Anda di halaman 1dari 11

e-ISSN: 2745-7915

Volume 2, No. 1 April 2021 p-ISSN: 2745-7923

Makotek sebagai Pelestarian Budaya dan


Daya Tarik Pariwisata Budaya
di Desa Munggu, Mengwi, Badung.

Rai Suastini1, Made Novita Dwi Lestari2


1Dinas
Pariwisata Kabupaten Badung, rsuastini70@gmail.com
2STAH Negeri Mpu Kuturan, novitadwilestari1186@gmail.com

Abstract
The purpose of this research is to examine historical sources, cultural preservation,
meaning, and the potential of the Makotek tradition to be developed as cultural tourism.
The method used in this research is qualitative method. Primary data were obtained
from interviews with several informants who were selected by purposive sampling,
while secondary data were obtained from online publications. This study provides
recommendations for culture-based tourism to be a very potential option to be
developed in Munggu village, Badung regency. The potential for implementing the
Makotek tradition as a cultural tourism destination can be seen from its cultural
attractions and is supported by adequate accessibility, supporting facilities and good
tourism institutions or organizations.
Keywords: Makotek, Cultural Preservation, Cultural Tourism

1. Pendahuluan hal-hal tradisional yang menjadi ciri khas


Pariwisata adalah bidang yang saat Bali menjadi daya tarik utama bagi
ini banyak dibicarakan oleh banyak wisatawan yang datang ke Bali.
pihak. Undang-undang tentang Mengenal istilah objek dan daya
kepariwisataan mendefinisikan tarik wisata lebih dikenal dengan istilah
pariwisata sebagai berbagai macam hal "tourist attraction" (Yoeti, 1982). la
yang berhubungan dengan kegiatan menjelaskan "tourist attraction" atau
wisata dan didukung berbagai fasilitas atraksi wisata sebagai segala sesuatu
serta layanan/jasa yang disediakan oleh yang menjadi daya tarik seseorang atau
pihak-pihak terkait seperti masyarakat, sekelompok orang untuk mengunjungi
pengusaha, pemerintah maupun suatu daerah tertentu. Dalam hal ini, kita
pemerintah daerah. Keberadaan potensi dikenalkan istilah "produk" industri
pariwisata yang unik dan menarik di pariwisata dan atraksi wisata. Atraksi
suatu daerah seharusnya dapat wisata itu merupakan bagian dari
dimanfaatkan melalui pengembangan produk industri wisata, yang meliputi
pariwisata yang baik. semua bentuk dan jenis pelayanan yang
Pulau Bali sebagai salah satu diberikan pada wisatawan untuk
daerah tujuan wisata, menawarkan dinikmati dan dirasakannya sejak dari
banyak hal untuk bisa dinikmati tidak meninggalkan tempat (daerah) asal,
hanya alamnya yang cantik dan menuju dan selama berada di daerah
menawan saja, tetapi juga wisata budaya tujuan wisata, serta sampai mereka
berbasis budaya di Bali, menjadi hal kembali lagi ke tempat asalnya
penting untuk diketahui dan dinikmati (Paramita, 2020).
wisatawan, seperti menyangkut unsur Kepariwisataan Budaya Bali
seni, agama, tempat peninggalan sejarah, adalah suatu jenis kepariwisataan untuk
bahasa daerah, kerajinan tangan, menunjukkan satu identitas pariwisata
pakaian adat, arsitektur bangunan dan dengan memanfaatkan budaya sebagai

104
Volume 2, No. 1, April 2021 e-ISSN: 2745-7915
p-ISSN: 2745-7923

daya tarik wisatawan, seperti yang agama, Pendidikan ilmu pengetahuan


dikembangkan di Bali. Peraturan Daerah yang menguatkan ikatan solidaritas
Provinsi Bali Nomor 2 tahun 2012 social (Paramita & dkk, 2020).
tentang Kepariwisataan Budaya Bali Makotek menjadi salah satu warisan
menyebutkan bahwa Kepariwisataan budaya yang terjaga dengan baik sampai
Budaya Bali adalah kepariwisataan Bali saat ini, dan menjadi hal menarik untuk
yang berlandaskan kepada Kebudayaan dinikmati oleh para turis yang sedang
Bali yang dijiwai oleh ajaran Agama liburan di pulau Dewata Bali. Memang
Hindu dan falsafah Tri Hita Karana daya tarik pulau Bali tidak tidak hanya
sebagai potensi utama dengan sekedar tempat rekreasi dan objek
menggunakan kepariwisataan sebagai wisatanya saja, tetapi juga berbagai
wahana aktualisasinya, sehingga budaya dan tradisi unik yang
terwujud hubungan timbal-balik yang merupakan warisan Bali kuno dari
dinamis antara kepariwisataan dan jaman tempo dulu masih dijaga lestari
kebudayaan yang membuat keduanya sampai sekarang ini dan menjadi atraksi
berkembang secara sinergis, harmonis wisata yang diminati oleh wisatawan
dan berkelanjutan untuk dapat (Paramita, 2020).
memberikan kesejahteraan kepada Tradisi warisan Bali kuno ini
masyarakat, kelestarian budaya dan dikenal juga dengan Gerebeg Mekotek,
lingkungan (Paramita, 2020). digelar setiap 6 bulan sekali dalam
Pariwisata budaya merupakan kalender Hindu atau setiap 210 hari
jenis kegiatan pariwisata yang sekali, tepatnya saat perayaan hari raya
dikembangkan di suatu daerah atau sub- Kuningan atau 10 hari setelah Hari Raya
daerah tujuan wisata yang Galungan. Tradisi Mekotek di desa
mengandalkan kekayaan wisata berupa Munggu – Badung ini digelar dengan
objek dan daya tarik wisata budaya. tujuan atau sebagai prosesi tolak Bala,
Pariwisata budaya menggambarkan melindungi dari serangan penyakit dan
perjalanan wisata berdasarkan keinginan memohon keselamatan. Warisan turun
menambah wawasan dan pengalaman temurun dari leluhur warga desa
hidup dengan mengunjungi objek dan Munggu khususnya umat Hindu,
daya tarik wisata yang khas dan unik. prosesinya selalu rutin dilakukan secara
Sementara itu wisatawan lain turun-temurun oleh generasi
mempunyai alasan untuk mengetahui penerusnya atau warga setiap 210 hari
dan mempelajari pola perilaku sosial sekali. Tradisi mekotek cukup menarik
warga masyarakat, adat istiadat, bisa mendongkrak pariwisata Bali,
kebiasaan, dan warisan seni budaya sebagai atraksi wisata dengan budaya
lainnya (Pendit, 1994: 41). lokal yang unik dan menarik (Paramita,
Kemudian, Soekadijo (1996 54) 2020).
mengemukakan bahwa kebudayaan Pariwisata budaya merupakan
adalah semua jenis kesenian, pola dan jenis obyek daya tarik wisata yang
indonosta tata kehidupan masyarakat, berbasis pada karya cipta manusia baik
adat-istiadat dan sebagainya. Kesenian yang berupa peninggalan budaya atau
sebagai satu bentuk kegiatan sosial yang berbagai bentuk nilai-nilai budaya yang
kehadirannya mencerminkan ekspresi dijaga dan dipertahankan oleh
kolektif dari masyarakat pendukungnya. masyarakat pendukungnya (Sunaryo,
Ia sebagai sarana rekreasi dan hiburan 2013). Berdasarkan atas pengertian
yang estetik serta berupa media tersebut, Makotek di Desa Munggu dapat
komunikasi yang menyampaikan pesan- dikategorikan sebagai warisan budaya
pesan dengan nilai moral, filosofi, masyarakat Desa Munggu yang telah

105
Makotek sebagai Pelestarian Budaya dan…(R. Suastini. Hal. 104-114)

mewarisi tradisinya sejak bergenerasi. dan lapangan) yang menjadi obyek


Sehingga hal ini berpotensi memiliki penelitian. Analisis deskritif, ialah cara
daya jual sebagai destinasi wisata. pengolahan data yang dilakukan dengan
Karena itu, sudah selayaknya dilakukan cara menyusun secara sistematis
kajian untuk mengetahui peluang sehingga diperoleh suatu kesimpulan
pemanfaatan potensi Mekotek sebagai (Koentjaraningrat, 1981:74). Teknik yang
daya tarik wisata budaya. digunakan dalam menganalisis data data
Tujuan diadakannya mini research ialah yakni reduksi data, penyajian data
terhadap tradisi Makotek adalah untuk dan penarikan simpulan atau verifikasi.
mengkaji aspek kesejarahan, pelestarian Dipergunakan metode analisis deskriptif
budaya makotek, makna dari tradisi ini karena tujuan penelitian ini hanya
Makotek, serta untuk mengkaji potensi untuk mendiskripsikan mengenai
Makotek sebagai sebuah daya Tarik potensi tradisi Makotek yang layak
pariwisata budaya yang ada di desa dikembangkan sebagai wisata budaya di
Munggu kecamatan Mengwi, Kabupaten desa Munggu Kabupaten Badung.
Badung. Penelitian ini mempergunakan
2. Metodelogi teori sosiologi pariwisata, dalam
Penelitian ini adalah penelitian mengkaji masyarakat dan fenomena
kualitatif yang menggunakan data pariwisata, untuk selanjutnya berusaha
primer dan sekunder sebagai sumber mengembangkan abstraksi- abstraksi
data. Data primer diperoleh melalui hasil yang mengarah kepada pengembangan
wawancara dengan pemuka desa, dan teori (Pitana & Gayatri, 2005). Sosiologi
beberapa masyarakat yang dianggap pariwisata, objek studi utamanya
memahami tradisi Mekotek di desa sosiologi, yaitu struktur masyarakat,
Munggu, kabupaten Badung, sedangkan kelompok sosial, lembaga sosial,
data sekunder diperoleh dari buku-buku hubungan-hubungan timbal balik
atau literatur atau artikel ilmiah yang individu, peranan dan sebagainya
ada kaitannya dengan permasalahan seperti telah disebutkan sebelumnya.
yang teliti. Objek penelitian ini adalah Kegiatan kepariwisataan melibatkan
Tradisi Mekotek sebagai pengembangan orang, sekelompok orang, lembaga, dan
pariwisata budaya, sedangkan subyek dinamika interaksi sosial yang
penelitiannya adalah masyarakat di desa dilakukannya untuk mencapai atau
Munggu Kabupaten Badung. Teknik memenuhi kepentingan kegiatan
Pengumpulan data dilakukan dengan kepariwisataan.
teknik observasi melalui pengamatan Pendekatan terhadap rangkaian
langsung di lokasi penelitian serta tradisi Makotek sebagai daya tarik
wawancara dengan narasumber di wisata dilakukan dengan
lapangan. Informan yang dilibatkan menggunakan Teori 4A (attraction,
dalam penelitian ini menggunakan
accessibility, amenity, and anciliary)
metode purposive sampling untuk
yang dikemukakan oleh Cooper, dkk
penentuannya diantaranya tokoh-tokoh
desa Munggu. Karena penelitian ini (1995:85). Pandangan Cooper ini
bersifat kualitatif, artinya data yang menjadikan empat komponen utama
disajikan berbentuk kalimat atau kata- dalam usaha mengembangkan
kata maka untuk menganalisis data sebuah destinasi menjadi tujuan
tersebut digunakan analisis deskriptif wisata yang baik dan berkelanjutan.
yaitu dengan mengadakan suatu telaah
terhadap suatu gejala yang bersifat
obyektif (sesuai dengan data pustaka

106
Volume 2, No. 1, April 2021 e-ISSN: 2745-7915
p-ISSN: 2745-7923

kemudian tersangkut pada akar pohon


3. Pembahasan kamboja besar (pohon jepun sudamala).
3.1 Sejarah Tradisi Mekotek Atas kejadian itu masyarakat
Dalam Wiryani (2011), 2 (9). p. 1 Munggu berduyun-duyun untuk
Sejarah dari tradisi makotek di desa melihatnya. Masyarakat Munggu yang
Munggu di Desa Munggu Kabupaten tinggal di dauh rurung kemudian
Badung ini masih dalam ketidakjelasan. melaporkan hal tersebut ke hadapan Ida
Sementara, yang berkembang di Bhagawantha Brahmana Pemaron
masyarakat ada dua versi yakni versi Munggu yang berlanjut kehadapan Raja
dari Ida Pedande Gede Sidemen Cokorda Nyoman Munggu, yang pada
Pemaron dan versi yang bersumber dari saat itu raja kebetulan berada di keraton
Bendesa Adat Munggu I Ketut Kormi. puri Agung Munggu Pura di
Informasi ini dimuat jelas di Koran Nusa Mengwiraja. Beliau menitahkan
Bali terbitan hari Minggu, tanggal 25 masyarakat Munggu untuk
Oktober 2010. mengangkat dan melestarikan pelinggih
itu di tempat yang aman.
3.1.1 Versi Ida Pedanda Gede Sidemen Pada saat itu pula ada salah
Pemaron seorang penduduk di Munggu
Sejarah Tari Mekotekan kesurupan (kerauhan) dan mengaku
berdasarkan Versi Ida Pedanda Gede sebagai utusan dari Ida Betari Ulun
Sidemen Pemaron Sejarah tari Danu Bratan, atas permohonan Ida
Mekotekan ini berawal dari keberadaan, Betara di Pura Puncak Mangu, yang
Raja IV Cokorda Nyoman Munggu pada memohon kepada Raja Bhagawantha
Keraton Puri Agung Munggu. Beliau untuk menyelamatkan pelinggih itu
adalah seorang raja yang sangat arif dan serta membangun sebuah pura yang
bijaksana serta dicintai dan disegani merupakan stana Ida Betara Luhur
oleh rakyat Mengwiraja dan sekitarnya, Sapuh Jagat, untuk menjaga
khususnya masyarakat di Munggu. keselamatan rakyat Mengwiraja sebagai
Beliau memiliki kebun yang sangat luas kahyangan jagat.
yang sekarang disebut “Uma Kebon” Atas petunjuk orang yang
serta memiliki peternakan yang disebut kesurupan itu, diyakini bahwa pada
“Uma Bada”. Beliau ingin meneruskan waktu akan mulai meletakkan batu
cita-cita pendahulunya, yaitu Raja I pertama (nasarin) Pura Luhur Sapuh
Gusti Agung Putu Agung yang Jagat akan menemukan segumpalan
mebiseka Cokorda Sakti Blambangan. besi dan batu-batu yang berbentuk
Beliau membentuk pasukan berani senjata. Gumpalan besi itu agar
mati di Desa Munggu, yang dibina oleh diamankan dijadikan senjata-senjata
Bhagawantha raja dari Ida Brahmana di kerajaan Mengwipura, sedangkan batu-
Munggu, dengan sebutan pasukan batu itu agar dilestarikan di tempat
“Guak Selem Munggu”. Pada suatu pembangunan pura tersebut.
hari, sungai Yeh Penet yang melingkari Raja Cokorda Nyoman Munggu
ujung utara sampai tepi bagian barat beserta Ida Bhagawantha Brahmana
Desa Munggu, airnya terus mengalir Munggu tidak begitu cepat percaya
menuju ke laut selatan, dan meluap dengan ucapan-ucapan orang
sehingga menimbulkan banjir bandang. kesurupan itu, beliau ingin
Air sungai yang sangat deras itu membuktikan lagi. Untuk meyakinkan,
menghanyutkan sebuah pelinggih yang akhirnya orang yang kesurupan yang
terapung-apung di permukaan air mengaku utusan Ida Betara Ulun Danu
menjadi sangat jengkel dan berlari

107
Makotek sebagai Pelestarian Budaya dan…(R. Suastini. Hal. 104-114)

menuju pura Puseh Munggu, serta menghasilkan 5 buah senjata tajam yang
mengambil sebuah tedung yang terdiri dari keris dan tombak yang
panjangnya kurang lebih 5 meter dan diserahkan kembali ke hadapan
menancapkan pada halaman pura Cokorda Munggu. Kemudian diadakan
Puseh, serta meloncat-loncat ke atas upacara pasupati senjata oleh Ida
tedung. Di atas tedung itulah orang Bhagawantha Brahmana Pemaron
yang kesurupan itu menari-nari sambil Munggu dan seluruh rakyat Munggu
menantang Rajabhagawantha dengan diperintahkan untuk membuat tempat
kata-kata yang sangat meyakinkan, pemujaan berupa panggung setinggi 6
bahwa ia benar-benar utusan Ida Betara m di perempatan Banjar Munggu untuk
Ulun Danu Bratan. kegiatan upacara pasupati senjata-
Dalam suasana hujan lebat serta senjata tersebut.
angin puyuh, Raja beserta Ida Keris dan tombak tersebut
Bhagawantha Brahmana Munggu, disucikan terlebih dahulu dengan
bersama-sama seluruh masyarakat mempergunakan air bungkak kelapa
Munggu menyaksikan hal itu. Setelah gading, setelah itu dipercikan air suci
itu barulah beliau sadar serta berjanji dan sarana banten, lalu keris dan
memenuhi semua apa yang menjadi tombak langsung dihias dengan bunga
petunjuk yang diucapkan oleh orang pucuk merah yaitu pucuk rejuna dan
kesurupan itu, yang merupakan busana kain serba merah. Keris-keris
pawisik Ida Bhatara (Sang Hyang Widi dan tombak pada saat dipasupati Ida
Wasa) sehingga orang itu langsung Pedanda ditempatkan pada sebuah
disucikan dijadikan pemangku Pura singgasana khusus dan selanjutnya
Puseh. keris-keris dikemit selama 3 bulan di
Diputuskanlah oleh Ida panggung upacara tersebut secara silih
Bhagawantha Brahmana Munggu, berganti oleh warga desa Munggu yang
bahwa hari Rabu Kliwon Ugu mulai mekemit untuk mohon keselamatan,
diadakan pembangunan atau nasarin keamanan, serta kenyamanan.
Pura Luhur Sapuh Jagat di Desa Selama tiga bulan mekemit Ida
Munggu Kabupaten Badung. Benar- Pedanda mendapat wahyu agar keris-
benar suatu keajaiban pada jagat Bali. keris dan tombak itu masing-masing
Setelah penggalian pembangunan pura diberi nama : Sebuah keris runcing luk
seperti petunjuk yang diucapkan 11 (sebelas) diberi nama I Raksasa Bedek
pemangku itu, terdapatlah gumpalan Sebuah keris runcing luk 7 (tujuh) diberi
batu-batu. Ada yang berbentuk nama I Sekar Sungsang Sebuah keris
tamiang, besi-besi tua yang berbentuk runcing luk 5 (lima) bernama I Jimat
senjata tajam. Setelah disaksikan oleh Sebuah keris runcing bernama I Sapuh
Ida Bhagawantha Brahmana Munggu Jagat Sebuah tombak bernama I Bangun
dan seluruh masyarakat Munggu, Oleg (Olog).
akhirnya benda-benda tersebut Setelah senjata-senjata yang
diangkat dan ditempatkan pada didapatkan melalui pawisik gaib
bangunan suci untuk diamankan dan dipasupati dan dikemit selama tiga
dilestarikan. bulan, maka pada hari Sabtu Kliwon
Sesuai dengan pawisik yang telah Kuningan pada Tumpek Kuningan,
didapatkan sebelumnya, maka mulai diperagakan mengadakan
dipanggillah seorang wiku pande besi perang-perangan yang diikuti oleh para
Desa Munggu oleh Cokorda Munggu laki-laki dewasa yang berasal dari
untuk menjadikan besi tua itu senjata seluruh Desa Munggu, kecuali bagi
keris dan tombak, sehingga yang sedang cuntaka. Tari-tarian inilah

108
Volume 2, No. 1, April 2021 e-ISSN: 2745-7915
p-ISSN: 2745-7923

yang kemudian dalam penekanannya lebih kepada upacara


perkembangannya dikenal dengan tari keagamaan, yang dipersembahkan
Mekotekan. kepada Tuhan. Pementasan tari
Makotekan dipercaya dapat memberikan
3.1.2 Versi Bendesa Adat Munggu pengaruh positif bagi kehidupan
Dalam surat kabar harian Nusa manusia itu sendiri. Kehendak jiwa
Bali terbitan hari Minggu, 25 Oktober manusia itu sendiri dimanifestasikan
2010, I Ketut Kormi mengatakan tradisi menjadi bentuk-bentuk gerak tari yang
Mekotek yang telah digelar warga bersifat magis, dengan peniruan-
Munggu secara turun temurun terkait peniruan gerak-gerak alam, sehingga
dengan sejarah Raja Munggu, yang mencapai situasi di bawah alam sadar
pergi ke Blambangan untuk melakukan dan para penarinya mengalami trance
perluasan wilayah. Pada peperangan itu (tidak sadar).
Raja Munggu menang dan kembali ke Pemuka masyarakat dan tokoh-
Munggu bersama seluruh bala tokoh masyarakat Desa Munggu
tentaranya. Rasa gembira bala tentara mengatakan bahwa tari Mekotekan
tersebut mengangkat tombak berjalan merupakan tarian anugrah dari Ida sang
ke desa. Bahkan hingga mengenai bala Hyang Widhi Wasa. Kemunculan tari
tentara sendiri yang menyebabkan luka. Makotekan diawali melalui seorang
Melihat kejadian tersebut, raja pemangku yang kerawuhan (trance),
bertapa di Wesasa dan mendapatkan melakukan gerakan yang diambil dari
petunjuk bahwa luka itu bisa cepat ilustrasi sebuah keris, ditancapkan pada
sembuh dan kemudian menggelar ritual tugu Pura Luhur Sapuh Jagat Munggu,
Mekotek. Selain itu, raja juga yang berarti kemenangan.
mengatakan jika ritual ini tidak digelar
maka bisa terkena gerubug atau wabah 3.2 Pelaksanaan Tradisi Makotek
petir. Hal ini membuat masyarakat sebagai Sebuah Pelestarian Budaya
Munggu tetap menggelar ritual Tradisi Makotek yang telah turun-
Mekotek hingga sekarang ini. temurun dilaksanakan pernah
Munculnya kata Mekotekan ini ditiadakan pelaksanaannya. Hal itu
berasal dari kata ”kotek” yang berarti terjadi sekitar tahun 1920-an ketika
suara atau bunyi yang ditimbulkan dari Belanda menguasai daerah Bali. Karena
persentuhan antara batang-batang kayu alasan politik, pemerintah Belanda
yang dilakukan pada saat prosesi melarang pelaksanaan tradisi tersebut.
upacara Ngerebeg berlangsung. Namun, tidak berselang lama,
Sedangkan kata Ngerebeg berasal dari masyarakat Desa Munggu merasa resah.
kata ”rebeg” yang berarti perang. Hal itu disebabkan oleh ada sekitar
Sehingga tari Makotekan dalam empat sampai dengan enam orang
rangkaian upacara Ngerebeg ini ciri warga meninggal secara mendadak
khasnya adalah penggunaan properti tanpa sebab yang pasti. Mereka meyakini
batang kayu seperti tombak yang bahwa kejadian tersebut ada kaitannya
dibawa oleh prajurit jaman dahulu dengan tidak dilaksanakannya tradisi
menuju medan perang, kayu ini Makotek. Masyarakat Desa Munggu
kemudian disatukan ujung atasnya berkeyakinan bahwa hanya dengan
sehingga menimbulkan suara gesekan melaksanakan tradisi ritual Makotek,
batang kayu tersebut. bencana wabah penyakit tersebut dapat
Dalam pementasan tari Makotekan diatasi. Mereka pun memohon kebijakan
ini, masalah faktor keindahan adalah kepada pemerintah Belanda agar
sekunder, karena tari Makotekan ini diperkenankan melaksanakan kembali

109
Makotek sebagai Pelestarian Budaya dan…(R. Suastini. Hal. 104-114)

ritual tersebut. Dengan mengganti


properti tombak menggunakan kayu
pulet, masyarakat Desa Munggu
akhirnya diperkenankan kembali
melaksanakan ritual tolak bala tersebut.
Sejak saat itu, agar bisa melangsungkan
ritual Makotek, warga Desa Munggu
memutuskan untuk selalu
menggunakan kayu pulet dalam
pelaksanaan tradisi tersebut. Foto 1. Masyarakat sedang membawa
Tradisi Makotek yang kayu pulet yang merupakan salah satu
dilaksanakan secara rutin setiap 6 bulan sarana dalam tradisi makotek
sekali (210 hari sesuai kalender Hindu) Sumber: Dokumentasi Pribadi
tepatnya 10 hari setelah Hari Raya
Kuningan. Prosesi ini terjadi di Desa Mereka kemudian beramai-ramai
Munggu, Mengwi, Badung. Dikenal juga berjalan mengelilingi wilayah Desa
dengan istilah Ngerebek, dan tujuan Munggu diiringi gamelan baleganjur
dilaksanakannya upacara ini adalah dan nyanyian-nyanyian kidung. Setiap
untuk memohon keselamatan. Tradisi melintasi persimpangan jalan dan pura,
Makotek juga dimaknai sebagai tradisi mereka berkumpul dan berputar-putar
tolak bala bagi masyarakat di Desa mengadupadankan kayunya hingga
Munggu. Tradisi Makotek dilaksanakan berbentuk kerucut menyerupai
oleh seluruh warga masyarakat Desa piramida. Benturan antar kayu pulet
Adat Munggu yang terdiri atas tiga belas inilah yang menimbulkan suara
banjar dan diikuti kurang lebih 2000-an “tek..tek..tek..…tek..tek..tek” dan membuat
orang peserta. Pada sore harinya, setelah tradisi tersebut diberikan nama Makotek
melakukan persembahyangan bersama oleh masyarakat di Desa Munggu.
menyambut hari raya Kuningan mereka Dengan diiringi riuhnya gamelan
beramai-ramai ke luar rumah. balaganjur yang semakin meninggi,
Masyarakat yang laki-laki membawa mereka berputar-putar semakin kencang
kayu pulet, sementara yang perempuan dan histeris. Suasana tersebut
membawa sesaji. Semua warga mendidihkan jiwa patriotik para peserta
mengenakan pakaian adat madya, prosesi Makotek. Hingga kemudian
busana adat tingkat menengah. Busana diantara mereka ada yang naik
warga yang laki-laki terdiri atas kain, memanjat ujung piramida. Setelah tiba di
dililitkan dengan ujungnya dilepas atas piramida, mereka menari-nari
berbentuk kancut, disertai udeng sebagai diiringi sorak-sorai dan riuhnya gamelan
ikat kepala mereka. Sementara, warga baleganjur. Hal itu menciptakan suasana
yang perempuan menggunakan busana kemeriahan yang sangat religius. Setelah
baju kebaya, kain yang dililitkan dengan melaksanakan tradisi ritual tolak bala
selendang sebagai ikat pinggang. Setiap tersebut, mereka pun kembali ke rumah
warga laki-laki yang membawa kayu masing-masing dengan perasaan lega.
pulet berukuran kurang lebih dua meter

110
Volume 2, No. 1, April 2021 e-ISSN: 2745-7915
p-ISSN: 2745-7923

Kerajaan Mengwi dalam hal


memperluas wilayah kekuasaan
kerajaan saat itu. Oleh karena itu,
hingga saat ini, Tradisi Mekotek
dilaksanakan setiap enam bulan sekali
atau tepatnya setiap Hari Raya
Kuningan. Kenapa dilaksanakan pada
hari raya Kuningan, karena saat itu Raja
Mengwi melakukan Semedi untuk
mengadakan perlawanan tepat pada
Foto 2. Seorang Warga Berada di
hari Kuningan
Puncak Susunan Kayu Pulet yang
Makna kedua Tradisi Mekotek
Dibentuk Seperti Piramid
adalah sebagai penolak bala atau
Sumber: Dokumentasi Pribadi
diyakini akan memberikan keselamatan
Dikatakan bahwa dahulu para dan kesuburan atau kemakmuran
dalam sektor pertanian di Desa
leluhur masyarakat di desa tersebut
berhasil menanggulangi wabah penyakit Munggu. Ia melanjutkan, kepercayaan
yang sempat meresahkan yang sangat tinggi terhadap tradisi itu
untuk memberikan keselamatan dan
kehidupannya. Keberhasilan mereka
menanggulangi permasalahan hidup kemakmuran dibuktikan oleh
tentang wabah penyakit yang timbul sempatnya dilakukan pelarangan
akibat bencana alam berupa air bah melaksanakan mekotek oleh penjajah
karena meluapnya Sungai Penet tersebut waktu itu, yakni Belanda. Pada saat itu,
penjajah takut karena yang digunakan
kemudian diwariskan para tetua desa
secara tradisi lisan hingga kini. sebagai media atau alat tradisi itu bukan
kayu, melainkan tombak. Belanda pun
3.3 Makna tradisi Makotek akhirnya melarang tradisi itu karena
Tradisi Makotek yang secara rutin takut warga akan melakukan
digelar masyarakat Desa Munggu ini pemberontakan atau perlawanan
terbilang unik. Bahkan, sudah terhadap mereka. Pelarangan tradisi
ditetapkan sebagai warisan budaya yang dilakukan sekitar 5 kali tersebut
nasional oleh Kementerian Pendidikan membuat warga desa banyak yang jatuh
dan Kebudayaan (Kemendikbud). sakit atau grubug, bahkan ada yang
Keunikannya terletak pada proses tradisi meninggal dunia. Sejak kejadian
yang diawali dengan warga desa tersebut, para tokoh adat Munggu
bersembanyang bersama. Usai kemudian melakukan negosiasi dengan
sembahyang, warga berjalan kaki pihak penjajah hingga akhirnya tradisi
mengelilingi seluruh desa dengan Mekotek kembali dilaksanakan. Sejak
membawa tongkat. itulah, tradisi Makotek diyakini
Berdasarkan penuturan tokoh memberikan kemakmuran dalam sektor
masyarakat desa Munggu yang pertanian, begitu pula menangkal
bernama Made Sujana, selain unik, ada penyakit yang masuk ke warganya.
juga makna dari Tradisi Mekotek. Makna ketiga, tradisi ini
Terdapat tiga makna yang tersirat dari merupakan alat pemersatu warga,
pelaksanaan tradisi ini. Pertama, terutama para pemuda. Dengan
penghormatan kepada jasa para melaksanakan tradisi ini, pemuda akan
pahlawan karena merupakan berkegiatan positif dan menjauhi segala
peringatan kemenangan perang macam kegiatan negatif, seperti

111
Makotek sebagai Pelestarian Budaya dan…(R. Suastini. Hal. 104-114)

narkoba, minuman keras, dan ugal- melakukan kegiatan positif yang juga
ugalan. dapat meningkatkan perekonomian di
Desa Munggu.
3.4 Makotek sebagai Daya Tarik Wisata
Budaya
3.4.1 Attraction dalam tradisi Makotek
Menurut Suwena (2010: 88), atraksi
atau obyek daya 112ragm wisata
(ODTW) merupakan komponen yang
signifikan dalam menarik kedatangan
wisatawan. Hal yang dapat
dikembangkan menjadi atraksi wisata
disebut dengan modal atau sumber
kepariwisataan (tourism resources). Foto 3. Fragmentari Makotek yang
Modal atraksi yang menarik kedatangan diadakan di Pura Dalem Wisesa
wisatawan ada tiga, yaitu 1) Natural Desa Munggu
Resources (alami) seperti gunung, danau, Sumber: Tatkala.co
pantai dan bukit; 2) atraksi wisata
budaya seperti arsitektur rumah
tradisional di desa, situs arkeologi, seni
dan kerajinan, ritual, festival, kehidupan
masyarakat sehari-hari,
keramahtamahan, makanan; dan 3)
atraksi buatan seperti acara olahraga.
Atraksi yang dapat disaksikan oleh
wisatawan yang berkunjung ke desa
Munggu kabupaten Badung diantaranya
adalah fragmentari Makotek. Desa Foto 4. Puncak Pementasan Fragmentari
Munggu telah ditetapkan sebagai Desa Makotek
Wisata sesuai dengan Peraturan Bupati Sumber: Baliexpress.jawapos.com
Badung No. 47 tahun 2010, dengan dasar
tersebut masyarakat desa Munggu 3.4.2 Accessibility Menuju Tradisi
mengemas tradisi Mekotek menjadi Makotek
bentuk fragmentari yang disuguhkan Menurut Sunaryo (2013: 173),
selama wisatawan fragmentari maupun aksesibilitas pariwisata dimaksudkan
mancanegara yang menginap di wilayah sebagai segenap sarana yang
Desa Wisata Munggu, Gagasan untuk memberikan kemudahan kepada
mengemas garapan fragmentari wisatawanuntuk mencapai suatu
Mekotek diawali oleh Kelompok Sadar destinasi maupun tujuan destinasi
Wisata (Pokdarwis) setempat sebagai terkait. Menurut French dalam Sunaryo
sumber daya manusia penggerak Desa (2013: 173) menyebutkan 112actor-faktor
Wisata Munggu. Selain sebagai atraksi yang penting dan terkait dengan aspek
bagi wisatawan, garapan fragmentari aksesibilitas wisata meliputi petunjuk
dari tradisi Makotek tersebut diharapkan arah, bandara, terminal, waktu yang
dapat melestarikan dan meningkatkan dibutuhkan, biaya perjalanan, frekuensi
budaya yang ada di desa Munggu. transportasi menuju lokasi wisata dan
Dengan digelarnya tradisi ini secara perangkat lainnya.
rutin selain sebagai pelestarian budaya Desa Munggu memiliki
juga mengarahkan para pemuda untuk infrastruktur jalan yang sangat memadai

112
Volume 2, No. 1, April 2021 e-ISSN: 2745-7915
p-ISSN: 2745-7923

dan bisa diakses dengan berbagai macam memberikan batasan bahwa amenitas
kendaraan bermotor seperti bus, mobil bukan merupakan daya tarik bagi
ataupun sepeda motor. Hal ini wisatawan, namun dengan kurangnya
dikarenakan jalur yang melalui Desa amenitas akan menjadikan wisatawan
Munggu adalah jalur pariwisata menghindari destinasi tertentu.
Tibubeneng-Canggu-Pererenan-Tanah Fasilitas pendukung (amenities)
Lot sehingga kualitas jalannya baik. untuk kegiatan pariwisata yang dapat
ditemukan di Desa Wisata Munggu
3.4.3 Amenity pada Tradisi Makotek antara lain: villa, restoran, ATM, mini
Sugiana (2011) menjelaskan bahwa market money changer dan laundry.
amenitas meliputi "serangkaian fasilitas Kepemilikan terhadap fasilitas
untuk memenuhi kebutuhan akomodasi pendukung tersebut tidak sepenuhnya
(tempat penginapan), penyediaan masyarakat lokal, sehingga masyarakat
makanan dan minuman, tempat hiburan Desa Munggu belum mendapatkan hasil
(entertainment), tempat-tempat yang maksimal dalam pengembangan
perbelanjaan (retailing) dan lainnya" pariwisata budaya di desa mereka.
French dalam Sunaryo (2013: 173)

3.4.4 Anciliary pada Tradisi Makotek 4. Simpulan


Sugiama (2011) menjelaskan Dari pemaparan di atas dapat
bahwa ancillary service mencakup disimpulkan beberapa hal berkaitan
keberadaan berbagai organisasi untuk dengan pelaksanaan tradisi makotek di
memfasilitasi dan mendorong desa Munggu, diantaranya: dasar
pengembangan serta pemasaran pelaksanaan tradisi makotek yang
kepariwisataan destinasi bersangkutan. berlangsung secara turun temurun
Jasa pendukung sangat berkaitan bersumber dari 2 versi yakni dari Ida
dengan ketersediaan badan, organisasi, Pedanda Gede Sidemen Pemaron dan
atau orang-orang yang mengelola Bendesa Adat Munggu. Pelaksanaan
destinasi. Jasa pendukung ini menjadi tradisi Makotek yang berlangsung
sangat penting perannya untuk secara rutin setiap 6 bulan sekali adalah
melakukan manajemen terhadap sebuah pelestarian budaya yang
destinasi wisata. dilaksanakan oleh masyarakat desa
Kelembagaan/organisasi yang Munggu. Makna tradisi Makotek
terdapat di Desa Wisata Munggu adalah diantaranya bentuk penghormatan
adanya Kelompok Sadar Wisata masyarakat desa Munggu terhadap
(Pokdarwis) yang beranggotakan sikap kepahlawanan kerajaan Mengwi
seluruh kepala lingkungan se-desa dalam memperluas wilayah, sebagai
Munggu. Peran pemerintah juga sudah penolak bala, dan sebagai alat
baik dengan dijadikannya Munggu memperkuat rasa persaudaraan dan
sebagai desa wisata berdasarkan pemersatu. Tradisi makotek juga
Peraturan Bupati No. 47 Tahun 2010 merupakan sebuah daya Tarik wisata
Tentang Penetapan Desa Wisata di budaya yang ada di desa Munggu
Kabupaten Badung. Selain itu, karena dari keempat elemen daya Tarik
Pemerintah Kabupaten Badung melalui wisata sudah terpenuhi oleh desa
Dinas Pariwisata sangat siap Munggu dengan tradisi makoteknya.
mempromosikan tradisi Makotek dalam
kalender even kabupaten Badung.

113
Makotek sebagai Pelestarian Budaya dan…(R. Suastini. Hal. 104-114)

Daftar Pustaka Kecamatan Petang, Kabupaten


Badung. Maha Widya Duta, 81-89.
Cooper, Fketcher, J., Gilbert, D., &
Wanhill, S. (1995). Tourism,
Principles and Prantice. London: Pitana, I Gd. 2005. Sosiologi Pariwisata,
Logman. Kajian Sosiologi terhadap
Struktur, Sistem dan Dampak-
moleong J, Lexy. 1999. Metodologi Dampak Pariwisata.
Penelitian Kualitatif. Bandung: Yogyakarta: Andi.
Remaja Rosdakarya.
Purwaningsih, Ni Putu Enik dan I Gusti
Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 2 Agung Oka Mahagangga. 2018.
Tahun 2012 Tentang Hambatan Desa Munggu
Kepariwisataan Budaya Bali. sebagai Desa Wisata di
Lembaran Daerah Provinsi Bali Kabupaten Badung. Jurnal
Nomor 2 Tahun 2012. Destinasi Pariwisata Vol. 5 No.
Tambahan Lembaran Daerah 2.
Provinsi Bali Nomor 2. Pradana, Gede Yoga Kharisma. 2016.
Tradisi Makotek di Desa
Peraturan Bupati Badung No. 47 Tahun Munggu, Badung pada Era
2010 Tentang Penetapan Global. Disertasi Program Studi
Kawasan Desa Wisata Di Kajian Budaya Pascasarjana
Kabupaten Badung. Berita Universitas Udayana
Daerah Kabupaten Badung
Nomor 44 Tahun 2010 Sugiama, A Gima. 2011. Ecotourism :
Pengembangan Pariwisata
berbasis konservasi alam.
Paramita, I. B. (2020). Kontemplasi: Bandung : Guardaya Intimarta.
Komunikasi, Etika Dan
Pengetahuan Dalam Bahasa Bali. Sunaryo, Bambang. 2013. Kebijakan
Communicare, 191-200. Pembangunan Destinasi
Pariwisata Konsep dan
Paramita, I. B. (2020). New Normal Bagi Aplikasinya di Indonesia.
Pariwisata Bali Di Masa Pandemi Yogyakarta : Gava Media.
Covid 19. Pariwisata Budaya:
Jurnal Ilmiah Pariwisata Agama Suwena, I Ketut & Widyatmaja, I Gst
Dan Budaya, 57-65. Ngr. 2010. Pengetahuan Dasar
Ilmu Pariwisata. Bali : Udayana
Paramita, I. B. (2020). Pendidikan Etika University Press.
Dan Gender Dalam Teks Satua I
Tuung Kuning. Jurnal Inovasi Wiryani, Ni Made. 2011. Tari Makotekan.
Penelitian, 91-98. Repository ISI Denpasar

Paramita, I. B. (2020). Women's Bali In Yoeti, O. A. (1996). Pengantar Ilmu


Teks Satua I Tuung Kuning. Pariwisata. Bandung : Angkasa.
Maha Widya Duta, 44-47.
Paramita, I. B., & Dkk. (2020). Stereotip
Etnis Tionghoa Di Banjar
Sandakan, Desa Sulangai,

114

Anda mungkin juga menyukai