1. Af’idatus Shofiyah
2. Dika Ayu Rahmawati
RETARDASI MENTAL
3. Sucia Novayanti
A. Definisi Retardasi Mental
Retardasi mental (RM) atau keterbelakangan mental atau yang sekarang memakai
istilah disabilitas intelektual (DI) adalah keadaan dengan tingkat kecerdasan yang di bawah rata-rata
atau kurangnya kemampuan mental dan keterampilan yang diperlukan dalam menjalankan
kehidupannya sehari-hari. Retardasi mental adalah kelainan atau kelemahan jiwa dengan inteligensi
yang kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak). Biasanya
terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala yang utama ialah
inteligensi yang terbelakang. Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo: kurang atau sedikit dan
fren: jiwa) atau tuna mental (W.F. Maramis, 2005: 386). Retardasi mental merupakan kelemahan yang
terjadi pada fungsi intelek. Kemampuan jiwa retardasi mental gagal berkembang secara wajar. Mental,
inteligensi, perasaan, dan kemauannya berada pada tingkat rendah, sehingga yang bersangkutan
mengalami hambatan dalam penyesuaian diri.
Orang dengan disabilitas mempunyai keterbatasan dalam dua aspek fungsi yaitu
Pertama, keterbatasan dalam fungsi intelektual yang dikenal juga dengan IQ (intelligence quotient).
Fungsi ini mengacu pada kemampuan seseorang untuk belajar, membuat alasan, membuat keputusan,
dan memecahkan masalah. IQ dapat diukur dengan melakukan tes IQ. Rata-rata IQ adalah 100.
Seseorang dianggap disabilitas intelektual jika ia memiliki IQ kurang dari 70 atau 75. Yang kedua
adalah fungsi perilaku adaptif. Fungsi ini terkait dengan keterampilan yang dibutuhkan untuk
menjalani kehidupannya sehari-hari, sebagai contoh berkomunikasi efektif, berinteraksi dengan orang,
dan mengurus diri sendiri. Untuk menilai perilaku adaptif seorang anak, para ahli akan mengamati
kemampuan anak tersebut dan membandingkannya dengan anak-anak lain seusianya. Adapun hal-hal
yang dapat diamati seperti seberapa mampu anak dapat makan atau berpakaian sendiri, seberapa baik
anak berkomunikasi dan memahami orang lain, dan bagaimana ia berinteraksi dengan keluarga, teman,
dan anak-anak lain dengan usia yang sama.
Ada beberapa ciri atau tanda-tanda dari disabilitas pada anak-anak. Tandanya mungkin muncul
selama masa kanak-kanak, atau mungkin tidak terlihat sampai anak mencapai usia sekolah. Hal ini
sering tergantung pada tingkat keparahannya. Beberapa tanda yang paling sering adalah:
1. Sikapnya agresi.
2. Ketergantungan.
3. Penarikan dari kegiatan atau lingkungan sosial.
4. Perilaku mencari perhatian.
5. Depresi selama masa anak dan remaja.
6. Kurangnya kontrol impuls.
7. Pasif.
8. Kecenderungan melukai diri.
9. Sikap keras kepala.
10. Rendah diri.
11. Rendahnya toleransi terhadap frustasi.
12. Gangguan psikotik.
13. Kesulitan dalam perhatian.
Tanda-tanda fisik dapat berupa perawakan pendek dan gambaran wajah yang terbelakang.
Namun, tanda-tanda fisik ini tidak selalu hadir ada.
2. Pencegahannya
Terjadinya retardasi mental dapat dicegah. Pencegahan retardasi mental dapat dibedakan
menjadi dua: pencegahan primer dan pencegahan sekunder.
a. Pencegahan Primer
Usaha pencegahan primer terhadap terjadinya retardasi mental dapat dilakukan
dengan:
1) pendidikan kesehatan pada masyarakat,
2) perbaikan keadaan sosial-ekonomi,
3) konseling genetik,
4) Tindakan kedokteran, antara lain:
a) perawatan prenatal dengan baik,
b) pertolongan persalinan yang baik, dan
c) pencegahan kehamilan usia sangat muda dan terlalu tua.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder terhadap terjadinya retardasi mental dapat dilakukan dengan
diagnosis dan pengobatan dini peradangan otak dan gangguan lainnya.
E. Identifikasi dan Assessment
Ada beberapa cara untuk melakukan identifikasi anak tunagrahita, diantaranya adalah:
observasi, tes buatan, tes psikologi.
1. Observasi
Observasi merupakan metode yang tertua diantara metode-metode yang digunakan untuk
mengenali anak atau orang dewasa yang tunagrahita. Metode ini membutuhkan waktu yang
relative lama, tetapi memberikan hasil yang lebih lengkap dibandingkan dengan metode lain.
observasi bisa juga untuk melengkapi hasil tes dari psikolog, karena hasil tes belum tentu
menunjukkan keadaan anak yang sebenarnya. Sebelum melakukan observasi seorang observer
harus memahami dulu perkembangan rata-rata anak pada umumnya .
Ada dua macam bentuk observasi. Pertama membiarkan anak hidup dalam lingkungan
yang wajar, observer hanya mencatat gejala-gejala yang timbul selama observasi. Supaya
observasi lebih terarah harus memiliki pedoman observasi. Pedoman observasi ini dapat dibuat
dengan mengacu pada perkembangan rata-rata anak pada umumnya. Cara ini tidak selamanya
efektif karena memerlukan waktu yang cukup banyak. Kedua, supaya lebih efektif observer
menciptakan lingkungan kondisi lingkungan yang dapat menarik perhatian anak sehingga anak
mau bicara, melakukan sesuatu dan lain sebagainya.
2. Tes Buatan Guru
Tes buatan adalah tes yang dibuat oleh guru atau orang yang berkepentingan untuk
mengenali anak tunagrahita. Supaya hasil tes lebih lengkap dan akurat akan lebih baik bila disertai
dengan observasi. Tes bisa dibuat berdasarkan pada tugas-tugas perkembangan yang harus dilalui
anak pada masa-masa perkembangannya. Pada pelaksanaannya anak diminta untuk mengerjakan
tugas-tugas perkembangan yang sesuai dengan umurnya, apabila anak belum dapat maka anak
diberi tugas unuk umur sebelumnya sebaliknya apabila anak mampu untuk mengerjakan tugas
perkembangan yang sesuai dengan umurnya maka dilanjutkan pada tugas perkembangan untuk
umur di atasnya. Untuk mendapatkan hasil yang optimal maka dalam pelaksanaan tes harus
diciptakan kondisi yang membuat anak nyaman dan tidak terbebani oleh keberadaan tester
sehinggan membuat anak gugup dan tidak melaksanakan tugasnya.
3. Tes Psikologi
Tes psikologi merupakan salah satu alat untuk mengenali apakah seorang anak mengalami
ketunagrahitaan atau tidak. Tes psikologi yang dipergunakan adalah tes kecerdasasan. Tes ini
lebih obyektif karena materi tes sudah diujicobakan sehingga 70% memenuhi persyaratan,
prosedur pelaksanaannyapun diatur, termasuk cara pengolahan hasil tes, sehingga akan
mengurangi bias pada hasil tes.
Tes kecerdasan akan lebih baik apabila disertai dengan tes kematangan sosial, mengingat
kenyataannya bahwa seseorang dikatakan tunagrahita apabila mengalami keterlambatan dalam
kecerdasan dan disertai hambatan dalam prilaku adaptifnya. Tes kecerdasan yang ada dewasa ini
lebih banyak yang dikembangkan di luar negeri, oleh karena itu dalam penggunaanya harus hati-
hati, karena lingkungan fisik dan lingkungan sosial dan budaya serta kondisi ekonomi masing-
masing negara seringkali tidak sama. Supaya tes-tes yang dikembangkan di luar negeri bisa
digunakan maka perlu adaptasi dengan kondisi setempat. Diantara tes-tes psikologi yang banyak
digunakan adalah tes buatan Binet yang kemudian direvisi di Stanford University sehingga disebut
Test Stanford-Binet, Wechsler Intelligence Scale for Children (WISC) dan Raven’s Matrices.
F. Pendekatan dalam Pembelajaran
Strtegi pembelajaran anak tunagrahita ringan yang belajar di sekolah umum akan berbeda
dengan strategi anak tunagrahita yang belajar di sekolah luar biasa. Strategi yang dapat digunakan
dalam mengajar anak tunagrahita antara lain;
1. Strategi pembelajaran yang diindividualisasikan
2. Strategi kooperatif
3. Strategi modifikasi tingkah laku
Metode Pengajaran
Metode pengajaran yang dapat digunakan adalah metode ceramah oleh guru seperti pada
tingkat Sekolah Dasar lainnya. Dalam hal ini guru menerangkan materi yang diajarkan. Setelah itu
guru dapat melakukan tanya jawab dengan murid sehingga murid lebih mampu untuk mengerti apa
yang diajarkan. Guru juga bisa menggunakan alat peraga untuk beberapa pelajaran agar anak lebih
tertarik untuk belajar dan mampu untuk mengingat lebih baik materi pembelajarannya. Setiap
minggunya juga dapat dibuat pelaporan kinerja sehingga guru dapat mengetahui perkembangan anak
secara baik juga memberikan reward bagi anak yang berkembang dengan baik dan disiplin dalam
kelas.