Anda di halaman 1dari 26

PENGEMBANGAN WISATA BUDAYA MELALUI MANAJEMEN SENI PERTUNJUKAN

PADA SANGGAR DAN PADEPOKAN SENI DI YOGYAKARTA

NAMA : Stanislaus Kostka Adadiri Tanpalang S.Par

NIM : 19030077

Jurusan : Pariwisata

Program : Magister

Kepada

PROGRAM STUDI PARIWISATA JURUSAN PARIWISATA

SEKOLAH TINGGI PARIWISATA AMBARRUKMO YOGYAKARTA

2020

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

LATAR BELAKANG

Yogyakarta sebagai kota perjuangan, pusat kebudayaan dan pusat pendidikan juga dikenal
dengan kekayaan potensi pesona alam dan budayanya sampai sekarang dan masih tetap
merupakan daerah tujuan wisata yang terkenal di Indonesia dan Mancanegara. Yogyakarta masih
terjaga tatanan kehidupan masyarakat jawa khususnya dalam kehidupan sehari-hari yang tercermin
pada kegiatan adat istiadat, sosial kemasyarakatan, kesenian dan sebagainya.

Seni Budaya yang masih terjaga keaslian dankeindahan terdapat di Istana Raja dan daerah
sekitarnya yang merupakan peninggalan kerajaan besar maka Yogyakarta memiliki kebudayaan
yang tinggi dan bahkan pusat sumber kebudayaan Jawa. (Dinas Pariwsata, 2011).Daerah
Yogyakarta yang relatif aman dan nyaman dengan keramah- tamahan masyarakatnya, menjadikan
Yogyakarta banyak diminati orang atau wisatawan untuk berkunjung ke daerah Yogyakarta. Tidak
mengherankan setiap tahun jumlah kunjungan wisatawan baik
Membicarakan manajemen seni pertunjukan khususnya kesenian, akan membicarakan pula
lembaga-lembaga kesenian yang berada di sekitar kita, diantaranya pendidikan kesenian, lembaga
pengembangan kesenian dan lembaga pembinaan kesenian, baik formal maupun nonformal.

Kini memang banyak sekali lembaga pendidikan kesenian setingkat SLTA, Akademi maupun
institusi yang berada di Yogyakarta. Ini menunjukan bahwa pemerintah dan masyarakat benar-benar
menyadari kehaadiran lembaga-lembaga itu sebagai suatu kebutuhan yang dulu belum kita miliki

Diselenggarakannya pesta-pesta kesenian, lokarya-lokarya kesenian, festival kesenian, di tiap


kabupaten maupun propinsi itu merupakan kegiatan yang bersifat pengembangan dan pembinaan.
Meskipun kemudian secara potensial, juga tidak menutup kemungkinan untuk di rangkul oleh
pariwisata.

Banyaknya oraganisasi dan sanggar yang tumbuh dan berkembang di Yogyakarta itu sendiri
diharapkan mampu meningkatkan wisata budaya di daerah Yogyakarta itu sendiri, namun demikian di
era sekarang banyak sekali oraganisasi maupun sanggar yang bisa dikatakan hidup segan mati pun tak
mau.

Yogyakarta yang notabene adalah kota pelajar dan kota budaya, sekarang terasa sudah sedikit
redup “gema” itu. Bisa dikatakan Yogyakarta kalah pamor dengan Bali yang hampir setiap orang
berfikir Bali yang mempunyai spirit kuat akan adanya wisata budaya. Hal hal seperti ini memang
perlu sebuah penanganan dan pengamatan melalui sebuah bidang yang dapat menyedlidiki kasus yang
dihadapi para seniman dan para organisasi seni yang berada di Yogyakarta, mengapa di era sekarang
ini Yogyakarta telah sedikit redup dan tidak seperti dahulu yang bisa mendapatkan predikat sebagai
kota Budaya dan kota pelajar. Mungkin dari segi perorangan yaitu dari segi seorang senimannya
ataupun dari segi organisasinya yang kurang menjalankan manajemen seni pertunjukan di sebuah
managemen yang dia Kelola.

Tidaklah dapat disangkal bahwa organisasi-organisasi itu memang menjadi tergantung pada
subsidi. Akibatnya tidak ada kemandirian. Ini semua terasa benar adanya. Ketika subsidi dihentikan,
ternyata organisasi irganisasi itu banyak yang tidak berjalan lagi. Mati. Memang organisasi itu perlu
disubsidi tapi tidak perlu diberikan secara kontinyu. Subsidi itu mestinya diberikan kepada organisasi
yang punya potensi, punya program jelas, punya proyek yangbjelas. Tidak hanya tergantung oleh
subsidi

Akibat tidak adanya kemandirian ini banyak sekali organisasi seni pertunjukan yang berada di
Yogyakarta mengalami kemunduran dan eksistensinya dalam berkarya dan kemunduran dalam
berseni dalam upaya meningkatkan kunjungan wisatawan berbasis wisata budaya di Yogyakarta.
Kesadaran setiap seniman seniman di Yogyakarta memang perlu di manage sedimikian rupa melalui
sebuah manajemen seni pertunjukan yang di organisir oleh sebuah organisasi seni yang menjadi
payiug bagi sebagian besar seniman seniman yang berada di yogyakarta

Organisasi seni pertunjukan secara sederhana dapat diartikan sebagai sekelompok orang yang
melembagakan diri, yang bersifat tradisional maupun modern untuk mempertunjukan hasil karya
seninya secara komersial maupun non-komersial untuk suatu tontonan atau tujuan lain. Berdasarkan
pandangan ini, maka seni pertunjukan dapat dikelompokan menjadi dua aspek dalam pandangan
manajemen, yaitu fungsi manajemen secara horizontal dan fungsi manajemen secara vertical. Fungsi
manajemen secara horizontal lebih mengacu pada kelembagaannya dan fungsi manajemen secara
vertical mengacu pada cakupan bidang kegiatan keseniannya.

Suganda (1999) menjelaskan, sudah bukan merupakan persoalan lagi bagi masyarakat pada
umumnya dan bagi masyarakat seni khususnya, bahwa seni pertunjukan saat ini telah dikomersialkan.
Setiap bentuk pertunjukan yang disponsori pihak tertentu untuk dikonsumsi masyarakat, senantiasa
berkaitan dengan dengan proposal pengajuan kegiatan dan kontrak kerja yang mengatur kesepakatan
yang mengatur tentang aturan main yang harus dilaksanakan oleh masing-masing pihak termasuk
jaminan dan imbalan jasa bagi para seniman pelaku yang menggarapnya.

Seni budaya dan kearifan lokal adalah merupakan kekayaan daerah yang perlu diberdayakan
dalam mendukung pengembangan wisata budaya. Seni budaya apabila dikemas sesuai nilai-nilai
aslinya akan mendatangkan daya tarik sendiri bagi wisatawan namun harus dilakukan sesuai waktu
dan tempat yang mendukung nilai keaslian tersebut.
Macam kesenian tradisional dan kearifan lokal yang dapat mendkung dan menunjang
kunjungan wisatawan yaitu :

a. Kesenian tradisional
b. Makanan khas tradisional
c. Ritual adat
d. Pakaian tradisional

Pengembangan pariwisata Indonesia yang menggunakan konsepsi pariwisata budaya


dirumuskan dalam UU Pariwisata Nomor 9 Tahun 1994. Pariwisata budaya merupakan salah satu
jenis pariwisata yang dikembangkan bertumpu pada kebudayaan Indonesia yang berdasarkan
Pancasila. Setiap langkah dan gerak pengembangannya secara normatif diharapkan tetap bertumpu
pada kebudayaan bangsa. Segala aspek yang terkait dengan pariwisata seperti promosi, atraksi,
arsitektur, etika, organisasi, pola manajemen, makanan, souvenir diharapkan sedapat mungkin
menggunakan potensi kebudayaan.

Kedudukan seni dan kebudayaan dalam pengembangan pariwisata Indonesia, tidak saja
sebagai media pendukung, tetapi juga sebagai pemberi "identitas" kepada masyarakat itu sendiri.
Kebudayaan menurut Oka A Yoeti (2006), suatu entitas yang otonom dalam kehidupan manusia,dapat
dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu dalam konstelasi sosial maupun lingkungan alamiah.
Komponen pokok kebudayaan yang pertama adalah pandangan yang menyatakan bahwa kebudayaan
adalah nilai-nilai budaya beserta segala hasil pemikiran manusia dalam masyarakat, sedangkan
tingkah laku dan benda-benda adalah akibat ikutan.

Yang kedua, kebudayaan adalah keseluruhan hasil pemikiran, pola tingkah laku, dan benda-
benda karya manusia. Kebudayaan bagaikan sebuah rumah yang seorang merasa aman di dalamnya.
Rasa aman dapat menjadi panduan di setiap perjalanan mencari makna hidup.

Budaya berperan penting dalam pariwisata. Salah satu yang menyebabkan orang ingin
melakukan perjalanan wisata adalah adanya keinginan untuk melihat cara hidup dan budaya orang
lain. Serta keinginan mempelajari budaya orang lain. Industri pariwisata mengakui peran budaya
sebagai faktor penarik dengan mempromosikan karakteristik budaya dari destinasi.

Sumber daya budaya dimungkinan untuk menjadi faktor utama yang menarik wisatawan
untuk melakukan perjalanan wisata. Sumber yang bisa dikembangkan menjadi daya tarik wisata di
antaranya (1) bangunan sejarah, situs, monumen, galeri seni, situs budaya kuno, dan sebagainya; (2)
seni dan patung kontemporer, arsitektur, teksti;, pusat kerajinan tangan dan seni, pusat desain, studio
artis, industri film, dan sebagainya.
(3) Seni pertunjukan, drama, sendratari, lagu daerah, teater jalanan, eksibisi foto, festival,
dan event khusus lainnya. (4) Peninggalan keagamaan seperti pura, candi, masjid, situs, dan
sejenisnya. (5) Kegiatan dan cara hidup masyarakat lokal, sistem pendidikan, sanggar, teknologi
tradisional, cara kerja, dan sistem kehidupan setempat. (6) Perjalanan ke tempat sejarah menggunakan
alat transportasi unik (I Gede Pitana, 2009).

Budaya memiliki  aspek utama, yaitu ide (gagasan), wujud, dan perilaku. Ditinjau dari segi isi,
kebudayaan memiliki tujuh unsur pokok, yaitu unsur bahasa, organisasi sosial, sistem perekonomian,
sistem teknologi, sistem kepercayaan, sistem pengetahuan, dan sistem kesenian. Masing-masing
sistem bila dikaitkan dengan karya seni cipta budaya selalu bersinggungan dan berkaitan. Kenapa?

Karena kesenian adalah perwujudan bentuk-bentuk yang ekspresif atau bentuk-bentuk


ekspresi dari seseorang. Sebagai bagian dari budaya, kesenian digolongkan menjadi tiga golongan.
Seni rupa, misalnya seni patung, kriya, seni grafik, seni reklame, seni arsitektur, dan seni dekorasi.
Seni pertunjukan misalnya seni tari, karawitan, seni musik deklamasi, dan seni drama. Kemudian seni
audio visual misalnya seni video, seni film (Kusmayati, 2000).

1.2 Rumusan Masalah

Kebudayaan tak akan pernah lepas dari pariwisata yang berkembang di suatu daerah itu
sendiri, para seniman sebagai budayawan menyadari hal ini sehingga memandang penting adanya
sinergi antara seniman, pemerintah, dan dunia usaha yang hidup dari pariwisata Jogja itu sendiri.
Banyaknya seniman seniman yang lahir dan tumbuh berkembang di dunia seni di Yogyakarta ini
menimbulkan banyak sekali gejolak di hati para seniman untuk selalu berkarya dan meningkatkan
wisata berbasis budaya di kawasan mereka masing masing dalam upaya meningkatkan wisatawan
berbasis wisata budaya di Yogyakarta. Tak hanya itu, banyaknya organisasi organisasi seni
pertunjukan dan pula sanggar seni dan padepokan seni yang berada di Yogyakarta yang sekarang
kurang mampu memberikan kontribusi lebih untuk menunjang kunjungan wisatawan berbasis budaya
di Yogyakarta.

Yogyakarta sebagai kota budaya tidak lagi terdengar oleh sebagaian orang dan sudah tidak
terasa lagi kekentalan budaya yang terjadi di Yogyakarta itu sendiri, disaat kita mendengarkan kata
Bali, kita akan membayangkan tentang keindahan budaya dan pariwisata yang sangat kental akan
keseniannya itu sendiri. Namun ada apa dengan Yogyakarta yang notabene adalah kota budaya?. Bisa
dikatakan masyarakat Yogyakarta dan sneiman Yogyakarta kurang mempersiapkan dan kurang
mengelola tentang wisata berbasis Budaya yang sebenarnya sangat berpotensi untuk dikelola dan
dijadikan sebagai industry yang apik untuk menunjang dan meningkatkan kunjungan wisatawan di
Yogyakarta itu sendiri.

Kelompok seni, dan pelaku seni yang sangat banyak ditemukan di Yogyakarta itu sendiri juga
dirasa kurang untuk mengelola sumber daya manusianya sehingga menimbulkan akibat penurunan
kunjungan wisatawan yang memang seharusnya bisa dikelola dengan baik oleh seniman seniman
ataupun organisasi itu sendiri dengan menggunakan manajemen seni pertunjukan yang bisa di
terapkan untuk dijadikan sebuah festival ataupun sebuah tontonan bagi masyarakat sekitar maupun
masyarakat luar daerah sehingga Yogyakarta mendapatkan citranya kembali sebagai kota wisata dan
kota budaya bagi masyarakat.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apa upaya yang dilakukan oraganisasi-organisasi seni pertunjukan ataupun sanggar untuk
meningkatkan wisata budaya di yogyakarta?

2. Bagaimana cara yang bisa dilakukan oleh para seniman seniman Yogyakarta untuk
meningkatkan wisata Budaya di Yogyakarta?

3. Bagaimana manajemen seni pertunjukan dapat berperan dalam mengembangkan wisata


budaya di Yogyakarta?

4. Apa peran kesenian dalam pengembangan wisata di Yogyakarta ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas makan tujuan penelitian tersebut sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui cara dan upaya yang dilakukan organisasi-organisasi ataupun sanggar
untuk meningkatkan wisata budaya di Yogyakarta

2. Untuk mengetahui cara para seniman seniman Yogyakarta dalam upaya meningkatkan wisata
Budaya di Yogyakarta dengan menerapkan Manajeman Seni Pertunjukan

3. Untuk mengetahui peran Manajemen seni pertunjukan dalam upaya pengembangan wisata
budaya di Yogyakarta

4. Untuk mengetahui peran kesenian dalam upaya pembembangan wisata di Yogyakarta

1.4 Metode Penelitian

Metode Penelitian tentang Manajemen Seni Pertunjukan pada jenis penelitian ini
menggunakan penelitian deskriptif kualitatif. Menurut Bog dan Tailor seperti yang dikutip
oleh Moeleong mendifinisikan metodelogi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata- kata tertulis atau lisan atau dari bentuk tindakan
kebijakan (Moeleong,, 2006)

1.5 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak di capai, maka manfaat penelitian ini adalah
sebagai berikut :

a. Agar seniman seniman muda di Yogyakarta dapat dan mampu meningkatkan potensi
wisata Budaya di Yogyakarta
b. Agar dapat membantu perekonomian daerah dalam pemngembangan wisata budaya
c. Meningkatkan kunjungan wisata lokal maupun internasional dengan adanya
perkembangan wisata berbasis budaya

1.6 Batasan Penelitian

Berrdasarkan penelitian tersebut, penulis membatasi penelitian yang akan di teliti. Yaitu penulis
akan meneliti tentang kondisi dan upaya yang telah di lakukan di beberapa organisasi seni
pertunjukan, padepokan seni, maupun sanggar seni yang berada di Yogyakarta, dalam upaya
meningkatkan kunjungan wisatawan berbasis wisata budaya .

1.7 Celah Fenomena

celah Fenomena adalah hasil dari usaha dalam mengidentifikasi celah atau wilayah
pengetahuan yang entah kosong atau perlu diisi dengan pemahaman atau pengetahuan baru melalui
penelitian. Wilayah atau celah yang kosong bisa saja berupa topik yang kurang dipahami, atau ada
pengetahuan dan informasi yang masih kurang yang menghambat kita dalam menemukan jawaban
atau kesimpulan atas sebuah persoalan atau pertanyaan.

Celah fenomena di penelitian ini adalah situasi yang penulis amati berdasarkan Seniman dan
organisasi seni yang sudah maupun belum menerapkan manajemen seni pertunjukan. Dan memahami
tentang aspek aspek manajemen seni pertunjukan itu sendiri. Dikarenakan banyak di kalangan
seniman yang belum memahami dan belum menerapkan manajemen seni pertunjukan untuk sebuah
pertunjukan itu sendiri untuk sebuah pementasan komersil yang dapat berguna untuk banyak seniman,
organisasi maupun masyarakat yang terlibat dalam pertunjukan tersebut.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Pariwisata Dan Potensi Daya Tarik Wisata Budaya


1. Definisi Pariwisata
Menurut Undang-undang RI No. 10 tahun 2009, pariwisata adalah berbagai macam kegiatan
wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha
dan pemerintah.

Pariwisata menurut Nyamon S. Pendit (2006), adalah salah satu jenis industri baru yang
mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja, peningkatan
penghasilan, standar hidup serta menstimulasi sektor-sektor produktif lainnya.

Menurut World Trade Organization (WTO) dalam buku Ismayanti (2010) mengungkapakan
pariwisata diartikan sebagai kegiatan manusia yang dilakukan

perjalanan ked an tinggal di daerah tujuan di luar lingkungan kesehariannya.

2. Definisi Potensi Daya Tarik Wisata

Pengembangan dan peningkatan daya Tarik wisata merupakan sesuatu yang diharapkan
berpengaruh secara langsung terhadap minat kunjungan wisata ( Suwarti s. 2017 ) keunggulan
pada sector pariwisata, yaitu terhadap pada potensi daya Tarik wisata suatu detinasi. Karena
adanya potensi wisata pada suatu daerah wisata akan bisa membantu perekonomian di daerah
tersebut. Daya Tarik wisata sebagai penggerak utama yang memotivasi wisatawan untuk
mengunjungi suatu tempat. Daya Tarik wisata juga menjadi focus orientasi bagi pembangunan
wisata terpadu

Perkembangan sector pariwisata sangat didukung dengan adanya potensi daya Tarik wisata
suatu destinasi, menurut yoeti ( 1996:16 ), mendefinisaikan daya Tarik wisata sebagai segala
sesuatu yang dimiliki pleh daerah tujuan wisata dan merupakan daya Tarik agar orang orang mau
datang berkunjung ke tempat tersebut’

B. Definisi Wisata Budaya

Pengembangan Pariwisata Indonesia yang menggunakan konsepsi pariwisata budaya


dirumuskan dalam Undang-undang Pariwisata Nomor 09 Tahun 1994, bahwa pariwisata budaya
merupakan salah satu jenis kepariwisataan yang dikembangkan bertumpu pada kebudayaan
Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Setiap langkah dan gerak dalam kerangka
pengembangan pariwisata secara normatif diharapkan tetap bertumpu pada kebudayaan bangsa,
dengan demikian segala aspek yang terkait dengan pariwisata seperti promosi, atraksi, arsitektur,
etika, organisasi, pola manajemen, makanan, souvenir diharapkan sedapat mungkin
menggunakan potensi kebudayaan, kedudukan seni dan kebudayaan dalam pengembangan
pariwisata Indonesia, tidak saja sebagai media pendukung, tetapi juga sebagai pemberi
“identitas” kepada masyarakat itu sendiri.

Kebudayaan menurut oka A.Yoeti (2006), suatu entitas yang otonom dalam kehidupan
manusia, dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu dalam konstelasi sosial maupun
lingkungan alamiah. Komponen pokok kebudayaan pertama, pandangan menyatakan bahwa
kebudayaan par excellanece adalah nilai-nilai budaya beserta segala hasil pemikiran manusia
dalam masyarakat, sedangkan tingkah laku dan benda-benda adalah akibat ikutan belaka dan
kedua, kebudayaan adalah keseluruhan hasil pemikiran, pola tingkah laku, maupun benda-benda
karya manusia. Kebudayaan bagaikan sebuah rumah, dimana seorang

merasa aman di dalamnya. Rasa aman dapat menjadi pandu dalam setiap perjalanan
mencari makna hidup, sebaliknya ketiadaan orientasi nilai dapat membuat orang resah atau
tidak peduli.

Budaya sangat penting perannya dalam pariwisata, salah satu yang menyebabkan orang
ingin melakukan perjalanan wisata adalah adanya keinginan untuk melihat cara hidup dan
budaya orang lain dibelahan dunia lain serta keinginan untuk mempelajari budaya orang lain
tersebut. Industri pariwisata mengakui peran budaya sebagai faktor penarik dengan
mempromosikan karakteristik budaya dari destinasi. Sumber daya budaya dimungkinan untuk
menjadi faktor utama yang menarik wisatawan untuk melakukan perjalanan wisata.

Sumber daya budaya yang bisa dikembangkan menjadi daya tarik wisata diantaranya : a).
Bangunan sejarah, situs, monumen, galeri seni, situs budaya kuno dan sebagainya, b). Eni dan
patung kontemporer, arsitektur, tekstik, pusat kerajinan tangan dan seni, pusat desain, studio
artis, industri film dan sebagainya, c).Seni pertunjukan, drama, sendratari, lagu daerah, teater
jalanan, eksibisi foto, festifal dan even khusus lainnya, d). Peninggalan keagamaan seperti pura,
candi, masjid, situs dan sejenisnya, e). Kegiatan dan cara hidup masyarakat lokal, sistem
pendidikan, sanggar, teknologi tradisional, cara kerja dan sistem kehidupan setempat, f).
Perjalanan (trekking) ke tempat sejarah menggunakan alat transportasi unik. (I Gede Pitana,
2009)

Seni Budaya menurut Oka A.Yoeti (2006) adalah ekspresi dari jiwa seseorang yang terjadi
oleh proses karya dan karsa. Penampilan yang ekpresif dari penciptaannya, kesenian
mempunyai kaitan erat dengan unsur-unsur kebudayaan. Seni budaya (kesenian) dapat
digolongkan menjadi seni pertunjukan (seni tari, seni teater, seni musik, seni pencak silat); Seni
Rupa (seni murni, seni lukis, seni patung, seni kriya, dan seni desain). Seni Sastra (prosa atau
puisi).

Hakekat kebudayaanlah yang menyebabkan manusia menjadi manusiawi, sebagai makhluk


rasional, mampu menilai hal-hal yang kritis dan mempunyai rasa kewajiban moral. Manusia bisa
melakukan penilaian dan membuat pilihan-pilihan sesuai dengan kehendaknya. Kebudayaan pula
yang memberikan manusia suatu kemampuan untuk mengerti dirinya, menyadari kekurangan dan
menunjukan keberhasilannya sendiri, tak pernah berhenti untuk mencari dan menciptakan karya
budaya.

Ditinjau dari wujud kebudayaan memiliki 3 aspek utama, yaitu Ide (gagasan), wujud (bentuk)
dan perilaku dan ditinjau dari segi isi, kebudayaan memiliki 7 unsur pokok, unsur bahasa, organisasi
sosial, sistem perekonomian, sistem teknologi, sistem kepercayaan, sistem pengetahuan dan sistem
kesenian, masing-masing sistem ini apabila dikaitkan dengan karya seni cipta budaya selalu
bersinggungan akrab, karena selalu berkaitan.

Pengertian pariwisata

Menurut Undang-undang RI No. 10 tahun 2009, pariwisata adalah berbagai macam kegiatan
wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha
dan pemerintah.

Pariwisata menurut Nyamon S. Pendit (2006), adalah salah satu jenis industri baru yang
mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja, peningkatan
penghasilan, standar hidup serta menstimulasi sektor-sektor produktif lainnya.

Menurut World Trade Organization (WTO) dalam buku Ismayanti (2010) mengungkapakan
pariwisata diartikan sebagai kegiatan manusia yang dilakukan

perjalanan ked an tinggal di daerah tujuan di luar lingkungan kesehariannya.

Pengertian kesenian

Kesenian adalah perwujudan dari bentuk-bentuk yang ekspresif atau bentuk- bentuk ekspresi
dari seseorang. Sebagai bagian kebudayaan kesenian dapat digolongkan menjadi tiga golongan
yaitu seni rupa, misalnya seni patung, kria, seni grafik, seni reklame, seni arsitektur dan seni
dekorasi. Seni pertunjukan misalnya seni tari, karawitan, seni musik deklamasi dan seni drama.
Seni audio visual misalnya seni video, seni film (Kusmayati, 2000).

Kesenian menurut Bagong Kussudiardja (2000) adalah bagian kebudayaan. Seni Tari adalah
keindahan bentuk anggota badan manusia yang bergerak, berirama dan berjiwa yang harmonis.
Keindahan bentuk meliputi jari-jari tangan, pergelangan tangan, badan, leher bahu, pinggul, kaki,
lutut dan pergelangan kaki, bentuk ini dapat berdiri sendiri atau dipadukan, sehingga merupakan
kesatuan, keindahan gerak meliputi anggota badan manusia yang telah berbentuk kemudian
digerakan baik sendiri-sendiri atau bersambungan dan bersama, Keindahan irama setelah anggota
badan terbentuk dan digerakan maka harus berirama cepat maupun lambat, keindahan jiwa
setelah bentuk, gerak dan irama dilahirkan oleh jiwa manusia, maka untuk melaksanakan apa
yang dikehendaki manusia, maka untuk melaksankan harus dengan kemampuan menjiwai.
Keindahan harmoni setelah bentuk gerak, irama dan jiwa yang dilahirkan oleh kekuatan jiwa
manusia harus ada harmoni, harmonis inilah yang melahirkan keindahan.

Menurut Havland, 1975 dalam bukunya Kusmayati (2000). Seni pertunjukan dapat dipilah
menjadi kesenian tradisi, kesenian modern dan kesenian massa, kesenian tradisi merupakan
kesenian yang berasal dari tradisi masyarakat lokal yang berkembang secara turun temurun
minimal dua generasi.

Kesenian modern adalah kesenian yang dikembangkan dari tradisi yang disesuaikan dengan
kebutuhan modern. Kesenian masa yang diubah perannya sebagai tontonan yang dapat menarik
massa sebanyak-banyaknya.

Menurut Zeppel dan Hall (1992) dalam bukunya Oka A. Yoeti (2006) seni pertunjukan sebagai
heritage tourism yaitu bagian dari pariwisata budaya yang menceritakan secara ringkas kepada
pengunjung tentang pentingnya motivasi budaya. Seni pertunjukan baik tradisional, kontemporer
maupun modern merupakan salah satu bentuk dari atraksi wisata, dan dapat berupa special event
yang menjadi andalan atau daya tarik wisata. Berpijak pada prinsip-prinsip pengembangan
pariwsata berkelanjutan, maka seni pertunjukan dalam konteks pariwisata idealnya didasarkan pada
penggalian warisan budaya masyarakat setempat agar dapat menggambarkan karakteristik daerah
bersangkutan.

ORGANISASI SENI DAN SANGGAR DI YOGYAKARTA

Terdapat banyak sekali organisasi seni pertunjukan maupun sanggar sanggar seni yang
terdapat di daerah Yogyakarta, ada yang sudah berkembang da nada pula yang sudah sedikit tidak
berkembang seperti dahulu. Berikut beberapa contoh organisasi seni dan sanggar sanggar seni
pertunjukan yang berada di Yogyakarta

1. Padepokan Seni Bagong Kussudiardja (PSBK), terdaftar secara hukum sebagai Yayasan
Bagong Kussudiardja, didirikan oleh almarhum Bagong Kussudiardja, seorang pelukis dan
koreografer, pada 1978 di Bantul, Yogyakarta. PSBK membawa seniman dan masyarakat
luas belajar kesenian agar tumbuh dan berkembang memberikan kontribusi bagi kehidupan
manusia. PSBK memperluas visi yang dirintis dan terinspirasi oleh seniman dan aktivis
budaya terkenal Yogyakarta, almarhum Bagong Kussudiardja, yang percaya bahwa
kehidupan seni memberikan kontribusi untuk perkembangan ide, cita-cita dan nilai
kehidupan manusia. Setelah Bagong Kussudiardja wafat pada 2004, Yayasan Bagong
Kussudiardja (YBK) didirikan sebagai organisasi nirlaba dan saat ini dipimpin oleh Butet
Kartaredjasa. Pada 2007, YBK mulai aktif mengelola PSBK dengan menerapkan program-
program yang memelihara dan mengembangkan PSBK, pengetahuan seni, gagasan seni, dan
ilmu seni. Tujuan utama Yayasan Bagong Kusudiarja ialah untuk mendorong kehidupan seni
yang dapat memberi kontribusi kepada perkembangan ide, cita-cita dan nilai-nilai bagi
masyarakat luas.

2. SAB (Siswa Among Beksa) resmi berdiri pada tanggal 13 Mei 1952 atas prakarsa BRM
Hening (GBPH Yudanegara) yang sekaligus menjadi ketua pertama paguyuban ini, sebagai
organisasi yang berdasar pada Pancasila dan UUD 1945 serta berazaskan kekeluargaan dan
gotong royong maka SAB dalam kehadirannya telah turut menempatkannya dalam sebuah
prespektif pengembangan tari jawa gaya Yogyakarta. SAB berpandangan bahwa usaha
pengembangan tari gaya Yogyakarta dalam makna penyebarluasan kepada masyarakat,
haruslah didasari dengan suatu pemahaman terhadap sikap budaya yang lebih terbuka dan
tidak memandang suatu kelompok sebagai pemegang dominasi cultural heritage.
3. Dalem Tejokusuman merupakan tempat tinggal GPH. Tejokusumo, seorang Pangeran, Putra
Sultan Hamengku Buwono VII yang memerintah pada 1877 s.d. 1921. Dahulu bangunan ini
menjadi pusat seni tari. Anak-anak hingga remaja belajar menari di pendapa dan di halaman.
Pada halaman lainnya juga diadakan latihan pencak yang dipimpin oleh RM Harimurti yang
terkenal dengan nama Ndoro Hari.
4. Irama Tjitra
Irama Tjita merupakan perkumpulan tari klasik gaya Yogyakarta yang berdiri sejak 25
Desember 1949. Perkumpulan Kesenian Irama Tjitra merupakan sanggar kedua tertua setelah
Kridha Beksa Wirama (17 Agustus 1918). Perkumpulan ini disebut juga sebagai Kridha
Beksa Wirama (KBW) ‘Lor’, karena sebagian pendirinya adalah anggota KBW. Irama Tjitra
mengalami pasang-surut dalam proses pendidikan dan pementasannya. Pasang-surut ini
terlihat dari perjalanan sejarah Irama Tjitra yang pernah ‘mati suri’, tidak ada kegiatan sama
sekali. Kemudian di tahun 1997, perkumpulan ini muncul kembali dengan gebrakan “Pentas 3
Generasi”, yang diinisiasi oleh para sesepuh Irama Tjitra yang secara tidak sengaja bertemu
dalam sebuah pertemuan.

Nama aktif Tidak terlalu aktif mati


Padepokan seni bagong v
Siswa Among Beksa v
Dalem Tejokusuman v
Irama Tjitra v

MANAJEMEN SENI PERTUNJUKAN

Manajemen Seni Pertunjukan adalah proses merencanakan dan mengambil keputusan,


mengorganisasikan, memimpin, dan mengendalikan sumber daya manusia, keuangan, fisik, dan
informasi yang berhubungan dengan pertunjukan agar pertunjukan dapat terlaksana dengan lancar
dan terorganisir. Manajemen seni pertunjukan dapat di petakan lagi menjadi, menajemen organisasi
seni pertunjukan dan manajemen produksi seni pertunjukan.

Manajemen akan membantu organisasi seni pertunjukan di dalam mewujudkan harapannya untuk
memproduksi karya secara maksimal. Regulasi ke arah itu diupayakan dengan melalui pemberdayaan
berbagai komponen yang terkait untuk bersinergis dalam membangun jaringan yang tanggap seperti
proporsi rumah laba-laba. Apabila berbagai komponen pendukung yang dirasakan dapat digunakan
sebagai stimulus dalam mempermulus laju dan perkembangan produksi seni pertunjukan sebaiknya
dilakukan secara komprehensif. Di sini faktor keberuntungan, perencanaan produksi, strategi
penerapan dan penggunaan celah yang mendatangkan peluang bisnis besar perlu diterapkan walaupun
pada kapasitas produksi untuk penyajian karya seni sebagai hobi saja. Dengan demikian diperlukan
kerja keras berbagai komponen yang terlibat dan sekaligus upaya penanganan hambatan harus
diminimalisir secara tepat, sehingga pelaksanaan produksi karya seni menjadi pilihan dan harapan
bersama. Di sisi lain Masalah manajemen sebagai basis dalam pengelolaan suatu organisasi seni
pertunjukan memiliki kompetensi yang sangat krusial dalam menentukan laju dan arah pengembangan
dari suatu seni pertunjukan. Secara umum dalam pengelolaan terasa sangat gampang, namun dalam
pelaksanaannya memerlukan penanganan yang sangat rumit, butuh perhatian khusus serta lebih
diutamakan pada pengalaman empirik menjadi sumber dalam melaksanakan dan sekaligus
menetapkan keberhasilan produksi karya seni secara proporsional.

Me-manage organisasi kesenian atau seni pertunjukan, selain me-manage organisasinya


diantaranya:

1. Me-manage manusianya
2. Me-manage keuangannya
3. Me-manage lingkungannya
4. Me-manage karyanya
5. Me-manage produksinya
Berkaitan dengan manajemen ini, masalah sponsor tampaknya juga mulai didekati dengan
sikap keterbukaan yang saling menguntungkan. Bahkan, juga mulai didekati upaya menjalin
hubungan secara relationship dan partnership, yang sama sama saling menunjang.

Seni pertunjukan ini merupakan karya seni kolektif, dengan manajemen yang mulai dikelola
secara fungsional dalam suatu konfigurasi yang bernama organisasi kesenianitu atau kerja kepanitiaan
sebuah pertunjukan. Kedua bentuk konfigurasi ini memiliki bagian-bagian, bila memang tak boleh
dikatakan elemen-elemen, yang siap sebagai suatu kesatuan untuk mendukung sebuah proses seni
pertunjukan itu sendiri.

TUGAS DAN FUNGSI SETIAP BIDANG

1. Manajemen Produksi

a. Pimpinan Produksi

Pimpinan produksi adalah orang yang ditunjuk untuk mengorganisir pementasan suatu seni
pertunjukan. Pimpinan produksi bertanggung jawab secara keseluruhan atas pelaksanaan dan
keberhasilan produksi seni dipergelarkan. Tugas keberhasilan dan selesainya produksi menjadi
taruhan bahwa pimpinan produksi seni pertunjukan juga menjadi ujung tombak terdepan dalam
penyelenggaraan hingga selesainya pementasan maupun laporan pelaksanaan kegiatan dilakukan.
Pimpinan produksi harus memahami peran, tugas, dan tanggung jawabnya sebagai pimpinan dan ia
berada di garda depan produksi seni pertunjukan dalam menjalankan tugas produksi.

Tugas kontroling kerja kerumahtanggaan, operasional staf, pemilihan tempat pementasan, hingga
standar kualifikasi gedung yang digunakan sebagai pertunjukan produksi adalah kacakapan tugas
yang diembannya. Peran pimpinan produksi dalam pelaksanaan pementasan menjadi motor gerak
bawahan agar seluruh staf mau dan mampu bekerja maksimal, sehingga sukses dan tercapainya
pementasan yang berbobot. Target yang diharapkan bersama dalam produksi seni pertunjukan
merupakan simbol keberhasilan pimpinan produksi dalam mengawal anak buahnya.

b. Sekretaris Produksi

Sekretaris adalah orang yang bertanggungjawab dalam membukukan dan mencatat semua
kegiatan yang berhubungan dengan produksi seni pertunjukan. Tugas dan tanggungjawabnya adalah
bersifat administrasi. Tugas yang dikerjakan meliputi: membuat proposal pementasan, membuat surat-
surat yang berhubungan kegiatan pementasan pertunjukan (surat ijin, surat kerja sama dan lain-lain),
mengarsipkan surat masuk dan surat keluar serta membuat rancangan kegiatan yang berhubungan
dengan administrasi kesekretarisan.
c. Bendahara

Bendahara adalah orang yang bertanggungjawab terhadap semua hal yang berhubungan dengan
keuangan. Kegiatannya adalah berhubungan dengan pelaksanaan maupun administrasi keuangan
sampai dengan pelaporan keuangan yang digunakan dalam pementasan pertunjukan (pembukuan
keuangan).

d. Urusan Dokumentasi

Urusan dokumentasi dikerjakan dan menjadi tanggungjawab seorang dokumentator yaitu orang
yang bertanggungjawab atas dokumentasi kegiatan. Hasil dari dokumentasi ini bisa berupa visual
(foto, gambar dan dokumen cetak lainnya), audio (rekaman suara, rekaman music dan lain-lain) serta
audio visual (videografi, film dan lain-lain). Jadi tanggungjawab seorang dokumentator adalah
merencanakan, melaksanakan dan menyimpan semua dokumentasi kegiatan pementasan pertunjukan.
Semua hasil kerjanya diserahkan kepada pimpinan produksi untuk dapat digunakan untuk keperluan
yang lain setelah pementasan pertunjukan tersebut.

e. Urusan Publikasi

Urusan Publikasi bertanggungjawab terhadap segala urusan promosi dari kegiatan pementasan
pertunjukan. Tugasnya adalah merancang publikasi untuk berbagai media, baik media cetak (Koran,
majalah, poster, flyer), media audio (radio) maupun media audio visual (untuk keperluan televisi, web
internet). Tanggungjawabnya tidak hanya merancang, tetapi juga melaksanakan dan mewujud segala
media yang telah dirancang dan disepakai oleh tim produksi.

f. Urusan Pendanaan

Urusan pendanaan bertanggungjawab terhadap penyediaan dana yang dibutuhkan dalam proses
dan pelaksanaan pementasan seni pertunjukan. Pada dasarnya urusan pendanaan adalah upaya
pengalangan dana dalam bentuk uang, tetapi didalamnya tercakup upaya mendapatkan dukungan atau
bantuan non uang, seperti sumbangan pemikiran, tenaga, pinjaman tempat dan fasilitas. Maka orang-
orang yang dipercaya untuk bertanggungjawab pada urusan pendanaan adalah orang-orang yang
memiliki kemampuan untuk menyakinkan pada pihak lain mengenai pentingnya visi dan misi
pertunjukan yang digelar sehingga pihak lain teryakinkan untuk mendukung pementasan yang akan
digelar.

g. Tiketing
Mereka bertanggung jawab atas penjualan dan pembelian karcis pertunjukan. Jumlah pengeluaran
dan pemasukan harus seimbang. Komoditas terciptanya layanan yang manusiawi dan berwibawa
menjadi misi yang harus ditampilkan staf ini dalam bentuk layanan publik secara langsung. Bagian
karcis juga bertugas dalam menghitung kapasitas dari gedung dan berapa tiket yang akan di jual. Hak
dan kewajiban yang dilakukan dalam bentuk melayani penonton dengan ramah, murah senyum, serta
menawan dan menarik, sehingga penghargaan terhadap penonton cukup disegani. Kewajiban yang
harus dilakukan berupa layanan publik secara langsung ditunjukan melalui kontak interaksi dengan itu
baik-buruk layanan akan tercermin dari penampilan pada saat itu

Hak yang dimiliki oleh staf ini adalah konsultasi dan konsolidasi kepada pimpinan staf produksi
melalui mandat dan kepada pimpinan kerumahtanggaan secara langsung tentang tugas, kewajiban,
dan tanggung jawab kerja yang harus direfleksikan.

i.House Manager

House Manager atau Pimpinan Kerumahtanggaan dalam suatu produksi karya seni pertunjukan
merupakan salah staf yang bertugas mengemban pelayanan publik serta bertanggung jawab kepada
pimpinan produksi dalam layanan staf dan layanan publik. Pelayanan ditujukan kepada seluruh staf
produksi yang bekerja menyelenggarakan produksi seni pertunjukan. Layanan kepada publik
diberikan dalam hubungan pemberian servis kepada penonton mulai dari pembelian karcis, pelayanan
gedung, hingga kenyamanan penonton agar penonton merasa dihargai dan dihormati secara tepat.
Tugas pelayanan publik dilakukan mulai dari kenyamanan menjamu penonton, pelayanan pemesanan
karcis, hingga suasana pementasan agar berjalan lancar dan nyaman menjadi bagian tugas yang harus
diciptakan. Kondisi pelayanan sejak awal pertunjukan, istirahat, hingga akhir pementasan menjadi
kordinasi seksi kerumahtanggaan di dalam gedung dan di luar gedung. Artinya, kompleks pertunjukan
harus terbebas dari keributan, suasana yang menjadi kekuatan emosi penonton untuk menikmati
pertunjukan secara antusias, empati, dan simpati serta nyaman.

Pelayanan kepada staf produksi dalam bentuk memberikan kesejahteraan berupa layanan
konsumsi sejak penyelenggaraan produksi mulai dari rapat pertama, pelatihan, gladi kotor, gladi
bersih, pementasan/pertunjukan hingga acara pembubaran produksi. Layanan tersebut terkait dalam
bentuk kesejahteraan dan pemenuhan konsumsi secara rutin acara kegiatan berlangsung.

Hak dan kewajiban pimpinan kerumahtanggaan adalah berkonsultasi kepada pimpinan produksi
dan pimpinan artistik dalam hal layanan staf. Dalam layanan publik, kepala bagian ini minta dengar
pendapat publik berkenaan dengan bagaimana teknik dan operasional servis yang dapat memuaskan
publik, serta memberikan layanan cepat pesan melalui komunikasi bebas pulsa atau komunikasi lain
dalam bentuk antaran servis. Bidang-bidang yang termasuk dalam house manager yaitu:

• Seksi Keamanan
• Seksi Akomodasi

• Seksi Konsumsi

• Transportasi

• Seksi Gedung (untuk pementasan, latihan maupun untuk koonfrensi pers

2. Manajemen Artistik

a. Sutradara/Konseptor

Sutradara atau Konseptor adalah orang yang membuat konsep dari pertunjukan, dan mengatur
alur atau laku dari sebuah pertunjukan. Sutradara atau Konseptor juga berperan dalam memilih
repetoar yang ingin dipentaskan mengatur emosi yang ingin disampaikan kepada seluruh pemain dan
juga penonton. Jadi sutradara atau konseptor bertanggungjawab penuh pada pemain dan penata-penata
artistic agar bisa mewujudkan suatu pertunjukan yang utuh.

b. Pimpinan Artistik

Pimpinan artistik adalah pimpinan yang bertindak dan bertanggung jawab atas karya seni yang
diproduksikan. Tanggung jawab artistik karya, performa penyajian hingga tata urut pementasan agar
dapat menyajikan urutan pementasan yang harmonis adalah menjadi tanggung jawab pimpinan
artistik. Dalam Paduan Suara Mahasiswa “Giata Savana”pimpinan artistik tertinggi adalah seorang
Kondukter. Pimpinan artistik memiliki hak dan kewajiban berhubungan dengan keartistikan karya
seni yang dipentaskan. Berbagai capaian karya seni dipertunjukan menjadi bagian tanggung jawab
moral yang tidak dapat dibayarkan melalui penataan artistik karya seni. Dengan demikian masalah
teknis, tata letak setting, tata indah pencahayaan, dan artistiknya kostum artis menjadi tanggung
jawaqb yang diemban oleh pimpinan artistik. Pimpinan artistik membawahi staf yang bertugas pada
saat karya seni dipertunjukan di atas panggung atau stage.

Berbagai kejadian, kejanggalan, keajaiban, dan kesuksesan di atas panggung atau kerangka
pementasan karya seni menjadi konstruk perintah terhadap staf yang ada dibawah tanggung jawab
pimpinan artistik. Hak dan kewajiban pimpinan artistik adalah konsultasi teknis pementasan dengan
pimpinan produksi. Kewajibannya adalah membimbing, mengarahkan , dan mengkordinasikan staf di
bawah artistik yang operasional di atas panggung atau terkait dalam pementasan saat berlangsung.

Staf bawahan pimpinan artistik terdiri dari Pimpinan Panggung & Kru, Penata Cahaya & Kru,
Penata Sound dan Musik & Kru, Penata Properti & Kru, Penata Rias dan Kostum & Kru, serta
petugas gedung yang secara operasional diatur oleh pimpinan panggung.Simulasi dalam pertunjukan
yang sedang berlangsung, pimpinan ini berperan mengevaluasi hasil tata cahaya, tata panggung, dan
organisasi kerjasama antar bawahan Pimpinan Artistik.

c. Stage Manager

Stage Manager adalah orang yang mengkordinasi seluruh bagian yang ada di panggung. Tugas
dan tanggung jawab stage manager dan staf panggung adalah mengatur urutan pementasan
berdasarkan advis arahan pimpinan artistik serta mengakumulasi berbagai kebutuhan mulai dari alat-
alat musik yang digunakan pementasan hingga bagaimana setting, pencahayaan, musik dan efek
musik serta berbagai kebutuhan lain yang diminta pimpinan produksi atau penyaji karya seni dalam
suatu produksi pementasan.

Stage Manager bertugas merumuskan atau menetapkan secara lebih detail pelaksanaan acara pada
hari-H terutama pada konsep penampilan dan pengisi acara, tata panggung dan tata lampu serta terjun
langsung ke lapangan pada hari-H dan turun tangan langsung. Run down adalah detail susunan acara
dalam suatu kegiatan pada hari-H. Dalam run down tercantum secara detail person yang terlibat dan
peralatan yang dibutuhkan dalam setiap penampilan serta keterangan-keterangan yang diperlukan.

d. Penata Panggung

Penata properti dan kru bertanggung jawab langsung kepada pimpinan artistik, namun secara
herarki masih sama dengan staf lain dilingkungan artistik yakni melaporankan kejadian dan layanan
pemesanan yang diminta penyaji karya seni dan prasaran penata artistik berdasarkan pada saat
kebutuhan alat diminta oleh kedua belah pihak. Beban tanggung jawab dan tugas penata properti
adalah menjadi layanan pemenuhan kepada penyaji karya seni dan tuntutan artistik garapan
berdasarkan prasaran dari pimpinan artistik. Sukses dan artistiknya pementasan karya seni yang
dipergelarkan kebutuhan properti yang diharapkan penyaji dan pimpinan artistik diberikan
sepenuhnya atau layanan purna lengkap kepada kedua belah pihak. Masalah kelengkapan properti
untuk kebutuhan penari tanggung jawab staf ini.

Bagaimana cara mengatasi apabila tidak ada properti yang diminta oleh penyaji karya seni dan
pimpinan artistik menjadi beban tugas dan tanggung jawab pimpinan properti dan kru. Hak dan
kewajibannya sama dengan staf di bawah pimpinan artistik yakni berkonsultasi kepada pimpinan
artistik, pimpinan panggung dan penyaji karya seni. Kewajiabannya adalah memberikan layanan
kepuasan atas artistik tidaknya pementasan karya seni yang dipergelarkan. Di bawah ini menunjukan
gambar potret kerja penata properti dan kru. Tugasnya mendisain dan memasang properti di atas
pentas, persiapan dan menyediakan properti yang dibutuhkan penari pada saat pertunjukan.
e. Penata Cahaya

Penata cahaya bertanggung jawab langsung kepada pimpinan artistik, namun secara hirarki
laporan kejadian berdasarkan prasaran penyaji karya seni tanggung jawab penata cahaya secara tidak
langsung bertanggung jawab kepada pimpinan panggung dan penyaji.Beban tanggung jawab dan
tugas penata cahaya adalah menjadi sumber sukses dan artistiknya pementasan karya seni yang
dipergelarkan. Masalah pencahayaan, terang-padamnya lampu, serta bagaimana cara mengatasi
apabila terjadi kecelakaan matinya lampu dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) adalah menjadi
beban moral tanggung jawab yang diemban oleh pimpinan tata cahaya. Hak dan kewajibannya adalah
konseling kepada pimpinan artistik, pimpinan panggung dan penyaji karya seni. Kewajibannya adalah
memberikan layanan kepuasan atas artistik tidaknya pementasan karya seni yang dipergelarkan.

f. Penata Rias dan Busana

Penata Rias adalah orang yang mempunyai tugas atau tanggungjawab merias pemain. Proses
merias ini dimulai dari mendesain atau merancang tata rias sampai dengan menerapkan tata rias
tersebut pada pemain sesuai dengan hasil kesepakatan dengan sutradara atau konseptor pertunjukan.
Penata rias bisa dibantu oleh crew atau asisten, tetapi tanggungjawab sepenuhnya berada pada penata
rias.

Penata rias dan kostum secara umum pada produksi yang besar dibagi pada masing-masing pos
antara rias dan kostum. Namun untuk produksi karya seni yang terbatas kedua tugas dipegang oleh
satu staf saja. Penata rias dan kostum bertanggung jawab langsung kepada pimpinan artistik, penyaji
karya, serta melakukan konsolidasi dengan pimpinan panggung.

Hirarki penguasaan konsep riasan, pemakaian kostum hingga modivikasinya menjadi tanggung
jawab penata kostum dan penata rias. Konsultasi kepada sutradara atau konseptor secara konsolidasi
penting dilakukan. Prasaran sutradara atau konseptor dalam hal hasil kerjanya menjadi tanggung
jawab penata rias dan busana berdasar pemenuhan dari sutradara atau konseptor, dengan asumsi hasil
kerja kurang serasi dan kurang tepat sasaran. Penata rias dan busana harus mempertanggungjawabkan
kepada penonton apabila dijumpai terdapat reaksi balik dari penonton, hal ini berhubungan dengan
kepuasan kerja penata rias dan busana.

Beban tanggung jawab dan tugas penata rias dan busana menjadi bagian pertanggungjawaban
kepada pimpinan artistik. Pementasan yang dipergelarkan harus mampu memenuhi harapan sutradara
atau konseptor. Masalah riasan dan pemakaian busana apabila terjadi kecelakaan misal busana copot
atau kedodoran, lunturnya riasan menjadi beban moral tanggung jawab yang diemban penata rias dan
busana secara terbuka. Hak dan kewajibannya berkonsultasi kepada pimpinan artistik, penata
panggung dan penata cahaya serta sutradara atau konseptor. Usaha memberi layanan atas bentuk
riasan dan pemakaian kostum pementasan jadi bagian tugas kolektif dengan pimpinan artistik. Penata
rias dalam melakukan pekerjaannya diarahkan oleh pimpinan artistik dan sesuai hasil diskusi dengan
sutradara atau konseptor.

h. Penata Suara

Penata Suara adalah orang yang mempunyai tugas atau tanggungjawab mengatur suara atau bunyi
selama pertunjukan berlangsung. Proses kerjanya dimulai dari mendesain atau merancang tata suara
sampai dengan mengatur suara atau bunyi tersebut mempunyai kualitas suara yang baik. Kualitas
suara atau bunyi yang baik adalah suara tersebut terdengar jelas, wajar, indah dan menarik serta
memenuhi standar level minimal, terhindar dari noise, distorsi dan balance (tercapainya keseimbangan
suara). Penata suara atau bunyi bisa dibantu oleh crew atau asisten, tetapi tanggungjawab sepenuhnya
berada pada penata suara atau bunyi

i. Penata Musik dan Sound

Penata musik dan sound juga bertanggung jawab langsung kepada pimpinan artistik, namun
secara hirarki mati hidup, keras-lembut, jernih-paraunya musik dan sound harus dilaporkan kepada
pimpinan panggung untuk konsolidasi, serta bahan laporan kepada penyaji karya seni yang
dipergelarkan. Kejadian yang muncul sebagai akibat kelalaian dan kecelakaan pementasan dapat
mempengaruhi kualitas pementasan dalam ukuran kualitas musik dan sound. Tanggung jawab yang
diemban berdasarkan dilakukan berdasarkan prasaran penyaji.

Penata musik dan sound secara tidak langsung bertanggung jawab kepada pimpinan panggung
dan penyaji karya seni. Beban tanggung jawab dan tugas penata musik dan sound adalah menjadi
sumber sukses dan kualitas musik yang disajikan dalam pementasan. Artistiknya pementasan karya
seni yang dipergelarkan dalam hubungannya dengan musik dan sound menjadi beban moran tanggung
jawab yang diemban oleh pimpinan musik dan sound. Hak dan kewajibannya sama denga staf lain di
bawah pimpinan artistik, adalah konseling kepada pimpinan artistik, pimpinan panggung dan penyaji
karya seni. Kewajiabannya adalah memberikan layanan kepuasan atas kualitas musik dan sound pada
saat pementasan karya seni yang berlangsung.

Berikut ini merupakan hal-hal penting dalam manajemen pertunjukan :

1. Sebelum Pementasan

– Mengukur kemampuan perorangan dan kelompok,

– Mengendalikan obsesi dan emosi dengan mementingkan logika dan nilai rasa

– Membuat time schedule dan story board pementasan

– Membuat job description yang baik dan benar


– Konsultasi/sharing dengan orang yang lebih berpengalaman

– Memperhitungkan segala kebutuhan secara terperinci

– Membuat inventaris barang dan pihak yang bersinggungan

– Menyediakan kas (sebatas kemampuan) untuk pendanaan kegiatan dan sponsorship

2. Saat Pementasan

– Berpedoman konsep yang sudah disiapkan

– Melakukan koordinasi satu sama lain

– Memastikan perlengkapan dan peralatan dengan baik

– Mengecek sirkulasi tiket dan undangan

– Mengecek ulang kondisi gedung dan mobilisasi penonton

– Mengantisipasi gangguan teknis dan keamanan yang tidak diinginkan

3. Setelah Pementasan

– Evaluasi pementasan

– Mengecek keadaan panggung dan gedung pertunjukan

– Mengecek dan menempatkan perlengkapan/peralatan pada posisi semula

– Mengevaluasi kerja setiap elemen pementasan

– Melaporkan hasil kegiatan dengan pihak yang berkepentingan


BAB III

METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN

Metode Penelitian tentang Kreasi Seni Pertunjukan pada jenis penelitian ini menggunakan
penelitian deskriptif kualitatif. Menurut Bog dan Tailor seperti yang dikutip oleh Moeleong
mendifinisikan metodelogi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata- kata tertulis atau lisan atau dari bentuk tindakan kebijakan (Moeleong,, 2006) Teknik
pengumpulan data bersumber dari data primer yang merupakan informasi yang diperoleh dari
sumber-sumber primer yaitu yang asli, informasi dari tangan pertama atau responden dan data
sekunder merupakan informasi yang diperoleh tidak secara langsung dari responden, tetapi dari pihak
ketiga (Wardiyanta, 2006).

1. Pengamatan Langsung

Metode Observasi yaitu cara memperoleh data yang dilakukan dengan cara mengamati dan
mencatat secara sistematisk gejala- gejala yang diselidiki. Dengan meninjau kegiatan-kegiatan dan
kondisi yang ada di sanggar dan organisasi seni pertunjukan tersebut. Penulis mendatangi langsung
sanggar dan organisasi tersebut supaya penulis dapat melihat dengan jelas bagaimana keadaan yang
ada di padepokan, sanggar dan organisasi tersebut

2. Wawancara Langsung

Metode wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan.
Penulis melakukan wawancara terhadap pihak yang terkait yaitu pihak pengelola padepokan dan
sanggar maupun organisasi seni pertunjukan di tempat tersebut

3. Dokumentasi

Dokumentasi ini dilakukan guna mendapatkan foto atau gambar ragam kegiatan seni pertunjukan
yang diadakan di sanggar, padepokan maupun organisasi seni pertunjukan tersebut

4. Studi Pustaka

Studi Pustaka dilakukan untuk mencari dan mendapatkan data-data yang bersifat teoritis dan
berhubungan dengan penelitian yang sedang dilakukan. Dengan mempelajari literatur-literatur, dan
sumber-sumber lainnya dari internet yang berhubungan dengan penelitian. Pengumpulan data
kepustakaan dilakukan terhadap data dan informasi dalam bentuk buku, laporan hasil penelitian yang
telah dilakukan oleh berbagai pihak yang terkait dengan kreasi seni di padepokan, sanggar dan
organisasi seni tersebut.
Anonim 2018, Yayasan Padepokan Bagong Kussudiardja, from : www,ybk.or.id

Anomin, 2011, Statistik Kepariwistaan, Dinas Pariwisata Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Anonim, 2013. Statistik Kepariwisataan, Dinas Pariwisata Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Bagong Kussudiardja, 2000. Dari Klasik hingga Kontemporer, Yogyakarta, Padepokan Press.

Oka A Yoeti, 2006, Pariwisata Budaya, Jakarta, PT.Pradnya Paramita.

Moeleong,Lexy, 2006. Metode penelitian kualitatif, Bandung .PT.Remaja Rosda Karya

Nyoman S. Pendit, 2006. Ilmu Pariwisata, PT.Pradnya Paramita, Jakarta

I Gede Pitana dan I ketut Surya Diarta, 2009. Pengantar Ilmu Pariwisata, Yogyakarta Penerbit
Andi

Anda mungkin juga menyukai