Anda di halaman 1dari 14

Keraton Yogyakarta Hadiningrat (Sosiologi Pariwisata)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia memiliki potensi wilayah yang belum dikembangkan secara maksimal dalam
berbagai bidang, termasuk didalamnya sektor pariwisata. Pengembangan sektor kepariwisataan
berkaitan erat dengan pelestarian nilai-nilai kepribadian dan pengembangan budaya bangsa,
dengan cara memanfaatkan seluruh potensi keindahan dan kekayaan alam Indonesia.
Pemanfaatan disini berarti mengelola, memanfaatkan dan melestarikan setiap potensi yang ada,
sehingga menjadi daya tarik suatu daerah tujuan wisata.
Pembangunan di bidang pariwisata diharapkan dapat memberi manfaat bagi masyarakat,
karena pada sektor pariwisata merupakan sektor pembangunan ekonomi. Usaha mengembangkan
sektor pariwisata ini didukung dengan UU No 10 Tahun 2009 yang menyebutkan bahwa
keberadaan obyek wisata pada suatu daerah akan sangat menguntungkan, antara lain
meningkatnya Pendapatan Asli Daerah (PAD), meningkatnya taraf hidup masyarakat dan
memperluas kesempatan kerja mengingat semakin banyaknya pengangguran saat ini,
meningkatkan rasa cinta lingkungan serta melestarikan alam dan budaya setempat.
Khususnya pada sektor kebudayaan bisa menjadi daya tarik tersendiri oleh wisatawan
domestik maupun internasional. Kebudayaan yang merupakan hasil cipta, karya, rasa oleh
masyarakat dapat menjadi corak suatu etnis atau daerh tertentu. Keunikan budaya yang ada maka
dapat dijadikan suatu daerah tujuan wisata dengan cara memenuhi syarat sebagai suatu objek
wisata. Peran instansi pemerintah dan masyarakat menjadi aspek penting untuk pengembangan
ekonomi masyarakat khusunya di bidang pariwisata.
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan suatu daerah tujuan wisata yang
banyak menyuguhkan objek wisata baik wisata alam, maupun wisata budaya. Kondisi inilah
yang dimanfaatkan oleh masyarakat dan pemerintahannya sehingga dapat memajukan daerah dan
kondisi perekonomian masyarakatnya. Untuk menciptakan daya tarik wisata ideal yang mampu
melayani berbagai kepentingan, diperlukan usaha penataan dan pengembangan secara optimal
sesuai dengan daya dukung, daya tampung dan daya tarik wisatawan.
Keraton Kasultanan Yogyakarta juga menjadi suatu lokasi tujuan wisata di Yogyakarta
yang menyuguhkan suatu bentuk warisan budaya yang memiliki makna historis dan buadaya dari
masyarakat Yogyakarta. Fungsi utamanya sebagai pusat kegiatan pemerintahan Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta namun seiring berkembangnya zaman maka dibuka menjadi lokasi wisata
yang dapat di kunjungi oleh masyarakat umum. Lokasi strategis yang berada di pusat kota dan
dekat dengan objek wisata lain di sekitarnya maka menjadi daya tarik untuk dikunjungi oleh
masyarakat dari berbagai kalangan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah Kraton Kasultanan Yogyakarta sehingga menjadi daerah tujuan wisata ?
2. Apa fonomena sosiologi yang ada di lingkungan Kraton Yogyakarta dan sekitarnya ?
3. Apa dampak adanya Kraton Yogyakarta sebagai daerah tujuan wisata ?

C. Tujuan
1. Mengetahui seputar Kraton Yogyakarta sehingga meenjadi loksai wisata.
2. Mengetahui fenomena sosiologi yang ada disekitar Keraton Yogyakarta.
3. Mengetahui dampak dibukanya Kraton menjadi objek wisata.

D. Manfaat
1. Sebagai tambahan wawasan mengenai objek wisata Kraton Yogyakarta dan bisa turut
melestarikan budaya bentuk kebudayaan masyarakat Yogyakarta.
2. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Sosiologi Pariwisata di Program Studi Pendidikan Sosiologi
Universitas Negeri Yogyakarta.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari interaksi antarmanusia di dalam


masyarakat. Sementara, pariwisata adalah fenomena kemasyarakatan yang menyangkut manusia,
masyarakat, kelompok, organisasi, kebudayaan, dan sebagainya, yang merupakan obyek kajian
sosiologi. Karena pariwisata menyangkut manusia dan masyarakat, maka pariwisata sangat
sesuai untuk dijadikan objek dari sosiologi. Sedangkan, sosiologi pariwisata adalah cabang
sosiologi yang mengkaji fenomena yang terjadi di daerah wisata yang diakibatkan oleh adanya
interaksi beragam elemen sehingga terjadi proses sosial yang bisa berdampak positif (asosiatif)
atau berdampak negatif (disosiatif).
Begitu luasnya aspek aspek yang termasuk dalam pariwisata, menyebabkan begitu
banyaknya hal hal yang memerlukan kajian sosiologis. Dan dari banyaknya aspek yang dapat
dikaji, Cohen (1984) mengelompokkannya ke dalam empat wilayah kajian, yaitu wisatawan,
hubungan antara wisatawan dengan masyarakat lokal, struktur dan fungsi sistem pariwisata, dan
dampak dampak pariwisata.
Dalam laporan observasi kelompok kami mengambil salah satu daerah tujuan wisata
terkenal yang ada di Yogyakarta, yaitu Kraton Yogyakarta. Kraton Yogyakarta sendiri
merupakan tempat tinggal resmi para Sultan yang bertahta di Kesultanan Yogyakarta. Karaton
artinya tempat dimana "Ratu" (bahasa Jawa yang dalam bahasa Indonesia berarti Raja)
bersemayam. Atau dalam kata lain Keraton atau Karaton merupakan tempat kediaman resmi atau
Istana para Raja. Artinya yang sama juga ditunjukkan dengan kata Kedaton. Kata Kedaton
berasal dari kata "Datu" yang dalam bahasa Indonesia berarti Raja. Dalam pembelajaran tentang
budaya Jawa, arti ini mempunyai arti filosofis yang sangat dalam.
Keraton Yogyakarta tidak didirikan begitu saja. Banyak arti dan makna filosofis yang
terdapat di seputar dan sekitar keraton. Selain itu istana Sultan Yogyakarta ini juga diselubungi
oleh mitos dan mistik yang begitu kental. Filosofi dan mitologi tersebut tidak dapat dipisahkan
dan merupakan dua sisi dari sebuah mata uang yang bernama keraton. Penataan tata ruang
keraton, termasuk pula pola dasar landscape kota tua Yogyakarta, nama-nama yang
dipergunakan, bentuk arsitektur dan arah hadap bangunan, benda-benda tertentu dan lain
sebagainya masing-masing memiliki nilai filosofi dan mitologinya sendiri-sendiri.
Tata ruang dasar kota tua Yogyakarta berporoskan garis lurus Tugu, Keraton, dan
Panggung Krapyak serta diapit oleh S. Winongo di sisi barat dan S. Code di sisi timur. Jalan P.
Mangkubumi, jalan Malioboro, dan jalan Jend. A. Yani merupakan sebuah boulevard lurus dari
Tugu menuju Keraton. Jalan D.I. Panjaitan merupakan sebuah jalan yang lurus keluar dari
Keraton melalui Plengkung Nirboyo menuju Panggung Krapyak. Pengamatan citra satelit
memperlihatkan Tugu, Keraton, dan Panggung Krapyak berikut jalan yang menghubungkannya
tersebut hampir segaris. Tata ruang tersebut mengandung makna "sangkan paraning dumadi"
yaitu asal mula manusia dan tujuan asasi terakhirnya.
Dari banyak hal yang ada di Kraton Yogyakarta, pendorong wisatawan untuk datang ke
sana lebih dikarenakan faktor keinginan untuk melihat sesuatu yang baru, mempelajari etnis atau
budaya lain. Hal tersebut dapat dilihat dari setiap aktifitas yang dilakukan oleh pihak kraton yang
telah terstruktur dengan jadwal untuk dipersembahkan kepada pengunjung yang datang serta
banyaknya mitos yang ada di sekitar wilayah kraton yang membuat wisatawan penasaran.
Dalam observasi, kami melihat berbagai mengkaji mengenai contoh kasus fenomena sosiologi
dalam obyek wisata yang terkait dengan masalah :
Konflik : Interaksi antara wisatawan dengan masyarakat local akan terjalin di daerah daerah tujuan
wisata, apalagi jika pariwisata yang di kembangkan adalah wisata budaya, karena budaya dekat
dan lekat dengan kehidupan masyarakat. Namun tak jarang perbedaan budaya dari masing
masing pihak menimbulkan konflik. Dengan adanya konflik maka masyarakat selalu mengalami
perubahan.
Kerjasama : dalam obyek wisata sudah pasti terdapat fenomena sosiologi kerjasama yang saling
menguntungkan antara penggerak sektor wisata dengan wisatawan maupun dengan masyarakat
sekitar.
Penyimpangan sosial : dalam obyek wisata, kadang kita menemukan tindakan tindakan dari
pengunjung yang seharusnya tidak pantas dilakukan di area tempat wisata. Walaupun kadang,
masyarakat sekitar juga mendorong terjadinya perilaku menyimpang yang terjadi di daerah
tujuan wisata tersebut.
Perubahan sosial : Dimana terjadi perubahan fungsi suatu tempat yang dulunya bukan menjadi
daerah tujuan wisata, kini di perbaiki dan diubah menjadi daerah tujuan wisata yang dibuka
untuk umum, sebagai contoh Kraton Yogyakarta.
Interaksi sosial : wisatawan mengunjungi suatu daerah tujuan wisata antara lain didorong oleh
keinginan untuk mengenal, mengetahui, atau mempelajari daerah dan kebudayaan masyarakat
lokal. Selama berada di daerah tujuan wisata, wisatawan pasti berinteraksi dengan masyarakat
lokal, bukan saja dengan mereka yang secara lansung melayani kebutuhan wisatawan melainkan
juga dengan masyarakat secara luas.
Selain fenomena sosiologi, dampak dari Kraton Yogyakarta dibuka sebagai daerah tujuan
wisata juga kami bahas disini. Diantaranya adalah :
Bidang sosial, objek wisata sangatlah penting di bidang sosial, karena dengan adanya objek wisata
orang-orang dapat menenangkan dirinya dengan pergi berlibur ke objek wisata yang menarik
sehingga orang yang tadinya jenuh dapat bersemangat lagi menjalani rutinitas kesehariannya.
Peran lain objek wisata di bidang sosial adalah seseorang dapat melihat sisi lain dari dunianya,
yaitu ia dapat melihat kehidupan orang lain dan lingkungan sekitarnya. Hal itu akan
memunculkan rasa peduli dan kasih sayang terhadap sesama dan terhadap makhluk lain di dunia.
Dalam kita berkunjung ke objek wisata kita juga akan berinteraksi dengan masyarakat luar.
Bidang budaya, pada bidang budaya peran objek wisata dapat menjaga kelestarian budaya yang
ada.
Bidang ekonomi, peran objek wisata di bidang ekonomi yaitu bertambahnya pendapatan
masyarakat di sekitar objek wisata. Dengan adanya objek wisata maka akan menarik banyak
karyawan atau petugas penjaga, ini akan berdampak pada bertambahnya lapangan kerja dan
berkurangnya pengangguran. Oleh karena itu, dengan pengembangan objek wisata maka akan
meningkatnya pendapatan masyarakat sekitar dan pendapatan negara dari jumlah pengunjung
yang datang pada objek wisata tersebut.
BAB III
METODE PENGUMPULAN DATA

A. LOKASI
Observasi kelompok kami lakukan adalah di Keraton Yogyakarta Hadiningrat. Lokasi
tersebut beralamat di Jalan Rotowijayan, 1 Yogyakarta.

B. WAKTU
Observasi dilakukan sebanyak satu kali, yaitu:
1. Hari : Jumat
2. Tanggal : 27 September 2013
3. Waktu : Pukul 10.30 12.30 WIB

C. BENTUK
Penelitian yang kami lakukan memerlukan beberapa teknik untuk mengumpulkan data
dimana masing-masing teknik tersebut saling melengkapi satu sama lain. Adapun teknik-teknik
yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Wawancara
Menurut Prabowo (1996) wawancara adalah metode pengmbilan data dengan cara
menanyakan sesuatu kepada seseorang responden, caranya adalah dengan bercakap-cakap secara
tatap muka.Pada penelitian ini wawancara akan dilakukan dengan menggunakan pedoman
wawancara.
Pedoman wawancara digunakan untuk mengingatkan interviewer mengenai aspek-aspek apa
yang harus dibahas, juga menjadi daftar pengecek (check list) apakah aspek-aspek relevan
tersebut telah dibahas atau ditanyakan. Dengan pedoman demikian interviwer harus memikirkan
bagaimana pertanyaan tersebut akan dijabarkan secara kongkrit dalam kalimat tanya, sekaligus
menyesuaikan pertanyaan dengan konteks aktual saat wawancara berlangsung (Patton dalam
poerwandari, 1998). Secara garis besar aa dua macam pedoman wawancara, yaitu:
1) Pedoman wawasan tidak terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang hanya memuat garis besar
yang akan ditanyakan. Tentu saja kreativitas pewawancara sangat diperlukan, bahkan hasil
wawancara dengan jenis pedoman ini lebih banyak tergantung dari pewawancara.
Pewawancaralah sebagai pengemudi jawaban responden. Jenis interviu ini cocok untuk penilaian
khusus.
2) Pedoman wawancara terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang disusun secara terperinci
sehingga menyerupai check-list. Pewawancara tinggal membubuhkan tanda (check) pada nomor
yang sesuai. Pedoman wawancara yang banyak digunakan adalah bentuk semi structured.
Dalam hal ini maka mula-mula interviewer menanyakan serentetan pertanyaan yang sudah
terstruktur, kemudian satu per satu diperdalam dalam mengorek keterangan lebih lanjut. Dengan
demikian jawaban yang diperoleh bisa meliputi semua variabel, dengan keterangan yang lengkap
dan mendalam.

2. Observasi
Disamping wawancara, penelitian ini juga melakukan metode observasi. Menurut Nawawi &
Martini (1991) observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistimatik terhadap unsur-
unsur yang tampak dalam suatu gejala atau gejala-gejala dalam objek penelitian.
Dalam penelitian ini observasi dibutuhkan untuk dapat memehami proses terjadinya
wawancara dan hasil wawancara dapat dipahami dalam konteksnya. Observasi yang akan
dilakukan adalah observasi terhadap subjek, perilaku subjek selama wawancara, interaksi subjek
dengan peneliti dan hal-hal yang dianggap relevan sehingga dapat memberikan data tambahan
terhadap hasil wawancara.
Menurut Patton (dalam Poerwandari 1998) salah satu hal yang penting, namun sering
dilupakan dalam observasi adalah mengamati hal yang tidak terjadi. Dengan demikian Patton
menyatakan bahwa hasil observasi menjadi data penting karena :
a. Peneliti akan mendapatkan pemahaman lebih baik tentang konteks dalam hal yang diteliti
akan atau terjadi.
b. Observasi memungkinkan peneliti untuk bersikap terbuka, berorientasi pada penemuan
dari pada pembuktiaan dan mempertahankan pilihan untuk mendekati masalah secara
induktif.
c. Observasi memungkinkan peneliti melihat hal-hal yang oleh subjek penelitian sendiri
kurang disadari.
d. Observasi memungkinkan peneliti memperoleh data tentang hal-hal yang karena berbagai
sebab tidak diungkapkan oleh subjek penelitian secara terbuka dalam wawancara.
e. Observasi memungkinkan peneliti merefleksikan dan bersikap introspektif terhadap
penelitian yang dilakukan. Impresi dan perasan pengamatan akan menjadi bagian dari
data yang pada giliranya dapat dimanfaatkan untuk memahami fenomena yang diteliti.
3. Metode Dokumentasi
Studi dokumenter merupakan merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan
menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis,gambar maupun
elektronik. Dokumen yang telah diperoleh kemudian dianalisis (diurai), dibandingkan dan
dipadukan (sintesis) membentuk satu hasil kajian yang sistematis, padu dan utuh. Jadi studi
dokumenter tidak sekedar mengumpulkan dan menuliskan atau melaporkan dalam bentuk
kutipan-kutipan tentang sejumlah dokumuen yang dilaporkan dalam penelitian adalah hasil
analisis terhadap dokumen-dokumen tersebut.
Metode dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan,
transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya.
Dibandingkan dengan metode lain, maka metode ini agak tidak begitu sulit, dalam arti apabila
ada kekeliruan sumber datanya masih tetap, belum berubah.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Kajian Teori
Teori Fungsional dan Struktural
Talcott Parsons mencetuskan sebuah teori yang disebut dengan Teori Fungsionalisme
Struktural. Asumsi dasar dari Teori Fungsionalisme Struktural, yaitu bahwa masyarakat
terintegrasi atas dasar kesepakatan dari para anggotanya akan nilai-nilai kemasyarakatan tertentu
yang mempunyai kemampuan mengatasi perbedaan-perbedaan sehingga masyarakat tersebut
dipandang sebagai suatu sistem yang secara fungsional terintegrasi dalam suatu keseimbangan.
Dengan demikian masyarakat merupakan kumpulan sistem-sistem sosial yang satu sama lain
berhubungan dan saling ketergantungan. Fungsi adalah suatu gugusan aktivitas yang diarahkan
untuk memenuhi satu atau beberapa kebutuhan sistem. Menggunakan definisi ini, Parsons
percaya bahwa ada empat imperative fungsional yang diperlukan (atau menjadi ciri) seluruh
sistem, yaitu adaptasi, pencapaian tujuan, integrasi, latensi.
1) Adaptasi: sistem harus mengatasi kebutuhan situasional yang datang dari luar. Ia harus
beradaptasi dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan dengan kebutuhan-kebutuhannya.
2) Pencapaian tujuan: sistem harus mendefinisikan dan mencapai tujuan-tujuan utamanya.
3) Integrasi: sistem harus mengatur hubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya. Ia pun
harus mengatur hubungan antar ketiga imperative di atas.
4) Latensi: sistem harus melengkapi, memelihara, dan memperbaharui motivasi individu dan pola-
pola budaya yang menciptakan dan mempertahankan motivasi tersebut.
Prinsip-prinsip pemikiran Talcott Parsons, yaitu bahwa tindakan individu manusia itu
diarahkan pada tujuan. Di samping itu, tindakan itu terjadi pada suatu kondisi yang unsurnya
sudah pasti, sedang unsur-unsur lainnya digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Selain
itu, secara normatif tindakan tersebut diatur berkenaan dengan penentuan alat dan tujuan. Atau
dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa tindakan itu dipandang sebagai kenyataan sosial yang
terkecil dan mendasar, yang unsur-unsurnya berupa alat, tujuan, situasi, dan norma.
Menurut teori struktural fungsional, masyarakat sebagai suatu sistem memiliki struktur
yang terdiri dari banyak lembaga, dimana masing masing lembaga memiliki fungsi sendiri
sendiri. Struktur dan fungsi, dengan komplekstifitas yang berbeda beda, ada pada setiap
masyarakat, baik masyarakat modern maupun masyarakat primitif. Dalam kehidupan sosial
bermasyarakat, struktur sosial yang terdiri dari jaringan hubungan antara individu dan kelompok
individu. Semua hubungan ini melibatkan hak dan kewajiban tertentu, dan didefinisikan menurut
cara tertentu. Agar konflik dapat dipecahkan tanpa merusak struktur, dipenuhi dengan
pembentukan sistem peraturan perundang undangan, peradilan dan institusi hukum lainnya
yang lebih sederhana tingkatannya.
Teori Interaksi Simbolik
Teori interaksi simbolik adalah hubungan antara simbol dan interaksi. Menurut Mead,
orang bertindak berdasarkan makna simbolik yang muncul dalam sebuah situasi tertentu.
Sedangkan simbol adalah reprensentasi dari sebuah fenomena, dimana simbol sebelumnya sudah
disepakati bersama dalam sebuah kelompok dan digunakan untuk mencapai sebuah kesamaan
makna bersama. Simbol dibedakan menjadi dua, yakni simbol verbal dan simbol nonverbal.
Teori ini mempunyai tiga asumsi, yaitu :
1) Pentingnya makna bagi perilaku manusia
Makna yang kita berikan pada simbol merupakan hasil dari interaksi sosial dan menggambarkan
kesepakatan untuk menerapkan makna tertentu pada suatu simbol. Makna ada apabila ketika
orang memiliki interpretasi yang sama mengenai suatu simbol yang mereka perlihatkan.
2) Pentingnya konsep mengenal diri
Melalui interaksi dengan orang lain individu akan mengembangkan konsep dirinya. Konsep ini
akan membentuk perilaku individu
3) Hubungan antara individu dengan masyarakat
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup seorang diri, manusia senantiasa akan
selalu menjalin hubungan interaksi dengan masyarakat. Disini ada ketergantungan antara
individu dengan masyarakat. Interaksi sosial yang terjadi dengan masyarakat dan lingkungannya
menghasilkan aturan aturan yang mempengaruhi kehidupan masyarakat.
Pertukaran informasi melalui sebuah interaksi antar individu menghasilkan kesamaan
makna yang akan digunakan untuk acuan acuan dalam berkomunikasi lebih mudah untuk
dijalani.

2. Pokok Temuan
Kraton Yogyakarta dibangun pada tahun 1756 atau tahun 1682 pada penanggalan jawa.
Keseluruhan luas tanah kraton adalah 14 hektare yang dibagi menjadi tujuh bagian. Tujuh bagian
itu ada alun alun utara dan Siti Hinggil Utara, kemandhungan utara, halaman Srimanganti,
kedhaton, kemegangan, kemandhungan selatan dan alun alun selatan dan sasono hinggil.
Fenomena sosiologi terkait dengan perubahan sosial yang terjadi di Kraton Yogyakarta,
dimana Kraton pada jaman dulunya merupakan tempat tinggal para raja, selain itu pada bagian
selatan kraton dulunya terdapat komplek kesatrian yang digunakan sebagai sekolah putra putra
sultan. Sekolah mereka dipisahkan dari sekolah rakyat karena memang sudah merupakan aturan
kraton bahwa putra putra sultan tidak diperbolehkan bersekolah di sekolah yang sama dengan
rakyat. Sementara fungsi kraton pada masa kini adalah sebagai tempat wisata yang dapat
dikunjungi oleh siapapun baik wisatawan domestik maupun mancanegara. Selain sebagai tempat
untuk berwisata, fungsi kraton juga masih dipertahankan sebagai tempat tinggal raja walau
tempat yang merupakan kediaman raja tidak diperbolehkan untuk dikunjungi wisatawan umum.
Selain kraton itu sendiri, perubahan sosial juga terjadi pada alun alun utara dan alun alun
selatan. Perubahan yang dulunya tempat tersebut berfungsi sebagai tempat latihan dan tempat
berkumpulnya prajurit kraton, kini tempat tersebut juga telah dibuka sebagai tempat wisata.
Selain menikmati keindahan bangunan kraton, dan berbagai benda peninggalan dari
jaman sultan pertama, mengunjungi Kraton Yogyakarta kita juga disuguhkan berbagai
pertunjukan seni yang telah terjadwal setiap harinya. Untuk jadwalnya sendiri, setiap hari Senin
dan Selasa, di keraton dipentaskan kesenian Musik gamelan , hari Rabu : Wayang golek menak,
Kamis: Pertunjukan tari , Jumat: Macapat dan Sabtu : pertunjukan wayang kulit. Dengan
mengunjungi Kraton Yogyakarta, pengunjung tidak hanya mengenal sejarah kraton saja namun
di sana mereka juga dapat belajar sekaligus ikut melestarikan kebudayaan lokal yang ada dengan
ikut belajar serta menghargai eksistensinya ditengah masyarakat.
Selain menikmati suasana di dalam kraton, wisatawan dapat pula berbelanja kompleks
pedagang yang telah disediakan oleh pihak kraton. Disana pedagang menjual berbagai oleh
oleh yang bercorak khas kota Yogyakarta. Menurut salah satu pedagang di sana, ibu Suryanto,
dia telah berjualan di kompleks keben selama 25 tahun. Pedagang di kompleks keben terorganisir
dan mempunyai organisasi, yaitu kumpulan pedagang keben yang mempunyai kegiatan seperti
arisan rutin setiap tanggal 6 setiap bulannya, melakukan kegiatan sosial, dan lain sebagainya.
Selain itu, dia mengatakan jika untuk para pedagang walau ada persaingan diantara mereka
karena antar pedagang barang yang mereka jajakan hampir sama namun tidak ada konflik hingga
menyebabkan keributan, karena telah ada yang mengatur mereka dan walaupun barang yang
mereka jual hampir sama namun distributor dari barang barang yang mereka jajakan kadang
sama.
Banyaknya wisatawan lokal dan mancanegara yang datang ke Kraton Yogyakarta
membawa dampak positif maupun negatif. Pengaruh positif, salah satunya bagi perekonomian
warga sekitar. Di kompleks pedagang, kita dapat menemui fenomena unik antara interaksi
pengunjung atau wisatawan mancanegara dengan pedagang. Walaupun mereka mayoritas tidak
dapat menggunakan bahasa asing yang baik, namun proses jual beli diantara mereka dapat
terjadi melalui interaksi simbolik yang mereka lakukan.
Selain kraton, alun-alun selatan kini menjadi ruang publik yang istimewa. Belum lagi
ketika malam hari, alun-alun selatan menjadi semakin ramai dengan keberadaan sepeda-sepeda
yang dihiasi dengan lampu-lampu yang bisa disewa dengan harga Rp. 20.000 sampai dengan Rp.
25.000 untuk mengelilingi alun-alun. Berbagai tempat makan juga tersedia disini, angkringan
khas Jogja, jagung bakar, ronde, bajigur, diramaikan juga oleh para seniman jalanan (pengamen),
kita juga bisa mencoba atraksi yang dinamakan Masangin, yaitu melewati jalan antara dua
beringin yang ada di tengah alun-alun dengan mata ditutup kain hitam. Para pedagang,
pengamen, dan pelaku wisata disini juga memiliki kartu anggota yang dikelola oleh pemerintah
daerah, ini dimaksudkan agar lebih mudah dalam melakukan koordinasi dan pendataan. Namun
ketika hari mulai gelap, Alun alun selatan berubah menjadi ajang berkencan oleh pasangan
muda-mudi, fenomena yang sangat kontras dengan peristiwa sebelumnya, dari suasana dan suara
hiruk pikuk anak-anak, menjadi suasana yang remang-remang. Di sepanjang jalan di sekeliling
alun-alun dapat dengan mudah dijumpai pasangan muda-mudi yang asyik dengan diri mereka
sendiri, tanpa memperdulikan bahwa apa yang mereka lakukan tersebut jauh dari nilai-nilai
sosial yang berlaku di masyarakat. Fenomena ini menjadi salah satu bukti bahwa ruang publik
kadang-kadang mengalami pemaknaan yang keliru oleh sebagian orang, dimana orang sering
beranggapan bahwa ruang publik adalah ruang yang bebas diakses siapapun dengan tujuan
apapun, tanpa memperhatikan kepentingan-kepentingan orang lain, melanggar norma atau
peraturan sekalipun. Dalam situasi seperti ini, dibutuhkan kontrol masyarakat terhadap segala
aktivitas yang ada di lingkungannya, juga terhadap dampak-dampak yang mungkin akan muncul
dari kegiatan-kegiatan negatif seperti di atas.

BAB V
KESIMPULAN
Kraton Yogyakarta merupakan tempat tinggal resmi para Sultan yang bertahta di
Kesultanan Yogyakarta. Kraton Yogyakarta dibangun pada tahun 1756 atau tahun 1682 pada
penanggalan jawa. Keseluruhan luas tanah kraton adalah 14 hektare yang dibagi menjadi tujuh
bagian.
Fenomena sosiologi terkait dengan perubahan sosial yang terjadi di Kraton Yogyakarta,
dimana Kraton pada jaman dulunya merupakan tempat tinggal para raja, selain itu pada bagian
selatan kraton dulunya terdapat komplek kesatrian yang digunakan sebagai sekolah putra putra
sultan. Sementara fungsi kraton pada masa kini adalah sebagai tempat wisata yang dapat
dikunjungi oleh siapapun baik wisatawan domestik maupun mancanegara. Selain sebagai tempat
untuk berwisata, fungsi kraton juga masih dipertahankan sebagai tempat tinggal raja walau
tempat yang merupakan kediaman raja tidak diperbolehkan untuk dikunjungi wisatawan umum.
Selain kraton itu sendiri, perubahan sosial juga terjadi pada alun alun utara dan alun alun
selatan. Perubahan yang dulunya tempat tersebut berfungsi sebagai tempat latihan dan tempat
berkumpulnya prajurit kraton, kini tempat tersebut juga telah dibuka sebagai tempat wisata.
Para pedagang yang berjualan di kompleks keben kraton telah terorganisir dan
mempunyai organisasi, selain itu jika untuk para pedagang terdapat suatu persaingan karena
antar pedagang barang yang mereka jajakan hampir sama, namun hal tersebut tidak sampai
terjadi konflik hingga menyebabkan keributan, karena telah ada yang mengatur mereka dan
walaupun barang yang mereka jual hampir sama namun distributor dari barang barang yang
mereka jajakan itu sama.
Namun kadang tempat wisata berubah menjadi ajang berkencan oleh pasangan muda-
mudi, fenomena ini menjadi salah satu bukti bahwa ruang publik kadang-kadang mengalami
pemaknaan yang keliru oleh sebagian orang, dimana orang sering beranggapan bahwa ruang
publik adalah ruang yang bebas diakses siapapun dengan tujuan apapun, tanpa memperhatikan
kepentingan-kepentingan orang lain, melanggar norma atau peraturan sekalipun.

DAFTAR PUSTAKA

Gayatri Putu G, Pitana I Gede. 2005. SOSIOLOGI PARIWISATA. Yogyakarta : Andi.


Yogyes (2006). Yogyakarta Tourism Object Performance Wayang Kulit Show. Diperoleh 06
Oktober 2013, dari
http://www.yogyes.com/id/yogyakarta-tourism-object/performance/wayang-kulit-show/
Purnami, Komang. Teori Struktural Fungsional. Diperoleh 06 Oktober 2013, dari
http://www.teologihindu.blogspot.com

Anda mungkin juga menyukai