Prosiding
WORKSHOP
DAN
SEMINAR
NASIONAL
KEWIRAUSAHAAN
2014
"MENINGKATKAN
SENSITIVITAS
DAN
KREATIVITAS
ENTREPRENEUR
DALAM
MENGHADAPI
PASAR
GLOBAL"
SUB
TEMA:
Small
and
Family
Business
Marketing
and
Other
Business
Functions
Tourism
and
Hospitality
Management
Property
Business
Innovation
and
Competitive
Advantages
28-‐29
November
2014,
Jurusan
Manajemen
Fakultas
Ekonomi
dan
Bisnis,
Universitas
Brawijaya
Malang,
Jawa
Timur
Tim
Penyusun
Ketua
Pelaksana
Taufiq
Ismail,
SE,
SS,
MM
Tim
Reviewer
Ananda
Sabil
Hussein,
SE,
M.Com.,
PhD.
Dr.
Sumiati,
SE,
MSi.
Dr.
Mintarti
Rahayu,
SE,
MS.
Susunan
Panitia
Semnaskwu
2014
Nadiyah
Hirfiyana
Rosita,
SE,
MM.
Radityo
Putro
Handrito,
SE,
MM.
Rahaditya
Yunianto,
SE,
MM
Yusuf
Risanto,
SE,
MM
Agung
Nugroho
Adi,
SE,
MM,
MM.HRM.
Sigit
Pramono,
SE,
M.Sc.
Abdurrahman
Sadikin,
SE,
MM.
Muhammad
Buswari,
SE,
MM
Drs.
Kadarusman,
MM.Ak.
Nancy
H.J.
Mandey,
SE,
M.Si.
Muhsin
Wahid,
SE,
MM.
Asngadi,
SE,
M.Si.
Andi
Nu
Graha,
SE,
M.Si
Edi
Purwanto,
STP,
MM
Satira
Yusuf,
SE,
M.Si.
Ana
Sofia
Aryati,
SE,
MM.
Wahyuniati
Hamid,
S.Pd,
M.Si.
Conchita
Valentina
Latupapua,
SE,
MM.
Tim
Pendukung
Pamungkas
Budi
Selo
Atmodjo
Anjar
Prasetya
Yusuf
Afandi
Lutfi
Syamsiar
Catrine
Ana
Prastyari
Soleh
Suharsono
ii
iii
Simatupang,
M.M.
(Pengusaha
Nasional),
Wahyu
Suparyono
R.,
Ak.,
C.A.,
M.M.
(Direktur
Indonesia
Trading
Company),
dan
Dr.
Ir.
Harry
P.
Panjaitan,
S.E.,
M.M.
(Kepala
Bank
Panin
Cabang
Pekanbaru)
sebagai
Pembicara
dalam
seminar.
Selanjutnya
kepada
para
presenter
dan
editor
serta
pelaksana
workshop
dan
seminar
Nasional
Kewirausahaan
ini
kami
sampaikan
penghargaan
dan
ucapan
terima
kasih
atas
jerih
payahnya
sehingga
seminar
dapat
berlangsung
dengan
baik
sampai
tersusunnya
prosiding
ini.
Demikian
yang
dapat
kami
sampaikan,
semoga
prosiding
ini
bermanfaat
khususnya
dalam
mengatasi
permasalahan
wirausahawan
Indonesia
dalam
menghadapi
globalisasi.
Malang,
28
November
2014
Ketua
Program
Doktor
Ilmu
Manajemen
Fakultas
Ekonomi
dan
Bisnis
Prof.
Armanu,
SE.,
MSc.,
Ph.D
NIP.
195408181983031004
iv
v
DAFTAR
ISI
Halaman
Cover
............................................................................................................................................
i
Tim
Penyusun
............................................................................................................................
ii
Sambutan
Ketua
Program
Doktor
Ilmu
Manajemen
FEB-‐UB
................................
iii
Sambutan
Ketua
Pelaksana
Semnaskwu
2014
............................................................
v
Daftar
Isi
.......................................................................................................................................
vi
Paper
Akademik
Pengaruh
Efektivitas
Otomatisasi,
Kepuasan
Atas
Wilayah
Penjualan
dan
Sistem
Kontrol
Tenaga
Penjual
Terhadap
Kinerja
Untuk
Meningkatkan
Efketivitas
Penjualan
Organisasi
......................................................
1
(Jansea
Sianturi)
Human
Capital
dan
Kompetensi
Sosial
Dalam
Kesuksesan
Usaha
Dagang
..........................................................................................................................................
2
(Nurul
Badriyah)
Kajian
Produk
Unggulan
UMKM
Dalam
Peningkatan
Ekspor
dan
Pengembangan
Ekonomi
Lokal
.........................................................................................
3
(Marhadi;
Rendra
Wasnury)
Peran
Pengalaman
Pelanggan
Dalam
Menciptakan
WOM
Positif
Pada
Pelanggan
Mal
di
Surabaya
.................................................................................................
4
(Erna
Andajani)
Peran
Corporate
Social
Responsibility
(CSR)
Dan
Kepercayaan
Dalam
Meningkatkan
Loyalitas
Nasabah
....................................................................................
5
(Siti
Asiyah;
Djumilah
Hadiwidjojo;
Achmad
Sudiro;
Khusnul
Ashar)
Pengelola
Usaha
Mikro
dan
Kecil
di
Kabupaten
Kaur
..............................................
6
(Ersan
Syahfiri;
Sahat
M.
Situmorang;
Chandrainy
Puri)
Analisis
SWOT
Sebagai
Landasan
Dalam
menentukan
Strategi
Pemasaran
di
Sektor
Perhotelan
Bengkulu
.................................................................
7
(Gustian
Harianto;
By.
Wiadi;
Agus
Haryanto)
Klasifikasi
Nilai
Budaya
Dalam
Perilaku
Konsumen
.................................................
8
(Achmad
Yanu
Alif
Fianto)
Peluang
Wirausaha
Bisnis
Properti
di
Pusat
Bisnis
(Central
Business
District)
Dengan
Pola
Kerjasama
Pemerintah-‐Swasta
............................................
10
(M.
Ikhsan
Setiawan;
Agus
Sukoco;
Agus
Dwi
Sasono)
Motivasi
Mahasiswa
Untuk
Berwirausaha
...................................................................
15
(I
Gede
Riana)
vi
Disonansi
Kognitif
dan
Sikap
Terhadap
Perubaha
Perilaku
Perokok
..............
16
(Siti
Zuhroh)
Kiat
Sukses
Seorang
Entrepreneur
..................................................................................
17
(Sunarta)
Pengaruh
Nilai
Yang
Dipersepsikan
Pelanggan,
Kepuasan
dan
Brand
Love
Terhadap
Loyalitas
Pelanggan
................................................................................
18
(Silvana
Praditya
Purnomo;
Noermijati;
Christin
Susilowati)
The
Effect
of
Personality
and
Good
Governance
on
the
Enterprises
Performance
...................................................................................................................................
19
(Murdjani)
Strategi
Pengembangan
Micro
Finance
Badan
Layanan
Umum
Daerah
(BLUD)
Di
Kota
Kendari
Provinsi
Sulawesi
Tenggara
.............................................
20
(Nasrul)
Are
You
a
Loyal
Entrepreneur?:
A
Perspective
of
Social
Marketing
Paradigm
.....................................................................................................................................
21
(Risca
Fitri
Ayuni;
Ananda
Sabil
Hussein)
Tenun
Sarung
Samarinda:
Membangun
Entrepreneurship
Dalam
Bingkai
Kearifan
Lokal
..........................................................................................................
24
(Dhina
Mustika
Sari;
Bramantika
Oktavianti;
Sunarso;
Triana
Fitriastuti)
Medical
Tourism
in
Indonesia:
A
Blue
Ocean
Strategy
...........................................
25
(Nurhasanah;
Siwitri
Kadarsih)
Pengaruh
Orientasi
Kewirausahaan
Terhadap
Kinerja
Usaha
............................
29
(Augusto
da
Conceicao;
Moeljadi)
Pengaruh
Orientasi
Kewirausahaan
Terhadap
Kinerja
Usaha
Yang
Dimoderasi
Oleh
Kebijakan
Pemerintah
.......................................................................
30
(Augusto
da
Conceicao
Soares;
Moeljadi;
Solimun)
Participation
Index
.................................................................................................................
31
vii
PENGARUH
EFEKTIVITAS
OTOMATISASI,
KEPUASAN
ATAS
WILAYAH
PENJUALAN
DAN
SISTEM
KONTROL
TENAGA
PENJUAL
TERHADAP
KINERJA
UNTUK
MENINGKATKAN
EFEKTIVITAS
PENJUALAN
ORGANISASI
Jansea
Sianturi
Program
Magister
Manajemen,
Universitas
Lambung
Mangkurat
Abstrak:
Penelitian
ini
menganalisis
faktor
efektivitas
otomatisasi
tenaga
penjual,
sistem
kontrol
tenaga
penjual
dan
kepuasan
wilayah
penjualan
yang
mempengaruhi
kinerja
tenaga
penjual
terhadap
efektivitas
penjualan
organisasi
(
Pedagang
Besar
Farmasi
)
di
kota
Banjarmasin.
Permasalahan
riset
ini
bersumber
dari
research
gap
yaitu
kontroversi
pandangan
mengenai
salah
satu
faktor
penentu
kinerja
tenaga
penjual
dan
efektivitas
penjualan
organisasi
yaitu
dari
Penelitian
Grant
et
al.,
(
2001
)
;
Piercy
et
al.,
(
2004
)
;
Dong
dan
Dennis
(
2004
)
menunjukkan
adanya
hubungan
yang
signifikan
antara
efektivitas
otomatisasi,
sistem
kontrol
dan
kepuasan
wilayah
penjualan
terhadap
kinerja
tenaga
penjual.
Baldauf,
et
al
(
2001.p.116
)
;
Erffmeyer
dan
Johnson
(
2001
)
menyimpulkan
bahwa
efektivitas
otomatisasi
dan
kepuasan
wilayah
penjualan
tidak
berpengaruh
pada
kinerja
dan
efektivitas
penjualan
organisasi.
Oleh
karena
itu
rumusan
masalah
penelitian
ini
yaitu
faktor-‐faktor
apa
yang
mempengaruhi
kinerja
tenaga
penjual
yang
dapat
meningkatkan
efektivitas
penjualan.
Teknik
pengambilan
sampel
dibagi
menjadi
tiga
tahap
yaitu
stratified
kemudian
proportional
dan
terakhir
purposive.
Responden
dari
penelitian
adalah
berjumlah
120
orang
responden,
dimana
responden
adalah
kepala
cabang,
sales
supervisor
dan
tenaga
penjual
dari
perusahaan
distributor
farmasi
yang
produknya
dikategorikan
sebagai
produk
obat
maupun
consumer
good.
Instrumen
analisis
yang
digunakan
adalah
Structural
Equation
Model
(
SEM
)
pada
program
AMOS
20.
Hasil
analisis
data
penelitian
menunjukkan
bahwa
hasil
yang
mendukung
ada
lima
hipotesis
dan
yang
menolak
ada
dua
hipotesis.
Selanjutnya
hasil
penelitian
secara
statistik
menunjukkan
pengaruh
yang
signifikan
efektivitas
otomatisasi
tenaga
penjual,
sistem
kontrol
tenaga
penjual
dan
kepuasan
wilayah
penjualan
terhadap
kinerja
tenaga
penjual
serta
pengaruh
yang
signifikan
kinerja
tenaga
penjual
dan
sistem
kontrol
tenaga
penjual
terhadap
efektivitas
penjualan
organisasi.
Secara
statistik
ditemukan
juga
bahwa
efektivitas
otomatisasi
tenaga
penjual
dan
kepuasan
wilayah
penjualan
tidak
berpengaruh
pada
efektivitas
penjualan
organisasi.
Kata
Kunci:
efektivitas
otomatisasi
tenaga
penjual,
pengawasan
tenaga
penjual,
pengaturan
wilayah
penjualan,
kinerja
tenaga
penjual
dan
efektivitas
penjualan
organisasi.
1
HUMAN
CAPITAL
DAN
KOMPETENSI
SOSIAL
DALAM
KESUKSESAN
USAHA
DAGANG
(Studi
Kasus
pada
pedagang
ikan
di
Kabupaten
Lamongan)
Nurul
Badriyah
Fakultas
Ekonomi
Universitas
Islam
Lamongan
Email:
nurulbadriyah19@yahoo.com
Abstrak:
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengetahui
kompetensi
sosial
dapat
berperan
sebagai
variabel
mediasi
antara
human
capital
dan
kesuksesan
usaha.
Penelitian
ini
dilakukan
di
kabupaten
Lamongan
dengan
sampel
84
pedagang
ikan.
Jenis
penelitian
ini
explanatori
research,
analisa
data
menggunakan
metode
GSCA.
Hasil
penelitian
ini
adalah
kompetensi
sosial
merupakan
variabel
yang
mampu
memediasi
hubungan
human
capital
dengan
kesuksesan
usaha
pemilik
usaha
dagang
ikan
di
Kabupaten
Lamongan.
Human
capital
tidak
terbukti
memiliki
pengaruh
langsung
dan
signifikan
terhadap
kesuksesan
usaha,
kompetensi
sosial
berperan
sebagai
mediasi
penuh
pada
hubungan
human
capital
terhadap
kesuksesan
usaha.
Orisinalitas
dan
kebaruan
penelitian
ini
adalah
peran
mediasi
kompetensi
sosial
dalam
kesuksesan
usaha
dalam
rana
sumber
daya
manusia.
Implikasi
praktis
hasil
kajian
ini
adalah
memberikan
masukan
bagi
pemilik
usaha
dagang
ikan
yang
berkaitan
dengan
sikap
pemilik
usaha
dagang
saat
melakukan
negosiasi
sehingga
timbul
kepekaan,
kenyamanan
yang
pada
akhir
orientasinya
terjalin
jaringan
bisnis
untuk
mencapai
kesuksesan
usaha
dagang.
Kata
kunci:
Human
capital,
kompetensi
sosial,
kesuksesan
usaha
dagang
2
KAJIAN
PRODUK
UNGGULAN
UMKM
DALAM
PENINGKATAN
EKSPOR
DAN
PENGEMBANGAN
EKONOMI
LOKAL
STUDI
KASUS
PADA
UMKM
KABUPATEN
KEPULAUAN
MERANTI
Marhadi
Rendra
Wasnury
Jurusan
Manajemen
Fakultas
Ekonomi
Universitas
Riau
Abstrak:
Kata
Kunci:
3
PERAN
PENGALAMAN
PELANGGAN
DALAM
MENCIPTAKAN
WOM
POSITIF
PADA
PELANGGAN
MAL
DI
SURABAYA
Erna
Andajani
Candidat
Doktor
Program
Doktor
Ilmu
Manajemen
Fakultas
Ekonomi
dan
Bisnis,
Universitas
Brawijaya,
Malang,
Indonesia
Dosen
Fakultas
Bisnis
dan
Ekonomikan,
Universitas
Surabaya
Jl.
Raya
kalirungkut,
Surabaya-‐60293,
Jawa
Timur,
Indonesia
Tel:
62-‐899-‐388-‐3705.
Email:
ernajani@ubaya.ac.id
or
worldnot2013@gmail.com
Abstrak:
Pengalaman
pelanggan
sebagai
faktor
pembeda
untuk
memenangkan
persaingan
bisnis
di
bidang
jasa
dewasa
ini
merupakan
formulasi
baru
untuk
mempertahankan
pelanggan.
Perusahaan
yang
berhasil
menciptakan
pengalaman
pelanggan
yang
menyenangkan
bagi
pelanggannya
akan
mendapatkan
keuntungan
berlipat
melalui
terjadinya
WOM
positif.
Studi
kausal
yang
dilakukan
pada
penelitian
ini
untuk
membuktikan
pengaruh
pengalaman
pelanggan
terhadap
WOM
positif.
Unit
analisis
penelitian
yang
dipilih
adalah
pelanggan
salah
satu
mal
terbesar
di
Surabaya.
Penelitian
ini
memberikan
ide
untuk
mempertahankan
pelanggan
melalui
penciptaan
pengalaman
pelanggan
khususnya
pada
bisnis
ritel
mal.
Kata
Kunci:
jasa,
pengalaman
pelanggan,
WOM
positif
4
PERAN
CORPORATE
SOCIAL
RESPONSIBILITY
(CSR)
DAN
KEPERCAYAAN
DALAM
MENINGKATKAN
LOYALITAS
NASABAH
(Studi
Pada
BMT
Sidogiri
Jawa
Timur)
Siti
Asiyah
Djumilah
Hadiwidjojo
Achmad
Sudiro
Khusnul
Ashar
Program
Doktor
Ilmu
Manajemen
Universitas
Brawijaya
Abstrak:
Ketaatan
pada
Prinsip
Syariah
merupakan
dasar
terbentuknya
loyalitas
nasabah,
akan
tetapi
loyalitas
nasabah
tidak
begitu
saja
terbentuk
tanpa
dibarengi
dengan
menjalankan
upaya-‐upaya
positif
yang
bersifat
sosial
seperti
CSR.
Dengan
menjalankan
CSR,
tingkat
loyalitas
dan
kepercayaan
konsumen
akan
meningkat.
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengetahui
CSR
dan
trust
dapat
berperan
sebagai
variabel
yang
memediasi
hubungan
antara
Ketaatan
pada
Prinsip
syariah
dengan
loyalitas
nasabah
pada
BMT
Sidogiri
Jawa
Timur.
Penelitian
ini
dilakukan
pada
136
orang
nasabah
penerima
pinjaman
qardul
hasan,
pengambilan
sampel
dilakukan
dengan
convinience
sampling.
Metode
analisa
data
yang
digunakan
adalah
metode
PLS.Hasil
penelitian
ini
menunjukkan
bahwa
CSR
dan
trust
merupakan
variabel
yang
mampu
memediasi
hubungan
antara
Ketaatan
pada
Prinsip
syariah
dengan
loyalitas
nasabah.
Kata
Kunci:
Ketaatan
pada
Prinsip
syariah,
CSR,
kepercayaan
dan
loyalitas.
5
PENGELOLA
USAHA
MIKRO
DAN
KECIL
DI
KABUPATEN
KAUR
Ersan
Syahfiri
Sahat
M.
Situmorang
Chandrainy
Puri
Abstrak:
Tujuan
pembangunan
dimasa
otonomi
daerah
pada
hakikatnya
upaya
Pemerintah
Pusat
mempercepat
laju
pembangunan
dan
pelayanan
terhadap
rakyat
yang
berada
didaerah.
Namun
realitasnya
masih
banyak
pembangunan
didaerah
terdapat
kendala
dan
permasalahan,
hal
ini
disebabkan
belum
mampunya
Pemerintah
daerah
menterjemahkan
secara
optimal
isi
dan
hakikat
dari
Otonomi
daerah.
Di
Kabupaten
Kaur
peranan
usaha
mikro,
kecil
(UMK)
dalam
menggerakan
perekonomian
daerah
sangat
signifikan
dengan
jumlah
sebanyak
253
(BPS.2012).Suatu
kelompok
yang
strategis
dalam
menentukan
laju
pembangunan
ekonomi.
Usaha
mikro,
kecil
(UMK)
telah
terbukti
mampu
bertahan
terhadap
krisis
ekonomi
pada
tahun
1997/1998.
Peran
dan
strategisnya
UMK
sebagai
ekonomi
kerakyatan
sudah
saatnya
Pemerintah
Daerah
lebih
intensif
untuk
mengalang
kerjasama
dan
memberikan
peluang
yang
lebih
besar
dalam
pertumbuhan
usahanya.
Besarnya
potensi
UMK
di
Kabupaten
Kaur
dapat
menjadi
basis
ekonomi
daerah
dalam
penyerapan
tenaga
kerja
dan
sumbangan
terhadap
ekonomi
wilayah
atau
PDRB.
Kebijakan
pengelolaan
Usaha
Mikro,
Kecil
adalah
melakukan
efektifitas
dan
efisiensi
pengaturan
yang
tetap
mempertimbangkan
modal
social.
Kata
Kunci:
Usaha
Mikro
dan
Kecil
dan
Ekonomi
Lokal.
6
ANALISIS
SWOT
SEBAGAI
LANDASAN
DALAM
MENENTUKAN
STRATEGI
PEMASARANDI
SEKTOR
PERHOTELAN
BENGKULU
Gustian
Harianto
By.
Wiadi
Agus
Haryanto
Abstrak:
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengetahui
strategi
pemasaran
yang
telah
diterapkan,
SWOT
yang
dimiliki
sektor
perhotelan
Bengkulu
dan
untuk
mengetahui
bagaimanakah
strategi
pemasaran
yang
telah
diterapkan
bila
dikaji
secara
analisis
SWOT.
Data
yang
digunakan
dalam
penelitian
ini
adalah
data
primer
dan
data
sekunder,
yang
didapat
langsung
dari
wawancara
dengan
pimpinan
perusahaan,
observasi
langsung
ke
objek
penelitian
dan
dokumentasi.
Untuk
menganalisa
data
yang
didapat
dari
hasil
penelitian,
data
tersebut
dianalisa
secara
kualitatif
deskriptif
dan
dikaji
dari
sisi
bauran
pemasaran,
lingkungan
pemasaran,
Matrik
SWOT
dan
Diagram
SWOT.
Hasil
ini
menunjukkan
bahwa
Analisis
SWOT
berupa
bauran
pemasaran
dan
lingkungan
pemasaran
mempunyai
peranan
dalam
menentukan
strategi
pemasaran
pada
sektor
perhotelan
Bengkulu.
Kata
Kunci:
Analisis
SWOT,
Bauran
Pemasaran,
Lingkungan
Pemasaran
dan
Strategi
Pemasaran.
7
KLASIFIKASI
NILAI
BUDAYA
DALAM
PERILAKU
KONSUMEN
(Tinjauan
Teoritis
Mengenai
Pengaruh
Budaya
terhadap
Perilaku
Konsumen)
Achmad
Yanu
Alif
Fianto
Perusahaan
perlu
mendalami
berbagai
hal
yang
merefleksikan
kebiasaan
konsumen
dalam
berperilaku
dan
bersikap
terhadap
produk
atau
jasa
yang
ditawarkan,
sebagai
upaya
membangun
hubungan
antara
pelanggan
dan
merek
(Assael,
2004).
Bagaimana
konsumen
berperilaku
dan
apa
yang
memotivasi
konsumen
dalam
mengambil
berbagai
keputusan
merupakan
kajian
penting
dari
studi
budaya
(de
Mooij,
2004).
Bagaimana
konsumen
tersebut
menghubungkan
budaya
pada
proses
pembelian,
baik
melalui
proses
pengambilan
keputusan
secara
individual
atau
secara
berkelompok,
semua
itu
dipengaruhi
oleh
nilai-‐
nilai
budaya
yang
diyakini
(Hawkins,
2004).
Budaya
memiliki
pengaruh
yang
kuat
terhadap
semua
perilaku
konsumen
mulai
dari
motivasi
konsumsi
hingga
evaluasi
pembelian
(Schiffman
&
Kanuk,
2010).
Konsumen
sebagai
seorang
individu
dalam
masyarakat,
dibesarkan
untuk
mengikuti
serangkaian
keyakinan,
nilai-‐nilai
dan
kebiasaan
yang
dijalankan
oleh
masyarakat
tersebut.
Unsur-‐unsur
budaya
cenderung
dibangun
melalui
tiga
lembaga
sosial
yaitu
keluarga,
agama
dan
sekolah
(Schiffman
&
Kanuk,
2010).
Hal
tersebut
menyebabkan
kajian-‐kajian
yang
terkait
dengan
perilaku
konsumen
selalu
melibatkan
unsur
budaya
sebagai
faktor
antesedennya.
Guna
mendiskusikan
teori
yang
terkait
dengan
perilaku
konsumsi,
dibutuhkan
klasifikasi
nilai-‐nilai
konsumsi.
Klasifikasi
tersebut
dikembangkan
oleh
Sheth
et
al.
(1991)
dengan
asumsi
pada
premis
dasar
yang
menyebutkan
bahwa
pilihan
pasar
merupakan
fenomena
multidimensional
yang
melibatkan
berbagai
nilai-‐
nilai
yang
diyakini
oleh
konsumen.
Terdapat
lima
nilai
yang
diidentifikasi
oleh
Sheth
et
al.
(1991)
sebagai
faktor
yang
memengaruhi
perilaku
pembelian.
Nilai-‐
nilai
tersebut
adalah
(1)
nilai
fungsional,
(2)
nilai
sosial,
(3)
nilai
emosional,
(4)
nilai
epistemik
dan
(5)
nilai
kondisional.
Kelima
nilai
itu
selalu
dikaitkan
dengan
kajian-‐kajian
dalam
perilaku
konsumen.
Nilai
fungsional
dihubungan
pada
kepuasan
yang
muncul
dari
atribut
utilitarian
dan
fisik
dari
sebuah
kebutuhan
yang
dimiliki
oleh
konsumen
(Shet
et
al.,
1991).
Kebutuhan
dari
konsumen
tersebut
memengaruhi
pengambilan
keputusan
dianggap
sebagai
satu
kesatuan
dari
proses
motivasi
dalam
perilaku
pembelian
(Ghodeswar,
2008).
Selanjutnya
nilai
sosial
terkait
pada
persepsi
utilitas
dari
sebuah
alternatif
sebagai
hasil
dari
asosiasi
dalam
kelompok-‐kelompok
sosial
(Choo
et
al.,
2012).
Konsep-‐konsep
yang
dikaitkan
dengan
nilai
sosial
ini
adalah
kelas
sosial,
reference
group,
opini
figur
sosial,
inovasi
serta
nilai-‐nilai
simbolik
(Shet
et
al.,
1991).
Nilai
simbolik
ini
merujuk
pada
makna
simbolik
dari
produk
dan
merek
yang
menggambarkan
status
sosial
dari
pembeli
produk
atau
jasa
yang
ditawarkan
(Choo
et
al.,
2012).
Makna
simbolik
tersebut
disimpulkan
sebagai
asumsi
kepribadian
konsumen
dan
menganggap
bahwa
konsumen
memandang
sebuah
produk
atau
jasa
yang
dikonsumsi
merupakan
gambaran
dari
diri
mereka
sendiri
(Cheng
et
al.,
2008).
Peranan
dari
pendapat
kelompok,
pendapat
pemimpin,
inovasi
dan
konsep
kepribadian
selalu
terikat
dengan
aspek-‐aspek
budaya
(Sheth
et
al.,
1991).
8
9
PELUANG
WIRAUSAHA
BISNIS
PROPERTI
DI
PUSAT
BISNIS
(CENTRAL
BUSINESS
DISTRICT)
DENGAN
POLA
KERJASAMA
PEMERINTAH-‐SWASTA
(KASUS
WILAYAH
KAKI
SURAMADU
SISI
SURABAYA)
M.
Ikhsan
Setiawan
Agus
Sukoco
Agus
Dwi
Sasono
Abstrak:
Wirausaha
bisnis
properti
menjadi
primadona
dalam
4
tahun
terakhir.
Badan
Koordinasi
Penanaman
Modal
menyatakan
realisasi
investasi
PMDN
(Penanaman
Modal
Dalam
Negeri)
dan
PMA
(Penanaman
Modal
Swasta)
sektor
real
estate,
konstruksi
serta
perhotelan
mengalami
peningkatan
yang
signifikan
sejak
tahun
2010,
dimana
tahun
2013
mencapai
Rp.
28,758
trilyun
(BKPM,
2013).
Bursa
Efek
Indonesia
mencatat
nilai
kapitalisasi
pasar
(market
cap)
untuk
sektor
properti,
real
estate,
dan
konstruksi
mencapai
Rp
234,531
Trilyun
(BEI,
2013).
Survey
Bank
Indonesia
menunjukkan
dalam
3
tahun
terakhir
terjadi
peningkatan
yang
signifikan
dalam
harga
jual
unit
strata
title
di
Jabodetabek,
Banten
dan
Bandung
untuk
segmen
perkantoran,
ritel,
kondominium
dan
lahan
industri,
serta
peningkatan
tarif
sewa
properti
komersial
dan
tarif
hotel
bintang
3,
4
dan
5
(BI,
2013).
Boston
Consulting
Group
dalam
risetnya
menyatakan
salah
satu
faktor
pendorong
belanja
konsumen
dalam
bentuk
pemilikan/investasi
properti
adalah
meningkatnya
jumlah
kelas
menengah
di
Indonesia
saat
ini
mencapai
74
juta
jiwa
dan
tahun
2020
akan
mencapai
141
juta
jiwa
(BI,
2013).
Sehingga
dipastikan
bisnis
properti
akan
menjadi
andalan
investasi
dalam
10-‐20
tahun
yang
akan
datang
dibutuhkan
wirausaha
baru
agar
bisnis
properti
ini
semakin
berkualitas
dan
kompetitif.
Peluang
bisnis
properti
semakin
luas
dengan
terbukanya
pemerintah
daerah
untuk
bekerjasama
agar
diperoleh
peningkatan
pendapatan
daerah.
Otonomi
daerah
melalui
Undang-‐undang
nomor
22/1999
dan
nomor
34/2004
menuntut
pemerintah
propinsi,
kabupaten
dan
kota
melakukan
inovasi
peningkatan
pendapatan
daerah,
hal
tersebut
terlihat
pada
Anggaran
Pendapatan
Belanja
Daerah
tahun
2013
dengan
defisit
keuangan
daerah
mencapai
Rp
54,217
Trilyun
(Kemendagri,
2013).
Potensi
pendapatan
daerah
seharusnya
mampu
menutupi
defisit
bila
melihat
laporan
neraca
pemerintah
daerah
se-‐Indonesia
pada
tahun
2010
terdapat
aset
tanah
pemda
senilai
Rp
558,456
Trilyun
dan
aset
gedung/bangunan
pemda
senilai
Rp
228,343
Trilyun
(Kemendagri,
2010).
Pengembangan
ekonomi
daerah
dapat
berupa
kolaborasi
antara
Pemerintah
Pusat,
Pemerintah
Daerah,
BUMN,
BUMD,
dan
Swasta.
Public-‐Private
Partnership
(Kerjasama
Pemerintah-‐Swasta)
menjadi
salah
satu
solusi
pembangunan
daerah
guna
tercapainya
peningkatan
perekonomian
wilayah
dan
telah
terbukti
di
beberapa
negara
tetangga
antara
lain
di
Malaysia
dan
Singapore.
Visi
pemerintah
saat
ini
untuk
menjadikan
Indonesia
menjadi
Poros
Maritim
Dunia
juga
menjadi
peluang
tersediri
bagi
pengembangan
bisnis
properti.
Pengembangan
properti
berbasis
kerjasama
pemerintah
daerah-‐swasta
dalam
bentuk
Waterfront
City
terbukti
sukses
pada
BUMD
PT
Pembangunan
Jaya
Ancol
Tbk
khususnya
dalam
pengelolaan
pusat
bisnis
daerah
(Central
Business
District)
di
area
Ancol,
Jakarta
(BEI,
2013).
Pemilik
perusahaan
adalah
pemda
DKI
Jakarta
(72%),
PT
Pembangunan
Jaya
(18,01%)
dan
publik
(9,99%).
PT
Pembangunan
Jaya
Ancol
Tbk
mengelola
lahan
10
seluas
500
ha
meliputi
zona
rekreasi
(200
ha),
zona
industri
dan
zona
properti,
PT
Pembangunan
Jaya
Ancol
Tbk
telah
memberikan
kontribusi
yang
signifikan
tidak
hanya
bagi
perusahaan
tetapi
juga
untuk
pemda
DKI
Jakarta
sebagai
pemilik
mayoritas
shareholders
dalam
bentuk
setoran
PAD
(Pendapatan
Asli
Daerah).
Berdasarkan
data
Kementerian
Dalam
Negeri
pada
APBD
2013,
kontribusi
PAD
non
pajak
dan
retribusi
pemprop
DKI
Jakarta
sebesar
Rp.
3,252
Trilyun.
Dengan
total
PAD
sebesar
Rp.
26.670,45
Trilyun,
kontribusi
PAD
non
pajak
dan
retribusi
sebesar
12,19%,
termasuk
didalamnya
shareprofit
Badan
Usaha
Milik
Daerah
(BUMD)
PT
Pembangunan
Jaya
Ancol
Tbk.
Peraturan
Pemerintah
nomor
6/2006
tentang
pengelolaan
barang
milik
negara/daerah
menyatakan
bahwa
Aset
Negara
dapat
di
manfaatkan
oleh
Badan
Usaha,
dalam
hal
ini
termasuk
aset
negara
dimana
Badan
Usaha
menjalankan
usahanya
berdasarkan
suatu
konsesi
yang
diberikan,
atau
aset
dibangun
oleh
suatu
Badan
Usaha
untuk
kepentingan
Pemerintah
dan
kemudian
dioperasikan
oleh
Badan
Usaha
tersebut.
Penunjukkan
suatu
Badan
Usaha
untuk
memanfaatkan
aset
Negara
harus
dilakukan
melalui
proses
tender
yang
kompetitif.
Bentuk-‐bentuk
pemanfaatan
barang
milik
negara
atau
daerah
berupa
sewa,
pinjam
pakai,
kerjasama
pemanfaatan,
bangun
guna
serah
(BOT)
dan
bangun
serah
guna
(BTO).
Peraturan
Pemerintah
nomor
50
tahun
2007
tentang
Tata
Cara
Pelaksanaan
Kerjasama
Daerah
dinyatakan
bahwa
kerjasama
antara
pemerintah
daerah
dengan
Badan
Usaha
harus
disetujui
oleh
Dewan
Perwakilan
Rakyat
Daerah,
bila
kerjasama
tersebut
mengakibatkan
adanya
pemanfaatan
aset
pemerintah
daerah
Penelitian
ini
dilakukan
dengan
tujuan
menganalisis
peluang
wirausaha
bisnis
properti
melalui
pola
kerjasama
pemerintah-‐swasta
khususnya
dalam
pengembangan
seaport-‐waterfrontcity
dengan
mengambil
studi
kasus
di
Wilayah
Kaki
Jembatan
Suramadu–Madura
sisi
Surabaya.
Tantangan
wirausaha
bisnis
properti
melalui
pola
kerjasama
pemerintah-‐swasta
khususnya
dalam
pengembangan
seaport-‐waterfrontcity
adalah
lemahnya
pelayanan
perijinan
di
instansi
pemerintah.
Laporan
Doing
Business
2014,
Indonesia
di
posisi
ke-‐120
dari
segi
tingkat
kemudahan
berbisnis,
terendah
dibandingkan
6(enam)
negara
ASEAN
lainnya
(Singapura
ke-‐1,
Malaysia
ke-‐6,
Thailand
ke-‐18,
Brunei
Darussalam
ke-‐59,
Vietnam
ke-‐99
dan
Filipina
ke-‐108)
(Bank
Dunia
&
IFC,
2013).
Laporan
Doing
Business
2012
menunjukkan
perbaikan
prosedur
investasi
oleh
beberapa
pemerintah
daerah
melalui
kemudahan
dalam
mendirikan
usaha,
mengurus
perijinan
mendirikan
bangunan
dan
pendaftaran
properti
(Bank
Dunia
&
IFC,
2012).
Lemahnya
perijinan
menjadi
salah
satu
faktor
yang
menjadikan
Indonesia
rangking
ke-‐2
setelah
Rusia
dalam
Index
Korupsi
Kelompok
Negara
G-‐20
(G20
Watch,
2013).
Presiden
RI
Joko
Widodo
telah
menjanjikan
dalam
forum
APEC
2014
untuk
meningkatkan
kualitas
pelayanan
perijinan
melalui
optimalisasi
Unit
Pelayanan
Terpadu
Satu
Pintu
sehingga
pihak
swasta
dapat
dengan
mudah
dan
cepat
mengurus
administrasi
perijinan
di
instansi
pemerintah
(APEC,
2014)
Seaport-‐waterfrontcity
(kawasan
pesisir)
merupakan
kawasan
yang
strategis
dalam
konteks
pengembangan
wilayah
karena
karakteristik
dan
keunggulan
komparatif
dan
kompetitifnya.
Pengembangan
wilayah
merupakan
berbagai
upaya
untuk
memacu
perekembangan
sosial
ekonomi,
mengurangi
kesenjangan
antarwilayah,
dan
menjaga
kelestarian
lingkugan
hidup
pada
suatu
wilayah
(Fulyaningtyas,
2009).
Salah
satu
pengembangan
kawasan
pesisir
dapat
11
12
District
2
(Area
Commercial)
(3)
District
3
(Area
Urban
Housing
dan
Community
Center)
(4)
District
4
(Urban
Housing
dan
Commercial).
Total
luas
lahan
CBD
sebesar
608,278
m2,
dengan
biaya
Pembebasan
Lahan
CBD
senilai
Rp.
1,513
Trilyun
dan
biaya
Pembangunan
CBD
senilai
Rp.
36,557
Trilyun.
Pelaksanaan
pembebasan
lahan
serta
pembangunan
fisik
CBD
dilakukan
bertahap
maksimal
selama
5(lima)
tahun.
Analisis
dengan
HGB
30
tahun
dan
biaya
sewa
Rp
500.000,-‐
/m2
per
tahun
dengan
penjualan
optimis
100%,
penjualan
moderat
90%
dan
penjualan
pesimis
80%.
Berdasarkan
analisis
kelayakan
investasi
kawasan
CBD
pada
kondisi
optimis,
menunjukkan
hasil
yang
layak
dengan
NPV
Rp.
19.251.719.084.088,
IRR
18,51%,
PI
1,99
dan
PBP
11
tahun,
sedangkan
analisis
kelayakan
investasi
kawasan
CBD
pada
kondisi
moderat,
menunjukkan
hasil
yang
layak
dengan
NPV
Rp.
13.275.805.960.734,
IRR
16,82%,
PI
21,68
dan
PBP
13
tahun,
dan
analisis
kelayakan
investasi
kawasan
CBD
pada
kondisi
pesimis,
menunjukkan
hasil
yang
layak
dengan
NPV
Rp.
7.152.755.613.547,
IRR
14,34%,
PI
1,37
dan
PBP
17
tahun.
Berdasarkan
analisis
kelayakan
investasi
tersebut,
maka
pengembangan
pusat
bisnis
di
kaki
jembatan
Suramadu
sisi
Surabaya
layak
secara
bisnis
Kata
Kunci:
Kerjasama
Pemerintah-‐Swasta,
Wirausaha
Bisnis
Properti,
Kelayakan
Investasi
Area
Pengembangan
Kawasan
Kaki
Suramadu
sisi
Surabaya
(KKJSS)
13
DAFTAR
PUSTAKA
Bank
Dunia
&
IFC,
2012,
Doing
Business
di
Indonesia:
membandingkan
kebijakan
usaha
di
20
kota
dan
183
perekonomian,
The
World
Bank,
Washington
DC
USA
Bank
Dunia
&
IFC,
2013,
Doing
Business
2014:
Understanding
Regulations
for
Small
and
Medium-‐Size
Enterprises,
The
World
Bank,
Washington
DC
USA
BEI,
2013,
IDX
Statistics
2013,
BEI
Research
Divisions,
idx.co.id
BEI,
2013,
Performance
Summary
PT
Pembangunan
Jaya
Ancol
Tbk,
idx.co.id
BI,
2013,
Laporan
Kebijakan
Moneter-‐Ekonomi,
Moneter
&
Keuangan-‐Triwulan
IV
2013,
Jakarta,
bi.go.id
BI,
2013,
Perkembangan
Properti
Komersial-‐Triwulan
IV
2013,
Jakarta,
bi.go.id
Boston
Consulting
Group,
2013,
Asia's
Next
Big
Opportunity:
Indonesia's
Rising
Middle-‐Class
and
Affluent
Consumers,
bcg.com
BKPM,
2013,
Realisasi
Penanaman
Modal
PMDN-‐PMA
Q4-‐2013,
Jakarta,
bkpm.go.id
Direktorat
Jenderal
Pesisir
dan
Pulau-‐Pulau
Kecil,
2006,
Pedoman
Kota
Pesisir,
Kementerian
Kelautan
dan
Perikanan,
Jakarta
Fulyaningtyas,
Septerina,
2009,
Arahan
Pengembangan
Pantai
Timur
Surabaya
Sebagai
Kawasan
Ekowisata,
ITS:
Jurusan
PWK,
Surabaya
Kemendagri,
2010,
Neraca
APBD
2010,
Kementerian
Dalam
Negeri
RI,
Jakarta
Kemendagri,
2013,
Postur
APBD
Tahun
Anggaran
2013,
Kementerian
Dalam
Negeri
RI,
Jakarta
PP
no.
50
tahun
2007
tentang
Tata
Cara
Pelaksanaan
Kerjasama
Daerah
Rahmat,
Adipati,
2010,
Jakarta
Waterfront
City,
adipatirahmat.wordpress.com
Tiffin
R,
1999,
Practical
Techniques
for
Effective
Project
Investment
Appraisal,
Hawksmere
PLC
UU
no.
22
Tahun
1999
&
UU
no.34
tahun
2004
tentang
Otonomi
Daerah
Zaw,
Lin,
Shwe,
Theingi
&
Hlaing,
Maung,
2014,
Studies
of
the
Status
of
Central
Business
District
Area
(CBD)
in
Yangon,
Myanmar,
International
Journal
of
Emerging
Technology
and
Advanced
Engineering,
Volume
4,
Issue
5,
May
2014
14
MOTIVASI
MAHASISWA
UNTUK
BERWIRAUSAHA
I
Gede
Riana
gederiana@yahoo.com
Sayu
Ketut
Sutrisna
Dewi
sutrisnadewi@yahoo.com
Fakultas
Ekonomi
dan
Bisnis
(FEB)
Universitas
Udayana
Abstrak:
Badan
Pusat
Statistik
(BPS)
mencatat
angka
pengangguran
pada
tahun
2013
sebesar
5,92%
(7,17
juta)
di
mana
360
ribu
pengangguran
adalah
lulusan
perguruan
tinggi.
Melihat
kondisi
tersebut
entrepreneurial
activity
di
perguruan
tinggi
masih
perlu
ditingkatkan
lagi.
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
menganalisis
pengaruh
motivasi
(yang
terdiri
dari:
toleransi
akan
risiko,
keberhasilan
diri
dalam
berwirausaha,
dan
keinginan
merasakan
kebebasan
dalam
bekerja)terhadap
minat
berwirausaha
para
mahasiswa.
Menggunakan
responden
para
mahasiswa
semester
akhir(VI),
penelitian
ini
mengambil
99
orang
mahasiswa
sebagai
sampel.
Data
yang
telah
terkumpul
dianalisis
dengan
menggunakan
analisis
regresi
linear
berganda.
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
toleransi
akan
risiko,
keberhasilan
diri
dalam
berwirausaha,
dan
keinginan
merasakan
kebebasan
dalam
bekerja
berpengaruh
positif
dan
signifikan,
baik
secara
parsial
dan
simultan
terhadap
minat
para
mahasiswa
untuk
berwirausaha.
Hasil
lain
juga
menunjukkan
bahwa
terdapat
perbedaan
minat
berwirausaha
antara
mahasiswa
yang
memiliki
orang
tua
wirausaha
dan
bukan
wirausaha.
Implikasi
dari
penelitian
ini
menunjukkan
perlu
adanya
model
pembelajaran
kewirausahaan
yang
tepat
bagi
para
mahasiswa.
Dengan
metode
pembelajaran
yang
tepat
diharapkan
mampu
memperkuat
atau
meningkatkan
motivasi
para
mahasiswa
untuk
berwirausaha.
Kata
kunci:
motivasi,
minat
berwirausaha
15
DISONANSI
KOGNITIF
DAN
SIKAP
TERHADAP
PERUBAHAN
PERILAKU
PEROKOK
(Studi
pada
Konsumen
Rokok
di
Kota
Jombang)
Siti
Zuhroh
zuhroh.stie@gmail.com
Abstrak:
Stimuli
yang
dilakukan
perusahaan
rokok
dengan
mencantumkan
peringatan
‘Merokok
Membunuhmu’
dan
gambar-‐gambar
seram
di
kemasan
rokok
tentunya
akan
memberikan
informasi
negatif
bagi
Perokok
yang
akan
menimbulkan
kecemasan,
kebingungan
dan
perasaan
tidak
menyenangkan,
padahal
mereka
saat
ini
adalah
pengkonsumsi
rokok,
sehingga
situasi
ini
menimbulkan
disonansi.
Secara
teori
situasi
disonansi
akan
diikuti
dengan
upaya
konsumen
agar
terjadi
situasi
yang
selaras
(konsonan)
kembali.
Tidak
mudah
bagi
perokok
untuk
merubah
perilakunya,
karena
sikap
yang
dibangun
selama
ini
sebagai
upaya
pembenaran
atas
apa
yang
dilakukan
terhadap
tubuhnya
sikap
(ego-‐defensive).
Tujuan
penelitian
ini
adalah
untuk
mengetahui
apakah
disonansi
kognitif
akan
berpengaruh
terhadap
perubahan
perilaku
perokok,
apakah
sikap
berpengaruh
terhadap
perubahan
perilaku
perokok.
Kata
Kunci:
Disonansi
Kognitif,
Sikap,
dan
Perubahan
Perilaku
Perokok.
16
KIAT
SUKSES
SEORANG
ENTREPRENEUR
(
Studi
Entrepreneurship
Soetrisno
Bachir
Dalam
Perspektif
Hermeneutika
Gadamerian
)
Dr.
Sunarta,
SE.,MM.
Abstrak:
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
menelusuri
proses
dan
arah
kesadaran
identitas
(konsep
diri)
dalam
mengkaji
fenomena
sukses
dalam
entrepreneur.
Penelitian
ini
akan
mengungkap
realitas
subyektif
dari
sisi
seorang
yang
memasuki
dunia
entrepreneurship
dari
lingkungan
internal
maupun
eksternal.
Disamping
penelusuran
sebuah
proses
entrepreneur,
penelitian
ini
ingin
mengetahui
pemahaman
subyek
mengenai
orientasi
sosial
yang
meliputi
pilihan
karier
dan
motif
setelah
menjadi
entrepreneur
serta
bagaimana
cara
manajemen
diri
baik
dengan
orang
lain
maupun
dengan
sesama
entrepreneur.
Penelitian
ini
menggunakan
pendekatan
kualitatif
perspektif
Hermeneutika
Gadamerian.
Menurut
pandangan
Gadamer,
pemahaman
yang
benar
adalah
pemahaman
yang
mengarah
pada
tingkat
ontologis
bukan
metodologis,
artinya
kebenaran
dapat
dicapai
bukan
melalui
metode
tetapi
melalui
dialektika
dengan
mengajukan
banyak
pertanyaan.
Dengan
demikian
bahasa
menjadi
medium
sangat
penting
bagi
terjadinya
dialog.
Sebagai
metode
tafsir,
hermeneutika
menjadikan
bahasa
sebagai
tema
sentral.
Dalam
aliran
filsafat
hermeneutika
Gadamerian
memandang
makna
dicari,
dikontruksi
dan
direkontruksi
oleh
penafsir
sesuai
konteks
penafsir
dibuat
sehingga
makna
teks
tidak
pernah
baku,
senantiasa
berubah
tergantung
dengan
bagaimana,
kapan
dan
siapa
pembacanya.
Temuan
penelitian
bahwa
seorang
entrepreneur
yang
sukses
adalah
yang
aktif
dan
kreatif,
melakukan
taktik
dan
strategi
baru,
serta
mampu
mengatasi
dalam
menghadapi
dinamika
gejolak
sosial
dan
ekonomi.
Mampu
mengkomunikasikan
pola
pikirnya
dalam
berbisnis,
mau
belajar
sepanjang
hayat
tentang
komunikasi,
gagasan
baru,
ide
baru,
fakta
baru
dan
konsep
baru
dalam
berbisnis.
Proses
menjadi
seorang
entrepreneur
sukses
dipengaruhi
oleh
internal
keluarga
dan
lingkungan
eksternal,
pendidikan
kewirausahaan
sejak
usia
dini,
pola
pikir
yang
melingkupinya,
pilihan
hidup,
sering
melakukan
komunikasi
dengan
para
pebisnis
senior,
dan
menerapkan
prinsip
kehati-‐hatian
dalam
berbisnis.
Kata
kunci
:
Kiat
Sukses,
Entrepreneur,
Hermeneutika,
Gadamer
17
PENGARUH
NILAI
YANG
DIPERSEPSIKAN
PELANGGAN,
KEPUASAN
DAN
BRAND
LOVE
TERHADAP
LOYALITAS
PELANGGAN
(Studi
pada
Pengguna
Mobil
Honda
Jazz
di
Kota
Malang)
Silvana
Praditya
P
(126020217011004)
Dr.
Noermijati,
SE.,
MTM
Dr.
Christin
Susilowati,
SE.,
M.Si
Program
Magister
Manajemen
Pascasarjana
Fakultas
Ekonomi
dan
Bisnis
Universitas
Brawijaya
Malang
Abstrak:
Penelitian
ini
dilatarbelakangi
oleh
perkembangan
globalisasi
dunia
terutama
pada
sektor
otomotif.
Berbagai
macam
produsen
mobil
dengan
nama
terkenal
sudah
tidak
asing
pada
masyarakat
saat
ini.
Salah
satu
produsen
mobil
ternama
adalah
Honda.
Honda
menawarkan
beberapa
macam
produk
mobil
yang
salah
satunya
adalah
Honda
Jazz
yang
masuk
dalam
kategori
mobil
hatchback
dengan
berbagai
macam
penghargaan.
Persaingan
yang
begitu
ketat
menyebabkan
perusahaan
harus
mengetahui
kondisi
pasar
dan
memahami
strategi
yang
harus
dilakukan.
Strategi
yang
dapat
diterapkan
adalah
pemasaran
berbasis
pelanggan
dengan
membuat
pelanggan
tersebut
loyal.
Loyalitas
yang
merupakan
aset
penting
dalam
sebuah
perusahaan
diharapkan
akan
membawa
perusahaan
pada
tujuan
bisnisnya.
Tujuan
penelitian
ini
adalah
untuk
mengetahui
pengaruh
variabel
nilai
yang
dipersepsikan
pelanggan,
kepuasan,
dan
brand
love
terhadap
loyalitas
pelanggan.
Penelitian
ini
menggunakan
200
sampel
responden
yang
menggunakan
mobil
Honda
Jazz
di
Kota
Malang.
Teknik
sampling
yang
digunakan
adalah
non
probability
sampling
dengan
analisis
data
menggunakan
Partial
Least
Square
Path
Modelling
(PLS-‐PM).
Hasil
penelitian
ini
didapatkan
bahwa
kepuasan
dan
brand
love
memiliki
hubungan
secara
langsung
terhadap
loyalitas
pelanggan
sedangkan
nilai
yang
dipersepsikan
pelanggan
tidak
memiliki
hubungan
secara
langsung
terhadap
loyalitas.
Kata
Kunci:
Pengaruh,
nilai
yang
dipersepsikan
pelanggan,
kepuasan,
brand
love,
loyalitas
pelanggan.
18
THE
EFFECT
OF
PERSONALITY
AND
GOOD
GOVERNANCE
ON
THE
ENTERPRISES
PERFORMANCE
(A
Study
on
the
Enterpreneurs
of
Small-‐Scale
Processing
Industries
in
Kendari)
Prof.Murdjani
K
Abstract:
This
research
aimed
to
determine
and
analyse
the
effect
of
personality
on
the
enterprises’
performance,
the
effect
of
good
governance
on
the
enterprises’
performance,
and
the
effect
of
personality
along
with
good
governance
simultaneously
on
the
enterprises’
performance.
The
study
used
a
quantitative
approach,
with
multivariate
regression
analysis.
The
data
were
collected
from
questionnaire,
as
the
main
instrument
of
the
study,
which
was
administered
to
the
respondents.
The
total
number
of
respondents
in
this
study
was
33
small-‐scale
entrepreneurs
of
industrial
sectors
in
Kendari
city.
The
results
of
the
study
showed
that
personality
has
a
significant
effect
on
performance
of
enterprises,
good
governance
has
no
significant
effect
on
performance
of
enterprises,
and
simultaneously
personality
along
with
good
governance
have
significant
effecton
the
enterprises’
performance.
Keywords:
personality,
good
governance,
performance
of
enterprises
19
STRATEGI
PENGEMBANGAN
MICRO
FINANCE
BADAN
LAYANAN
UMUM
DAERAH
(BLUD)
DI
KOTA
KENDARI
PROVINSI
SULAWESI
TENGGARA
Dr.
Nasrul
SE.
MSi
Astrak:
Penelitian
ini
dilatar
belakangi
oleh
semakin
tingginya
angka
kemiskinan
masyarakat
kota
kendari
membuat
Pemerintah
Kota
(Pemkot)
melakukan
berbagai
upaya.
Beberapa
program
telah
dilakukan
dalam
penanggulangan
kemiskinan
salah
satunya
adalah
pemberian
bantuan
bagi
usaha
kecil
dan
mikro.
Desentralisasi
ekonomi
memberikan
peluang
sangat
besar
bagi
pemerintah
daerah
mengelola
secara
mandiri
sumberdaya
(alam,
modal,
budaya
dan
manusia),
infrastruktur,
institusi
ekonomi,
teknologi
yang
dimiliki
daerah
untuk
pembangunan
daerah.
Selain
itu,
pemerintah
daerah
dapat
meningkatkan
pelayanan
ideal
dalam
bidang
pendidikan,
kesehatan,
dan
infrastruktur
dasar
untuk
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat
serta
dapat
mewujudkan
pembangunan
daerah
berkelanjutan.
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
dapat
menganalisis
dan
menjelaskan
Strategi
pengembangan
Micro
financedi
Kota
Kendari
Provinsi
Sulawesi
Tenggara
yang
disebut
Badan
Layanan
Umum
Daerah
(BLUD).
Penelitian
ini
dilakukan
pada
nasabah
kredit
Micro
financeBadan
Layanan
Umum
Daerah
(BLUD)
dengan
menggunakan
sampel
sebanyak
156
orang
responden.
Penelitian
ini
menggunakan
Analisis
Kualitatif.
Kata
Kunci:
Strategi,
Micro
Finance,
Badan
Layanan
Umum
Daerah
(BLUD)
20
ARE
YOU
A
LOYAL
ENTREPRENEUR?
A
PERSPECTIVE
OF
SOCIAL
MARKETING
PARADIGM
Risca
Fitri
Ayuni
Ananda
Sabil
Hussein
Fakultas
Ekonomi
Dan
Bisnis
Universitas
Brawijaya
Malang
sabil@ub.ac.id
Abstract:
While
scholars
have
claimed
the
importance
of
entrepreneurship,
the
number
of
individuals
who
chose
to
be
an
entrepreneur
in
Indonesia
is
considered
lower
compare
to
other
countries.
Only
around
1.26%
of
Indonesians
choose
a
career
as
an
entrepreneur.
This
situation
pushes
government
and
academicians
to
propose
strategies
in
increasing
the
number
of
entrepreneurs
in
Indonesia.
Social
marketing
is
an
alternative
paradigm
that
can
be
used
to
study
about
entrepreneurship
behaviour.
In
general,
scholars
(Brennan
&
Binney,
2008;
Parkinson
et
al.,
2012;
Zainuddin
et
al.,
2011)
argue
that
social
marketing
is
a
tool
to
attain
socially
desirable
goals
in
health,
wellbeing
and
sustainable
enterprises.
In
the
easier
way,
social
marketing
is
about
the
use
of
marketing
tools
in
chaning
individual’s
behaviour.
Reflecting
this
definition,
in
investigating
entrepeneurship
behaviour,
scholars
might
to
use
the
concept
of
loyalty
which
has
been
widely
recognized
as
a
strong
marketing
concept.
Loyalty
is
about
the
sustainability
of
behaviour.
While
many
studies
have
discussed
about
loyalty
in
the
domain
of
comemrcial
marketing
(Arjun
Chaudhuri
&
Holbrook,
2013;
Back,
2003;
Li
&
Petrick,
2008;
Suhartanto,
Clemes,
&
Dean,
2013),
only
Parkinson,
Russell-‐Bennett,
&
Previte
(2012)
who
have
investigated
this
concept
in
the
area
of
social
marketing.
Addressing
the
current
research
gaps,
this
study
aims
to
investigate
the
determinant
of
individual’s
behavioural
loyalty
to
choose
a
career
as
an
entrepreneur.
To
get
a
comprehensive
findings,
this
study
used
social
marketing
paradigm.
According
to
several
several
behavioural
theories
such
as
The
Theory
of
Planned
Behaviour
(Ajzen,
1991),
Theory
of
Interpersonal
behaviour
(Valois,
Desharnais,
&
Godin,
1988)
and
Technological
Acceptance
Model
(Davis,
1985),
individual’s
behaviour
is
predicted
by
several
factors
such
as
intention,
attitude,
subjective
norms
and
self-‐efficacy.
To
be
suit
with
this
study,
some
modifications
were
conducted.
For
this
study,
individual’s
loyalty
to
be
entrepreneur
would
be
considered
as
an
actual
behaviour
while
the
intention
to
be
loyalt
to
choose
a
career
as
an
entrepreneur
is
considered
as
an
attitudinal
loyalty.
The
rest
of
factors
such
as
attitude,
self-‐efficacy
and
subjective
norms
ared
considered
same.
Hence,
based
on
some
previous
studies,
this
study
proposed
four
hypotheses.
They
are:
H1:
Attitudinal
loyalty
has
a
significant
effect
on
behavioural
loyalty
H2
:
Attitude
has
a
significant
effect
on
attitudinal
loyalty
H3
:
Self-‐efficacy
has
a
significant
effect
on
attitudinal
loyalty
H4
:
Subjective
norms
have
a
significant
effect
on
attitudinal
loyaly
21
To
tests
these
hypotheses,
this
study
employed
Partial
Least
Squares
(PLS).
One
hundred
and
twenty
respondents
participated
in
this
study.
Convinience
sampling
was
used
to
collect
sample
from
some
entrepreneurs
in
Malang
Raya.
In
applying
PLS
this
study
examined
the
inner
and
outer
model.
The
findings
of
inner
and
outer
model
indicate
that
both
measures
and
model
are
robust
(see
appendix
1).
Hence,
the
hypotheses
tests
can
be
conducted.
The
Hypotheses
testings,
show
that
all
hypotheses
are
suppoted
(p
<0,05)
–
see
appendix
2
for
hypotheses
testings.
Based
on
hypotheses
testings,
this
study
found
that
individual’s
who
has
been
loyal
to
choose
a
career
as
an
entrepreneur
is
determined
by
their
attitudinal
loyalty.
It
mens
to
make
a
loyalty
behaviour,
intention
plays
an
important
role.
Moreover,
since
attitudinal
loyalty
has
been
found
to
be
a
robust
predictor
of
individual’s
loyalty,
this
study
indicates
that
attitude
to
be
an
entrepeneur,
self-‐
efficacy
and
environment
surrounding
the
entrepreneurs
significantly
influence
attitudinal
loyalty.
It
can
be
concluded
theoretically,
this
study
contributes
that
in
the
domain
social
marketing,
some
commercial
marketing
theories
such
as
TPB,
theory
or
interpersonal
behaviour
and
technological
acceptance
model
can
also
be
used
in
social
marketing
study
especially
in
predicting
entrepereneurship
behaviour.
Practically,
this
study
provide
a
guidelines
for
social
marketers
and
educators
in
creating
program
enhancing
individual’s
to
be
an
entrepreneur.
Appendix
1
–
Inner
and
Outer
Model
Evaluation
Factor
Composite
Loadings
AVE
Reliability
R2
AL_1
0.787
AL_2
0.736
AL_3
0.718
AL_4
0.632
AL_5
0.756
AL_6
0.792
0.534
0.932
0.561
AL_7
0.738
AL_8
0.733
AL_9
0.771
AL_10
0.722
AL_11
0.683
AL_12
0.683
BL_1
0.791
BL_2
0.893
0.751
0.900
0.369
BL_3
0.911
Attd_1
0.747
Attd_2
0.699
0.517
0.762
Attd_4
0.709
SE_1
0.756
SE_2
0.827
0.617
0.866
SE_3
0.791
SE_4
0.767
22
SN_1
0.843
SN_2
0.829
0.691
0.900
SN_3
0.829
SN_4
0.825
Appendix
2
–
Hypotheses
Testings
T
Statistics
P
Path
(|O/STERR|)
Values
Attitude
-‐>
Attitudinal
Loyalty
0.211
2.977
0.003
Attitudinal
Loyalty
-‐>
behavioural
Loyalty
0.607
9.782
0.000
Self-‐efficacy
-‐>
Attitudinal
Loyalty
0.340
5.685
0.000
Subjective
Norms
-‐>
Attitudinal
Loyalty
0.384
6.066
0.000
23
TENUN
SARUNG
SAMARINDA:
MEMBANGUN
ENTERPRENEURSHIP
DALAM
BINGKAI
KEARIFAN
LOKAL
*
Dhina
Mustika
Sari
Bramantika
Oktavianti
Sunarso
Triana
Fitriastuti
Abstract:
Sarong
Samarinda
is
cultural
heritage
of
Samarinda,
The
product
has
a
strong
local
knowledge.
High
economic
potential
encourage
efforts
to
increase
the
popularity
of
Sarong
Samarinda
and
preserve
it.
The
effort
is
similar
with
the
Government's
policy
of
Samarinda
in
2012,
that
has
launched
Weaving
Village
located
in
Samarinda
Seberang
as
a
national
tourism
destination.
This
make
opportunities
for
the
empowerment
of
the
real
sector
and
the
creative
economy
(SMEs)
in
the
sector
support
such
Weaving
Village
tourist
restaurants,
hotels,
parking
lots
representative,
tour
guides
from
the
local
population,
gallery,
showroom
products
and
business
locations
that
can
serve
as
a
workshop
be
focus
in
the
development
of
cultural
tourism.
In
general,
the
development
of
weaving
Samarinda
constraint
lies
in
the
low
absorption
of
this
product
market.
Availability
of
adequate
coordination
of
the
weavers,
the
government,
and
the
private
sector
in
the
development
of
this
product
is
absolutely
necessary.
Maximizing
the
transfer
of
technical
knowledge
related
to
the
production,
marketing
patterns,
as
well
as
financial
information
required
to
enrich
the
quality
of
human
resources.
The
formation
of
a
third
institution,
is
expected
to
become
an
independent
party
whose
role
is
to;
(1)
Maintaining
the
stability
of
suppply
of
raw
materials,
in
terms
of
quantity
and
quantity
of
raw
material
prices,
(2)
Maintaining
the
stability
and
uniformity
of
the
sale
price
in
order
not
to
harm
the
weavers,
(3)
Provide
a
channel
of
distribution,
(4)
By
continuously
providing
knowledge
transfer
facilities
associated
with
production
and
non-‐
production
processes,
and
(5)
Being
a
guarantor
and
distributor
of
doors
for
financing
undertaken
by
banks
and
non-‐banking
to
the
weavers,
in
order
to
help
the
financing
provided
can
be
properly
distributed.
Keywords:
local
wisdom,
Weaving,
Economics
Strengthening
24
MEDICAL
TOURISM
IN
INDONESIA:
A
BLUE
OCEAN
STRATEGY
Nurhasanah
Siwitri
Kadarsih
Mahasiswa
Program
S3
Manajemen
Universitas
Bengkulu
Hospitals
are
simultaneously
perhaps
the
most
complex
of
purposeful
organizations
and
they
exist
in
perhaps
the
most
turbulent
industry
environment.
Hospitals
constantly
deal
with
life
or
death
matters
and
must
address
“customer”
needs
from
customers
who
are
not
directly
paying
for
the
services
they
receive.
In
many
cases,
the
patient-‐customer
is
completely
unaware
of
the
costs
incurred
in
hospital
treatments
and
procedures.(Heine
and
Maddox,2010)
In
hospitals,
over
the
years,
a
variety
of
models
and
schemes
for
hospital
interventions
and
development
have
been
deployed
(Friesner,
2009).
A
typical
approach
is
to
hire
external
consultants
to
plan
and
implement
organizational
change
efforts
or
interventions
involving
a
wide
variety
of
approaches
(Hosford,
2008).
Hospitals
and
physicians
have
to
be
on
the
lookout
for
clauses
in
their
managed
care
contracts.
Many
include
subtle
"most
favored
nations"
provisions
that
the
hospital
and/or
its
physicians
may
have
inadvertently
overlooked
during
negotiations
that
could
cause
problems
in
advertising
packages
with
high
pricing
transparency.
Medical
and
Wellness
tourism
are
terms
quite
commonly
used
when
describing
people
seeking
some
form
of
medical
and
personal
well-‐being
treatment
and
at
the
same
time
adding
some
leisure
activities
onto
the
agenda.
Medical
Tourism
involves
people
travelling
to
a
different
place
to
receive
treatment
for
a
disease,
ailment,
or
condition,
and
who
are
seeking
lower
cost
of
care,
higher
quality
of
care,
better
access
to
care,
or
different
care
than
they
could
receive
at
home.
Wellness
Tourism,
on
the
other
hand,
involves
people
who
travel
to
a
different
place
to
proactively
pursue
activities
that
maintain
or
enhance
their
personal
health
and
well-‐being,
and
who
are
seeking
unique,
authentic,
or
location-‐based
experiences
that
are
not
available
at
home.
Hence
medical
and
wellness
tourism
cater
to
the
two
segments
of
the
sick
and
healthy
seeking
medical
attention
for
different
reasons.
Global
medical
tourism
has
an
impressive
20%
CAGR
with
revenue
projected
to
grow
to
USD100b
by
2012.
Over
50
countries
have
identified
medical
tourism
as
a
national
industry.
Asia’s
medical
tourism
industry
has
also
been
growing,
with
a
double
digit
CAGR
that
means
it
is
expected
to
reach
US$
8.5
Billion
by
2013.(Yap
,Chern
Chet,2013).
Medical
tourism
has
boomed
in
Southeast
Asia
with
Thailand
most
famous
for
its
private
hospitals
treating
a
vast
range
of
conditions
and
drawing
patients
from
all
over
the
world.
Singapore
and
Malaysia
have
also
experienced
a
healthcare
tourism
boom.
Indonesia
is
not
a
centre
for
healthcare
tourism:
it
is
a
source
of
patients
for
its
next-‐door
neighbours.
Regulations
which
prevent
foreign
doctors
from
practicing
have
hampered
foreign
direct
investment
into
the
medical
sector.
If
Indonesia
were
to
deregulate
its
healthcare
sector
–
and
allow
foreign
doctors,
surgeons
and
specialist
nurses
to
work
alongside;
train
and
lead
25
26
27
28
PENGARUH
ORIENTASI
KEWIRAUSAHAAN
TERHADAP
KINERJA
USAHA
(STUDI
PADA
UKM
DI
TIMOR
LESTE)
Augusto
da
Conceicao
Soares
Moeljadi
Jurusan
Manajement
Fakultas
Ekonomi
dan
Bisnis,
Univ.
Brawijaya
Abstract:
Tujuan
penelitian
ini
untuk
menganalisis
dan
menjelaskan
pengaruh
orientasi
kewirausahaan
terhadap
kinerja
usaha
dan
pengaruh
orientasi
kewirasuahan
dan
kebijakan
pemerintah
sebagai
variabel
moderasi
terhadap
kierja
usaha.
Penelitian
ini
dilakukan
ibu
kota
Dili,
Baucau
dan
Maliana
dari
13
distric
yang
ada
di
Timor
Leste.
Populasi
dalam
Penelitain
ini
275
UKM
dari
tiga
distrik
(Dili,
Baucau
dan
Maliana)
yang
ada
di
Negara
Repulbica
de
Timor
leste
dengan
penetuan
sampel
jenuh,
dari
jumlah
tersebut
hanya
157
angket
yang
berhasil
dikumpulkan
dengan
responden
rate
dari
penelitian
ini
57,1%.
Teknik
Analisis
Data
dengan
menggunakan
Generalized
Structured
Component
Analysis
(GSCA).
Berdasarkan
hasil
penelitian
menunjukan
adanya
pengaruh
orientasi
kewirausahaan
terhadap
kinerja
usaha
artinya
Semakin
baik
orientasi
kewirausahaanmaka
akan
semakin
tinggi
kinerja
usaha
kecil
menengah.
Kata
kunci:
Orientasi
Kewirausahaan,
Kinerja
Usaha.
29
PENGARUH
ORIENTASI
KEWIRAUSAHAAN
TERHADAP
KINERJA
USAHA
YANG
DI
MODERASI
OLEH
KEBIJAKAN
PEMERINTAH
(STUDI
PADA
UKM
DI
TIMOR
LESTE)
Augusto
da
Conceicao
Soares
Moeljadi
Economics
and
Business
Faculty,
Brawijaya
University,
Indonesia
Solimun
Basic
Science
Faculty
of
Brawijaya
University,
Indonesia
Abstract:
Tujuan
penelitian
ini
untuk
menganalisis
dan
menjelaskan
pengaruh
orientasi
kewirausahaan
terhadap
kinerja
usaha
dan
pengaruh
orientasi
kewirasuahan
dan
kebijakan
pemerintah
sebagai
variabel
moderasi
terhadap
kierja
usaha.
Penelitian
ini
dilakukan
ibu
kota
Dili,
Baucau
dan
Maliana
dari
13
distrik
yang
ada
di
Timor
Leste.
Populasi
dalam
Penelitain
ini
275
UKM
dari
tiga
distrik
(Dili,
Baucau
dan
Maliana)
yang
ada
di
Negara
Repulbica
de
Timor
leste
dengan
penetuan
sampel
jenuh,
dari
jumlah
tersebut
hanya
157
angket
yang
berhasil
dikumpulkan
dengan
responden
rate
dari
penelitian
ini
57,1%.
Teknik
Analisis
Data
dengan
menggunakan
Generalized
Structured
Component
Analysis
(GSCA).
Berdasarkan
hasil
penelitian
menunjukan
adanya
pengaruh
orientasi
kewirausahaan
terhadap
kinerja
usaha
artinya
Semakin
baik
orientasi
kewirausahaanmaka
akan
semakin
tinggi
kinerja
usaha
kecil
menengah,
tidak
adanya
pengaruh
orientasi
kewirasuahan
terhadap
kinerja
usaha
yang
dimoderasi
oleh
kebijakan
pemerintah
yang
menunjukan
bahwa
kebijakan
pemerintah
tidak
berpengaruh
sebagai
variabel
moderasi
maupun
sebagai
variabel
independent
dalam
mendorong
meningkatnya
kinerja
UKM.
Kata
kunci:
Orientasi
Kewirausahaan,
Kebijkan
Pemerintah,
Kinerja
Usaha.
30
PARTICIPATION
INDEX
A
Andajani,
Erna
Universitas
Surabaya,
Surabaya
Ashar,
Khusnul
Universitas
Brawijaya,
Malang
Asiyah,
Siti
Universitas
Brawijaya,
Malang
Ayuni,
Risca
Fitri
Universitas
Brawijaya,
Malang
B
Badriyah,
Nurul
Universitas
Islam,
Lamongan
D
Dewi,
Sayu
Ketut
Sutrisna
Universitas
Udayana,
Bali
F
Fitriastuti,
Triana
Universitas
Mulawarman,
Samarinda
H
Hadiwidjojo,
Djumilah
Unversitas
Brawijaya,
Malang
Harianto,
Gustian
Haryanto,
Agus
Hussein,
Ananda
Sabil
Universitas
Brawijaya,
Malang
K
Kadarsih,
Siwitri
Universitas
Bengkulu,
Bengkulu
M
Marhadi,
Marhadi
Universitas
Riau,
Pekanbaru
Moeljadi,
Moeljadi
Universitas
Brawijaya,
Malang
Murdjani
Universitas
Haluleo,
Kendari
N
Nasrul
Universitas
Haluoleo,
Kendari
Noermijati
Universitas
Brawijaya,
Malang
Nurhasanah,
Nurhasanah
Universitas
Bengkulu,
Bengkulu
O
Oktavianti,
Bramantika
Universitas
Mulawarman,
Samarinda
P
Puri,
Chandrainy
Purnomo,
Silvana
Praditya
Universitas
Brawijaya,
Malang
R
Riana,
I
Gede
Universitas
Udayana,
Bali
S
Sari,
Dhina
Mustika
Universitas
Mulawarman,
Samarinda
Sasono,
Agus
Dwi
31
32
TENUN SARUNG SAMARINDA:
MEMBANGUN ENTERPRENEURSHIP DALAM BINGKAI KEARIFAN LOKAL *
ABSTRACT
Sarong Samarinda is cultural heritage of Samarinda, The product has a strong local
knowledge. High economic potential encourage efforts to increase the popularity of Sarong
Samarinda and preserve it. The effort is similar with the Government's policy of Samarinda in
2012, that has launched Weaving Village located in Samarinda Seberang as a national tourism
destination. This make opportunities for the empowerment of the real sector and the creative
economy (SMEs) in the sector support such Weaving Village tourist restaurants, hotels,
parking lots representative, tour guides from the local population, gallery, showroom
products and business locations that can serve as a workshop be focus in the development of
cultural tourism. In general, the development of weaving Samarinda constraint lies in the low
absorption of this product market. Availability of adequate coordination of the weavers, the
government, and the private sector in the development of this product is absolutely
necessary. Maximizing the transfer of technical knowledge related to the production,
marketing patterns, as well as financial information required to enrich the quality of human
resources. The formation of a third institution, is expected to become an independent party
whose role is to; (1) Maintaining the stability of suppply of raw materials, in terms of quantity
and quantity of raw material prices, (2) Maintaining the stability and uniformity of the sale
price in order not to harm the weavers, (3) Provide a channel of distribution, (4) By
continuously providing knowledge transfer facilities associated with production and non-
production processes, and (5) Being a guarantor and distributor of doors for financing
undertaken by banks and non-banking to the weavers, in order to help the financing provided
can be properly distributed.
Keywords: local wisdom, Weaving, Economics Strengthening
B. Rumusan Masalah
Sebagai produk khas Kaltim, tenun Sarung Samarinda tidak terlepas dari permasalahan yang
berdampak pada stabilitas produksi dan tingkat penjualan produk yang bersangkutan. Hal ini tentu
menimbulkan efek berantai dan reprosikal satu sama lain. Minimnya referensi dan literatur ilmiah
terkait dengan usaha ini, kemudian menyulitkan upaya penyelematan yang perlu dilakukan dalam
rangka melestarikan budaya Kaltim. Tujuan utama riset ini adalah memberikan deskripsi lengkap terkait
produksi Sarung Samarinda, dari hulu ke hilirnya. Deskripsi lengkap dan pemetaan permasalahan
merupakan salah satu upaya penyelamatan secara ilmiah yang dapat ditempuh sehingga ditemukan
permasalahan dan solusi yang sesuai dengan karakteristik usaha tersebut.
C. Kajian Teoritis
Identifikasi Jenis Klaster
Deskripsi awal mengenai pemetaan masalah usaha tenun Sarung Samarinda digambarkan
melalui jenis kelompok atau klasternya. Klaster dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
a. Menurut Porter, kluster terbagi atas: (1) klaster teknologi (kelompok dengan sadar menggunakan
ilmu pengetahuan dan teknologi modern) dan (2) klaster know-how (anggota kelompok
menggunakan pengalaman dan pengetahuan turun-temurun.
b. Technical Assistance Asian Development Bank (TAADB) membagi klaster menurut dinamika
anggotanya menjadi : 1. klaster tidak aktif (dormant), 2. kluster aktif dan 3. Klaster dinamis (viable).
Klaster tidak aktif memiliki ciri-ciri sebagai berikut : a. Produk tidak berkembang (cenderung
mempertahankan produk yangsudah ada); b. Teknologi tidak berkembang (memakai teknologi yang
ada, biasanya tradisional, tidak ada investasi untuk peralatan dan mesin); c. Pasar lokal
(memperebutkan pasar yang sudah ada, tidak termotivasiuntuk memperluas pasar, ini mendorong
terjadinya persaingan padatingkat harga bukan kualitas) dan tergantung pada
perantara/pedagangantara; d. Tingkat keterampilan pelakunya statis (keterampilan turun
temurun); e. Tingkat kepercayaan pelaku dan antar pelaku rendah (modal sosialnyarendah,
mendorong saling menyembunyikan informasi pasar, teknisproduksi dsb); f. Informasi pasar sangat
terbatas. Klaster Aktif memiliki ciri-ciri sebagai berikut: Produk berkembang sesuai dengan
permintaan pasar (kualitas); Teknologi berkembang untuk memenuhi kualitas produk di pasar;
Pemasaran lebih aktif mencari pembeli; Terbentuknya informasi pasar (Berkembangnya kegiatan
bersama untuk produksi dan pasar (misalnya pembelian bahan baku bersama, kantor pemasaran
bersama dan seterusnya). Klaster Dinamis memiliki ciri-ciri sebagai berikut :Terbentuknya
spesialisasi antar perusahaan dari klaster (misalnya: untukindustri logam ada spesialisasi
pengecoran, pembuatan bentuk,pemotongan dan sebagainya); Klaster mampu menciptakan produk
baru yang dibutuhkanpasar/konsumen; Teknologi berkembang sesuai dengan inovasi produk yang
dihasilkan; Berkembangnya kemitraan dengan industri terkait baik dalampengembangan produk,
pengembangan teknologi maupun menjadi bagianindustri terkait; Berkembangnya kelembagaan
klaster; Berkembangnya informasi pasar
c. Menurut Kementerian Negara Koperasi dan UKM, kluster terbagi atas: (1) klaster regional (lebih
menitik beratkan pada pengelompokkan usaha dalam satu wilayah dengan batasan yang jelas, atau
D. Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kampung Tenun, yakni Kelurahan Baqa dan Masjid, Kecamatan
Samarinda Seberang. Seluruh pelaku usaha tenun Sarung Samarinda di wilayah tersebut menjadi sampel
dalam penelitian ini. Jumlah pelaku usaha untuk komoditas Sarung Samarinda diperkirakan berjumlah
lebih dari 200 pelaku usaha, dengan rincian sebagai berikut; 3 supplier benang, 200 orang penenun, dan 8
distributor atau agen yang memiliki gerai.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, di mana yang dimaksud dengan penelitian
kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif, berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati, didukung dengan studi literatur atau studi kepustakaan
berdasarkan pendalaman kajian pustaka sehingga realitas dapat dipahami dengan baik (Moleong, 2004:
3). Tujuan utama penelitian ini memberikan deskripsi lengkap terkait dengan usaha tenun Sarung
Samarinda, dari hulu ke hilirnya. Berpijak pada tujuan tersebut maka paradigma Interpretif dinilai tepat
untuk menjadi alternatif pendekatan dalam penelitian ini. Paradigma Interpretif, yang dalam banyak hal
juga disebut sebagai paradigma konstruktif menekankan bahwa penelitian pada dasarnya dilakukan
untuk memahami realitas dunia apa adanya (Ludigdo, 2005;52). Metode fenomenologi tepat digunakan
untuk memahami pemaknaan terhadap suatu fenomena. Melalui metode ini eksplorasi terkait usaha
tenun Sarung Samarinda dapat dilakukan dengan lebih mendalam, sehingga solusi yang dihasilkan juga
lebih sesuai dengan karakteristik usaha dan pelakunya. Aspek-aspek yang akan dideskripsikan dalam
penelitian ini adalah; (1) aspek pasar, (2) aspek produksi, (3) aspek keuangan, dan (4) aspek sosial.
PRIMARY ACTIVITIES
Importir
Jakarta atau
Surabaya
Konsumen
Penenun
Distributor Pedagang
daerah Pengumpul
Infrastructure HR Technology
Aspek Pasar
Produk tenun Sarung Samarinda secara umum terdiri atas 2 (dua) jenis produk yaitu sarung
laki-laki dan sarung perempuan. Perbedaan diantara kedua jenis ini secara spesifik terletak pada
motifnya. Sarung laki-laki umumnya bermotif kotak-kotak, sementara sarung perempuan bermotif polos
dengan hiasan tenun timbul (Sobbi’). Perbedaan lainnya terdapat pada warna, yaitu sarung perempuan
cenderung berwarna lebih terang dan variatif dibanding sarung laki-laki. Perkembangan tenun Sarung
Samarida tidak hanya terdapat pada motif saja, tetapi juga pada variasi produk. Sebelumnya penenun
hanya memproduksi dalam bentuk sarung, saat ini diproduksi pula dalam bentuk kain bahan pakaian.
Perkembangan ini mengikuti selera pasar yang menginginkan tenun Sarung Samarinda tidak hanya
dalam bentuk sarung, melainkan juga dalam bentuk kain bahan pakaian. Hal ini dikarenakan adanya
pergeseran selera pemanfaatan tenun Sarung Samarinda yang saat ini banyak dijadikan pakaian resmi
maupun kasual. Pergeseran fungsi tenun yang sebelumnya hanya diolah menjadi sarung, mendapat
respon yang cukup baik dari Pemerintah Kota Samarinda. Hal ini ditunjukkan dengan rencana Walikota
Samarinda yang akan menerbitkan Peraturan Walikota tentang kewajiban seluruh pegawai pemerintah
tingkat II untuk mengenakan baju kerja Sarung Samarinda setiap hari Kamis dan Jumat serta menjadi
baju khas resmi di acara-acara khusus.
Banyak penenun memilih mengikatkan diri dengan toko atau galeri tertentu agar memperoleh
penghasilan tetap dengan produksi 2-3 (bahkan lebih) sarung perbulan. Motif sarung penenun tersebut
sudah ditentukan sesuai keinginan pemilik galeri. Sebagian besar pelaku usaha di industri ini adalah
industri rumah tangga. Para pelaku usaha sebagian besar telah tergabung dalam Kelompok Usaha
Bersama (KUB), dengan harapan usaha yang dijalankan akan terus berkembang.
Tabel-2. Daftar Nama KUB Sarung Samarinda
No Nama KUB Instansi Pembina Ketua kelompok Jumlah
Anggota
1 KUB Achmadsyah Disperindagkop Bapak Mansyur 25 orang
2 KUB Wanita Sejahtera Padaidi Disperindagkop Ibu Sumarni 25 orang
3 KUB Puteri Mahakam 1 Disperindagkop Ibu Marhumi 14 orang
4 KUB Puteri Mahakam 2 Disperindagkop Ibu Rafika 17 orang
5 KUB Mega Jaya Disperindagkop Ibu Bunga Rosi 25 orang
6 KUB Andalan Bank Indonesia Ibu Herlina 15 orang
7 KUB Aneka Cahaya Akila Disperindagkop Bapak Haruni
Sumber: Data Primer 2013
Mayoritas penenun mengikatkan diri pada Kelompok Usaha Bersama yang diinisiasi oleh SKPD dan Bank
Indonesia dengan jumlah anggota 15 sampai 25 orang. Keberadaan KUB belum memberikan perubahan
berarti dalam pengelolaan produksi, pemasaran maupun pendapatan para penenun. Namun beberapa
ketua KUB yang memiliki modal dan akses pasar yang lebih baik biasanya menjadi pengumpul sehingga
memiliki perputaran produksi yang lebih baik.
Berdasarkan penelitian dan FGD yang dilakukan, secara garis besar kelompok penenun diklasifikasikan
berdasarkan aktifitasnya, yaitu kelompok kurang aktif dan kelompok tidak aktif.
Jumlah penjualan Sarung Samarinda tertinggi umumnya pada sarung laki-laki. Untuk sarung
perempuan, jumlah penjualan meningkat pada bulan-bulan wisuda lulusan universitas yakni sekitar
bulan Januari, Mei dan September serta pada periode sering digelar pernikahan yakni pasca Idul Fitri dan
Tabel-3. Jumlah dan Nilai Penjualan Rata-rata Sarung Samarinda Tiap Pedagang Pengumpul
Sarung Samarinda memiliki harga jual yang relatif lebih mahal dibandingkan dengan produk
kerajinan khas Kaltim lainnya. Harga jual Sarung Samarinda cenderung tetap dari tahun ke tahun. Sarung
Samarinda untuk laki-laki rata-rata dijual seharga Rp300.000-Rp375.000 per unit, sementara Sarung
Samarinda untuk perempuan rata-rata dijual seharga Rp500.000-Rp700.000 per unit. Variasi harga jual
Sarung Samarinda cukup tinggi, tergantung jenis, bahan baku (benang dan pewarna) serta desain/motif
sarung.
Tersedianya saluran distribusi yang memadai merupakan faktor kunci tersalurkannya suatu
produk kepada konsumen. Berdasarkan penelitian, Sarung Samarinda didistribusikan kepada konsumen
melalui 2 cara, yakni distribusi langsung (hurf a), dan distribusi tidak langsung (huruf b dan c).
(a) 30%
(b) 55%
(c) 15%
Gambar-2. Peta Saluran Distribusi
Penenun yang bekerja pada pedagang pengumpul tidak mendapatkan upah secara bulanan. Beberapa
alternatif pengupahan dalam kerjasama ini, yaitu:
1. Pedagang pengumpul membayarkan sejumlah uang untuk mengambil Sarung Samarinda yang telah
selesai ditenun, umumnya berkisar antara Rp200.000-Rp225.000 per sarung laki-laki, dan
Rp400.000-Rp425.000 per sarung perempuan.
2. Penenun akan mendapatkan sejumlah benang untuk ditenun menjadi Sarung Samarinda dalam
jumlah yang dipesan oleh pengumpul. Seluruh hasil produksi akan diserahkan kepada pengumpul.
Penenun tidak menerima sejumlah uang melainkan hanya memperoleh sisa benang dari proses
produksi pesanan pengumpul untuk kemudian ditenun dan dijual.
3. Serupa dengan alternatif kedua namun yang diperoleh penenun adalah Sarung Samarinda yang
sudah ditenun. Sebagai contoh, seorang pedagang pengumpul memesan 20 sarung untuk diproduksi,
Aspek Produksi
Proses produksi tenun Sarung Samarinda dikerjakan dengan tenaga manusia, mulai dari proses
mewarnai benang, memintal, menenun, hingga proses mencuci. Fasilitas dan peralatan produksi standar
untuk menenun Sarung Samarinda adalah sebagai berikut:
1. Peralatan pewarnaan benang
Standar minimal peralatan pewarnaan yang dibutuhkan adalah panci sebagai alat merebus benang,
kompor dan bahan bakar
2. Unuseng (alat pintal)
Uneseng digunakan untuk memintal benang sebelum benang di atur dan disusun untuk pemolaan.
3. Aparsing (alat untuk memasukan benang)
Alat ini digunakan untuk memasukkan benang saat proses pemolaan sehingga mempermudah
penenun dalam membentuk dan menentukan pola sarung. Proses pemasukan benang ini dikenal
dengan istilah penghanian. Proses penghanian tergolong rumit karena memerlukan kemampuan
matematika untuk menentukan jumlah benang dan struktur pola sarung. Berdasarkan hasil survei,
saat ini hanya ada sekitar 2 orang dengan kemampuan melakukan penghanian dan telah berusia
lanjut.
4. Alat tenun tradisional, bangunan dan lahan
Alat tenun yang digunakan masih bersifat tradisional. Model alat tenun yang pertama adalah alat
tenun yang digunakan sambil duduk behonjor, dikenal dengan nama gedokan. Diantara peralatan
tenun lainnya gedokan memiliki sistem kerja yang paling sederhana, sehingga proses penenunan
akan memakan waktu hingga 1 bulan lamanya dengan alat ini. Kain tenun yang dihasilkan dari
gedokan lebih tebal dan lebih mahal dibandingkan hasil tenunan yang dihasilkan dari alat tenun
lainnya. Model alat tenun yang kedua dikenal dengan nama Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM). Tidak
ada satupun teknologi mesin yang terdapat di alat tenun ini. ATBM terbuat dari kayu dan berukuran
jauh lebih besar dibandingkan gedokan. Proses penenunan dengan menggunakan ATBM
membutuhkan waktu 1 hingga 3 hari.
5. Alat pengencangan
Setelah tahap penenunan selesai, kain tenun harus dikencangkan dengan cara dibentangkan dengan
alat khusus yang dilengkapi pemberat seperti pada gambar di bawah ini. Tujuannya adalah agar kain
tenun tidak mengkerut atau keriting.
Sementara bahan baku dan penolong untuk memproduksi Sarung Samarinda adalah sebagai berikut:
1. Benang sutera
Bahan baku utama tenun Sarung Samarinda adalah benang sutera yang diproduksi di China dan
diimpor oleh pengusaha di Surabaya. Benang ini biasanya diperoleh para penenun di pedagang
pengumpul yang berlokasi di sekitar Kelurahan Masjid dan Baqa. Benang kualitas no.1 biasa dikenal
dengan sebutan benang mastuli, sedangkan benang dengan kualitas no.2 disebut dengan nama
benang mesres. Hasil tenunan yang menggunakan benang mastuli terasa lebih lembut bila
dibandingkan dengan benang mesres.
2. Pewarna benang
Pewarna benang yang biasa digunakan oleh para pengrajin terdiri dari 2 jenis yaitu pewarna kimia
tekstil dan alami. Pewarna kimia dapat diperoleh di pedagang pengepul, sementara pewarna alami
diperoleh dari bahan-bahan alam seperti kunyit untuk warna kuning atau orange, kulit bawang
merah dan serutan kayu ulin untuk warna merah atau pink, serta daun pandan dan daun suji untuk
warna hijau. Pengetahuan mengenai pewarnaan alami ini diperoleh melalui pelatihan-pelatihan
yang biasa diadakan oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop).
3. Air dan minyak tanah
Air menjadi salah satu bahan baku penolong dalam proses pewarnaan, yaitu saat perendaman.
Sedangkan minyak tanah selain dibutuhkan sebagai bahan bakar pada proses memasak, juga
digunakan sebagai pencampur saat benang sedang dimasak atau setelah dimasak pada saat air
masih mendidih agar pewarna kimia meresap dengan sempurna kedalam serat benang.
4. Tepung kanji
Agar benang tidak mudah putus, rusak dan mudah ditenun, benang harus dilumuri tepung kanji
sebelum dijemur agar helaian tiap benang menjadi lebih tebal dan kuat. Proses pelumuran ini
dilakukan pada saat benang masih dalam kondisi basah setelah proses pewarnaan agar tepung kanji
dapat melekat pada benang.
Aspek Keuangan
Kajian aspek finansial dalam suatu studi kelayakan bertujuan untuk menganalisis sumber dana untuk
menjalankan usaha, menganalisis besarnya kebutuhan biaya investasi yang diperlukan, menganalisis
besarnya kebutuhan modal kerja yang diperlukan, memproyeksikan rugi laba usaha, arus kas, dan neraca
dari usaha yang akan dijalankan, menganalisis sumber dana (Suliyanto, 2010; 184).Menganalisis tingkat
pengembalian investasi berdasarkan beberapa analisis kelayakan bisnis, seperti Payback Period
(PP/PBP), Net Present Value (NPV), Profitability Index (PI), Internal Rate of Return (IRR), dan Average Rate
of Return (ARR).
PEWARNAAN
BENANG
Perendaman
Bahan
benang
pewarna
sintetis
atau
PEMINTALAN
DAN PENGHANIAN Pengkelosan Penirisan
benang
Pembukaan
mulut lusi Pembuatan
bahan pewarna
PENENUNAN alami: Perebusan
a. Proses benang dan
Bejana pencampuran
Pemidanga dengan
Peluncuran n minyak tanah
pakan Perebusan
Pemotongan bahan
kain tenun
panjang ke Penyaringan
PENJAHITAN DAN dalam 4 bagian
PENGENCANGAN (untuk 1 Siap
Pengetekan
sarung) digunakan Pembilasan
benang dan
pelumuran
b. Proses kanji
Penghanian Langsung
Penjahitan
kain tenun Penggulungan Penumbukan
menjadi 1 kain Waktu: 1 hari bahan
PENGEMASAN
unit sarung
Penjemuran
Siap benang
digunakan
Penguluran
lusi
Pengencangan Waktu: 2-3 hari
sarung dengan
alat pemberat
DISTRIBUSI Waktu: 1-2
untuk
merapikan hari (Sarung
jahitan Laki-laki), 4-5
hari (Sarung
Perempuan
*Penelitian ini merupakan kerjasama
Waktu: 1 hari dengan Bank Indonesia Kantor Perwakilan
KalimatanTimur Page 8
Gambar-4. Bagan Proses Produksi Sarung Samarinda
Tabel-4. Asumsi Dasar Kelayakan Usaha Sarung Samarinda
No Uraian Jumlah Satuan
1 Umur proyek 5 Tahun
2 Bulan Kerja Efektif per-tahun 12 Bulan
3 Hari Kerja per-bulan 30 Hari
4 Produksi optimum per-bulan
Sarung Laki-laki 10 Unit
Sarung Perempuan 8 Unit
5 Harga jual per-satuan
Sarung Laki-laki 300.000 Rp/unit
Sarung Perempuan 500.000 Rp/unit
6 Bunga Kredit: KUR 1,025% Per-bulan
7 Jangka Waktu Pinjaman 36 Bulan
8 Discount Factor (DF) 12%
Sumber: Data Diolah
Biaya investasi diasumsikan tidak termasuk pengadaan lahan dan bangunan untuk tempat usaha. Pada
skenario ini, diasumsikan bahwa penenun memanfaatkan lahan dan bangunan tempat tinggal yang
dimiliki secara pribadi sebagai tempat usaha. Nilai pendapatan dan biaya selama umur proyek
diasumsikan naik 10% setiap tahunnya, kecuali untuk biaya penyusutan dan biaya bunga.
Berdasarkan analisis kelayakan usaha yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa pembiayaan usaha
Sarung Samarinda dinilai layak untuk diberikan bantuan pembiayaan. Pada asumsi ini, biaya investasi
tidak termasuk pengadaan lahan dan bangunan karena melalui kepemilikan pribadi. Dalam kondisi ini,
penenun menanggung beban keuangan yang tidak terlalu tinggi karena besaran pinjaman yang tidak
terlalu tinggi pula. Usaha Sarung Samarinda mampu membukukan laba dan mampu mengembalikan
biaya pengeluaran yang telah dilakukan selama umur proyek, sehingga asumsi ini layak untuk dibiayai.
Penutup
Secara umum, pemetaan masalah dan solusi dari usaha tenun Sarung Samarinda digambarkan
sebagai berikut:
Persepsi Penenun:
a. Hanya usaha
sampingan
Usaha tidak b. Rendahnya persepsi Minimnya
bankable pada terhadap kreativitas saluran
asumsi tertentu distribusi
Benchmark ke Kreativitas
industri tenun motif rendah Keterbukaan
yang lebih maju informasi dan
a. Lomba disain penyediaan akses
Harga jual tidak motif pasar
mampu menutupi Minimnya b. Kerjasama
biaya pinjaman jumlah penghani dengan designer
PERMINTAAN
c. Perpaduan motif
SUMBER DAYA MANUSIA
a. Transfer Transfer
knowledge Knowledge
mengenai Persepsi
penetapan konsumen
harga terhadap produk
b. Reduksi biaya
produksi, Menciptakan
terutama biaya produk hilir
bahan baku
Harga bahan DAYA SERAP
baku tinggi PRODUK
RENDAH
a. Substitusi
bahan baku
b. Inovasi
bahan baku
Harga jual PENAWARAN
produk tinggi
Minimnya akses
informasi tentang
supplier bahan baku
Pengadaan bahan
baku melalui
pembelian bersama
LEMBAGA KETIGA/KOPERASI
*Penelitian ini merupakan kerjasama dengan Bank Indonesia Kantor Perwakilan KalimatanTimur Page vi
DAFTAR PUSTAKA
Agustina. Tuty.E., dkk . 2011. Pengolahan Air Limbah Pewarna Sintetis Dengan Menggunakan Reagen
Fenton. Prosiding Seminar Nasional AVoER ke-3. ISBN: 979-587-395-4. Palembang.
Alamsyah, dkk. 2013. Kearifan Lokal Pada Industri Tenun Troso: Potret Kewirausahaan Pada Masyarakat
Desa. Penerbit: Madina. Semarang
Lestari, Sri. (2010). Pengaruh Kepribadian, Self-Efficacy, Dan Locus Of Control TerhadapPersepsiKinerja
Usaha SkalaKecil DanMenengah. JurnalBisnisdanEkonomi (JBE), September 2010, Hal. 144 –
160 Vol. 17, No. 2 ISSN: 1412-3126 144
Ludigdo, U. 2005. Pemahaman Strukturasi Atas Praktik Etika di sebuah Kantor Akuntan Publik. Ringkasan
Disertasi, Program Pasca sarjana Universitas Brawijaya, Malang.
Moleong, L.J., 2004. Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Taormina, R.J. dan Lao, S.K, (2007). Measuring Chinese Entrepreneurial Motivation: Personality and
Environmental Influences. International Journal of Enterpreneurial Behaviour and Research, 13:
200-221
*Penelitian ini merupakan kerjasama dengan Bank Indonesia Kantor Perwakilan KalimatanTimur
Page 6
*Penelitian ini merupakan kerjasama dengan Bank Indonesia Kantor Perwakilan KalimatanTimur
Page 7