Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seni pertunjukan dan Pariwisata merupakan dua kegiatan yang saling memiliki keterkaitan yang
sangat kuat. Seni pertunjukan dalam konteks industri pariwisata telah menjadi atraksi atau daya tarik wisata
yang sangat penting dan menarik, khususnya apabila dikaitkan dengan kegiatan wisata budaya. Seni
pertunjukan yang didalamnya antara lain mencakup seni tari, seni musik maupun seni pentas lainnya baik
tradisional maupun modern, di berbagai daerah tujuan wisata di Indonesia telah berkembang dan banyak
dikemas untuk konsumsi wisatawan, yang digelar di gedung-gedung pertunjukan atau teater bahkan di area
terbuka di halaman suatu lingkungan pedesaan yang khas. Demikian halnya seni rupa, yang di dalamnya
mencakup karya-karya seni lukis, seni patung dan seni kerajinan telah mampu menempatkan daya tariknya
sebagai suatu obyek seni yang memiliki nilai apresiasi sangat tinggi yang digelar di galery-galery seni
maupun sebagai unsur kenangan khas yang perlu dibawa oleh wisatawan sebagai cinderamata.

Dari sudut pandang kesenian, maka berkembangnya industri pariwisata secara nyata telah
mendorong tumbuhnya kreativitas pelaku seni untuk mengembangkan karya ciptanya sehingga mampu
menarik minat pengunjung ataupun wisatawan. Dalam hal seni pertunjukan, maka kreativitas tersebut harus
mampu diwujudkan dalam koreografi yang menarik, atraktif, dan mampu menyajikan pesan serta cerita yang
utuh bagi wisatawan dalam rentang waktu kunjungannya yang terbatas. Demikian halnya dalam konteks seni
rupa, tumbuhnya sektor pariwisata telah membuka pangsa pasar baru yaitu dari kalangan wisatawan,
disamping pemerhati dan pencinta karya seni dari kalangan kolektor. Oleh karenanya, seniman memiliki
kesempatan yang lebih luas lagi untuk mengembangkan kreativitasnya dalam menciptakan karya seni untuk
kategori pasar yang berbeda, dengan karya-karya seni kriya yang eksklusif untuk kalangan kolektor dan
karya seni untuk memenuhi minat wisatawan sebagai suatu bentuk cinderamata.
Berhubungan dengan pasar, seni pertunjukan memperhatikan kebutuhan masyarakat. Hal ini sejalan dengan
pendapat Riantiarno (1993: 3) bahwa suatu pertunjukan tidak dapat memaksa siapapun untuk membeli
barang yang dirasakan sebagai kebutuhannya. Dalam dunia seni pertunjukan, selera atau keinginan
masyarakat sering tidak mendapat perhatian, padahal pengetahuan dan penguasaan terhadap selera
masyarakat sangat penting untuk menentukan pasar. Sebagai upaya menanggapi dan menguasai selera
masyarakat, dituntut suatu kreativitas sehingga selalu dapat menemukan hal yang baru, yang pada gilirannya
dapat mempengaruhi pasar.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apakah yang dimaksud ekonomi kreatif ?
b. Bagaimana keterkaitan antara seni pertunjukan dengan pariwisata sebagai ekonomi keratif?
c. Bagaimanakah peran Tari Kecak di Uluwatu untuk meningkatkan ekonomi Pariwisata?

1.3 Tujuan
a. Dapat Menjelaskan definisi ekonomi kreatif .
b. Dapat Menjelaskan keterkaitan seni pertunjukan sebagai ekonomi kreatif.
c. Dapat menjelaskan Peranan Tari Kecak uluwatu dapat meningkatkan sektor ekonomi Pariwisata.

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Manfaat Bagi Penulis
1. Memahami pola dan gambaran tentang industry kreatif.
2. Dapat memahami keterkaitan seni pertunjukan sebagai ekonomi kreatif.
3. Dapat memahami Peranan Tari Kecak Uluwatu dapat meningkatkan sektor ekonomi
Pariwisata.
1.4.2 Manfaat Bagi Pembaca/ Masyarakat
1. Pembaca dapat mengetahui seni pertunjukan sebagai ekonomi kreatif.
2. Diharapkan dapat member pengetahuan luas bahwa seni pertunjukan Tari Kecak dapat
meningkatkan sektor ekonomi Pariwisata.

1.4.3 Manfaat Bagi Pemerintah


1. Diharapkan dapat memberi masukan dalam menfasislitasi seni perttunjukan khususnya Tari
Kecak sebagai industry kreatif Pariwisata.
2. Diharapkan mampu sebagai tolak ukur dalam mempromosikan Tari Kecak.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Industri Kreatif

Industri kreatif merupakan bagian dari ekonomi kreatif. Ekonomi kreatif adalah wujud dari upaya
mencari pembangunan yang berkelanjutan melalui kreativitas. Pembangunan berkelanjutan adalah suatu
iklim perekonomian yang berdaya saing dan memiliki cadangan sumberdaya terbarukan. Ekonomi kreatif
merupakan ekonomi evolusi tahap IV pasca ekonomi pertanian, ekonomi industri, dan ekonomi informasi
(Deperindag, 2008).

Konsep industri kreatif jika dikaitkan dengan seni pertunjukan pariwisata akan memperlihatkan
adanya kesinambungan pembangunan dalam bidang kesenian. Seni pertunjukan yang ditampilkan
masyarakat Bali untuk pariwisata adalah wujud industri kreatif masyarakat setempat dalam mengembangkan
kehidupan berkeseniannya yang telah dilakukannya secara berkelanjutan. Hal itu dapat diamati dari
keberadaan seni pertunjukan pariwisata daerah ini yang sesungguhnya sebagian besar merupakan kemasan,
pengembangan dari bentuk-bentuk kesenian Bali (Bandem, 1996; Soedarsono, 1999; Dibia; 2000; Picard,
2006; Ruastiti, 2008).

Pariwisata adalah segala kegiatan dalam masyarakat yang berhubungan dengan wisatawan
(Soekadijo 1997: 2). Kata wisata menyangkut pengertian perjalanan, sedangkan pariwisata menyangkut
pengertian perjalanan ditambah dengan unsur jasa atau badan usaha. Sementara kepariwisataan mengandung
aspek perjalanan, badan usaha dan fungsi pemerintah (Ardika 1993: 197). Pariwisata dan kepariwisataan
adalah industri modern yang kini berkembang dengan pesat. Perhatian dunia terhadap kepariwisataan sangat
besar yang ditandai dengan kemajuan di bidang pembangunan infrastruktur maupun suprastruktur baik di
negara-negara maju maupun berkembang. Kepariwisataan sebagai komoditas penghasil devisa hampir
menjadi andalan setiap negara di dalam meningkatkan penghasilan perkapita masyarakat melalui keuntungan
yang bersumber dari wisatawan lokal, maupun wisatawan mancanegara.

Keterkaitan dan pelayanan jasa pariwisata, meliputi: motif wisata, kebutuhan wisata, atraksi wisata
dan jasa wisata berhadapan dengan matra sosial, terutama mengacu kepada peningkatan pelayanan yang
sarat dengan implikasi ekonomis. Faktor ekonomi sangat berperan dan bahkan merupakan tujuan. Seperti
yang dikatakan oleh Soekadijo (1997: 25) bahwa pariwisata adalah suatu gejala sosial yang sangat
kompleks, yang menyangkut manusia seutuhnya dan memiliki berbagai aspek: sosiologis, psikologis,
ekonomis, ekologis dan sebagainya. Aspek yang mendapat perhatian paling besar dan hampir merupakan
satu-satunya aspek yang dianggap penting adalah aspek ekonomis. Dengan dominannya aspek ekonomis
tersebut, membawa dampak yang cukup besar bagi perubahan struktur masyarakat.

Seni pertunjukan sebagai satu unsur kesenian memiliki peran yang sangat menonjol dalam konteks
kegiatan kepariwisataan, bahkan sebenarnya telah menunjukkan posisinya sekaligus sebagai komponen daya
tarik wisata. Karenanya peran dan kontribusi seni pertunjukan terhadap perkembangan kepariwisataan tidak
perlu dipertanyakan lagi. Bahkan di beberapa daerah yang memiliki potensi obyek dan daya tarik wisata
budaya, keberadaan seni pertunjukan seringkali justru menjadi salah satu daya tarik utama wisatawan untuk
berkunjung ke daerah tersebut bukan sekedar sebagai atraksi suplemen (pelengkap).

Perhatian dan minat terhadap seni pertunjukan tradisional memang masih merupakan motivasi yang
dominan dari wisatawan untuk melihat keunikan dan keautentikan unsur-unsur budaya lokal. Namun
demikian bukan berarti seni pertunjukan modern/kontemporer belum banyak diminati. Pementasan seni
pertunjukan modern/kontemporer di beberapa kota besar bahkan telah banyak menunjukkan agenda
pementasan yang tetap/berkala, sehingga lambat laun akan mampu menarik minat dan apresiasi yang lebih
luas baik dari kalangan masyarakat umum maupun khususnya wisatawan.

Nilai strategis yang dapat dicapai melalui upaya pengembangan seni pertunjukan dalam kiprahnya
yang lebih luas dalam perkembangan kepariwisataan nasional, adalah dalam upaya pembentukan citra yang
positif yang akan memberikan keunggulan komparatif dalam persaingan global/regional, di sisi lain, upaya-
upaya untuk memacu pengembangan seni pertunjukan merupakan langkah strategis untuk melestarikan dan
memacu kreativitas budaya, disamping sebagai upaya untuk memberdayakan masyarakat/komunitas seni
pertunjukan.

2.2 Seni Wisata Sebagai Industri Ekonomi Kreatif

Di Indonesia, jenis wisata yang dikembangkan adalah jenis wisata budaya dan wisata alam. Wisata
budaya lebih banyak terdapat di Jawa, Bali, dan di Tanah Toraja. Sedangkan wisata alam dikembangkan di
Indonesia bagian Timur. Menurut Direktur Jenderal Pariwisata, bahwa wisata asing di Indonesia lama
tinggal adalah 11, 7 hari apabila dibandingkan dengan lama tinggal wisatawan di seluruh Asean (Bagus
1991: 171). Dengan demikian pariwisata Indonesia yang bermodalkan budaya serta ditunjang oleh modal
keindahan alam adalah sangat potensial dimanfaatkan untuk menarik wisatawan.
Hubungan pariwisata dan pengaruhnya pada kehidupan sosial budaya menurut Clare A. Gunn (Salim
1991: 131) terpola pada lima jalur pokok, yaitu jalur akomodasi, atraksi/kreasi, konsumsi, informasi, dan
jalur transportasi. Para wisatawan yang hadir di daerah tertentu akan memerlukan akomodasi yang memadai
seperti tempat tinggal di negara/daerah asalnya. Untuk kebutuhan tempat tinggal ini, maka muncul pendirian
hotel-hotel sebagai tempat tinggal wisatawan, tempat hiburan, toko souvenir, dan sebagainya. Dengan
demikian akan terjadi kompleksitas interaksi yang sangat intensif. Jalur kreasi/atraksi, bahwa wisatawan
juga memerlukan hiburan, cinderamata, atau kenang-kenangan yang menjadi ciri khas daerah yang
dikunjungi. Maka barang-barang yang dihasilkan atau paket-paket hiburan semuanya berorientasi pada
wisatawan dan merupakan produk wisata. Dengan demikian, seni kerajinan dan seni pertunjukan kemasan
akan berkembang di masyarakat.
Informasi mengenai keadaan sosial budaya serta obyek-obyek kunjungan sangat penting bagi para
wisatawan. Oleh karena itu, penguasaan bahasa asing serta pelayanan kepada wisatawan sejak turun dari
pesawat terbang sampai kembali ke negaranya, merupakan keharusan bagi pramuwisata. Kontak langsung
dalam kegiatan ini akan mempunyai pengaruh tertentu bagi mayarakat. Kedatangan wisatawan asing/daerah,
selain memerlukan akomodasi juga memerlukan konsumsi. Wisatawan tersebut tidak jarang menginginkan
makanan atau minuman yang merupakan ciri khas daerah, merupakan produksi masyarakat serta bahannya
juga berasal dari daerah yang dikunjungi. Transportasi juga merupakan kebutuhan para wisatawan setelah
tiba di tempat tujuan, yang diatur oleh biro perjalanan melalui pramuwisatawan. Maka muncullah berbagai
jenis biro perjalanan dan biro usaha seperti penyewaan kendaraan dan sebagainya.
Melalui lima jalur tersebut, apabila dilihat dari sudut ekonomi, menguntungkan bidang-bidang lain, misalnya
cadangan devisa, perbaikan prasarana, pemanfaatan produk-produk setempat serta pemerataan kesempatan
bekerja dan lain sebagainya. Keuntungan dalam bidang sosial budaya antara lain perluasan pendidikan,
saling pengertian dan saling menghargai, toleransi, pengurangan kesenjangan pemisah yang bersifat SARA
atau yang menyangkut status sosial. Sedangkan pengaruh negatif dalam bidang sosial budaya antara lain
adalah peng-komersialisasikan budaya seni ataupun agama, perjudian, prostitusi, kejahatan narkoba
(Boedihardjo 1991:67). Adanya proses komoditas terhadap benda-benda budaya, maka terjadilah peniruan,
penurunan atau reproduksi secara besar-besaran sehingga mutu semakin merosot. Bahkan tidak jarang,
dalam seni pertunjukan tontonan dikemas dan dimodifikasi sedemikian rupa sehingga justru menghilangkan
unsur seninya (Salim 1991: 137).
Seni wisata yang merupakan seni kemasan, khusus diperuntukkan wisata merupakan bentuk kesenian
yang sifatnya tiruan dari aslinya. Sehingga sering disalah artikan bahwasannya seni wisata adalah seni murah
dan berkualitas rendah. Sudah barang tentu, tafsir yang demikian adalah tafsir yang salah. Seni tiruan bukan
berarti seni yang tidak berkualitas, akan tetapi memang murah dalam arti terjangkau untuk ukuran wisatawan
namun tetap berpegang pada kualitas yang baik. Karena pada dasarnya seni wisata harus mampu menjadi
media informasi dan mempunyai daya tarik sedemikian rupa sehingga layak untuk dijual.
Era industri kepariwisataan secara tidak langsung membawa situasi dan kondisi yang positif bagi seni
pertunjukan tradisional, serta memberi peluang bagi senimannya untuk berkreasi sebagai perwujudan
partisipasinya. Situasi dan kondisi yang demikian ditangkap oleh hotel-hotel berbintang, restoran-restoran
besar. Salah satu kiat untuk mendatangkan wisatawan, adalah dengan menghadirkan seni pertunjukan
tradisional.
Berbicara industri pariwisata, dalam hal ini seni wisata perlu kiranya mencermati dan
mempertimbangkan bagaimana mengemas seni wisata, karena apabila melakukan kesalahan akan berakibat
fatal. Ada sebuah pemikiran mengenai seni wisata oleh Soedarsono (1992/1993: 254) bahwa seni wisata
mempunyai lima ciri, yaitu: (1) tiruan dari aslinya, (2) lebih singkat dari aslinya, (3) penuh variasi, (4)
ditanggalkan nilai magis dan sakralnya, dan (5) murah untuk ukuran nilai uang wisatawan. Mengacu
pendapat Soedarsono, dapat menentukan bentuk atau format dalam mengemas seni pertunjukan tradisional
menjadi seni wisata.
Format seperti yang diteorikan Soedarsono di atas, patut untuk dikaji, disesuaikan dengan situasi dan
kondisi kepariwisataan Indonesia. Format-format tersebut perlu mempertimbangkan kebutuhan wisatawan,
dalam arti kebutuhan akan pertunjukan yang harus merefleksikan budaya sesuai dengan kebutuhan
wisatawan yang hadir, baik lokal maupun asing. Salah satu rumah produksi seni pertunjukan yang mengacu
pada teori Soedarsono adalah Sampan Bujana Sentra (Hadi 2001:4-6). Sampan Bujana Sentra merupakan
rumah produksi seni pertunjukan dan restoran yang mampu menyajikan perpaduan tari musik nyanyi dan
makan malam dengan menu khas Indonesia. Sampan selaku pemilik berharap, sajian wisata yang
dikemasnya mampu menarik wisatawan. Rumah produksi seni pertunjukan ini dilengkapi panggung untuk
pentas, alat musik untuk mengiringi pertunjukan tari dan nyanyi tertata sangat rapi di bagian belakang.
Bagian tengah panggung dipasang setting pohon besar, sekaligus dimanfaatkan sebagai batas stage penari
dan pemusik. Untuk dapat menyaksikan acara tersebut, setiap wisatawan dikenakan biaya sebesar
Rp.119.000,-. Materi sajian pertunjukan wisata, antara lain: Tari Kecak dari Bali, dan Permainan Musik
Angklung dan nyanyi serentak seluruh artis dan wisatawan. Sajian pertunjukan wisata Sampan Bujana
memakan waktu kurang lebih dua jam setiap hari, baik ada wisatawan ataupun tidak. Sistem manajemen
Sampan Bujana Sentra sangat transparan, pembagian honornya bervariasi sesuai dengan tugas masing-
masing. Apabila terjadi pemasukan dan pengeluaran dana tidak sesuai, maka ditopang dari pemasukan
sanggar tari dan busananya.
Format seni pertunjukan wisata tersebut bertolak belakang dengan kondisi di Bali, yang sebetulnya
sangat potensial untuk digali dan dikembangkan. Potensi-potensi seni pertunjukan wisata berikut ini, harus
mampu membenahi diri, terutama dalam menyikapi format seni pertunjukan wisata sebagai aset budaya.
Diantaranya adalah:
1. Kawasan Puri yang merupakan miniatur
Kawasan ini, masih ramai dikunjungi oleh wisatawan domestik pada setiap hari Minggu dan libur
nasional. Akan tetapi kondisinya sudah mulai kumuh dan tidak terawat. Oleh karena itu, perlu ditata
kembali keindahan dan kenyamanannya, sehingga keberadaan tempat wisata ini semakin banyak
dikunjungi wisatawan. Salah satu cara untuk menarik perhatian wisatawan, selain keindahan dan
kenyamanan, perlu ditampilkan seni pertunjukan tradisional yang berasal dari daerah-daerah yang
ditampilkan secara bergiliran pada setiap akhir pekan dan hari libur nasional.
2. Kawasan PRPP (Pekan Raya Promosi Pembangunan).
Kawasan ini, hanya ramai pada bulan Agustus saja, karena adanya pekan raya promosi
pembangunan. Dengan lokasi dan fasilitas yang memadai, sangat disayangkan apabila kawasan
PRPP hanya dipakai pada setiap bulan Agustus saja. Perlu adanya format seni pertunjukan baik tari,
seni tradisional, ataupun musik yang diadakan pada setiap akhir pekan dan hari libur nasional untuk
memanfaatkan kawasan PRPP, dengan tujuan menarik perhatian wisatawan.
3. Kawasan taman kota, yang hanya dimanfaatkan untuk acara-acara tertentu saja. Meskipun ada acara
pentas rutin Wayang Orang pada setiap akhir pekan, tetapi kurang menarik minat wisatawan. Perlu
adanya peningkatan kualitas pertunjukan, supaya menjadi lebih menarik wisatawan.
4. Kawasan Wonderia, yang hanya dimanfaatkan sebagai tempat permainan saja.
Meskipun sudah ada acara pentas musik pada setiap akhir pekan, perlu dikemas lagi menjadi seni
pertunjukan yang lebih berkualitas sehingga menarik perhatian wisatawan.
5. Kawasan Kota Lama, yang semakin lama semakin mangkrak karena kurang mendapat sentuhan.
Sebetulnya kawasan Kota Lama merupakan salah satu tempat yang menjadi daya tarik bagi
wisatawan untuk berkunjung. Kawasan ini, perlu ditata dan dibenahi lagi sehingga menarik perhatian
wisatawan untuk datang berkunjung.
6. Kawasan Art Center, yang sampai saat ini masih menjadi perdebatan berbagai instansi mengenai
peruntukkannya. Kawasan ini juga kelihatan kumuh dan kurang terawat. Hal ini disebabkan
mahalnya biaya perawatan. Kawasan ini perlu ditata kembali dan dibuka untuk umum, dengan
agenda pertunjukan seni pada setiap akhir pekan untuk menarik perhatian wisatawan.
7. Pantai Merta Sari, yang kondisinya kurang terawat.
Pantai Merta Sari merupakan salah satu tempat favorit bagi remaja untuk berekreasi. Sayang sekali,
kawasan ini terlihat sangat indah, Apabila kawasan ini ditata dan dibenahi kembali, tentu akan
semakin banyak wisatawan yang datang untuk menikmati keindahan pantai dan air laut. Perlu juga
adanya sajian seni pertunjukan untuk meramaikan lokasi ini.
8. Sanggar-sanggar seni tari yang belum mampu menjadi kantong-kantong seni sebagai aset wisata.
Di Bali, banyak sekali bermunculan sanggar-sanggar seni tari yang mengajarkan seni tari tradisional
maupun modern. Sanggar-sanggar ini hanya sebatas melakukan proses pembelajaran saja untuk
konsumsi peserta dan anggota sanggar. Sanggar-sanggar tari ini bisa dikelola menjadi sanggar yang
dapat dikonsumsi oleh wisatawan, baik lokal maupun asing. Caranya dengan membuat paket
pertunjukan untuk wisatawan berisi materi tari yang diajarkan di sanggar, bengkel-bengkel seni yang
bisa dikunjungi secara langsung oleh wisatawan, pengajaran materi sanggar secara langsung kepada
wisatawan yang hadir, dan membuka galery yang berisi barang-barang produksi sanggar sebagai
cinderamata. Sehingga sanggar seni ini, bisa dibuat menjadi semacam kampung wisata. Salah satu
sanggar yang sangat potensial menjadi sanggar dengan format seni wisata, salah satunya adalah
Kampung Wisata Lerep. Kampung Wisata Lerep merupakan sebuah daerah di lereng pegunungan
yang dirancang sebagai tempat wisata, lengkap mulai dari peningapan, galery seni, dan paket seni
pertunjukan pada setiap akhir pekan. Hanya saja perlu adanya pemasaran untuk menjual Kampung
Wisata Lerep kepada wisatawan, baik lokal maupun asing.
9. Hotel-hotel berbintang yang belum mengambil peranan dalam seni pertunjukan sebagai program
pariwisata.
Di Bali selain dikenal dengan kota lama, juga dikenal sebagai kota perdagangan. Selain
wisatawan, banyak pelaku-pelaku perdagangan yang melakukan transaksi bisnisnya di Bali. Dalam
melakukan transaksi bisnis ini, perlu adanya tempat yang representative. Salah satunya adalah tempat
penginapan atau hotel berbintang. Karena peran pentingnya itu, maka perlu adanya pelayanan dan
kenyamanan dari pihak hotel terhadap tamu yang menginap. Pelayanan ini bukan saja dari segi
fasilitas kamar, makan, tetapi perlu juga adanya pelayanan di bidang hiburan. Seni tradisional paling
banyak disukai oleh tamu hotel baik wisatawan maupun pelaku bisnis, karena seni tradisional
menjadi ciri khas daerah dimana tamu hotel berkunjung. Untuk Semarang, hotel berbintang bisa
menampilkan paket pertunjukan Gambang Bali yang terdiri dari musik, dan tari. Selain itu, juga bisa
menampilkan seni tradisional dari daerah-daerah di sekitar Semarang yang sudah dikemas dan
disesuaikan dengan kebutuhan tamu hotel. Paket pertunjukan ini, akan lebih baik bila ditampilkan
setiap malam pada saat tamu hotel makan malam, akan tetapi apabila waktu tidak memungkinkan,
cukup ditampilkan pada setiap akhir pekan saja. Dengan sajian paket seni wisata ini, diharapkan
menarik minat wisatawan untuk dating menginap di hotel tersebut.
Kawasan-kawasan wisata tersebut di atas, hanya sebagian kecil yang terdapat di kota
Semarang, tentu saja masih banyak kawasan wisata yang perlu mendapatkan perhatian dari pihak
yang berwenang. Untuk mengembangkan seni wisata di kota Semarang, tentu tidak terlepas dari
kehidupan seni pertunjukan itu sendiri. Kehidupan seni pertunjukan kaitannya dengan kepariwisataan
tidak lepas dari faktor pendukungnya, yaitu: seniman dan pelaku yang berwawasan dalam mengemas
seni pertunjukan, prasarana yaitu segala sesuatu yang berhubungan dengan kebutuhan fisik, dan
pendanaan yang terkait dengan besar kecilnya biaya produksi, serta pengguna jasa atau penonton.
Namun demikian masih harus dipertimbangkan juga faktor penunjang keberhasilan sebuah seni
pertunjukan, yaitu tepat lokasi, tepat waktu, dan tepat guna.
Hubungan antara pariwisata dengan seni pertunjukan khususnya seni tari, mempunyai
dampak positif dan negatif yang tidak dapat dihindari. Dampak positifnya antara lain, hadirnya
wisatawan mancanegara dapat menciptakan lapangan kerja bagi para pelaku seni, sekaligus
menggiatkan aktivitas berkesenian dalam rangka pelestarian dan pengembangan seni pertunjukan.
Selain itu, juga sebagai ajang memperkenalkan seni pertunjukan kepada dunia luar yang diharapkan
dapat memupuk perdamaian internasional, saling pengertian dan saling menghargai. Dampak
negatifnya antara lain, terjadi pengkomersialisasikan dan peng-artifisialisasikan pertunjukan sebagi
tontonan yang dikemas dan dimodifikasi sedemikian rupa sehingga mengabaikan unsur estetisnya.
Orientasi pelaku seni pertunjukan menjadi berubah akibatnya terjadi proses pendangkalan dalam
sajian seni pertunjukan.Dampak negatif ini dikarenakan adanya dua faktor, yaitu faktor ekstrinsik
dan faktor instrinsik. Faktor ekstrinsik berasal dari wisatawan dan institusi pemerintah. Para
wisatawan yang hadir di suatu pertunjukan dengan waktu yang terbatas tetapi mereka ingin melihat
pertunjukan banyak. Dengan demikian, kepentingan wisatawan yang ingin tahu dan ingin
memperoleh manfaat dari apa yang dilihat berbenturan dengan kepentingan seniman yang ingin
mengungkapkan pengalaman jiwanya yang terdalam. Di pihak lain, yaitu institusi pemerintah atau
organisasi penyelenggara memandang bahwa kesenian sebagai obyek pariwisata dan bukanlah
kesenian sebagai subyek. Kebijakan perkembangan kesenian sering diarahkan dan diukur dari
keterkaitan dengan pariwisata sehingga pariwisata dalam kaitannya dengan perkembangan seni
seolah-olah menjadi satu serta identik (Salim 1991: 137). Hal ini bilamana terus berlanjut akan
merugikan perkembangan kesenian. Faktor ekstrinsik adalah segala gagasan dan pola tingkah laku
seniman dalam mengemas seni pertunjukan. Seniman tampaknya belum siap dan mampu menyajikan
kesenian untuk keperluan pariwisata tanpa mengorbankan nilai estetiknya. Lagi pula tidak jarang,
seniman menyajikan kesenian bersifat ritual yang dinaikkan di panggung menjadi kesenian
komersial. Untuk menghadapi kehadiran wisatawan mancanegara, dibutuhkan seniman yang
konstruktif, artinya yang dapat menjawab tuntutan dan tantangan zaman serta dapat memadukan
antara kepentingan pariwisata dengan kesenian sebagai cita-cita spiritual.

2.3 Seni Pertunjukan Tari Kecak Uluwatu Dapat Meningkatkan Ekonomi Pariwisata

Titik perkembangan pariwisata Bali yang mulai bergerak ke arah yang lebih menjanjikan terjadi
dalam kurun waktu antara tahun 1990 s/d 1999 dimana investasi besar-besaran mulai menjamah berbagai
wilayah yang memiliki potensi pariwisata di Bali. Kehadiran beberapa investor yang mulai menanamkan
modalnya dikurun waktu tersebut membuat pariwisata di Bali lebih bergeliat lagi, namun krisis moneter
yang menerjang Indonesia pada tahun 1997 cukup membuat pariwisata Bali agak kelimpungan, dan patut
disyukuri recovery terjadi sangat cepat dimana pada tahun 1999 tingkat kunjungan wisatawan kembali pada
titik yang sangat menjanjikan. Ardika 1993: 197).
Demikian pula yang terjadi pada Kawasan Wisata Pura Uluwatu, kembang surut iklim pariwisata
membuat kawasan ini harus melewati masa-masa yang sangat sulit untuk mensejajarkan diri dengan
destinasi wisata ditempat maupun negara lain yang menjadi destinasi wisata favorit para wisatawan.
Kebangkitan pariwisata Bali yang kembali bergerak kearah yang lebih bagus pada tahun 1999 juga menjadi
keuntungan tersendiri bagi Pura Uluwatu. Ardika 1993: 197). Pura Uluwatu yang merupakan kawasan suci
bagi umat hindu ini juga dikembangkan sebagai salah satu tempat wisata yang disiapkan untuk para
wisatawan yang berkunjung ke Bali. Pura Uluwatu yang mulai dikenal oleh wisatawan dari berbagai negara
tersebut mulai ramai dukunjungi setiap harinya. Pura Uluwatu mulai dilirik oleh para wisatawan setelah
beberapa penulis kemudian menceritakan pesona keindahan kawasan ini melalui tulisan-tulisan mereka yang
tersebar di internet maupun surat kabar lain.
Hal ini sangat menguntungkan Desa Adat Pecatu sebagai Pengelola Kawasan Wisata Uluwatu untuk
melalukan gebrakan lain guna mendorong pertumbuhan wisatawan yang semakin besar. Melalui ide
cemerlang masyarakat setempat yang tergabung di dalam Kelompok Dagang Pura Uluwatu mulailah
dicetuskan ide untuk menambahkan sebuah atraksi wisata yang dapat dinikmati para wisatawan.
Penambahan atraksi wisata ini dimaksudkan untuk memberikan nilai tambah bagi kawasan, sehingga
wisatwan yang datang berkunjung tidak hanya dapat mengamatai lebih dekat Pura Uluwatu namun juga
dapat secara langsung bersentuhan dan mengenal budaya dan kesenian Bali. Tari kecak Bali kemudian
dipilih sebagai atraksi wisata yang akan disiapkan untuk para wisatawan.
Sejak berdiri pada tahun 1999 Tari Kecak Uluwatu telah berhasil menyita perhatian dunia melalui
dengan menghadirkan sebuah pementasan tari bali yang dikemas dengan sangat menghibur di Open Air
Stage Pura Uluwatu. Pemilihan tari kecak Bali sebagai atraksi wisata dikawasan ini sangatlah tepat selain
karena kecak merupakan tarian yang begitu unik dibandingkan dengan jenis tarian lain, juga sangat dibantu
oleh lokasi stage yang sangat strategis dengan pemandangan yang menarik untuk dinikmati oleh para
wisatawan. Hal inilah yang kemudian meyakinkan para travel agen untuk mulai membuka kran selebar-
lebarnya untuk paket wisata Tari Kecak Uluwatu yang dirangkai dengan beberapa tempat wisata lainnya.
Dengan kehadiran atraksi kecak di kawasan wisata Pura Uluwatu, para wisatawan memiliki alasan lebih
untuk terus datang berkunjung, selain dapat mengamati lebih dekat keberadaan Pura di Uluwatu sebagai
warisan sejarah Agama Hindu di Bali, kawasan wisata Pura Uluwatu juga menawarkan keindahan alam
sekitar, dan tentunya Tari Kecak Uluwatu. (Salim 1991: 137).
Kehadiran atraksi Tari Kecak yang dipentaskan setiap hari pada sore hari tersebut telah berhasil
membuat lonjakan kedatangan wisatawan yang berkunjung pada sore harinya. Kebanyakan wisatawan
memilih untuk berkunjung ke Pura di Uluwatu pada waktu sore hari, selain karena pemandangan disekitar
dan sunset, kehadiran atraksi Tari Kecak Uluwatu juga mampu menjadi alasan lain bagi wisatawan untuk
memilih waktu berkunjung di sore hari. Ribuan penonton yang selalu memadati Uluwatu Open Air Stage
adalah bukti nyata kontribusi Kecak dance Uluwatu untuk mendatangkan lebih banyak lagi wisatawan yang
berkunjung ke Uluwatu.
Sesuai dengan data yang diberikan oleh pengelola setempat, jumlah kunjungan wisatawan semakin
meningkat sejak ditambahkannya atraksi tari kecak di Pura Uluwatu, rata-rata kunjungan wisatawan ke
Uluwatu Bali sebelum adanya Tari Kecak adalah berkisar antara 700 orang sampai dengan 1000 orang setiap
harinya, namun semenjak Tari Kecak hadir menjadi atraksi wisata yang dapat dinikmati oleh para wisatawan
lonjakan kedatangan wisatawan berkisar di angka 2500 orang sampai dengan 3000 orang setiap harinya. Hal
ini menjadi keuntungan bagi pengelola kawasan wisata Pura Uluwatu dan tentunya bagi pemerintah
Kabupaten Badung dalam meraup Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui tempat wisata yang satu ini.
(Salim 1991: 137).
Sesuai dengan misi pembangunan dan rencana tata ruang Kabupaten Badung yang menyatakan
bahwa lembaga-lembaga kemasyarakatan yang telah ada dan relevan dalam menunjang keajegan Bali dan
kesejahteraanpenduduk lokal perlu lebih diberdayakan (Profil Wilayah Kabupaten BadungTahun 2010).
Desa Pakraman sejak zaman dahulu telah berperan dalammeningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
menjaga adat dan budayaBali. Desa Pakraman Pecatu dan Pemerintah Daerah Kabupaten Badungmerupakan
pihak yang memiliki serta mengelola daya tarik wisata KawasanLuar Pura Uluwatu. Desa Pakraman Pecatu
dihadapkan pada suatu peluangdan tantangan dalam pengelolaan sumber daya pariwisata yang ada di Desa
Pecatu.
Tanggung jawab pengelolaan mencakup pemeliharaan, pelestarian, penataan, keamanan dan hak
melakukan pungutan retribusi masuk bagi wisatawan yang berkunjung. Walaupun kepercayaan dalam
pengelolaan daya tarik wisata Kawasan Luar Pura Uluwatu diberikan kepada Desa Pakraman Pecatu,
sebenarnya ada beberapa pihak yang juga bertanggung jawab dan berperan dalam pengelolaan, yaitu
Pemerintah Kabupaten Badung sebagai penanggung jawab kewilayahan, fasilitator, pembina dan
pengawaspengelolaan, Pemerintah Desa Pecatu, pihak keluarga Puri Jro Kuta dan keluarga Puri Celagi
Gendong Denpasar sebagai pengempon yang berperan pada pelaksanaan upacara keagamaan.
Daya tarik wisata Kawasan Luar Pura Uluwatu selama ini sudah dikeloladengan baik oleh Desa
Pakraman Pecatu. Pengelolaannya bekerja samadengan Pemerintah Desa Pecatu dan memberdayakan
masyarakat setempat.Secara struktur pengelola, diketuai oleh Kepala (Kelihan) Desa Adat Pecatu,dibantu
oleh pengurus adat yang lain. Pengelola memberdayakan warga DesaPakraman Pecatu untuk dipekerjakan
sebagai petugas pengelolaan. Parapetugas pengelola juga dibantu oleh para pedagang di kios-kios dan dua
grupkecak yang tergabung dalam kelompok Sadar Wisata Kawasan Luar PuraUluwatu. Pengelolaan juga
melibatkan para pecalang (petugas keamanan)dari Desa Pakraman Pecatu dan petugas Hansip dari
Pemerintah Desa Pecatu. Pengelolaan daya tarik wisata Kawasan Luar Pura Uluwatu melibatkan
berbagai unsur masyarakat setempat, mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan. Pihak
pemerintah Kabupaten Badung berupaya melakukan pengembangan fisik dan non-fisik. Setiap perencanaan
dan pengembangan pembangunan harus dimasukkan dalam program kerja prajuru Desa Pakraman dan
Pemerintah Desa Pecatu. Tahap pengorganisasian dan pelaksanaan dengan memberdayaanmasyarakat asli
warga Desa Pakraman Pecatu. Petugas pengelola mendapatkan berbagai pembinaan dan pelatihan, seperti
kursus bahasa asing, pemandu wisata, adat dan budaya serta sistem pengelolaan daya tarik wisata.
Menurut Kelihan Desa Adat Pecatu, kekuatan dalam pengelolaan daya tarik wisata Kawasan Luar
Pura Uluwatu adalah adanya semangat dan tekad bersama di tingkat kelembagaan di desa, daya tarik yang
dimilikinya, dan tenaga pengelola yang sudah berpengalaman. Mekanisme penempatan personil didasarkan
atas kompetensi yang dimiliki oleh personil tersebut sesuai dengan pos yang ada. Salah satu indikator
keberhasilan pengelola dalam melaksanakan tugasnya adalah pada peningkatan jumlah kunjungan
wisatawan dan pendapatan dari retribusi masuk Pengelolaan daya tarik wisata yang lebih profesional,
membutuhkan kemampuan manajerial dari pengelolanya. Hal ini merupakan kendala utama. Hampir
sebagian besar daya tarik wisata yang dimiliki belum didukung oleh sumber daya manusia yang memadai
baik dari kualitas maupun kuantitas. Keterbatasan sumber daya manusia salah satunya disebabkan oleh
kondisi demografis, seperti tingkat pendidikan dan minimnya pengalaman dalam bidang manajemen.
Pengelolaan daya tarik wisata yang ada di Desa Pakraman Pecatu diprioritaskan kepada warga asli dari Desa
Pakraman Pecatu. Dari beberapa daya tarik wisata, baru Kawasan Luar Pura Uluwatu yang sudah memiliki
tenaga pengelola berpengalaman.
Faktor sosial kemasyarakatan merupakan kendala yang memerlukan proses untuk mengatasinya. Ada
beberapa faktor yang melatarbelakanginya, seperti faktor kepentingan, ekonomi, pendidikan dan budaya.
Beberapa kasus yang muncul antara lain penolakan warga atas program penataan pantai dari usaha wisata
yang berada di sempadan pantai dan pedagang di pantai, munculnya penguasa-penguasa wilayah yang baru
dan pementasan tari kecak di sisi luar bagian selatan Pura Uluwatu yang tidak adil bagi sebagian warga Desa
Pakraman Pecatu. Kendala sosial kemasyarakatan ini tidak dapat dihindari karena ada konflik kepentingan
dalam pengelolaan daya tarik wisata.
Lahan-lahan yang ada di sekitar daya tarik wisata termasuk akses jalan dimiliki oleh perseorangan
baik warga Desa Pakraman Pecatu maupun orang luar yang umumnya adalah investor. Lahan yang dimiliki
oleh Desa Pakraman Pecatu adalah lahan pada daya tarik wisata Kawasan Luar Pura Uluwatu dan Pantai
Labuhan Sait. Pada Pantai Dream Land, akses jalan dan lahan di sekitarnya dimiliki oleh pihak PT Bali
Pecatu Graha. Lahan di sekitar daya tarik wisata tersebut sudah difungsikan untuk membangun berbagai
sarana dan usaha pariwisata. Mengakomodasikan berbagai kepentingan dari para pemilik lahan sehingga
daya tarik wisata tersebut dapat dikelola dengan baik
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Seni pertunjukan sebagai satu unsur kesenian memiliki peran yang sangat menonjol dalam konteks
kegiatan kepariwisataan, bahkan sebenarnya telah menunjukkan posisinya sekaligus sebagai komponen daya
tarik wisata. Era industri kepariwisataan secara tidak langsung membawa situasi dan kondisi yang positif
bagi seni pertunjukan tradisional, serta memberi peluang bagi senimannya untuk berkreasi sebagai
perwujudan partisipasinya. Dampak positifnya antara lain, hadirnya wisatawan mancanegara dapat
menciptakan lapangan kerja bagi para pelaku seni yang berpengaruh terhadap ekonomi, sekaligus
menggiatkan aktivitas berkesenian dalam rangka pelestarian dan pengembangan seni pertunjukan. Dampak
negatifnya, dikarenakan adanya dua faktor, yaitu faktor ekstrinsik dan faktor instrinsik. Faktor ekstrinsik
berasal dari wisatawan dan institusi pemerintah. Faktor ekstrinsik adalah segala gagasan dan pola tingkah
laku seniman dalam mengemas seni pertunjukan. Seniman tampaknya belum siap dan mampu menyajikan
kesenian untuk keperluan pariwisata tanpa mengorbankan nilai estetiknya.Oleh karena itu, perlu adanya
seniman yang konstruktif.

3.2 Saran
3.2.1 Bagi Penulis
Diharapkan penulis dapat mengaplikasikan bahwa Seni pertunjukan khusunya Tari kecak
dapat membawa efek positif bagi Pariwisata.

3.2.2 Bagi Pembaca/Masyarakat


Hendaknya dapat memahami informasi peranan ekonomi kreatif dalah seni pertunjukan
dalam meningkatkan pendapatan sektor ekonomi Pariwisata.

3.2.3 Bagi Pemerintah


Diharapkan sebagai pertimbangan bagi Pemerintah untuk memfailisitasi dan pengelolaan
tempat Seni Pertunjukan khususnya Tari Kecak Uluwatu agar dapat memperomosikan ke luar
Negara.
DAFTAR PUSTAKA

Ardika, I Gede. 1993. Kepariwisataan Bali: Rahasia Pembangunan Bali. Penerbit Harian Suara Karya dan
Cita Budaya.
Bagus, I. Gusti Ngurah. 1991. Dari Obyek ke Subyek. Memanfaatkan Pariwisata sebagai IndustriJasa dalam
Pembangunan. Dalam Ilmu-ilmu Humaniora. Yogyakarta: Fakultas Sastra UGM Yogyakarta.
Boediardjo, H. 1992/1993. Pariwisata dan Kebudayaan di Indonesia Pengaruh Kebudayaan Terhadap
Kehidupan Budaya Bangsa dalam Konggres Kebudayaan 1991. Jakarta: Direktorat Sejarah dan Nilai
Tradisional Proyek Penelitian Pengkajian dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya Ditjenbud, Depdikbud.
Hadi, Sri. 2001. Mencari Format Seni Pertunjukan Wisata. Makalah Seminar Seni Pertunjukan Indonesia
1998-2001 seri VIII. Seni Pertunjukan dan Pariwisata. Surakarta: Sekolah Tinggi Seni Indonesia.
Riantiarno. 1993. Perjalanan Teater: Pasar harus diciptakan. Makalah dalam pertemuan Teater Indonesia.
Harian Umum Republika.
Salim, Emil. 1992/1993. Hubungan Pariwisata dengan Budaya di Indonesia: Prospek dan Masalahnya dalam
Konggres Kebudayaan 1991: Kebudayaan Indonesia dan Dunia, Jakarta: Direktorat Sejarah dan Nilai
Tradisional Proyek Penelitian Pengkajian dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya. Ditjenbund. Depdikbud.
Soekadijo, R. G. 1997. Anatomi Pariwisata: Memahami Pariwisata sebagai Systemic Linkage. Penerbit PT
Gramedia Pustaka Harian Suara Karya dan Cita Budaya.

Anda mungkin juga menyukai