Anda di halaman 1dari 20

Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB

PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR JARINGAN JALAN DALAM


MENDUKUNG PENGEMBANGAN WISATA BUDAYA DI DAERAH
SEKITAR CANDI BOROBUDUR
Ahsan Asjhari(1), Widyo Nugroho SULASDI(2), Difa Kusumadewi(3)

(1)
Magister Studi Pembangunan, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), ITB.
(2)
Kelompok Keilmuan Sains dan Sistem Kerekayasaan Wilayah Pesisir dan Laut, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, ITB.
(3)
Magister Studi Pembangunan, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), ITB.

Abstrak

Jalan beserta jaringannya merupakan infrastruktur yang berperan dalam mendukung pengembangan
kegiatan pariwisata sebagai salah satu indikator dari daya saing pariwisata. Fokus pengembangan
jalan nasional diantaranya adalah membangun kaitan sistem dan jaringan transportasi mendukung
Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) prioritas, termasuk KSPN Borobudur dan sekitarnya.
Daya tarik KSPN ini adalah keberadaan Candi Borobudur sebagai peninggalan peradaban Mataram
Kuno dan diakui sebagai warisan dunia oleh UNESCO. Jaringan jalan berperan mengintegrasikan
berbagai objek budaya peninggalan peradaban Mataram Kuno dan objek wisata lain yang banyak
tersebar di daerah di sekitar Candi Borobudur, yang melingkupi wilayah Kabupaten dan Kota
Magelang. Integrasi tersebut adalah suatu wisata budaya berupa rute jejak peradaban Mataram
Kuno. Pembangunan atau peningkatan kondisi jaringan jalan perlu memperhatikan pengembangan
rute tersebut dengan diiringi oleh perkuatan antar aktor untuk mendukung implemtasinya. Dengan
demikian rute budaya ini dapat memberi dampak bagi daerah dan masyarakat di daerah sekitar
Candi Borobudur.

Kata-kunci : Borobudur, jaringan jalan, multiple DPSIR, pola pergerakan, wisata budaya.

Pengantar Salah satu dari sekian banyak KSPN tersebut


adalah KSPN Borobudur dan sekitarnya. Sesuai
Jalan sebagai bagian sistem transportasi dengan Arahan Presiden mengenai Pariwisata
nasional mempunyai peranan penting dalam yang dituangkan ke dalam Surat Setkab No : B-
mendukung ekonomi, sosial budaya, lingkungan, 652/Seskab/Maritim/11/2015, tanggal 6
politik, serta pertahanan dan keamanan. Jalan November 2015, KSPN ini merupakan satu
beserta jaringannya merupakan infrastruktur diantara 10 destinasi wisata yang mendapat
yang dapat membantu memberikan kemudahan prioritas untuk dikembangkan. Daya tarik utama
pergerakan manusia, barang dan juga jasa KSPN ini adalah keberadaan Candi Borobudur
sehingga dapat membangkitkan kegiatan sosial yang telah diakui UNESCO sebagai salah satu
ekonomi di suatu wilayah. warisan dunia.

Saat ini, arahan dalam pengembangan jalan Nilai penting dari keberadaan Candi Borobudur
nasional diantaranya adalah dalam rangka ini diantaranya adalah sebagai suatu simbol
mendukung sektor pariwisata. Dukungan sejarah monumental peninggalan peradaban
tersebut terlihat dari fokus pengembangan jalan Mataram Kuno yang mencerminkan keunggulan
nasional kepada akses menuju 25 (Kawasan bangsa Indonesia. Peninggalan peradaban
Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) (Bina Mataram Kuno melalui keberadaan candi ini
Marga, 2016). Dukungan ini sangat diperlukan merupakan bukti bahwa bangsa ini memiliki
mengingat jalan merupakan salah satu indikator keunggulan teknologi dan rekayasa bangunan
dari daya saing pariwisata suatu negara yang kompleks pada masanya. Candi Borobudur
(Margaretha, 2016). juga menunjukkan posisi internasional bangsa
ini karena dapat disejajarkan dengan
peninggalan monumental dari peradaban

Jurnal STUDI PEMBANGUNAN | 1


Koherensi antara Wisata dan Pengembangan Pribadi dalam Perspektif Pembangunan Karakter Bangsa

bangsa-bangsa lain di dunia. Selain itu, kawasan Borobudur, yaitu disekitar wilayah
keberadaan candi ini juga menunjukkan bahwa Yogyakarta dan sekitarnya.
bangsa ini sejak jaman dahulu telah dihadapkan
pada keberagaman pada masyarakatnya dan Dari berbagai isu tersebut, maka persoalan
mampu mengelola perbedaan tersebut menjadi pengembangan kawasan Borobudur sebagai
suatu nilai kerukunan keagamaan yang cukup destinasi wisata prioritas adalah berkaitan
tinggi. dengan upaya agar kunjungan wisatawan tidak
hanya berkunjung di candi tesebut, tetapi juga
Namun demikian, terdapat beberapa isu terkait singgah ke berbagai destinasi wisata budaya lain
pengembangan wisata pada KSPN ini. Salah yang tersebar di berbagai daerah sekitarnya,
satu isu yang mengiringi pengembangan yang meliputi wilayah Magelang, baik Kota
kawasan ini adalah sejak dimasukkan sebagai maupun Kabupaten Magelang. Di wilayah ini,
situs warisan dunia pada 1991, Candi Borobudur paling tidak telah terdapat berbagai objek
dinilai masih belum banyak memberikan budaya monumental yang memiliki keterkaitan
keuntungan bagi sebagian besar masyarakat dengan Candi Borobudur sebagai peninggalan
sekitar (http://www.antaranews.com, tanggal peradaban Mataram Kuno.
akses 5 September 2016). Dari sisi pemerintah
daerah, dalam hal ini Pemerintah Provinsi Jawa Oleh karena itu diperlukan suatu penelitian
Tengah dan Pemerintah Kabupaten Magelang, dalam rangka pengembangan suatu koridor atau
Candi Borobudur juga dinilai masih belum rute wisata budaya di daerah sekitar Candi
memberikan kontribusi di sisi pendapatan. Borobudur yang didasarkan atas suatu tema
Bahkan, keberadaan Candi yang dikenal sebagai berbasiskan peradaban Mataram Kuno. Selain
warisan budaya dunia ini hanya sebatas itu, penelitian ini juga berusaha untuk
memberikan citra merek pada Jawa Tengah dan mengetahui upaya pengembangan infrastruktur
pajak dari parkir (http://jogja.tribunnews.com, jaringan jalan dalam mendukung koridor atau
tanggal akses 5 September 2016). rute wisata tersebut. Atas dasar pemikiran
tersebut, perumusan masalah dalam penelitian
Berdasarkan data dari Dinas Pariwisata ini antara lain adalah :
Kabupaten Magelang, jumlah wisatawan yang 1. Apa saja nilai objek budaya monumental
berkunjung ke Candi Borobudur pada tahun peninggalan peradaban Mataram Kuno di
2016 adalah sebesar 96% dari total kunjungan sekitar Borobudur?
ke objek budaya yang telah pariwisatanya telah 2. Bagaimana pengembangan wisata pada
dikelola, baik oleh pemerintah kabupaten objek budaya monumental peninggalan
maupun masyarakat. Bahkan pengunjung ke peradaban Mataram Kuno tersebut?
Candi Pawon–Mendut yang masuk ke kategori 3. Bagaimana pengembangan infrastruktur
wisata budaya telah berkembang hanya sekitar jaringan jalan dalam mendukung wisata
1,9% saja. Data tersebut menunjukkan adanya budaya berdasarkan objek budaya
ketimpangan kunjungan wisatawan pada objek- monumental pada peradaban Mataram
objek budaya, khususnya yang telah memiliki Kuno?
pengelola kegiatan pariwisata. Dari data
tersebut diketahui bahwa kegiatan wisata masih Teori Budaya dan Peradaban
berpusat di Candi Borobudur dan belum
berkembang pada objek wisata lainnya yang Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi
terdapat disekitarnya. (1964) mendefinisikan budaya sebagai sarana
hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Isu lainnya adalah terkait pengembangan atraksi Sementara Koentjaraningrat (2011) kemudian
wisata yang antara lain meliputi beberapa mendefinisikan kebudayaan sebagai seluruh
koridor, yaitu : 1) Koridor Borobudur - system gagasan dan rasa, tindakan serta karya
Prambanan, 2) Koridor Borobudur - Kota yang dihasilkan manusia dalam kehidupn
Yogyakarta, 3) Koridor Borobudur - Pantai bermasyarakat, yang dijadikan miliknya dalam
Selatan, dan 4) Koridor Borobudur - Gunung belajar. Keywoeds (dalam Sutrisno dan Putranto,
Kidul (Ratman, 2016). Dari rencana tersebut, 2005) mengelompokkan definisi kebudayaan
terlihat bahwa orientasi pengembangan menjadi tiga kelompok, yaitu: Pertama, budaya
pariwisata masih berorientasi ke arah selatan adalah setiap dinamika perkembangan
intelektual, spiritual dan estetika individu dan
2 | Jurnal STUDI PEMBANGUNAN
Ahsan Asjhari
estetika kelompok atau masyarakat. Kedua, tempat atau daerah. Menurut Timothy dan
kebudayaan merangkum kegiatan-kegiatan Nyaupane (2009), tipikal dari wisata budaya dan
intelektual dan artistik serta produk hasilnya, sejarah adalah penggunaan peninggalan masa
film, kesenian, teater. Di sini kebudayaan amat lalu, baik itu berwujud maupun yang tidak
sering dipakai untuk menamai kesenian. Ketiga, berwujud. Berdasarkan definisi tersebut, maka
kebudayaan itu menyangkut seluruh cara hidup, wisata budaya dapat diterjemahkan menjadi
kepercayaan, aktivitas dan kebiasaan seseorang, suatu perjalanan sementara dengan tujuan
kelompok atau masyarakat. Dari berbagai untuk menikmati daya tarik budaya suatu
definisi tersebut, kebudayaan adalah tempat sehingga dapat diperoleh pengalaman
keseluruhan gagasan, perilaku, dan hasil karya baru berkaitan dengan nilai-nilai budaya yang
manusia dan/atau kelompok manusia yang melekat pada tempat tersebut.
dikembangkan melalui proses belajar dan
adaptasi terhadap lingkungannya yang berfungsi Menurut Gunn (1988), atraksi wisata yang
sebagai pedoman untuk kehidupan memiliki hubungan erat dengan budaya sebagai
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. sumber daya antara lain adalah tempat-tempat
ibadah (misal: kuil, masjid, dan gereja),
Sebagai hasil cipta dan kehendak manusia, bangunan dan situs bersejarah, pusat kerajinan
kebudayaan memiliki wujud yang dapat dikenali. dan pengetahuan masyarakat, beserta festival
Merujuk pendapat Koentjaraningrat (2011) dan acara kebudayaan. Sedang menurut
terdapat 4 (empat) wujud kebudayaan, yaitu: 1) Timothy dan Nyaupane (2009), atraksi wisata ini
Nilai-nilai budaya, 2) Sistem budaya, 3) Sistem juga meliputi budaya dan adat istiadat yang
sosial, dan 4) Unsur-unsur kebudayaan fisik dan masih dipertahankan hingga hari ini, sebagai
artefak warisan dari masa lalu. Wisata ini antara lain
meliputi musik, tari, bahasa, agama, masakan,
Istilah kebudayaan seringkali dikaitkan dengan tradisi-tradisi artistik, dan festival, monumen,
peradaban. Hubungan antara keduanya dapat bangunan umum bersejarah seperti rumah-
dijelaskan melalui beberapa definsi mengenai rumah, peternakan, kastil dan katedral, museum,
peradaban. Menurut Arun K (2011), peradaban dan reruntuhan arkeologi. Dengan demikian
merupakan kemajuan dari perkembangan atraksi wisata terkait dengan budaya dapat
intelektual, budaya dan material dalam suatu berupa objek budaya fisik dan non fisik.
masyarakat yang ditandai oleh kemajuan dalam
seni dan ilmu pengetahuan, yang ekstensif Terdapat beberapa konsep terkait dengan
menggunakan pencatatan, termasuk menulis pengembangan wisata budaya terkait
dan kompleks penampilan lembaga-lembaga keberadaan suatu objek budaya, yaitu wisata
politik dan sosial. Menurut Ranjabar (2013), rekreasi dan sarana edukasi, cultural landscape,
peradaban diartikan sebagai suatu kebudayaan ekomuseum dan heritage trail. Menurut
yang telah mempunyai system teknologi, seni Kasnowihardjo (2001), salah satu potensi yang
bangunan, seni rupa, system kenegaraan dan dimiliki objek budaya seperti benda cagar
ilmu pengetahuan yang maju dan kompleks. budaya yang merupakan objek arkeologi antara
Dari definisi ini peradaban merupakan salah satu lain adalah sebagai objek wisata dan rekreasi,
aspek dari kebudayaan yang mengandung serta menjadi sarana edukasi. Konsep lain dari
unsur-unsur kemajuan yang meliputi berbagai pengembangan wisata budya adalah Cultural
aspek, yaitu teknologi, seni bangunan, seni rupa, Landscape (Nagaoka, 2014). Pengembangan
sistem kenegaraan dan ilmu pengetahuan. wisata budaya ini dilakukan berdasarkan
kesesuaian antara objek budaya dengan
Konsep wisata budaya lansekap atau kondisi budaya dan sosial
kemasyarakatan di sekitar objek budaya.
Menurut Horst & Guest (dalam Margaretha,
2016), wisata budaya adalah suatu perjalanan Konsep ekomuseum dalam pengembangan
untuk meresapi atau untuk mengalami gaya wisata budaya mengacu pada kegiatan ekologi
hidup yang telah hilang dari ingatan manusia. yang bertujuan untuk mengembangkan seluruh
Sementara Yoeti (dalam Margaretha, 2016), wilayah sebagai sumber living museum.
wisata budaya (cultural tourism) digerakkan Ekomuseum memiliki tiga unsur: (1) pelestarian
oleh motivasi orang-orang untuk melakukan berbagai jenis warisan, termasuk alam dan
perjalanan karena daya tarik seni budaya suatu tradisi budaya dan industri, yang terdapat di

Jurnal Studi Pembangunan SAPPK No.1 | 3


Koherensi antara Wisata dan Pengembangan Pribadi dalam Perspektif Pembangunan Karakter Bangsa

suatu daerah, (2) manajemen dan pengelolaan fungsi jalan, status jalan dan kelas jalan. Dalam
yang dilaksanakan dengan melibatkan partisipasi pasal 6 terdapat batasan mengenai sistem
warga setempat untuk kehidupan mereka di jaringan jalan sebagai satu kesatuan jaringan
masa depan, dan (3) fungsi dari lingkungan dan jalan yang terdiri dari sistem jaringan jalan
tradisi yang dilindungi sebagai sebuah museum primer dan sistem jaringan jalan sekunder yang
(Ohara, 1998). Sementara konsep wisata terjalin dalam hubungan hierarki. Sistem
heritage trail atau jejak pusaka menurut NSW jaringan jalan ini disusun dengan mengacu pada
Heritage Office (dalam Patria, 2013), adalah rencana tata ruang wilayah dan dengan
suatu rute wisata yang menghubungkan memperhatikan keterhubungan antarkawasan
berbagai objek pusaka pada suatu kawasan. dan/atau dalam kawasan perkotaan, dan
Konsep wisata ini berusaha mengintegrasikan kawasan perdesaan.
berbagai objek wisata secara fisik (rute wisata)
maupun non fisik (tematik).

Infrastruktur Jaringan Jalan

Jaringan jalan merupakan salah satu bentuk dari


infrastruktur transportasi yang memiliki peranan
penting dalam menopang kehidupan manusia.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun
2004 tentang Jalan, menjelaskan bahwa
pengertian jalan adalah prasarana transportasi
darat yang meliputi segala bagian jalan,
termasuk bangunan pelengkap dan
perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu
lintas, yang berada pada permukaan tanah, di
atas permukaan tanah, di bawah permukaan
tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, Gambar 1. Bagan Jaringan Jalan
kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan
kabel. Dalam konteks pariwisata, peranan yang
diemban oleh jaringan jalan adalah memberi
Dalam undang-undang tersebut disebutkan kenyamanan dan kemudahan bagi wisatawan
bahwa jalan menurut peruntukannya terbagi untuk dapat mencapai berbagai objek dan
menjadi dua, yaitu jalan umum dan jalan khusus. pelayanan wisata atau aksesibilitas. Aksesibilitas
Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan sendiri merupakan salah satu komponen penting
bagi lalu lintas umum. Sementara jalan khusus dari pariwisata sebagaimana dikemukakan Yoeti
adalah jalan yang dibangun oleh instansi, badan (2002),dan Gunn (1988). Selain aksesibilitas,
usaha, perseorangan, atau kelompok jaringan jalan juga berperan dalam menjalin
masyarakat untuk kepentingan sendiri. keterkaitan atau koneksi antar objek wisata
maupun antara objek wisata dengan pusat
Jalan umum berdasarkan fungsinya akomodasi wisatawan yang ada di pusat
dikelompokkan menjadi empat, yaitu jalan arteri, kegiatan, baik yang terletak di pusat KSPN
jalan kolektor, jalan lokal dan jalan lingkungan. maupun PKN atau PKW. Dengan keberadaan
Keempat fungsi jalan ini kemudian saling jalin jaringan jalan tersebut maka dapat tersusun
mejalin ke dalam sebuah sistem jaringan jalan. suatu koridor atau rute wisata yang
Dalam Peraturan Pemerintah No 34 Tahun 2006 mengintegrasikan antar objek wisata atau
tentang Jalan disebutkan definisi sistem jaringan destinasi tujuan wisata dan juga dengan
jalan sebagai satu kesatuan ruas jalan yang berbagai kebutuhan akomodasi wisatawan.
saling menghubungkan dan mengikat pusat-
pusat pertumbuhan dengan wilayah yang Pola pergerakan wisata
berada dalam pengaruh pelayanannya dalam
satu hubungan hierarki. Tantangan dalam mengembangkan keterkaitan
antara aksesibilitas dan konektivitas yang dijalin
Berdasarkan PP tersebut, jalan umum oleh jaringan jalan dengan keberagaman atraksi
dikelompokkan dalam sistem jaringan jalan, wisata adalah menentukan pola pergerakan
4 | Jurnal STUDI PEMBANGUNAN
Ahsan Asjhari
wisata. Lew dan Mc Kercher (2006) Pola pergerakan
Uraian
mengungkapkan bahwa terdapat beberapa pola wisata
pergerakan wisata berbasis kewilayahan yang dari pusat tipe point to point.
didasarkan atas keberadaan titik akomodasi dan (radiating hub) Akomodasi berfungsi
pesebaran titik wisata, yaitu : sebagai hub untuk
perjalanan yang
Tabel 1. Pola pergerakan wisata berbasis beragam
kewilayahan

Pola pergerakan
Uraian
wisata Keterangan :
1. Pola dari titik ke = akomodasi, = atraksi wisata
titik (point to Sumber : Lew dan Mc Kercher, 2006
point) :
a. Pola tunggal dari Pola ini melibatkan Metodologi
titik ke titik satu atau lebih
perjalanan yang Penelitian ini menggunakan pendekatan
memiliki satu titik kualitatif untuk menggambarkan keterkaitan
wisata di tengah antara nilai-nilai kebudayaan dengan objek
kawasan budaya atraksi wisata budaya di sekitar Candi
Borobudur. Selain itu, metode ini juga
b. Pola berulang Perjalanan dari diharapkan untuk dapat memberi gambaran
dari titik ke titik lokasi transit ke titik keterkaitan antar objek wisata budaya dan
wisata selama antara objek wisata dengan pusat akomodasi
beberapa kali. terdekat. Keterkaitan tersebut didasarkan atas
keberadaan jaringan jalan di wilayah Magelang,
c. Pola tur dari titik Pola ini digunakan baik Kabupaten maupun Kota Magelang.
ke titik ketika titik wisata
dan transit berada Data-data primer maupun sekunder kemudian
pada satu jalur jalan dianalisis dengan menggunakan beberapa teknik
analisis data, yaitu analisis deskriptif kualitatif,
2. Pola melingkar Pola ini memiliki titik analisis korelasi, analisis Multiple DPSIR, anaisis
(Circle): akomodasi dan titik jaringan aktor dan analisis asosiasi
a. Pola berputar wisata yang geohistoriografikal.
melingkar. Biasanya
melibatkan 1 titik Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk
wisata besar dengan menggambarkan fenomena yang diteliti melalui
b. Pola batang dan beberapa titik wisata proses pengempulan, penyajian dan reduksi
kelopak kecil data untuk kemudian dapat diambil suatu
kesimpulan. Analisis ini digunakan untuk
mengetahui nilai-nilai objek budaya monumental
peradaban Mataram Kuno di wilayah penelitian.
3. Pola kompleks :
Analisis korelasi dilakukan untuk mengetahui
a. Pola acak Dalam pola ini,
mengenai pengembangan wisata pada objek
(random) wisatawan bebas
budaya monumental peninggalan peradaban
dan acak dalam
Mataram Kuno di wilayah penelitian. Untuk
melakukan perjalan-
mengetahu fokus pengembangan objek budaya
an dan diterapkan
pada wilayah penelitian, maka dilakukan korelasi
pada kawasan yang
antara objek budaya dengan potensi wisata
memiliki banyak
budaya yang meliputi aspek-aspek: 1) Atraksi,
atraksi wisata yang
2) Kelengkapan Fasilitas, 3) Manajemen
beragam
pengelola pariwisata, dan 4) Akses.

b. Pola menyebar Pola ini hampir sama

Jurnal Studi Pembangunan SAPPK No.1 | 5


Koherensi antara Wisata dan Pengembangan Pribadi dalam Perspektif Pembangunan Karakter Bangsa

Analisis korelasi juga dilakukan untuk Merujuk pada lingkup dan definsi tersebut,
mengetahui perbandingan aksesibilitas jaringan maka objek budaya dalam penelitian ini maka
jalan dengan dilakukan untuk mengetahui berdasarkan hasil analisis data dari data
peranan infrastruktur jaringan jalan dalam sekunder, terdapat 14 objek budaya
pengembangan wisata budaya tersebut. monumental peninggalan peradaban Mataram
Peranan jaringan jalan ini dapat diketahui Kuno yang tersebar di seluruh wilayah penelitian.
melalui konektivitas dan aksesibilitas objek
wisata budaya. Indikator aksesibiitas dalam Gambar 2. Pesebaran objek budaya
penelitian ini adalah : 1) Jarak objek budaya peninggalan peradaban Mataram Kuno di
dari pusat KSPN, 2) Kedekatan lokasi dengan lingkup wilayah penelitian
jalan berdasarkan fungsinya, dan 3)
Ketersediaan angkutan umum.

Analisis Multiple DPSIR merupakan


pengembangan lebih lanjut dari anaisis DPSIR.
Analisis DPSIR merupakan salah satu analisis
sistem untuk merumuskan model solusi yang
diperoleh berdasarkan responses dari suatu
fenomena pada kondisi saat ini. Sebagai sebuah
respon, model solusi diharapkan dapat menjadi
umpan balik sehingga dapat merubah suatu
kondisi dan juga dampak menuju suatu kondisi
yang diharapkan. Namun demikian, untuk
mengetahui efektivitas model solusi yang
diaplikasikan dalam fenomena untuk merubah
kondisi dan juga dampak menuju ke arah Sumber : analisis data sekunder, 2017
perubahan yang lebih baik, maka diperlukan
pengujian model solusi melalui analisis DPSIR Nilai-nilai objek budaya monumental
yang berulang atau multiple DPSIR.
Dalam penelitian ini, objek budaya monumental
Analisis jaringan aktor dalam penelitian ini seperti candi atau prasasti merupakan
digunakan untuk memetakan koordinasi antar merupakan wujud kebudayaan yang
pihak yang terkait dengan pengembangan mencerminkan nilai-nilai peradaban Mataram
wisata budaya di wilayah penelitian. Melalui Kuno. Berikut adalah nilai-nilai objek budaya
pemetaan tersebut, maka dapat disusun sebuah monumental peninggalan peradaban Mataram
translasi dalam hubungan antar aktor Kuno di wilayah Magelang :
mendukung pengembangan wisata budaya.
1. Nilai relijius
Pesebaran objek budaya monumental Sebagai bangunan suci, objek budaya seperti
bangunan candi merupakan tempat pemujaan
Lingkup objek budaya monumental pada dewa. Di dalam candi biasanya terdapat arca-
penelitian ini difokuskan pada wilayah Magelang arca dewa atau Buddha. Arca mempunyai arti
dan merupakan peninggalan peradaban sebagai gambaran dewa atau orang suci yang
Mataram Kuno. Objek budaya monumental dituangkan dalam lukisan, mozaik, pahatan, dan
sendiri dalam penelitian ini diterjemahkan pengarcaan berhubungan dengan pemujaan
sebagai sesuatu, baik berupa benda atau atau gambaran tokoh yang dipuja (Banerjea
bangunan atau tempat buatan manusia, yang dalam Kasihati, 2002). Di candi-candi Hindu
memiliki nilai sejarah yang sangat penting dan yang berada di Magelang, sebagian besar
dan atau memiliki ukuran yang relatif besar. ditemukan arca-arca yang bersifat Siwaisme,
Disamping itu, objek budaya yang monumental seperti lingga-yoni, nandi, durga, ghanesa dan
dalam penelitian ini dapat juga berupa petilasan agasyta. Sementara di candi Buddha seperti
suatu benda memiliki nilai sejarah yang sangat Borobudur, Mendut dan Ngawen terdapat arca
penting. Buddha yang masih bisa disaksikan hingga saat
ini.

6 | Jurnal STUDI PEMBANGUNAN


Ahsan Asjhari
Bangunan pemujaan tersebut dibuat sebagai bahwa keberadaan prasasti yang berkaitan
bentuk kepercayaan dan penghormatan kepada dengan penetapan sima merupakan bagian dari
Tuhan Yang Maha Esa. Hal tersebut pranata politk yang sengaja diciptakan oleh
menunjukkan bahwa bangsa Indonesia sejak penguasa pusat untuk mengukuhkan
dahulu memegang teguh nilai-nilai relijius kekuasaannya di dalam wilayah kerajaan
tersebut. (Rahardjo, 2011).

2. Stabilitas politik 3. Ketahanan pangan


Keberadaan bangunan monumental juga Ketahanan pangan ini diindikasikan dari
menunjukkan kondisi stabilitas politik pada pengembangann pertanian untuk mendukung
suatu bangsa dan negara. Pembangunan keberadaan bangunan monunmental. Dari
bangunan monumental seperti Candi Borobudur beberapa prasasti yang berasal dari periode
menunjukkan bahwa masyarakat Jawa pada abad ke-9 memberikan informasi bahwa
masa Mataram Kuno telah terorganisir dengan masyarakat pada kerajaan Mataram Kuno pada
baik dalam memobilisasi sumber daya, seperti masa itu adalah masyarakat yang
memindahkan batu candi dengan ukuran yang perekonomiannya berbasiskan kepada pertanian,
cukup besar, menggerakkan tenaga kerja, baik sistem sawah basah maupun kering.
mengatur konsumsi dan akomodasi pekerja, dan Contohnya pada candi Borobudur terdapat relief
juga membiayai para ahli atau tukang bangunan. yang menggambarkan petani membajak sawah.
(Haryono, 2013).
Pembangunan candi juga dilakukan dalam
waktu yang relatif cukup lama. Candi Pemeliharaan bangunan monumental seperti
Borobudur misalnya. Pembangunan candi ini candi juga merupakan satu kewajiban yang
diperkirakan melalui 4 tahap pembangunan, dilakukan oleh sima yang kebanyakan
dimana tahap I dimulai pada tahun 775 M berbasiskan pada pertanian. Berdasarkan data
sementara tahap IV dimulai pada than 835 M yang disampaikan oleh Boechori (2012), dari
pada masa pemerintahan Rakai Pikatan 120 prasasti yang diteliti, 60% berisikan
(Rahardjo, 2011). Mobilisasi sumber daya informasi tentang penetapan sima untuk
dengan jangka waktu yang lama tersebut hanya bangunan suci, seperti candi. Contoh prasasti
mungkin dilakukan dalam kondisi politik dan tentang penetapan sima untuk melayani
pemerintahan yang mantap. bangunan suci adalah Prasasti Mantyasih dan Sri
Manggala (Boechori, 2012).
Asumsi ini masih menjadi perdebatan mengingat
pada masa Kerajaan Mataram Kuno terdapat 2 4. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
dinasti yang berkuasa, yaitu Sanjaya dan Keberadaan bangunan monumental seperti
Syailendra. Namun demikian, sebagian ahli candi-candi di wilayah Magelang menunjukkan
seperti Bosch menyampaikan gagasan bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pada
hubungan antara kedua dinasti tersebut masanya. Masyarakat pada masa itu telah
bukanlah bersifat persaingan, melainkan memiliki sistem perhitungan dan seni
hubungan yang harmonis yang sulit dicari arseitektural serta teknik bangunan yang tinggi,
contohnya di tempat lain. Bahkan muncul pula mobilisasi batu penyusun candi juga, serta
pendapat bahwa kedua dinasti tersebut masih mobilisasi dan mengorganisasikan banyak orang
satu keluarga, namun keluarga Syailendra yang dengan berbagai ketrampilan dalam rangka
masih keturunan Sanjaya pada suatu saat pembangunan bangunan monumental.
berpindah agama (Rahardjo, 2011).
5. Toleransi beragama
Objek budaya seperti prasasti juga Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, dalam
menunjukkan stabilitas politik. Sebagian besar kerajaan Mataram Kuno terdapat dua dinasti
prasasti-prasasti di Jawa memuat tentang yang memiliki latar belakang keagamaan yang
penganugerahan sima atau desa yang mandiri berbeda. Dinasti Sanjaya memeluk agama
dan bebas pajak yang diberikan oleh seorang Hindu-Siwa sementara dinasti Syailendra
raja. Penerima anugerah sima ini memiliki memeluk agama Buddha. Masing-masing dinasti
bermacam hak yang menempatkan dirinya membangun bangunan keagamaan yang
sebagai sebagai perluasan kekuasan pusat di meonumental berupa candi yang saling
daerah. Dengan demikian dapat dimaknai berdampingan.

Jurnal Studi Pembangunan SAPPK No.1 | 7


Koherensi antara Wisata dan Pengembangan Pribadi dalam Perspektif Pembangunan Karakter Bangsa

Sebagai contoh adalah ditemukannya oleh jaringan jalan yang ada wilayah Magelang
reruntuhan candi Hindu (Candi Banon, Candi (kabupaten dan kota). Keterhubungan tersebut
Wurung, dan Candi Ngrajek) tidak jauh dari dirangkai oleh berbagai nodes atau titik dan
Candi Borobudur, Candi Mendut, dan Mendut juga link atau jalur menjadi suatu rute
Candi Pawon yang merupakan bangunan perjalanan wisata.
peribadatan agama Buddha (Kasihati dkk, 2002).
Di sekitar Candi Ngawen yang bernafaskan
agama Buddha juga ditemukan arca yoni dan
nandi yang merupakan artefak agama Hindu.
Keberadaan candi ataupun arca Hindu di sekitar
candi Buddha mengindikasikan bahwa
kehidupan keagamaan pada masa kerajaan
Mataram Kuno berjalan dengan harmonis dan
dapat berdampingan dengan baik.

6. Menjunjung nilai moralitas


Nilai lain dari keberadaan bangunan candi
adalah terkait dengan moralitas. Candi sebagai
bangunan suci merupakan sumber nilai-nilai
moralitas bagi masyarakatnya. Bangunan candi
terbagi menjadi tiga bangunan, yaitu kaki candi,
tubuh candi dan atap candi. Ketiga bagian
tersebut melambangkan tiga tingkatan dunia.
Kaki candi atau bhurloka melambangkan dunia
bawah tempat kehidupan manusia. Tubuh candi
atau bhuwarloka melambangan kehidupan
manusia yang sudah disucikan. Atap candi atau
swarloka melambangkan dunia atas tempat para
dewa (Atmosudiro dkk, 2001). Pola ini juga
dapat ditemukan pada Candi Borobudur, dimana
terdapat tiga perlambang tentang kehidupan
manusia tersebut, yaitu Kamadhatu yang
berisikan relief tentang kehidupan manusia yang
penuh hawa nafsu, Rupadhatu yang berisikan
relief tentang dunia yang sudah terlepas dari
hawa nafsu namun masih terikat dengan bentuk
fisik manusia, dan Arupadhatu yang berisikan
stupa-stupa berisi patung Buddha dengan
bentuk lingkaran. (Balai Konservasi Borobudur,
2016).

Dari uraian tersebut menunjukkan bahwa objek


budaya monumental pada masa itu
mencerminkan nilai-nilai moralitas yang tinggi. Gambar 3. Konektivitas objek budaya
Nilai-nilai moralitas tersebut bersumber kepada monumental berdasar jaringan jalan
ajaran agama Hindu dan Buddha yang
berkembang luas pada masa itu. Asumsi nodes atau titik dalam penelitian ini
adalah pusat-pusat kegiatan yang ada di wilayah
Konektivitas dan aksesibilitas objek penelitian dan persimpangan utama. Asumsi link
budaya monumental atau jalur yang menghubungkan nodes tersebut
adalah jaringan jalan yang ada di wilayah
Pada konteks penelitian ini, konektivitas penelitian.
berkaitan dengan keterhubungan antara pusat
kegiatan kepariwisataan (KSPN Borobudur) Berdasarkan gambar di atas terlihat bahwa
dengan objek budaya monumental yang dijalin KSPN Borobudur terkoneksi dengan beberapa
8 | Jurnal STUDI PEMBANGUNAN
Ahsan Asjhari
nodes atau titik yang diasumsikan sebagai kota- diketahui bahwa objek budaya yang mudah
kota yang ada di sekitarnya. Dari gambar diakses antara lain adalah Candi Borobudur,
tersebut menunjukkan bahwa KSPN Borobudur Candi Pawon, Candi Mendut, Percandian Sengi
terhubungkan dengan 2 (dua) Pusat Kegiatan (Asu – Pendem – Lumbung), dan Candi Umbul.
Nasional (PKN) -Semarang dan Yogyakarta- Pada objek budaya ini di dukung oleh jaringan
serta 1 (satu) Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) - jalan nasional maupun provinsi serta tersedia
Kota Magelang-, melalui keberadaan jalan sarana transportasi umum bagi para wisatawan
nasional. KSPN Borobudur juga terhubung yang ingin mengunjungi candi ini.
dengan kota-kota lain (Purworejo, Wates,
Boyolali) berkat adanya jalan provinsi. Dari utara, 2. Objek budaya dengan aksesibilitas sedang
koneksi KSPN Borobudur ditunjang oleh Kategori ini didasarkan atas penilaian dengan
keberadaan jalan nasional yang dominasi aksesibilitas objek budaya yang
menghubungkannya dengan Semarang sebagai sedang. Dengan penilaian tersebut, maka dapat
PKN Jawa Tengah, Ungaran, Bawen, Ambarawa diketahui bahwa objek budaya yang memiliki
dan kota Magelang sebagai PKW terdekat. akses sedang antara lain adalah Candi Ngawen,
Sementara dari selatan, KSPN ini terhubung Candi Losari, Candi Retno, dan Watu Lumpang
dengan jalan nasional yang menghubungkannya Meteseh. Objek budaya ini terletak agak jauh
dengan PKN Yogyakarta, dan Sleman. Selain dari pusat KSPN, serta berada di dekat jalan
jalan nasional, dari selatan juga terdapat jalan kabupaten. Selain itu, angkutan umum menuju
provinsi yang menghubungkannya dengan objek budaya ini relatif terbatas.
ibukota Kabupaten Kulon Progo, Wates.
3. Objek budaya dengan aksesibilitas sulit
Selain itu, objek budaya monumental Kategori ini didasarkan atas penilaian dengan
peninggalan peradaban Mataram Kuno di dominasi aksesibilitas objek budaya yang lemah
wilayah penelitian lainnya juga terhubungkan karena letaknya yang jauh atau lebih dari 30 km
dengan pusat KSPN Borobudur. Dari gambar di dari pusat KSPN dan juga jauh dari jalan
atas terlihat bahwa objek budaya monumental kabupaten terdekat. Disamping itu angkutan
(di luar KSPN Borobudur) yang konektivitasnya umum menuju ke objek budaya ini sangan
didukung oleh keberadaan jalan nasional antara terbatas. Dengan penilaian tersebut, maka
lain adalah Candi Umbul, Candi Losari, Watu dapat diketahui bahwa objek budaya yang
Lumpang Meteseh, Candi Canggal, Candi memiliki akses sulit antara lain adalah Candi
Gunungsari, dan Candi Ngawen. Lokasi objek- Selogriyo, Candi Canggal dan Candi Gunungsari.
objek budaya ini sebenarnya tidak persis
dipinggir jalan nasional, namun objek budaya ini Hambatan konektivitas dan aksesibiltas
dilekatkan pada nodes (kota atau pusat kegiatan objek budaya monumental
atau persimpangan utama) terdekat. Objek
budaya tersebut terhubung dengan nodes Keberadaan jaringan jalan mendukung
melalui keberadaan jalan-jalan kabupaten/kota. aksesibilitas objek budaya untuk dikunjungi oleh
Untuk konektivitas pada Percandian Sengi wisatawan. Namun demikian, terdapat beberapa
(Candi Asu–Pendem–Lumbung) didukung oleh hambatan terkait dengan konektivitas dan
keberadaan jalan provinsi. Sementara aksesibilitas mennuju objek budaya monumental
konektivitas pada Candi Selogriyo dan Candi yang ada di wilayah penelitian, sebagai berikut :
Retno didukung oleh keberadaan jalan
kabupaten. 1. Kemacetan pada persimpangan sebidang
Kemacetan pada persimpangan sebidang ini
Selain konektivitas, jaringan jalan juga memiliki terjadi di beberapa titik jalan nasional
peranan terhadap kemudahan untuk mencapai diantaranya adalah di persimpangan Armada
objek budaya atau aksesibilitas. Berdasarkan (pintu masuk Kota Magelang dari arah
hasil analisa data, aksesibilitas objek budaya Yogyakarta), persimpangan Keprekan (pintu
tersebut dapat dikategorikan menjadi : masuk KSPN Borobudur) dan persimpangan
Canguk (pintu masuk Kota Magelang dari arah
1. Objek budaya dengan aksesibilitas mudah Salatiga). Kemacetan pada persimpangan ini
Kategori ini didasarkan atas penilaian dengan disebabkan melonjaknya volume kendaraan
dominasi aksesibilitas objek budaya yang kuat. pada waktu-waktu tertentu, terutama pada saat
Dengan penilaian tersebut, maka dapat pagi dan sore serta pada saat liburan panjang.

Jurnal Studi Pembangunan SAPPK No.1 | 9


Koherensi antara Wisata dan Pengembangan Pribadi dalam Perspektif Pembangunan Karakter Bangsa

KSPN Borobudur, yaitu Candi Selogriyo dan


2. Kerusakan jalan Candi Umbul yang terletak di sebelah utara
Kerusakan jalan terutama dijumpai pada jalan wilayah Magelang. Dari segi jarak, kedua objek
provinsi, yaitu pada ruas jalan Blabak-Batas budaya ini lebih dekat dengan Kota Magelang.
Boyolali yang menjadi akses menuju ke Selain kedua candi tersebut, objek budaya lain
percandian Sengi dan objek wisata Ketep. Selain yang relatif dekat kota ini adalah Watu Lumpang
digunakan sebagai jalan akses menuju objek Meteseh dan Candi Retno.
pariwisata, jalan ini juga merupakan jalur
pengangkutan hasil tambang berupa pasir Korelasi Objek Budaya Monumental
Merapi sehingga berpengaruh kepada kondisi dengan Potensi Wisata
badan jalan. Banyak dijumpai jalan yang
berlobang kerusakan pada badan jalan. Saat ini Berdasarkan identifikasi potensi wisata yang ada,
jalan provinsi ini sedang dilakukan penanganan maka dapat dilakukan analisis korelasi antara
dengan dilakukan perkerasan jalan dengan objek budaya monumental peninggalan
beton rigid. Mataram Kuno dengan potensi wisata yang telah
dikembangkan.
3. Lebar jalan kurang mendukung wisata
Sebagian objek budaya memiliki letak yang tidak Hubungan antara keduanya tersebut dapat
jauh dari jalan kabupaten dengan lebar 3-4 dilihat pada tabel 3 mengenai analisis korelasi
meter. Dengan lebar jalan ini, objek budaya objek-objek budaya monumental peninggalan
seperti Candi Selogriyo, Candi Ngawen, Candi peradaban Mataram Kuno dengan potensi
Gunungsari dan Candi Canggal relatif tidak bisa wisata yang didasarkan atas 4 (empat) aspek,
dicapai dengan kendaraan bus pariwisata yaitu 1) Atraksi, 2) Kelengkapan Fasilitas, 3)
berukuran besar karena lebar ini masih belum Manajemen pengelola pariwisata, dan 4) Akses.
memenuhi standar jalur minimum yang telah
ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga. Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa
Mengacu pada Tata Cara Perencanaan terdapat 3 klasifikasi pengembangan wisata
Geometrik Jalan Antar Kota (1997), lebar jalur pada objek budaya, yaitu 1) Wisata budaya
minimum untuk jalan (baik arteri, kolektor unggul yaitu Candi Borobudur sebagai ikon
maupun lingkungan) dengan volume lalu lintas pariwisata dalam skala internasional. Candi ini
harian rata-rata paling rendah (VLHR) kurang merupakan mahakarya peradaban masa lalu
dari 3.000 satuan mobil penumpang (smp/hari) sehingga memiiki magnet yang kuat bagi
adalah 4.5 m dengan lebar bahu jalan 1 m. wisatawan untuk datang mengunjunginya.; 2)
Dengan lebar jalur minimum ini, masih Wisata budaya telah berkembang, yaitu Candi
memungkinkan 2 kendaraan kecil saling Pawon dan Candi Mendut; 3) Wisata budaya
berpapasan. Papasan dua kendaraan besar yang sedang berkembang, yang meliputi Candi Umbul,
terjadi sewaktu-waktu dapat menggunakan Candi Selogriyo dan Candi Ngawen; dan 4)
bahu jalan. Wisata budaya belum berkembang, yaitu
Percandian Sengi (Candi Asu - Candi Pendem -
4. Hambatan aksesibilitas terkait lokasi objek Candi Lumbung), Candi Canggal, Candi
budaya yang jauh dari jalan kabupaten/kota Gunungsari, Candi Losari, Candi Retno dan Watu
Beberapa objek budaya terletak jauh dari jalan Lumpang Meteseh
kabupaten. Objek budaya tersebut, seperti
Candi Selogriyo, Candi Guuungsari dan Candi Fokus Pengembangan Wisata pada Objek
Canggal terletak di atas bukit, dimana untuk Budaya Monumental
mencapainya pengunjung harus melewati jalan
lingkungan atau bahkan jalan setapak hingga Dari hasil pembahasan, terdapat 4 (empat)
puncak bukit. Kondisi ini merupakan suatu fokus pengembangan wisata berbasiskan objek
hambatan aksesibiitas dalam pengembangan budaya monumental di wilayah penelitian, yaitu
wisata pada objek budaya tersebut. 1) objek budaya dijadikan sebagai tempat
rekreasi, 2) Objek budaya sebagai sarana
5. Hambatan aksesibilitas terkait jauhnya edukasi, 3) Pengembagan wisata lansekap alam
objek budaya dari pusat KSPN dan budaya, dan 4) Pelaksanaan pergelaran
Dari hasil pengukuran, terdapat beberapa objek budaya dan festival di sekitar objek budaya.
budaya yang letaknya relative jauh dari pusat
10 | Jurnal STUDI PEMBANGUNAN
Ahsan Asjhari
sebatas pada tur wisata yang menghubungkan

Tabel 3. Analisis hubungan objek-objek budaya monumental dengan potensi wisata

Sumber : analisis data, 2017

Namun demikian, fokus dari pengembangan Candi Borobudur dengan satu objek budaya
wisata budaya yang telah dikembangkan lainnya, misalnya adalah tur Candi Borobudur-
tersebut berbasiskan titik-titik lokasi sekitar Pawon-Mendut, Candi Borobudur-Candi
objek budaya monumental, khususnya pada Selogriyo, atau Candi Borobudur-Candi Ngawen,
Candi Borobudur sebagai tujuan utama yang dikembangkan oleh agen wisata yang
wisatawan. Orientasi wisatawan pun masih bekerjasama dengan beberapa hotel di dalam
menjadikan objek budaya sebagai sarana rkreasi KSPN Borobudur dan daerah sekitarnya. Pola
semata. Menurut kajian yang dilakukan oleh pergerakan ini adalah berupa pola tunggal dari
Wahyuningsih (2016), diketahui bahwa lama titik ke titik, yang melibatkan satu atau lebih
kunjungan wisatawan relatif singkat atau sekitar perjalanan yang memiliki satu titik wisata besar,
1-2,5 jam dimana mayoritas dari mereka dalam hal ini Candi Borobudur, yang berada di
menyatakan memiliki motivasi untuk berkunjung tengah kawasan.
ke Candi ini adalah untuk mencari hiburan dan
rekreasi. Lemahnya keterkaitan antar objek budaya
tersebut juga terlihat pada kebijakan
pengembangan wisata budaya yang ada di
Magelang sendiri yang berbasiskan kawasan.
Contohnya, pola pengembangan wisata yang
diterapkan oleh Kabupaten Magelang adalah
berbasiskan kepada kawasan. Untuk
memaksimalkan keberadaan Candi Borobudur
sebagai magnet wisatawan berskala
internasional, pemerintah Kabupaten Magelang
mengembangkan suatu strategi pengembangan
wisata yang tertuang ke dalam Ripparda
Kabupaten Magelang. Strategi pengembangan
wisata yang diambil adalah dengan membagi
potensi pariwisata yang ada di lingkup wilayah
kabupaten ini menjadi 4 kawasan strategis
Gambar 4. Pola pergerakan wisata antara
pariwisata (KSP). Strategi ini dilakukan agar
Candi Borobudur dengan objek budaya lain
wisatawan yang berkunjung ke candi tersebut
bisa tersebar ke objek wisata lainnya.
Selain itu, upaya pengembangan wisata antar
objek budaya sebenarnya telah dijumpai, yaitu

Jurnal Studi Pembangunan SAPPK No.1 | 11


Koherensi antara Wisata dan Pengembangan Pribadi dalam Perspektif Pembangunan Karakter Bangsa

Analisis DPSIR Pengembangan Wisata peningkatan konektivitas jaringan jalan


Budaya pada saat ini mendukung wisata budaya yang terintegrasi)
merupakan pendukung dari model solusi ini.
Berdasarkan berbagai pembahasan yang telah
diuraikan sebelumnya, maka dapat disusun Model Solusi 1 : pengembangan rute jejak
suatu analisis DPSIR pengembangan wisata peradaban Mataram Kuno
budaya pada saat ini. DPSIR ini merupakan
tahap awal dari analisis Multiple DPSIR guna Penyusunan rute wisata merupakan upaya
mengetahui fenomena yang terjadi terkait untuk menggabungkan beberapa objek wisata
pengembangan wisata budaya di wilayah ke dalam satu paket perjalanan. Heritage trails
penelitian pada saat ini. Analisis DPSIR atau jejak pusaka merupakan satu bentuk rute
pengembangan wisata budaya pada saat ini wisata yang menghubungkan berbagai objek
dapat dilihat pada gambar 5. pusaka pada suatu kawasan.

Tujuan yang diharapkan dari pengembangan


wisata ini antara lain adalah menyajikan
perjalanan wisata yang dapat memberikan suatu
pengalaman baru yang kaya akan nilai-nilai
sejarah peradaban Mataram Kuno bagi para
wisatawan. Konsep wisata ini ditujukan
meningkatkan kesadaran akan keberadaan
objek budaya dan pentingnya konservasi dan
perlindungan terhadap benda atau bangunan
yang bernilai sejarah tinggi tersebut. Selain itu,
konsep wisata ini juga dapat digunakan untuk
memadukan antar berbagai jenis objek wisata,
seperti wisata alam, wisata budaya maupun
buatan, untuk diangkat menjadi perjalanan
tematik yang dapat dinikmati oleh wisatawan
sekaligus memberikan pengalaman yang kaya
Gambar 5. Analisis DPSIR pengembangan akan nilai. Pola integrasi antar jenis objek wisata
wisata budaya di wilayah Magelang seperti sebenarnya telah dilakukan oleh
beberapa negara, seperti Jerman (German Fairy
Berdasarkan hasil analisis DPSIR pengembangan Tale Road), Irlandia (Loop Head Heritage Trail)
wisata budaya di wilayah Magelang, diketahui dan Singapura (New Jurong Heritage Trail).
bahwa dari 4 (empat) respon sebagai umpan
baik terhadap drivers, preassures, states, Dalam implementasi model solusi berupa
maupun impact tersebut. Kata kunci dari pengembangan wisata heritage trail atau jejak
keempat respon yang dapat dijadikan panduan peradaban Mataram Kuno ini, maka terdapat 2
untuk menyusun model solusi adalah integrasi (dua) skenario yang dapat diambil, yaitu
antar objek budaya dengan wisata berbasis skenario optimis dan skenario pesimis.
sejarah dan nilai-nilai peradaban.
1. Skenario optimis
Dalam konsep pengembangan budaya, integrasi Skenario optimis yang diajukan disini adalah
antar objek budaya dapat diwujudkan ke dalam tercapainya suatu kemajuan budaya
suatu rute perjalanan tematik. Rute perjalan berdasarkan nilai-nilai peradaban Mataram Kuno
tematik ini dapat disebut sebagai jejak atau trail, yang digerakkan oleh pengembangan wisata ini.
dimana konsep yang dapat diimplemantasikan Kemajuan budaya ini merupakan tujuan jangka
adalah jejak pusaka atau heritage trails dengan panjang yang hendak dicapai ketika
tema objek budaya monumental peninggalan pengembangan wisata mampu memberikan
peradaban Mataram Kuno. Dengan penetapan pengalaman yang kaya akan nilai-nilai
ini, maka ketiga respon lainnya (pengembangan peradaban Mataram Kuno. Dalam skenario
wisata budaya berbasis masyarakat sosial optimis ini, kemajuan budaya bukanlah satu-
ekonomi budaya masyarakat setempat, satu tujuan semata, namun juga terjadinya
melengkapi fasilitas pendukung pariwisata, dan
12 | Jurnal STUDI PEMBANGUNAN
Ahsan Asjhari
pertumbuhan ekonomi yang merata di sekitar Namun demikian, skenario ini memerlukan
objek budaya tersebut. kesiapan semua aspek potensi wisata budaya
yang meliputi atraksi, kelengkapan fasilitas,
Dalam menentukan rute jejak pusaka, manajemen pengelola pariwisata, dan akses
digunakanlah pendekatan asosiasi yang baik pada semua objek budaya. Dengan
geohistoriografik yang menghubungkan satu demikian setiap objek budaya dapat menjadi
objek budaya dengan objek budaya lainnya titik akomodasi bagi wisatawan karena pola
dengan memperhatikan perspektif sejarah dan pergerakan acak tersebut.
juga memperhatikan keterkaitan antar objek
budaya dengan pusat kegiatan. Perspektif 2. Skenario pesimis
sejarah dalam skenario ini dapat diangkat Skenario pesimis ini disusun sebagai alternatif
berdasarkan suatu tema tertentu yang saling apabila terdapat keterbatasan atau hambatan
berkaitan antara satu objek budaya satu dengan alokasi sumber daya dalam mengimplementasi-
lainnya. kan skenario optimis. Skenario pesimis yang
diajukan disini adalah tercapainya pertumbuhan
Jika merujuk pada kronologis usia objek budaya ekonomi di daerah sekitar Candi Borobudur.
monumental, misalnya, maka wisatawan
menempuh perjalanan yang dimulai dari objek Penentuan rute jejak pusaka pada skenario ini
budaya tertua yang dibangun pada masa Raja menggunakan pendekatan asosiasi geohistorio-
Sanjaya (awal abad ke-8 M), yaitu Candi grafik yang memperhatikan keterkaitan antar
Canggal dan Candi Gunungsari yang teretak di objek budaya dengan pusat kegiatan, baik pusat
sebelah selatan wilayah Magelang dan berakhir KSPN ataupun PKW terdekat (Kota Magelang).
berakhir di ke Watu Lumpang Meteseh yang Selain itu, rute ini juga memperhatikan berbagai
terletak di tengah Kota Magelang, sebagai objek wisata, baik alam maupun buatan yang
petilasan Prasasti Mantyasih yang dibuat pada ada di sekitar objek budaya. Akan tetapi,
masa kekuasaan Dyah Balitung pada permulaan skenario ini tidak membebani setiap objek
abad ke-10 M. budaya untuk memiliki kelengkapan aspek
terkait potensi wisata, sebagaimana halnya pada
skenario optimis. Melalui pendekatan ini, maka
terdapat 2 (dua) titik akomodasi wisatawan,
yaitu pusat KSPN Borobudur yang berada di
Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang;
dan PKW terdekat, yaitu Kota Magelang.

Sebagai titik akomodasi, Pusat KSPN Borobudur


yang terletak di Kecamatan Borobudur terdapat
32 hotel dan 178 homestay. Prosentase jumlah
hotel di kecamatan ini mencapai 69,5% dari
total hotel dan homestay yang ada di Kabupaten
Magelang. Sementara pemilihan Kota Magelang
sebagai titik akomodasi lainnya didasarkan atas
Gambar 6. Rute asosiasi geohistoriografik jejak kelengkapan sarana akomodasi seperti
peradaban Materam Kuno berdasarkan kronologi penginapan di kota yang menjadi salah satu
usia PKW Provinsi Jawa Tengah ini. Dari data yang
terdapat pada Buku Profil Pariwisata Kota
Berdasarkan di atas, terlihat bahwa rute Magelang 2016, kota ini memiliki 15 hotel, baik
tersebut membentuk suatu pola pergerakan berbintang maupun melati. Jumlah hotel di kota
yang acak (random) dan dapat diintegrasikan ini hanya kalah dari kecamatan Borobudur
dengan jenis objek wisata lain, seperti alam dan sebagai pusat KSPN, yang memiliki 32 hotel dan
buatan, yang terdapat di sekitar objek budaya. 178 homestay. Disamping itu, lokasi objek-objek
Integrasi antar objek budaya dengan objek budaya di wilayah ini lebih mudah dicapai
wisata alam dan buatan tersebut dapat menjadi (karena kedekatan jarak) melalui kota ini jika
nilai lebih dari rute wisata ini. dibandingkan dari pusat KSPN Borobudur.

Jurnal Studi Pembangunan SAPPK No.1 | 13


Koherensi antara Wisata dan Pengembangan Pribadi dalam Perspektif Pembangunan Karakter Bangsa

Kedua titik akomodasi ini berimbas pada ada di wilayah penelitian, Kota Magelang dan
keberadaan 3 (tiga) rute wisata, yaitu 1) rute pusat KSPN Borobudur (Kecamatan Borobudur).
wisata dengan titik akomodasi yang berpusat di Kombinasi ini diharapkan dapat mendorong
Kota Magelang; 2) rute wisata dengan titik lama tinggal wisatawan di kedua titik akomodasi
akomodasi yang berpusat di Kecamatan sehingga dapat terjadi pertumbuhan ekonomi di
Borobudur sebagai pusat KSPN Borobudur dan daerah sekitar Candi Borobudur yang lebih
sekitarnya; dan 3) rute wisata dengan dua titik merata.
akomodasi, yaitu di Kota Magelang dam
Kecamatan Borobudur.

Gambar 8. Pola pergerakan menyebar dari


pusat (radiating hub) dengan titik akomodasi di
Gambar 7. Pola pergerakan menyebar dari Kecamatan Borobudur
pusat (radiating hub) dengan titik akomodasi di
Kota Magelang Rute pergerakan yang mengkombinasikan kedua
titik akomodasi ini kemudian akan membentuk
Rute wisata dengan titik pusat akomodasi di rute perjalanan wisata yang berbentuk pola
Kota Magelang dapat menjaring wisatawan yang pergerakan kacamata atau eyeglass doubleloop.
ingin berwisata ke Candi Borobudur dan datang Pola pergerakan ini terdiri dari satu rute
dari pintu kedatangan sebelah utara, yaitu melingkar (loop) pertama yang berpusat di titik
melalui pelabuhan, bandara atau stasiun yang akomodasi di Kota Magelang dan
ada di Kota Semarang, sebagai Pusat Kegiatan mengintegrasikan berbagai objek budaya dan
Nasional (PKN) yang melayani wilayah Jawa objek wisata sekitarnya yang terletak di wilayah
Tengah. Rute dari Kota Magelang ini memiliki utara dan tengah Magelang, yaitu Watu
sub rute dengan pola pergerakan berputar Lumpang Meteseh, Candi Selogriyo, Candi
(circle). Umbul, Candi Retno dan Percandian Sengi.
Demikian juga dengan peranan rute wisata Setelah rute ini selesai ditempuh, maka
dengan titik pusat akomodasi di Kecamatan wisatawan kemudian dapat bergerak ke titik
Borobudur sebagai pusat KSPN yang dapat akomodasi kedua untuk menikmati rute
digunakan untuk menjaring wisatawan dari arah selanjutnya yan berpusat di Kecamatan
selatan, yaitu Yogyakarta sebagai destinasi Borobudur. Rute melingkar (loop) yang kedua
utama wisatawan. Rute dari Kecamatan ini mengintegrasikan beberapa objek budaya
Borobudur ini memiliki sub rute dengan pola dan objek wisata disekitarnya yang terletak di
pergerakan batang dan kelopak (stem and wilayah tengah dan selatan Magelang, yaitu
petal) dan berputar (circle). Candi Borobudur, Candi Pawon, Candi Mendut,
Candi Ngawen, Candi Gunungsari, Candi
Rute wisata dengan mengkombinasikan dua titik Canggal, dan Candi Losari.
akomodasi merupakan suatu pengembangan
dari teori pergerakan. Dasar dari pengembangan Pola pergerakan kacamata atau eyeglass
skenario ini adalah pola pergerakan yang doubleloop ini dapat diaplikasikan pada kawasan
mengkombinasikan kedua titik akomodasi yang wisata yang memiliki dua titik akomodasi yang
14 | Jurnal STUDI PEMBANGUNAN
Ahsan Asjhari
berdekatan dan memiliki titik wisata yang adanya perubahan, namun masih banyak
tersebar. Melalui rute pergerakan ini, wisatawan kelemahan yang ditimbulkan karena belum
tidak hanya berpusat di satu titik akomodasi, terdapat intervensi untuk mengembangkan
namun terbagi pada kedua titik akomodasi yang sumber daya wisata berbasis sosial ekonomi
ada. budaya masyarakat setempat, melengkapi
fasilitas wisata di objek-objek budaya, dan
meningkatkan konektivitas dan aksesibilitas
jaringan jalan mendukung wisata budaya yang
terintegrasi.

Namun demikian, untuk menerapkan intervensi


tersebut, diperlukan juga suatu perkuatan
koordinasi antar aktor yang berkepentingan
dalam pengembangan rute berbasis nilai budaya
peradaban Mataram Kuno di wilayah penelitian.
Oleh karena itu, maka perkuatan koordinasi
antar aktor dalam implementasi intervensi-
intervensi pendukung rute merupakan model
solusi kedua dalam penelitian ini.

Gambar 9. Pola pergerakan kacamata Model Solusi 2 : perkuatan koordinasi


(eyeglass doubeloop) yang menyatukan dua titik antar aktor
akomodasi berdekatan
Perkuatan koordinasi antar aktor mendukung
Analisis DPSIR Model Solusi 1 pengembangan rute jejak peradaban Mataram
Kuno ini dilakukan melalui intervensi berupa : 1)
Model solusi 1 berupa jejak pusaka peninggalan pengembangan wisata budaya berbasis
peradaban Mataram Kuno yang disusun melalui masyarakat sosial ekonomi budaya masyarakat
asosiasi geohistoriografikal tersebut kemudian setempat, 2) melengkapi fasilitas pendukung
dianalisis dengan menggunakan DPSIR model pariwisata, dan 3) peningkatan konektivitas
solusi. Analisis ini dilakukan guna mengetahui jaringan jalan mendukung wisata budaya yang
dampak yang terjadi pada pengembangan terintegrasi
wisata dengan menggunakan rute asosiasi
geohistoriografikal ketika diterapkan dengan Dalam perkuatan koordinasi antar aktor ini,
merujuk kepada kondisi saat ini, sebagaimana maka perlu diketahui kondisi Jaringan aktor
dapat dilihat pada gambar 10. pengembangan wisata budaya saat ini yang
dapat dilihat pada gambar 11. Pada gambar
tersebut terlihat bahwa garis koordinasi antar
instansi dalam pengembangan wisata pada
objek-objek budaya masih terlihat lemah.

Gambar 10. Analisis DPSIR penerapan model Gambar 11. Jaringan aktor pengembangan
solusi 1 wisata budaya pada saat ini
Dari analisis DPSIR tersebut diketahui bahwa Berdasar fenomena tersebut, maka perlu
kondisi (state) dan dampak (impact) yang dapat disusun disusun sebuah translasi dalam
terjadi ketika model solusi ini diterapkan adalah
Jurnal Studi Pembangunan SAPPK No.1 | 15
Koherensi antara Wisata dan Pengembangan Pribadi dalam Perspektif Pembangunan Karakter Bangsa

hubungan antar aktor mendukung implementasi daerah sekitarnya membuat badan ini lebih
intervensi. Translasi jaringan aktor ini disusun banyak berfokus pada kawasan tersebut.
guna memperkuat koordinasi jaringan aktor Namun demikan, ketika dikaitkan dengan
yang ada pada saat ini, sebagaimana dapat cakupan Kawasan Pariwisata Borobudur juga
dilihat pada gambar 12. Analisis jaringan aktor meliputi Kawasan Destinasi Pariwisata Nasional
ini berusaha untuk menggambarkan pola Borobudur-Yogyakarta dan sekitarnya sebagai-
interaksi antara aktor manusia (dan juga mana disampaikan sebelumnya, membuat
lembaga atau instansi) dengan artefak teknis badan ini dapat berkontribusi kepada
(benda, alat, anggaran, sistem, aturan). pengembangan objek budaya monumental di
luar KSPN Borobudur dan daerah sekitarnya,
termasuk wilayah Magelang.

Budayawan atau komunitas budaya juga


merupakan aktor baru yang muncul. Peran aktor
ini adalah untuk memberikan masukan
mengenai pengembangan rute wisata dan juga
masukan menganai pengembangan nilai-nilai
dan sejarah objek monumental tersebut.
Budayawan juga berperan memberi masukan
bagi masyarakat dalam pengelolaan wisata
berdasrkan objek budaya tersebut.
Gambar 12. Jaringan aktor perkuatan
koordinasi dalam implementasi intervensi Terkait dengan infrastruktur jaringan jalan,
dalam jaringan aktor ini terlihat kelompok
Pada gambar diagram jaringan aktor dalam pengelola jaringan jalan mendukung rute
imlementasi intervensi, terdapat artefak teknis asosiasi geohistotiografikal. Hubungan jaringan
tambahan yang memiliki peranan penting dalam jalan dengan objek budaya dimediasi oleh
impementasi model solusi tersebut. Artefak keberadaan rute asosiasi geohistotiografikal.
teknis tersebut adalah rute asoisasi geografikal Berbagai aktor yang berkaitan dengan jaringan
sebagai mediasi bagi aktor-aktor dan artefak jalan (Kementerian PUPR, Dinas PU Provinsi
teknis lain yang tidak memiliki kepentingan Jawa Tengah, serta dinas PU kabupaten dan
langsung terhadap objek budaya, seperti dinas kota di wilayah Magelang) harus memperhatikan
pariwisata, instansi yang bertanggungjawab rute tersebut dalam mengambil kebijakan terkait
terhadap jaringan jalan, instansi yang penanganan kondisi jalan, seperti penanganan
bertenggungjawab terhadap kelestarian objek hambatan konektivitas dan aksesibilitas yang
budaya, masyarakat, fasilitas pendukung wisata, dapat mengganggu rute tersebut.
dan sarana intepretasi. Keterhubungan ini dalam
rangka menentukan dan mengembangkan rute Dalam rangka penanganan hambatan
tersebut dalam rangka pengembangan wisata konektivitas dan aksesibilitas, maka skenario
budaya berbasis objek budaya monumental yang dapat dilaksanakan adalah melalui
peninggalan peradaban Mataram Kuno. penanganan terhadap hambatan-hambatan
tersebut sesuai dengan kewenangannya.
Aktor yang muncul dalam jaringan aktor ini Penanganan terhadap hambatan konektivitas di
adalah Badan Otorita Pengelola Kawasan jalan nasional seperti terjadinya kemacetan
Pariwisata Borobudur (Badan Otorita Borobudur) pada titik-titik persimpangan dilakukan oleh
yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden Kementerian PUPR melalui Direktorat Jenderal
Nomor 46 Tahun 2017 tentang Badan Otorita Bina Marga.
Pengelola Kawasan Pariwisata Borobudur.
Penanganan hambatan pada jalan provinsi,
Keberadaan Badan Otorita ini menjadi salah satu khususnya pada ruas jalan Blabak-Batas
aktor penting, selain dinas pariwisata, dan juga Kabupaten Boyolali dilakukan oleh Dinas Bina
agen perjalanan dalam menyusun rute jejak Marga Provinsi Jawa Tengah. Anggaran
peradaban Mataram Kuno menggunakan penanganan jalan bersumber kepada APBD.
asosiasi geohistoriografikal. Namun demikian, Alternatif lain dari pendanaan untuk
lingkupnya yang meliputi KSPN Borobudur dan penanganan jalan provinsi dapat juga
16 | Jurnal STUDI PEMBANGUNAN
Ahsan Asjhari
bersumber dari Dana Alokasi Daerah (DAK).
Alokasi pendanaan yang bersumber pada DAK
didasarkan atas Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 Tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat Dan Pemerintahan Daerah.

Untuk penanganan hambatan pada jalan


kabupaten/kota dilakukan oleh Dinas PUESDM
Kabupaten Magelang atau Dinas Pekerjaan
Umum dan Penataan Ruang Kota Magelang.
Namun demikian, skenario ini membutuhkan
dana yang tidak sedikit dan memerlukan
dukungan dari pusat atau provinsi, khususnya
terkait kebutuhan pendanaan, bantuan teknis Gambar 13. Analisis DPSIR penerapan model
dan peraturan yang memayungi. solusi 2

Dana untuk peningkatan jalan dapat bersumber Selain itu, wisatawan juga mulai memahami nilai
dari APBD kabupaten/kota ataupun sejarah dan budaya berdasarkan objek budaya
menggunakan DAK. Selain itu, pemerintah peninggalan Mataram Kuno dalam konteks
daerah di Provinsi Jawa Tengah juga dapat kekinian. Selain itu, dampak lainnya adalah
memanfaatkan sumber pendanaan dari Belanja wisatawan juga mulai terbagi ke beberapa objek
Bantuan Keuangan yang bersumber dari budaya dan tidak terkonsentrasi di Candi
Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Borobudur sehingga dapat mengurangi beban
(APBD) provinsii ini. Pengaaturan Belanja bangunan monumental ini. Dampak berikutnya
Bantuan Keuangan atau Bankeu ini diatur adalah tingginya mobilitas wisatawan dalam
melalui Peraturan Gubernur Jawa Tengah mencapai objek-objek budaya karena hambatan
Nomor 49 Tahun 2015 Tentang Tata Cara konektivitas dan aksesibilitas pada jaringan jalan
Pemberian Dan Pertanggungjawaban Belanja dapat dikurangi.
Bantuan Keuangan Kepada Kabupaten/Kota
Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Dari hasil analisis tersebut, dapat diketahui
Belanja Daerah Provinsi Jawa Tengah. bahwa penerapan model solusi 1 yang diperkuat
dengan model solusi 2 dapat menimbulkan
Analisis DPSIR Model Solusi 2 perubahan dampak ke arah yang lebih baik,
yaitu tercapainya suatu kemajuan budaya
Model solusi 1 berupa rute jejak wisata yang berdasarkan nilai-nilai peradaban Mataram Kuno
disusun melalui asosiasi geohistoriografikal yang digerakkan oleh pengembangan wisata ini
ditambah beberapa intervensi yang melibatkan dan atau terjadinya pertumbuhan ekonomi yang
aktor-aktor dan artefak teknis ini, kemudian merata di sekitar objek budaya tersebut.
dianalisis dengan menggunakan DPSIR. Analisis Dengan demikian, kedua model solusi ini
DPSIR yang dapat dilihat pada gambar 13 ini merupakan suatu teknologi penciptaan sistem
dilakukan guna mengetahui dampak yang terjadi dalam penelitian ini.
ketika model solusi 2 telah diterapkan.
Kesimpulan
Dari analisis DPSIR penerapan model solusi 2
tersebut, dapat diketahui bahwa dampak yang Terdapat beberapa hal yang dapat disimpulkan
dapat terjadi adalah adanya kontribusi dalam penelitian ini, yaitu :
pariwisata budaya terhadap ekonomi daerah,
baik pada titik-titik akomodasi maupun pada 1. Objek budaya monumental di wilayah
sekitar objek budaya dan objek wisata lain Magelang mencerminkan nilai relijius,
disekitarnya. Kondisi ini akan mendorong moralitas, stabilitas politik, ketahanan
kepedulian masyarakat sekitar terhadap pangan, kemajuan ilmu pengetahuan dan
kelestarian objek budaya sebagai ikon wisata teknologi, serta toleransi beragama yang
lokal yang mendatangkan kesejahteraan bagi telah berkembang sejak peradaban
mereka. Mataram Kuno.

Jurnal Studi Pembangunan SAPPK No.1 | 17


Koherensi antara Wisata dan Pengembangan Pribadi dalam Perspektif Pembangunan Karakter Bangsa

2. Orientasi pengembangan wisata pada Saran


sebagian besar objek budaya di wilayah
Magelang adalah menjadikannya sebagai Saran yang dapat diajukan berdasarkan hasil
tempat rekreasi. penelitian ini adalah :

3. Sebagian besar objek budaya memiliki 1. Diperlukan penelitian lanjutan untuk


aksesibilitas yang sedang dan sulit dicapai mengetahui pengaruh pengembangan rute
oleh wisatawan karena ada hambatan pada wisata budaya terhadap kondisi sosial
jaringan jalan berupa : kepadatan di ekonomi daerah sekitar dengan
persimpangan sebidang pada beberapa titik menggunakan data riil.
jalan nasional, kerusakan jalan provinsi,
lebar jalan kabupaten terdekat dari objek 2. Diperlukan integrasi berbagai objek wisata
budaya kurang lebar dan lokasi objek ke dalam suatu rute wisata jejak peradaban
budaya jauh dari jalan kabupaten. Mataram Kuno. Integrasi ini dapat
dilakukan melalui pengembangan rute
4. Rute wisata budaya saat ini memiliki pola wisata berdasarkan tematik dan atau
pergerakan tunggal dari pusat akomodasi di kedekatan dengan titik akomodasi.
Borobudur ke beberapa objek budaya yang
telah berkembang yaitu Candi Mendut, 3. Diperlukan adanya otoritas wisata “Jendela
Pawon, dan Candi Selogriyo. Mataram” yang mengkoordinasikan aktor-
aktor wisata dan mempromosikan wisata
5. Pengembangan rute jejak pusaka budaya di Bodobudur.
peradaban Mataram Kuno dapat
mengintegrasikan berbagai objek budaya 4. Diperlukan pengembangan rute wisata yang
dan objek wisata lainnya di wilayah mengintegrasikan berbagai objek wisata
Magelang melalui pola random berdasar berdasarkan tema tertentu atau kedekatan
tematik atau pola radiating hub atau pola dengan titik, baik pada skala nasional, skala
kacamata yang berpusat pada titik provinsi ataupun pada skala
akomodasi terdekat. kabupaten/kota lainnya.

6. Pengembangan rute jejak pusaka 5. Diperlukan perkuatan koordinasi antar aktor


peradaban Mataram Kuno membuat yang berkepentingan dalam pengembangan
kegiatan wisata tidak hanya berpusat di sumber daya wisata di sekitar objek budaya
Candi Borobudur tetapi juga dapat yang berbasis pada masyarakat setempat.
berkembang di berbagai objek budaya
sehingga kegiatan ekonomi dapat 6. Diperlukan upaya untuk melengkapi fasilitas
berkembang secara lebih merata. pendukung pariwisata.

7. Pembangunan dan atau peningkatan 7. Diperlukan peningkatan kondisi jaringan


kondisi jalan harus memperhatikan jalan melalui penanganan hambatan
pengembangan rute jejak pusaka konektivitas berdasarkan status jalan dan
peradaban Mataram Kuno untuk kewenangannya.
memudahkan mobilitas wisatawan.

8. Pengembangan rute jejak pusaka Daftar Pustaka


peradaban Mataram Kuno yang diiringi oleh
perkuatan koordinasi antar pihak yang Arun, K. 2011. Culture & Civilization. University
berkepentingan, dapat memberi kontribusi of Calicut. Kerala, India.
ekonomi ke masyarakat dan daerah di
wilayah Magelang sekaligus menjaga Atmosudiro, Sumijati. Prof. Dr.. dkk. 2001. Jawa
kelestarian Candi Borobudur sebagai Tengah: Sebuah Potret Warisan Budaya.
monumen warisan budaya dunia. Suaka Peninggalan Sejarah dan
Purbakala Provinsi Jawa Tengah dan
Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmuu Budaya
Universitas Gadjah Mada. Klaten.
18 | Jurnal STUDI PEMBANGUNAN
Ahsan Asjhari

Gunn, Claire A. 1988. Tourism Planning. Taylor Ranjabar, Jacobus. 2013 Sistem Sosial Budaya
& Francis. New York. Indonesia Suatu Pengantar. Penerbit
Alfabeta. Bandung.
Haryono, Timbul. 2013. Masyarakat Jawa Kuna
dan Lingkungannya Pada Masa Ratman, Rizki. 2016. Paparan Deputi Bidang
Borobudur. Sebuah artikel dalam bunga Pengembangan Destinasi dan Investasi
rampai 100 Tahun Pasca Pemugaran Pariwisata berjudul Pembangunan
Candi Borobudur Trilogi I. Balai Destinasi Pariwisata Prioritas 2016 –
Konservasi Borobudur. Magelang. 2019 yang disampaikan pada Rapat
Indonesia. Koordinasi Nasional Kementerian
Pariwisata “Äkselerasi Pembangunan
Kasihati, Wiwit. Dkk. 2002. Keberadaan Candi- Kepariwisataan Dalam Rangka
Candi Hindu di Sekitar Borobudur. Bagian Pencapaian Target 12 Juta Wisman dan
Proyek Pemanfaatan Peninggalan Sejarah 260 Juta Wisnus 2016, tanggal 27
dan Purbakala Candi Borobudur. Januari 2016 di Jakarta
Magelang.
Soemardjan, Selo dan Soelaeman, S. 1964.
Kasnowihardjo, Gunadi. 2001. Manajemen Setangkai Bunga Sosiologi. Lembaga FE-
Sumber Daya Arkeologi. Lembaga UI. Jakarta.
Penerbitan Universitas Hasanuddin.
Makassar. Sutrisno, Mudji dan Hendar Putranto. 2005.
Teori-Teori Kebudayaan. Penerbit
Koentjaraningrat, 2011. Pengantar Antropologi. Kanisius. Yogyakarta.
Rineka Cipta. Jakarta.
Timothy, D.J. dan G.P. Nyaupane. 2009. Cultural
Lew, Alan dan Bob Mc Kercher. 2006. Modeling Heritage and Tourism in the Developing
Tourist Movements A Local Destination World: A regional perspective. A regional
Analysis. Annals of Tourism Research, perspective. Routledge. New York.
Vol. 33, No. 2, pp. 403–423.
Wahyuningsih, Isni. 2016. Meninjau Kembali
Margaretha, Grace. 2016. Koherensi Antara Tujuan Pendirian dan Fungsi Museum-
Wisata dan Pengembangan Pribadi dalam museum di Kompleks Taman Wisata
Perspektif Pembangunan Karakter Candi Borobudur. Jurnal Konservasi
Bangsa. Tesis. Magister Studi Cagar Budaya Borobudur. Vol. 10 No.2
Pembangunan, SAPPK ITB. Hal. 45-54.

Nagaoka, Masanori. 2016. Cultural Landscape Yoeti, O.A. 2002. Perencanaan Strategis
Management at Borobudur Indonesia. Pemasaran Daerah Tujuan Wisata.
Springer International Publishing. Pradnya Paramita. Jakarta.
Switzterland.
________, 2016. Selayang pandang Candi
Ohara, Kazuoki. The Image of
1998. Borobudur Candi Pawon Candi Mendut.
'Ecomuseum' in Japan. Pacific Friends Diterbitkan oleh Balai Konservasi
vol.25no.12, pp.26-27. Borobudur, Magelang

Patria, Teguh Amor. 2013. Tinjauan Proses Peraturan dan perundang-undangan


Perencanaan Heritage Trails Sebagai
Produk Pariwisata Dalam Rippda Kota Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38
Bandung. Jurnal Binus Business Review Tahun 2004 tentang Jalan
Vol. 4 No. 2 November 2013.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33
Rahardjo, Supratikno. 2011. Peradaban Jawa Tahun 2004 Tentang Perimbangan
Dari Mataram Kuno Sampai Majapahit Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan
Akhir. Komunitas Bambu. Depok. Pemerintahan Daerah

Jurnal Studi Pembangunan SAPPK No.1 | 19


Koherensi antara Wisata dan Pengembangan Pribadi dalam Perspektif Pembangunan Karakter Bangsa

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 34


Tahun 2006 tentang Jalan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia


Nomor 2 Tahun 2015 tentang RPJMN
2015-2019

Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2017


tentang Badan Otorita Pengelola
Kawasan Pariwisata Borobudur.

Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 49


Tahun 2015 Tentang Tata Cara
Pemberian Dan Pertanggungjawaban
Belanja Bantuan Keuangan Kepada
Kabupaten/Kota Yang Bersumber Dari
Anggaran Pendapatan Dan Belanja
Daerah Provinsi Jawa Tengah

Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar


Kota No. 038/Tbm/1997. September
1997 Departemen Pekerjaan Umum
Direktorat Jenderal Bina Marga.

Publikasi internet

http://www.antaranews.com/print/283912/candi
-borobudur-belum-banyak-kontribusi-ke-
masyarakat, tanggal akses 5 September
2016.

http://jogja.tribunnews.com/2015/10/16/candi-
borobudur-disebut-belum-memberikan-
kontribusi-pendapatan, tanggal akses 5
September 2016.

20 | Jurnal STUDI PEMBANGUNAN

Anda mungkin juga menyukai