Anda di halaman 1dari 23

BAB II

PEMAHAMAN OBJEK PERANCANGAN

2.1. Kajian Tapak dan Lingkungan


Kabupaten Tulungagung merupakat salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi
Jawa Timur Indonesia. Begitu juga pusat pemerintahan Kabupaten Tulungagung
berada di Kecamatan Tulungagung. Tulungagung juga terkenal sebagi satu dari
beberapa daerah penghasil marmer terbesar di Indonesia. Dan terletak 154 km barat
daya dari kota Surabaya ibu Kota Provinsi Jawa Timur. Begitu juga secara topografi
Tulungagung terletak pada ketinggian 85 m di atas permukaan laut (dpl). Bagian
barat laut Kabupaten Tulungagung merupakan daerah pegunungan yang merupakan
bagian dari pegunungan wilis-Liman. Bagian tengah merupakan dataran rendah
sedangkan bagian selatan merupakan pegunungan yang merupakan rangkaian dan
pegunungan kidul. Sedangkan di tengah Kabupaten Tulungagung seakan – akan
terbelah menjadi dua oleh kali ngowo anak kali brantas. Kali ini sering disebut
dengan kali parit taya dari rangkaian kali parit agung.

Kajian tapak dijabarkan sebagai berikut :


1. Wilayah tapak berada di area pendidikan.
Dengan seperti itu meseum juga menjadi
sarana penunjang untuk para pelajar
dalam menggali informasi.
2. Tapak berada di wilayah pusat
pemerintahan. Tapak di ambil dekat
sarana pemerintahan yaitu Dinas
Pendidikan Pemuda dan Olahraga, Dinas
Perikanan dan dekat dengan Pusat Kota
(Aloon – Aloon)
3. Memiliki tingkat kebisingan yang rendah.
Meski berada di jalur utama, keberadaan
Gambar 2.1. Foto Udara Mep Wilayah Site tampak menuju kearah pantai selatan,
Sumber : Internet, Google Map
sehingga jalur didepat tapak tidak terlalu
ramai.

6
2.1.1. Lokasi Tapak
Lokasi perancangan terletak di Jl. Ki Mangung Sarkoro 21-29. Lokasi tapak
strategis dimana jalan raya tersebut tehubung secara langsung dengan pusat kota
Kabupaten Tulungagung.

2.1.2. Bentuk dan Topografi Tapak


Dilihat dari peta secara makro tapak berada di lahan datar diarea persawahan.
Sehingga tapak tidak memiliki kontur.
Lokasi Tapak

Gambar 2.2. Foto Udara Makro Wilayah Site Topografi


Sumber : Internet, Google Map

Potensi tapak dilahat datar mempermudah berlangsungnya tahap perancangan.


2.1.3. Ukuran Tapak dan Jalan

Gambar 2.3. Ukuran Tapak dan Jalan


Sumber : Dokumen Pribadi

7
2.1.4. Potensi Lingkungan tapak

Potensi lingkungan tapak berada di


wilayah persawahan. Sehingga memiliki
suasana yang sejuk. Dan tidak memiliki
kepadatan permukiman.
Potensi tersebut menjadikan pemilihan
tapak untuk digunakan sebagai lokasi
perancangan museum sejarah dan
budaya Kab. Tulungagung.

Gambar 2.4. Foto Udara Wilayah Site


Sumber : Internet, Google Map

2.1.5. Potensi Lalu Lintas dan Sekitarnya


Lalu lintas di sekitar tapak tidak terlalu padat. Jalan akses di sekitar tapak menuju
ke arah selatan yaitu pantai. Lalu lintas akan mengalami kepadatan hanya waktu jam
berangkat kerja dan jam pulang kerja. Mengingat dari arah selatan pengguna jalan
pergi menuju ke arah kota. Begitu juga jalan raya didominasi oleh pelajar yang
menuju tempat sekolah disekitar tapak yang dimana menjadi tempat pendidikan.

2.2. KAJIAN FUNGSI


2.2.1. Definisi Judul
Perancangan Arsitektur Museum Sejarah dan Budaya Kab. Tulungagung dengan
pendekatan lokalitas setempat menggunakan tema tradisional yang tentunya di
kemas dalam bingkai modern. Maka dalam hal ini perlu diuraikan secara detail

8
definisi judul yang di ambil masing – masing kata dalam penyusunan judul tersebut
antara lain :
Museum
a. Web resmi International Council of Museum menyebutkan bahwa
pengertian museum telah berkembang sejalan dengan perkembangan
masyarat. Tapi pada Konferensi Umum ke 21 di Wina, Austria pada
tahun 2007, menyatakan bahwa sebuah museum adalah non-profit,
sebagai institusi permanen dalam pelayan masyarakat terbuka untuk
umum yang bersifat melestarikan, penelitian, berkomunikasi dan
pameran warisan untuk tujuan pendidikan, studi dan kenikmatan.
b. Depatemen P dan K dalam SK Mendikbud no.093/0/1973
menyebutkan museum seagai lembaga penyelanggaraan
pengumpulan, perawatan, pengawetan, penyajian, penerbitan hasil
penelitian dan pemberian edukasif kultural tentang benda yang
bernilai ilmiah.
c. Dalam buku Data Arsitektur Jilid II juga disebutkan bahwa museum
bukan hanya sebagai tempat untuk mengadakan suatu pameran saja,
melainkan juga sebagai pusat kebudayaan.
d. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Museum adalah tempat
menyiman benda – benda berserjarah.
e. Menurut Buku Oxfod Eksiklopedia Pelajar, museum adalah sebuah
tempat untuk menyimpan dan memamerkan benda, gambar dan
tulisan dari masa lalu.

Sejarah
a. Sejarah secara harafiah berasal dari bahasa Yunani historia yang berarti
pengetahuan yang didapat dari penelitian. Secara luas sejarah adalah
rekaman pengetahuan tentang masa lalu. Rekaman pertistiwa dalam
diwujudkan dalam bentuk tulisan manual (manuskri) maupun symbol,
cetakan, rekaman suara, rekaman gambar atau format digital untuk

9
sejarah yang dituliskan logika bersifat subyektif karena tergantung pada
perspektif sejarawan maupun ke inginan penulis sejarah.
b. Mohammad Hata mengungakapkan arti sejarah didalam bukunya
“Pengantar ke Jalan Ilmu Pengetahuan” bahwa sejarah wujudnya
memberikan pengetahuan dari pada masa yang lalu”, Ia
menggambarkan suatu ideal tipe bentuk rupa dari masa itu bukan
gambaran yang di mudahkannya tetapi supaya kita mengenali
rupanya.
c. Roeslan Adbul Gani di bukunya yang berjudul “Sosialisme
Indonesia” cetakan ke V memaparkan arti dari sejarah ialah suatu
bidang ilmu yang meneliti dan menyelidiki secara sistematis dan
keseluruhan perkembangan masyarakat serta kemanusiaan di
masa lampau, beserta segal kejadian – kejadiannya dengan
maskud untuk kemudian menilai secara kritis seluruh hasil
penelitian dan penyelidikan untuk akhirnya di jadikan
pembedaharaan pedoman bagi penilaian penentuan keadaan
sekarang serta arah progam masa depan.
d. Bern Helm dalam Lehr Buch Der Historischen Methode Under
Geschicthtsphlosophie cetakan ke VI di halaman 9. Sejarah
merupakan suatu hal yang menyelidiki menceritakan peristiwa-
peristiwa dalam waktu dan ruang yang di hubungkan dengan
perkembangan aktivitas manusia baik itu secara individu atau pun
kelompok sebagai kehidupan masyarakat dalam hubungan
timbale balik rohani atau jasmani.
e. Baverley Southgate (1996) pengertian sejarah dapat didefinisikan
sebagai “studi tentang peristiwa di masa lampau.”Dengan
demikian,sejarah merupakan peristiwa faktual di masa
lampau,bukan kisah fiktif apalagi rekayasa. Definisi menurut
Baverley Southgate merupakan pemahaman paling sederhana.
Pengertian sejarah menurut Baverley menghendaki pemahaman
obyektif terhadap fakta-fakta historis. Metode penulisannya

10
menggunakan narasi historis dan tidak dibenarkan secara analitis
(analisis sejarah).

Budaya
a. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yang berarti
buddayah, merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal)
diartikan sebagai hal – hal yang berkaitan dengan budi dan akal
manusia. Dalam bahasa inggris kebudayaan disebut culture yang
berasal dari kata latin colere yaitu mengolah atau mengerjakan. (Ibid
Hal 153) Hal yang sama juga diungkapakn oleh Kuntijaraningrat.
b. Seorang ahli ernama Ralph Linton yang memberikan definisi
kebudayaan yang berbeda dengan pengertian kebudayaan dalam
kehidupan sehari – hari “kebudayaan adalah seluruh cara kehidupan
dari masyarakat dan tidak hanya mengenahi sebgaian tata cara hidup
saja yang di anggap lebih tinggi da lebih diinginkan.
c. Semenara Selo Soemardjan dan Soeleman Soermardi merumuskan
kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat.
Karya –karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan
kebendaan atau kebudayaan jasmaniah yang diperlukan oleh
manusia untuk menguasai alam sekitarnya agar kekuatan serta
hasilnya yang dapat diabadikan untuk keberluan masyakarat.
2.2.2. Kajian Fungsi Sejenis
Museum bagi masyarakat sangatlah penting. Peradapan suatu bangsa dapat
dilihat dari museum – museum yang dimiliki (Suratmi) 2020 . Manfaat museum
bagi penduduk peribumi merupakan cerminan dari nenek moyangnya. Pendapat
Drs. Djoko Soekiman dalam ungkapannya mengajak agar semua merasa
berbahagia karena memiliki berbagai museum yang bisa dikunjungi.

(Suratmi Museum sebagai wahana pendidika sejarah, masyarakat sejaran


Indonesia cabang yohyakarta, 2020)

Sebagai gambaranya dibawah dikemukakan tentang fungsi dari museum itu


sendiri :

11
1. Tempat Rekereasi
Museum dengan benda – benda koleksi berupa seni dan budaya yang
mengandung unsur nialai – nilai bersejarah yang indah, antic merupakan penawar
bagi para pengunjung yang sudah mengelabuhi jiwanya untuk mencoba mencari tahu
benda – benda tersebut.

2. Tempat Ilmu Pengetahuan


Dibalik benda – benda koleksi tersebut tentunya menyimpan banya cerita
yang mampu mengajak para cendekiawan untuk mengungkap sebuah rahasia yang
tersembunyi. Oleh karenanya musim menjadi alamat yang sangat tepat dalam
bidnag penelitian, penyelidikan, dan menambah wawasan ilmu pengetahuan.

3. Sumber Informasi
AC Parker seorang Museolog Amerika Serikat menyatakan bahwa museum
juga menjadi lembaga yang secacara aktif melakukan tugas dalam menerangkan
dunia manusia dan alam. Sepertihalnya menjelaskan semua perjuangan suatu
bangsa maupun peradapan.

4. Sebagai Pendidikan Kebenaran


Museum bukan hanya buat sarana kelompok anak – anak mahasiswa,
lingkum yang lebih luas mampu memberikan pandangan kehidupan yang lebih
luas soal sejarah dan budaya masa lampau yang tak boleh di hapus atau dibutakan.

Selain itu hasil musyawarah umum ke -11 (11th General Assembley


International Council Of Museum (ICOM) pada tanggal 14 Juni 1974 di Denmar
fungsi museum ada 9 seagai berikut :

1. Pengumpulan dan pengamana warisan alam dan budaya


2. Dokumentasi dan penelitian ilmiah
3. Konservasi dan presvasi
4. Penyebaran dan pemerataan ilmu untuk umum
5. Pengenalan dan penghayan kesenian
6. Pengenalan kebudayan antar daerah dan atar bangsa
7. Visualisasi warisan alam dan budaya

12
8. Cerminan pertumbuhan peradapan manusia, dan pembangkitan rasa
takwa serta syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Selain itu fungsi utama (standar bangunan museum) yang haru sdimiliki oleh
sebuah museum (A good Museum Includes These Basic Function) (Sumber :
Majalah Ilmu Permuseuman, 1988) adalah :
1. Fungsi Kuraterial ( Curatorial)
2. Fungsi Pmeran (Display)
3. Fungsi Persiapan Pameran (Display Preparation)
4. Fungsi Pendidikan (Education)

Dari fungsi – fungsi yang sudah dijabarkan bahwa museum menjadi sarana
dan prasarana dalam menunjukan warisan sejarah budaya yang dinamis terus
berkembang. Sebagai tempat pembelajaran untuk mengetahui ilmu pengetahuan baru
untuk masyarakat umum. Serta memperkuat nilai – nilai budaya agar memiliki
kepribadian kebangsaan, mempertebal harga diri dan memperkokoh semangat
persatuan akan sejarah – sejarah masa lampu tetap menjadi cerminan menuju
peradapan masa yang akan datang.

2.2.3. Kesimpulan Kajian Fungsi


Perancangan Museum Sejarah dan Budaya Kab. Tulungagung adalah sebuah
sarana prasarana gedung yang mampu menunjang dalam pengumpulan, perawatan,
pengawetan, penyajian, penerbitan hasil penelitian dan pemberian edukasif kultural
tentang benda yang bernilai ilmiah. Seagai sarana pameran untuk menampilkan nilai
sejarah dari masa ke masa, yang diwujudkan dalam bentuk tulisan manual (manuskri)
maupun symbol, cetakan, rekaman suara, rekaman gambar atau format digital yang
bisa diwujudkan dalam cerita – cerita peristiwa masa lalu. Begitu juga kebudaya
menjadikan khas dari daerah dimana perancangan ini di bangun. Menerapkan dan
memberikan informasi dari hasil karya, rasa dan cipta masyarakat maupun nenek
moyang yang sudah mendahului. Nilai lokaslitas setempat menjadikan bentuk
penyesuai terhadap lingkungan budaya yang tidak bisa di tinggalkan bahkan dihapus

13
atau bahkan di masuki budaya – budaya luar.

2.3. KAJIAN TEMA


Masyarakat tradisional memiliki norma, kaidah dan tatacara dalam melakukan
aktifitasnya dalam bekehidupan berkelompok. Maka dalam usaha menjadi identitas
budaya yang dapat diterapkan pada setiap bangunan arsitektur tradisional memiliki
ciri – ciri yang penerapannya pada bangunan menerapakan unsur – unsur budaya
local dan nilai – nilai moral yang terkadung.

Tema tradisional menjadi bentuk perwujudan sejarah dan warisan leluhur yang
perlu dijadikan sebagai bahan pembelajaran. Begitu juga pengaruh iklim di Indonesia
juga menjadi bagian dari dasar bentukan atap bangunan yang bertema tradisional
yang tidak terlalu landai untuk mengurangi suhu yang panas didalamnya. Selain itu
dinding – dinding terbuka yang menjadi khas dari bangunan tradisional, dalam hal
ini dinding – dinding disetiap ruangan hanya menjadi pembatas yang tidak menutup
rapat ke bidang bawah (lantai) dan bidang atas (atap) guna menambah sikulasi atau
ventilasi udara.

Sedangkan pengaruh arsitektur tradisional (dalam hal ini jawa) ditemukan ciri
yang lebih menonjol melalu ornament pada bangunannya, organisasi ruang yang
mewadahi kebutuhan penghuni ruang dan pemaknaan manusia yang menghargai
alam nusantara serta peran social masyarakatnya. Tak hilang nilai petuah, dan pitutur
budaya jawa yang selalu menjiwai pemaknaan disetiap bangunannya. Nilai – nilai
dalam penerapan Masyarakat Tradisional diatas menjadi kearifan local yang
terkadung dalam konsep budaya jawa merupakan hasil dari representasi hubungan
manusia dengan Tuhan, manusia dengan alam, manusia dengan manusia sebagai
mahkluk social, manusia sebagai pribadi individu.

Tidak heran jika didalam merencanakan bangunan tradisional pada era budaya
Hindu Jawa, selalu menerapakan atau mewujudkan mitos dari macapat terkait
penjuru mata angin sebagai simbol orientasi dalam membangun bangunan. Karena
setiap arah mata angin tersebut masing – masing bernaungan dewa – dewa sebagai
unsur kosmologi budaya jawa (Ronald,2000:38). Orientasi pada umumnya

14
masyarakat jawa dalam membangun rumah memakai sumbu kosmis Utara – Selatan,
sedangkan Timur-Barat adalah sumbu kosmis milik bangsawan dan keraton yang
dibedakan. Dari arah orientasi yang benar dipercaya akan mendatangkan
keberuntungan dana kebahagiaan.

Rumah Jawa terdiri dari beberapa massa [Prijotomo, 1999], antara lain:‘Griya
Regol’ , gapura, gerbang masuk, maknanya yaitu tatakrama antara yang tua ke yang
muda, yang kecil ke yang besar. ‘Griya Wingking’, omah mburi, bangunan pemilik
rumah. ‘Griya Ngajeng’, pendopo, omah ngarep. ‘Griya Pawon’, dapur. ‘Griya
Ghandhok’, bangunan tambahan, lumbung, kandang. ‘Gedhogan’, kandang kuda.
‘Pagongan’, bangunan untuk memainkan gamelan. ‘Pringgitan’, bangunan antara
griya ngajeng dan griya wingking. ‘langgar’,’sanggar pamujan’, tempat
sembahyang. Rumah joglo pada konsep awalnya memakai material kayu pada
struktur dinding dan atapnya. Pemakaian dinding satu bata pada rumah jawa
merupakan pengaruh arsitektur Kolonial yang merupakan representasi tingkat sosial
ekonomi.

Begitu juga ciri – ciri dari arsitektur tradisional bisa di lihat dari :

1. Atap (Bentukan atap tradisional jawa terbagi menjadi 5 macam yaitu


panggang pe, kampung, limasan, joglom tanjung (Satwiko,2013)
2. Kolom (Soko guru menjadi struktur utama pada bangunan, biasanya soko
guru ini menjadi bagian inti yang sangat mewah dengan ukiran dan bentuknya
yang mewakili dari bangunan itu sendiri. Soko guru berbentuk balok/kota
dengan menggunakan material kayu)
3. Dindin (Dinding tidak menyentuh pada bidang bawah atau bidang atas,
material yang sering dijumpai yaitu kayu, bambo dan terakota
(Satwiko,2013). Dinding memiliki tinggi dengan skala akrab
4. Lantai (Elevasi Lantai menjadi cerminan dari tingkat social penghuni rumah.
5. Pintu Jendela (Bukaan jendela relative kecil (Satwiko, 2013) dan jendela
memiliki jalusi dengan bukaan ke samping dengan material kayu. Pintu
terletak pada sudut tengah sedangkan jendela dikanan dan dikiri.
6. Plafon (Tanpa Plaon, atap lebih di ekspos sebagai elemen estetika interior)

15
7. Struktur bangunan bungkar pasang atau Knock down
8. Ornament menyesuaikan isi dari makna yang di inginkan biasanya ornament
– ornament ini menggunakan unsur – unsur tumbuhan dan hewan yeng
mengartikan hubungan manusia dengan alam. Maupun ornament – ornament
lainnya.

Dari penjabaran di atas tentu arsitektur tradisional sangat penting sekali dalam
pembangunan yang ada di wilayahnya masih – masih. Karena Arsitektur tradisional
sendiri mulai luntur dan goyang karena masuknya arsitektur Eropa dan Amerika.
Sehingga budaya dari daearah tersebut terekspost dan mampu memberikan nilai –
nilai moral dan edukasi yang terkandung.

Dalam arsitektur tradisional Jawa, pola atau susunan ruang merupakan hal yang
sudah baku. Hal ini dapat diamati bahwa di semua rumah tinggal yang berarsitektur
tradisional mempunyai pola atau susunan yang sama, baik ditinjau dari hirarkis
ruangnya maupun dari fungsi ruangnya. Di dalam konsepsi arsitektur Jawa, setiap
ruang masing-masing mempunyai fungsi yang berbeda-beda yang ditentukan oleh
pemikiran alam mikro dan makro kosmos, dengan demikian tentu mempunyai
konsekwensi logis terhadap kegiatan yang dilakukan di dalam ruang tersebut.
Disamping itu konsepsi arsitektur tradisional menurut makna/nilai terhadap
pandangan makro dan mikro kosmos dibagi dalam urut-urutan dari yang umum yang
bersifat profan menuju sampai pada yang khusus yang bersifat sakral atau dalam
arsitektur kini biasa dikatakan sebagai pribadi dalam arti yang lebih (mempunyai satu
nilai kesucian yang tinggi). Seperti yang diungkapkan Mangunwijaya (1988, 106-
113):

Seperti yang dikatakan oleh Suseno (1983 : 38-69) keluarga Jawa selalu bersikap
menghindari adanya konflik dan hal ini kemudian disebut sebagai prinsip kerukunan
dan sikap ormat (hormat) yang juga diartikan segala sesuatu dapat dilakukan dengan
cara musyawarah. Oleh karena itu apapun, bagaimanapun keadaannya (mangan ora
mangan) tetap bersatu dalam suasana yang tenteram dan damai itu yang menjadi
falsafahnya.Hal yang kedua yang menyatakan pentingnya fungsi sebuah rumah bagi

16
orang Jawa adalah sebagai reproduksi, prokreasi, rekreasi dan produksi. Oleh karena
itu suatu bangunan rumah termasuk ruang-ruang yang ada di dalamnya
membutuhkan suatu luasan yang cukup besar sesuai dengan kebutuhan dan
pandangan hidup masyarakat suku Jawa pada waktu itu.

Tempat/ruang yang cukup besar untuk berkumpul dengan keluarga menjadi


penting peranannya, tidak saja untuk kalangan atas/tertentu tetapi juga untuk rumah-
rumah biasa (rumah tani desa tradisional) (Mangunwijaya, 1988:106). Pandangan
hidup sebagian besar masyarakat suku Jawa masih berorientasi pada konsep-konsep
tentang nilai-nilai tradisional, walaupun mereka sudah hidup dalam era kebudayaan
moderen dan tinggal dikota-kota besar.

Keadaan ini dapat terlihat seperti misalnya pengolahan ruang, pemakaian


elemen-elemen bangunan yakni : pemakaian gebyok sebagai penyekat ruang,
pemakaian pintu jendela yang diukir dengan ukir-ukiran Mataraman , demikian juga
pola-pola ruang yang disebut pendopo banyak dipakai oleh kantor-kantor pemerintah
seperti di kalurahan maupun kecamatan dan balai-balai pertemuan yang berfungsi
untuk perayaan-perayaan umum misalnya pernikahan dsb.

Pemakaian elemenelemen bangunan dan pengolahan ruang dengan pola ruang


tradisional tersebut di atas biasanya dipakai terutama oleh masyarakat yang secara
finansial/material tercukupi, karena hal ini membutuhkan dana yang cukup besar.

3.2.1. Definisi Tema


Arsitektur Tradisional merupakan bentuk dari penerapan unsur – unsur budaya
local setempat dan nilai – nilai moral kedihupan sehari – sehari yang terkadung
didalam masyarakat yang diterapkan dalam bentukan bangunan sesuai dengan fungsi
– fungsi dan fasilitas yang mencakup aktifitas penghuni didalamnya.

2.3.2. Contoh Penerapa Tema


Adhi Nugraha (2014) mengembangkan sebuah penelitian teori transforming
tradition. Teori yang dikembangkan merupakan upaya memelihara tradisi yang di
aplikasikan dalam konteks desain. Hal ini untuk melihat bentuk tranformasi dari teori
transforming tradition dengan metode ATUMICD ATUMICS yang memiliki

17
kepanjangan Artefact Technique Utility Material Icon Concept dan Shape. Metode
ini mengatur tentang kombinasi, integrasi dan campuran unsur – unsur dari tradisi
dengan modernitas.

Artefact (A) merupakan objek yang menjadi salah satu penerapan yaitu bangunan
pendopo yang ada di Kab Tulungagung.

Tecknique (T) Menjelaskan mengenahi segala bentuk pengetahuan secara teknik.


Seperti halnya teknik produksi yang akhirnya terbentuk baik proses pelaksanaan
pengambilan sejarah maupun tujuan atau pengaruh yang dihasilkan.

Utility (U) Sebagai alat fungsional dalam hal ini penerapan tradisional
digambarkan dalam bentuk produk fisik berupa penggunaan sarana perabot
sepertihalnya kursi/meja, dengan penerapan tradisional dengan seni ukir yang
memiliki filosofi dari fungsi dan penerapan makna dalam bentuk fisik. Secara fungsi
berlaku sedangkan penerapan ketradisional menjadi khas. Dalam hal lainya
pembuatan vektilasi dan atap yang sudah di atur dan kaji secara kebutuhan dan
penyesuaikan kondisi lingkungan.

Material (M) Material mengacu pada benda fisik yang diterapkan pada bangunan
(kursi, meja, pintu, dinding, lantai, atap dsbnya) Ketradisional digambarkan dengan
penerapan material lokal yang berada di sekitar tapak dengan pemanfaatan sumber
daya alam yang ada. Sepertihalnya tanah, kayu, bambu yang dikemas dengan bentuk
dan nilai seni yang tinggi.

Icon (I) Icon merupakan sebuat simbolik yang sering di dijadikan ornamen,
dekorasi dalam deseain. Penerapan icon dalam tradisional jawa bisa menggunakan
keris, tongkat, pedang maupun flora dan fauna setempat yang menjadi bagian dari
ciri dan khas budaya setempat yang memilini nilai sejarah dalam terbuntuknya suatu
tatanan suatu daerah.

Concept (C)Faktor – faktor yang melatarbelakangi terbentuknya suatu objek


adalah konsep. Konsep diukur melalui, kebiasaan, norma, kepercayaan, karakteristik,
peranan, emosi, spiritualitas, nilai – nilai, ideologi dan budaya. Dalam hal ini

18
diterapkan dalam konsep ruang pada bangunan jawa yang memiliki nilai – nilai yang
mampu mewujudkan keberadaan dala, kehidupan.

Shape (S) Shape lebih mengaju pada benduk dan sifat visual dan fisik pada suau
objek. Yang didalamnya termasuk mengalisis tentang ukuran dan proporsi.

Teori tersebut menjadi bahan untuk melakukan objek komparasi untuk


mempermudah dalam penjabaran.

Tabel 2.1. Studi Komparasi Penerapan Teman Tradisional

Variabel Paramet Objek Nama Keterangan


er Obejek
Artefact (A) - Objek di ambil dari - -
beberapa objek yang
menerapankan tema
tradisional dalam konsep
rancangan
Tecknique (T) Tekni Pendopo Teknik ukiran
proses Kab. yang diambil di
kemampu Tulunga dalam interior
an gung Pendopo Kab.
Tulungagung
tersebut
merupakan salah
satu khas. Dimana
melalui proses
pencarian.
Biasanya ukiran
tersebut
membentuk
tumbuhan atau
hewan yang

19
menjadi ciri dan
khas di daerahnya
beserta yang
berpengaruh atau
memiliki nilai
filosofis yang
tinggi.
Utility (U) Fungsi Pendopo 1. Mengguna
kan bahan
dan Kab. alami pada
kegunaan Tulunga atap
merupakan
gung insulator
yang baik
2. Tritisan
1
lebar
sebagai
2 penghalang
matahari
3. Bagian
3 terbuka
bagian
pendopo
memungki
nkan
penghawaa
n alami.
Selain fungsi,
secara
kenyamanan
didalamnya
disajikan ornamen
ukiran – ukiran
yang
menggambarkan
nilai – nilai
kehidupan

20
Material (M) Natural Pendopo Material
Menggun Kab. menggunakan
akan Tulunga sumber daya alam
sumber gung yaitu kayu dengan
daya alam penambahan
ornamen yang
menjadikan ciri
khas dari
bangunan
tradisional
Icon (I) Visual Nangkul Sebuah simbol
ornamen o Park keris di
Tulunga wujudkan
gung dalam bentuk
Kendalb fisik dengan
ulur detail ukiran
atau ornamen
yang
mengandung
nilai filosofi.
Concept (C) Adat Rumah 1. Regol
kepercaya Joglo 2. Rana
an dan 3. Sumur
norma - 4. Langgar
normal 5. Kuncung
6. Kandang kuda
7. Pendapa
8. Longkonan
9. Seketheng
10 Pringgitan

21
11. Dalem
12. Senthong
Kiwa
13. Senthong
tengen
14. Sentong
kanan
15. Ganchok
16. Dapur
A. Halaman Luar
B. Halaman
Belakang

Shape (S) Pendopo Bentuk atap joglo


Kab.
Tulunga
gung
Sumber : Dokumen Pribadi

22
2.3.3. Kesimpulan Contoh Penerapan Tema
Dari penerapan yang dilakukan pada studi komperasi di atas bahwa pendekatan
dengan adanya kebudayaan setempat menjadi hidup dalam penerapan desain sebagai
tempat untuk berkumpul, berteduh dan menjadikan sebuah kekuatan dalam
menceritakan nilai – nilai yang terkadung secara visualisasi. Selain itu tidak lepas
akan keberadaan lingkungan yang menjadi dasar dan rumusan masalah akan
keberadaan perancangan yang selalu berdambingan dengan kondisi alam yang juga
merupakan sumber dari sebuah kehidupan.

2.4. KEBUTUHAN FASILITAS


Fasilitas di dalam museum menjadi inti dari keberadaan museum itu sendiri.
Sehingga pada tahap penetapan kebutuhan ruang dirumuskan berdasarkan hasil
literatur dengan penambahan – penambahan sesuai kebutuhan pengguna. Dengan
begitu, kelayakan fungsi mampu memenuhi kebutuhan fasilitas pengguna saat
melakukan kunjungan maupun pengelolahan.

2.4.1. Fasilitas Utama


Fasilitas utama ditetapkan berasarkan studi literatur dan kebutuhan aktifitas
pengguna. Menurut Amir Sutarga bapak permuseuman Indonesia 1 Juni 2013 bahwa
museum memiliki standar perpustakaan yang dijadikan acuan dalam perancangan
museum ini, fasilitas kegitan tersebut seperti :

a. Pengumpulan koleksi
 Pengumpulan koleksi dilakukan dengan cara operasi lapangan,
pemotretan, pembuatan film documenter dan jual beli koleksi dari
sumber tertentu.
b. Menyimpan koleksi
 Selain mengumpulan juga menyimpan dengan penampungan,
perawatan, penelitian pameran dan penggandaan (reproduksi)
c. Preservasi
 Reproduksi dengan tujuan untuk cadangan koleksi untuk
menyelamatkan koleksi aslinya

23
 Menyimpan untuk menyelamatkan koleksi asli dari factor yang
merugikan
 Regristrasi untuk pemberian dan penyusunan keterangan yang
menyakut benda koleksi
d. Observasi
 Melakukan penyeleksian calon benda sebagai persyaratan kleksi
museum
 Melakukan penelitian diluar maupun di luar laboratorium
 Melakukan perawan serta perbaikan untuk melestarikan benda
koleksi
e. Mengapresiasi
 Museum menjadi fasilitas pendidikan untuk penunjang bagi
masyarakat yang bersifat non formal
 Museum menjadi objek rekreasi dengan menyajikan acara yang
bersifat menghibur rekreatif
f. Komukasi
 Pameran menjadi komunikasi antar pelajar, mahasiswa dan untuk
masyarakat umum
 Menjadikan tempat pertemuan pengelola dengan masyarakat sebagai
penunjang kegiatan museum,
 Administrasi kegiatan komunikasi yang merupakan penetapan
kebiajaksanaan dari lembaga yang lebih tinggi.
g. Kegiatan Pengelolaan dan Servis
 Kebutuhan utama didalam museum tidak lupa akan keberadaan
petugas pengelola museum itu sendiri

2.4.2. Fasilitas Pendukung


Selain kegiatan utama ada beberapa kegiatan penunjang sepertihalnya :

a. Sebagai kegiatan rekreasi atau berwisata


Museum menjadi tempat rekreasi edukasi yang dapat menyajikan benda –
benda koleksi secara menarik tidak membosankan, bagi pengunjung hal tersebut

24
menjadi daya tarik agar wisatawan untuk mengunjungi tempat tersebut sebagai
sarana wisata edukasi.

b. Kegiatan Pendidikan dalam museum menjadi nilai tambahan dalam


menyampaikan informasi yang mampu mengedukasi masyarakat umum
c. Kegiatan Penelitian dan studi ilmiah juga menjadi kegiatan penunjang
dalam memperluas pengetahuan dari benda – benda koleksi yang dipamerkan
kepada pengunjung museum.

2.5. KEBUTUHAN KAPASITAS


Tapak memiliki luas sebesar 15.172 m2. Kebutuhan kapasitas dalam bangunan
akan dibuat secara vertikal. Dengan seperti itu akan banyak menyisakan lahan
kosong seagai halaman depan dan belakang sebagaimana ciri khas dari arsitektur
tradisional jawa itu sendiri.

2.5.1 Kapasitas Bangunan


Bangunann memiliki kapasitas luas total dihitung dari jumlah kebutuhan
ruang sebagai berikut : Jumlah kebutuhan luas kapasitas pengunjung 5771m2
Jumlah kebutuhan luas kapasitas pengelola 1304m2 Jumlah kebutuhan luas
kapasitas resvice 269 m2, Jumlah 7.344 m2

2.5.2 Kapasitas Ruang

Tabel 2.2. Kebutuhan Kapasitas Pengunjung

NO NAMA RUANG JENIS KAPASITAS


1 Parkir Pengunjung Orang Dewasa 500
Anak Kecil 200
2 Lobby Orang Dewasa 30
Anak Kecil 30
3 Loket Orang Dewasa 2
4 Ruang Antrian Orang Dewasa 30
Anak Kecil 20

25
5 Ruang Informasi Orang Dewasa 5
6 Pos Kemana Orang Dewasa 2
7 Lavatory Orang Dewasa 500
8 R. Display Teknologi Orang Dewasa 2
9 Entrance Hall Orang Dewasa 150
Entrance Hall 100
10 R. Pameran Orang Dewasa 500
Anak Kecil 200
11 R. Pameran Temporer Orang Dewasa 150
Anak Kecil 100
12 Perpustakaan Orang Dewasa 100
Anak Kecil 50
13 R. Audio Visual Orang Dewasa 150
Anak Kecil 100
14 Auditorium Orang Dewasa 250
Anak Kecil 150
15 Café/Stand Orang Dewasa 100
16 Mushola Orang Dewasa 50
17 R. Loker Orang Dewasa 25
Anak Kecil 25
18 Taman Orang Dewasa 100

Tabel 2.3. Kebutuhan Kapasitas Pengelola

NO NAMA RUANG KAPASITAS


1 R. Kurator Orang Dewasa 5
2 R. Konservasi Orang Dewasa 6
3 R. Preparasi Orang Dewasa 6
4 Loading Dock Orang Dewasa 15
5 Laboratorium Orang Dewasa 15
6 R. Rapat Orang Dewasa 50

26
7 Parkir Pengelola Orang Dewasa 50
8 Lavatory Orang Dewasa 25
9 Mushola Orang Dewasa 25
10 Dapur Orang Dewasa 10
11 Taman Orang Dewasa 25
12 R. Penyimpanan Orang Dewasa 50
13 Perpustakaan Orang Dewasa 15
14 Ruang Direktur Orang Dewasa 2
15 Ruang Tamu Orang Dewasa 3
16 Ruang Sektretaris Direktur Orang Dewasa 2
17 Ruang Kabag Administrasi Orang Dewasa 2
18 Ruang Sektretaris Kabag Orang Dewasa 2
19 Ruang Tunggu Orang Dewasa 4
20 Ruang Keungangan Orang Dewasa 2
21 Ruang Pegawai Orang Dewasa 25
22 Ruang Dokumentasi Orang Dewasa 3
23 Ruang Loket Orang Dewasa 4
24 Ruang Informasi Orang Dewasa 4
25 Ruang Collection Handling Orang Dewasa 10
26 Ruang Pengawas Orang Dewasa 2
27 Ruang Staf Perpustakaan Orang Dewasa 4
28 Ruang Penyimpanan Buku Orang Dewasa 6
29 Ruang Admin Perpustakaan Orang Dewasa 2
30 Ruang Staf Pendidikan Dan Orang Dewasa 6
Bimbingan
31 Education Center Orang Dewasa 25
32 Ruang CCTV Orang Dewasa 4
33 Pos Satpam Orang Dewasa 2
Sumber : Dokumen Pribadi

27
Tabel 2.4. Kebutuhan Kapasitas Service

No NAMA RUANG KAPASITAS


1 R. Genset Orang Dewasa 6
2 R. Penyimpanan Mesin AC Orang Dewasa 6
3 R. Pompa Air Orang Dewasa 6
4 R. Panel Orang Dewasa 6
5 Gudang Orang Dewasa 10
6 R. Peralatan Orang Dewasa 10
7 Lavatory Orang Dewasa 25
8 TPS Orang Dewasa 5
9 Taman Orang Dewasa 5
10 R. Teknisi Orang Dewasa 10
Sumber : Dokumen Pribadi

28

Anda mungkin juga menyukai