Anda di halaman 1dari 16

Oktaniza Nafila

Peran Komunitas Kreatif dalam Pengembangan Pariwisata Budaya di Situs Megalitikum Gunung Padang
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol. 24 No. 1, April 2013, hlm.65 – 80

Peran Komunitas Kreatif dalam Pengembangan Pariwisata Budaya di


Situs Megalitikum Gunung Padang

Oktaniza Nafila

Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia


Gedung Sapta Pesona Jalan Medan Merdeka Barat No. 17 Jakarta
Email: oktaniza.nafila@gmail.com

Abstrak

Gunung Padang adalah salah satu cagar budaya yang berada di Kabupaten Cianjur. Situs ini
masih dalam tahap perencanaan destinasi wisata. Namun jumlah kedatangan pengunjung
meningkat tajam dari tahun 2010. Pengunjung yang mendatangi situs ini mempunyai tujuan
yang berbeda-beda, mulai dari melakukan ritual kepercayaannya sampai pengunjung yang
hanya ingin tahu bentuk situs ini. Salah satu stakeholder yang membawa pengunjung datang
ke Gunung Padang adalah komunitas kreatif. Komunitas kreatif ini mengembangkan produk
wisata yang berbeda sesuai dengan target peserta tur tersebut. Komunitas kreatif ini
mengadakan tur ke situs Gunung Padang namun situs tersebut masih dalam tahap
perencanaan. Belum matangnya perencanaan pariwisata di wilayah ini, kemungkinan
kerusakan pusaka budaya yang menjadi daya tarik pariwisata budaya itu sendiri. Komunitas
kreatif memiliki peran dalam pengembangan pariwisata budaya namun belum teridentifikasi.
Peran ini perlu diidentifikasi karena dapat menjadi potensi dalma pengembangan pariwisata
budaya Situs Gunung Padang itu sendiri.

Kata Kunci: pengembangan pariwisata, pariwisata budaya, komunitas kreatif, stakeholder,


Gunung Padang

Abstract
Mount Padang is one of the cultural heritage that is in Cianjur. The site is still in the planning
stages tourist destinations. However, the number of visitor arrivals increased sharply from
2010. Visitors who come to this site have different purposes, ranging from performing a ritual
belief to visitors who just want to know the form of this site. One of the stakeholders that take
visitors come to Mount Padang is a creative community. This creative community to develop
tourism products that differ according to the target audience of the tour. This creative
community toured Mount Padang site but the site is still in the planning stages. Immaturity of
tourism planning in the region, the possibility of damage to cultural heritage tourism is the
main attraction of the culture itself. Creative community has a role in the development of
cultural tourism has not been identified yet. This role needs to be identified because of the
potential of cultural tourism development Dalma Mount Padang site itself.

Keywords: development of tourism, cultural tourism, creative community, stakeholders, Mount


Padang

1. Pendahuluan Peru yang dibangun sekitar tahun 1450 SM.


Namun jumlah kedatangan pengunjung
Gunung Padang adalah salah satu cagar budaya meningkat tajam dari tahun 2010. Pengunjung
yang berada di Kabupaten Cianjur. Situs ini yang mendatangi situs ini mempunyai tujuan
masih dalam tahap perencanaan destinasi yang berbeda-beda, mulai dari melakukan ritual
wisata. Situs Gunung Padang adalah kepercayaan sampai pengunjung yang hanya
peninggalan megalitik terbesar di Asia ingin tahu bentuk situs ini. Beberapa komunitas
Tenggara dengan luas bangunan purbakalanya kreatif dari Bandung telah melakukan tur ke
sekitar 900 m² dan areal situsnya sekitar 3 Ha. Gunung Padang. International Council on
Menurut mantan Ketua Himpunan Arsitek Jawa Monuments and Sites (ICOMOS) (2012)
Barat, Dr Pon Purajatnika, bangunan tersebut menyatakan pariwisata budaya meliputi semua
bisa jadi lebih tua dari piramid Machu Picchu di pengalaman yang didapat oleh pengunjung dari
65
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 1 April 2010

sebuah tempat yang berbeda dari lingkungan perlu diketahui untuk mempermudah kerjasama
tempat tinggalnya. Dalam pariwisata budaya antar stakeholder dalam pengembangan
pengunjung diajak untuk mengenali budaya dan pariwisata budaya. Agar potensi yang dimiliki
komunitas lokal, pemandangan, nilai dan gaya oleh komunitas kreatif ini bisa dimanfaatkan,
hidup lokal, museum dan tempat bersejarah, maka perlu diketahui sejauh mana peran
seni pertunjukan, tradisi dan kuliner dari komunitas kreatif dalam mengembangkan
populasi lokal atau komunitas asli (sumber pariwisata budaya di Situs Megalitikum
website resmi ICOMOS : http://www.icomos- Gunung Padang. Untuk mengidentifikasi peran
ictc.org). Oleh karena itu pengembangan komunitas kreatif dalam pengembangan
pariwisata budaya tidak lepas dari pengelolaan pariwisata budaya di Situs Megalitikum
aset budaya yang menjadi daya tarik. Hal Gunung Padang, sasaran yang perlu dicapai
tersebut merupakan salah satu hal yang adalah
dipertimbangkan dalam pengembangan 1. Teridentifikasi karakteristik destinasi
destinasi wisata budaya. wisata budaya Situs Megalitukum Gunung
Padang.
Komunitas kreatif ini adalah salah satu 2. Teridentifikasi karakteristik komunitas
stakeholder yang membawa pengunjung masuk kreatif yang mengembangkan produk
ke dalam situs ini. Komunitas kreatif ini wisata ke Situs Megalit Gunung Padang.
mengembangkan produk wisata yang berbeda 3. Teridentifikasi produk wisata yang
sesuai dengan target peserta tur tersebut. direncanakan dan dikembangkan oleh
Komunitas kreatif ini mengadakan tur ke situs komunitas kreatif.
Gunung Padang namun situs tersebut masih 4. Teridentifikasi peran komunitas kreatif
dalam tahap perencanaan. Fasilitas-fasilitas dalam pengembangan pariwisata Situs
yang diberikan dalam situs tersebut masih Megalitikum Gunung Padang
belum memadai untuk memuaskan pengunjung.
Selain itu, dengan belum matangnya Penelitian ini terdiri dari lima bagian utama.
perencanaan pariwisata di wilayah ini, Bagian pertama membahas latar belakang dan
kemungkinan kerusakan pusaka budaya yang tujuan penelitian. Bagian kedua membahas
menjadi daya tarik pariwisata budaya itu tinjauan literature terkait konsep
sendiri. pengembangan pariwisata budaya serta
komunitas kreatif dan pengembangan destinasi
Komunitas kreatif merupakan salah satu potensi wisata. Bagian ketiga membahas metodologi
bagi pemerintah dalam mengembangkan penelitian. Bagian keempat berisi destinasi
destinasi wisata budaya di daerah ini baik dari wisata Gunung Padang, karakteristik komunitas
sisi tangible maupun intangible. Namun di sisi kreatif yagn mengembangkan produk wisata,
lain, komunitas-komunitas ini membawa produk wisata komunitas kreatif Gunung
pengunjung tanpa adanya pengelolaan yang Padang, serta peran komunits kreatif dalam
memadai di cagar budaya tersebut. Sampai saat pengembangan Gunung Padang. Bagian
ini, kebijakan yang ada belum menjelaskan terakhir berisi kesimpulan.
tentang kewajiban dan hak tiap stakeholder
yang ada di dalam pengembangan destinasi
pariwisata budaya di Situs Megalitikum
Gunung Padang, termasuk salah satu di
antaranya komunitas kreatif. Peran tersebut

66
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 1 April 2010

2. Tinjauan Literature komunitas lokal, pemandangan, nilai dan gaya


hidup lokal, museum dan tempat bersejarah,
2.1 Konsep Pengembangan Pariwisata seni pertunjukan, tradisi dan kuliner dari
Budaya populasi lokal atau komunitas asli1. Pariwisata
budaya mencakup semua aspek dalam
Wisata adalah salah satu kegiatan yang perjalanan untuk saling mempelajari gaya hidup
dibutuhkan setiap manusia. Dalam Undang- maupun pemikiran (Goeldner, 2003).
undang No. 10 tahun 2009, wisata adalah
kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh Timothy dan Nyaupane (2009) menyebutkan
seseorang atau sekelompok orang dengan bahwa pariwisata budaya yang disebut sebagai
mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan heritage tourism biasanya bergantung kepada
rekreasi, pengembangan pribadi, atau elemen hidup atau terbangun dari budaya dan
mempelajari keunikan daya tarik wisata yang mengarah kepada penggunaan masa lalu yang
dikunjungi dalam waktu sementara. Goeldner tangible dan intangible sebagai riset pariwisata.
(2003) melihat pariwisata dari empat perspektif Hal tersebut meliputi budaya yang ada
yang berbeda yaitu dari wisatawan, pebisnis sekarang, yang diturunkan dari masa lalu,
yang menyediakan pelayanan bagi wisatawan, pusaka non-material seperti musik, tari, bahasa,
pemerintah setempat dan masyarakat setempat. agama, kuliner tradisi artistik dan festival dan
Dengan melihat keempat persperktif tersebut, pusaka material seperti lingkungan budaya
Goeldner (2003) mendefinisikan pariwisata terbangun termasuk monumen, katredal,
sebaga proses, kegiatan dan hasil yang didapat museum, bangunan bersejarah, kastil,
dari hubungan dan interaksi antara wisatawan, reruntuhan arkeologi dan relik.
tourism-suppliers, pemerintah setempat,
masyarakat setempat dan lingkungan sekitar Ahimsa-Putra (2004) mendefinisikan wisata
yang dilibatkan ketertarikan dan tuan rumah budaya yang lestari (sustainable) adalah wisata
dari pengunjung, “Tourism may be defined as budaya yang dapat dipertahankan
processes, activities, and outcomes rising from keberadaannya. Tumbuhnya model pariwisata
the relationships and the interactions among budaya yang berkelanjutan atau sustainable
tourist, tourism-suppliers, host governments, cultural tourism tampak sebagai reaksi terhadap
host communities, and surrounding dampak negatif dari pariwisata yang terlalu
enironments that are involved in the attracting menekankan tujuan ekonomi (Suranti, 2005),
and hosting of visitor” (Goeldner, 2003) yang pada dasarnya bertujuan agar eksistensi
kebudayaan yang ada selalu diupayakan untuk
Salah satu jenis wisata yang sedang tetap lestari. Untuk mempertahankan
berkembang di Indonesia adalah Wisata keberadaan suatu wisata budaya maka harus
Budaya. Pariwisata Budaya adalah salah satu mempertahankan pula budaya menjadi daya
jenis pariwisata yang menjadikan budaya tarik utama dari wisata ini. Dengan kata lain
sebagai daya tarik utama. International Council harus ada pengelolaan pusaka budaya yang
on Monuments and Sites (ICOMOS) (2012) baik.
menyatakan pariwisata budaya meliputi semua
pengalaman yang didapat oleh pengunjung dari Menurut McKercher dan du Cros (2002),
sebuah tempat yang berbeda dari lingkungan pertumbuhan pariwisata budaya bertepatan
tempat tinggalnya. Dalam pariwisata budaya dengan timbulnya apresiasi massa dalam
pengunjung diajak untuk mengenali budaya dan kebutuhan untuk menjaga dan mengkonservasi

67
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 1 April 2010

aset budaya dan pusaka budaya yang mulai 2. Penggunaan Aset Pusaka Budaya
berkurang. Selanjutnya, mereka menyatakan ICOMOS (2012) mendefinisikan heritage
bahwa pariwisata bisa dilihat sebagai pisau sebagai konsep luas yang melingkupi
bermata dua bagi komunitas pengelolaan tangible assets, seperti lingkungan alam
pusaka budaya. Di satu sisi, kebutuhan wisata dan lingkungan budaya meliputi
memberikan justifikasi politik dan ekonomi pemandangan, tempat bersejarah, situs dan
yang kuat untuk memperluas kegiatan lingkungan terbangun dan aset intagible,
konservasi. Akan tetapi di sisi lain, peningkatan seperti paktek budaya, pengetahuan dan
kunjungan, pemakaian yang berlebihan, pengalaman hidup. Aset-aset ini
pemakaian yang tidak pantas dan komodifikasi diidentifikasi dan dikonservasi lebih
aset yang sama tanpa menghargai nilai budaya melihat nilai intrinsik dan significance
yang memberikan ancaman bagi integritas aset. untuk komunitas dibandingkan nilai
Pengkomodifikasian tersebut seringkali ekstrinsik seperti atraksi wisata.
bertentangan dengan prinsip-prinsip 3. Konsumsi pengalaman wisata dan produk
pengelolaan pusaka budaya. MacCannel (1992) Wisatawan budaya ingin mengkonsumsi
dan Greenwood (1989) dalam Soeriaatmaja, pengalaman budaya yang bervariasi.
(2005) mempermasalahkan “pengkomoditasan” Untuk memfasilitasi konsumsi ini, pusaka
(commodification) budaya dimana budaya budaya (cultural heritage) harus diubah
menjadi pelayan dari konsumerisme sehingga menjadi produk wisata budaya. Proses
nilai-nilai mendalam, fungsi-fungsi sosial dan pengubahan tersebut tidak baik di mata
authenticity (keaslian) hilang menjadi sesuatu beberapa pihak namun hal tersebut
yang dangkal. Soeriaatmaja menjelaskan bahwa merupakan salah satu cara dalam
istilah authenticity bisa mencerminkan suatu pengembangan yang baik dan pengelolaan
benda, budaya atau lingkungan secara sebenar- yang berkelanjutan bagi produk pariwisata
benarnya. budaya.
4. Wisatawan
McKercher (2002) menjelaskan bahwa Pariwisata budaya mempertimbangkan
pariwisata budaya terdiri dari 4 elemen yaitu wisatawannya, Banyak definisi yang
pariwisata, penggunaan aset pusaka budaya, mengatakan bahwa semua wisatawan
konsumsi produk dan pengalaman serta budaya termotivasi atau memutuskan
wisatawan budaya. Elemen-elemen tersebut untuk berwisata untuk pembelajaran yang
akan dijelaskan sebagai berikut. dalam, penuh pengalaman atau alasan
1. Pariwisata. eksplorasi diri. Tapi tidak jarang
Pariwisata budaya merupakan salah satu wisatawan yang hanya melakukan
bentuk dari pariwisata itu sendiri bukan kunjungan ke suatu pusaka budaya untuk
salah satu cara pengelolaan pusaka budaya. mengetahui saja atau bahkan hanya bagian
Sebagai salah satu bentuk pariwisata, maka dari sebuah perjalanan.
kegiatan pariwisata budaya akan menarik
pengunjung dari luar wilayah setempat Untuk mencapai pariwisata budaya seperti yang
yang melakukan perjalanan untuk mencari disebutkan di atas, diperlukan informasi tentang
kesenangan dalam waktu yang sempit, dan pusaka budaya yang terdiseminasi di tiap
yang hanya tahu sendikit tentang aset yang stakeholder yang berperan dalam pengelolaan
dikunjungi. pusaka budaya dan pengelolaan wisata.
McKercher dan du Cros (2002) menyebutkan

68
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 1 April 2010

pariwisata budaya mempunyai pengaruh besar individuality, meritocracy dan diversity and
dalam bagaimana penyajian pusaka budaya openness. Creative Class menyukai kerja keras,
direncanakan. Di negara maju, pengaruh tantangan dan stimulus. Setiap anggotanya
terbesar pariwisata budaya adalah pengelolaan memiliki kecenderungan untuk menentukan
pusaka budaya menjadi lebih dewasa dan sadar tujuan dan prestasi. Creative class juga mencari
akan penggunaan dan pengguna jika lingkungan yang menerima perbedaan.
dibandingkan yang dilakukan dalam
perencanaan konservasi. ICOMOS (sumber Menurut Florida (2002), dalam memilih tempat
website resmi ICOMOS :http://www.icomos- bekerja, orang yang termasuk komunitas kreatif
ictc.org) menyebutkan bahwa pariwisata mengutamakan adanya tantangan dan tanggung
budaya adalah komponen vital dari kepedulian jawab, fleksibilitas terutama dalam waktu dan
masyarakat umum terhadap pusaka budaya. tempat, kehormatan yang didapat dari
kelompok dan keterlibatan tempat dan
2.2 Komunitas Kreatif dalam komunitas/masyarakat. Menginginkan
Pengembangan Destinasi Wisata kebebasan dan kelonggaran dalam mengejar
proyek sampingan dan ketertarikan lain.
Florida (2002) menyebutkan ada tiga poin dasar Komunitas kreatif memiliki waktu kerja yang
dari kreativitas. Pertama, kreativitas sangat paling panjang dibanding dengan komunitas
penting dalam cara hidup dan bekerja sekarang lainnya karena mereka termotivasi dan
dan sampai kapanpun. Kedua, kreativitas menyukai pekerjaan mereka.
manusia sangat beragam dan multidimensi
tidak terbatas dalam inovasi teknologi dan Widiastuti (2010) mengatakan komunitas
model bisnis baru. Ketiga, isu yang ada kreatif bisa membuat ruang terbuka yang tidak
sekarang adalah tekanan terus menerus antara berfungsi menjadi lebih menarik untuk
organisasi dan kreativitas. Florida menyatakan didatangi dan menggunakannya untuk kegiatan
kreativitas melibatkan perbedaan cara berpikir yang mereka suka. Selain itu, di jurnal yang
dan kebiasaan yang harus diusahakan oleh sama Widiastuti juga menyatakan salah satu
individu maupun masyarakat sekitar. Etos permasalahan antara komunitas dan pemerintah
kreatif akan menggambarkan norma dan nilai di dalam proses perencanaan dan implementasi
yang nantinya menumbuhkan kreativitas dan adalah koordinasi yang kurang dan tidak adanya
menguatkan peran yang dimainkan. batasan antara pemangku kepentingan
(pemerintah, developer, komunitas). Keputusan
Menurut Richard dan Wilson (2006), Ada tentang perancangan dan perencanaan sering
banyak alasan mengapa kreativitas menjadi dibuat berdasarkan masukan dari developer dan
popular dalam strategi pembangunan kota. pemerintah, mengeluarkan komunitas dalam
Industri kreatif sering dilihat sebagai baru dan prosesnya. Santoso (2006) dalam Widiastuti
dinamis dan mempunyai daya tarik yang lebih (2006). Keputusan yang dikeluarkan hanya dari
luas dibandingkan dengan industri budaya yang developer dan pemerintah tanpa melibatkan
sudah ketinggalan jaman. atau mempertimbangkan pendapat pengguna
atau komunitas dalam prosesnya hanya akan
Kebangkitan Creative Class menurut Florida membuat konflik dan menyebabkan penurunan
direfleksikan dalam pergantian yang kuat dan kualitas lingkungan di masa depan.
signifikan dalam nilai, norma dan perilaku.
Creative class sendiri memiliki tiga nilai yaitu

69
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 1 April 2010

Hanan (2010) menyatakan sebuah komunitas outdoor karena mereka mengejar


kreatif diperkuat dengan interaksi antar pengalaman-pengalaman baru.
membernya. Pertumbuhan dan  Cara Kerja
keberlangsungannya orang kreatif bergantung Orang-orang yang termasuk komunitas
seberapa besarnya di dalam interaksi di kreatif merupakan orang-orang yang
dalamnya dengan konteks dan lingkungan yang mengutamakan adanya tantangan dan
selalu berubah. Potensi kreatif sebuah fleksibilitas. Kedua hal tersebut sangat
komunitas akan lebih besar dari jumlah kapasita tergambar dalam cara kerja komunitas
individu anggota kreatif, dalam kenyataan, kreatif. Mereka memilih pekerjaan yang
individu kreatif akan hanya teridentifikasi relatif menantang bagi mereka dan
dalam relasi antara anggota sebuah komunitas. menyelesaikannya dengan kreativitas
mereka. Karena menyukai pekerjaannya
Dari definisi-definisi yang diutarakan oleh komunitas ini menggunakan waktu yang
Florida (2002), Richard dan Wilson (2006), dan banyak untuk pekerjaannya. Mereka juga
Hanan (2010), karakteristik komunitas kreatif banyak menghabiskan waktu dan uangnya
dapat di sintesis dalam empat aspek yaitu : untuk pendidikan.
 Sifat Dasar  Hubungan dengan masyarakat dan
Komunitas kreatif merupakan komunitas komunitas lain
yang mempunyai komunitas yang Komunitas kreatif tidak hanya bergerak
mempunyai fungsi dasar ekonomi. Fungsi untuk kepentingannya sendiri. Komunitas
dasar tersebut nantinya menjadi ini mempunyai ide-ide kreatif untuk
penyokong dari kegiatan-kegiatan sosial pembangunan komunitas dan masyarakat
dan gaya hidup mereka. Selain itu, secara keseluruhan. Tempat berkumpulnya
komunitas ini sangat terbuka akan komunitas ini merupakan tempat yang di
perbedaan yang ada di suatu tempat. dalamnya anggota komunitas ini bebas
Komunitas ini juga sangat suka bekerja mengeluarkan ide dan pendapat dengan
keras dan menyukai tantangan. Dengan terbuka.
adanya tantangan tersebut, kreativitas dari
masing-masing individu di dalamnya
menjadi berkembang. 3. Metode Penelitian
 Keanggotaan
Anggota komunitas kreatif merupakan Secara umum, metode yang dipakai dalam
orang-orang yang berpendidikan dan penelitian ini adalah metode kualitatif.
merupakan tenaga profesional. Mereka Pendekatan studi yang dipakai adalah multiple
adalah pekerja yang mempunyai case study, yaitu studi yang dilakukan untuk
kreativitas yang tinggi dalam mencapai suatu kesimpulan dengan
menyelesaikan pekerjaannya maupun membandingkan satu kasus dengan kasus
melakukan pekerjaan sampingan yang lainnya. Kasus yang menjadi unit analisis dalam
mereka sukai. Mereka menyukai penelitian ini adalah komunitas kreatif yang
fleksibilitas dalam pekerjaan. Anggota melakukan perjalanan ke Gunung Padang.
komunitas kreatif ini biasanya mempunyai Komunitas kreatif yang teridentifikasi telah
preferensi yang sama dalam suatu hal. melakukan perjalanan ke Gunung Padang
Dalam hal rekreasi atau gaya hidup, adalah Komunitas Aleut!, Geotrek Indonesia
anggota komunitas ini menyukai rekreasi dan Mahanagari. Identifikasi komunitas kreatif

70
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 1 April 2010

tersebut dilakukan dengan melakukan internet 4. Analisis


research terlebih dahulu. Metode pengumpulan
data sekunder yang dipakai adalah internet 4.1 Destinasi Wisata Budaya Gunung
research, dan studi literatur sedangkan metode Padang
pengumpulan data primer adalah in-depth
interview, observasi lapangan dan participant Menurut Undang-undang No. 10 tahun 2009
observation. Pemilihan responden in-depth tentang kepariwisataan, Destinasi Pariwisata
interview dilakukan dengan menggunakan adalah kawasan geografis yang berada dalam
purposive sampling dengan kriteria sebagai satu atau lebih wilayah administratif yang di
berikut: dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas
1. Penggiat komunitas kreatif yang sudah 1-2 umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta
tahun mengikuti kegiatan komunitas atau masyarakat yang saling terkait dan melengkapi
yang ikut mendirikan komunitas kreatif terwujudnya kepariwisataan. Situs Megalitikum
tersebut dengan asumsi mereka mengikuti Gunung Padang merupakan tempat yang
perkembangan komunitas kreatif tersebut mempunyai daya tarik wisata budaya. Daya
dari awal pendirian tarik wisatanya bukan hanya terletak pada situs
2. Mengikuti tur ke Gunung Padang. arkeologi Gunung Padang tapi juga memiliki
daya tarik-daya tarik pendukung lainnya
Data-data yang telah dikumpulkan dianalisis termasuk budaya masyarakat lokal dan
dengan menggunakan analisis isi. Metode masyarakat yang masih menjadikan situs ini
analisis isi (content analysis) pada dasarnya sebagai tempat ritual pemujaan kepercayaan
merupakan suatu teknik sistematik untuk Sunda Kuna.
menganalisis isi pesan dan mengolah pesan,
atau suatu alat untuk mengobservasi dan Gambar 1. Situs Megalit Gunung Padang
menganalisis isi perilaku komunikasi yang
terbuka dari komunikator terpilih (Budd,
1967:2 dalam Suyanto dan Sutinah, 2005).
Untuk menggunakan analisis ini, peneliti
terlebih dahulu menentukan kriteria-kriteria
pengembangan pariwisata budaya yang sesuai
diterapkan untuk studi kasus yang dipakai.
Kriteria-kriteria tersebut didapatkan dari hasil
sintesis dari guidelines dari organisasi
internasional mapun regional yakni ICOMOS,
EAHTR dan WTO serta dari prinsip-prinsip
yang dikemukakan oleh para ahli yaitu Sumber: Hasil Observasi, 2012
McKercher dan du Cros (2003) dan Gunn (1988
dalam Warpani, 2006) Kebijakan tentang pengembangan pariwisata
sebuah kabupaten diatur dalam Rencana Induk
Pengembangan Pariwsata Daerah (RIPPDA).
Sampai saat ini RIPPDA yang berlaku di
Cianjur adalah RIPPDA periode 2004-2009.
Situs Megalitikum Gunung Padang berada di
Kecamatan Campaka yang di dalam RIPPDA

71
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 1 April 2010

2004-2009 Kabupaten Cianjur termasuk ke Gambar 3. Pusat Informasi dan Loket


dalam Sub-SKKP II.1. Pengelompokkan Sub Penerima Tamu
SKKP digolongkan berdasarkan kantong
pengembangan kawasan sesuai dengan posisi
daya saing, kemampuan dan produk wisata.
Sub-SKKP II-1 merupakan kantong Kawasan
Wisata Agro yang meliputi Perkebunan Teh
Penyairan, Perkebunan Teh Nusamba,
Perkebunan Teh PT. Linggasari Ciaharum,
Perkebunan Teh Pasir Nangka dan Situs
Gunung Padang
Sumber: Hasil Observasi, 2012
Selain daya tarik inti Gunung Padang, di sekitar
situs ini terdapat Stasiun dan Terowongan Situs ini memang sedang direncanakan menjadi
Lampegan yang merupakan stasiun pertama destinasi wisata tetapi saat ini tahap
dan jalur kereta api pertama yang perencanaan belum selesai, jumlah pengunjung
menghubungkan Bandung dengan Jakarta meningkat drastis. Sementara itu, infrastruktur,
sebelum jalur kereta api Padalarang dibangun. seperti jalan, rumah makan, fasilitas pendukung
Kereta api ini berfungsi pada tahun 1879 – lainnya belum lengkap. Sampai sekarang sudah
1882. ada pembangunan fasilitas seperti
pembangunan pusat informasi, loket tiket dan
Gambar 2. Stasiun Lampengan menara pandang. Rumah makan hanya ada
ketika akhir pekan. Infrastruktur seperti pos
polisi ataupun pos kesehatan juga belum
terbangun di kawasan ini. Infrastruktur yang
adapun masih belum memadai dan dalam
keadaan tidak layak.

4.2 Karakteristik Komunitas Kreatif yang


Mengembangkan Produk Wisata

Sumber: Hasil Observasi, 2012 Dalam pengembangan pariwisata budaya ada


banyak stakeholder yang terlibat. Salah satunya
Daya tarik alami yang ikut melengkapi kawasan adalah stakeholder yang membawa wisatawan
ini adalah Perkebunan Teh Rosa yaitu ke tempat wisata budaya. Stakeholder ini
perkebunan teh yang sudah ada dari jaman biasanya berasal dari sektor industri pariwisata.
penjajahan Belanda. Rangkaian daya tarik Salah satu stakeholder yang saat ini ikut
tersebut biasanya menjadi jalur wisata yang berperan dalam membawa wisatawan ke Situs
dikunjungi oleh wisatawan ketika datang ke Megalit Gunung Padang adalah komunitas
situs Gunung Padang. kreatif. Tiga komunitas kreatif Bandung pernah
mengembangkan produk wisata budaya Situs
Megalitiku Gunung Padang, yaitu Komunita
Aleut!, Mahanagari dan Geotrek Indonesia.
Karakteristik ketiga komunitas ini berbeda-

72
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 1 April 2010

beda dan memiliki peran tersendiri dalam kreatif yang mereka miliki, komunitas ini
mengembangakan wisata budaya di Situs memberikan pengetahuan yang mereka miliki
Gunung Padang. kepada publik melalui dunia maya. Komunitas
ini berdiri dengan tujuan mengenal lebih jauh
Menurut Florida (2002), dasar dari kelompok tentang kota Bandung dengan menjelajahinya
kreatif yang disebut creative class adalah bersama dan mendiskusikan sejarahnya. Dalam
ekonomi. Komunitas kreatif terdiri dari orang- perkembangannya komunitas ini menjadi
orang yang membuat nilai ekonomi dari komunitas belajar. Mereka menamai mereka
kreativitas mereka. Mereka terdiri dari pekerja komunitas apresiasi sejarah dan wisata.
berpengetahuan, analis simbolis dan
profesional serta pekerja teknis namun Gambar 4. Blog sebagai Salah Satu Media
menegaskan peran mereka sebenar-benarnya di Interaksi Komunitas Kreatif
perekonomian.Komunitas-komunitas kreatif
yang merencanakan produk wisata ke Gunung
Padang merupakan komunitas yang sangat
dinamis dan mempunyai karakter unik
tersendiri. Mereka umumnya terdiri dari orang-
orang kreatif dan mempunyai cara unik dalam
bekerja atau berkegiatan.

Komunitas Aleut adalah salah satu komunitas Sumber: Hasil Observasi, 2012
kreatif Bandung yang bergerak dalam bidang
apresiasi budaya dan sejarah. Komunitas ini Berbeda dengan komunitas Aleut!, Komunitas
resmi berdiri pada tanggal 20 Mei 2006 di Geotrek Indonesia merupakan komunitas yang
Bandung. Kegiatan rutin yang dilakukan oleh berasal dari peserta kegiatan-kegiatan Geotrek
Komunitas Aleut! adalah kegiatan apresiasi yang telah dilaksanakan. Kegiatan ini pada
kota melalui kegiatan yang menyenangkan. Di awalnya adalah sebuah kegiatan yang
dalamnya penggiat komunitas diajak belajar direncanakan oleh Budi Brahmantyo dan
sejarah dengan cara menyenangkan yaitu jalan- T.Bachtiar sebagai penulis buku Wisata Bumi
jalan. Belajar sejarah di sini adalah salah satu Cekungan Bandung dan penerbit buku tersebut
bentuk apresiasi sejarah. Menurut Reza, yaitu Penerbit Truedee. Ketika itu, kegiatannya
Koordinator Komunitas Aleut!, apresiasi bernama Jajal Geotrek. Jajal Geotrek ini adalah
dilakukan untuk menghargai sesuatu dan kegiatan wisata yang menerapkan rute-rute
mengangkat nilainya agar lebih dihargai dengan yang terdapat di buku Wisata Bumi Cekungan
caranya sendiri. Dengan adanya kegiatan Aleut! Bandung. Rute-rute tersebut lalu direncanakan
ini diharapkan penggiatnya menyadari dan dijalankan oleh Trudee dan Budi
keindahan Kota Bandung yang sebenarnya. Brahmantyo dengan mengundang publik untuk
ikut di dalamnya. Kedua penulis, Budi
Komunitas ini sangat dinamis dan bersifat Brahmantyo dan T. Bachtiar berperan sebagai
kekeluargaan. Di dalamnya, penggiat interpreter di setiap perjalanannya.
mendapatkan banyak pengetahuan yang
berbeda dari pengetahuan yang diterima dari Komunitas ini terdiri dari berbagai kalangan
kegiatan hariannya. Komunitas ini sangat yang ingin belajar banyak dan tertarik dengan
peduli dengan isu-isu kota dan dengan ide wisata edukatif yang ditawarkan oleh

73
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 1 April 2010

komunitas ini. Hal ini terlihat dari materi yang konsumen. Oleh karena itu dibuatlah tur-tur
disampaikan ketika melakukan wisata. Mereka untuk Bandung dan sekitarnya, yang sejarahnya
menyiapkan pakar yang menjadi ahli dalam masih berhubungan dengan Bandung. Target
bidangnya dan menyiapkan bundel materi. konsumen tur tersebut adalah wisatawan yang
Interaksi antar anggota komunitas terjadi di datang ke Bandung di akhir pekan. Dengan
dalam facebook cukup intensif terjadi terutama begitu, tur ini sengaja dibuat dan direncanakan
ketika ada publikasi kegiatan yang dilakukan. hanya membutuhkan waktu sehari atau paling
Interaksi inilah membangun komunitas ini dan tidak 12 jam perjalanan dari titik awal kembali
membuat informasi bergerak dinamis dalam ke titik awal.
komunitas ini.
Komunitas Mahanagari merupakan komunitas
Gambar 5. Contoh Bundel Materi Geotrek yang terdiri dari konsumen-konsumen dan
Indonesia penggemar setia Mahanagari. Selain konsumen,
kontributor-kontributor desain juga merupakan
anggota komunitas ini. Dari hasil internet
research yang dilakukan, komunitas ini sangat
aktif dalam mengkampanyekan sejarah dan
budaya Bandung. Mahanagari sering
mengeluarkan foto-foto Bandung pada jaman
kolonial Belanda dan memperlihatkan
bangunan-bangunan bersejarah yang ada di
Bandung kala itu lalu dibandingkan dengan
kondisinya sekarang. Dari situ, komunitas ini
membangun rasa bangga masyarakat yang lebih
luas terhadap Bandung.
Sumber: Hasil Observasi, 2012
4.3 Produk Wisata Komunitas Kreatif di
Mahanagari adalah perusahaan retail yang Situs Gunung Padang
berdiri tahun 2005. Perusahaan ini akhirnya
berkembang juga membentuk tur wisata Menurut Yoeti (2007) Produk wisata
edukatif di sekitar Bandung. Awal berdirinya merupakan rangkaian jasa yang tidak hanya
perusahaan ini adalah karena berkembangnya memiliki segi ekonomis tapi juga mempunyai
Bandung menjadi kota fashion, dimana banyak segi sosial, psikologis dan alam. Produk wisata
tumbuh FO dan distro. Untuk bertahan di dunia juga merupakan gabungan dari tiga komponen
enterpreneur, maka MahaNahagi harus yaitu (1)atraksi suatu daerah tujuan wisata,
mempunyai karakter tersendiri dan dipiliha satu (2)fasilitas yang tersedia, dan (3) aksesibilitas
karakteristik yaitu Mahanagari yang Bandung ke dan dari daerah tujuan wisata. Dalam
Pisan. Mahanagari memilih untuk membuat t- pembahasan ini, dijelaskan juga tentang
shirt dengan tema Bandung. Mahanagari bagaimana produk wisata tersebut direncanakan
memperluas kegiatannya dengan membuat tur dan dikembangkan oleh komunitas kreatif.
karena adanya kesadaran bahwa untuk lebih
peduli kota tidak bisa hanya dengan membeli Produk wisata yang dikembangkan tiap
kaos. Dengan membeli kaos hanya sedikit komunitas memiliki ciri khas tersendiri dalam
pengetahuan tentang kota yang didapat memberikan pengalaman kepada peserta tur.

74
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 1 April 2010

Karakteristik komunitas kreatif mempengaruhi penggiat aktif lainnya. Hal tersebut akan
bentuk produk wisata dari bagaimana cara menambah pengalaman yang diberikan ke
komunitas kreatif tersebut merencanakan penggiat aktif yang ikut perjalanan termasuk
hingga apa saja fasilitas yang diberikan kepada perjalanan ke Gunung Padang. Saling berbagi
peserta tur. Tur yang dilaksanakan informasi dan berdiskusi akan membuat
mengunjungi daya tarik yang sama namun dari penggiat aktif mendapatkan pengetahuan yang
penyampaian interpretasi dan fasilitas yang lebih mendalam. Penulisan cerita perjalanan di
diberikan berbeda satu sama lain. Hal ini dalam facebook adalah salah satu cara berbagi
disebabkan adanya perbedaan target pasar. di dalam Aleut! sendiri.
Tabel 1 menjelaskan perbedaan antara
Komunitas Aleut!, Geotrek Indonesia dan Namun dengan adanya penulisan cerita
Mahanagari. perjalanan tersebut di media sosial dan internet,
maka itu secara tidak langsung membuka
Komunitas Aleut! melaksanakan kegiatannya informasi tentang Gunung Padang ke
dengan prinsip dari komunitas, oleh komunitas masyarakat yang lebih luas, tidak hanya ke
dan untuk komunitas. Dari awal perencanaan dalam komunitas.
hingga setelah melakukan perjalanan semua
dilakukan bersama-sama dengan penggiat-

Tabel 1. Perbandingan Produk Wisata Komunitas Aleut!, Geotrek Indonesia, dan Mahanagari
No Aspek Aleut! Geotrek Mahanagari
Proses Perencanaan
1 Ide Berasal dari ide penggiat Berasal dari Ridwan Hutagalung Berasal dari pencarian pusaka
budaya
2 Bahan Interpretasi Hasil internet research Dari Pakar-pakar yang diundang, Hasil riset
yang telah melakukan riset
3 Publikasi Melalui Jarkom dan Media Melalui Media Sosial (facebook) Melalui brosur, media sosial
Sosial (facebook)
4 Persiapan perjalanan Disiapkan oleh penggiat- Disiapkan oleh Ridwan Disiapkan dan disurvei terlebih
penggiatnya Hutagalung dan Ummy Latifah dulu oleh pekerja-pekerja di
Mahanagari
Pelaksanaan Tur
5 Rute yang Bandung - Stasiun Lampegan Bandung - Stasiun Padalarang- Bandung - Stasiun Lampegan -
dijalankan - Gunung Padang - Bandung Stasiun Cianjur - Stasiun Gunung Padang - Curug
Lampegan - Gunung Padang - Cikondang - Bandung
Bandung
6 Fasilitas Transportasi (2 bus sedang), Transportasi (minibus dan Transportasi (elf), interpreter dan
interpreter sebagian memakai kendaraan guide, makan 1x
pribadi), interpreter, makan 1x
7 Interpreter Ridwan Hutagalung, Juru Pakar : Budi Brahmantyo, Lucky Guide terlatih, Juru pelihara
Pelihara, Penggiat aktif Hendrawan, Lutfi Yondri, Awang
HS dan Juru Pelihara
8 Kegiatan yang Berdiskusi Berdiskusi dengan Pakar Menikmati perjalanan sambil
dilakukan belajar
9 Peserta (Pasar) Penggiat aktif dan tidak aktif Pendaftar Pendaftar
Pasca Pelaksanaan
10 Kegiatan Pasca Penulisan di blog - -
Pelaksanaan
Sumber: Hasil Analisis, 2012

Geotrek Indonesia mengembangkan perjalanan oleh Komunitas Aleut!. Hal tersebut dapat
yang lebih nyaman dan aman dibandingkan dilihat dari fasilitas-fasilitas yang ditawarkan.

75
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 1 April 2010

Pengetahuan yang diberikan juga terdiri dari empat (4) elemen yaitu pariwisata, penggunaan
berbagai pandangan sehingga memperkaya asset pusaka budaya, konsumsi pengalaman dan
pengetahuan bagi peserta. Peserta mendapatkan produk wisata serta wisatawan. Elemen-elemen
pengetahuan dari pakar-pakar yang ikut hadir tersebut dijelaskan sebagai berikut.
dalam tur tersebut. Penyampaian interpretasi
tidak hanya secara lisan melainkan melalui  Pariwisata
leaftlet dan buku materi yang telah diberikan di Pariwisata budaya menarik pengunjung
awal perjalananNamun komunitas ini tidak dari luar wilayah ke aset budaya dengan
melupakan sisi menyenangkan dari wisata tujuan utama bersenang-senang dalam
budaya. waktu yang singkat. Oleh karena itu
pariwisata budaya ini harus
Gambar 6. Contoh Leaflet Mahanagari memperhatikan hubungan antar
stakeholder di dalam pengelolaan
pariwisata tersebut sehingga pengunjung
mendapatkan kesenangan yang cukup.
Pariwisata juga harus memberikan manfaat
terhadap pengelolaan pusaka budaya itu
sendiri dengan adanya alokasi pendapatan
untuk pengelolaan tersebut.

 Penggunaan Aset Pusaka Budaya


Sumber: Hasil Observasi, 2012 Aset pusaka budaya merupakan suatu hal
yang tidak hanya dipakai untuk generasi
Mahanagari sebagai sebuah perusahaan yang ada sekarang namun juga diturunkan
mengutamakan konsumen sebagai raja, dimana ke generasi selanjutnya baik yang bersifat
konsumen diberikan fasilitas-fasilitas yang tangible maupun intangible. Dalam
memuaskan. Dari ketiga komunitas yang kenyataannya, sudah banyak pengelolaan
menjadi responden, Mahanagari adalah terhadap tangible heritage namun tidak
komunitas yang mempersiapkan rencana banyak yang melakukan konservasi nilai
perjalanan dengan sangat rinci dan memberikan intriksik di dalamnya. Oleh karena itu
fasilitas yang paling lengkap. Dari segi materi, interpretasi aset budaya sangat penting
Mahanagari belum terlalu matang dibandingkan dilakukan. Dalam kaitannya dalam
dengan Geotrek Indonesia. Namun untuk pariwisata itu sendiri, harus bisa mengelola
sebuah wisata edukatif, Mahanagari telah dan mengubah pusaka budaya untuk ke
memberikan materi yang cukup untuk target dalam produk wisata untuk memfasilitasi
pasar yang sesuai. penggunaan aset budaya oleh wisatawan.

 Konsumsi pengalaman dan produk wisata


4.4 Peran Komunitas Kreatif dalam budaya
Pengembangan Pariwisata Budaya Wisatawan mengkonsumsi pengalaman
Dari beberapa prinsip yang dikeluarkan dan produk wisata berbeda-beda sesuai
ICOMOS, EAHTR, WTO, dan definisi-definisi dengan motif awal kunjungan wisatawan
dari McKercher dan du Cros (2002), ke sebuah aset pusaka budaya. Hal tersebut
pengembangan pariwisata budaya terdiri dari harus difasilitasi dengan membentuk

76
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 1 April 2010

produk wisata yang menyajikan aset hari. Masyarakat lokal dan masyarakat adat
budaya tersebut sedemikian rupa sehingga tentunya mempunyai kebutuhan dan
dapat memuaskan wisatawan yang kepentingan terhadap situs ini. Semisal sampai
berkunjung ke aset budaya. sekarang masyarakat adat masih ada yang
melakukan ritual-ritual khusus di malam hari.
 Wisatawan
Jenis wisatawan yang datang berbeda-beda Dalam pengelolaan dan penggunaan aset
dari mulai wisatawan yang melakukan pusaka budaya komunitas kreatif berperan
kunjungan untuk mengejar ilmu hingga dalam memberikan interpretasi yang
wisatawan yang hanya menjadikan aset meningkatkan apresiasi dan pengetahuan
pusaka budaya sebagai tempat singgah dan tentang pusaka budaya, menyajikan pentingnya
dengan keingintahuan yang sangat sedikit. pusaka budaya dengan cara yang mudah
Oleh karena itu, harus difasilitasi dengan dimengerti, mengkonservasi nilai intrinsik.
penyajian informasi yang sesuai dengan memberikan interpretasi yang mendorong
karakteristik wisatawan dan penyediaan kepedulian dan dukungan publik terhadap
fasilitas yang cukup pusaka budaya, dan mengubah pusaka budaya
menjadi produk wisata budaya umtuk
Dari elemen pariwisata, komunitas-komunitas memfasilitasi konsumsi pengalaman. Hal
kreatif telah berperan dalam memberikan tersebut terlihat dalam cara komunitas
manfaat kepada masyarakat setempat melalui menginterpretasikan dan meyajikan informasi
pemberian kesempatan kerja sebagai local bagi wisatawan. Dalam pengembangan
guides atau interpreter dan menyediakan pariwisata budaya nilai intrinsik harus dijaga
alokasi pendapatan untuk penjagaan, dengan baik karena hal tersebut merupakan
konservasi dan penyajian objek wisata. Hal warisan dari generasi sebelumnya dan harus
tersebut memperlihatkan bahwa secara tidak diteruskan ke generasi selanjutnya. Komunitas-
langsung komunitas-komunitas kreatif ini komunitas ini menurunkan nilai intrinsik
memberikan manfaat kepada masyarakat tersebut melalui interpretasi yang diberikan juru
dengan menambah lapangan pekerjaan di dalam pelihara. Komunitas-komunitas ini juga secara
wilayah situs tersebut. Ketiga komunitas ini tidak langsung telah mendorong kepedulian dan
juga menyediakan alokasi pendapatan unrtuk dukungan publik terhadap pusaka budaya
penjagaan, konservasi dan penyajian objek dengan memberikan informasi dan interpretasi
wisata. Tiap tur yang dilakukan selalu di dalam blog, website ataupun facebook.
membayar tiket masuk ke dalam Gunung
Padang. Dalam blog-blog menceritakan Dalam pengembangan wisata, satu hal yang
perjalanannya dengan komunitas-komunitas sangat penting adalah pengalaman wisata.
ini. Di dalam blog Komunitas Aleut!, ada dua Wisatawan budaya ingin mengkonsumsi
tulisan tentang Gunung Padang. Di antaranya pengalaman budaya yang bervariasi. Untuk
adalah menjelaskan tentang perasaannya yang memfasilitasi konsumsi ini, pusaka budaya
menyenangkan dalam perjalanan dan (cultural heritage) harus diubah menjadi
pengetahuannya tentang Gunung Padang itu produk wisata budaya. Proses pengubahan
sendiri. Namun dalam perencanaan tur ini, tersebut merupakan salah satu cara dalam
belum melibatkan masyarakat lokal ataupun pengembangan yang baik dan pengelolaan yang
masyarakat adat yang menggunakan situs ini berkelanjutan bagi produk pariwisata budaya.
sebagai bagian dari kehidupan budaya sehari- Produk wisata adalah sesuatu yang diinginkan

77
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 1 April 2010

untuk dilihat wisatawan. Elemen konsumsi masyarakat setempat. Sedangkan komunitas


pengalaman dan produk wisata, komunitas Aleut! memberikan interpretasi dari 2 sudut
kreatif berperan dalam memberikan pandang, dari pandangan interpreter yang
kesempatan bagi pengunjung dan komunitas dibawa oleh komunitas yaitu Ridwan
setempat untuk mengalami dan mengerti Hutagalung dan dari pandangan masyarakat
budaya dan pusaka komunitas secara langsung, setempat. Keberagaman cara penyajian tersebut
mendorong pengunjung mengetahui lebih tergantung dari target pasar tur Gunung Padang,
banyak dan merasakan pusaka budaya di suatu tujuan diadakannya perjalanan dan biaya yang
wilayah, dan memastikan pengalaman dikeluarkan untuk mengikuti tur tersebut.
pengunjung bermanfaat, memuaskan dan Geotrek, yang mempunyai target pasar
menyenangkan. Komunitas-komunitas kreatif akademisi dan masyarakat luas, memberikan
ini memberikan kesempatan bagi peserta tur interpreter yang merupakan ahli-ahli dalam
yang mereka adakan untuk melihat langsung bidangnya. Sedangkan Mahanagari yang
situs Gunung Padang dan mengerti nilai-nilai mempunyai target pasar wisatawan Bandung
yang ada di dalamnya. Komunitas ini juga yang memiliki interest yang berbeda dengan
memastikan pengalaman peserta tur bermanfaat Geotrek yang mempunyai target pasar
dengan memastikan kegiatan tur yang akademisi. Hal tersebut akan mempengaruhi
dilakukan terencana dengan baik dan cara penyampaian dan ketersampaian informasi
menyiapkan bahan materi interpretasi yang kepada peserta tur.
sesuai dengan peserta tur.
5. Kesimpulan
Dalam elemen wisatawan, komunitas-
komunitas kreatif yang melakukan tur ke Komunitas kreatif yang merencanakan
Gunung Padang telah berperan dalam perjalanan Gunung Padang, mempunyai
menyajikan informasi yang berkualitas untuk karakteristik yang beragam. Komunitas tersebut
mengoptimalkan pengertian dan pengetahuan mempunyai tujuan masing-masing. Namun
terhadap pusaka budaya, dan menyediakan ketiganya memiliki persamaan. Ketiga
fasilitas yang cukup untuk kenyamanan, komunitas ini adalah komunitas yang
keamanan, dan kesejahteraan pengunjung. menjadikan wisata sebagai alat untuk belajar.
Komunitas-komunitas kreatif yang Hal tersebut dapat dilihat dalam perencanaan
mengembangkan tur ke Gunung Padang perjalanan tiap-tiap komunitas. Dalam tahap
memberikan wisatawan fasilitas dan informasi perencanaan perjalanan, komunitas ini
yang cukup dan sesuai dengan peserta tur yang menekankan kepada persiapan materi untuk
diadakan masing-masing komunitas. Dari interpretasi bagi diri mereka sendiri ataupun
ketiga komunitas tersebut, komunitas Geotrek bagi konsumen yang menjadi peserta tur. Hal
adalah komunitas yang paling banyak tersebut sangat mendukung pengembangan
memberikan sudut pandang dalam interpretasi pariwisata budaya yang berkelanjutan.
tentang Gunung Padang. Geotrek memberikan Komunitas-komunitas ini juga sangat aktif
dari empat sudut pandang yaitu dari pandangan dalam media sosial seperti facebook dan blog.
geologis, pandangan arkeolog, pandangan Dengan adanya aktivitas yang dinamis dalam
sejarahwan dan pandangan masyarakat lokal. media sosial dan blog tersebut, informasi
Mahanagari memberikan interpretasi dari 3 tentang tempat yang didatangi akan cepat
sudut pandang, dari sudut pandang geologi, menyebar. Komunitas-komunitas kreatif yang
sosial dan budaya serta pandangan dari mengembangkan prosuk wisata ke Gunung

78
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 1 April 2010

Padang berbeda dalam sisi keanggotaan dan Ucapan Terima Kasih


latar belakang keanggotaan komunitas.
Berdasarkan hasil analisis, komunitas kreatif Penulis mengucapkan terima kasih kepada
Rina Priyani, ST, MT untuk arahan dan
telah berperan dalam pengembangan pariwisata bimbingan sehingga artikel ini dapat ditulis.
budaya dalam keempat elemen yang ada dengan Terima kasih juga kepada dua mitra bestari
penjabaran sebagai berikut. yang telah memberikan komentar yang
1. Memberikan manfaat kepada masyarakat berharga.
setempat melalui pemberian kesempatan
Daftar Pustaka
kerja sebagai local guides atau interpreter.
2. Menyediakan alokasi pendapatan untuk Ahimsa-Putra. (2004). Pariwisata Indonesia
penjagaan, konservasi dan penyajian objek vol. 4: Pariwisata Budaya dan Budaya
wisata. Pariwisata.
Florida, R. (2002). The Rise of Creative Class.
3. Memberikan interpretasi yang
Cambrigde: Basic Books.
meningkatkan apresiasi dan pengetahuan Goeldner, C., & Ritchie, J. R. (2003). Tourism
tentang pusaka budaya. Principles, Pracices and Philosophies.
4. Menyajikan pentingnya pusaka budaya New Jersey: John Wiley & Sons.
dengan cara yang mudah dimengerti. Hanan, Himasari. “Building Creative
Communities Intelligently.” Artepolis 2:
5. Mengkonservasi nilai intrinsik.
Creative Communities and The Making of
6. Memberikan interpretasi yang mendorong Place. Bandung: ITB, 2010. E-2 - E-9.
kepedulian dan dukungan publik terhadap Indrarajasa, Susanti Widiastuti. “Making a
pusaka budaya. Place - Collaboration between The
7. Mengubah pusaka budaya menjadi produk Developer and Creative Community in
BSD City.” Artepolis 3: Creative
wisata budaya un tuk memfasilitasi
Collaboration and The Making of Place,
konsumsi pengalaman. Leraning from Creative Experience.
8. Memberikan kesempatan bagi pengunjung Bandung: ITB, 2011. 293 - 302.
dan komunitas setempat untuk mengalami McKercher, B., & du Cros, H. 2002. Cultural
dan mengerti budaya dan pusaka Tourism : The Partnership Between
Tourism and Cultural heritage
komunitas secara langsung.
Management. New York: The Haworth
9. Mendorong pengunjung mengetahui lebih Hospitality Press.
banyak merasakan pusaka budaya di suatu Rencana Induk Pengembangan Pariwisata
wilayah. Daerah Kabupaten Cianjur Jawa Barat
10. Memastikan pengunjung puas, senang dan Richards, G. and Wilson J. (2006) Developing
creativity in tourist experiences: A
mendapatkan pengalaman.
solution to the serial reproduction of
11. Menyajikan informasi yang berkualitas culture?, Tourism Management, 27, 6,
untuk mengoptimalkan pengertian dan 1408 – 1413.
pengetahuan terhadap pusaka budaya. Soeriaatmaja, A. R. (2005). Peran Penataan
12. Menyediakan fasilitas yang cukup untuk Ruang Tapak pada Pengembangan
Pariwisata Budaya Tradisional. Dalam
kenyamanan, keamanan, dan
M. P. Gunawan, Pariwisata Budaya dan
kesejahteraan pengunjung. Budaya Pariwisata. Bandung: Institut
Teknologi Bandung.
Suranti, R. (2005). Pariwisata Budaya dsan
Peran Serta Masyarakat. Dalam
Pariwisata Indonesia: Pariwisata
Budaya dan Budaya Pariwisata.
Bandung: Bandung Institute Technology.

79
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 1 April 2010

Sutinah, & Suyanto, B. (2005). Metode


Pendekatan Sosial: Berbagai Alternatif
Pendekatan. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Timothy, D. J., & Nyaupane, G. P. (2009).
Cultural heritage and Tourism in
Developing World: A Regional
Perspective. Taylor & Francis.
Undang- Undang No. 10 tahun 2009 tentang
Kepariwisataan
Warpani, S. P. (2006). Pariwisata dalam Tata
Ruang Wilayah. Bandung: Penerbit ITB.
Website Resmi ICOMOS. http://www.icomos-
ictc.org/ (diakses Februari, 2012) Yoeti,
O. A. 2007. Perencanaan dan
Pengembangan Pariwisata. Jakarta: PT.
Pradnya Paramitha.
Yoeti, O. A. (2007). Perencanaan dan
Pengembangan Pariwisata. Jakarta: PT.
Pradnya Paramitha.

80

Anda mungkin juga menyukai