami, terutama yang menyangkut sifat hubungan sosial yang bervariasi antara satu tempat dengan tempat lainnya, di mana tempat yang satu dapat lebih menarik bagi investor dibanding tempat lain. Hal itu mendorong bentuk riset yang substansial, di mana tempat (place) dipandang sama dengan lokalitas dalam struktur ekonomi, sosial, budaya dan politik diteliti sebagai sarana dalam memahami hal apa yang membuat lokalitas-lokalitas itu berada dan apa implikasinya bagi perubahan di masa depan. Nilai penting karakteristik suatu tempat dalam masa lalu, sekarang dan masa depan terhadap suatu tempat-tempat yang strategis secara ekonomi, selalu memiliki daya tarik tersendiri bagi pengembangan politik-ekonomi. Hal itu disebabkan makin meningkatnya mobilitas dua faktor utama produksi, yaitu modal dan tenaga kerja. Suatu tempat harus memiliki daya tarik bagi investasi dan pekerja, mereka terlibat dalam manajemennya harus bekerja sesuai dengan tujuan tersebut. Hal itu telah menimbulkan ketertarikan untuk menciptakan dan menjual tempat kepada berbagai kelompok bisnis. C. Sistem Keruangan sebagai Pendekatan dalam Ilmu Geografi Tempat dan ruang dalam ilmu geografi merupakan objek studi yang utama. Pada gilirannya karena sistem keruangan merupakan yang terintegrasi dan mampu menyelesaikan masalah yang terjadi dalam ruang maka keruangan dianggap sebagai suatu pendekatan dalam ilmu geografi. Menurut R. Bintarto, analisa keruangan mempelajari perbedaan lokasi mengenai sifat-sifat penting. Ahli geografi akan bertanya faktor-faktor apakah yang menguasai pola penyebaran dan bagaimanakah pola tersebut dapat diubah agar penyebaran menjadi lebih efisien dan lebih wajar. Dengan kata lain dapat diutarakan bahwa dalam analisa keruangan yang harus memperhatikan penyebaran penggunaan ruang yang telah ada dan penyediaan ruang yang akan digunakan untuk berbagai kegunaan yang dirancangkan. Dalam analisa keruangan ini, dapat dikumpulkan data lokasi yang terdiri dari titik (point data) dan data bidang (areal data). Yang digolongkan dalam data titik adalah data ketinggian tempat, data sampel batuan, data sampel tanah dan sebagainya. Sedangkan yang digolongkan ke dalam data bidang, misalnya adalah luas hutan, luas daerah perkebunan, data luas daerah pertanian dan lain-lain. Meskipun demikian, dari data titik dapat pula diperoleh data bidang. Data dan beberapa sampel tanah dapat dipetakan dan ditentukan batas-batasnya sehingga diperoleh data bidang, yaitu data tentang penyebaran jenis tanah tertentu. Dalam mempelajari ruang dan persebaran fenomena geografi, pemahaman kita yang paling penting adalah teori difusi. Dalam istilah sehari-hari difusi berarti pemencaran, penyebaran atau penjalaran seperti penyebaran berita dari mulut ke mulut, penjalaran penyakit dari daerah ke daerah lain, penyebaran kebudayaan dari suatu suku ke suku lain. Dalam geografi, difusi mempunyai dua arti yang berbeda. Pertama, difusi ekspansi (expansion diffusion), yaitu suatu proses di mana materian atau informasi menjalar melalui polpulasi ke populasi lain dan dari daerah ke daerah lain. Dalam proses ekspansi ini informasi atau material yang didiafusikan tetap dan kadang-kadang lebih intensif. Kedua, difusi penampungan (relocation diffusion). Jenis difusi ini merupakan proses yang sama dengan penyebaran keruangan di mana informasi atau material yang didifusikan meninggalkan daerah yang lama dan berpindah atau ditampung di daerah yang baru (Bintarto, 1987). Pada analisa Hagerstrand tentang difusi keruangan terdapat enam unsur, yaitu: 1. Daerah (area) atau lingkungan di mana proses difusi terjadi 2. Waktu (time), di mana difusi dapat terjadi terus-menerus atau dalam waktu yang terpisah-pisah. 3. Item yang didifusikan. Item tersebut dapat berbentuk material seperti penduduk. Dan dapat pula berbentuk non material seperti tingkah laku, penyakit, pesan dan lain sebagainya.item tersebut berbeda-beda dalam derajad untuk dapat dipindahkan, untuk dapat diteruskan atau untuk dapat diterima. Misalnya penyyakit cacar air mudah untuk dipindahkan atau mudah menular kepada orang lain. Sebaliknya teknik KB sukar untuk diteruskan dan sukar juga untuk dapat diterima. Untuk melaksanakan proses difusi tentang item teknik KB banyak memakan biaya, antara lain biaya untuk penyuluhan. Selain dan itu sikap penduduk tentang gagasan ini merupakan salah satu hambatan. 4. Tempat asal 5. Tempat tujuan 6. Jalur perpindahan dilalui oleh item didifusikan