Anda di halaman 1dari 35

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN PARIWISATA

1. Pengertian Pariwisata

Menurut Undang-Undang nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan,

Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas

serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan

Pemerintah Daerah.

2. Jenis Pariwisata

Berdasarkan motivasi wisatawan serta atraksi yang terdapat di daerah

tujuan wisata maka kegiatan pariwisata dibedakan dalam dua kelompok besar

yaitu pariwisata yang bersifat massal dan pariwisata minat khusus. Jika pada

pariwisata jenis pertama lebih ditekankan aspek kesenangan (leisure) maka pada

tipe kedua penekanannya adalah pada aspek pengalaman dan pengetahuan.

3. Komponen-komponen wisata

Menurut Inskeep (1991: 38), di berbagai macam literature dimuat berbagai

macam komponen wisata. Namun ada beberapa komponen wisata yang selalu ada

dan merupakan komponen dasar dari wisata. Komponen-komponen tersebut

saling berinteraksi satu sama lain. Komponen-komponen wisata tersebut dapat

dikelompokan sebagai berikut :

a. Atraksi dan kegiatan-kegiatan wisata

Kegiatan-kegiatan yang dimaksud dapat berupa semua hal yang

berhubungan dengan lingkungan alami,kebudayaan, keunikan suatu daerah

dan kegiatan-kegiatan laincommit


yang berhubungan
to user dengan kegiatan wisata yang

menarik wisatawan untuk mengunjungi sebuah objek wisata.

Pusat Batik Solo dengan Pendekatan Kearifan Lokal Studi Kasus Kampung Batik Sondakan II - 1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

b. Akomodasi

Akomodasi yang dimaksud adalah berbagai macam hotel dan berbagai

jenis fasilitas lain yang berhubungan dengan pelayanan untuk para wisatawan

yang berniat untuk bermalam selama perjalanan wisata yang mereka lakukan.

c. Fasilitas dan pelayanan wisata

Fasilitas dan pelayanan wisata yang dimaksud adalah semua fasilitas

yang dibutuhkan dalam perencanaan kawasan wisata.

d. Fasilitas dan pelayanan transportasi

Meliputi transportasi akses dari dan menuju kawasan wisata,

transportasi internal yang menghubungkan atraksi utama kawasan wisata dan

kawasan pembangunan, termasuk semua jenis fasilitas dan pelayanan yang

berhubungan dengan transportasi darat,air, dan udara.

e. Infrastruktur lain

Infrastruktur yang dimaksud adalah penyediaan air bersih, listrik,

drainase, saluran air kotor, dan telekomunikasi.

f. Elemen kelembagaan

Kelembagaan yang dimaksud adalah kelembagaan yang diperlukan

untuk membangun dan megelola kegiatan wisata.

4. Konsep pengembangan pariwisata

Pengembangan Pariwisata merupakan suatu rangkaian upaya untuk

mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan berbagai sumber daya pariwisata

mengintergrasikan segala bentuk aspek di luar pariwisata yang berkaitan

secara langsung maupun tidak langsung akan kelangsungan pengembangan

pariwisata (Swarbrooke 1996;99). Terdapat beberapa jenis pengembangan,

yaitu : commit to user

Pusat Batik Solo dengan Pendekatan Kearifan Lokal Studi Kasus Kampung Batik Sondakan II - 2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

a. Keseluruhan dengan tujuan baru, membangun atraksi di situs yang tadinya

tidak digunakan sebagai atraksi.

b. Tujuan baru, membangun atraksi pada situs yang sebelumnya telah

digunakan sebagai atraksi.

c. Pengembangan baru secara keseluruhan pada keberadaan atraksi yang

dibangun untuk menarik pengunjung lebih banyak dan untuk membuat

atraksi tersebut dapa mencapai pasar yang lebih luas, dengan meraih

pangsa pasar yang baru

d. Pengembangan baru pada keberadaan atraksi yang bertujuan untuk

meningkatkan fasilitas pengunjung atau mengantisipasi meningkatnya

pengeluaran sekunder oleh pengunjung.

e. Penciptaan kegiatan-kegiatan baru atau tahapan dari kegiatan yang

berpindah dari satu tempat ke tempat lain dimana kegiatan tersebut

memerlukan modifikasi bangunan dan struktur.

5. Pariwisata Pusaka :

Pariwisata Pusaka adalah sebuah kegiatan wisata untuk menikmati

berbagai adat istiadat lokal, benda-benda cagar budaya, dan alam beserta

isinya di tempat asalnya yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan

pemahaman akan keanekaragaman budaya dan alam bagi pengunjungnya.

Pariwisata Pusaka merupakan salah satu bentuk pariwisata minat

khusus yang menggabungkan berbagai jenis wisata (seperti wisata bahari,

wisata alam, wisata trekking, wisata budaya, wisata ziarah dan sebagainya) ke

dalam satu paket kegiatan yang bergantung pada sumber daya alam dan

budaya yang dimiliki oleh suatu daerah. Pariwisata Pusaka atau heritage
commit
tourism biasanya disebut juga to user
dengan pariwisata pusaka budaya (cultural and

Pusat Batik Solo dengan Pendekatan Kearifan Lokal Studi Kasus Kampung Batik Sondakan II - 3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

heritage tourism atau cultural heritage tourism) atau lebih spesifik disebut

dengan pariwisata pusaka budaya dan alam.

B. TINJAUAN KAMPUNG

1. Pengertian Kampung :

a. Perkampungan merupakan bagian dari kesatuan desa. Kampung merupakan

struktur birokrasi dan administrasi yang berada I wilayah kelurahan. (Th. M.

Metz, 1939. Mangkunegaran. Analisis sebuah Kajian Jawa. Rotterdam : NV

Nijgh dan Van Ditmar )

b. Kampung adalah :

1) Suatu daerah, dimana terdapat beberapa rumah atau keluarga yang

bertempat tinggal disana

2) Daerah tempat tinggal warga menengah ke bawah di daerah kota

3) Nama alternatif untuk desa/kelurahan yang merupakan satuan pembagian

administrative daerah yang terkecil di bawah

kecamatan/mukim/distrik/banua(benua). Kampung sebagai sinonim dari

istilah desa ini dipakai di lampung (kab. Lampung tengah, Tulangbawang,

Tulangbawang Barat, Mesuji, dan Way Kanan). Papua dan Kalimantan

Timur (Berau dan Kutai Barat). Sebuah kampung dipimpin oleh seorang

Kepala Kampung (Kamponghofd) sinonim dari Kades.

4) Nama alternative untuk dusun/banjar/padukuhan/rukun kampung

(RK)/anak kampung, yang semua itu merupakan bagian dari sebuah

desa/kelurahan. Kampung sebagai sinonim dari dusun ini dipakai di Jawa,

Nusa Tenggara Barat dan tempat-tempat tertentu.

commit to user

Pusat Batik Solo dengan Pendekatan Kearifan Lokal Studi Kasus Kampung Batik Sondakan II - 4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Kampung merupakan kelompok rumah yang merupakan bagian dari kota

yang biasanya dihuni orang berpenghasilan rendah. Kemiskinan biasanya

dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang

pokok. Orang miskin memiliki beberapa ciri antara lain tidak memiliki faktor

produksi sehingga berpendapatan rendah, mereka tidak memiliki kemungkinan

untuk memperoleh produksi dengan kekuatan sendiri, tingkat pendidikan rendah,

komposisi penduduk menurut umur sebagian besar berusia muda.

2. Ciri fisik Kampung :

a. Penataan Hunian yang tidak teratur, karena pada dasarnya hunian muncul atas

kehendak masing-masing orang dan bukan dalam waktu yang bersamaan

b. Mempunyai ruang komunal yang muncul seiring dengan perkembangan

kampung

c. Fasilitas-fasilitas sosial yang menyatu dengan hunian

d. Ruang terbuka yang cukup

e. Sirkulasi kampung cenderung tegas dan majemuk

f. Jarak bangunan yang rapat memberikan kenyamanan tersendiri pada penghuni

g. Meskipun tingkat hunian padat namun aspek-aspek privasi masih terjaga,

bukan berdasarkan penataan ruang tapi muncul dari kontak sosial yang terjadi

antara penghuni

h. Kontak sosial sering terjadi pada jalur-jalur sirkulasi yang padat

i. Warna suasana kampung sering didominasi oleh mata pencaharian

3. Preseden Kampung di Indonesia :

a. Perkampungan Baduy :

Masyarakat baduy masih mempertahankan tradisi hidup sederhana


commit to user
tanpa harus mengikuti dan menggunakan peralatan modern seperti kendaraan

Pusat Batik Solo dengan Pendekatan Kearifan Lokal Studi Kasus Kampung Batik Sondakan II - 5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

bermotor, alat elektronik. Masyarakat Baduy mendiami rumah-rumah bambu

beratap rumbia yang dibangun di lembah bukit dan berbatasan dengan sungai

Ciujung yang jernih.

Gambar II. 1 : Perkampungan Baduy


Sumber : oase.kompas.com, www.flickr.com

b. Kampung Naga :

Secara administratif Kampung Naga terletak di Legok Dage, Desa

Neglasari, Kecamaan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya. Kampung ini mudah

dicapai karena terletak di samping jalan raya Tasikmalaya-Garut. Masyarakat

Kampung Naga hidup pada suatu tatanan yang dikondisikan dalam suasana

kesahajaan dan lingkungan kearifan tradisional yang lekat. Kampung ini

memiliki ciri fisik berupa rumah-rumah panggung yang berderet memanjang

dari barat ke timur. Mata pencaharian penduduk kampung Naga berasal dari

pertanian, kerajinan anyaman.

Gambar II. 2 : Kampung Naga


Sumber : kjri-sydney.org.au, indonesianvillage.com

commit to user

Pusat Batik Solo dengan Pendekatan Kearifan Lokal Studi Kasus Kampung Batik Sondakan II - 6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

4. Pengertian Kampung Wisata :

Dengan pengertian kampung yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa

kampung adalah nama alternatif untuk desa/kelurahan yang berada di kota,

sehingga pengertian kampung wisata sama dengan desa wisata. Desa Wisata

adalah suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung

yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan

tata cara dan tradisi yang berlaku (Nuryanti, 1993).

5. Kriteria Kampung wisata

a. Memiliki potensi keunikan dan daya tarik wisata yang khas (sebagai atraksi

wisata), baik berupa karakter fisik lingkungan alam pedesaan maupun

kehidupan sosial budaya kemasyarakatan,

b. Memiliki dukungan dan kesiapan fasilitas pendukung kepariwisataan terkait

dengan kegiatan wisata pedesaan, yang antara lain dapat berupa :

akomodasi/penginapan, ruang interaksi masyarakat dengan wisatawan/tamu,

atau fasilitas pendukung lainnya.

c. Memiliki interaksi dengan pasar (wisatawan) yang tercermin dari kunjungan

wisatawan ke lokasi desa tersebut.

6. Prinsip pengembangan Kampung wisata

Mengacu pada konsep pengembangan desa wisata dari Departemen

Kebudayaan dan Pariwisata (2001), maka pola pengembangan desa wisata

diharapkan memuat prinsip-prinsip sebagai berikut :

a. Tidak bertentangan dengan adat istiadat atau budaya masyarakat.

Suatu desa yang tata cara dan ada istiadatnya masih mendominasi pola

kehidupan masyarakatnya, dalam pengembangannya sebagai atraksi wisata


commit
harus disesuaikan dengan tata to user
cara yang berlaku di desanya.

Pusat Batik Solo dengan Pendekatan Kearifan Lokal Studi Kasus Kampung Batik Sondakan II - 7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

b. Pembangunan fisik untuk meningkatkan kualitas lingkungan desa.

Pengembangan pariwisata di suatu desa pada hakekatnya tidak

merubah apa yang sudah ada di desa tersebut, tetapi lebih kepada upaya

merubah apa yang ada di desa dan kemudian mengemasnya sedemikian rupa

sehingga menarik untuk dijadikan atraksi wisata. Pembangunan fisik yang

dilakukan dalam rangka pengembangan desa seperti penambahan sarana jalan

setapak, penyediaan MCK, penyediaan sarana dan prasarana air bersih dan

sanitasi lebih ditujukan untuk meningkatkan kualitas lingkungan yang ada

sehingga desa tersebut dapat dikunjungi dan dinikmati wisatawan.

c. Memperhatikan unsur kelokalan dan keaslian

Arsitektur bangunan, pola lansekap serta material yang digunakan

dalam pembangunan haruslah menonjolkan ciri khas desa, mencerminkan

kelokalan dan keaslian wilayah setempat.

d. Memberdayakan masyarakat Kampung wisata

Unsur penting dalam pengembangan desa atau kampung wisata adalah

keterlibatan masyarakat desa dalam setiap aspek wisata yang ada di desa

tersebut. Pengembangan desa wisata sebagai pengejawantahan dari konsep

Pariwisata Inti Rakyat mengandung arti bahwa masyarakat desa memperoleh

manfaat sebesar-besarnya dalam pengembangan pariwisata. Masyarakat

terlibat langsung dalam kegiatan pariwisata dalam bentuk pemberian jasa dan

pelayanan yang hasilnya dapat meningkatkan pendapatan masyarakat diluar

aktifitas mereka sehari-hari.

e. Memperhatikan daya dukung dan berwawasan lingkungan

Prinsip-prinsip pariwisata yang berkelanjutan (sustainable tourism)


commit
harus mendasari pengembangan to user
desa wisata. Pengembangan yang melampaui

Pusat Batik Solo dengan Pendekatan Kearifan Lokal Studi Kasus Kampung Batik Sondakan II - 8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

daya dukung akan menimbulkan dampak yang besar tidak hanya pada

lingkungan alam tetapi juga pada kehidupan sosial budaya masyarakat yang

pada akhirnya akan mengurangi daya tarik desa tersebut. Beberapa bentuk

keterlibatan masyarakat tersebut adalah penyediaan fasilitas akomodasi berupa

rumah-rumah penduduk (home stay), penyediaan kebutuhan konsumsi

wisatawan, pemandu wisata, penyediaan transportasi lokal, pertunjukan

kesenian, dan lain-lain.

7. Preseden Kampung Wisata :

a. Kampung Jowo di Sekatul

Kampung ini berada di Dukuh Sekatul, Desa Margosari, Kecamatan

Limbangan, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Desa Wisata Kampoeng Djowo

Sekatul ini memiliki hamparan sawah yang luas, perbukitan yang hijau, serta

sungai yang jernih di lingkungan alam pedesaan sehingga ramai dikunjungi

pengunjung . Desa Wisata ini juga dilengkapi dengan fasilitas Penginapan

Rombongan dan keluarga, Wisata Out Bound dan Edukasi, Taman bermain dan

Bumi perkemahan, Flying Fox, Tanaman hias dan Kebun buah, , Hotspot Area,

Kolam Renang , Restoran/ Warung Makan, pengadaan acara seperti Pesta Kebun,

Pernikahan, Selamatan dan Ruwatan.

Gambar II. 3: Kampung Jowo di Sekatul


Sumber : saungpost.wordpress.com, www.panoramio.com

commit to user

Pusat Batik Solo dengan Pendekatan Kearifan Lokal Studi Kasus Kampung Batik Sondakan II - 9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

C. TINJAUAN BATIK

1. Pengertian batik

Secara etimologi, kata batik berasal dari bahasa Jawa, “amba” yang berarti

lebar, luas, kain; dan “titik” yang berarti titik atau matik (kata kerja membuat titik)

yang kemudian berkembang menjadi istilah “batik”, yang berarti menghubungkan

titik-titik menjadi gambar tertentu pada kain yang luas atau lebar. Batik juga

mempunyai pengertian segala sesuatu yang berhubungan dengan membuat titik-

titik tertentu pada kain mori.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka, 2007), batik

dijelaskan sebagai kain bergambar yang dibuat secara khusus dengan menuliskan

atau menerakan malam (lilin) pada kain, kemudian pengolahannya diproses

dengan cara tertentu atau biasa dikenal dengan kain batik.

2. Sejarah batik

Sejarah pembantikan di Indonesia berkaitan dengan perkembangan

kerajaan Majapahit dan kerajaan sesudahnya. Dalam beberapa catatan,

pengembangan batik bayak dilakukan pada masa masa Mataram, kemudian pada

masa kerajaan Solo dan Yogyakarta.

Kesenian batik merupakan kesenian gambar di atas kain untuk pakaian

yang menjadi salah satu kebudayaan keluarga raja-raja Indonesia zaman dahulu.

Awalnya batik dikerjakan hanya terbatas dalam kraton saja dan hasilnya untuk

pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. Oleh karena banyak dari

pengikut raja yang tinggal di luar kraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh

mereka keluar kraton dan dikerjakan di tempat masing-masing.

Dalam perkembangannya lambat laun kesenian batik ini meluas dan ditiru
commit
oleh rakyat terdeka. Penyebaran batik to user dari istana atau keraton menjadikan
keluar

Pusat Batik Solo dengan Pendekatan Kearifan Lokal Studi Kasus Kampung Batik Sondakan II - 10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

corak dan warna batik sangat bervariasi macamnya, ada yang merupakan motif

asli dari nenek moyang bangsa kita dan ada juga yang merupakan akulturasi

dengan bangsa lain. Pada zaman penjajahan Belanda, menurut ragam hias dan

komposisi pewarnaan, batik dibagi dalam dua kelompok :

a. Batik keraton ( Batik Vorstenlanden )


 Berkembang di daerah keraton baik Yogya maupun Solo, Wonogiri,
Karanganyar, Surakarta, dan Banyumas
 Dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu-Jawa
 Memiliki motif dengan bentuk geometris
 Ragam hiasnya bersifat simbolik
 Komposisi warna yang digunakan terdiri dari sogan, indigo (biru), hitam
dan putih.
b. Batik pesisir
 Berkembang didaerah selai Keraton ( Indramayu, Cirebon, Pekalongan,
Jakarta, Lasem, Sidoarjo, Gresik, Madura )
 Dipengaruhi oleh kebudayaan Islam dan China
 Memiliki motif dengan bentuk non geometris
 Ragam hiasnya bersifat natural
 Komposisi warna yang digunakan beragam

Selain 2 kelompok sebelumnya, terdapat beberapa batik yang berkembang di


Indonesia :
 Batik keraton (telah dijelaskan sebelumnya)

Gambar II.4 : Batik Keraton


Sumber : www.agustinadewic.blogspot.com

commit to user

Pusat Batik Solo dengan Pendekatan Kearifan Lokal Studi Kasus Kampung Batik Sondakan II - 11
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

 Batik saudagaran

Gambar II.5 : Batik Saudagaran


Sumber : www.agustinadewic.blogspot.com

Motif larangan dari kalangan keraton merangsang seniman dari

kaum saudagar untuk menciptakan motif baru yang sesuai selera

masyarakat saudagar. Mereka juga mengubah motif larangan sehingga

motif tersebut dapat dipakai masyarakat umum. Desain batik Sudagaran

umumnya terkesan “berani” dalam pemilihan bentuk, stilisasi atas benda-

benda alam atau satwa, maupun kombinasi warna yang didominasi warna

soga dan biru tua. Batik Sudagaran menyajikan kualitas dalam proses

pengerjaan serta kerumitan dalam menyajikan ragam hias yang baru.

 Batik petani

Gambar II.6 : Batik Petani


Sumber : www.agustinadewic.blogspot.com

Batik yang dibuat sebagai selingan kegiatan ibu rumah tangga di

rumah di kala tidak pergi ke sawah atau saat waktu senggang. Biasanya
commit
batik ini kasar dan kagok serta to user
tidak halus. Motifnya turun temurun sesuai

Pusat Batik Solo dengan Pendekatan Kearifan Lokal Studi Kasus Kampung Batik Sondakan II - 12
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

daerah masing-masing dan batik ini dikerjakan secara tidak profesional

karena hanya sebagai sambilan

 Batik Belanda

Gambar II.7 : Batik Belanda


Sumber : www.agustinadewic.blogspot.com

Warga keturunan Belanda banyak yang tertarik dengan batik

Indonesia. Mereka membuat motif sendiri yang disukai bangsa Eropa.

Motifnya berupa bunga-bunga Eropa, seperti tulip dan motif tokoh-tokoh

cerita dongeng terkenal di sana.

 Batik Jawa Hokokai

Gambar II.8 : batik Jawa Hokokai


Sumber : www.agustinadewic.blogspot.com

Pada masa penjajahan Jepang di pesisir Utara Jawa lahir ragam

batik tulis yang disebut batik Hokokai. Motif dominan adalah bunga

seperti bunga sakura dan krisan. Hampir semua batik Jawa Hokokai

memakai latar belakang (isen-isen) yang sangat detail seperti motif parang

dan kawung di bagian tengah dan tepiannya masih diisi lagi, misalnya

motif bunga padi.

commit to user

Pusat Batik Solo dengan Pendekatan Kearifan Lokal Studi Kasus Kampung Batik Sondakan II - 13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

3. Teknik dan Peralatan Batik

a. Teknik Membatik

Berikut ini adalah proses membatik yang berurutan dari awal hingga

akhir. Penamaan atau penyebutan cara kerja di tiap daerah pembatikan dapat

berbeda-beda, namun inti yang dikerjakannya tetaplah sama.

1) Ngemplong : Ngemplong merupakan tahap paling awal atau

pendahuluan, diawali dengan mencuci kain mori. Tujuannya adalah untuk

menghilangkan kanji. Kemudian dilanjutkan dengan pengeloyoran, yaitu

memasukkan kain mori ke minyak jarak atau minyak kacang yang sudah

ada di dalam abu merang. Kain mori dimasukkan ke dalam minyak jarak

agar kain menjadi lemas, sehingga daya serap terhadap zat warna lebih

tinggi.

Gambar II.9 : Proses ngemplong


Sumber : www.BatikCintaku.com

Setelah melalui proses di atas, kain diberi kanji dan dijemur. Selanjutnya,

dilakukan proses pengemplongan, yaitu kain mori dipalu untuk

menghaluskan lapisan kain agar mudah dibatik.

2) Nyorek atau Memola : Nyorek atau memola adalah proses menjiplak

atau membuat pola di atas kain mori dengan cara meniru pola motif yang

sudah ada, atau biasa disebut dengan ngeblat. Pola biasanya dibuat di atas

kertas roti terlebih dahulu, baru dijiplak sesuai pola di atas kain mori.

commit to user
Tahapan ini dapat dilakukan secara langsung di atas kain atau

Pusat Batik Solo dengan Pendekatan Kearifan Lokal Studi Kasus Kampung Batik Sondakan II - 14
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

menjiplaknya dengan menggunakan pensil atau canting. Namun agar

proses pewarnaan bisa berhasil dengan baik, tidak pecah, dan sempurna,

maka proses batikannya perlu diulang pada sisi kain di baliknya. Proses ini

disebut ganggang.

3) Mbathik : Mbathik merupakan tahap berikutnya, dengan cara

menorehkan malam batik ke kain mori, dimulai dari nglowong

(menggambar garis-garis di luar pola) dan isen-isen (mengisi pola dengan

berbagai macam bentuk). Di dalam proses isen-isen terdapat istilah

nyecek, yaitu membuat isian dalam pola yang sudah dibuat dengan cara

memberi titik-titik (nitik). Ada pula istilah nruntum, yang hampir sama

dengan isen-isen, tetapi lebih rumit.

Gambar II.10 : Proses ngisen-iseni


Sumber : www.BatikCintaku.com

Menurut teknik dalam menorehkan malam ke kain mori, terdapat beberapa

jenis batik, yaitu :

 Batik tulis adalah kain yang dihias dengan teksture dan corak batik

menggunakan tangan dengan kata lain menggunakan canting dalam

menorehkan malam, seperti yang telah dijelaskan diatas. Pembuatan

batik jenis ini memakan waktu kurang lebih 2-3 bulan.

commit to user

Pusat Batik Solo dengan Pendekatan Kearifan Lokal Studi Kasus Kampung Batik Sondakan II - 15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar II.11 : Pembuatan Batik Tulis


Sumber : www.BatikCintaku.com

 Batik cap adalah kain yang dihias dengan teksture dan corak batik

yang dibentuk dengan cap ( biasanya terbuat dari tembaga) dengan

kata lain proses menorehkan malam (mbathiknya), dengan

menggunakan Cap dengan pola/motif tertentu, sehingga dalam proses

pembuatan batik jenis ini membutuhkan waktu kurang lebih cepat dari

batik tulis, yaitu sekitar 2-3 hari.

.
Gambar II.12 : Pembuatan Batik Cap
Sumber : www.BatikCintaku.com

 Batik lukis adalah proses pembuatan batik dengan cara langsung

melukis pada kain putih. Mirip dengan pengerjaan batik tulis, namun

batik lukis tidak menggunakan pola sebelumnya, melainkan langsung

menorehkan malam sesuai apa yang ingin dilukis oleh si pembatik.

Sebenarnya masih terdapat satu jenis lagi, yaitu Batik Printing. Kain batik

yang proses pembuatannya menggunakan mesin sehingga dalam sehari

dapat menghasilkan puluhan ataupun ratusan batik. Namun batik ini tidak

melalui proses menggunakan malam sehingga tidak bisa disebut Batik,


commit to user
hanya kain bermotif batik.

Pusat Batik Solo dengan Pendekatan Kearifan Lokal Studi Kasus Kampung Batik Sondakan II - 16
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar II.13 : Batik Printing


Sumber : www.BatikCintaku.com

4) Nembok : Nembok adalah proses menutupi bagian-bagian yang tidak

boleh terkena warna dasar, dalam hal ini warna biru, dengan menggunakan

malam. Bagian tersebut ditutup dengan lapisan malam yang tebal seolah-

olah merupakan tembok penahan.

Gambar II.14 : Proses Nembok


Sumber : www.BatikCintaku.com

5) Medel : Medel adalah proses pencelupan kain yang sudah

dibatik ke cairan warna secara berulang-ulang sehingga mendapatkan

warna yang diinginkan.

6) Ngerok dan Mbirah : Pada proses ini, malam pada kain dikerok

secara hati-hati dengan menggunakan lempengan logam, kemudian kain

dibilas dengan air bersih. Setelah itu, kain diangin-anginkan.

7) Mbironi : Mbironi adalah menutupi warna biru dan isen-isen pola yang

berupa cecek atau titik dengan menggunakan malam. Selain itu, ada juga

proses ngrining, yaitu proses mengisi bagian yang belum diwarnai dengan

motif tertentu. Biasanya, ngrining dilakukan setelah proses pewarnaan

dilakukan.
commit to user

Pusat Batik Solo dengan Pendekatan Kearifan Lokal Studi Kasus Kampung Batik Sondakan II - 17
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

8) Menyoga : Menyoga berasal dari kata soga, yaitu sejenis kayu yang

digunakan untuk mendapatkan warna cokelat. Adapun caranya adalah

dengan mencelupkan kain ke dalam campuran warna cokelat tersebut.

9) Nglorod : Nglorod merupakan tahapan akhir dalam proses pembuatan

sehelai kain batik tulis maupun batik cap yang menggunakan perintang

warna (malam). Dalam tahap ini, pembatik melepaskan seluruh malam

(lilin) dengan cara memasukkan kain yang sudah cukup tua warnanya ke

dalam air mendidih. Setelah diangkat, kain dibilas dengan air bersih dan

kemudian diangin-arginkan hingga kering.

Berdasarkan proses pembuatannya, batik dikategorikan menjadi beberapa jenis

yaitu :

 Batik Kelengan,yaitu batik yang proses pembuatannya hanya terdiri dari

satu kali proses pencelupan warna

 Batik Lorodan, yaitu batik yang proses pembuatannya terdiri dari 2

kali/lebih proses pencelupan warna dan penempelan lilin batik

 Batik Bedesan, yaitu batik yang menyerupai Battik Lorodan, namun ada

pembalikan proses penempelan lilin, yaitu ditembok dahulu baru dicelup

lantar diklowong dan dilorod.

 Batik Coletan yaitu batik yang proses pembuatannya disertai proses colet

(menyolet warna ke dalam motif tertentu menggunakan kuas/buluh

bambu)

 Batik Kerokan yaitu batik yang proses pembuatannya disertai proses

mengerok sebagian lilin perintang untuk kemudian diwarnai lagi

commit to user

Pusat Batik Solo dengan Pendekatan Kearifan Lokal Studi Kasus Kampung Batik Sondakan II - 18
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

 Batik Remekan yaitu batik yang proses pembuatannya disertai proses

meremukkan lilin yang telah menempel pada kain untuk memumculkan

motif unik

 Batik Radioan, yaitu batik yang dibuat dengan teknik cabut warna

Dan masih banyak lagi teknik mencelup dan membatik yang beraneka ragam.

b. Peralatan Membatik :

1) Gawangan : Gawangan adalah perkakas untuk menyangkutkan dan

membentangkan mori sewaktu dibatik. Gawangan terbuat dari kayu atau

bambu. Gawangan harus dibuat sedemikian rupa hingga kuat, ringan, dan

mudah dipindah-pindah.

Gambar II.15 : Gawangan


Sumber : Dokumentasi Pribadi

2) Bandul : Bandul dibuat dari timah, kayu, atau batu yang dimasukkan ke

dalam kantong. Fungsi pokok bandul adalah untuk menahan agar mori

yang baru dibatik tidak mudah tergeser saat tertiup angin atau tertarik oleh

si pembatik secara tidak sengaja.

3) Wajan :Wajan adalah perkakas utuk mencairkan malam. Wajan dibuat

dari logam baja atau tanah liat.

4) Kompor : Kompor adalah alat untuk membuat api. Kompor yang biasa

digunakan adalah kompor berbahan bakar minyak. Namun terkadang

kompor ini bisa diganti dengan kompor gas kecil, anglo yang
commit to user

Pusat Batik Solo dengan Pendekatan Kearifan Lokal Studi Kasus Kampung Batik Sondakan II - 19
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

menggunakan arang, dan lain-lain. Kompor ini berfungsi sebagai perapian

dan pemanas bahan-bahan yang digunakan untuk membatik.

Gambar II.16 : Wajan dan Kompor


Sumber : Dokumentasi Pribadi

5) Taplak : Taplak adalah kain untuk menutup paha si pembatik agar

tidak terkena tetesan malam panas sewaktu canting ditiup atau waktu

membatik.

6) Saringan Malam : Saringan adalah alat untuk menyaring malam panas

yang memiliki banyak kotoran. Jika malam tidak disaring, kotoran dapat

mengganggu aliran malam pada ujung canting.. Ada bermacam-macam

bentuk saringan, semakin halus semakin baik karena kotoran akan semakin

banyak tertinggal.

7) Canting : alat yang dipakai untuk memindahkan atau mengambil cairan,

terbuat dari tembaga dan bambu sebagai pegangannya. Canting ini dipakai

untuk menuliskan pola batik dengan cairan malam.

Gambar II.17 : Canting


Sumber : www.BatikCintaku.com

commit to user

Pusat Batik Solo dengan Pendekatan Kearifan Lokal Studi Kasus Kampung Batik Sondakan II - 20
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

8) Mori : Mori adalah bahan baku batik yang terbuat dari katun.

Kualitas mori bermacam-macam dan jenisnya sangat menentukan baik

buruknya kain batik yang dihasilkan. Mori yang dibutuhkan disesuaikan

dengan panjang pendeknya kain yang diinginkan.

Gambar II.18 : Kain Mori


Sumber : www.BatikCintaku.com

c. Bahan Membatik

1) Bahan baku :

Bahan Baku-nya adalah kain dari serat alami : kapas, sutera, rayon, dll.

Meskipun demikian, adanya perkembangan teknologi, batik dapat

dilakukan diatas kain berbahan serat tiruan. Bahan dasar Batik adalah kain

Mori. (kain putih bahan baku batik)

2) Bahan Pembantu :

Malam ( lilin batik ) yang merupakan campuran beberapa bahan sperti

paraffin, kote (lilin lebah), gondorukem, damar ( mata kucing), microwax,

lilin gladahagan (lilin bekas) dan minyak kelapa atau lemak hewan.

Berdasarkan zat warna yang digunakan, batik digolongkan menjadi 2, yaitu :

 Batik zat warna sintetis : Batik dengan jenis ini menggunakan Bahan

Pewarna sintetis untuk proses pencelupan/pewarnaan Batiknya.

Beberapa Zat Warna yang sering digunakan dalam proses pencelupan

Batik adalah ; Naftol, Indigosol, Reaktif, rapid. Tidak semua jenis Zat

Warna Sintetis bisacommit to useruntuk pewarnaan batik, hanya Zat


digunakan

Pusat Batik Solo dengan Pendekatan Kearifan Lokal Studi Kasus Kampung Batik Sondakan II - 21
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Warna Sintetis yang bisa digunakan dengan suhu dingin lah yang

cocok untuk pewarnaan Batik. Hal tersebut dikarenakan zat perintang

yang menempel pada batik saat diwarnai, berupa lilin yang notabene

mudah leleh jika bertemu suhu tinggi. Kelebihan menggunakan zat

warna sintetis, adalah praktis, cepat digunakan, mudah didapatkan.

Harga terjangkau serta memiliki warna yang variatif. Kekurangannya

adalah pengolahan limbah yang rumit.

Gambar II.19 : Batik Tulis Tasikmalaya,


Motif Kembang Kombinasi, (Naftol, Indigosol)
Sumber : www.prosesbatik.blogspot.com

 Batik Zat Warna Alam :

Batik zat warna alam adalah batik yang bahan pencelup/pewarnanya

berasal dari alam (bukan zat kimia). Pada zaman dahulu, batik

menggunakan zat warna ini sebelum munculnya zat warna sintetis

yang pada akhirnya lebih diminati karena lebih praktis. Namun seiring

berkembangnya ajakan untuk Go Green atau Back to Nature dan

semacamnya, Batik Zat Warna Alam ini mulai naik pamor lagi.

Kelebihan batik dengan zat pewarna alam, adalah ramah lingkungan,

non karsinogenik, memiliki warna pastel (soft tone). Kekurangannya

adalah memiliki proses pembuatan yang panjang serta warna yang

kurang variatif.
commit to user

Pusat Batik Solo dengan Pendekatan Kearifan Lokal Studi Kasus Kampung Batik Sondakan II - 22
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar II.20 : Batik tulis Yogya,


Motif Parang Kusumo Ceplok Mangkoro,(Soga)
Sumber : www.prosesbatik.blogspot.com

D. TINJAUAN KEARIFAN LOKAL

1. Pengertian Lokalitas

Dalam pengertian kamus, kearifan lokal (local wisdom) terdiri dari dua

kata: kearifan (wisdom) dan lokal (local). Dalam Kamus Inggris Indonesia John

M. Echols dan Hassan Syadily, local berarti setempat, sedangkan wisdom

(kearifan) sama dengan kebijaksanaan. Secara umum makna local wisdom

(kearifan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan setempat (local) yang bersifat

bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota

masyarakat.

Menurut Gobyah dalam Sartini (2004:112) mengatakan bahwa kearifan

lokal (local genius) adalah kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu

daerah. Kearifan lokal merupakan perpaduan antara nilai-nilai suci firman Tuhan

dan berbagai nilai yang ada. Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya

masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan maupun

produk budaya masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan pegangan

hidup. Meskipun bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung di dalamnya dianggap

sangat universal.

commit to user

Pusat Batik Solo dengan Pendekatan Kearifan Lokal Studi Kasus Kampung Batik Sondakan II - 23
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2. Fenomena Lokalitas

Kehidupan modern telah mengubah pola hubungan bermasyarakat menjadi

lebih individualistik, sehingga melupakan tradisi-tradisi luhur bangsa Indonesia.

Hal ini juga berlaku terhadap dunia arsitektur dimana arsitektur modern sudah

tidak berpedoman pada kearifan lokal tersebut. Sesuai dengan slogan modern

Form Follow Function dimana bangunan hanya mementingkan fungsi, sedangkan

kaedah alam untuk menciptakan bangunan yang humanis tidak didapatkan lagi.

Lokalitas bukanlah sebuah gerakan baru dalam dunia arsitektur.

Kemunculannya semakin terasa seiring gencarnya gerakan modernitas dalam

dunia ini. Lokalitas dianggap senjata yang tepat untuk menahan lajunya ruang-

ruang kapitalis dalam kehidupan manusia di dunia modern ini. Alexander Tzonis

mengungkapkan bahwa seharusnya lokalitas bukanlah sebuah tema gerakan,

namun lebih kepada conceptual device yang kita pilih sebagai alat untuk

melkukan analisis dan sintesis. Lokalitas membantu kita untuk menempatkan

identitas sebagai prioritas ketimbang intervensi internasional ataupun dogma yang

bersifat universal.

Ketua IAI Jawa Tengah, Agung Dwiyanto, dalam situs Kompas.com,

mengakui bahwa saat ini banyak arsitek asing masuk ke Indonesia yang ditandai

dengan mulai bermunculannya bangunan berarsitektur modern dan menciptakan

tren tersendiri dalam bentuk bangunan. Ia menilai fenomena itu sudah mulai

terlihat setelah perekonomian di Amerika Serikat dan Eropa turun mengakibatkan

tidak adanya pembangunan di negara tersebut, sehingga arsitek asing mulai

melirik prospek di negara-negara dunia ketiga.

Arsitektur lokal yang kaya nilai-nilai kearifan lokal lebih teruji karena
commit
telah diwariskan sejak ratusan to user
tahun lalu. Para leluhur telah melakukan

Pusat Batik Solo dengan Pendekatan Kearifan Lokal Studi Kasus Kampung Batik Sondakan II - 24
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

serangkaian proses rancang bangun hunian secara trial and error sampai

mendapatkan bentuk hunian paling pas dan nyaman dengan kondisi di wilayah

setempat. Agung Dwiyanto mencontohkan, bentuk bangunan baru di Bali yang

tetap mempertahankan filosofi kearifan lokal setempat dalam arsitektur, termasuk

ornamen-ornamen yang tetap bisa ditemukan dalam bangunan baru. Patut disadari

bahwa peran arsitek lokal dalam mempertahankan filosofi kearifan lokal dalam

bentuk bangunan tradisional sangat penting, dan sebaiknya tidak bisa langsung

mengadaptasi arsitektur modern

3. Aspek lokalitas

Menurut Lewis Mumford (1966), terdapat lima aspek dalam kita

memandang nilai Ke-Lokalitas-an, berikut penjelasannya :

a. Lokalitas bukan hanya terpaku dari kebesaran sejarah,

Menurut Mumford, bentuk-bentuk yang digunakan masyarakat sepanjang

peradabannya telah membentuk struktur koheren yang melekat dalam

kehidupannya. Mumford menekankan bahwa tugas kita tidak hanya membuat

imitasi sebuah masa lampau namun mencoba untuk mengerti dan

memahaminya. Dalam berkarya, kita tidak hanya meminjam material atau

mengopi sebuah contoh konstrksi dari sesuatu, dari berabad yang lalu, namun

kita diharuskan untuk mengetahui diri kita, tentang lingkungan untuk

menghasilkan arsitektur yang bertradisi lokal

b. Lokalitas adalah tentang bagaimana melihat bahwa seharusnya sebuah tempat

memiliki sentuhan personal untuk sebuah keindahan yang tidak terduga.

Yang terpenting dari semua yang kita lakukan adalah membuat orang-orang

merasa seperti di rumah dalam lingkungannya. Lokalitas harus dimunculkan


commit
karena memang dibutuhkan to user
sebagai sebuah jawaban terhadap kebutuhan

Pusat Batik Solo dengan Pendekatan Kearifan Lokal Studi Kasus Kampung Batik Sondakan II - 25
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

manusia. Ada kebutuhan sosial – ekonomi bahkan politik serta lingkungan

dalam jiwa lokalitas itu sendiri.

c. Lokalitas dalam perkembangannya harus memanfaatkan teknologi yang

berkelanjutan.

Sebuah tradisi adalah tinggal kenangan apabila tradisi itu tidak dapat

bernegosiasi dengan mesin-mesin teknologi. Membuat lokalitas menjadi pintar

adalah membuat lokalitas yang dapat berkelanjutan dalam teknologi yang

tepat guna.

d. Lokalitas harus memberikan kegunaan terhadap penggunanya, modifikasi

terhadap lokalitas harus dibuat bukan hanya sekedar memenuhi kebutuhan.

Lokalitas setidaknya harus dapat dikaji dalam nilai keteraturannya, kooperatif,

kekuatannya, kesensifitasannya, juga terhadap karakter dari komunitas di

mana lokalitas ingin ditempatkan.

e. Global dan Lokalitas bukanlah sesuatu yang harus dipertentangkan tetapi

mereka saling melengkapi

Mumford menekankan perlunya keseimbangan antara lokalitas dan global.

Keseimbangan di mana global menge-print mesin-mesin kapitalis sedang lokal

menge-print komunitas. Lokalitas perlu menempatkan dirinya sebagai sesuatu

yang utama dalam nilai keuniversalan.

4. Kearifan Lokal dalam Arsitektur Perkotaan dan Lingkungan Binaan

Dalam perancangan kota, penguatan akan potensi lokal menjadi salah satu

alternatif untuk mengurangi dampak permasalahan peningkatan konflik serta

adanya kesenjangan menjadi persoalan yang urgen. Perhatian terhadap potensi

lokal arsitektur kawasan sebagai “daya tarik serta keunggulan” kota menjadi
commit
penyeimbang sinergi globalisasi lokal to user 1977). Kekuatan dari kearifan lokal
(Eade,

Pusat Batik Solo dengan Pendekatan Kearifan Lokal Studi Kasus Kampung Batik Sondakan II - 26
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

tersebut berupa nilai masa lalu atau saat ini maupun perpaduan dari keduanya

yang memiliki signifikasi dan keunikan. Kenyataan kota-kota dalam masa

sekarang ini cenderung kehilangan kekuatan tradisi kelokalannya yang semakin

larut masuk dalam dinamika global.

E. TINJAUAN URBAN DESAIN

1. Pengertian urban desain :

Istilah perancangan kota (urban design) mempunyai arti yang berbeda-

beda di negara yang satu dengan di negara yang lain, bahkan juga berbeda beda

antar pribadi.

 Minaret Branch (1995: 201) mengatakan bahwa: “Di dalam perencanaan kota

komprehensif, perancangan kota memiliki suatu makna yang khusus, yang

membedakannya dari berbagai aspek proses perencanaan kota. Perancangan

kota berkaitan dengan tanggapan inderawi manusia terhadap lingkungan fisik

kota: penampilan visual, kualitas estetika, dan karakter spasial”.

 Harry Anthony (dalam buku Antoniades, 1986: 326) memberi pengertian

bahwa perancangan kota merupakan pengaturan unsur-unsur fisik lingkungan

kota sedemikian rupa sehingga dapat berfungsi baik, ekonomis untuk

dibangun, dan memberi kenyamanan untuk dilihat dan untuk hidup di

dalamnya.

 Frederick Gutheim (dalam Antoniades, 1986: 326) menyatakan bahwa

perancangan kota (urban design) merupakan bagian dari perencanaan kota

(urban planning) yang menangani aspek estetika dan yang menetapkan

tatanan (order) dan bentuk (form) kota.

commit to user

Pusat Batik Solo dengan Pendekatan Kearifan Lokal Studi Kasus Kampung Batik Sondakan II - 27
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

 Selanjutnya, Antoniades (1986: 326) juga mendukung pendapat di atas bahwa

perancangan kota menangani permasalahan keindahan kota yang tercermin

dari fisik kota yang dirancang oleh perancang kota.

Dari beberapa definisi di atas dapat ditarik beberapa “kata kunci” tentang

perancangan kota, yaitu:

a. Pengaturan unsur fisik lingkungan kota.

b. Berkaitan dengan tanggapan inderawi, yaitu aspek estetika/keindahan,

penampilan visual.

c. Merupakan bagian dari perencanaan kota *.

* (Sebagai catatan: kunci ketiga di atas masih menjadi perdebatan antara para perencana kota

dan para arsitek.)

2. Gambaran Urban Desain :

Pada skala kawasan, menurut Branch (1995: 201-202), obyek perancangan

kota dapat mencakup antara lain: lingkungan suatu bangunan atau sekumpulan

bangunan, suatu taman atau plaza, boulevard atau jalur pejalan kaki, tiang lampu

atau pemberhentian bis.

Pada skala kota, menurut Lynch (196)), perancangan kota berkaitan

dengan elemen visual utama yang meliputi: tengaran (landmark),pemusatan

(nodes), kawasan (district), jejalur (paths), dan tepian (edges).

Lebih jelas lagi, Dannenbrink (dalam Branch, 1995: 200) mendeskripsikan

perancangan kota sebagai berikut:“Perancangan kota adalah proses dan hasil

pengorganisasian dan pengintegrasian seluruh komponen lingkungan (buatan dan

alam), sedemikian rupa sehingga akan meningkatkan citra setempat dan perasaan

berada di suatu tempat (sense of place), dan kesetaraan fungsional, serta


commit to user
kebanggaan warga dan diinginkannya suatu tempat menjadi tempat tinggal. Hal

Pusat Batik Solo dengan Pendekatan Kearifan Lokal Studi Kasus Kampung Batik Sondakan II - 28
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

tersebut dapat diterapkan pada berbagai seting dan kepadatan fisik, mulai dari

daerah perkotaan, pinggiran kota, hingga pedesaan, mulai dari skala lingkungan

permukiman hingga keseluruhan daerah, dan dapat terpusatkan pada

permasalahan kota secara keseluruhan atau komponen khusus, misalnya

lingkungan permukiman, pusat bisnis, sistem ruang terbuka, atau karakter jalan

utama”.

Sebagai gambaran proyek perancangan kota adalah Pengembangan

Kawasan Malioboro, Yogyakarta, yang mengatur antara lain fasade dan

ketinggian bangunan-bangunan di sepanjang jalan Malioboro tersebut. Contoh

lain: perancangan kampus UGM, dan perancangan kawasan sekitar Monumen

Yogya Kembali (Yogyakarta). Di bawah ini beberapa gambaran “proyek”

perancangan kota yang diangkat dari beberapa pustaka:

Gambar II.21 : Usulan Pembangunan kembali pinggiran Wilmington City


Center, Delaware Hasil kerja mahasiswa Studio semester III, sebuah
sekolah Urban Design di AS, Sumber : (sumber: Pittas & Ferebee, 1982:
79, Fig. 3)

Gambar II.22 : Rancangancommit to user


jalan dengan pepohonan di tepinya yang telah terwujud
Sumber: Urban Redevelopment Authority,1996: 17

Pusat Batik Solo dengan Pendekatan Kearifan Lokal Studi Kasus Kampung Batik Sondakan II - 29
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

3. Elemen-elemen dalam urban desain

Untuk mendapatkan keseimbangan antara penghuni dan lingkungan dalam satu

kawasan, maka terdapat beberapa elemen-elemen yang harus diperhatikan dalam

proses merancang. Menurut Shirvani (1985: 7-8), elemen-elemen tersebut, adalah:

a. Guna lahan (Land Use).

1) permasalahan :

 tidak adanya diversifikasi kegiatan dalam zona yang sama ("terlalu

seragam" menyebabkan hanya ramai pada waktu tertentu")

 kurang memperhitungkan faktor lingkungan dan fisik alamiah;

 masalah pemeliharaan dan perbaikan prasarana kota.

2) Solusi :
 penggunaan lahan campuran yang dapat mendorong kegiatan terjadi

"24 jam".

 peningkatan sirkulasi pendestrian

 pemeliharaan dan perbaikan prasarana

 solusi modifikasiguna lahan Terhadap kawasan yang "mati kehidupan"

 dilakukannya analisis berbasis lingkungan,

b. Bentuk dan massa bangunan

1) Permasalahan : Spreiregen (1965, dalam Shirvani, 1985: 23)

menyebutkan tiga isu utama yang berkaitan dengan bentuk dan massa

bangunan perkotaan, yaitu:

 "skala" yang berkaitan dengan ketinggian pandang manusia, sirkulasi,

bangunan-bangunan berdekatan, dan ukuran lingkungan;

 "ruang kota" berkaitan dengan bentuk-bentuk bangunan, skala dan

commit
suasana penutupan ruang to user
antar bangunan, dan macam ruang kota;

Pusat Batik Solo dengan Pendekatan Kearifan Lokal Studi Kasus Kampung Batik Sondakan II - 30
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

 "massa perkotaan" meliputi bangunan-bangunan, permukaan tanah,

obyekobyek dalam ruang yang dapat membentuk ruang kota dan

membentuk pola kegiatan, dalam skala besar atau kecil.

2) Solusi : Pemerintah kota perlu menyususn pedoman

perancangan bentuk dan massa bangunan (dari segi perancangan kota)

berdasar studi/analisis yang komprehensif tentang data fisik kota yang ada

c. Sirkulasi dan perparkiran

1) Perpakiran

a) permasalahan : Perparkiran mempunyai dua dampak langsung

terhadap kualitas lingkungan,yaitu:

 keberlangsungan kegiatan perdagangan di pusat kota

 dampak visual bentuk kota. Sirkulasi dapat membentuk,

mengarahkan, dan mengendalikan pola kegiatan (dan juga

pembangunan) kota

b) Solusi :

 permbangunan fasilitas parkir pada kawasan yang belum memadai,

dengan mempertimbangkan dampak visual bentuk kotanya;

 penggunaan ganda terhadap fasilitas parkir yang ada

 "paket parkir", yaitu perusahaan yang mempunyai karyawan

banyak perlu punya kawasan parkir tersendiri dekat atau jauh

(remote) dari lokasi perusahaan

 parkir di pinggir kota atau pinggir pusat kota, yang dibangun

pengembang dengan bantuan Pemerintah (dari lokasi tersebut

disediakan angkutan murah ke pusat kota).


commit to user

Pusat Batik Solo dengan Pendekatan Kearifan Lokal Studi Kasus Kampung Batik Sondakan II - 31
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2) Sirkulasi

Dalam penanganan sirkulasi, Shirvani (1985: 26) menawarkan tiga azas

perancangan, yaitu:

 Ruang jalan perlu dijadikan sebagai "unsur ruang terbuka visual

positif" dengan cara: menutupi dan membuat pengatasan lansekap

terhadap tampilan yang "kurang sedap dipandang, memberi

persyaratan tinggi dan sempadan bagi bangunan dekat jalan,

membangun median jalan bertaman, meningkatkan kualitas lingkungan

alam yang terlihat dari jalan

 Jalan dapat memberi orientasi kepada para pengemudi kendaraan dan

membuat lingkungan menjadi jelas, dengan cara: a) menyediakan palet

lansekap untuk menegaskan batas lingkungan atau kawasan yang

terlihat dari jalan;b) membuat perlengkapan jalan dan pencahayaan

sehingga jalan terlihat jelas disiang maupun malam hari; c)

mengkaitkan unsur jalan dengan obyek pandang penting (vistas) dan

referensipenting (vistas) dan referensi visual (memudahkan untuk

mengingat-ingat suatu tempat atau jalan) ke guna lahan terdekat atau

landmark; d) membedakan tingkatan jalan dengan pembedaan

sempadan, tampilan ruang jalan, dan sebagainya.

 Pemerintah dan masyarakat perlu bekerja sama dalam mencapai tujuan

ini.Solusi lain terhadap isu sirkulasi dapat dilakukan dengan strategi

manajemen lalulintas, serta penyebaran kegiatan antar kawasan di kota

(desentralisasi kegiatan yang menimbulkan lalulintas banyak). Secara

umum, kecenderungan penangananlalu lintas perkotaan meliputi: (1)


commit to user
peningkatan mobilitas gerak di pusat perdagangan kota, (2) tidak

Pusat Batik Solo dengan Pendekatan Kearifan Lokal Studi Kasus Kampung Batik Sondakan II - 32
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

mendorong penggunaan kendaraan pribadi, (3) mendorong pemakaian

kendaraan umum, dan (4) peningkatan akses ke pusat perdagangan

kota.

d. Ruang terbuka

Unsur-unsur ruang terbuka mencakup: taman dan alun-alun, ruang hijau kota,

perabot jalan/ruang kota, kioskios, patung, jam kota, dan sebagainya.

1) permasalahan : Pada masa lalu, ruang terbuka tidak pernah

dirancang tapi menjadi akibat setelah bangunan-bangunan berdiri.

2) Solusi : ruang terbuka perlu menjadi unsur terpadu dalam perancangan

bangunan

e. Pedestrian

1) permasalahan :Pada masa lalu, perancangan pedestrian di kota jarang

dilakukan. perancangan jalan pedestrian menyangkut "keseimbangan"

seberapa untuk pejalan kaki dan seberapa untuk kendaraan. Di Indonesia,

jalan pedestrian sering berkaitan dengan masalah kakilima.

2) Solusi :

 Di beberapa lokasi tertentu—misal: di kawasan

Malioboro,Yogyakarta—jalan pedestrian sengaja dibuat lebih lebar

daripada kebutuhan pejalan kaki dengan alasan untuk juga mewadahi

kegiatan pedagang sektor informal(kakilima).

 Kegiatan lain diperlukan untuk mendukung kehidupan jalan pedestrian,

seperti: pertunjukan, penjual makanan, dan tempat janji bertemu

(rendezvous points).

commit to user

Pusat Batik Solo dengan Pendekatan Kearifan Lokal Studi Kasus Kampung Batik Sondakan II - 33
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

 Macam bangunan atau fasilitas (termasuk pula: perabotan jalan)

sepanjang jalan pedestrian juga mempengaruhi hidup-matinya jalan

pedestrian.

f. Kegiatan pendukung

Pendukung kegiatan diartikan sebagai semua guna lahan dan kegiatan yang

memperkuat ruang publik perkotaan.

1) Permasalahan : Kegiatan pendukung tidak hanya termasuk penyediaan

pedestrian atau plaza (ruang terbuka yang berlantai perkerasan) tapi juga

termasuk fasilitas kota yangmenarik kegiatan lainnya, misalnya: pusat

perbelanjaan, taman rekreasi, pusat pertemuan masyarakat (civic center),

perpustakaan kota, dan lain-lain.

2) Solusi : Kegiatan-kegiatan pendukung perlu dikembangkan,

dikoordinasikan dan dipadukan dengan bentuk-bentuk fisik yang ada.

Demikian pula, integrasi kegiatan ruang dalam dan ruang luar juga

diperlukan untuk membuat suasana lebih hidup.

g. Tanda- tanda

1) Permasalahan :

 papan/nama/reklame/informasi perlu diatur agar terjalin kecocokan

lingkungan,

 pengurangan dampak visual negatif,

 mengurangi kebingungan dan kompetisi antara papan informasi publik

dan papan reklame.

commit to user

Pusat Batik Solo dengan Pendekatan Kearifan Lokal Studi Kasus Kampung Batik Sondakan II - 34
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2) Solusi :

Beberapa hal yang perlu diperhatikan:

 visibilitas (keterlihatan) papan/tanda (terpengaruh oleh faktor lokasi,

tiang penempatan, cat pantul dsb);

 legibilitas informasi (keterbacaan, kejelasan), yang berkaitan dengan

macam dan ukuran huruf, jarak antar huruf, lokasi, warna dasar, warna

huruf dsb); juga tetap terbaca dari kendaraan yang bergerak;

 "keseimbangan" antara pengendalian kesemrawutan dan penciptaan

perhatian serta sambil memancarkan pesan/informasi.

h. Preservasi

Preservasi atau perlindungan tidak hanya diberlakukan untuk bangunan

bersejarah, tapi juga untuk bangunan dan tempat yang dianggap perlu

dilestarikan. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan, antara lain:

1) Preservasi bangunan dan kawasan perlu mampu mendorong peningkatan

perekonomian daerah.

2) Pada masa kini, preservasi bergeser dari "pelarangan" menjadi

"perlindungan". Peraturan tentang preservasi berbeda dari satu kota ke

kota yang lain. Meskipun demikian, terdapat unsur-unsur yang sama,

yaitu:

 standar penetapan obyek preservasi;

 pengkajian oleh tim atau dewan kajian arsitektur atau komisi

preservasi;

 standar kajian untuk preservasi, demolisi (penghancuran), dan

alterasi (pengubahan);
commit to user
 prosedur perlindungan landmark.

Pusat Batik Solo dengan Pendekatan Kearifan Lokal Studi Kasus Kampung Batik Sondakan II - 35

Anda mungkin juga menyukai