Anda di halaman 1dari 11

 

  BAB II
 
TINJAUAN PUSTAKA
 

2.1   Desa Wisata


Desa wisata menurut Pitana (dalam Imron, 2015) merupakan bentuk lain dari
 
rural tourism, farm tourism, atau village tourism yang mempunyai visi misi yang
 
jelas. Sedangkan Olah dan Pakurar (2008, hal. 777) berpendapat “Expressions of
  tourism, agro tourism, and village tourism are used many times as synonyms
rural
by expert
  and developers.” Dapat diartikan bahwa ungkapan dari wisata pedesaan,

 
agrowisata, dan desa wisata sering digunakan oleh para ahli dan pengembang
sebagai sebuah persamaan. Putra (dalam Widiastuti, Wesnawa, Treman, 2013)
mengemukakan pengertian mengenai desa wisata yaitu pengembangan sebuah desa
yang unsur dalam masyarakatnya berfungsi sebagai atribut produk wisata, untuk
dijadikan sebuah kegiatan pariwisata yang memiliki tema.
Pendapat lain mengenai desa wisata menurut Darsono (dalam Rahmawati,
Sariwaty, dan Handayani 2014) adalah sebuah wilayah yang menyajikan suasana
kehidupan sehari-hari atau keseharian penduduk desa yang dikemas berdasarkan
komponen pariwisata. Inskeep (dalam Dewi, Fandeli, Baiquni, 2013) menyatakan
bahwa desa wisata merupakan bentuk pariwisata yang mana wisatawannya tinggal
dan mempelajari kehidupan di desa tersebut. Menurut Damanik (dalam Raharjana,
2012) desa wisata merupakan bentuk lain dari pariwisata yang membawa
perubahan baik terhadap sumber daya-sumber daya di daerah pedesaan. Tujuan
pengembangan desa wisata agar masyarakat dan budaya tidak hanya jadi objek
pariwisata saja, namun terlibat langsung dalam pengembangan pariwisata dan
kesadaran masyarakat akan pariwisata yang dapat melestarikan nilai budaya serta
adat setempat (Putra dan Pitana dalam Nalayani, 2016).
Hadiwijoyo (dalam Fitari dan Ma’rif, 2017) mendefinisikan desa wisata
sebagai sebuah kawasan pedesaan yang mempunyai potensi untuk dikembangkan
dari segi komponen pariwisata dan kawasan tersebut menunjukan keaslian
pedesaan baik dari kehidupan masyarakat maupun bangunan. Menurut Subagyo
(dalam Herawati, 2011) desa wisata merupakan desa yang didalamnya memiliki

5
 
  6

 
khas tersendiri, baik alam dan budaya serta dapat menjadi produk yang dapat
 
dipasarkan kepada wisatawan. Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan,
  bahwa desa wisata merupakan bentuk lain dari pariwisata di sebuah kawasan
pedesaan
  yang menawarkan wisatawan untuk dapat tinggal dikawasan tersebut
dengan
  menyuguhkan keaslian dari kehidupan sehari-hari penduduk desa, baik dari
kehidupan sosial, budaya, maupun bangunan tradisional.
 
2.1.1 Komponen Desa Wisata
 
Dalam sebuah desa wisata terdapat dua komponen penting menurut
 
Hadiwijoyo (dalam Hidayat, 2014) yaitu akomodasi dan atraksi. Akomodasi di desa
  merupakan sebagian tempat tinggal penduduk yang berada disekitar desa.
wisata
  Atraksi di desa wisata sendiri dapat berupa kehidupan sehari-hari penduduk desa
yang memungkinkan para wisatawan untuk berpartisipasi terhadap kegiatan
tersebut.
Komponen desa wisata yang dikemukakan oleh Gumelar (dalam Zakaria,
2014) yaitu, 1) terdapat keunikan, keaslian dan ciri khas dari desa tersebut, 2)
letaknya berdekatan dengan daerah alam, 3) dapat menarik minat pengunjung dari
budaya kelompok atau masyarakatnya, dan 4) mempunyai peluang untuk
pengembangan sarana prasarana. Lain hal nya dengan yang dijelaskan oleh Putra
(dalam Zakaria, 2014) bahwa komponen desa wisata yaitu:
1. Memiliki potensi pariwisata, seni, dan budaya khas
2. Lokasi desa letaknya dalam daerah pengembangan pariwisata atau rute
paket wisata
3. Pengelola, pelatih, dan pelaku pariwisata, seni dan budaya telah tersedia
4. Aksesibilitas dan infrastruktur mendukung dalam program desa wisata
5. Kemanan, ketertiban, dan kebersihan terjamin

Menurut Prasiasa (dalam Zakaria, 2014) partisipasi dari masyarakat, sistem


norma setempat, sistem adat setempat, dan budaya merupakan bagian dari
komponen desa wisata. Dapat dilihat bahwa atraksi dan akomodasi menjadi
komponen penting dalam desa wisata. Adapun atraksi yang dimiliki oleh desa
tersebut memiliki keunikan tersediri dan menjadi ciri khas dari desa tersebut dan
akomodasi yang tersedia dapat mendukung pelaksanaan program desa wisata.

 
  7

 
2.1.2 Kriteria Desa Wisata
 
Desa yang dinyatakan sebagai desa wisata harus memiliki kriteria agar desa
  tersebut layak disebut sebagai desa wisata. Berikut kriteria-kriteria umum yang
harus
  dimiliki sebuah desa wisata menurut Tim KKN-PPM Desa Wisata
Cirangkong
  (2012), yaitu:
1. Memiliki daya tarik wisata yang unik dan khas, baik berupa alam maupun
 
sosial budaya masyarakatnya
 
2. Memiliki fasilitas pendukung seperti akomodasi atau fasilitas pendukung
  lainnya.

  3. Memiliki interaksi dengan wisatawan yang dapat terlihat dari interaksi


wisatawan yang berkunjung ke desa.
 
Menurut Hawaniar dan Suprihardjo (2013) kriteria desa wisata terbagi
menjadi dua, yakni kriteria prioritas dan kriteria pendukung. Untuk kriteria prioritas
seperti, tersedia atraksi wisata yang menghubungkan pengembangan desa wisata
dengan objek wisata, tersedia atraksi yang mengajak wisatawan untuk
berpartisipasi dalam kegiatan sehari-hari masyarakat setempat, tersedia fasilitas
penginapan atau akomodasi dari masyarakat, dan masyarakat setempat berperan
aktif dalam pengembangan desa wisata. Sedangkan untuk kriteria pendukung dapat
berupa, lokasi desa wisata harus masuk dalam rute perjalanan wisata, fasilitas
pendukung yang dibangun sesuai dengan tradisi setempat serta masyarakat terlibat
dalam proses perencanaan hingga pengawasan, tersedia peningkatan sarana
prasarana, dan adanya pembentukan tenaga pengelola kawasan desa wisata dari
masyarakat setempat. Adapun pendapat lain mengenai kriteria sebuah desa wisata
menurut Susanti (2015) sebagai berikut:
1. Atraksi wisata, dipilih atraksi paling menarik dan atraktif di desa tersebut
yang mencakup alam, budaya dan hasil ciptaan manusia
2. Jarak tempuh dari kawasan wisata
3. Besaran desa yang berhubungan dengan jumlah rumah, jumlah penduduk,
karakteristik dan luas wilayah desa
4. Sistem kepercayaan dan kemasyarakatan
5. Ketersediaan infrastruktur seperti fasilitas dan layanan trasportasi, listrik,
air bersih, pembuangan, komunikasi dsb.

 
  8

 
2.2 Paket Wisata
 
Nuriata (2014) mengartikan paket wisata (package tour) sebagai sebuah
  perjalanan wisata yang dibuat dari beberapa tujuan kunjungan serta dijual sebagai
satu  kesatuan harga seperti fasilitas berupa akomodasi dan seluruh komponen dari
perjalanan
  wisata. Perjalanan wisata (tour) merupakan suatu rencana kegiatan
perjalanan menuju satu atau beberapa tempat untuk dikunjungi dan kembali lagi ke
 
tempat asal berdasarkan komponen perjalanan yang diperlukan komponen
 
perjalanan tersebut. Menurut Yoeti (dalam Mayasari dan Nurmawanti, 2016) paket
 
wisata merupakan sebuah perencanaan perjalanan wisata dimana lama waktu
kegiatan,
  tempat yang akan dikunjungi, akomodasi, transportasi dan konsumsi telah
ditentukan jumlahnya oleh biro perjalanan wisata sebagai penyelenggara dan
 
perencana perjalanan tersebut.
Paket wisata merupakan produk wisata yang didalamnya terdapat komponen
pariwisata yang disusun menjadi satu untuk mempermudah dalam melakukan
perjalanan (Suwantoro dalam Fiatiano, 2009). Desky (dalam Widuri, 2017)
mendefinisikan paket wisata merupakan gabungan dari minimal dua produk wisata
yang dikemas menjadi satu dan harganya tidak dapat dipisahkan. Menurut Morrison
(dalam Gaol 2013) paket wisata dibagi menjadi beberapa kategori yaitu,
berdasarkan unsur yang terdapat dalam paket wisata (komponen pariwisata), target
pasar, durasi atau jangka waktu serta penggunaannya, dan susunan perjalanan di
daerah tujuan wisata.
2.2.1 Jenis Paket Wisata
Menurut Nuriata (dalam Fiatiano 2009) paket wisata dibagi menjadi dua jika
dilihat dari sifat pembuatannya yaitu ready made tour atau paket wisata yang sudah
jadi sehingga dapat dibeli langsung oleh wisatawan dan tailor made tour atau paket
wisata yang dibuat sesuai dengan keinginan wisatawan. Komponen-komponen
yang terdapat di dalam paket ready made tour sudah ditetapkan sehingga tidak
dapat diubah-ubah, sedangkan untuk komponen paket tailor made tour dapat
diubah atau disesuaikan dengna keinginan wisatawan. Selain itu, terdapat beberapa
jenis lain dari paket wisata sebagai berikut (sumber: edutourism.com) yaitu:
1. Paket Wisata Rekreasi, paket ini dibuat untuk memanfaatkan hari libur.

 
  9

 
2. Pleasure Tourism, paket ini disusun untuk mengisi kegiatan liburan
 
dengan tujuan bersenang-senang disuatu daerah tujuan wisata dan
  melepas penat.
  3. Paket Wisata Budaya, paket ini dibuat khusus untuk mengetahui budaya

  suatu kelompok masyarakat baik itu adat-istiadat, cara hidup, maupun


agamanya.
 
4. Adeventoure Tourism, paket wisata ini dibuat untuk wisatawan yang ingin
 
menantang adrenalin dengan kegiatan yang beresiko dan dilakukan
  dialam terbuka dengan dipandu oleh seorang atau lebih yang sudah

  berpengalaman.
5. Wisata Olahraga, paket wisata yang dibuat bagi wisatawan yang ingin
 
mengikuti pertandingan olahraga di suatu daerah atau negara dengan
tujuan untuk melatih dan menguji ketangkasan jasmani.
6. Business Tourism, paket wisata yang dibuat untuk wisatawan yang ingin
melakukan studi banding kelayakan usaha di suatu daerah atau negara
yang dikunjungi.
7. Convention Tourism, paket wisata yang dibuat untuk wisatawan yang
menghadiri atau mengikuti sebuah acara konferensi, seminar, exhibition
yang diselingi kegiatan wisata diwaktu senggang.
8. Wisata Minat Khusus, paket wisata yang dibuat khusus dengan jumlah
peserta yang terbatas dan memerlukan keahlian khusus, misalnya terjun
payung.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa jenis dari paket wisata dapat
dilihat dari sifat pembuatanya yang didasarkan pada keinginan konsumen dan jenis
kegiatan yang dilakukan misalnya adventure tourism berarti kegiatan wisata yang
dilakukan oleh wisatawan berupa kegiatan yang menantang adrenalin.

2.3 Perencanaan Wisata


Dalam pembuatan atau penyusunan paket wisata diperlukan perencanaan yang
matang agar fasilitas atau komponen-komponen wisata yang akan dipakai dapat
memenuhi kebutuhan wisatawan. Menurut Terry (dalam Fiatiano 2009) sebuah
perencanaan meliputi kegiatan memilih dan menghubungkan fakta-fakta dan
membuat asumsi-asumsi mengenai masa yang akan datang dalam hal

 
  10

 
memvisualisasi serta merumuskan aktifitas-aktifitas yang diusulkan yang dianggap
 
perlu untuk mencapai hasil-hasil yang diinginkan.
  Suyono (dalam Fiatiano 2009) menjelaskan pentingnya perencanaan sebuah
wisata
  dapat dilihat dari manfaatnya, seperti sebagai pedoman penyelenggaraan
wisata,
  sebagai sarana untuk memprediksi kemungkinan timbulnya hal-hal atau
kejadian diluar dugaan sekaligus cara pemecahannya, sebagai sarana untuk
 
mengarahkan penyelenggaraan wisata sehingga dapat emncapai tujuannya. Dalam
 
perencanaan wisata perlu memperhatikan beberapa tahapan agar perencanaan
 
berjalan dengan baik. Berikut tahapan-tahapan perencanaan paket wisata menurut
Fiatiano
  (2009) adalah:
1. Mencari Gagasan
 
Pasar merupakan sumber utama dari sebuah gagasan. Pada tahap ini
dilakukan identifikasi gagasan pasar yang merupakan kebutuhan dan
keinginan wisatawan. Tahap ini bertujuan untuk membuat sebuah produk
yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pasar.
2. Merumuskan Tujuan Wisata
Perumusan tujuan didasarkan dari hasil identifikasi kebutuhan dan
keinginan konsumen. Perumusan tujuan diharapkan dapat menjawab
pertanyaan dengan rumusan 5W2H, yaitu: what, wisata apa yang akan
disusun; why, mengapa wisata itu disusun; who, siapa yang akan terlibat
dalam wisata tersebut; where, dimana wisata itu dilaksanakan; when, kapan
wisata itu dilaksanakan; how, bagaimana wisata itu dilaksanakan; dan how
much, berapa biaya yang dikeluarkan oleh wisatawan.
3. Observasi dan Pengumpulan Data
Pada tahap ini yang perlu dilakukan observasi dan pengumpulan data
adalah tour leader, transportasi, akomodasi, restoran, obyek dan atraksi
wisata serta toko cinderamata.
4. Analisis Data
Data yang telah didapat dari hasil observasi akan diolah dan dianalisis yang
bertujuan untuk menentukan strategi agar tujuan tercapai, kendala yang
akan timbul dan mencari cara untuk menyelesaikannya.

 
  11

 
5. Desain Produk Pendahuluan
 
Maksud dari tahap ini yaitu membuat konsep desain dari model atau jenis
  paket wisata, unsur pokok dan penunjang dalam paket wisata. Hasil dari
  desain produk ini diharapkan dapat menjadi produk yang dapat bersaing

  dengan produk yang lain.


6. Pengujian atau Operasional
 
Pada tahap ini, produk yang sudah di desain sebelumnya dilakukan uji
 
pasar dengan cara menawarkannya kepada sekelompok wisatawan untuk
  dicoba. Maksud dari tahap ini adalah untuk mengetahui pendapat

  wisatawan terhadap produk tersebut.


7. Evaluasi
 
Dari hasil pengujian produk akan didapatkan hasil berupa data pendapat
wisatawan mengenai produk tesebut. Pendapat-pendapat tersebut akan
dianalisis dan dievaluasi untuk mengetahui kekurangan ataupun kelebihan
dari produk paket wisata yang telah diuji.
8. Desain Terakhir
Hasil dari evaluasi akan digunakan sebagai perbaikan dari produk yang
sudah dibuat. Selanjutnya dalam tahap ini dilakukan desain akhir pada
produk untuk segera dipasarkan sesuai dengan pasar yang sudah
ditentukan.
2.3.1 Pendistribusian Waktu atau Distribution of Time (DOT)
Waktu yang tersedia untuk penyelenggaraan wisata harus didistribusikan
kepada semua aktivitas sesuai kebutuhan dan ketersediaan fasilitas. Waktu yang
tersedia telah ditentukan oleh pengelola paket untuk kegiatan tour, kegiatan menuju
tempat tujuan, dan sisa waktu yang masih tersedia. Penyusunan pendistribusian
waktu atau distribution of time memiliki manfaat tersendiri menurut Nuriata (2014)
yaitu, agar program yang dibuat efektif dan efisien, dapat digunakan untuk
mengatur waktu sesuai dengan yang diberikan, dapat menentukan rute perjalanan,
wisatawan dapat menyesuaikan diri dengan program yang telah disusun, atraksi
wisata yang dipilih tepat, dan dapat menentukan fasilitas yang akan digunakan
selama tour atau perjalanan.

 
  12

 
Menurut Fiatiano (2009) waktu dalam penyelenggaraan wisata
 
dikelompokkan menjadi tiga yaitu, waktu di perjalanan (on board activities) adalah
  waktu perjalanan yang digunakan dari titik awal ke obyek pertama, ke antar obyek,
maupun
  obyek terakhir ke titik awal; waktu untuk kegiatan di obyek (tour activities)
adalah
  waktu yang digunakan untuk kegiatan kunjungan ke suatu obyek; dan waktu
istirahat (rest) adalah waktu yang disediakan untuk istirahat, diluar kegiatan inti,
 
untuk mengambil gambar pemandangan (picture stop) atau melepas lelah (rest
 
stop), dan waktu istirahat ini dilakukan setelah kegiatan inti berlangsung. Dalam
 
pembuatan atau penyusunan distribution of time, berikut langkah-langkah yang
harus
  dilakukan (Nuriata, 2014) yaitu:
1. Tour organizer sebagai tour planner mengisi distribusi waktu sesuai
 
dengan kebutuhan dan selanjutnya mengikuti sesuai dengan yang telah
direncanakan.
2. Memperhatikan kendala waktu, seperti lama perjalanan dan jadwal. Untuk
jadwal dapat berupa jadwal kapal berangkat dan berakhir dan dapat pula
jadwal atraksi wisata atau pertunjukan.

Dapat dilihat pada tabel 2.1 mengenai alat bantu dalam pendistribusian waktu
menurut Nuriata (2014).

Distribution of time check list

Nama Tour : Tour di Desa Ciburial (1)


Total Peserta : 15 orang (2)
Tabel 1.1 Pendistribusian Waktu atau Distribution of Time Check List

Uraian Kegiatan (3) On Board (4) Tour (5) Rest (6) Total (7)
Balai Ds. Ciburial - 08.15 - 08.20
- - 5
Peternakan Lebah Madu (5 menit)
08.20 - 09.50
Peternakan Lebah Madu - - 90
(90 menit)
Peternakan Lebah Madu - 09.50 - 10.05
- - 15
Pertanian Hidroponik (15 menit)
Total 20 menit 90 menit - 110 menit
Diadaptasi dari Nuriata (2014)

 
  13

 
Diatas tabel 2.1 dituliskan mengenai (1) nama tour serta (2) total peserta yang
 
akan mengikuti tour. Selain itu, di dalam tabel berisikan (3) deskripsi singkat atau
  uraian singkat mengenai tempat atau atraksi yang akan dikunjungi, (4) waktu
diperjalanan,
  (5) waktu kegiatan di tempat yang dikunjungi dan (6) waktu yang
digunakan
  untuk beristirahat, serta (7) total untuk jumlah keseluruhan waktu yang
dilakukan untuk kegiatan tour.
 
2.3.2 Penyusunan Jadwal Kegiatan Wisata (Itinerary)
 
Menurut Damarjati (dalam Lestari dkk 2014) tour itinerary adalah sebuah
 
jadwal kegiatan tour atau perjalanan yang secara keseluruhan menggambarkan
 
mengenai waktu, tempat atau atraksi wisata, akomodasi, tempat keberangkatan dan
  tiba, serta acara selama tour mulai dari awal hingga akhir. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam penyusunan itinerary menurut Fiatiano (2009):
1. Rute Perjalanan
Rute perjalanan yang dibuat diusahakan berbentuk putaran atau circle
route untuk memudahkan dalam pelaksanaan perjalanan, kecuali jika
dalam perjalanan kondisi jalan tidak memungkinkan atau jarak terlalu
dekat.
2. Variasi Obyek
Obyek-obyek yang akan dikunjungi secara berurutan disusun bervariasi
agar tidak terlihat monoton. Penyusunan obyek kunjungan dapat
dipertimbangkan melalui karakteristik obyek tersebut. Misalnya obyek
pertama yang dikunjungi dan obyek kedua yang dikunjungi harus
memiliki karakteristik yang berbeda.
3. Tata Urutan Kunjungan
Tata urutan kunjungan dipertimbangkan dari obyek mana yang akan
didahulukan atau diletakkan di akhir perjalanan. Dapat pula
mempertimbangkan dari kondisi dan kebutuhan wisatwan. Diusahakan
pula, dalam merancang tata urutan kunjungan dipertimbangkan dengan
pendistribusian waktu yang telah dijelaskan sebelumnya.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam penyusunan tour itinerary
perlu digambarkan mengenai rute perjalanan yang akan diambil, objek wisata yang

 
  14

 
akan dikunjungi, serta waktu yang akan dihabiskan selama perjalanan dan di objek
 
wisata tersebut.
 
2.3.3 Penyusunan Harga Paket Wisata
 
Harga merupakan jumlah yang ditukarkan oleh pelanggan yang mendapatkan
 
manfaat dari produk atau jasa yang digunakan, Kotler dan Amstrong (dalam
  Habibah dan Sumiati, 2016). Tujuan penetapan harga menurut Harini (dalam
Habibah dan Sumiati, 2016) adalah untuk memperoleh hasil dari investasi, untuk
 
kestabilan harga, untuk mempertahankan atau meningkatkan bagian produk dalam
 
pasar, untuk menghadapi atau mencegah persaingan, dan untuk memaksimalkan
 
keuntungan atau laba.
  Perhitungan dalam penyusunan harga paket wisata dapat dilihat dari sifat
biaya komponen paket wisata yang terdiri dari biaya tetap (fixed cost) dan biaya
variable (variable cost). Biaya tetap (fixed cost) merupakan biaya yang ditanggung
bersama oleh seluruh jumlah wisatawan, misalnya biaya penyewaan bus untuk satu
hari. Sedangkan biaya variable (variable cost) merupakan biaya yang ditanggung
oleh masing-masing wisatawan atau biaya per orang, misalnya harga tiket masuk
sebuah atraksi wisata. Berikut merupakan tabel perhitungan penyusunan harga
paket wisata dengan memisahkan biaya variable dan biaya tetap menurut Nuriata
(2014).
Nama tour :
Total pax :
Tabel 2.2 Perhitungan Penyusunan Harga Paket Wisata
Tetap Variabel
Biaya Komponen Paket Wisata (1)
(Fixed Cost) (2) (Variable Cost) (3)
Transportasi √
Konsumsi √
Guide √
Jumlah Biaya (4) (5)
Biaya Per Pax (6)
Surcharge % (7)
Harga tour termasuk surcharge (8)
Harga Jual (9)
Diadaptasi dari Nuriata (2014)

 
  15

 
Berikut penjelasan mengenai isi dari tabel 2.2:
 
1. Biaya komponen paket wisata merupakan biaya yang mendukung dan
  menunjang sebuah perjalanan seperti transportasi, akomodasi, konsumsi,
  dan lain-lain

 2. Biaya tetap atau fixed cost merupakan biaya yang tidak berubah karena
jumlah seperti transportasi
 
3. Biaya variable atau variable cost biaya yang menjadi tanggungan peserta
 
yang sifatnya perorangan seperti harga tiket masuk sebuah atraksi wisata
 4. Jumlah biaya tetap

 5. Jumlah biaya variabel


6. Biaya per pax dihitung dengan rumus:
 
𝐹 + 𝑄𝑉
𝑄
Q = Jumlah pax
F = Jumlah Biaya Fixed Cost
V = Jumlah Biaya Variabel Cost
7. Surcharge merupakan jumlah presentase keuntungan yang diinginkan oleh
perusahaan perjalanan pada setiap produk atau paket wisata yang dibuat.
Besar kecilnya presentase surcharge tergantung kepada kebijakan dari
pembuat produk tersebut
8. Harga per orang setelah ditambah biaya surcharge
9. Harga jual setelah dilakukan pembulatan

Anda mungkin juga menyukai