Anda di halaman 1dari 36

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pariwisata Sebagai Suatu Sistem


Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai berbagai hal yang terkait
dengan pariwisata, mulai dari pengertian, wisatawan, dampak kegiatan pariwisata,
sampai dengan pembahasan sebagai suatu sistem yang terintegrasi dengan
berbagai sektor lainnya.

2.1.1 Definisi Pariwisata


 Pariwisata adalah keseluruhan rangkaian kegiatan yang berhubungan
dengan pergarakan manusia yang melakukan pergerakan/perjalanan atau
persinggahan sementara dari tempat tinggal ke suatu atau beberapa tempat
tujuan di luar lingkungan tempat tinggal yang didorong oleh beberapa
keperluan tanpa bermaksud mencari nafkah tetap. (Biro Pusat Statistik,
1986)
 Pariwisata merupakan pergerakan sementara menuju suatu daerah tujuan
yang berada di luar wilayah kerja dan tempat tinggal yang berupa kegiatan
yang dilakukan selama berada di lokasi daeha tujuan. (Mathieson and
Wall, 1989)
 Pariwisata merupakan kegiatan seseorang yang dilakukan diluar wilayah
tempat tinggalnya, dalam waktu yang singkat untuk singgah dengan tujuan
berwisata. (Rob Davidson, 1993)
 Pariwisata merupakan gabungan dari berbagai fenomena dan hubungan
yang terkait dan dan tercipta dari interaksi antara wisatawan, penyedia
bisnis, pemerintah setempat, dan penduduk lokal dalam proses menghibur
dan menyambut para wisatawan dan para pendatang lainnya. (Mc. Intosh
and Goeldner, 1995)
Dari pengertian-pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
pariwisata merupakan suatu kegiatan yang dilakukan seseorang diluar lingkungan
tempat melakukan kegiatan sehari-hari seperti bekerja dan tinggal yang dilakukan
dalam waktu tertentu tanpa tujuan mencari nafkah tetap. Dalam prakteknya,
kegiatan pariwisata dapat dikategorikan menjadi beberapa jenis. Menurut
Spillane, pariwisata dapat dikategorikan kedalam enam jenis pariwisata, yaitu
sebagai berikut:
1. Pariwisata untuk menikmati perjalanan (Pleasure Tourism).
Bentuk pariwisata ini dilakukan oleh wisatawan yang meninggalkan
tempat tinggalnya untuk tujuan berlibur, untuk mencari “udara segar”
yang baru, untuk memenuhi keingintahuannya, untuk mengendorkan
ketegangan, untuk melihat dan menikmati suatu hal yang baru, untuk
menikmati hiburan di kota-kota besar, dan ikut serta dalam keramaian
pusat-pusat pariwisata.
2. Pariwisata untuk rekreasi (Recreation Tourism).
Jenis pariwisata ini dilakukan oleh wisatawan yang ingin
memanfaatkan hari liburnya untuk beristirahat, memulihkan kembali
kesegaran jasmani dan rohani, serta menyegarkan keletihan dan
kelelahan.
3. Pariwisata untuk kebudayaan (Cultural Tourism).
Jenis pariwisata ini lebih dilakukan oleh wisatawan yang ingin
mengetahui kebudayaan suatu negara maupun daerah, mengunjungi
monumen bersejarah, mempelajari adat istiadat, mengunjungi pusat
kesenian, pusat keagamaan.
4. Pariwisata untuk olah raga (Sports Tourism).
Dilakukan oleh wisatawan yang sengaja bepergian untuk tujuan olah
raga, baik untuk melakukan kegiatan olah raga, maupun menghadiri
acara-acara olah raga.
5. Pariwisata untuk usaha dagang (Business Tourism).
Dilakukan oleh orang-orang yang secara profesional melakukan
perjalanan untuk keperluan bisnis.
6. Pariwisata untuk berkonvensi (Convention Tourism).
Dilakukan oleh orang-orang yang melakukan perjalanan dengan tujuan
untuk menghadiri konvensi atau konfrensi nasional.
Pariwisata muncul berdasarkan perpaduan berbagai fenomena dan
hubungan yang timbul dari interaksi antara wisatawan, industri, pemerintah dan
masyarakat. Pengembangan pariwisata tidak bisa terlepas dari unsur lain, tidak
hanya sekedar objek wisatanya saja. Unsur yang tidak dapat dipisahkan adalah
ketersediaan jaringan sarana prasarana yang memungkinkan wisatawan mencapai
tujuannya, fasilitas penunjang dan kegiatan pelayanan yang memungkinkan
wisatawan memenuhi kebutuhannya serta menikmati kunjungannya. Selain itu,
aspek kelembagaan juga berpengaruh dari segi keamanan dan ketertiban dan
aspek budaya yang merupakan salah satu daya tarik.
Pariwisata berkaitan erat dengan produk yang dihasilkan maupun produk
yang terhubung dengan kegiatan pariwisata tersebut yang biasa disebut produk
pariwisata. Produk pariwisata merupakan rangkaian komponen, mulai dari
informasi tentang produk bersangkutan, infrastruktur, fasilitas, izin sampai segala
sesuatu yang memungkinkan terwujudnya kegiatan pariwisata. (Myra P.
Gunawan, 1990) Pariwisata juga menggabungkan berbagai macam produk,
seperti transportasi, akomodasi, catering, sumber daya alam, hiburan dan berbagai
jenis fasilitas dan jasa lainnya seperti bank, pertokoan serta biro perjalanan. Untuk
lebih jelas mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan pariwisata,
khususnya sarana prasarana yang mendukung kegiatan pariwisata dapat dilihat
pada sub bab berikutnya.
Produk pariwisata atau yang dapat dikatakan sebagai tujuan wisata tidak
dapat tercipta dengan sendirinya, melainkan merupakan perpaduan dari berbagai
sektor. Dalam praktiknya, terdapat tiga komponen dasar pembentuk produk
pariwisata dan tujuan wisata, yaitu Daya Tarik Wisata (Attraction), Amenitas dan
Aksesibilitas (3A). Berikut akan dijelaskan mengenai komponen-komponen
tersebut.
a. Daya Tarik (Attraction) yang merupakan keunggulan yang dimiliki suatu
daerah yang dapat digunakan untuk “menjual” daerah tersebut sehingga
dapat menarik wisatawan untuk datang untuk melakukan kegiatan wisata.
b. Amenitas yang merupakan kenyamanan yang didukung oleh berbagai
kelengkapan sarana dan prasarana pendukung kegiatan pariwisata.
Ketersediaan sarana dan prasarana maupun fasilitas penunjang kegiatan
pariwisata dapat berpengaruh terhadap kelangsungan kegiatan pariwisata
di suatu daerah.
c. Aksesibilitas yang merupakan jaringan dan sarana prasarana penghubung
yang menghubungkan suatu kawasan wisata dengan wilayah lain yang
merupakan pintu masuk bagi para wisatawan untuk mengunjungi tempat
wisata. Menurut Inskeep, aksesibilitas mencakup keseluruhan infrastruktur
transportasi yang menghubungakan wisatawan dari, ke dan selama berada
di daerah tujuan wisata tersebut. Apabila merujuk pada konsep destinasi
yang dikemukakan oleh Gunn, aksesibilitas terbagi kedalam dua hal, yaitu
akses dan linkage. Akses merupakan pintu masuk atau penghubung antara
suatu kawasan dengan kawasan lain, dalam hal ini dapat berarti suatu
daerah yang menjadi tujuan wisata dengan daerah lain disekitarnya.
Berbeda dengan akses, yang dimaksud dengan linkage dalam konsep
destinasi yang dikemukakan oleh Gunn adalah penghubung antara
berbagai objek maupun kawasan wisata di suatu daerah. Linkage berkaitan
dengan ketersediaan prasarana atau infrastruktur jalan raya yang
merupakan prasarana penghubung antar kawasan wisata di suatu daerah.
Dari hal diatas dapat diketahui bahwa kegiatan pariwisata sangat
dipengaruhi oleh daya tarik (alam maupun buatan) dan kelengkapan sarana
prasarana pendukung kegiatan pariwisata tersebut (fisik). Inti dari pengembangan
pariwisata adalah daya tarik. Sebagai hal yang menjadi sorotan utama, daya tarik
dapat diciptakan (kolam, waduk, dll) maupun dapat memanfaatkan potensi-
potensi yang telah lebih dahulu ada pada daerah tersebut seperti keindahan alam
(pemandangan, air terjun, sungai, pantai, dll). Namun daya tarik tanpa didukung
oleh ketersediaan sarana dan prasarana serta tanpa didukung oleh akses yang
memadai tidak akan menjadikan kegiatan pariwisata di daerah tersebut
berkembang. Oleh karena itu, suatu konsep mengenai destinasi sangatlah penting
dalam usaha mendukung perkembangan sektor pariwisata. Berikut ini pada
GAMBAR 2.1 dapat dilihat keterkaitan antar aspek dalam suatu konsep destinasi.

GAMBAR 2.1
KONSEP DESTINASI PARIWISATA

Daya Tarik Aksesibilitas

 Alami  Akses
 Buatan  Linkage

Tujuan WIsata
 Akomodasi
 Local Community  Restoran
 Penyedia Jasa  Transportasi

Ketersediaan Sarana dan


Masyarakat
Prasarana

Sumber : Tourism Planning, Gunn, Clare A, 2002

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa dalam suatu konsep destinasi,
tujuan wisata atau objek wisata tidak data berdiri sendiri. Perkembangan tujuan
wisata dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu daya tarik yang dimiliki oleh suatu
tujuan wisata, aksesibilitas antar daerah maupun antar objek wisata di suatu
daerah, ketersediaan sarana prasarana pendukung, serta masyarakat sebagai
penduduk setempat yang menyediakan jasa. Dalam pengembangan pariwisata di
suatu negara maupun di suatu daerah, yang menjadi unsur terpenting selain daya
tarik dari wilayah itu sendiri adalah wisatawan. Dalam prakteknya, terdapat
beberapa tipe wisatawan, beberapa diantaranya yaitu:
 Individual Mass Tourist (mencari perjalanan ke tempat yang tidak asing,
kepastian tentang lingkungan yang dikenal/tidak asing, dan wisata
terpadu).
 Mass (mencari kesempatan rileks dan „good times‟ di lokasi baru tetapi
yang tidak asing).
 Midcentric (perjalanan individual ke daerah-daerah yang memiliki fasilitas
dan sesuai dengan reputasi yang populer/tumbuh).
 Recreational (perjalanan untuk mencari hiburan, relaksasi untuk
memulihkan kekuatan fisikal dan mental).
World Tourism Organization (WTO) membagi wisatawan ke dalam dua
bagian, yaitu Domestic Visitors dan International Visitors. Domestic Visitors,
yaitu penduduk yang bepergian dalam suatu Negara dalam waktu tidak lebih dari
satu tahun, dengan tujuan bukan untuk mencari nafkah. Domestic Visitors dapat
dikelompokkan lagi menjadi dua, yaitu:
 Domestic Tourist, yaitu penduduk bepergian setidaknya menginap satu
malam (24 jam) dan tidak lebih dari satu tahun dengan tujuan untuk
kesenangan, rekreasi, liburan, olahraga, bisnis, mengunjungi teman, misi,
pertemuan, konfrensi, kesehatan, pendidikan dan keagamaan.
 Domestic Excursionists, yaitu penduduk bepergian kurang dari 24 jam.
Kelompok wisatawan yang ke dua menurut WTO adalah International Visitors,
yaitu penduduk dari suatu negara yang mengunjungi negara lain. (Chadwick,
1987)
International Union Official Travel Organization (IUOTO) menjelaskan
terdapat perbedaan antara wisatawan dan pelancong. Menurut IUOTO, wisatawan
adalah pengunjung sementara yang tinggal sekurang-kurangnya 24 jam di negara
atau daerah tujuan wisata yang dikunjungi dengan tujuan perjalanan adalah untuk
pesiar (Leisure), yaitu untuk keperluan rekreasi, liburan, kesehatan, pendidikan,
keagamaan dan olah raga. Tujuan perjalanan yang ke dua adalah untuk hubungan
dagang, sanak keluarga, konfrensi dan pertemuan. Yang dimaskud dengan
pelancong menurut IUOTO adalah pengunjung sementara yang tinggal di negara
atau daerah yang menjadi tujuan wisata yang dikunjungi kurang dari 24 jam.
Chadwick mengemukakan bahwa wisatawan berasal dari dua sumber,
yaitu penduduk lokal dan penduduk pendatang. Yang dikatakan sebagai
wisatawan adalah mereka yang melakukan perjalanan dengan berbagai alasan dan
motivasi dengan tujuan berwisata. Mereka yang memiliki tujuan melakukan
perjalanan wisata kemudian dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu wisatawan
yang berasal dari daerah sendiri maupun daerah lain yang masih termasuk ke
dalam batas negara yang disebut sebagai wisatawan domestik, maupun wisatawan
yang berasal dari luar negeri yang biasa disebut sebagai wisatawan
mancanegara/internasional. Pada penelitian kali ini, pengggolongkan wisatawan
didasarkan pada pengertian wisatawan berdasarkan WTO, yaitu pendatang
domestik yang melakukan perjalanan ke suatu daerah dan menginap di daerah
tersebut yang lebih dikenal dengan istilah wisatawan. Pengunjung yang
melakukan perjalanan ke suatu daerah kurang dari 24 jam yang disebut day
tripper (ekskursionis), kelompok kedua dari kategori wisatawan menurut WTO
adalah pengunjung internasional (wisatawan mancanegara). Klasifikasi wisatawan
yang dikemukakan oleh Chadwick dalam Tourism Planning dapat dilihat pada
GAMBAR 2.2 berikut ini.
GAMBAR 2.2
KLASIFIKASI WISATAWAN

Residence Visitors

Non-travellers Travellers

Within scope of travel and Other travellers


tourism

International Domestic
Commuters

Other Local
Intercontinental Continental Interregional Regional
Travellers (3)

Crews
Staying one or more
Same day (2)
nights (1)

Students (4)

Primary purpose of travel


Migrants (5)

Visiting friends or
Business Other personal business Pleassure Temporary
relatives (VFR)
workers

Primary activities:
Primary activities: Primary activities: Primary activities:
- Recreation
- Consultations - Socializing - Shopping
- Sightseeing
- Conventions - Dining in - Visiting lawyer
- Dining out
- Inspections - Home Entertainment - Medical appointment
Secondary activities: Secondary activities:
Secondary activities:
- Dining out - Dining out
Secondary activities: - VFR
- Recreation - Physical Recreation
- Dining out - Convention
- Shopping - Shopping
- VFR - Business
- Sightseeing - Sightseeing
- Shopping
- VFR - Urban entertainment

(1) “Wisatawan” dalam pengertian internasional


(2) “Excurtionists” dalam pengertian internasional
(3) Wisatawan yang perjalanannya kurang dari standar sebagai wisatawan, misalnya kurang dari 50 mil dari tempat tinggalnya
(4) Pelajar yang bepergian antara rumah dan sekolah
(5) Seluruh perpindahan manusia ke suatu permukiman baru seperti emigran, imigran, tawanan dan pengembara.

Sumber: Chadwick dalam Tourism Planning, Gunn, Clare A, 1988

Menurut Spillane, terdapat beberapa motivasi yang mendorong seseorang


untuk melakukan perjalanan. Beberapa motivasi yang dimaksud adalah sebagai
berikut:
1. Dorongan kebutuhan dagang atau ekonomi,
2. Dorongan kebutuhan kepentingan politik,
3. Dorongan kebutuhan keamanan,
4. Dorongan kebutuhan kesehatan,
5. Dorongan kebutuhan pemukiman,
6. Dorongan kebutuhan kepentingan keagamaan,
7. Dorongan kebutuhan kepentingan pendidikan,
8. Dorongan kebutuhan minat kebudayaan,
9. Dorongan kebutuhan hubungan keluarga, dan
10. Dorongan kebutuhan untuk rekreasi.
Ryan (1991) mengemukakan beberapa motivasi yang mendorong wisatawan
untuk melakukan perjalanan wisata, yaitu:
1. Pemenuhan keinginan
2. Belanja/Shopping
3. Dorongan untuk menghindari lingkungan sehari-hari
4. Kebutuhan untuk rekreasi
5. Mencari kesempatan untuk bermain
6. Mempererat tali persaudaraan
7. Untuk menjaga gengsi
8. Interaksi sosial
9. Kesempatan mendapatkan pendidikan

2.1.2 Sistem Kepariwisataan


Hal yang merupakan bagian awal dari perencanaan pariwisata adalah
sistem fungsional pariwisata (functional tourism system). Dilihat dari sudut
pandang perencanaan wilayah, sangat sulit untuk mengelola perencanaan hanya
dalam salah satu elemen basis struktural. Dalam penerapannya, sebuah sistem
harus dijalankan agar sebuah perencanaan yang ideal dapat terlaksana. Dalam hal
ini yang dimaksud dengan sistem adalah sistem pariwisata. Secara umum, fungsi
dari sistem pariwisata sebagai jantung dari pengembangan dan pelaksanaan
pariwisata, terdiri dari dua hal utama, yaitu permintaan (demand) yang lebih
identik dengan pasar, lalu penawaran (supply).
Permintaan dan penawaran akan suatu kegiatan pariwisata merupaka
kekuatan utama dalam perencanaan pariwisata. Perencanaan dalam
pengembangan pariwisata harus dapat dijalankan dengan kedua kekuatan diatas
pada waktu yang bersamaan. Permintaan (supply), sebagai pasar, menentukan apa
yang diinginkan wisatawan, kebutuhan dan kemampuan wisatawan dalam
membayar. Pasar dapat dikategorikan, namun akan selalu berubah seiring dengan
berjalannya waktu. Penawaran (demand) harus dikembangkan, tidak hanya
sebagai tanggapan dari pasar tetapi juga sebagai salah satu faktor geografi dan
pengelolaan yang berhubungan dengan daerah tujuan wisata. Hubungan antara
supply dan demand dalam suatu sistem pariwisata dapat dilihat pada GAMBAR
2.3.

GAMBAR 2.3
SISTEM PARIWISATA FUNGSIONAL

PERMINTAAN
(DEMAND)

Populasi

Ketertarikan dalam bepergian


Kemampuan untuk bepergian

Transportasi
Informasi & Promosi
Volume dan kapasitas dari seluruh
moda

Daya Tarik

Pengembangan sumberdaya untuk


kepuasan pengunjung PENAWARAN
(SUPPLY)

Jasa

Kualitas dan keanekaragaman makanan,


penginapan dan produk

Sumber : Tourism Planning, Gunn (2002)

Dalam pelaksanaannya, terdapat 4 komponen utama yang termasuk


kedalam penawaran, yaitu transportasi, daya tarik, jasa dan informasi/promosi
(Gunn: 1972). Dalam literatur yang ditulis oleh John Lea (1988), Tourism and
Development in Third World, terdapat 5 elemen utama yang merupakan supply.
Kelima elemen itu adalah:
1. Daya tarik (attractions)
Dikategorikan sebagai daya tarik alami (pantai, air terjun, dll), buatan (waduk,
jembatan, dll) maupun kultural yang dimilik oleh suatu daerah seperti budaya,
kesenian dll.
2. Transportasi (transport)
Terdapat hubungan yang cukup dekat antar pengembangan pariwisata dengan
sektor trasnportasi.
3. Akomodasi (accomodation)
Lebih mengarah kepada tempat untuk tinggal bagi para wisatawan selagi
melakukan pejalanan wisata seperti hotel dan guest house.
4. Fasilitas dan pelayanan pendukung (supporting facilities and services)
Meliputi berbagai jenis fasilitas dan pelayanan pendukung seperti restoran,
toko, bank, tempat beribadat dan pusat pelayanan medis.
5. Infrastruktur (infrastructure)
Merupakan sesuatu yang luas yang digunakan untuk mendukung keempat hal
diatas dalam pengembangan pariwisata.
Dalam suatu perencanaan pariwisata, seluruh komponen dari penawaran
(supply) menjadi hal yang sangat penting dalam suatu sistem pariwisata yang
terbentuk. Keseluruhan komponen yang terdapat didalam penawaran harus saling
terkait dan harus dalam keadaan seimbang. Ketidakseimbangan atau perubahan
dalam salah satu komponen dapat mempengaruhi komponen lainnya. Namun
dalam penerapannya di lapangan, dinamisme atau keseimbangan yang diharapkan
masih sulit dilakukan dan belum sepenuhnya dimengerti karena beberapa alasan
tertentu (Gunn, 1988). Untuk elemen penawaran (demand) ditentukan oleh pasar
yang lebih identik dengan kebutuhan dari wisatawan itu sendiri. Dalam suatu
sistem pariwisata seperti diatas, terdapat hubungan yang sangat erat antara
beberapa sektor, yaitu kebutuhan, transportasi, daya tarik, kegiatan informasi serta
kegiatan jasa.
Soekadijo dalam Anatomi Pariwisata mengemukakan bahwa
pengembangan pariwisata di suatu daerah harus terdapat integrasi antara jaringan
transportasi, akomodasi, serta pemasaran. Tanpa dihubungkan dan tanpa
dilengkapi oleh jaringan transportasi, tidak mungkin suatu objek wisata mendapat
kunjungan dari wisatawan. Hal tersebut terkait dengan ketersediaan aksesibilitas
yang telah dijelaskan sebelumnya pada konsep destinasi pariwisata. Setelah
ketersediaan aksesibilitas tersebut, hal yang kemudian harus diperhatikan adalah
ketersediaan lahan parkir. Baik akses jalan maupun ketersediaan parkir harus
sesuai dengan kebutuhan, yaitu sesuai dengan jumlah wisatawan yang diharapkan
kedatangannya dan jenis serta jumlah kendaraan yang diperkirakan akan
digunakan oleh para wisatawan. Selain dihubungkan dengan berbagai sarana
prasarana transportasi, pengembangan kegiatan pariwisata juga harus
memperhatikan akomodasi yang berupa berbagai fasilitas yang dapat digunakan
oleh wisatawan untuk beristirahat. Hal yang kemudian menjadi hal pendukung
perkembangan pariwisata di suatu daerah adalah kegiatan promosi dan pemasaran.
Berikut ini dapat dilihat komponen dari perencanaan pariwisata pada GAMBAR
2.4

GAMBAR 2.4
KOMPONEN PERENCANAAN PARIWISATA

Tourist Attraction and Activities

Transportasion Accomodation

Natural and Socioeconomic


Environment

Other Tourist
Other Infrastructure Facilities and Services

Institutional Elements

Sumber : Tourism Planning, Inskeep 1988


Berikut ini akan dijelaskan beberapa komponen yang termasuk ke dalam
suatu sistem pariwisata yang dapat dilihat pada Gambar 2.3 dan merupakan kaitan
antara dua elemen utama dalam pengembangan pariwisata yaitu supply dan
demand.
 Pasar (markets)
Pasar merupakan komponen permintaan (demand) pariwisata yang sangat
penting. Tanpa volume dari wisatawan, yang memiliki keinginan dan
kemampuan dalam melakukan perjalanan wisata, kegiatan pariwisata tidak
akan dapat dikembangkan dan berkembang. Seorang perencana harus
memperhatikan hubungan dan keterkaitan pasar dan komponen-komponen
lainnya yang termasuk ke dalam supply.
 Daya Tarik
Keanekaragaman pengaturan dan pembentukan sumber daya yang ada
menciptakan tarikan bagi wisatawan untuk datang ke tempat tujuan wisata.
Untuk menjadikan suatu hal menjadi daya tarik, sistem fungsional
pariwisata membutuhkan identifikasi, perencanaan dan pengelolaan dari
pengembangan fisik dan program yang dapat memuaskan pengunjung.
 Fasilitas Jasa/Pelayanan Wisata
Hal yang menjadi bagian sangat penting dalam pendapatan ekonomi
adalah tersedianya fasilitas dan jasa seperti hotel, restoran, tempat
penyewaan kendaraan, dan berbagai jenis jasa lainnya.
 Transportasi
Hubungan antara lokasi penduduk dan lokasi tujuan wisata merupakan
salah satu komponen yang sangat penting.
 Informasi dan Promosi
Orang-orang mengumpulkan informasi dan melakukan penilaian terhadap
pengalaman berwisata yang mempengaruhi keputusan mereka untuk
melakukan wisata dan menentukan tujuan wisata.
 Saling Ketergantungan (Interdpendence)
Fungsi dari setiap komponen yang terdapat dalam suatu sistem fungsional
pariwisata saling terkait satu dengan lainnya. Hubungan yang terbentuk
dalam suatu sistem fungsional pariwisata dapat dilihat pada GAMBAR
2.3.
Beberapa unsur pokok yang harus mendapat perhatian guna menunjang
pengembangan pariwisata di daerah tujuan wisata juga dikemukakan oleh Gamal
Suwantoro dalam Dasar-dasar Pariwisata. Unsur-unsur tersebut antara lain sebagai
berikut:
a. Objek dan daya tarik wisata
b. Prasarana wisata
c. Sarana wisata
d. Infrastruktur
e. Masyarakat/lingkungan.
Selain dipengaruhi oleh permintaan (demand) dan penawaran (supply),
suatu sistem fungsional pariwisata juga dipengaruhi oleh faktor eksternal. Pasar
dan keempat komponen supply yang terdapat dalam sistem fungsional pariwisata
turut dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal. Berbagai faktor eksternal yang
mempengaruhi sistem fungsonal pariwisata antara lain sebagai berikut:
a. Sumberdaya alam
Kualitas dan kuantitas aset sumber daya alam dianggap menjadi sustu
hal yang sangat penting dalam pengembangan pariwisata. Yang
termasuk dalam kategori sumberdaya alam adalah iklim dan udara,
air dan kehidupan di dalamnya, tumbuh-tumbuhan, kehidupan liar,
kondisi topografi dan kondisi geologi permukaan.
b. Kebudayaan
Lokasi yang memiliki karakteristik budaya tersendiri lebih dipilih
dalam pengembangan pariwisata ketimbang lokasi yang tidak
menarik.
c. Entrepreneurship
Sebagai suatu hal yang dinamis, pariwisata membutuhkan pengusaha
untuk mengembangkan dan menciptakan peluang yang ada serta
mengatur pembangunan yang sudah ada.
d. Keuangan dan pembiayaan
Pembiayaan merupakan suatu hal yang penting dalam pengembangan
pariwisata, baik pengembangan oleh publik maupun swasta.
e. Tenaga kerja
Ketersediaan tenaga kerja yang cukup dalam wilayah atau lokasi
periwisata memegang peranan penting dalam pengembangan
pariwisata. Semakin tinggi tingkat permintaan, maka makin
dibutuhkan sumber daya manusia yang terampil untuk memuaskan
permintaan wisatawan.
f. Kompetisi
Kompetisi diperlukan dalam usaha untuk memberikan pilihan pagi
wisatawan untuk mendapatkan pelayanan terbaik dan untuk
memuaskan wisatawan.
g. Masyarakat
Pengembangan pariwisata diharapkan dapat ikut membantu
masyarakat sekitar, khususnya dalam perbaikan kondisi sosial,
ekonomi, dan fisikal masyarakat di sekitar lokasi pariwisata.
h. Kebijakan pemerintah
Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah baik pusat, daerah
maupun lokal dapat mempengaruhi tingkat pengembangan pariwisata.
i. Organisasi
Banyak daerah menggunakan jasa konsultan untuk mengetahui
peluang kegiatan pariwisata di daerahnya. Peranan organisasi baik
pemerintah maupun swasta diperlukan apabila mengharapkan
pengembangan pariwisata yang pesat.
Freyer (1993) menjelaskan bahwa terdapat dua hal yang dapat ditawarkan
kepada para wisatawan. Pertama adalah pruduct atau yang lebih dikenal dengan
istilah produk wisata yang merupakan cakupan keseluruhan produk yang
diperuntukkan bagi seseorang atau dikonsumsi oleh seseorang selama melakukan
kegiatan wisata. Kedua adalah services atau lebih dikenal dengan jasa pelayanan,
yang merupakan layanan yang diterima wisatawan selama melakukan perjalanan
wisata. Menurut Burkart dan Medlik dalam perencanaan ekowisata, yang
dimaksud dengan jasa pariwisata adalah gabungan produk komposit yang
terangkum dalam atraksi, transportasi, akomodasi dan hiburan. Dalam
perkembangannya, pariwisata tidak hanya dapat selalu berkembang. Kegiatan
pariwisata di suatu daerah dapat menurun karena disebabkan oleh berbagai hal.
Hal tersebut dapat dilihat dari grafik Tourism Life Cycle pada GAMBAR 2.5
berikut ini.

GAMBAR 2.5
TOURISM LIFE CYCLE

Critical Range of Rejuvination


Elements of Capacity A
Number
Of B
Tours Stagnation
C
D
Consolidation
E
Decline

Development

Involvement
Exploration

Time

Sumber : Butler (1980), Tourism and Sustainable Development : Monitoring,


Planning, Managing

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa terdapat hubungan antara variabel
berjalannya waktu dengan variabel jumlah kunjungan wisatawan. Gambar tersebut
menjelaskan bahwa kegiatan pariwisata seiring dengan berjalannya waktu apabila
didukung oleh berbagai sektor pendukung yang memadai akan terus meningkat.
Namun apabila kapasitas dari berbagai unsur pendukung kegiatan pariwisata
tersebut telah mencapai batasnya, maka kelanjutan kegiatan pariwisata dapat
menjadi beberapa macam pilihan (A, B, C, D, dan E). Kegiatan pariwisata yang
terus dieksplorasi dan dikembangkan, lama kelamaan akan sampai pada
kapasitasnya dalam mendukung kegiatan wisatawan yang datang. Dukungan yang
dimaksud adalah dari faktor lingkungan, ketersediaan sarana prasarana dan
infrastruktur, perencanaan yang baik, maupun dari daya tarik pariwisata di daerah
itu sendri. Salah satu hal yang dapat menggambarkan apabila suatu kegiatan
pariwisata telah mencapai titik puncaknya adalah timbulnya berbagai
permasalahan seperti kemacetan lalu lintas, turunnya kualitas lingkungan dan
kenyamanan, serta turunnya jumlah kunjungan wisatawan. Apabila gejala-gejala
tersebut tidak diperhatikan, maka dikhawatirkan kegiatan pariwisata di daerah
tersebut akan hancur dan kehilangan daya tarik bagi wisatawan.

2.1.3 Peranan Sektor Pariwisata


Pengembangan sektor pariwisata di suatu daerah secara langsung maupun
tidak langsung akan memberikan dampak, baik itu dampak positif maupun
dampak negatif. Beberapa sektor yang dapat terpengaruh oleh kegiatan
pariwisata antara lain adalah sektor ekonomi, sosial, dan lingkungan (Gunn,
1988). Peranan sektor pariwisata dalam bidang ekonomi dapat dilihat dari sektor
pariwisata yang dapat dikategorikan sebagai sebuah industri yang dapat
memberikan dampak ekonomi yang begitu besar bagi suatu daerah. Frechtling
(1987) menambahkan beberapa dampak tidak langsung yang dihasilkan sektor
pariwisata di bidang ekonomi yang terkait dengan wisatawan, yaitu penambahan
jumlah penduduk: pendidikan, rumah sakit, perumahan, kesejahteraan publik, dan
perkembangan ekonomi secara keseluruhan. Selain beberapa hal yang telah
disebutkan di atas, pengaruh kegiatan pariwisata bagi sektor ekonomi tidak hanya
terlihat pada hubungan langsung dengan usaha perhotelan, restoran dan
penyelenggara paket perjalanan wisata, namun juga berhubungan dengan berbagai
aspek lain seperti transportasi, telekomunikasi, dan berbagai kegiatan bisnis
lainnya. Peranan sektor pariwisata dalam bidang sosial dapat dilihat dari interaksi
yang terjadi antara wisatawan dengan masyarakat lokal yang dapat memberikan
berbagai macam dampak baik itu dampak positif maupun dampak negatif. Sektor
pariwisata juga memiliki pengaruh terhadap lingkungan dalam hubungannya
dengan ekosistem di lokasi pengembangan kegiatan pariwisata maupun
lingkungan sekitar pengembangan kegiatan pariwisata.
2.2 Peran dan Jenis Infrastruktur
Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai berbagai hal yang terkait
dengan infrastruktur dan kemudian akan dijelaskan mengenai hubungan antara
infrastruktur dengan kegiatan pariwisata.

2.2.1 Definisi infrastruktur


Seperti definisi pariwisata, definisi yang menjelaskan mengenai pengertian
dari infrastruktur juga terdiri dari berbagai pengertian, antara lain:
 Sebuah sistem infrastruktur dapat didefinisikan sebagai fasilitas atau
struktur dasar, peralatan, instalasi yang dibangun dan yang dibutuhkan
untuk berfungsinya sistem sosial dan sistem ekonomi masyarakat (Grigg,
2000).
 Infrastruktur sebagai struktur dan fasilitas fisik yang dikembangkan oleh
badan pemerintah untuk menjalankan fungsi pemerintahan dalam
menyediakan air, sumber tenaga, penanganan limbah, transport dan
layanan sejenisnya untuk memfasilitasi pencapaian tujuan sosial dan
ekonomi (American Public Work Association).
 Suatu sistem fasilitas umum, baik yang didanai pemerintah maupun swasta
yang menyediakan pelayanan yang penting dan mendukung pencapaian
standar kehidupan (Associated General Contractors of America).
 Dalam Tourism Planning disebutkan bahwa infrastruktur dalam konteks
perencanaan mengacu pada segala bentuk konstruksi di atas maupun di
bawah tanah yang dapat menyediakan kebutuhan dasar untuk menunjang
pembangunan seperti pembangunan perkotaan, industri, dan pariwisata.
(Inskeep, 1991)
Secara umum, definisi infrastruktur dapat dijelaskan sebagai suatu sistem
fasilitas fisik yang mendukung kehidupan, keberlangsungan dan pertumbuhan
ekonomi dan sosial suatu masyarakat atau komunitas. Infrastruktur yang
dimaksud dalam penelitian ini mengacu pada katersediaan sarana prasarana
penunjang. Dalam konteks infrastruktur di Indonesia, infrastruktur di Indonesia
lebih dikenal dengan prasarana (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Sarana memiliki
sifat mobile seperti mobil, kereta, dll. Sedangkan prasarana memiliki sifat tidak
mobile dan merupakan elemen pendukung kegiatan perkotaan seperti jalan, lahan
parkir, jembatan, dll.

2.2.2 Peranan Infrastruktur


Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, peranan infrastruktur adalah
sebagai aspek penting dalam pencapaian pembangunan, baik dalam bidang sosial
maupun dalam bidang ekonomi. Peranan infrastruktur dapat dikatakan sebagai
mediator antara lingkungan sebagai suatu elemen dasar dengan sistem ekonomi
dan sosial masyarakat. Selain itu, peranan infrastruktur juga merupakan elemen
pendukung kegiatan perkotaan. Prasarana perlu disediakan dalam suatu kota
karena prasarana merupakan kebutuhan dasar (basic needs) dan prasarana dapat
menggerakkan pertumbuhan ekonomi. Pengembangan sektor pariwisata sangat
terkait dan bergantung pada perkembangan infrastruktur yang tersedia. Peran
infrastruktur menjadi sangat penting karena dengan pengembangan infrastruktur
dan sistem infrastruktur yang tersedia, akan dapat mendorong perkembangan
sektor pariwisata. Dari GAMBAR 2.3 dapat dilihat keterkaitan antara infrastruktur
dengan kegiatan pariwisata yang merupakan sebuah sistem yang terintegrasi satu
dengan lainnya. Dari berbagai infrastruktur dapat dikembangkan di perkotaan,
beberapa infrastruktur yang menjadi sangat penting bagi perkembangan sektor
pariwisata yaitu infrastruktur transportasi seperti jalan raya, moda transportasi
umum, dan lahan parkir.
Sarana prasarara dan infrastruktur yang telah disebutkan diatas memegang
peranan penting dalam perencanaan penggunaan lahan. Beberapa peranan
infrastruktur dalam perencanaan penggunaan lahan, khususnya di perkotaan antara
lain:
 Infrastruktur tersebut merupakan respon terhadap permintaan yang ada
dengan cara menyediakan jasa-jasa yang dibutuhkan. Penggunaan lahan,
baik sekarang maupun pada masa yang akan datang akan menentukan
kebutuhan akan infrastruktur.
 Infrastruktur tertentu dapat menarik dan memicu pembangunan dan
pengembangan lahan baru. Ketersediaan akan infrastruktur akan menjadi
perwujudan terhadap kebutuhan di daerah tersebut.
 Infrastruktur dapat menjadi katalisator dalam menciptakan koordinasi yang
lebih baik antara fasilitas dengan rencana pengembangan lahan karena
investasi infrastruktur dan perbaikan kapasitas terkesan tidak merata.

2.2.3 Jenis Infrastruktur


Infrastruktur di Indonesia dibedakan atas dua kelompok, yaitu sarana dan
prasarana. Yang dimaksud dengan sarana adalah yang memiliki sifat mobile
seperti mobil, kereta, dll. Sedangkan prasarana memiliki sifat tidak mobile dan
merupakan elemen pendukung kegiatan perkotaan seperti jalan, lahan parkir,
jembatan, dll. (Sumber : Catatan Kuliah Prasarana Wilayah dan Kota) Berikut ini
akan disebutkan berbagai jenis infrastruktur, yaitu:
 Transportasi
 Bangunan institusional, sosial dan komersial
 Bangunan irigasi, drainase dan pengendalian banjir
 Fasilitas air bersih dan air kotor
 Fasilitas penanganan limbah padat
 Pembangkit energi dan distribusinya
 Fasilitas telekomunikasi
 Fasilitas olahraga dan rekreasi
 Infrastruktur kawasan permukiman
Thames Gateaway London dalam Social Infrastructure Framework, 2006
mengemukakan empat sektor dalam pembagian infrastruktur sosial, yaitu:
1. Infrastruktur pendidikan,
2. Infrastruktur kesehatan dan sosial,
3. Infrastruktur rekreasi, kebudayaan, komunitas dan leisure services,
4. Infrastruktur darurat dan penting.
World Bank (1994) membedakan dan mengklasifikasikan infrastruktur
kedalam tiga bagian, yaitu sebagai berikut:
1. Public Utilities, seperti listrik dan telekomunikasi
2. Public Works, seperti drainase
3. Other Transport Sector (yang ditambahkan oleh parkin (1999)), seperti
airport, jalur kerena api, transportasi perkotaan.
Berikut ini akan disebutkan mengenai pembagian infrastruktur
berdasarkan aspeknya,yaitu sebagai berikut:
1. Prasarana Olah Raga atau Ruang Terbuka Hijau,
2. Prasarana Budaya dan Kesenian,
3. Prasarana Perhubungan,
4. Prasarana Pariwisata.
Dari penjabaran infrastruktur di atas dapat dikatakan bahwa salah satu
sektor yang sangat terkait dengan penyediaan infrastruktur adalah rekreasi yang
termasuk ke dalam sektor pariwisata. Selain itu, penyediaan infrastruktur juga
dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain yaitu:
 Populasi
 Perkembangan ekonomi
 Penyedia
 Lokasi
 Penggunaan lahan
 Aktivitas
 Permintaan
 Faktor Individu
Berdasarkan American Public Works Association, terdapat tiga belas jenis
infrastruktur yang menjadi acuan dan menjadi standar dalam perencanaan di
sebuah kota, yaitu:
1. Sistem penyediaan air : waduk, transmisi dan distribusi, treatment
plant
2. Sistem pengelolaan air limbah : pengumpul, pengolahan, pembuangan,
daur ulang
3. Fasilitas pengelolaan limbah padat
4. Fasilitas pengendalian banjir, drainase, dan irigasi
5. Fasilitas lintas air dan navigasi
6. Fasilitas transportasi : jalan, rel, bandar udara (termasuk tanda-tanda
lalu lintas dan fasilitas pengontrol)
7. Sistem transit publik
8. Sistem kelistrikan : produksi dan distribusi
9. Fasilitas gas alam
10. Gedung publik : sekolah, rumah sakit
11. Fasilitas perumahan publik
12. Ruang terbuka yang terdiri dari taman kota (sebagai daerah resapan),
tempat bermain (termasuk stadion)
13. Komunikasi

2.3 Infrastruktur Penunjang Pariwisata


Kegiatan pariwisata yang berkembang dituntut untuk dapat menyediakan
infrastruktur penunjang yang memadai. Menurut Heraty dalam Tourism Planning,
ketersediaan infrastruktur yang memadai merupakan suatu hal yang sangat
penting dalam usaha pengembangan pariwisata. Seperti yang telah dikemukaan
oleh Gunn dalam konsep destinasi, salah satu aspek yang sangat penting untuk
mendukung suatu tujuan wisata adalah ketersediaan sarana prasarana. Penyediaan
infrastruktur pendukung kegiatan pariwisata dalam konteks pengembangan di
Indonesia mengacu juga pada pengembangan dan penyediaan sarana dan
prasarana yang dapat mendukung kegiatan pariwisata. Dalam konteks pariwisata,
sarana wisata merupakan kelengkapan daerah tujuan wisata yang diperlukan guna
melayani kebutuhan wisatawan selama berada di tempat tujuannya. Pengertian
infrastruktur dalam konteks pariwisata adalah situasi yang mendukung fungsi
sarana dan prasarana wisata, baik yang berupa suatu sistem pengaturan maupun
bangunan fisik diatas permukaan tanah dan di bawah tanah. Dalam pengembangan
kegiatan wisata kota atau Urban Tourism, Ashworth (1992) menyebutkan bahwa
salah satu aspek utama yang dapat mendukung perkembangan pariwisata adalah
ketersediaan fasilitas penunjang kegiatan pariwisata. Secara umum, berdasarkan
Page (1995) dalam Urban Tourism, fasilitas utama penunjang kegiatan pariwisata
dapat dibedakan menjadi:
o Sarana akomodasi
o Penyedia jasa makanan
o Sarana perbelanjaan
o Berbagai sarana pendukung lainnya
Namun dalam penyediaannya di lapangan, hal tersebut masih menjadi
salah satu permasalahan dalam kepariwisataan di Indonesia karena dapat
disebabkan oleh ketidaksesuaian antara supply dan demand. Dalam hubungannya
dengan infrastruktur, berkembangnya kegiatan pariwisata dapat memberikan
dampak positif maupun dampak negatif. Dampak yang dimaksud diantaranya
berupa munculnya atau dibangunnya berbagai infrastruktur pendukung kegiatan
pariwisata yang juga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar, namun juga
dapat memberikan beban yang berlebih bagi infrastruktur perkotaan yang telah
tersedia. Oleh karena itu, pembangunan dan pengelolaan infrastruktur yang baik
dirasa masih sangat diperlukan.
Apabila dikaitkan kembali dengan sistem pariwisata, terdapat hubungan
antara permintaan dan penawaran. motivasi merupakan faktor yang mendorong
untuk mengadakan perjalanan dan kemudian menimbulkan permintaan mengenai
prasarana, sarana perjalanan dan perhubungan, sarana akomodasi dan penyediaan
jasa. Menurut Spillane, industri pariwisata tidak hanya membutuhkan berbagai
sarana akomodasi seperti hotel dan penginapan, restoran, agen perjalanan wisata,
perencana perjalanan wisata, industri kerajinan, namun industri pariwisata juga
memerlukan prasarana ekonomi, seperti jalan raya, jembatan, terminal, pelabuhan,
lapangan udara. Selain itu, juga diperlukan prasarana lain yang lebih bersifat
public utilities seperti sarana kebersihan, kesehatan, keamanan, dsb.
Melihat keterkaitan antara pengembangan pariwisata dengan ketersediaan
infrastruktur, maka kegiatan pariwisata juga memberikan dampak bagi
infrastruktur. Untuk lebih lengkapnya, dampak pengembangan kegiatan pariwisata
terhadap infrastruktur dapat dilihat pada TABEL II-2 berikut ini.
TABEL II-1
DAMPAK PENGEMBANGAN PARIWISATA TERHADAP
INFRASTRUKUTUR

Dampak Positif Dampak Negatif

Dibangunnya infrastruktur penunjang Terbebaninya kapasitas infrastruktur yang


yang baru telah tersedia seperti jalan dan lahan parkir

Terjadi pemusatan infrastruktur penunjang Terbengkalainya infrastruktur yang tidak


kegiatan pariwisata berhubungan dengan kegiatan pariwisata

Meningkatkan ketersediaan akan fasilitas


Penumpukan kegiatan
penunjang kegiatan pariwisata
Standar pelayanan yang lebih baik dari
infrastruktkur dan fasilitas penunjang
kegiatan pariwisata Kurangnya fasilitas jasa
Semakin baiknya jangkauan dan pilihan
fasilitas yang tersedia
Sumber : Berbagai Sumber

Apabila dikaitkan dengan kegiatan pariwisata, salah satu infrastruktur


yang paling terkait dan mempengaruhi pariwisata adalah infrastruktur transportasi.
Seperti yang telah dijelaskan oleh Inskeep dalam Tourism Planning, salah satu
infrastruktur dasar yang dianggap penting untuk mendukung keberlangsungan
kegiatan dan pengembangan pariwisata adalah penyediaan infrastruktur
transportasi yang memadai. Infrastruktur transportasi yang dimaksud bukan hanya
berupa jalan raya, tetapi berbagai sarana prasarana lainnya yang masih terkait
dengan transportasi seperti fasilitas parkir, moda transportasi serta berbagai sarana
prasarana lailnnya. Sebuah kota harus memiliki akses ke dalam sebuah sistem
fasilitas infrastruktur dan jasa dalam usaha mendukung kehidupan masyarakat
yang berkelanjutan. Wilayah perkotaan dapat memiliki banyak fasilitas publik
maupun fasilitas kuasi publik yang menyediakan berbagai fasilitas kepada
masyarakat, seperti transportasi, air, persampahan, rekreasi, pendidikan, serta
kesehatan dan keamanan. Dalam hal ini, infrastruktur perkotaan yang paling
berkaitan dengan kegiatan pariwisata adalah infrastruktur transportasi, selain
infrastruktur pendukung kegiatan pariwisata lainnya. Untuk infrastruktur
transportasi, masyarakat bisa mendapatkan trotoar, jalur pejalan kaki dan sepeda,
lahan parkir, jalan lokal, jalan kolektor, jalan arteri, jalan tol, garasi, kendaraan,
dan lapangan terbang. Berikut ini dapat dilihat pada GAMBAR 2.6 mengenai
elemen-elemen infrastruktur yang terkait dengan kegiatan pariwisata, khususnya
kegiatan pariwisata perkotaan.

GAMBAR 2.6
ELEMEN PARIWISATA DAN REKREASI PERKOTAAN

Elemen Primer

Tempat Aktifitas Leisure Setting

 Fasilitas kebudayaan Kondisi Fisik


 Fasilitas hiburan  Pola sejarah
 Perayaan dan acara tertentu  Monumen
 Pameran  Benda seni
 Taman dan ruang hijau
 Pelabuhan, kanal dan tepi laut

Karakteristik Sosial/budaya
 Jenis kegiatan
 Bahasa, adat masyarakat lokal,
dongeng – dongeng
 Gaya hidup

Elemen Sekunder

Fasilitas katering
Fasilitas belanja
Pasar

Elemen Tambahan

Aksesibilitas, Fasilitas parkir, Infrastruktur Pariwisata


(pusat informasi, papan penunjuk jalan, buku panduan)

Sumber : Jansen-Verbeke (1986).

Menurut Jansen-Verbeke (1986), sebuah kota dapat dikatakan sebagai


salah satu tujuan wisata apabila memiliki elemen utama, elemen sekunder, dan
elemen tambahan sebagai berikut
 Elemen utama yang terdiri dari berbagai jenis fasilitas yang dapat
dikategorikan dalam:
o Tempat aktivitas, dimana termasuk seluruh jenis fasilitas yang
ditawarkan dalam suatu kota, yang merupakan daya tarik
pariwisata.
o Leisure Setting, dimana terdiri dari elemen fisik, soaial, dan
kebudayaan yang menjadikan sebuah kota menjadi menarik.
 Elemen sekunder yang terdiri dari berbagai fasilitas dan jasa pendukung
kegiatan pariwisata seperti akomodasi, fasilitas perbelanjaan, dll. Menurut
Shaw dan Williams (1994), elemen penunjang seperti pertokoan, pusat
perbelanjaan dan restoran dapat menjadi daya tarik utama bagi kegiatan
pariwisata perkotaan.
 Elemen tambahan yang terdiri dari sarana dan prasarana seperti jalan raya,
fasilitas parkir, dan berbagai jasa pariwista lain. Dari gambar diatas dapat
dilihat bahwa walaupun hanya termasuk ke dalam elemen tambahan dalam
elemen pariwisata dan rekreasi perkotaan, infrastruktur transportasi seperti
akses dan ketersediaan fasilitas parkir menjadi elemen yang sangat penting
dalam pengembangan kegiatan pariwisata, khususnya pariwisata
perkotaan. Selain elemen yang terdapat diatas, terdapat elemen lainnya
yang merupakan elemen-elemen dari industri pariwisata yang dapat dilihat
pada TABEL II-2 berikit ini.
TABEL II-2
ELEMEN DALAM INDUSTRI PARIWISATA

Sumber Daya Pariwisata


Sumber daya alam
Sumber daya manusia
Infrastruktur umum dan pariwisata
Sarana dan prasarana transportasi
Public Utilities

Telekomunikasi

Fasilitas akomodasi
Hotel, guest house, kota dan
pedesaan
Kondominium
Tempat tinggal pelengkap
Instalasi makanan dan minuman
Hiburan dan fasilitas olahraga
Fasilitas budaya dan rekreasi
Fasilitas olahraga
Jasa pariwisata
Biro perjalanan pariwisata
Badan promosi lokal dan hotel
Pusat informasi
Penyewaan mobil
Pemandu dan juru bahasa

Sumber : Sessa (1983) dalam Critical Issues in Tourism

Freyer (1993) menyebutkan bahwa terdapat 3 jenis pasar pariwisata yang


terkait dengan supply yang dibutuhkan dalam usaha mengembangkan sektor
pariwisata di suatu daerah. Ketiga pasar yang dimaksud adalah pasar primer, pasar
sekunder, dan pasar tersier. Untuk pasar primer, terdiri dari sarana prasrana
akomodasi, transportasi, biro perjalanan wisata, pemandu wisata, serta daya tarik
wisata. Pasar sekunder terdiri dari toko-toko cinderamata, money changer, rental
kendaraan, asuransi, dsb. Untuk pasar tersier, merupakan elemen pelengkap dalam
pengembangan kegiatan pariwisata di suatu daerah. Pasar tersier terdiri dari
kegiatan fotografi, buku panduan wisata, pengiriman barang kebutuhan hotel, dsb.
Usaha kepariwisataan berdasarkan Undang-Undang No. 9 Tahun 1990 tentang
kepariwisataan dibagi kedalam tiga kategori, yaitu usaha jasa pariwisata,
pengusahaan obyek dan daya tarik wisata, serta usaha sarana pariwisata yang
digolongkan berdasarkan objek dan atraksi wisata. Apabila dikaitkan dengan
pengembangan infrastruktur, maka pada studi kali ini hanya akan dijelaskan
mengenai jenis usaha sarana pariwisata. Pembagian usaha sarana pariwisata
berdasarkan Usaha kepariwisataan berdasarkan Undang-Undang No. 9 Tahun
1990 tentang kepariwisataan adalah sebagai berikut:
 Penyediaan akomodasi, yaitu usaha penyediaan kamar dan fasilitas
yang lain serta pelayanan yang diperlukan.
 Penyediaan makan dan minum, yaitu usaha pengolahan, penyediaan,
dan pelayanan makanan dan minuman.
 Penyediaan angkutan wisata, yaitu usaha khusus atau sebagian dari
usaha dalam rangka penyediaan angkutan pada umumnya.
 Penyediaan sarana wisata tirta, yaitu usaha yang kegiatannya
menyediakan dan mengelola prasarana dan sarana serta jasa-jasa
lainnya yang berkaitan dengan kegiatan wisata tirta. Kegiatan wisata
tirta ini dapat dilakukan di laut, sungai, danau, rawa, serta waduk.
 Kawasan pariwisata, yaitu usaha yang kegiatannya membangun atau
mengelola kawasan dengan luas tertentu untuk memenuhi kebutuhan
pariwisata sesuai dengan tata ruang kawasan dan berdasarkan rencana
pengembangan kepariwisataan.
Kegiatan pariwisata berkaitan erat dengan wisatawan, khususnya dalam
hal permintaan dan penawaran. Menurut Spillane, dalam prakteknya, terdapat
perbedaan pola penggunaan sarana dan prasarana antara wisatwan nusantara
(domestik) dan wisatwan mancanegara. Perbedaan yang lebih jelas juga dapat
dilihat antara kebutuhan wisatawan (tourist) dengan palancong (excurtionists)
karena berkaitan dengan karakteristik perjalanan mereka. Sebagai salah satu
contohnya, wisatawan baik wisatawan nusantara maupun wisatwan mancanegara
akan memerlukan sarana akomodasi untuk menginap, sedangkan pelancong tidak
terlalu memerlukan darasan akomodasi karena perjalanan yang dilakukan tidak
lebih dari 24 jam. Apabila dihubungkan dengan kegiatan pariwisata, peranan
sektor transportasi menjadi sangat penting karena pariwisata identik dengan
mobilitas dan pergerakan yang dilakukan oleh wisatawan maupun pelaku wisata
lainnya. Wisatawan sebagai pengguna sarana transportasi memiliki tiga
permintaan utama dalam hal transportasi. Ketiga hal tersebut adalah:
a. Wisatawan membutuhkan pergerakan atau perpindahan dari rumah menuju
lokasi wisata maupun di lokasi pariwisata itu sendiri. Dalam hal ini,
semakin dekat jarak tempuh dan semakin kecil biaya yang dikeluarkan
maka akan semakin baik.
b. Wisatawan selalu mencari perjalanan yang menyenangkan dan
memuaskan. Hal ini bukan hanya sekedar pergerakan dan perpindahan,
tetapi juga terkait dengan fungsi dari daya tarik wisata yang ada. Kepuasan
dari para wisatawan bergantung kepada tujuan dari wisatawan itu sendiri.
Apabila tujuan wisatawan hanya untuk menginap pada lokasi penginapan
pada akhir minggu, maka perjalanannya tidak akan memberikan banyak
dampak.
c. Wisatawan akan mencari beberapa faktor perjalanan dan akan memilih
kombinasi yang dirasa paling baik, tanpa mempertimbangkan jenis
angkutan yang tersedia. Faktor-faktor tersebut antara lain:
 Kenyamanan (termasuk kebebasan dari kepenatan,
ketidaknyamanan, dan kebersihan yang buruk),
 Ketepatan waktu (tidak adanya delay, sistem yang rumit),
 Keamanan (kebebasan dari resiko, baik dari sarana yang ada,
maupun dari orang lain),
 Kepercayaan (jadwal yang dapat dipercaya dan kondisi
perjalanan),
 Harga (masuk akal dan kompetitif), dan
 Kecepatan.
Dilihat dari segi perencanaan dan pembangunan, fungsi-fungsi tersebut
memerlukan perhatian terhadap hubungan antar seluruh moda transportasi
untuk wisatawan dan hubungannya dengan daya tarik, baik selama
perjalanan menuju tempat wisata maupun di lokasi wisata tersebut.

2.4 Pariwisata dan Transportasi


Transportasi dianggap lebih dari hanya sekedar pergerakan, melainkan
sudah menjadi sebuah pengalaman. Menurut Morlok, transportasi adalah
perpindahan orang atau barang dari satu tempat ke tempat lain secara spasial baik
dengan menggunakan sarana angkut maupun tanpa menggnakan sarana angkut.
Untuk melakukan pergerakan, manusia memiliki dua pilihan, yaitu dengan
bantuan moda transportasi (berkendara) atau melakukan pergerakan tanpa bantuan
moda transportasi (berjalan kaki). Pergerakan tanpa moda transportasi biasanya
akan bersifat perjalanan yang memiliki jarak tempuh yang pendek, yaitu sekitar 1-
2 km. Perjalanan dengan menggunakan bantuan moda transportasi, biasanya
memiliki sifat perjalanan yang jauh dan panjang (Tamin, 2000). Mengingat bahwa
menyediakan akses ke daerah tujuan bagi daerah perumahan atau berpenduduk
merupakan tujuan utama transportasi, wisatawan tidak dapat diperlakukan semata-
mata hanya sebagai barang angkutan. Bagi kebanyakan wisatawan maupun
pelancong, beberapa kondisi, sosial dan fisik, di dalam dan di luar kendaraan
merupakan hal yang harus diperhatikan. Kualitas kepuasan wisatawan akan
perjalanannya dari tempat tinggalnya ke tujuan dan sebaliknya memerlukan
kerjasama dari berbagai aspek dan memerlukan perencanaan yang bersifat
kolaboratif.
Dalam kepariwisataan, transportasi terkait dalam aksesibilitas yang
merupakan salah satu elemen utama dalam pengembangan pariwisata seperti yang
tertera dalam konsep destinasi yang dikemukakan oleh Gunn. Apabila hanya
transportasi dan tidak dikaitkan dengan sektor lainnya, maka tidak dapat
menciptakan objek wisata atau tujuan wisata yang baru. Apabila suatu tujuan
wisata tidak memiliki jaringan transportasi atau aksesibilitas yang baik, maka
pariwisata di kawasan tersebut tidak dapat berkembang dengan baik. Sistem
perencanaan transportasi harus terkait dan terintegrasi dengan perencanaan
transportasi di lokasi itu sendiri untuk mencapai kesuksesan pariwisata.
Infrastruktur yang berkaitan dengan transportasi yang berkaitan erat
dengan pengembangan pariwisata antara lain adalah jalan raya, fasilitas parkir,
zebra cross, trotoar, dan berbagai sarana prasarana lainnya. Untuk kebutuhan akan
jalan raya, kegiatan pariwisata membutuhkan jalan raya sebagai akses untuk
menuju dan dari lokasi wisata. Kebutuhan yang dimaksud adalah keterkaitan
antara kegiatan pariwisata dengan transportasi yang dapat dilihat dari berbagai
konsep yang telah dijelaskan sebelumnya. Kebutuhan akan jalan raya merupakan
kebutuhan dasar, baik bagi masyarakat di sekitar lokasi atau daerah tujuan wisata.
Oleh karena itu, pembangunan sarana prasarana harus memperhatikan kedua
aspek tersebut, jangan hanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di
daerah itu saja. Hal tersebut dilakukan agar masyarakat sebagai tuan rumah tetap
dapat menikmati berbagai sarana prasarana yang disediakan oleh pemerintah.
Menurut Harun Al-Rasyid Lubis, pakar transportasi dari Transportation Research
Group Institut Teknologi Bandung (2006) mengatakan bahwa idealnya sekitar
20% dari luas permukaan suatu kota digunakan untuk fasilitas jalan atau
digunakan untuk memenuhi ruang milik jalan. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, ketersediaan sarana dan prasarana transportasi harus disesuaikan
dengan kebutuhannya. Oleh karena itu, apabila ketersediaan sarana dan prasarana
transportasi tidak disesuaikan dengan kebutuhannya, maka akan menimbulkan
berbagai permasalahan seperti kemacetan lalu lintas. Kemacetan lalu lintas dapat
terjadi karena ruas jalan tidak dapat menampung volume lalu lintas yang melintasi
jalan tersebut. Arus lalu lintas yang mendekati kapasitasnya akan menimbulkan
kemacetan. Kemacetan yang terjadi apabila arus lalu lintas yang melintas suatu
ruas jalan tertentu sangat besar dan pada akhirnya arus lalu lintas menjadi
terganggu serta mulai terjadi tundaan atau bahkan lalu lintas menjadi terhenti.
Selain itu, kemacetan juga terjadi karena penurunan kecepatan yang disebabkan
berbagai hal seperti PKL, on street parking, dan pejalan kaki yang menggunakan
badan jalan. Gangguan tersebut menyebabkan pengurangan jumlah kapasitas jalan
yang dapat menampung sejumlah kendaraan yang melintas. Kapasitas jalan yang
dimaksud disini adalah jumlah lalu lintas kendaraan maksimum yang dapat
ditampung oleh suatu ruas jalan tertentu. Berikut ini dapat dilihat hubungan antara
arus lalu lintas dengan waktu tempuh pada GAMBAR 2.7.

GAMBAR 2.7
HUBUNGAN ANTARA ARUS LALU LINTAS DENGAN WAKTU
TEMPUH

Waktu Tempuh
(Jam)

Arus (smp/jam)

Sumber : Black dalam Malvina 2005

Dari hal diatas dapat diketahui bahwa tingginya volume kendaraan yang
berada di jalan dapat menyebabkan kemacetna lalu lintas. Dari tabel diatas juga
dapat dilihat bahwa kemacetan lalu lintas dipengaruhui oleh arus. Arus kendaraan
di jalan berdasarkan Morlok,1991 dalam Tugas Akhir Bahagia Fadhilah, 2008
dapat ditentukan dalam enam tingkatan, yaitu A, B, C, D, E dan F. Tingkat
pelayanan A merupakan tingkat pelayanan yang paling tinggi atau paling baik,
sedangkan tingkat pelayanan F merupakan tingkat pelayanan yang paling rendah
atau paling buruk. Semakin tinggi volume lalu lintas pada ruas jalan tertentu,
maka tingkat pelayanan jalannya akan semakin menurun. Standar pembagian
tingkat pelayanan jalan dapat dilihat pada TABEL II-3 berikut ini.
TABEL II-3
STANDAR TINGKAT PELAYANAN JALAN

Tingkat Kecepatan
Pelayanan Rata-rata V/C Deskripsi arus
Jalan (km/jam)

Arus bebas bergerak (aliran lalu lintas bebas, tanpa hambatan),


A > 50 ≤ 0,40
pengemudi bebas memilih kecepatan sesuai batas yang ditentukan.

Arus stabil, tidak bebas (aliran lalu lintas baik, kemungkinan terjadi
B 40-50 ≤ 0,58 perlambatan), kecepatan operasi mulai dibatasi, mulai ada hambatan dari
kendaraan lain.

Arus stabil, kecepatan terbatas (aliran lalu lintas masih baik dan stabil
C 32-40 ≤ 0,80 dengan perlambatan yang masih dapat diterima), hambatan dari
kendaraan lain makin besar.

Arus mulai tidak stabil (mulai dirasakan gangguan dalam aliran, aliran
D 27-32 ≤ 0,90 mulai tidak baik), kecepatan operasi menurun relatif cepat akibat
hambatan yang timbul.

Arus yang tidak stabil, kadang macet, (volume pelayanan berada pada
E 24-27 ≤ 1,00
kapasitas, aliran tidak stabil).

Macet, antrian panjang (volume pelayanan melebihi kapasitas, aliran


F < 24 > 1,00
tengah mengalami kemacetan).

Sumber : Morlok dalam Tugas Akhir Bahagia Fadhilah, 2008

Ketersediaan sarana prasarana transportasi yang berkaitan erat dengan


perkembangan pariwisata adalah ketersediaan jalan raya yang termasuk ke dalam
aksesibilitas dan ketersediaan prasarana parkir. Jumlah kendaraan yang digunakan
wisatawan yang datang mengunjungi suatu kota perlu dikurangi dan diparkirkan.
Hal tersebut dimaksudkan agar kendaraan-kendaraan tersebut tidak terus menerus
berada di jalan raya dan kemudian dapat menyebabkan kelebihan kapasitas dan
daya tampung dari jalan tersebut. Akibatnya, dapat terjadi kemacetan lalu lintas
yang nantinya akan merugikan berbagai pihak, baik masyarakat lokal sebagai tuan
rumah, maupun wisatawan yang datang ke daerah tersebut untuk berwisata.
Gambaran diatas dapat menjelaskan bahwa ketersediaan prasarana parkir
merupakan suatu hal yang penting. Keberadaan prasarana parkir juga memberikan
keuntungan lain. Keberadaan prasarana parkir dapat menjadi sumber pemasukan
bagi kas daerah dan dapat berperan dalam upaya membantu pembangunan apabila
prasarana parkir tersebut terintegrasi antara satu dengan lainnya dan memiliki
manajemen dan sistem yang jelas. Menurut Murphy dalam Tourism (1985), salah
satu cara untuk mengurangi jumlah kendaraan yang berada di jalan adalah dengan
menggunakan sistem “park and ride” yaitu dengan memusatkan kendaraan-
kendaraan yang digunakan oleh para wisatawan di suatu lokasi parkir umum dan
kemudian menggunakan kendaraan umum yang telah disediakan oleh penyedia
untuk melakukan kegiatan wisata. Hal ini memberikan banyak keuntungan bagi
pariwisata di daerah perkotaan karena dianggap dengan efektif dapat mengurangi
jumlah kendaraan yang melintas di ruas jalan yang menjadi kawasan wisata.
Selain memperhatikan ketersediaan jalan dan prasarana parkir, perlu juga
memperhatikan ketersediaan zona pejalan kaki seperti trotoar yang dapat
memfasilitasi pejalan kaki apabila ingin melakukan kegiatan pariwisata.
Transportasi menyangkut permasalahan pergerakan orang dan atau barang
dari satu lokasi ke lokasi lain. Berikut ini akan disebutkan mengenai
permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan sektor transportasi di
wilayah perkotaan, yaitu:
 Kecelakaan lalu lintas,
 Kepadatan transportasi publik saat peak hour,
 Kekurangan jumlah transportasi publik,
 Kesulitan bagi para pejalan kaki,
 Dampak lingkungan, dan
 Kesulitan untuk mencari lahan parkir.
Dari berbagai penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat kaitan
erat antara kegiatan pariwisata dengan penyediaan sarana prasarana yang berperan
sebagai penunjang kegiatan wisatawan maupun penyediaan kebutuhan sarana
prasarana perkotaan. Sarana prasarana yang dimaksud adalah berbagai sarana
prasarana yang dibutuhkan oleh kegiatan pariwisata maupun yang penyediaannya
dapat menunjang kegiatan wisata dan kegiatan perkotaan selain infrastruktur dasar
seperti air minum, listrik, dan telekomunikasi. Dari berbagai penjabaran diatas,
maka dapat disimpulkan beberapa sarana prasarana maupun jasa yang
penyediaanya sangat berkaitan dengan kegiatan pariwisata yang dilakukan di
perkotaan, yaitu sebagai berikut:
 Hotel/penginapan
 Restoran/rumah makan
 Pusat perbelanjaan
 Moda transportasi umum
 Jalan raya
 Lahan parkir
 Zebra cross
 Trotoar
 Penunjuk jalan/signage
 Jasa perbankan
 Pusat informasi
 Agen dan biro perjalanan wisata

Berikut ini dapat dilihat sarana dan prasarana yang berkaitan dengan
kegiatan pariwisata, khususnya wisata perkotaan pada TABEL II-4.

TABEL II-4
SARANA DAN PRASARANA PENUNJANG KEGIATAN PARIWISATA

Jansen - Verbeke Hasil Analisis


Sessa (1983) Spillane (1985) Inskeep (1991)
(1986) 2008
Sarana dan prasarana Fasilitas Infrastruktur
Sarana akomodasi Hotel/penginapan
transportasi kebudayaan transportasi
Restoran/rumah
Telekomunikasi Restoran Fasilitas hiburan Sarana akomodasi
makan
Fasilitas Biro perjalanan
Hotel, guest house Tour opreator Pusat perbelanjaan
katering/Restoran wisata
Agen perjalanan Restoran/rumah Moda transportasi
Kondominium Fasilitas belanja
wisata makan umum
Tempat tinggal
Industri kerajinan Pasar Jasa perbankan Jalan raya
pelengkap
Instalasi makanan dan
Pramuwisata Aksesibilitas Fasilitas kesehatan Lahan parkir
minuman
Fasilitas budaya dan
Jalan raya Fasilitas parkir Fasilitas keamanan Zebra Cross
rekreasi
Pusat - pusat
Fasilitas olahraga Jembatan Jasa pos Trotoar
informasi
Penunjunk
Biro pariwisata Sarana transportasi Papan petunjuk Kantor imigrasi
jalan/Signage
Badan promosi lokal dan Fasilitas olahraga Buku panduan
Pompa Bensin Jasa perbankan
hotel dan rekreasi pariwisata
Pusat informasi Bank Laundry Pusat informasi
Agen dan biro
Penyewaan mobil Money Changer
perjalanan wisata
Pemandu dan juru bahasa Fasilitas Sosial
Instalasi sosial
Sumber : Berbagai sumber

Anda mungkin juga menyukai