Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diharapkan mampu meningkatkan
perekonomian nasional untuk pemerintah dan masyarakat melalui penerimaan devisa.
Sektor pariwisata memberi dampak yang sangat besar bagi masyarakat, terutama
masyarakat yang berada di kawasan atau lokasi yang menjadi tujuan wisatawan
(Ethika,2016:134).
Lokasi wisata tentu harus memiliki obyek wisata yang dapat menarik
wisatawan, menurut Spillane (1987:63) obyek wisata harus memiliki lima unsur
pokok agar wisatawan dapat menikmati perjalanan diantaranya: attractions
(keindahan alam, iklim dan cuaca, kebudayaan, sejarah, ethnicity, dan accessibility,
facility, infrastruktur, transportation, hospitality ). Dari kelima unsur diatas attractions
khususnya memiliki peran penting dalam menarik minat wisatawan, seperti Indonesia
yang sering kali menjadi tujuan wisatawan karena dikenal sebagai negara yang kaya
akan ragam budaya dan etnis sehingga indonesia dikenal dengan wisata budayanya.
Wisata budaya merupakan perjalanan wisata dengan tujuan mempelajari
kekayaan seni dan budaya dari suatu daerah tertentu. Saat ini kegiatan
mempertunjukan produk budaya (wisata budaya) menjadi salah satu produk wisata
yang tidak kalah daripada destinasi wisata lainnya seperti wisata alam, wisata religi,
dan sebagainya (Zulfajri, 2019:3). Kekayaan seni budaya pada masing-masing daerah
memiliki nilai dan keunikan tersendiri yang menarik untuk dikunjungi, tidak hanya
untuk dinikmati sebagai hiburan tetapi juga menjadi pengalaman estetik dan ruang
edukasi bagi setiap wisatawan yang ingin lebih mengenal kebudayaan dari suatu
daerah.
Salah satu daerah yang menjadika budaya sebagai daya tarik wisata yaitu
Lombok dengan tradisi nyesek atau membuat kain Sesek. Kain sesek merupakan kain
asli Suku Sasak yang diwarisan secara turun temurun melalui garis keturunan
perempuan (ibu / inaq). Kain sesek atau yang lebih dikenal dengan nama kain tenun
menurut Suwati (1986:2) sudah ada sejak zaman prasejarah di Indonesia dan
diketahui dibuat dengan cara ikat lungsi untuk menghasilakan corak. Di Dusun Sade
kain sesek dibentuk dari hasil persilangan antara benang lungsi dan benang pakan.
Tradisi nyesek di Dusun Sade Lombok merupakan bentuk pendidikan moral
bagi perempuan, dimana seorang perempuan dianggap belum pantas menikah jika
belum bisa membuat kain sesek. Sehingga menyesek dilakukan oleh perempuan
karena hal tersebut sejalan dengan tradisi masyarakat Lombok bahwa perempuan
yang cantik dan pantas dijadikan istri adalah perempuan yang pandai menyesek,
sehingga jika anak perempuan tidak bisa menyesek sama artinya dengan tidak ada
pernikahan dan menjadi isin penginang (buah bibir) dalam masyarakat.
Tradisi tersebut diikuti perempuan Sade dari generasi ke generasi dan dijaga
melalui hukum adat yang masih berlaku sehingga tradisi nyesek di Dusun tersebut
tetap lestari. Tradisi nyesek yang dimiliki Dusun Sade mulai mendapat perhatian dari
pihak pemerintah pada tahun 1989 untuk lebih dikembangan dengan menjadikan kain
sesek sebagai daya tarik pariwisata dan menetapkannya sebagai Dusun sentra kain
sesek. Dijadikannya tradisi nyesek sebagai daya tarik wisata secara berlahan
mengubah cara pandang masyarakat Sade terhadap kain sesek, kini tradisi nyesek
hanya sebagai “kemasan” dari produk kebudayaan bernilai ekonomi yang
dipromosikan melalui pariwisata.
Piyanto dan Dyah Safitri (2015) melihat bagaimana potensi potensi budaya
yang dimiliki suatu desa sebagai daya tarik pariwisata budaya. Ethika, Diana
Takariandinda (2016) melihat bagaimana pemerintah dan masyarakat membangun
pariwisata berbasis budaya berdasarkan ketentuan UU no. 10 tahun 2009. I Gusti
Bagus Rai Utama (2011) melihat perbedaan tujuan pada pariwisata berbasis budaya
antara tujuan pelestarian dan pemberdayaan ekonomi. Zulfajri, T (2019) melihat
festival kebudayaan menampilkan kesenian secara berbeda sebagai daya tarik wisata.
Penelitian ini melihat bagaimana sejarah tradisi nyesek sebagai modal utama
daya tarik pariwisata berbasis budaya. Kemudian bagaimana industri pariwisata
melihat nilai komoditi pada kain sesek. Penelitian ini berfokus pada apakah kain
sesek sebagai obyek wisata saat ini mampu menjaga nilai tradisi yang terdapat pada
kain sesek atau justru hanya sebagai daya tarik wisata dengan memanfaatkan sejarah
dan cerita-ceritatentang nyesek yang berkembang di masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat di rumuskan masalah sebagai
berikut :
a. Mengapa nilai budaya nyesek di desa sade beralih fungsi menjadi nilai
ekonomi
b. Apa faktor – faktor yang menyebabkan masyarakat di desa sade lebih
mementingkan nilai ekonomi terhadap budaya nyesek
c. Bagaimana cara menjaga nilai tradisi budaya nyesek di desa sade
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan sebagai berikut :
a. Bertujuan untuk menggali pengetahuan tentang budaya nyesek
b. Untuk memelihara nilai budaya nyesek
c. Sebagai bahan refrensi
1.4 Ruang Lingkup
Penelitian ini dilaksanakan pada salah satu kabupaten di Nusa Tenggara Barat,
dengan memilih salah satu kecamatan di kabupaten tersebut yang memiliki desa yang
sebagian besar masyarakatnya mengandalkan industry pariwisata seperti wisata
budaya dan memiliki berbagaimacam atraksi budaya seperti peresean, nyesek, dan
kerajinan tangan masyarakat sekitar.
Desa sade adalah salah satu dusun di desa rembitan, pujut, Lombok tengah.
Dusun ini di kenal sebagai dusun yang mempertahankan adat suku sasak.

1.5 Metode Penelitian


Penelitian ini menggunakan pendekatan etnografi dengan teknik observasi dan
wawancara. Etnografi adalah seni dan ilmu yang menggambarkan tentang sebuah
kelompok atau budaya. Penggambaran mungkin mengenai tentang kelompok suku
kecil dalam sebuah daerah yang menarik atau sebuah kelas menengah maupun
pinggiran (Fetterman dalam Genzuk, 2005:1). Inti dari etnografi adalah upaya
memperhatikan makna tindakan dari kejadian yang menimpa orang yang ingin kita
pahami (Spradly, 2007)
Data akan diambil dari hasil observasi di Dusun Sade dan wawancara terhadap
budayawan Lombok yang mengetahui sejarah tradisi nyesek, untuk memperkuat
argument akan diambil data sekunder yang bersumber dari wawancara dengan
masyarakat terutama pengelola pariwisata lokal untuk mengetahui pandangan mereka
tentang tradisi nyesek.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori wisata budaya dan objek
wisata atau daya tarik wisata yang dikenal dengan istilah culture tourism dan Tourism
Attraction. Hubungan antara pariwisata dan budaya menggambarkan pasar pariwisata
budaya dalam proses konvergensi yang lama. Dimana sebelumnya pariwisata dan
budaya dipandang sebagai ruang praktik sosial yang terpisah (Richards, 2003:2).
Tetapi hambatan antara budaya dan pariwisata menghilang karena adanya budaya
masyarakat dimana obyek dan orang menjadi semakin mobile sehingga batas-batas
antara budaya yang sebelumnya berbeda semakin dihilangkan, dan budidaya praktik
pariwisata dimana wisatawan tidak hanya mengkonsumsi berbagai tanda selama
liburan mereka, tetapi tanda-tanda yang melekat pada perjalanan semakin banyak
diproduksi dan diedarkan oleh industri budaya sehingga pariwisata itu sendiri
telah menjadi budaya (John Urry 1995).
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1

Anda mungkin juga menyukai