Anda di halaman 1dari 36

PROSIDING SEMINAR NASIONAL III

Tema:
“Peran Pascasarjana dalam Pengembangan
IPTEKS terkait Pelestarian Kebudayaan
Nasional di Era 4.0”

Sub tema:
Mengembangkan Intelektual Cendekiawan Untuk Melestarikan
Budaya Bangsa Dalam Rangka Mempertahankan Kebhinekaan

Surakarta, 26 Oktober 2019


Aula Gedung Pascasarjana Lantai 6

Pascasarjana Universitas Sebelas Maret


Tahun 2019
Seminar Nasional “Peran Pascasarjana dalam Pengembangan IPTEK terkait
Pelestarian Kebudayaan Nasional di Era 4.0”
MENGEMBANGKAN INTELEKTUAL CENDEKIAWAN UNTUK MELESTARIKAN BUDAYA
BANGSA DALAM RANGKA MEMPERTAHANKAN KEBHINEKAAN

PROSIDING SEMINAR NASIONAL III


PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET TAHUN 2019

Penanggung Jawab : Direktur Pascasarjana Universitas Sebelas Maret


Pembina : Wakil Direktur I Bidang Akademik
Pascasarjana UNS
Ketua Panitia : Agung Yudha Catur Rizal, S.Pd.
Sekretaris : Ayu Perdanasari, S.Pd.
Bendahara : Nuri Resti Chayyani, S.E.
Internal Reviewer : Prof. Drs. Sutarno, M.Sc., Ph.D.
Prof. Dr. Agus Kristiyanto, M.Pd.
Dr. Prasetyo Adi Wisnu W, S.S., M. Hum.
Editor : Aji Adhitya Ardanareswari, S.Pd., M.Hum.
Muna Fauziah, S.Pd.
Rofi’ah Nugraheni, S.Tr. Gz.
Suci Faniandari, S.Pd.
Neta Afriyanti, S.ST.
Fajriya Kurniawati, S.H.
Moh Sayful Zuhri, S.Pd
Rizki Angga Kusuma, S.Pd
Setter/Layouter : Prakas Agrestian, S.Sn.
Desain Cover : M. Haidar Fathurrahman, S.I.Kom.

Cetakan ke I, Oktober 2019


ISBN: 978-623-90740-4-3

Penerbit
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta
Jalan Ir. Sutami 36 A Kentingan, Jebres, Surakarta, Indonesia
58126
Telp/Fax. : +62271632450
Email: pascaunssemnas@gmail.com
Laman: http://pasca.uns.ac.id

i
Seminar Nasional “Peran Pascasarjana dalam Pengembangan IPTEK terkait
Pelestarian Kebudayaan Nasional di Era 4.0”
MENGEMBANGKAN INTELEKTUAL CENDEKIAWAN UNTUK MELESTARIKAN BUDAYA
BANGSA DALAM RANGKA MEMPERTAHANKAN KEBHINEKAAN

SAMBUTAN DIREKTUR PASCASARJANA


UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Pemurah dan Maha Pengasih karena
atas rahmat-Nya perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni memberikan pengaruh
terhadap dunia pendidikan, khususnya di pendidikan tinggi. Perguruan tinggi yang
menyelenggarakan keterampilan dan penelitian yang tepat dapat membantu negara-negara
seperti Indonesia untuk menjadi lebih produktif, lebih inovatif dan lebih mampu
mempertahankan tingkat pertumbuhan di suatu lingkungan global yang kompetitif.

Progam Pascasarjana UNS 2019 mempunyai misi yang diantaranya menyelenggarakan Tri
Dharma Perguruan Tinggi untuk memenuhi kebutuhan SDM bangsa dalam bidang tertentu dan
menyelenggarakan penelitian yang menghasilkan inovasi dalam pengembangan keilmuan.
Melalui acara Seminar Nasional III Pascasarjana UNS 2019 yang mengangkat tema Peran
Pascasarjana dalam Pengembangan IPTEKS terkait Pelestarian Kebudayaan Nasional di Era
4.0 diharapkan dapat membangun kesadaran dan pola pikir pemuda (mahasiswa) terhadap
kondisi Bangsa dan Negara Indonesia.

Tak lupa juga saya menyampaikan selamat berseminar kepada seluruh pemakalah dan peserta,
semoga sukses dan bermanfaat bagi pengembangan IPTEKS. Aamiin.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Direktur Pascasarjana UNS

Prof. Drs. Sutarno, M.Sc., Ph. D

ii
Seminar Nasional “Peran Pascasarjana dalam Pengembangan IPTEK terkait
Pelestarian Kebudayaan Nasional di Era 4.0”
MENGEMBANGKAN INTELEKTUAL CENDEKIAWAN UNTUK MELESTARIKAN BUDAYA
BANGSA DALAM RANGKA MEMPERTAHANKAN KEBHINEKAAN

SAMBUTAN KETUA KAPAS


UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulilah berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
yang merupakan tiga unsur utama kemajuan peradaban manusia dapat memainkan peranan
penting dalam mendukung peningkatan daya saing dan pertumbuhan karena pendidikan tinggi
menyediakan keterampilan dan penelitian tingkat tinggi untuk menerapkan maupun
mengasimilasi, menyesuaikan dan mengembangkan teknologi-teknologi baru. Di sisi lain,
Keluarga Alumni Pascasarjana (KAPAS) UNS 2019 mempunyai visi yaitu mewujudkan
jaringan alumni yang mampu memberdayakan perannya dan bermanfaat bagi masyarakat,
bangsa dan negara. Melalui acara Seminar Nasional III Pascasarjana UNS 2019 yang
mengangkat tema Peran Pascasarjana dalam Pengembangan IPTEKS terkait Pelestarian
Kebudayaan Nasional di Era 4.0 diharapkan dapat menjadi wadah bagi para mahasiswa,
akademisi, peneliti, praktisi, dan pemerintah dalam berdiskusi, berbagi informasi, dan bertukar
pikiran mengenai isu terbaru dalam IPTEKS di Indonesia.

Terimakasih saya sampaikan kepada semua pemakalah dan peserta yang telah berkontribusi
dalam acara ini, selamat berseminar dan teruslah semangat untuk mengembangkan IPTEKS.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Ketua KAPAS Universitas Sebelas Maret

Dr. Prasetyo Adi Wisnu W, S.S., M. Hum

iii
Seminar Nasional “Peran Pascasarjana dalam Pengembangan IPTEK terkait
Pelestarian Kebudayaan Nasional di Era 4.0”
MENGEMBANGKAN INTELEKTUAL CENDEKIAWAN UNTUK MELESTARIKAN BUDAYA
BANGSA DALAM RANGKA MEMPERTAHANKAN KEBHINEKAAN

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Pemurah dan Maha Pengasih karena
atas rahmat-Nya Prosiding Seminar Nasional III Pascasarjana UNS 2019 dengan tema “Peran
Pascasarjana dalam Pengembangan IPTEKS terkait Pelestarian Kebudayaan Nasional di Era
4.0” yang diselenggarakan oleh Pascasarjana UNS beserta Ikatan Alumni Pascasarjana UNS
yang bekerjasama dengan Himpunan Mahasiswa Pascasarjana UNS dapat terwujud dan
terselenggarakan dengan baik.

Prosiding ini menyebarluaskan gagasan konseptual, hasil penelitian dan aplikasi teori, serta
tulisan praktis mengenai berbagai bidang ilmu baik eksakta maupun non eksakta. Peran
Pascasarjana baik di lingkungan UNS maupun di luar UNS diharapkan mampu memberikan
kontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan sains.

Seminar Nasional III Pascasarjana UNS 2019 ini mengangkat tema Peran Pascasarjana dalam
Pengembangan IPTEKS terkait Pelestarian Kebudayaan Nasional di Era 4.0 ternyata mendapat
respon yang sangat positif dari para penulis makalah. Dengan rendah hati, panitia mohon maaf
kepada para penulis yang makalahnya belum dapat dimuat dalam prosiding ini. Mudah-
mudahan nantinya para penulis yang masih belum berkesampatan ikut agar dapat berpartisipasi
lagi dalam seminar nasional III yang akan dilaksanakan tahun depan.

Tak lupa juga kami menyampaikan terimakasih kepada Prof. Drs. Sutarno, M.Sc., Ph.D selaku
Direktur Pascasarjana UNS, Dr. Prasetya Adi Wisnu W S.S., M. Hum selaku Ketua KAPAS
UNS dan semua editor serta segenap panitia yang telah bekerja keras dan cerdas mendukung
terlaksananya seminar ini. Kepada seluruh pemakalah dan peserta kami menyampaikan selamat
berseminar, semoga sukses dan bermanfaat bagi pengembangan IPTEKS. Aamiin.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Ketua Panitia

Agung Yudha Catur Rizal, S.Pd.

iv
Seminar Nasional “Peran Pascasarjana dalam Pengembangan IPTEK terkait
Pelestarian Kebudayaan Nasional di Era 4.0”
MENGEMBANGKAN INTELEKTUAL CENDEKIAWAN UNTUK MELESTARIKAN BUDAYA
BANGSA DALAM RANGKA MEMPERTAHANKAN KEBHINEKAAN

SUSUNAN ACARA
SEMINAR NASIONAL III PASCASARJANA UNS
SABTU, 26 OKTOBER 2019, Gedung Pascasarjana UNS (Aula Lt.6)
Tema : Peran Pascasarjana dalam Pengembangan IPTEKS terkait Pelestarian
Kebudayaan Nasional di Era 4.0
Sub tema : Mengembangkan Intelektual Cendekiawan Untuk Melestarikan Budaya
Bangsa dalam Rangka Mempertahankan Kebhinekaan

NO. PUKUL KEGIATAN PENANGGUNG JAWAB


1. 07:00-08:00 Pendaftaran & Registrasi Peserta OC
Pembukaan
2. 08:00-08:10 Pembukaan Oleh MC MC
3. 08:10-08:15 Menyanyikan lagu Indonesia Raya MC
4. 08:15-08.30 Persembahan Tari dari Komunitas Tari Gambyong OC
5. 08:30-08:40 Pembacaan Do’a M. Devi Muklasin, S.Pd
(Ketua Bidang Seni dan
Budaya HMP)
6. 08:40-08:50 Sambutan dan laporan oleh Ketua HMP Pascasarjana Agung Yudha Catur Rizal,
UNS S.Pd
7. 08:50-09:00 Sambutan KAPAS UNS Dr. Prasetyo Adi Wisnu W,
S.S., M.Hum
8. 09:00-09:10 Sambutan dari Rektor Universitas Sebelas Maret Prof. Dr. H. Jamal Wiwoho,
sekaligus membuka secara resmi kegiatan seminar S.H., M.Hum
nasional III Pascasarjana UNS
9. 09:10-09:20 Persembahan Lagu dari Alif Rizky MC
10. 09:20-09:30 Pemberian Kenang-kenangan dan Foto Bersama MC
Sesi Utama I
9. 09:30-10:00 1. Prof. Drs. Sutarno, M.Sc., Ph.D (Direktur Moderator :
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta) Dr. Prasetyo Adi Wisnu W,
10. 10:00-10:30 2. Prof. Andrik Purwasito, DEA (Ketua Prodi S3 S.S., M.Hum
Kajian Budaya Universitas Sebelas Maret
Surakarta)
11. 10:30-11:00 3. Prof. Dr. Maria Arina Luardini, MA (Guru Besar
Universitas Palangka Raya)

v
Seminar Nasional “Peran Pascasarjana dalam Pengembangan IPTEK terkait
Pelestarian Kebudayaan Nasional di Era 4.0”
MENGEMBANGKAN INTELEKTUAL CENDEKIAWAN UNTUK MELESTARIKAN BUDAYA
BANGSA DALAM RANGKA MEMPERTAHANKAN KEBHINEKAAN

12. 11:00-11:30 4. Prof. Dr. Suwardi Endraswara, M. Hum (Guru Moderator :


Besar Universitas Negeri Yogyakarta) Dr. Prasetyo Adi Wisnu W,
S.S., M.Hum
Sesi Utama II:
13. 11:30-12:00 Guest Star (Alif Rizky) MC
14. 12:00-12:05 Pengumuman Sesi Paralel dll. MC
15. 12:05-13:05 Ishoma OC
16. 13:05-16:00 Sesi Paralel (Tema Sesuai Bidang Ilmu) Sie Acara
17. 16:00-16:15 Penutupan Acara Ruang Paralel

vi
Seminar Nasional “Peran Pascasarjana dalam Pengembangan IPTEK terkait
Pelestarian Kebudayaan Nasional di Era 4.0”
MENGEMBANGKAN INTELEKTUAL CENDEKIAWAN UNTUK MELESTARIKAN
BUDAYA BANGSA DALAM RANGKA MEMPERTAHANKAN KEBHINEKAAN

DAFTAR ISI

Sampul i
Sambutan ii
Kata Pengantar iv
Susunan Acara v
Daftar Isi vii

NO NAMA JUDUL HAL


1 PUJI LESTARI ANALISIS INTERAKSIONISME 1
PRAHASTIWI UTARI SIMBOLIK PADA AUDITOR
YULIUS SLAMET DALAM MEMAKNAI PERAN

2 ADITYA HAYUGRAHA W P STRATEGI KESANTUNAN 16


NABABAN POSITIF YANG TERKANDUNG
SRI MARMANTO DALAM SUBTITLE FILM SERIAL
THE GOOD DOCTOR

3 MARGARETA ENIK CONTRIBUTION OF 31


ISWANTI COMMUNICATION CLIMATE TO
ANDRE RAHMANTO EMPLOYEE PERFORMANCE
PRAHASTIWI UTARI
WIDODO MUKTIYO

4 ELVINDA BENDRA PENGARUH KETEBALAN 45


AGUSTINA TERHADAP STRUKTUR MIKRO,
YOFENTINA IRIANI SIFAT OPTIK DAN SIFAT
RISA SURYANA LISTRIK BISMUTH FERRITE
OXIDE (BIFEO3) DENGAN
METODE CHEMICAL SOLUTION
DEPOSITION (CSD)

vii
Seminar Nasional “Peran Pascasarjana dalam Pengembangan IPTEK terkait
Pelestarian Kebudayaan Nasional di Era 4.0”
MENGEMBANGKAN INTELEKTUAL CENDEKIAWAN UNTUK MELESTARIKAN
BUDAYA BANGSA DALAM RANGKA MEMPERTAHANKAN KEBHINEKAAN

5 DINDA ANGGUN MEDIA SOSIAL DAN 54


RATNASARI KEMANUSIAAN: PEMBING-
SRI HASTJARJO KAIAN ISU PENTINGNYA AIR
SUTOPO J. K SUSU IBU (ASI) DALAM
INSTAGRAM “LACTASHARE”

6 SRI WULANDARI PERSEPSI GURU TERHADAP 65


LEO AGUNG SUTIMIN PEMBELAJARAN IPS TEMATIK
MUSA PELU TERPADU DI SMP NEGERI 16
SURAKARTA

7 EDY YULIANTO DUKUNGAN TEKNOLOGI 76


IGNATIUS AGUNG KOMUNIKASI DI DAERAH
SATYAWAN RAWAN BENCANA: STUDI
PRAHASTIWI UTARI KASUS BENCANA GEMPA
BUMI DAN TSUNAMI DI KOTA
PALU, INDONESIA

8 ALFIAN NOOR RACHMAN ANALISIS KINERJA EKSPOR 86


DARSONO DAN DAYA SAING EKSPOR
ERNOIZ ANTRIYANDARTI KARET ALAM INDONESIA KE
NEGARA TUJUAN EKSPOR
UTAMA

9 APRILIA WIDAYANI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR 97


CSR DISCLOSURE DENGAN
VARIABEL MODERASI KINERJA
LINGKUNGAN PADA
PERUSAHAAN KIMIA DI BEI5

viii
Seminar Nasional “Peran Pascasarjana dalam Pengembangan IPTEK terkait
Pelestarian Kebudayaan Nasional di Era 4.0”
MENGEMBANGKAN INTELEKTUAL CENDEKIAWAN UNTUK MELESTARIKAN
BUDAYA BANGSA DALAM RANGKA MEMPERTAHANKAN KEBHINEKAAN

10 ARDIAN OZZY WIANTO PENGARUH SIFAT INOVASI 109


DRAJAT TRI KARTONO TERHADAP ADOPSI INOVASI
DWININGTYAS KARTU TANI DI KABUPATEN
PADMANINGRUM PATI

11 EMIL DWI FEBRIAN ANALISIS WACANA KRITIS 119


SUSANTO STALINISME DAN EROPA
SRI KUSUMO HABSARI TIMUR DALAM KOLOM
ONGHOKHAM DI MAJALAH
MINGGUAN TEMPO 17
FEBRUARI 1990

12 HIMAWAN ACHMAD SEBARAN DAN POTENSI 135


HENDRI NOVIANTO PELEPASLIARAN IKAN ASING
MELALUI REKREASI
MEMANCING DAN UPAYA
PENGENDALIANNYA DI
YOGYAKARTA

13 IMAMAH FIKRIYATI PRAKTIK BALAI 152


AZIZAH SOEDJATMOKO SOLO DALAM
DWI SUSANTO ARENA SASTRA PADA ERA
ISTADIYANTHA KAPITALISME MUTAKHIR

14 EKO GATUT FIBRIANTO INTEGRASI NILAI-NILAI 168


DJONO KESENIAN JARANAN
SUDIYANTO POGOGAN DALAM
PEMBELAJARAN SEJARAH

ix
Seminar Nasional “Peran Pascasarjana dalam Pengembangan IPTEK terkait
Pelestarian Kebudayaan Nasional di Era 4.0”
MENGEMBANGKAN INTELEKTUAL CENDEKIAWAN UNTUK MELESTARIKAN
BUDAYA BANGSA DALAM RANGKA MEMPERTAHANKAN KEBHINEKAAN

15 PRARASTO TEKNOLOGI SEDERHANA DI 180


MIFTAHURRISQI PEMAKAMAN SUNAN
PADHANG ARAN: PERSPEKTIF
KAJIAN BUDAYA

16 RUSDIAH AGUSTINA KOMUNIKASI DIALOGIS 188


AHMAD ADIB DALAM INTERAKSI
ANDRE RAHMANTO PEMBELAJARAN DI SANGGAR
ANAK ALAM INDONESIA

17 RIRIH ANGGRAINI PERAN MEDIASI KINERJA 198


SETYAHETY PERUSAHAAN DALAM
HUBUNGAN ANTARA HARGA
BATUBARA ACUAN (HBA) DAN
HARGA SAHAM
(STUDI PERUSAHAAN
PERTAMBANGAN BATUBARA
LISTING BEI TAHUN 2013 - 2017)

18 ADI SIFA MUHAMMAD ANALISIS KESULITAN 209


RUKAYAH BELAJAR SISWA PADA
ROEMINTOYO PEMBELAJARAN BAHASA
INDONESIA DI KELAS IV SD
NEGERI 2 AMPEL KABUPATEN
BOYOLALI

19 SANTI WAHYUFI PERMAINAN BAHASA SEBAGAI 220


DININGSIH ASPEK PEMBANGUN WACANA
ANDAYANI HUMOR PADA BUKU HUMOR
MUHAMMAD ROHMADI POLITIK INDONESIA (KAJIAN

x
Seminar Nasional “Peran Pascasarjana dalam Pengembangan IPTEK terkait
Pelestarian Kebudayaan Nasional di Era 4.0”
MENGEMBANGKAN INTELEKTUAL CENDEKIAWAN UNTUK MELESTARIKAN
BUDAYA BANGSA DALAM RANGKA MEMPERTAHANKAN KEBHINEKAAN

PRAGMATIK)

20 BOEDI PRIANTORO MEDIA SOSIAL SEBAGAI ALAT 226


HANOVA SATRIA MOBILISASI DI ERA 4.0 UNTUK
PRIYAMBADA MENJAGA KEBHINEKAAN
BANGSA INDONESIA

21 ENDAH RUSNARYATI MITIGASI BENCANA 234


MUGI RAHARDJO TERHADAP BAHAYA LONGSOR
SURYANTO DI KABUPATEN
KARANGANYAR

22 MEILANI SAFITRI PENGEMBANGAN E-LEARNING 245


SEBAGAI MEDIA
PEMBELAJARAN DI ERA
REVOLUSI 4.0

23 RAHMA NUR FITRIA PEMILIHAN KRITERIA TEK- 256


ARIF KUSUMAWANTO NOLOGI KERETA GANTUNG DI
ALVA EDY TONTOWI PANTAI SELATAN
GUNUNGKIDUL SEBAGAI
TRANSPORTASI RAMAH
LINGKUNGAN

24 ADI INGGIT HANDOKO CITY BRANDING DALAM 267


RETNA MAHRIANI MEMBANGUN IMAGE KOTA
FEBRIMARANI MALINDA PALEMBANG SEBAGAI SPORT
CITY

xi
Seminar Nasional “Peran Pascasarjana dalam Pengembangan IPTEK terkait
Pelestarian Kebudayaan Nasional di Era 4.0”
MENGEMBANGKAN INTELEKTUAL CENDEKIAWAN UNTUK MELESTARIKAN
BUDAYA BANGSA DALAM RANGKA MEMPERTAHANKAN KEBHINEKAAN

25 LIANDA DEWI SARTIKA PENGUATAN PENDIDIKAN 282


HERMANU JOEBAGYO KARAKTER MELALUI
SUSANTO INTEGRASI LOCAL WISDOM
CATUR GURU SEBAGAI CIVIC
INTELEGENCE

26 YOSI ERLANITASARI STRATEGI PEMASARAN USAHA 293


MAHENDRA WIJAYA MIKRO KECIL DAN MENENGAH
ANDRE RAHMANTO JAMU KABUPATEN
SUKOHARJO MENGHADAPI
INDUSTRI 4.0

27 JENDRI MULYADI MENERAPKAN PRINSIP- 308


SILVIA PERMATASARI PRINSIP KESANTUNAN
BERBAHASA SEBAGAI
AKTUALISASI PENDIDIKAN
KARAKTER DI SEKOLAH
DASAR KOTA PADANG

28 ARDELA NURMASTITI PENGARUH FAKTOR PADA 324


SUMINAH OBYEK TERHADAP PERSEPSI
ENY LESTARI PETANI PADI ORGANIK DI
KABUPATEN KARANGANYAR

29 MAHARANI KRISNA DIBALIK BAYANG-BAYANG 333


HANDAYANI MASKULINITAS MEDIA:
PRAHASTIWI UTARI KEBIJAKAN RESPONSIF
IGN. AGUNG SATYAWAN GENDER DI PT.
TRIBUNNEWS.COM

xii
Seminar Nasional “Peran Pascasarjana dalam Pengembangan IPTEK terkait
Pelestarian Kebudayaan Nasional di Era 4.0”
MENGEMBANGKAN INTELEKTUAL CENDEKIAWAN UNTUK MELESTARIKAN
BUDAYA BANGSA DALAM RANGKA MEMPERTAHANKAN KEBHINEKAAN

30 SHODIQ IBNU WARDANA WAKTU KEBERHASILAN 345


PENDANAAN P2P LENDING:
PADA PELAKU USAHA MIKRO
DI INDONESIA

31 ALFIAN SINGGIH NILAI-NILAI ORAL HISTORY 354


WIDIYANTO EMPAN PAPAN MASYARAKAT
AKHMAD ARIF MUSADAD SRAGEN UNTUK
MUSA PELU MENINGKATKAN MOTIVASI
PEMBELAJARAN IPS DAN
SIKAP TOLERANSI PESERTA
DIDIK MTSN 5 SRAGEN

32 DEWI SAKTIANINGRUM MEDIA SOSIAL EKSTERNAL 368


WIDODO MUKTIYO SEBAGAI KOMUNIKASI
SRI HASTJARJO TERSIER CITY BRANDING
(STUDI DI BOYOLALI, JAWA
TENGAH)

33 PRIAMBODO INOVASI MELALUI MEDIA 379


SRI HASTJARJO SOSIAL DI INSTANSI
SUDARMO PEMERINTAH: INFORMASI DAN
INTERKASI (STUDI PADA
BADAN PEMERIKSA
KEUANGAN REPUBLIK
INDONESIA)

34 SUCI FANIANDARI TINJAUAN EFEK HALL KLASIK 388


SUPARMI DAN KUANTUM
CARI

xiii
Seminar Nasional “Peran Pascasarjana dalam Pengembangan IPTEK terkait
Pelestarian Kebudayaan Nasional di Era 4.0”
MENGEMBANGKAN INTELEKTUAL CENDEKIAWAN UNTUK MELESTARIKAN
BUDAYA BANGSA DALAM RANGKA MEMPERTAHANKAN KEBHINEKAAN

35 ULI ULFA PENGARUH VARIASI SUHU 397


YOFENTINA IRIANI TERHADAP MIKRO STRUKTUR
KUSUMANDARI DAN SIFAT DIELEKTRIK BA0.9
BI0.1TIO3 MENGGUNAKAN
METODE CO-PRECIPITATION

36 ALI ZAINAL ABIDIN ANALISIS SWOT LEMBAGA 406


DWI PRASETYANI KEUANGAN MIKRO NIRLABA
BHIM RIZKY SAMUDRO (STUDI KASUS LEMBAGA
KEUANGAN MIKRO BLESSING
REVOLVER)

37 ERY KURNIA ADY ANALISIS JARINGAN 416


WIBOWO KOMUNIKASI E-AUDITEE
PRAHASTIWI UTARI SISTEM INFORMASI
SRI HASTJARJO PEMANTAUAN TINDAK
LANJUT HASIL PEMERIKSAAN
BPK RI

38 INTAN MUSTIKASARI PROFIL KETERAMPILAN 431


SAJIDAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP
PUGUH KARYANTO BERDASARKAN MODEL
BERBASIS BERPIKIR KRITIS

39 BURHANUDDIN AUZA’I STRATEGI KOMUNIKASI 438


PAWITO DERADIKALISASI ANTAR
ANDRIK PURWASITO PONDOK PESANTREN
TRADISIONAL DAN PONDOK
PESANTREN MODERN DI
SURAKARTA

xiv
Seminar Nasional “Peran Pascasarjana dalam Pengembangan IPTEK terkait
Pelestarian Kebudayaan Nasional di Era 4.0”
MENGEMBANGKAN INTELEKTUAL CENDEKIAWAN UNTUK MELESTARIKAN
BUDAYA BANGSA DALAM RANGKA MEMPERTAHANKAN KEBHINEKAAN

40 SUHENDRA POLA SPASIAL KEBERADAAN 449


INDUSTRI TAHU TERHADAP
PENDAPATAN KELUARGA DI
DUKUH ASRI GEDONGKIWO
DENGAN METODE KRIGING

41 DITA ANGGRAHINITA DISKURSUS SEKSISME PADA 458


YUSANTA LGBT DALAM PEMBERITAAN
TITIS SRIMUDA PITANA MEDIA MASSA
DWI SUSANTO

42 NUR INDAH LAILYA PERAN KEPALA SEKOLAH 468


MAWAR SARI DALAM MENGEMBANGKAN
SUKARNO KEWIRAUSAHAAN DI
TRIYANTO SEKOLAH

43 DEVI ADLINA PUTRI TRADISI NYESEK SEBAGAI 477


SRI KUSUMO HABSARI DAYA TARIK PARIWISATA
SUSANTO LOMBOK DI DUSUN SADE

44 WISNU TRI NUGROHO UPAYA MEMPERTEGUH 489


DANIA NALISA INDAH KESATUAN BANGSA MELALUI
ENNO HAYA GLADYA INTERNALISASI PEMAHAMAN
NARANTA TEPO SALIRO SEBAGAI
RANGKA HARMONISASI HIDUP
BERMASYARAKAT

xv
Seminar Nasional “Peran Pascasarjana dalam Pengembangan IPTEK terkait
Pelestarian Kebudayaan Nasional di Era 4.0”
MENGEMBANGKAN INTELEKTUAL CENDEKIAWAN UNTUK MELESTARIKAN
BUDAYA BANGSA DALAM RANGKA MEMPERTAHANKAN KEBHINEKAAN

45 A. FAHMI LATIEF PUTRA PERUMUSAN STRATEGI 502


DARSONO PENGEMBANGAN USAHA
JOKO SUTRISNO BERAS ORGANIK DI BUMP
PT. PENGAYOM TANI SEJAGAD

46 ANANTA KIDUNG STRATEGI BERTAHAN HIDUP 513


GUNTUR RIYANTO NELAYAN KECIL DALAM
SURYANTO MENGHADAPI DAMPAK
PERTAMBANGAN TIMAH DI
LAUT DESA REBO
KABUPATEN BANGKA

47 BRAMASTA REYNALDI MENCIPTAKAN IKLIM 525


SUTOPO JK DEMOKRATIS DALAM
AHMAD ADIB KOMUNIKASI KELOMPOK
SADAR WISATA KAMPUNG
WAYANG KEPUHSARI
WONOGIRI

48 BRIANT NOR PRADHUKA DAMPAK REVOLUSI 4.0 534


BOEDI PRIANTORO TERHADAP PELESTARIAN
SEJARAH DAN BUDAYA: STUDI
KASUS STUDIO REKAMAN
LOKANANTA SURAKARTA

49 WIDI ELI PENINGKATAN PENDIDIKAN 539


LAKSMI EVASUFI WIDI KARAKTER MELALUI
FAJARI PEMBIASAN MENGGUNAKAN
UNGGAH-UNGGUH BAHASA
JAWA PADA SISWA KELAS V

xvi
Seminar Nasional “Peran Pascasarjana dalam Pengembangan IPTEK terkait
Pelestarian Kebudayaan Nasional di Era 4.0”
MENGEMBANGKAN INTELEKTUAL CENDEKIAWAN UNTUK MELESTARIKAN
BUDAYA BANGSA DALAM RANGKA MEMPERTAHANKAN KEBHINEKAAN

SDN 2 KARANGREJA
KABUPATEN PURBALINGGA

50 GRACE PRIYANTI SETYO PENERAPAN COMPUTER 555


ANGGRAINI MEDIATED COMMUNICATION
PURWANINGTYAS (CMC) PADA PENGGUNAAN
PAWITO INSTAGRAM DALAM
ISMI DWI ASTUTI N MEMBANGUN KOHESIVITAS
KOMUNITAS VIRTUAL “SOBAT
AMBYAR INDONESIA”

51 HANIF IMADUDDIN STRATIFIKASI PENGUASAAN 568


RB SOEMANTO TANAH PETANI PADI SAWAH
MAHENDRA WIJAYA DI KABUPATEN SUKOHARJO

52 MUHAMMAD AGUNG MEDIA SOSIAL INFORMASI 582


DIPONEGORO KESEHATAN BAGI KAUM
PRAHASTIWI UTARI PEREMPUAN
ANDRE NOEVI RAHMANTO

53 MUHAMMAD HUDAWI KOMUNIKASI DIALEKTIK 601


SIREGAR PEGAWAI ANTAR BUDAYA:
PRAHASTIWI UTARI STUDI KASUS PADA PEGAWAI
SUDARMO SUKU BATAK-JAWA DI BADAN
PEMERIKSA KEUANGAN RI

54 MUHAMMAD NUR ICHSAN NEGOSIASI IDENTITAS AGAMA 611


PRAHASTIWI UTARI DIKALANGAN MASYARAKAT
IGN AGUNG SATYAWAN MULTI-RELIGI DALAM
MEMBANGUN SIKAP

xvii
Seminar Nasional “Peran Pascasarjana dalam Pengembangan IPTEK terkait
Pelestarian Kebudayaan Nasional di Era 4.0”
MENGEMBANGKAN INTELEKTUAL CENDEKIAWAN UNTUK MELESTARIKAN
BUDAYA BANGSA DALAM RANGKA MEMPERTAHANKAN KEBHINEKAAN

TOLERANSI

55 MUSAYYARAH MEDIA SOSIAL DAN 623


FATMAYANI PEMASARAN POLITIK: STUDI
PAWITO TENTANG FACEBOOK OLEH
WIDODO MUKTIYO ELITE POLITIK PDIP
PERJUANGAN DI KOTA SURA-
KARTA PERIODE 2019-2024

56 NUR SHOLEHAH DIAN PENTINGNYA PEMAHAMAN 635


SAPUTRI KONSELING MULTIKULTURAL
PADA KONSELOR PADA
LAYANAN KONSELING ONLINE

57 RETNO PURWASIH MENUMBUHKAN SIKAP 645


TOLERANSI DENGAN
MEMBERIKAN PEMAHANAN
MULTIKULTURAL UNTUK
MENGHINDARI RASISME
MELALUI LAYANAN
BIMBINGAN DAN KONSELING

58 RIKHA PUSPITA RINI PENGARUH MODIFIKASI 656


YOFENTINA IRIANI LAPISAN TIPIS BA1-XNDXTIO3
FAHRU NUROSYID DENGAN VARIASI MOL
NEODYMIUM TERHADAP
STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT
OPTIK

xviii
Seminar Nasional “Peran Pascasarjana dalam Pengembangan IPTEK terkait
Pelestarian Kebudayaan Nasional di Era 4.0”
MENGEMBANGKAN INTELEKTUAL CENDEKIAWAN UNTUK MELESTARIKAN
BUDAYA BANGSA DALAM RANGKA MEMPERTAHANKAN KEBHINEKAAN

59 SINDI PEMBAYUNING FAKTOR-FAKTOR PENDORONG 665


PUJI RAHAYU PARTISIPASI MASYARAKAT
SAPJA ANANTANYU DALAM PEMBANGUNAN
MULYANTO KEPARIWISATAAN DI
KABUPATEN TRENGGALEK

60 RITA PRIYANINGRUM PEMANFAATAN TEKNOLOGI 681


PAWITO INFORMASI DAN KOMUNIKASI
MAHENDRA WIJAYA SEBAGAI MEDIA
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

61 MUNA FAUZIAH PENINGKATAN KEMAMPUAN 697


SRI MARMOAH BERPIKIR DIVERGEN MELALUI
TRI MURWANINGSIH MODEL PEMBELAJARAN
THINKING ACTIVELY IN A
SOCIAL CONTEXT (TASC)

62 SUCI NURHAYATI STUDI LITERATUR TENTANG 710


NUNUK SURYANI PENGARUH PENGGUNAAN
SUHARNO VIRTUAL LABORATORY DALAM
PEMBELAJARAN IPA

63 ALEK RITONGA PROBLEM-POSING LEARNING 720


SOETARNO JOYOATMOJO MODEL IN ECONOMICS
TRI MURWANINGSIH CONTEXT

64 FELINDA SARI GAYA MENGAJAR TERHADAP 726


AGUS KRISTIYANTO HASIL SERVIS ATAS BOLA
TRI APRILIJANTO UTOMO VOLI

xix
Seminar Nasional “Peran Pascasarjana dalam Pengembangan IPTEK terkait
Pelestarian Kebudayaan Nasional di Era 4.0”
MENGEMBANGKAN INTELEKTUAL CENDEKIAWAN UNTUK MELESTARIKAN
BUDAYA BANGSA DALAM RANGKA MEMPERTAHANKAN KEBHINEKAAN

65 NOVI SUSILOWATI HUBUNGAN INDEKS MASSA 733


DIFFAH HANIM TUBUH DAN TINGKAT
YULIA LANTI RETNO DEWI PENDIDIKAN TERHADAP
KUALITAS HIDUP PASIEN
SKIZOFRENIA

66 AYUTHA WIJININDYAH EFEKTIVITAS PRETREATMENT 742


MEYNI DRIA ASTARINA ASAM PADA PENGERINGAN
DAUN KALAKAI (STENO-
CHLAENA PALUTRIS (BURM.F)
BEDD)

67 MIRNA TAUFIK KARAKTERISTIK SOSIAL DAN 754


WAHYU SAPUTRA KONDISI EKONOMI MASYA-
SUKMANIAR RAKAT DI PERMUKIMAN KU-
MEGA KUSUMA PUTRI MUH KOTA PALEMBANG AKI-
BAT TEKANAN URBANISASI

68 AGUNG YUDHA CATUR INVASI GAMES BEBRBASIS 763


RIZAL SMALL SIDED GAMES SEBAGAI
SUGIYANTO MEDIA LATIHAN KETERAM-
SRI SANTOSO SABARINI PILAN PASSING PADA
OLAHRAGA FUTSAL

69 NURNANINGSIH PERMAINAN TRADISIONAL 771


ANAK BETHEK-BETHEKAN
SEBAGAI SARANA
MEMPERKAYA KOSAKATA
ANAK

xx
Seminar Nasional “Peran Pascasarjana dalam Pengembangan IPTEK terkait
Pelestarian Kebudayaan Nasional di Era 4.0”
MENGEMBANGKAN INTELEKTUAL CENDEKIAWAN UNTUK MELESTARIKAN
BUDAYA BANGSA DALAM RANGKA MEMPERTAHANKAN KEBHINEKAAN

70 AYU PERDANASARI PENINGKATAN PEMAHAMAN 781


CHOLIFAH PUNTA SISWA DENGAN METODE
RINATAMI CERAMAH BERBANTU PETA
OKI ERVANA KONSEP PADA MATERI SISTEM
SULISTYARINI INFORMASI AKUNTANSI DI
SMA SUKOHARJO, JAWA
TENGAH

71 WINNY PERWITHOSUCI THE LINKS BETWEEN 789


IZZA MAFRUHAH ECONOMIC ACTIVITIES AND
EVI GRAVITIANI ENVIRONMENT: CASE STUDY OF
ASEAN COUNTRIES

72 ROFI’AH NUGRAHENI KEJADIAN OBESITAS PADA 796


ANAK KAITANNYA DENGAN
GIZI PADA AWAL KEHIDUPAN

73 SITI MUSLIFAH KARAKTER TOKOH UTAMA 803


PRASETYO ADI WISNU DALAM SERAT CENTHINI
WIBOWO (DESKRIPSI MENGENAI TEMA
SUNDARI DAN FAKTA CERITA)

74 SUSI SURYANI INTEGRASI NILAI-NILAI 815


CHATARINA MURYANI BUDAYA LOKAL GEDRUG
YASIN YUSUP MERAPI DALAM
PEMBELAJARAN TEMATIK
UNTUK MENUMBUHKAN
KECERDASAN EKOLOGIS

xxi
Seminar Nasional “Peran Pascasarjana dalam Pengembangan IPTEK terkait
Pelestarian Kebudayaan Nasional di Era 4.0”
MENGEMBANGKAN INTELEKTUAL CENDEKIAWAN UNTUK MELESTARIKAN
BUDAYA BANGSA DALAM RANGKA MEMPERTAHANKAN KEBHINEKAAN

75 SUWARDI ENDRASWARA PERSPEKTIF KAJIAN 822


ANTROPOBOTANI BUDAYA

xxii
Prosiding Seminar Nasional III (ISBN 978 – 623 – 90740 – 4 – 3)
Pascasarjana UNS 2019

TRADISI NYESEK SEBAGAI DAYA TARIK PARIWISATA LOMBOK DI


DUSUN SADE

Devi Adlina Putri1


S2 Kajian Budaya Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia
Email: deviadlinamoon@gmail.com

Sri Kusumo Habsari2


Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia
Email: skhabsari@staff.uns.ac.id

Susanto3
Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia
Email: susantofibuns@staff.uns.ac.id

ABSTRACT

This article is a research about ethnic Sasak tradition of weave in Sade. This study aim to
looks the changes of the function and meaning of traditions that initially functioned as
women's morality education, turned into economic values in the cultural tourism industry.
This study applies an ethnographic approach with observation and interview techniques,
data obtained through interviews with the community as the manager of local tourism.
The findings show that the weave tradition is currently only used as a "packaging" for
tourism products in order to increase the economic value of the sesek cloth which causes
a change in the function and meaning of the weave tradition. As for the changes that
occur that the weave tradition was a form of moral education for women is now only a
form of "show" tradition for tourists, the weave tradition which was a form of birth bond
for someone has now only become a souvenir, so that which cannot change in the end is
only the history of the weave tradition.

Keywords: Weave Tradition, Tourism, Sade, Lombok

ABSTRAK

Artikel ini merupakan sebuah kajian tentang tradisi nyesek etnis sasak di Dusun Sade.
Kajian ini melihat perubahan fungsi dan makna tradisi yang awalnya berfungsi sebagai
pendidikan moralitas perempuan, kemudian berubah menjadi nilai ekonomi dalam
industri pariwisata budaya. Penelitian ini menerapkan pendekatan etnografi dengan teknik
observasi dan wawancara, data diperoleh melalui wawancara dengan masyarakat selaku
pengelola pariwisata lokal. Temuan menunjukkan bahwa tradisi nyesek pada saat ini
hanya dijadikan sebagai “kemasan” untuk produk pariwisata agar meningkatkan nilai
ekonomi pada kain sesek yang menyebabkan berubahnya fungsi maupun makna tradisi
nyesek. Adapun perubahan yang terjadi yaitu tradisi nyesek yang dahulu merupakan
bentuk pendidikan moral bagi perempuan kini hanya sebagai bentuk “pertunjukan” tradisi
bagi wisatawan, tradisi nyesek yang dahulu merupakan wujud ikatan lahir bagi seseorang
kini hanya menjadi sebuah suvenir, sehingga yang tidak dapat berubah pada akhirnya
hanya sejarah dari tradisi nyesek itu sendiri.

Kata Kunci: Tradisi Nyesek, Pariwisata, Dusun Sade, Lombok


Prosiding Seminar Nasional III (ISBN 978 – 623 – 90740 – 4 – 3)
Pascasarjana UNS 2019

Pendahuluan
Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diharapkan mampu meningkatkan
perekonomian nasional untuk pemerintah dan masyarakat melalui penerimaan devisa.
Sektor pariwisata memberi dampak yang sangat besar bagi masyarakat, terutama
masyarakat yang berada di kawasan atau lokasi yang menjadi tujuan wisatawan (Ethika,
2016:134).

Lokasi wisata tentu harus memiliki obyek wisata yang dapat menarik wisatawan,
menurut Spillane (1987:63) obyek wisata harus memiliki lima unsur pokok agar
wisatawan dapat menikmati perjalanan diantaranya: attractions (keindahan alam, iklim
dan cuaca, kebudayaan, sejarah, ethnicity, dan accessibility), facility, infrastruktur,
transportation, hospitality. Dari kelima unsur diatas attractions khususnya memiliki
peran penting dalam menarik minat wisatawan, seperti Indonesia yang sering kali
menjadi tujuan wisatawan karena dikenal sebagai negara yang kaya akan ragam budaya
dan etnis sehingga indonesia dikenal dengan wisata budayanya.

Wisata budaya merupakan perjalanan wisata dengan tujuan mempelajari


kekayaan seni dan budaya dari suatu daerah tertentu. Saat ini kegiatan mempertunjukan
produk budaya (wisata budaya) menjadi salah satu produk wisata yang tidak kalah
daripada destinasi wisata lainnya seperti wisata alam, wisata religi, dan sebagainya
(Zulfajri, 2019:3). Kekayaan seni budaya pada masing-masing daerah memiliki nilai
dan keunikan tersendiri yang menarik untuk dikunjungi, tidak hanya untuk dinikmati
sebagai hiburan tetapi juga menjadi pengalaman estetik dan ruang edukasi bagi setiap
wisatawan yang ingin lebih mengenal kebudayaan dari suatu daerah.

Salah satu daerah yang menjadika budaya sebagai daya tarik wisata yaitu
Lombok dengan tradisi nyesek atau membuat kain Sesek. Kain sesek merupakan kain
asli Suku Sasak yang diwarisan secara turun temurun melalui garis keturunan
perempuan (ibu / inaq). Kain sesek atau yang lebih dikenal dengan nama kain tenun
menurut Suwati (1986:2) sudah ada sejak zaman prasejarah di Indonesia dan diketahui
dibuat dengan cara ikat lungsi untuk menghasilakan corak. Di Dusun Sade kain sesek
dibentuk dari hasil persilangan antara benang lungsi dan benang pakan.

478
Prosiding Seminar Nasional III (ISBN 978 – 623 – 90740 – 4 – 3)
Pascasarjana UNS 2019

Tradisi nyesek di Dusun Sade Lombok merupakan bentuk pendidikan moral


bagi perempuan, dimana seorang perempuan dianggap belum pantas menikah jika
belum bisa membuat kain sesek. Sehingga menyesek dilakukan oleh perempuan karena
hal tersebut sejalan dengan tradisi masyarakat Lombok bahwa perempuan yang cantik
dan pantas dijadikan istri adalah perempuan yang pandai menyesek, sehingga jika anak
perempuan tidak bisa menyesek sama artinya dengan tidak ada pernikahan dan menjadi
isin penginang (buah bibir) dalam masyarakat.

Tradisi tersebut diikuti perempuan Sade dari generasi ke generasi dan dijaga
melalui hukum adat yang masih berlaku sehingga tradisi nyesek di Dusun tersebut tetap
lestari. Tradisi nyesek yang dimiliki Dusun Sade mulai mendapat perhatian dari pihak
pemerintah pada tahun 1989 untuk lebih dikembangan dengan menjadikan kain sesek
sebagai daya tarik pariwisata dan menetapkannya sebagai Dusun sentra kain sesek.
Dijadikannya tradisi nyesek sebagai daya tarik wisata secara berlahan mengubah cara
pandang masyarakat Sade terhadap kain sesek, kini tradisi nyesek hanya sebagai
“kemasan” dari produk kebudayaan bernilai ekonomi yang dipromosikan melalui
pariwisata.

Piyanto dan Dyah Safitri (2015) melihat bagaimana potensi potensi budaya yang
dimiliki suatu desa sebagai daya tarik pariwisata budaya. Ethika, Diana Takariandinda
(2016) melihat bagaimana pemerintah dan masyarakat membangun pariwisata berbasis
budaya berdasarkan ketentuan UU no. 10 tahun 2009. I Gusti Bagus Rai Utama (2011)
melihat perbedaan tujuan pada pariwisata berbasis budaya antara tujuan pelestarian dan
pemberdayaan ekonomi. Zulfajri, T (2019) melihat festival kebudayaan menampilkan
kesenian secara berbeda sebagai daya tarik wisata.

Penelitian ini melihat bagaimana sejarah tradisi nyesek sebagai modal utama
daya tarik pariwisata berbasis budaya. Kemudian bagaimana industri pariwisata melihat
nilai komoditi pada kain sesek. Penelitian ini berfokus pada apakah kain sesek sebagai
obyek wisata saat ini mampu menjaga nilai tradisi yang terdapat pada kain sesek atau
justru hanya sebagai daya tarik wisata dengan memanfaatkan sejarah dan cerita-cerita
tentang nyesek yang berkembang di masyarakat.

479
Prosiding Seminar Nasional III (ISBN 978 – 623 – 90740 – 4 – 3)
Pascasarjana UNS 2019

Teori dan Metodologi

Penelitian ini menggunakan pendekatan etnografi dengan teknik observasi dan


wawancara. Etnografi adalah seni dan ilmu yang menggambarkan tentang sebuah kelompok
atau budaya. Penggambaran mungkin mengenai tentang kelompok suku kecil dalam sebuah
daerah yang menarik atau sebuah kelas menengah maupun pinggiran (Fetterman dalam
Genzuk, 2005:1). Inti dari etnografi adalah upaya memperhatikan makna tindakan dari
kejadian yang menimpa orang yang ingin kita pahami (Spradly, 2007)

Data akan diambil dari hasil observasi di Dusun Sade dan wawancara terhadap
budayawan Lombok yang mengetahui sejarah tradisi nyesek, untuk memperkuat argument
akan diambil data sekunder yang bersumber dari wawancara dengan masyarakat terutama
pengelola pariwisata lokal untuk mengetahui pandangan mereka tentang tradisi nyesek.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori wisata budaya dan objek wisata
atau daya tarik wisata yang dikenal dengan istilah culture tourism dan Tourism Attraction.
Hubungan antara pariwisata dan budaya menggambarkan pasar pariwisata budaya dalam
proses konvergensi yang lama. Dimana sebelumnya pariwisata dan budaya dipandang sebagai
ruang praktik sosial yang terpisah (Richards, 2003:2). Tetapi hambatan antara budaya dan
pariwisata menghilang karena adanya budaya masyarakat dimana obyek dan orang menjadi
semakin mobile sehingga batas-batas antara budaya yang sebelumnya berbeda semakin
dihilangkan, dan budidaya praktik pariwisata dimana wisatawan tidak hanya mengkonsumsi
berbagai tanda selama liburan mereka, tetapi tanda-tanda yang melekat pada perjalanan
semakin banyak diproduksi dan diedarkan oleh industri budaya sehingga pariwisata itu sendiri
telah menjadi budaya (John Urry 1995).

Jika dilihat dari apa yang memotivasi wisatawan untuk mengunjungi obyek wisata
budaya, pariwisata budaya merupaakan "semua aspek perjalanan, di mana para pelancong
belajar tentang sejarah dan warisan orang lain atau tentang cara hidup atau pemikiran
kontemporer mereka” (Mclntosh dan Goeldner, 1994). Dengan kata lain, wisatawan budaya
termotivasi untuk belajar tentang produk dan proses budaya lain (Richard, 2003:4). Tetapi
pariwisata budaya tidak hanya tentang mengunjungi situs, dan monumen yang cenderung
berbau tradisional tetapi juga melibatkan konsumsi cara hidup daerah yang dikunjungi.
Sehingga pariwisata budaya dapat diartikan sebagai “Pergerakan orang ke tempat-tempat

480
Prosiding Seminar Nasional III (ISBN 978 – 623 – 90740 – 4 – 3)
Pascasarjana UNS 2019

budaya menjauhi tempat tinggal normal mereka, dengan maksud untuk mengumpulkan
informasi dan pengalaman baru untuk memenuhi kebutuhan budaya mereka” (Richards,
1996). Hal tersebut menunjukkan jika wisata budaya tidak hanya mengkonsumsi produk
budaya masa lalu tetapi juga budaya kontemporer.

Dalam pariwisata budaya tentu dibutuhkan daya tarik untuk mendatangkan wisatawan.
Williams dan Darma Putra, (1997:1) mengatakan bahwa dalam strategi promosi pariwisata
biasanya selalu menghubungkan tradisi dan budaya, lebih lanjut Cuellar berpendapat bahwa
tidak ada pariwisata tanpa budaya, artinya kalau sebuah daerah mempromosikan pariwisata
sebenarnya mereka mempromosikan budaya di sebuah destinasi tersebut. Walaupun dalam
kenyataannya para pelaku bisnis juga menawarkan fasilitas yang mewah tapi sebenarnya yang
menarik untuk dipasarkan adalah keunikan dari budaya tersebut (Lanfant at al, 1995 dikutip
oleh Williams dan Darma Putra, 1997:1). Daya tarik wisata menurut Yoeti (2002:5) yaitu
segala sesuatu yang dapat menarik wisatawan untuk berkunjung pada suatu daerah tujuan
wisata. Ismayanti Dalam buku Pengantar Pariwisata (2010:147) mendefinisikan, ”…Daya
tarik Wisata adalah fokus utama penggerak pariwisata di sebuah destinasi.” Hal ini berarti
bahwa daya tarik wisata merupakan penggerak utama yang memotivasi wisatawan untuk
mengunjungi suatu tempat.

Shaw dan William (1997) menegaskan bahwa “Dalam kegiatan pariwisata


terdapat sepuluh elemen budaya yang menjadi daya tarik wisata, yakni: Kerajinan,
Tradisi, Sejarah dari suatu daerah atau tempat, Arsitektur, Makna lokal atau tradisional, Seni
dan musik, Cara hidup suatu masyarakat, Agama, Bahasa, Pakaian tradisional”. Damanik dan
Weber (2006:13) menjelakan bahwa daya tarik wisata yang baik sangat terkait dengan
empat hal, yakni memiliki keunikan, orijinalitas, otentisitas, dan keragaman. Objek dan
daya tarik wisata dapat berupa alam, seni, dan budaya, tata hidup yang memiliki daya tarik
untuk dikunjungi oleh wisatawan.

Hasil dan Pembahasan


Sejarah Tradisi Nyesek di Dusun Sade
Dusun Sade terletak di Desa Rembitan, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok
Tengah, Pulau Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Penduduk Sade pada saat ini
merupakan keturunan generasi ke-15 yang masih menjaga budaya, tradisi, dan hukum

481
Prosiding Seminar Nasional III (ISBN 978 – 623 – 90740 – 4 – 3)
Pascasarjana UNS 2019

adat di dusun tersebut. Masyarakat Sade menjunjung tinggi warisan-warisan tradisi dari
leluhur mereka, salah satu tradisi yang masih lestari hingga saat ini yaitu tradisi nyesek
atau cara membuat kain sesek.

Nyesek merupakan kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh perempuan di


Dusun Sade baik yang muda mulai dari usia 8 tahun hingga yang tua. kegiatan ini
biasanya dilakukan ketika musim kemarau tiba dimana perempuan Sade akan
menghabiskan waktunya untuk menyesek karena pada musim tersebut aktivitas di
ladang maupun di sawah akan berkurang. Sehingga waktu yang dibutuhkan dalam
membuat sebuah kain sesek sekitar 2-3 minggu, tetapi jika diselang dengan pekerjaan
lainnya seperti bertani, berkebun, atau berternak maka waktu yang dibutuhkan sekitar
satu bulan atau lebih.

Kain sesek memiliki nilai penting dalam kehidupan masyarakat Sade karena
memiliki makna sebagai bentuk ikatan lahir dari seseorang. Mamiq Agus (09-08-2019)
mengatakan “kain sesek pertama yang ada di Suku Sasak yaitu jenis kain sesek datar
dimana ketika seorang anak akan lahir ke bumi maka ibu akan membuatkan anak
tersebut sebuah kain sesek yang kemudian disebut sebagai kereng umbaq. Kain ini
kemudian digunakan pada setiap upacara yang dilalui oleh si anak semasa hidupnya
mulai dari upacara akikah, pernikahan, hingga ketika meninggal kereng umbaq tersebut
berubah menjadi kain usap sebagai penutup jenazah dari si anak”. Tak jarang
dibeberapa keluarga terkadang menyimpan kereng umbaq dari nenek moyang mereka
hingga kini.

Selain sebagai bentuk dari ikatan lahir, kain sesek juga digunakan dalam
kehidupan sehari-hari mulai dari sebagai baju, kain, selendang, maupun pada upacara-
upacara adat seperti ritual keagamaan, pernikahan, dan kematian. Hal ini menunjukkan
tradisi nyesek memiliki nilai yang penting dalam kehidupan masyarakat Sade.
Pentingnya nilai dari kain sesek juga ditunjukkan melalui tradisi pernikahan, “di Dusun
Sade terdapat sebuah peraturan bahwa jika seorang perempuan belum bisa menyesek
maka perempuan tersebut dipandang belum pantas untuk menikah” (amaq Ririn, 05-08-
2019). Hal ini bisa jadi merupakan sebuah peraturan yang sengaja diciptakan oleh
leluhur masyarakat Sade agar tradisi nyesek dapat lestari.

482
Prosiding Seminar Nasional III (ISBN 978 – 623 – 90740 – 4 – 3)
Pascasarjana UNS 2019

Tradisi Nyesek Sebagai Daya Tarik Pariwisata


Kawasan pariwisata desa wisata Dusun Adat Sade, Desa Rembitan, Kecamatan
Pujut, Kabupaten Lombok Tengah merupakan salah satu dari 15 kawasan pariwisata di
NTB yang ditetapkan melalui program Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat
(NTB) dengan menerbitkan peraturan daerah No.9 tahun 1989, setelah berkembangnya
pariwisata Lombok pada tahun tersebut (Sari, Nugroho, 2018:159).

Dusun Sade ditetapkan sebagai desa wisata tentu karena memiliki daya tarik
wisata sebagai penggerak utama wisatawan untuk berkunjung. Pariwisata terjadi karena
adanya daya tarik wisata di destinasi wisata baik berupa daya tarik alam maupun daya
tarik budaya yang memiliki nilai jual (Nuansya, 2017:5). Jika dilihat dari elemen
budaya yang diungkapkan oleh Shaw dan Wiliam (1997) maka elemen budaya yang
menjadi daya tarik di Dusun Sade berupa tradisi nyesek. Tradisi merupakan peristiwa
budaya yang diwariskan secara turun temurun dari para pendahulu dan telah
mewariskan nilai budaya yang tinggi sehingga menjadi identias yang kuat dan
mengakar dikalangan masyarakat (Purwadi, 2007:246). Hal ini terbukti dengan
ditetapkannya Dusun Sade sebagai sentra kain sesek, menunjukkan bahwa nilai tradisi
nyesek yang diwariskan telah mengakar kuat dan menjadi identitas masyarakat Sade
sehingga diakui oleh masyarakat lainnya. Selain elemen budaya, untuk menjadi sebuah
daya tarik wisata yang baik maka tradisi nyesek harus terkait dengan empat hal yaitu;

Keunikan; yaitu kombinasi, kelangkaaan, kekhasan yang melekat pada suatu


daya tarik wisata. Tradisi nyesek dapat menyajikan pengalaman baru yang mungkin
tidak dapat ditemukan pada daerah wisata lainnya, salah satu keunikan yang akan
didaptkan oleh wisatawan di Dusun Sade yaitu pengalaman untuk ikut dan merasakan
secara langsung proses pembuatan kain sesek berupa proses pembuatan benang dari
bunga, memintal benang, dan nyesek kain. Selain itu wisatawan juga diajarkan cara
menggunakan baju adat Dusun Sade.

Originalitas; yaitu seberapa jauh suatu produk tidak terkontaminasi atau tidak
mengadopsi nilai yang berbeda dengan nilai aslinya. Lokasi Dusun Sade yang jauh dari
perkotaan sedikit tidaknya membantu dalam pemperlambat proses modernisasi di

483
Prosiding Seminar Nasional III (ISBN 978 – 623 – 90740 – 4 – 3)
Pascasarjana UNS 2019

tempat ini, tetapi nilai tradisi nyesek yang sebelumnya dijaga kini sedikit demi sedikit
telah mulai terpengaruh oleh hadirnya industri pariwisata.

Otentisitas; mengacu pada keaslian dan sering dikaitkan dengan tingkat


kecantikan atau eksotisme budaya sebagai daya tarik wisata. Salah satu faktor daya tarik
terkuat dari tradisi nyesek yaitu kecantikan dan keaslian dari kain sesek Dusun Sade itu
sendiri. Mulai dari motif kain yang khas seperti bentuk bunga, rumah adat, hewan, dan
garis-garis yang dibentuk dari benang dengan warna-warna yang indah mulai dari
benang putih, merah, ungu, indigo, hitam, bahkan benang emas dan perak.

Keragaman; menunjukkan adanya jenis-jenis yang berbeda. Keragaman yang


menjadi daya tarik tradisi nyesek terlihat dari ragam kain sesek yang ditampilkan pada
art shop di Sade mulai dari motif, warna, bentuk, dan fungsi dari kain sesek. Seperti
bebet yang merupakan kain sesek panjang menyerupai selendang dan berfungsi sebagai
ikat pinggang baik untuk laki-laki maupun perempuan. Kemudian kain biasa yang
fungsinya dibedakan berdasarkan motif pada kain sesek, contohnya motif ragi genep
yang menjadi seserahan ketika upacara menikah, dan lain sebagainya.

Daya tarik wisata yang dimiliki oleh tradisi nyesek cukup baik didukung dengan
masyarakat dan lingkungan yang sesuai, sebagai contoh ketika berkunjung ke Sade
wisatawan akan disuguhkan pemandangan yang indah mulai dari arsitektur bangunan
rumah adat Suku Sasak, perempuan-perempuan yang sedang nyesek, serta galeri-galeri
art shop yang menjual hasil kerajinan masyarakat Sade mulai dari kain sesek, gelang,
tas, baju, dan serba serbi lainnya yang terbuat dari kain sesek. Tradisi yang masih
terjaga ini tentu menarik bagi masyarakat modern yang membutuhkan sentuhan baru
dan unik ditengah modernitas dan gaya hidup yang semakin kompleks. Sehingga tradisi
yang biasa dilakukan dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat Sade dipandang
unik, orijinal, dan otentis oleh wisatawan karena tidak ditemukan pada daerah lain.
Sejarah seputar tradisi nyesek dan perempuan pun turut menjadi penunjang dalam
menjadikan kain sesek sebagai modal daya tarik wisata yang menjual. Nilai-nilai inilah
yang kemudian dimanfaatkan sebagai daya tarik dan modal oleh industri pariwisata dan
aktor-aktor yang terlibat di dalamnya baik itu pemerintah maupun masyarakat Dusun
Sade sendiri dalam melihat nilai jual kain sesek.

484
Prosiding Seminar Nasional III (ISBN 978 – 623 – 90740 – 4 – 3)
Pascasarjana UNS 2019

Pariwisata yang selalu menghubungkan tradisi dan budaya sebenarnya


merupakan bentuk strategi promosi, ketika Dusun Sade mempromosikan pariwisata
secara tidak sadar sebenarnya mereka mempromosikan budaya dan tradisi mereka
sendiri karena pada kenyataannya tidak ada pariwisata tanpa budaya. Yang
mendapatkan keuntungan dari promosi ini tentu saja para pelaku bisnis dengan
menawarkan fasilitas mewah dan menjajakan produk-produk industri lainnya meskipun
yang mampu menarik minat wisatawan adalah keunikan dari budaya atau tradisi nyesek
itu sendiri, hal ini semakin membuktikan bahwa pariwisata merupakan bentuk
“kemasan” yang rapi bagi para pelaku bisnis. Gejala ini oleh penganut postrukturalis
disebut sebagai “merkantilisme”, yaitu berubahnya status segala wacana, termasuk
pengetahuan, pendidikan, dan informasi menjadi komoditi (Piliang, 2006 : 296). Seperti
yang terjadi pada masyarakat di Dusun Sade, yang memanfaatkan kain sesek sebagai
objek dari komoditas budaya yang dilakukan oleh masyarakat lokal dan pemerintah.
Dengan menggunakan sejarah dan cerita yang ada di masyarakat Sasak sebagai
pendukung seperti wacana kedewasaan perempuan, dedare pasu, dan isin penginang.

Cerita-cerita tersebut telah memberikan semacam impulsif untuk


membangkitkan potensi ekonomi dari kain sesek agar lebih menjual melalui sisi sejarah.
Adanya upaya secara sengaja dan penuh kesadaran untuk menjadikan produk budaya
tersebut menjadi barang dagangan yang siap dijual bagi wisatawan membuat tradisi
nyesek mengalami proses komodifikasi karena menjadi komoditas. Menurut Barker
(2005 : 408), komoditas adalah suatu yang tujuan utamanya adalah untuk dijual di
pasar. Tradisi nyesek yang pada awalnya merupakan bentuk sekolah moral bagi
perempuan, kini hanya menjadi aktivitas biasa untuk menghasilkan barang yang bernilai
ekonomis tinggi. Masyarakat sebagai aktor yang mencari nilai ekonomi untuk bertahan
hidup tentu bangga ketika mereka „merasa” menjadi agen-agen yang menjaga nilai dari
tradisi ditengah arus modernisasi justru pada kenyataannya dilakukan untuk
mendapatkan nilai ekonomi, hal ini menandakan hilangnya batas-batas antara
kebudayaan dan ekonomi (Richards dalam Setiawan, 2011:52).

Seperti untuk memenuhi kebutuhan pasar kain sesek yang meningkat akibat
gencarnya promosi yang dilakukan oleh pemerintah, menciptakan peluang bagi industri
tekstil untuk memproduksi kain dengan motif kain sesek secara massal. Kini kain sesek

485
Prosiding Seminar Nasional III (ISBN 978 – 623 – 90740 – 4 – 3)
Pascasarjana UNS 2019

yang beredar di Lombok banyak didatangkan dari daerah industri tenun di pulau Jawa
seperti Klaten, Jember, Gresik, Bojonegoro. Hal ini disebabkan proses pembuatan kain
sesek yang asli membutuhkan waktu sekitar 3-4 minggu. Selain itu harga kain sesek
yang relatif mahal yaitu mulai dari harga 450.000-2.000.000,-an membuat kain sesek
kalah saing dengan kain bermotif kain sesek yang dipasarkan mulai dari harga 45.000-
200.000 di pasaran. Hal ini tentu mendatangkan keuntungan bagi para pembisnis yang
memanfaatkan daya tarik wisata dari kain sesek, bahkan banyak pedagang keliling
disekitar lokasi wisata Sade seperti pantai Kute dan Aan yang menjajakan kain-kain
dengan motif kain sesek dan mengatakan kain tersebut merupakan hasil sesekan asli
dari perempuan-perempuan di Sade.

Potensi budaya yang dimiliki kain sesek sebagai daya tarik wisata, pada ahirnya
masuk ke dalam industri budaya. Strinati (dalam Setiawan, 2011: 52) memberikan
penjelasan bahwa masuknya produk budaya ke dalam industri budaya, berarti dia
tunduk kepada hukum ekonomi sehingga dia berubah menjadi budaya Massa. Domain-
domain dan institusi-institusi sosial yang perhatiannya tidak hanya memproduksi
komoditas dalam pengertian ekonomi yang sempit tentang barang-barang yang akan
dijual, tetapi bagaimana diorganisasikan dan dikonseptualisasikan dari segi produksi,
distribusi, dan konsumsi komoditas. Perubahan ini berimplikasi terhadap nilai
kebudayaan yang tidak lagi mengikuti kehendak pembuatnya, tetapi tunduk kepada
mekanisme pasar. Akhirnya produk budaya terlepas dari pengalaman estetis dan terkena
fetisisme komoditi sehingga nilai gunanya dilepaskan, diganti dengan nilai tukar.

Simpulan

Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan yaitu tradisi nyesek sebagai daya
tarik wisata memberikan pengaruh dan dampak yang cukup besar bagi perubahan pada nilai-
nilai tradisi tersebut. Dengan terjadinya perubahan tentu berdampak pada fungsi maupun
makna tradisi nyesek. Diantaranya nyesek yang dahulu merupakan bentuk pendidikan moral
bagi perempuan kini hanya sebagai bentuk “pertunjukan” tradisi bagi wisatawan, tradisi
nyesek yang dahulu merupakan wujud ikatan lahir bagi seseorang kini hanya menjadi sebuah
suvenir. Sehingga yang tidak dapat berubah pada akhirnya hanya sejarah dari tradisi nyesek itu
sendiri.

486
Prosiding Seminar Nasional III (ISBN 978 – 623 – 90740 – 4 – 3)
Pascasarjana UNS 2019

Referensi
Barker, C. 2005. Cultural Studies: Teori dan Praktek. Yogyakarta: Bentang.

Damanik, J dan Weber, H. 2006. Perencanaan Ekowisata dari Teori ke Aplikasi.


Yogyakarta: PUSPAR UGM dan Andi.

Ethika, D. T. 2016. Pengembangan Pariwisata Berbasis Budaya Berdasarkan Undang-


Undang Nomor 10 Tahun 2009 di Kabupaten Sleman Jurnal Kajian Hukum, 1
(2).

Ismayanti. 2010. Pengantar pariwisata . PT.Gramedia Widisarana :Indonesia.

Kartiwa, S. 1986. Kain Songket Indonesia. Universitas Michigan: Djambat.

Williams, L. E. dan Darma, N. P. 1997. Cultural Tourism: The Balancing Act,


Department of Economics and Marketing, PO Box 84. Lincoln University:
CANTERBURY .

McIntosh, R.W. and Goeldner, C. 1994. Tourism: Principles, Practices, Philosophies.


Wiley and Sons.

Nuansya, A. 2017. Daya Tarik Wisata Budaya Festival Cian Cui Di Kota Selat Panjang
Provinsi Riau. JOM FISIP, 4 (2) hal 1-17.

Oka, A. Y. 2002. Perencanaan Strategi Pemasaran Daerah Tujuan Wisata. Jakarta:


Pradaya Pramita.

Purwadi. 2007. Upacara Tradisional Jawa, Menggali Kearifan Lokal. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar.

Piliang, Y. A. 2003. Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna,


Yogyakarta: Jalasutra.

Priyanto, dan Safitri, D. 2016. Pengembangan Potensi Desa Wisata Berbasis Budaya
Tinjauan Terhadap Desa Wisata Di Jawa Tengah. Jurnal Vokasi Indonesia, 4
(1).

Ratna, N. K. 2010. Metodologi Penelitian Kajian Budaya Dan lmu sosial Humaniora
Pada Umumnya. Jakarta Pusat.

Richards, G. 1996. Cultural Tourism in Europe. CABI. Wallingford.

Richards, G. 2003. What is Cultural Tourism? In: van Maaren, A. (ed.), Erfgoed voor
Toerisme. Weesp: Nationaal Contact Monumenten.

Riris, W. W. 2002, Perempuan Dalam Usaha Pertenunan Sulawesi Selatan, Jurnal


Perempuan edisi 22.

487
Prosiding Seminar Nasional III (ISBN 978 – 623 – 90740 – 4 – 3)
Pascasarjana UNS 2019

Sari, N. K. dan Nugroho, S. 2018. Dampak Sosial Budaya Pengembangan Dusun Sade
Sebagai Dusun Wisata Di Kabupaten Lombok Tengah. Jurnal Destinaasi
Pariwisata, 6 (1), 159-164.

Setiawan, K. I. 2011. Pemanfaatan Pusaka Budaya Pura Tirta Empul Sebagai Daya
Tarik Wisata Di Bali. Juriusan Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Udayana

Shaw, G, and Wiliam, A, M. 1997. Critical Issue in Tourism. Oxford: Blackwell


Publiser

Spillane, J. J. 1987. Ekonomi Pariwisata Sejarah dan Prospeknya. Yogyakarta:


Kanisius

Spradley, J. P. 2007. Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara Wacana

Urry, J. 1995. Consuming Places. Routledge: London.

Utama, G. B. A. I. 2011. Pariwisata Bali: Antara Pelestarian Budaya Dan


Pembangunan Ekonomi. Universitas Dhyana Pura Bali.

Zulfajri, T. 2019. Pengembangan Festivaal Sebagai Daya Tarik Pariwisata (Studi


Kasus Pada Pekan Kebudayaan Aceh). Teshis. Institut Seni Indonesia
Yogyakarta.

488

Anda mungkin juga menyukai