Anda di halaman 1dari 15

Tri

Dikumpulkan : 17 Mei 2019


Diterima : 15 Agustus 2019
DOI : https://doi.org/10.22146/jpt.48836

Strategi Pengembangan Destinasi Wisata


Berbasis Folklor (Ziarah Mitos: Lahan Baru
Pariwisata Indonesia)
Tri Amanat

Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan dan


Kebudayaan
3amanat@gmail.com

Abstract
The tourism sector is a national priority in the 2015-‐2019 RPJM of the Jokowi-‐JK government.
Various parties can play an active role in opening new tourist destinations, both at local, regional,
and even international levels. Many myths and legends in the community that can be used as a
basis for determining the development of new tourist sites. This study used descriptive
qualitative method. Recommendation material for regional selection / selection to be developed
as folklore-‐based tourist destinations can be applied in the form of categories. The category
in question is adapted from Irina-‐Maria Necheş (2013) as follows; the presence or absence
of tangible and intangible values to be appointed, the classification of the principal values to be
raised, whether mythological, religious, or historical. In other words, the effort to form an image
as a regional tourism selling power in question is developed based on cultural ideas (which can be
abstract) and then concretized so that visitors can enjoy them sensually.

Keywords: folklores, tourism location development, mythological value, religious value,


historical value

1
Jurnal Pariwisata Terapan, Vol. 3, No. 1, 2019
Tri

I. PENDAHULUAN Timur, Tanjung Kelayang di Bangka dan


Sektor pariwisata menjadi Belitung, Kepulauan Seribu di DKI
prioritas nasional dalam RPJM 2015— Jakarta, Tanjung Lesung di Banten,
2019 pemerintahan Jokowi-‐JK. Moratai di Maluku Utara. Namun jumlah
Pariwisata merupakan salah satu dari 5 tersebut dirasa belum berimbang
(lima) sektor prioritas pembangunan dengan ribuan potensi kekayaan yang
2017 yang meliputi; pangan, energi, dimiliki berbagai daerah di Indonesia. Hal
maritim, pariwisata, kawasan industri itu bisa dimaklumi mengingat
dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Di keterbatasan anggaran maupun sumber
akhir pemerintahan Jokowi-‐JK pada daya lainnya yang dimiliki oleh
tahun 2019 ditargetkan turis asing pemangku kepentingan.
berkunjung berjumlah 20 juta orang, Pada posisi inilah pihak pemda
sedangkan turis dalam negeri berjumlah baik provinsi ataupun kabupaten/kota
275 juta orang. Bahkan pada periode maupun sektor swasta dan masyarakat
2010—2014 pariwisata telah menjadi dapat berperan aktif dalam membuka
sektor ke empat terbesar sebagai destinasi wisata baru, baik berlevel lokal,
penyumbang PDB nasional setelah regional, bahkan internasional. Pintu
migas, batu bara, dan kelapa sawit. kedatangan pun perlu lebih diperbanyak
Pariwisata telah menyumbang devisa lagi mengingat saat ini kebanyakan para
sebesar 10 milyar USD, menyerap 10,13 turis asing tersebut hanya masuk melalui
juta tenaga kerja, menarik kunjungan lima pintu yaitu; Kuala Namu, Medan
turis asing sebanyak 9,4 juta orang, dan (Sumut), Batam (Kepri), Tanjung Uban
transaksi 250 juta perjalanan wisata (Kepri), Bandara Soekarno-‐Hatta
dalam negeri dengan perbelanjaan (Banten), dan Bandara Ngurah Rai (Bali)
sebesar 177 triliun rupiah pada tahun (Katadata, 2014). Akses-‐akses
2014 (Kemenpar, 2015, hlm. 5). opsional pun perlu lebih diperluas karena
Pencapaian tersebut tak lepas terkait langsung dengan komponen
pula dari keberhasilan country branding penunjang industri wisata lainnya.
“Wonderful Indonesia” yang awalnya Salah satu keunikan Indonesia
tidak masuk ranking branding di dunia, yang mengagumkan dan diakui dunia
pada tahun 2015 melesat lebih dari 100 adalah keberagaman budaya dari
peringkat menjadi ranking 47, menyalip ratusan suku yang ada. Menurut sensus
country branding “Truly Asia Malaysia” BPS tahun 2010 setidaknya terdapat
(ranking 96) dan country branding 1.340 suku bangsa bermukim di berbagai
“Amazing Thailand” (ranking 83). Hal ini pelosok Nusantara. Masing-‐masing
menunjukkan country branding suku dengan latar ragam agama, adat
“Wonderful Indonesia” mencerminkan budaya, dan kondisi sosial tersebut tentu
Positioning dan Differentiating Pariwisata saja menyimpan banyak hal yang dapat
Indonesia di level dunia. menarik kedatangan turis. Namun Tentu
Kini Indonesia sedang perlu adanya riset dan kajian dari ribuan
mengembangkan 10 Destinasi Prioritas lokasi dengan potensinya
yang di harapkan menarik turis asing masing-‐ masing. Dalam hal ini skala
berkunjung yaitu; Danau Toba di prioritas perlu menjadi bahan
Sumatera Utara, Borobudur di Jawa pertimbangan. Salah satu langkah dalam
Tengah, Mandalika di Nusa Tenggara penentuan lokasi tujuan wisata baru
Barat, Bromo-‐Tengger-‐Semeru di adalah dengan melakukan kajian
Jawa Timur, Labuan Bajo di Nusa berdasar warisan budaya berupa folklor
Tenggara
2
Jurnal Pariwisata Terapan, Vol. 3, No. 1,
Tri
khususnya yang

3
Jurnal Pariwisata Terapan, Vol. 3, No. 1,
Tri

berdasar mitos dan legenda daerah seperti penentuan karakter perjalanan,


setempat. desain, desain tata letak wisata kota,
Banyak mitos dan legenda di pertunjukan dan area strategi yang
masyarakat yang dapat dijadikan landas ditampilkan dengan wisata potensial
penentu pengembangan lokasi wisata dengan mengusung tema khas lokal
baru. Tentu saja mitos dan legenda yang tersebut yaitu, berbasis budaya Islam.
ada tersebut perlu dikemas atau Kajian lainnya adalah yang
“dimanipulasi” dalam rangka menarik dilakukan Masri Ridwan dkk (2016) yang
pengunjung. Salah satu contoh obyek berjudul “ Potensi Objek Wisata Toraja
wisata yang berhasil berkembang Utara Berbasis Kearifan Lokal sebagai
dengan memberdayakan warisan folklor Sumber Materi Geografi Pariwisata”
yang ada adalah pantai Air Manis di Hasil penelitian adalah (1) kawasan
Sumatra Barat. Folklor yang mampu obyek wisatan Toraja Utara memiliki
mendongkrak nama pantai Air Manis potensi wisata budaya, alam dan sejarah
adalah cerita rakyat Si Malin Kundang. (2) Pengelola kawasan wisata Toraja
Paduan popularitas kisah Malin Kundang Utara diantaranya: Yayasan, Petani,
dengan manipulasi visual berupa bentuk Pemda, dan Keluarga. (3)
karang (yang dipahat) yang Pengembangan Objek wisata berbasis
menggambarkan peristiwa dikutuknya kearifan lokal setempat mendukung
Malin Kundang menjadi batu terbukti kelangsungan wisata di Toraja Utara. (4)
mampu memantik rasa penasaran turis Wisata Toraja Utara berbasis kearifan
sehingga berkeinginan untuk lokal dapat digunakan sebagai sumber
mengunjunginya. materi belajar M.k Geografi Pariwisata
Sejauh pengetahuan penulis Jurusan Geografi FMIPA Universitas
kajian pengembangan tujuan wisata Negeri Makassar yakni Materi Potensi
baru berdasar budaya memang telah Wisata lokal.
banyak dilakukan namun yang Kajian selanjutnya adalah yang
menghususkan kajian pengembangan dilakukan oleh Nurdin (2016) berjudul
dengan berbasis folklor khususnya kisah-‐ “Strategi Pengembangan Pariwisata
kisah lokal baik mitos maupun legenda Berbasis Masyarakat di Pulau Samalona,
belum banyak dieksplorasi. Beberapa Makassar”. Hasil kajian melalui analisis
kajian terkait pengembangan tujuan SWOT, Pulau Samalona sangat layak
wisata berbasis budaya misalnya seperti untuk dikembangkan sebagai tujuan
yang dilakukan oleh Hamim Farhan dan wisata berbasis masyarakat dengan alam
R. Nazriyah (2009) yang berjudul dan potensi sosio-‐kultural. Strategi yang
“Pengembangan Pariwisata Berbasis diterapkan dalam menjawab hasil SWOT
Budaya Lokal-‐Budaya Religi adalah sebagai berikut; strategi
sebagai Upaya Pendukung Peningkatan kekuatan-‐kesempatan (S-‐O) dengan
Industri Pariwisata Daerah Gresik”. strategi pembangunan pariwisata tujuan
Kajian ini menunjukkan bahwa dan strategi pengembangan daya tarik
karakteristik daerah Gresik sedari dulu wisata, strategi ancaman kekuatan (S-‐
merupakan daerah yang erat dan identik T) dengan strategi perbaikan kualitas
dengan unsur-‐unsur budaya Islam lingkungan, strategi pembangunan yang
karena memang merupakan salah satu berkelanjutan pariwisata, strategi
titik tolak penyebaran Islam di Jawa. kelemahan-‐peluang (W-‐O) dengan
Kajian ini merekomendasikan model strategi promosi tujuan wisata,
konsep pengembangan pariwisata di sedangkan strategi ancaman kelemahan
Kota Gresik
4
Jurnal Pariwisata Terapan, Vol. 3, No. 1,
Tri

(W-‐T) dengan strategi tempat ke tempat lain, dalam bahasa


pembangunan sumber daya manusia dan Inggris disebut dengan “Tour”. 3).
strategi pengembangan kelembagaan Wisatawan: Orang yang melakukan
dan pengelolaan tujuan. perjalanan, dalam bahasa Inggris disebut
Kajian yang akan dilaksanakan ini dengan “Travelers”. 4). Kepariwisatan:
berusaha mengisi kerumpangan terkait Hal–hal yang berhubungan dengan
pengembangan tujuan wisata baru pariwisata dan dalam bahasa Inggris
dengan menawarkan sebuah konsep alur disebut dengan “Tourisme” (Irawan,
penilaian dalam menentukan prioritas 2010:11).
pemilihan suatu lokasi untuk Perkembangan teknologi
dikembangkan sebagai tujuan wisata terutama teknologi informasi khususnya
baru dengan berpijak pada kriteria-‐ menjamurnya media sosial ikut
kriteria tertentu. Kriteria-‐kriteria yang menyuburkan pula titik-‐titik
dimaksud dikembangkan dari folklor destinasi wisata. Keberadaan Path,
berupa cerita-‐cerita lokal terutama mitos Instagram, Facebook dan sejenisnya
dan legenda yang ada sebagai basis data memunculkan pula jenis-‐jenis lokasi
dan karakteristik budaya lokal sebagai pariwisata baru yang dalam istilah anak
pendukungnya. hal itu perlu ditempuh muda masa kini adalah lokasi yang
sehingga warisan-‐warisan budaya yang instagramable. Sementara itu Host and
dimiliki dapat bermanfaat dan Guest (1989) dalam Kusumaningrum
dimanfaatkan oleh pemiliknya. Dengan (2009: 3) mengklasifikasikan jenis
demikian setidaknya didapatkan dua pariwisata sebagai berikut: 1).
manfaat sekaligus yaitu, masyarakat Pariwisata Etnik (Etnhic Tourism) yaitu,
pemilik warisan budaya berupa folklor perjalanan untuk mengamati
meningkat taraf ekonominya sekaligus perwujudan kebudayaan dan
kekayaan budaya mereka terjaga. gaya hidup masyarakat yang menarik.
Sistematika penilaian yang disusun 2). Pariwisata Budaya (Culture
dalam kajian ini diharapkan memberi Tourism) yaitu,
alternatif bagi pihak-‐pihak terkait perjalanan untuk meresapi atau untuk
dan pemangku kebijakan dalam mengalami gaya hidup yang telah hilang
menentukan pengembangan lokasi dari ingatan manusia. 3). Pariwisata
potensi pariwisata baru. Rekreasi (Recreation Tourism) yaitu,
kegiatan pariwisata yang berkisar pada
II. TINJAUAN PUSTAKA olahraga, menghilangkan ketegangan,
Agar diperoleh gambaran yang dan melakukan kontak sosial dengan
utuh dan kesamaan persepsi ada baiknya suasana santai. 4). Pariwisata Alam (Eco
kajian pustaka dimulai dengan Tourism) yaitu, perjalanan kesuatu
memahami istilah-‐istilah yang terkait tempat yang relatif masih asli atau
dalam makalah ini terutama mengenai belum tercemar, dengan tujuan untuk
kepariwisataan dan folklor. Untuk mempelajari, mengagumi, menikmati
mendapatkan gambaran yang lebih jelas pemandangan, tumbuhan, dan binatang
tentang kepariwisataan berikut definisi liar, serta perwujudan budaya yang ada
dalam menjabarkan kata–kata yang atau pernah ada di tempat tersebut. 5).
berhubungan dengan kepariwisataan: 1). Pariwisata Kota (City Tourism), yaitu,
Wisata: Perjalanan, dalam bahasa Inggris perjalanan dalam suatu kota untuk
disebut dengan “Travel”. 2). Pariwisata: menikmati pemandangan, tumbuhan,
Perjalanan yang dilakukan dari satu dan binatang liar, serta perwujudan

5
Jurnal Pariwisata Terapan, Vol. 3, No. 1,
Tri
budaya yang ada atau pernah ada di

6
Jurnal Pariwisata Terapan, Vol. 3, No. 1,
Tri

tempat tersebut. 6). Rersort City yaitu, ciri-‐ciri pengenal fisik, sosial, dan
kota atau perkampungan yang kebudayaan, sehingga dapat dibedakan
mempunyai tumpuan kehidupan pada dari kelompok-‐kelompok lainnya. Jadi
persediaan sarana atau prasarana wisata folk adalah sinonim dengan kolektif,
meliputi; penginapan, restoran, yang juga memiliki ciri-‐ciri pengenal fisik
olahraga, hiburan dan persediaan atau kebudayaan yang sama, serta
tamasya lainnya. 7). Pariwisata Agro mempunyai kesadaran kepribadian
(Agro Tourism yang terdiri dari Rural sebagai kesatuan masyarakat.
Tourism atau Farm Tourism) yaitu, Sedangkan yang dimaksudkan dengan
merupakan perjalanan untuk meresapi lore adalah tradisi folk, yaitu sebagian
dan mempelajari kegiatan pertanian, kebudayaannya, yang diwariskan secara
perkebunan, peternakan, kehutanan. turun-‐temurun secara lisan atau
Jenis wisata ini bertujuan mengajak melalui suatu contoh yang disertai
wisatawan memikirikan alam dan dengan gerak isyarat atau alat pembantu
kelestariannya. pengingat (mnemonic device).
Keberhasilan beragam jenis Selanjutnya secara singkat
pariwisata tersebut dalam menarik Djamaris (1993: 16) mengatakan bahwa
pengunjung juga dipengaruhi oleh folklor merupakan salah satu cabang
faktor-‐faktor atau unsur ilmu Antropologi. Jadi, dari beberapa
pendukungnya. Unsur-‐unsur tersebut pengertian dari folklor tersebut dapat
meliputi hal-‐hal sebagai berikut (Pendit, ditarik kesimpulan bahwa folklor adalah
1994); 1). Akomodasi, tempat seseorang cabang ilmu Antropologi yang
untuk tinggal sementara. 2). Jasa Boga mempelajari tentang kebudayaan di
dan Restoran, industri jasa di bidang suatu masyarakat yang telah diwariskan
penyelenggaraan makanan dan secara turun temurun. Dari penelitian
minuman yang dikelola secara komersial. folkor kita dapat mengetahui
3). Transportasi dan Jasa Angkutan, kebudayaan suatu bangsa sebelum
industri usaha jasa yang bergerak di ‘tersentuh’ pengaruh kebudayaan asing.
bidang angkutan darat, laut dan udara. Kebudayaan suatu bangsa tersebut
4). Atraksi Wisata, kegiatan wisata yang antara lain kepercayaan, pandangan
dapat menarik perhatian wisatawan atau hidup, adat istiadat, dan cara berpikir
pengunjung. 5). Cinderamata (Souvenir), masyarakat bangsa tersebut. Kemurnian
benda yang dijadikan kenang-‐kenangan budaya bangsa itulah yang
untuk dibawa oleh wistawan pada saat menyebabkan ahli folklor tertarik
kembali ke tempat asal. 6). Biro meneliti sebuah cerita rakyat.
Perjalanan, badan usaha pelayanan Menurut Brunvand (dalam
semua proses perjalanan dari berangkat Danandjaja: 2007: 21), seorang ahli
hingga kembali. folklor dari AS. Folklor dapat
Setelah membahas hal terkait digolongkan ke dalam tiga kelompok
kepariwisataan ada baiknya pula besar berdasarkan tipenya yaitu, folklor
dibahasa istilah seputar folklor. Kata lisan (verbal folklore), folklor sebagian
folklor adalah pengindonesian dari kosa lisan (partly verbal folklore), dan folklor
kata Inggris folklore. Kata itu adalah kata bukan lisan (nonverbal folklore). Folklor
majemuk, yang berasal dari dua kata lisan adalah folklor yang bentuknya
dasar folk dan lore. Menurut Alan memang murni lisan. Bentuk-‐bentuk
Dundes (dalam Danandjaja, 2007: 1), folk (genre) folklor yang termasuk ke dalam
adalah sekelompok orang yang memilki kelompok folklor lisan ini antara lain

7
Jurnal Pariwisata Terapan, Vol. 3, No. 1,
Tri

adalah bahasa rakyat (folk speech) masyarakatnya erat dengan sungai akan
seperti; logat, julukan, pangkat kaya pula dengan folklor yang
tradisional, dan titel kebangsawanan. berhubungan dengan sungai, demikian
Penggolongan folklor lisan yang kedua juga jika bentang alamnya berupa
yaitu, ungkapan tradisional seperti; gunung, laut dan sebagainya. Dengan
peribahasa, pepatah, dan pemeo. berdasar folklor yang dimiliki oleh suatu
Penggolongan folklor lisan yang ketiga daerah dapat dijadikan pijakan dalam
yaitu; pertanyaan tradisional, contohnya pengembangan potensinya sebagai
teka-‐teki. Penggolongan folklor lisan destinasi wisata. Hal itu tentu dengan
yang keempat yaitu; puisi rakyat, seperti didukung pengembangan sarana dan
pantun, gurindam, dan syair. prasarana yang dibutuhkan oleh
Penggolongan folklor lisan yang kelima pengunjung seperti; kemudahan
yaitu; cerita prosa rakyat, seperti mite, transportasi, akomodasi dan sebagainya.
legenda, dan dongeng. Penggolongan Sebagaimana dengan contoh
folklor lisan yang keenam yaitu, nyanyian sebelumnya mengenai cerita Malin
rakyat. Potensi folklor yang paling tepat Kundang dari Sumatera Barat di awal
untuk dimanfaatkan adalah folklor lisan makalah ini. Cerita tersebut sarat akan
yang ke lima. Namun demikian bukan gambaran keterkaitan erat antara
berarti jenis lainnya tidak sesuai. Bahkan bentang alam dengan bentang
jika mungkin dapat dijadikan sebagai budayanya, baik budaya secara fisik
pendukung jenis ke lima tersebut. seperti; pantai, kapal, pelaut maupun
secara mental seperti pentingnya peran
III. METODE ibu, berbakti kepada ibu, budaya
Berdasarkan masalah yang telah merantau dan sebagainya.
dirumuskan dalam penelitian ini, maka Penggalian terhadap khazanah
peneliti menggunakan metode deskriptif budaya lokal terutama folklor berjenis
kualitatif. Dikatakan deskriptif karena cerita rakyat perlu dilakukan terlebih
dalam penelitian ini mendeskripsikan dahulu sebagai titik pangkal. Selain itu
data berdasarkan kenyataan-‐kenyataan perlu pula disusun sebuah
secara objektif sesuai data yang pengkategorian dengan berlandaskan
ditemukan, dan dikatakan kualitatif pada karakteristik dan realita budaya
karena dalam menjelaskan konsep-‐ yang ada di Indonesia. Hal tersebut akan
konsep yang berkaitan satu sama lain sangat bermanfaat dalam
dengan menggunakan kata-‐kata pemeringkatan daerah-‐daerah yang
atau kalimat bukan menggunakan data berpotensi untuk dikembangkan jika
atau statistik. pemilihan dengan dasar skala prioritas.
Karakteristik dan realitas yang ada dapat
IV. PEMBAHASAN disusun dengan beragam cara dan
A. Bentang Alam dan Bentang Budaya metode tergantung kebutuhan.
Indonesia Beberapa realita dan karakteristik yang
Masing-‐masing wilayah dengan dimaksud misalnya meliputi; keragaman
karakteristik alam tertentu akan religi, lanskap khas yang dimiliki, nilai
mempunyai karakteristik budaya yang sosial, dan sebagainya.
mengikutinya. Bentang alam yang ada di Nurbaningsih dalam Jaelani (2017)
wilayah Indonesia terkait dan menyatakan bahwa desentralisasi
berpengaruh kepada bentang bidang pariwisata adalah urusan
budayanya. Wilayah yang kehidupan pemerintahan konkuren yang menjadi

8
Jurnal Pariwisata Terapan, Vol. 3, No. 1,
Tri

kewenangan dalam urusan kabupaten/kota, mengelola kawasan


pemerintahan pilihan. Salah satu urusan strategis pariwisata kabupaten/kota,
pemerintahan pilihan tersebut meliputi mengelola destinasi pariwisata
penyerahan urusan pemerintah pusat ke kabupaten/ kota dan menetapkan tanda
daerah untuk menetukan daftar usaha pariwisata kabupaten/kota.
sumber-‐ sumber daya tarik wisata, (Zamboni dalam Jaelani, 2017).
kawasan strategis pariwisata, dan
destinasi pariwisata.Secara konseptual B. Model Pengembangan Destinasi
desentralisasi pariwisata kewenangan Wisata Baru Berdasar Folklor
antara pusat dan daerah ini mencakup Pada makalah ini dipilih beberapa
empat hal pokok. Pertama, wewenang kategori yang dapat dimanfaatkan
dan tugas daerah (expenditure sebagai bahan penyusunan rekomendasi
assignment) dalam mengelola destinasi bagi penentuan/pemilihan daerah yang
pariwisata. Kedua, wewenang daerah akan dikembangkan sebagai destinasi
untuk memasarkan pariwisata. Ketiga, wisata baru berbasis kekayaan folklor-‐
wewenang daerah untuk nya. Kategori yang dimaksud diadaptasi
mengembangkan ekonomi kreatif dari artikel Irina-‐Maria Necheş (2013)
melalui pemanfaatan dan perlindungan sebagai berikut; ada tidaknya nilai (value)
hak kekayaan intelektual. Keempat, naik berwujud (tangible) maupun tidak
wewenang daerah untuk berwujud (intangible) yang hendak
mengembangkan sumber daya diangkat, pengklasifikasian nilai pokok
pariwisata dan ekonomi kreatif. yang hendak diangkat, apakah bernilai
Dalam bidang destinasi mitologis, religius, atau historis. Dengan
pariwisata, Pemerintah Pusat kata lain upaya pembentukan citra
mempunyai wewenang sebagai berikut; sebagai daya jual pariwisata daerah yang
pertama, penetapan daya tarik wisata, dimaksud dikembangkan dengan
kawasan strategis pariwisata, dan berpijak pada ide-‐ide budaya (yang
destinasi pariwisata. Kedua, pengelolaan bisa saja abstrak) kemudian
daya tarik wisata nasional. Ketiga, dikonkretkan agar dapat dinikmati
pengelolaan kawasan strategis secara inderawi oleh pengunjung. Hal itu
pariwisata nasional, keempat, perlu juga didukung dengan keselarasan
pengelolaan destinasi pariwisata lanskap sekitarnya. Sebagaimana yang
nasional dan penetapan tanda daftar terjadi pada obyek wisata pantai Air
usaha pariwisata lintas Daerah Provinsi. Manis di Sumatra Barat, ide-‐ide
Adapun Pemerintah Daerah Provinsi budaya dalam kisah Malin Kundang
dalam bidang destinasi pariwisata dikonkretkan secara visual dengan
mempunyai wewenang pengelolaan sebuah pahatan salah satu sekuen kisah
daya tarik wisata provinsi, pengelolaan tersebut.
kawasan strategis pariwisata provinsi, Kesinambungan antar komponen
pengelolaan destinasi pariwisata provinsi pariwisata sangat penting dalam meraih
dan penetapan tanda daftar usaha keberterimaan (calon) pengunjung.
pariwisata lintas Daerah kabupaten/kota Idealnya hal hal yang tangible ataupun
dalam 1(satu) daerah provinsi. intangible yang ada dapat dipadukan
Sedangkan Pemerintah Daerah sehingga mendukung dan memperkuat
Kabupaten/Kota dalam bidang destinasi narasi dari cerita rakyat yang dijadikan
pariwisata mempunyai wewenang basis wisata daerah tersebut. Sehingga
mengelola daya tarik wisata diperoleh suatu destinasi wisata yang

9
Jurnal Pariwisata Terapan, Vol. 3, No. 1,
Tri
kuat dalam hal pengaruh dan daya

1
Jurnal Pariwisata Terapan, Vol. 3, No. 1,
Tri

tariknya dalam durasi yang panjang. dukung baik yang bewujud (tangible)
Model pengembangan destinasi wisata dan tak berwujud (intangible) bisa
baru berdasar kekayaan folklor dilaksanakan. Daya dukung yang
ditunjukkan dalam alur berikut; berwujud dapat memanfaatkan apa yang
telah ada (alami, apa adanya) dapat pula
Proses Penskoran dan penentuan
memodifikasi sesuai dengan apa yang
Identifikasi nilai (value)

Identifikasi daya dukung tangible dan intangible


kelayakan dibutuhkan, demikian juga dengan yang
Identifikasi kekayaan folklor tak berwujud. Hal tersebut perlu
Identifikasi sasaran pengunjung
dilakukan agar atmosfer lokasi wisata
dapat mendukung sepenuhnya dalam
Gambar 1. Proses identifikasi dan langkah mencipta kesan yang kuat kepada
pengembangan destinasi wisata baru pengunjung. Sehingga pada ujungnya
para pengunjung benar-‐benar dapat
Pada tahap awal setidaknya menghayati keberadaannya berada ‘di
sudah diadakan kajian dan identifikasi dalam’ narasi cerita rakyat yang ingin
mengenai pengunjung yang disasar, dinikmatinya. Sebagaimana ketika
apakah destinasi wisata baru tersebut berada di Pantai Air Manis misalnya,
akan ditujukan untuk skala lokal, ditepian pantainya para pengunjung
nasional, atau internasional. Selain itu dapat menyatukan bingkai-‐
apakah pengunjung yang disasar bingkai visualnya yaitu, pantai, pahatan
berlatar belakang khusus misalnya, batu Malin Kundang yang dikutuk dan
berdasar kepercayaan atau religi sebagainya membentuk sebuah narasi
tertentu dan sebagainya. Dengan adanya dan merangkai imajinasi mengenai kisah
identifikasi terhadap pengunjung yang cerita rakyat Malin Kundang yang
disasar ini akan dapat diperkirakan mungkin sebelumnya cerita tersebut
terkait berbagai hal seperti; jumlah hanya mereka temui dari mulut ke mulut
pengunjung, kebutuhan infrastruktur maupun dari bacaan saja.
yang menunjang keberadaan para Tahap selanjutnya adalah
pengunjung seperti penginapan, fasilitas identifikasi nilai (value) dari situs-‐
umum dan sebagainya. Setelah situs yang ada di lokasi. Nilai yang dapat
identifikasi pengunjung terpetakan maka dijadikan pedoman dalam penskoran
tahap selanjutnya adalah lokasi yang hendak dikembangkan
mengidentifikasi kekayaan folklor yang sebagai destinasi wisata baru misalnya;
akan dijadikan tema dan trademark nilai mitologis, nilai relijius, atau nilai
daerah yang akan dikembangkan kesejarahan. Untuk itu dapat digunakan
sebagai destinasi wisata baru. Jenis tabel penilaian yang mampu
folklor paling ideal untuk kebutuhan ini memberikan gambaran akan potensi
adalah cerita rakyat yang berbentuk yang dimiliki suatu wilayah sebagaimana
narasi seperti legenda atau mite. dicontohkan berikut ini; Nilai mitologi:
Sehingga hal itu dapat dimanfaatkan Pengertian nilai mitologis dalam hal ini
dalam penyusunan skenario wisata yang adalah terkait ada atau tidaknya mitos
akan dialami oleh pengunjung, sehingga yang beredar dan terkait daerah yang
pengunjung mengalami semacam ziarah hendak dikembangkan sebagai daerah
mitos. tujuan wisata baru, Nilai tersebut dapat
Setelah kekayaan folklor berupa berasal dari cerita rakyat yang ada.
cerita rakyat teridentifikasi maka pada Tinggi rendah nilai ditentukan oleh
tahap selanjutnya identifikasi daya popularitas cerita rakyat tersebut, sejauh

1
Jurnal Pariwisata Terapan, Vol. 3, No. 1,
Tri

mana cerita tersebut masih dikenal oleh ziarah yang diciptakan seperti; Setiap
masyarakat. Selain itu sejauh mana tanggal 30 April dan 30 September,
tingkat keterpercayaan masyarakat mulai pukul 19.00 WIB diadakan prosesi
terhadap cerita yang beredar juga dapat oncor dari Gereja Santa Maria
dijadikan salah satu variabel dalam Marganingsih menuju bukit Golgota
penilaian. Unsur nilai mitologis ini dapat sendang Sriningsih sambil berdoa Jalan
bersumber dari dua hal yaitu, legenda Salib sebagai tanda pembukaan bulan
dan mitos. Maria dan bulan Rosario, yang kemudian
Nilai religius: Nilai religius dapat dilanjutkan dengan Misa Kudus di
dibatasi pada sekadar keterkaitas situs sendang tersebut. Selain itu masih
dengan agama tertentu ataupun ditarik banyak ritual-‐ritual lainnya yang
ke wilayah lebih luas lagi. Contoh yang mengundang kehadiran banyak
sudah ada misalnya, adalah Sendang pengunjung.
Sriningsih di Kabupaten Klaten yang erat
kaitannya dengan ziarah Bunda Maria Nilai Nilai Religius Nilai Kesejarahan
atau Rawa Jimbung yang diyakini tempat Mitologis

bersemayam Bulus Jimbung, bulus (kura-‐ Nilai


Nilai
Lege
Nila
i
Nilai
Prasej
Nilai
Sejar
Nilai
Arkeol
Nilai
Dokume
kura) sakti yang dapat membantu nda Mit arah ah ogis ntasi
mengabulkan keinginan para os
Skor
pengunjung. Nilai relijius ini dapat narasi
bersumber dari nilai sejarah maupun
prasejarah.
Nilai yang terakhir adalah nilai
kesejarahan: pengertian nilai
kesejarahan ini terkait dengan bukti-‐
bukti yang nantinya dapat atau tidak
dapat dibuktikan secara fisik karena hal
inilah salah satu faktor penguat dalam
menarik perhatian (calon) pengunjung.
Nilai arkeologis terkait erat dengan bukti-‐
bukti bendawi atau artefak yang
dapat disaksikan oleh para pengunjung.
Sedangkan nilai dokumentasi dapat
berupa catatan-‐catatan seperti
manuskrip maupun diorama-‐diorama.
Pada dasarnya seluruh nilai-‐
nilai yang disebutkan dapat dimunculkan
atau dibentuk asalkan ada sebuah narasi
sebagai pijakan, dalam hal ini adalah
keberadaan folklor. Sebagai contoh
adalah keberadaan Sendang Sriningsih di
Klaten. Pada awalnya tempat tersebut
hanyalah mata air biasa saja namun, oleh
para pengelolanya tempat tersebut
diubah menjelma menjadi lokasi ziarah
yang banyak menarik minat pengunjung.
Hal tersebut tak lepas dari narasi-‐
1
Jurnal Pariwisata Terapan, Vol. 3, No. 1,
max
Tri
Skor
min Juml
ah
Keterangan: Sumber dari Irina-‐Maria
Necheş (2013)

Melalui pengembangan alat ukur atau


penilaian yang matang diharapkan
didapatkan pula hasil atau lokasi yang
memang benar-‐benar memiliki
potensi pariwisata yang kuat. Selain
itu kesinambungan antara
pemberdayaan dan pelestarian
budaya berjalan searah dengan
pertumbuhan
ekonomi masyarakat
pemilik folklor. Sehingga kesadaran
akan pentingnya melestarikan
warisan leluhur dimiliki oleh
masyarakat tumbuh secara alami.

V. KESIMPULAN
Banyaknya kekayaan sastra
berupa folklor dapat dijadikan sebagai
titik tumpu dalam pengembangan
obyek wisata pada suatu daerah.
Namun, dengan banyaknya potensi
wisata yang dimiliki diperlukan
sebuah strategi dalam rangka
pengembangannya. Hal itu bukan
hanya akibat terbatasnya anggaran,
tapi

1
Jurnal Pariwisata Terapan, Vol. 3, No. 1,
Tri

juga agar lebih terfokus dan terarah Religi Sebagai Upaya Pendukung
secara jangka panjang. Salah satu cara Peningkatan Industri Pariwisata
penentuan atau pemilihan suatu lokasi Daerah Gresik.
dapat digunakan dengan metode Jaelani, Abdul Kadir. (2017). “Implikasi
penilaian/penskoran mengacu pada yang Berlakunya Peraturan Daerah
dirumuskan oleh Irina-‐Maria Necheş Provinsi Nusa Tenggara Barat
(2013) dengan penyesuaian sesuai Nomor 2 Tahun 2016 Tentang
kebutuhan. Pariwisata Halal di Kota Mataram
dan Kabupaten Lombok Timur”.
DAFTAR PUSTAKA Tesis. Program Studi Magister
Danandjaja, James. (2007). Folklor Hukum Konsentrasi Hukum
Indonesia. Jakarta: PT. Pustaka Kenegaraan Universitas Gadjah
Grafiti Pers. Mada. Yogyakarta.
Djamaris, Edward. (1993). Nilai Budaya Masri Ridwan, Ach.Fatchan, I Komang
dalam beberapa Karya Sastra Astina. (2016). Potensi Objek
Nusantara: Sastra Daerah di Wisata Toraja Utara Berbasis
Sumatra (Pusat Pembinaan dan Kearifan Lokal sebagai Sumber
Pengembangan Bahasa, Materi Geografi Pariwisata. Jurnal
Depdikbud. Pendidikan: Teori, Penelitian, dan
Kusumaningrum, Dian. (2009). Persepsi Pengembangan. Volume: 1
Wisatawan Nusantara Terhadap Nomor: 1 Bulan Januari Tahun
Daya Tarik Wisata di Kota 2016 Halaman: 1—10
Palembang. Tesis PS. Magister Necheş , I. (2011), “Geoheritage
Kajian Pariwisata. Universitas Conservation Through
Gadjah Mada. Geotourism. Case Study: The
Pendit, Nyoman S. (1994). Ilmu Bucegi Plateau”, in Dombay, Ş .,
Pariwisata Sebuah Pengantar. Z. Magyari-‐Sáska (2011), The Role
Perdana. Jakarta. of Tourism in Territorial
Irawan, Koko. (2010). Potensi Objek Development , IV International
Wisata Air Terjun Serdang Sebagai Conference Gheorgheni, Presa
Daya Tarik Wisata Di Kabupaten Universitar ă Clujean ă ,
Labuhan Batu Utara. Kertas Karya. Cluj-‐ Napoca, pp. 141-‐148.
Program Pendidikan Non Gelar Nurdin. Strategi Pengembangan
Pariwisata. Universitas Sumatera Pariwisata Berbasis Masyarakat Di
Utara. Pulau Samalona, Makassar.
Kemenpar. (2015). Rencana Strategis JUMPA Volume 3 Nomor 1 Juli
Pengembangan Destinasi dan 2016. Hal 175—189
Industri Pariwisata Kementerian http://siarah9guamaria.blogspot.com/20
Pariwisata Tahun 2015 -‐2019. 16/07/gua-‐maria-‐sriningsih-‐
Kemenpar RI. klaten.html 24 Juli 2018
Hamim Farhan dan R. Nazriyah. (2013). https://katadata.co.id/infografik/2015/02/
Prosiding Seminar Nasional. 17/pariwisata-‐andalan-‐penghasil-‐
Peran Ekonomi dalam devisa 25 Juli 2018
Pembangunan Nasional yang http://setkab.go.id/tahun-‐2017-‐kita-‐
Berkelanjutan Gresik 29—30 Juni genjot-‐sektor-‐pariwisata/ 25 Juli
2013: Pengembangan Pariwisata 2018
Berbasis Budaya Lokal-‐
Budaya
1
Jurnal Pariwisata Terapan, Vol. 3, No. 1,
Tri

http://www.pikiran-‐ agramable-‐390062, 24 Juli 2018


rakyat.com/kolom/2017/01/09/inst

1
Jurnal Pariwisata Terapan, Vol. 3, No. 1,

Anda mungkin juga menyukai