Anda di halaman 1dari 3

STUDI PENDAHULUAN

KAMPUNG LAWAS MASPATI

1.1 Kampung Wisata Budaya


1.1.1 Definisi Kampung
Definisi Kampung Menurut Silas (1983), kampung adalah ‘suatu bentuk
kemasyarakatan yang berada di tempat tertentu dengan susunan yang heterogen, tetapi
tidak tersedia prasarana fisik dan sosial yang memadai dimana pengertian ini tidak
sinonim dengan slum atau squater, sebab kampung kota memiliki nilai yang historis’.
Sedangkan Devas dalam Wijaja (2013) menyatakan kampung dapat ditinjau dari
beberapa aspek diantaranya adalah dari aspek proses terbentuknya kampung,
lingkungan fisiknya, dan kondisi masyarakatnya. Berdasarkan proses pembentukannya,
kampung kota adalah suatu bentuk desa yang masih asli dan memiliki sifat-sifat
tradisional yang akan berkembang dan melebur menjadi bagian kota tetapi masih
mempertahankan ciri-ciri desa. Selain itu, berdasarkan Rutz dalam Wijaja (2013)
kampung kota berdasarkan kondisi masyarakatnya didefinisikan sebagai kawasan
hunian masyarakat berpendapatan rendah yang kondisi fisiknya kurang memadai.
Sedangkan, berdasarkan kondisi lingkungan fisik, sebuah kampung dijelaskan oleh
Sujarto dalam Wijaja (2013) sebagai lingkungan tempat tinggal yang berkepadatan
tinggi, terdiri atas kumpulan rumah temporer tanpa infrastruktur memadai.

Berdasarkan pendapat dari para ahli mengenai definisi kampung, dapat disimpulkan
jika definisi kampung adalah suatu bentuk kawasan permukiman kota yang sebagian
besar dihuni oleh masyarakat dengan pendapatan menengah ke bawah namun belum
dilengkapi dengan infrastruktur yang memadai. Dapat disimpulkan juga jika kampung
kota dicirikan dengan karakter masyarakat yang masih bersifat tradisional dimana
hubungan antar warga tergolong masih kuat.

1.1.2 Karateristik Kampung Wisata

Karakteristik Kampung Wisata Karakteristik kampung wisata secara umum


meliputi adanya aksesibilitas menunju kampung yang baik, memiliki kekhasan fisik
dan non fisik, dan ada hasil tertentu dari penduduk yang dapat dijual sebagai
cenderamata atau buah tangan (Silas, 1990). Menurut Winny (2016) terdapat beberapa
karakteristik dari sebuah kampung wisata diantaranya adalah kebijakan dan
perencanaan kawasan yang mendukung kampung sebagai suatu destinasi wisata,
karakteristik sosial dan budaya masyarakat setempat, kedekatan kampung wisata
dengan objek-objek wisata lainnya, kondisi fasilitas dan infrastruktur yang berpengaruh
terhadap kegiatan pariwisata pada kampung, dan kondisi penggunaan lahan pada
kampung. Sedangkan menurut Sihombing (2016), karakteristik sebuah kampung wisata
dapat dilihat dari beberapa aspek diantaranya adalah daya tarik pariwisata pada
kampung, aksesibilitas menuju kampung berupa sarana dan prasarana transportasi yang
memudahkan akses wisatawan menuju kampung, fasilitas penunjang kegiatan
pariwisata, dan ancillaries berupa hal-hal yang mendukung pariwisata (ketersediaan
tourist information center, toko souvenir, dan lain sebagainya).

1.1.3 Pariwisata Budaya

Pariwisata Budaya Pitana (2005) menjelaskan pariwisata sebagai fenomena


kemasyarakatan, yang menyangkut manusia, masyarakat, kelompok, organisasi,
kebudayaan, dan sebagainya, yang merupakan obyek kajian sosiologi. Sedangkan
Reisinger dalam Arsadi (2011) menjelaskan pariwisata budaya sebagai bentuk
pariwisata yang menekankan pada eksplorasi dan partisipasi wisatawan terhadap
pengalaman budaya. Lebih jauh Arsadi (2011) menekankan jika pariwisata budaya
adalah salah satu sektor dalam industri pariwisata dimana daya tarik utamanya adalah
budaya. Atraksi tersebut dapat berupa pertunjukkan, museum, dan atraksi sejenis
lainnya (Arsadi, 2011).

Pitana dan Diarta (2009) menjelaskan budaya sebagai keseluruhan gaya hidup
yang dipraktikkan manusia dalam kehidupan sehari-hari yang diwariskan pada satu
generasi ke generasi selanjutnya. Jenis pariwisata ini memberi peluang bagi wisatawan
untuk berinteraksi langsung dengan masyarakat lokal dan kepada individu yang
memiliki pengetahuan khusus tentang suatu objek budaya (Pitana & Diarta, 2009).
Sehingga dapat disimpulkan jika pariwisata budaya adalah salah satu bentuk pariwisata
dengan daya tarik berupa budaya baik berbentuk fisik maupun non-fisik.

Menurut Pitana dan Diarta (2009), sumber daya budaya dalam pariwisata
budaya kedalam dua kelompok dikelompokkan berdasarkan wujud fisik dan non-
fisiknya. Hal tidak jauh berbeda juga dipaparkan oleh Csapo (2012), yang
menggolongkan daya tarik pariwisata budaya menjadi tiga kelompok utama yaitu
nilainilai budaya yang berwujud fisik, nilai budaya yang berhubungan dengan
keseharian masyarakat setempat, dan event serta festival budaya.
Mengutip penjelasan oleh UNESCO, warisan budaya intangible adalah suatu
bentuk ekspresi, perwujudan, keterampilan yang diakui oleh masyarakat setempat
sebagai warisan dari kehidupan mereka. Secara terus-menerus budaya intangible
merupakan identitas dari suatu komunitas, dan sebagai bentuk interaksi mereka dengan
lingkungan, dan alam. Perjanjian UNESCO dalam Cross Mckercher (2015)
menyebutkan beberapa kebudayaan non-fisik yang dapat dikembangkan untuk menjadi
produk pariwisata diantaranya adalah, kerajinan tangan, ritual, kegiatan sosial, festifal,
pertunjukkan seni, bahasa, dan local knowledge.

Dari sisi produk, wisata perkampungan di Kota Surabaya identik dengan


gagasan desa wisata. Sekalipun bukan dalam arti sebenarnya, perkampungan khas di
tengah perkotaan memiliki nuansa turisme yang sama, yakni ada aspek tradisional,
kekhasan atau keunikan, dan daya tarik lokal living style. Karena itu, sebagaimana
syarat mendasar sebagai Obyek dan Daya Tarik Wisata, kampung wisata haruslah
memungkinkan wisatawan untuk melihat sesuatu yang menarik, melakukan sesuatu
yang tiada duanya dan membeli souvenir (something to see, to buy, to do) (Maryani,
1991:11). Kampung wisata sendiri merupakan sebuah penggabungan antara atraksi,
akomodasi dan aksesibilitas yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat
yang menyatu dengan kondisi masyarakat lokal. Menurut Kuncoroyekti dalam Yunia
Nursita Sari (2010) kriteria kampung wisata meliputi beberapa aspek, diantaranya: (1)
Atraksi wisata yaitu meliputi semua yang mencakup kondisi alam, seni dan budaya
komunitas setempat, kegiatan produksi, seperti kerajinan batik, kerajinan perak, dan
atraksi yang dipilih adalah yang paling menarik, unik dan atraktif di kampung tersebut;
(2) Jarak Tempuh yaitu mencakup jarak tempuh dari kampung wisata terutama tempat
tinggal wisatawan dan juga jarak tempuh dari ibu kota propinsi dan ibu kota
kabupaten/kota; (3) Besaran atau luasan Kampung yaitu mencakup masalah-masalah
jumlah rumah, jumlah penduduk, karakteristik dan luas wilayah kampung. kriteria ini
berkaitan dengan daya dukung kepariwisataan pada suatu kampung; (4) Sistem
kepercayaan dan sosial yaitu merupakan aspek penting mengingat adanya aturan-aturan
yang khusus pada sebuah komunitas di kampung; (5) Ketersediaan infrastruktur yaitu
berupa ketersediaan infrastruktur meliputi fasilitas dan pelayanan transportasi, fasilitas
listrik, air bersih, drainase, telepon dan sebagainya.

Michelle – 212.18.002

Anda mungkin juga menyukai