(1)
Magister Studi Pembangunan, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), ITB.
(2)
Kelompok Keilmuan Sains dan Sistem Kerekayasaan Wilayah Pesisir dan Laut, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, ITB.
(3)
Magister Studi Pembangunan, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), ITB.
Abstrak
Jalan beserta jaringannya merupakan infrastruktur yang berperan dalam mendukung pengembangan
kegiatan pariwisata sebagai salah satu indikator dari daya saing pariwisata. Fokus pengembangan
jalan nasional diantaranya adalah membangun kaitan sistem dan jaringan transportasi mendukung
Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) prioritas, termasuk KSPN Borobudur dan sekitarnya.
Daya tarik KSPN ini adalah keberadaan Candi Borobudur sebagai peninggalan peradaban Mataram
Kuno dan diakui sebagai warisan dunia oleh UNESCO. Jaringan jalan berperan mengintegrasikan
berbagai objek budaya peninggalan peradaban Mataram Kuno dan objek wisata lain yang banyak
tersebar di daerah di sekitar Candi Borobudur, yang melingkupi wilayah Kabupaten dan Kota
Magelang. Integrasi tersebut adalah suatu wisata budaya berupa rute jejak peradaban Mataram
Kuno. Pembangunan atau peningkatan kondisi jaringan jalan perlu memperhatikan pengembangan
rute tersebut dengan diiringi oleh perkuatan antar aktor untuk mendukung implemtasinya. Dengan
demikian rute budaya ini dapat memberi dampak bagi daerah dan masyarakat di daerah sekitar
Candi Borobudur.
Kata-kunci : Borobudur, jaringan jalan, multiple DPSIR, pola pergerakan, wisata budaya.
Saat ini, arahan dalam pengembangan jalan Nilai penting dari keberadaan Candi Borobudur
nasional diantaranya adalah dalam rangka ini diantaranya adalah sebagai suatu simbol
mendukung sektor pariwisata. Dukungan sejarah monumental peninggalan peradaban
tersebut terlihat dari fokus pengembangan jalan Mataram Kuno yang mencerminkan keunggulan
nasional kepada akses menuju 25 (Kawasan bangsa Indonesia. Peninggalan peradaban
Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) (Bina Mataram Kuno melalui keberadaan candi ini
Marga, 2016). Dukungan ini sangat diperlukan merupakan bukti bahwa bangsa ini memiliki
mengingat jalan merupakan salah satu indikator keunggulan teknologi dan rekayasa bangunan
dari daya saing pariwisata suatu negara yang kompleks pada masanya. Candi Borobudur
(Margaretha, 2016). juga menunjukkan posisi internasional bangsa
ini karena dapat disejajarkan dengan
peninggalan monumental dari peradaban
bangsa-bangsa lain di dunia. Selain itu, kawasan Borobudur, yaitu disekitar wilayah
keberadaan candi ini juga menunjukkan bahwa Yogyakarta dan sekitarnya.
bangsa ini sejak jaman dahulu telah dihadapkan
pada keberagaman pada masyarakatnya dan Dari berbagai isu tersebut, maka persoalan
mampu mengelola perbedaan tersebut menjadi pengembangan kawasan Borobudur sebagai
suatu nilai kerukunan keagamaan yang cukup destinasi wisata prioritas adalah berkaitan
tinggi. dengan upaya agar kunjungan wisatawan tidak
hanya berkunjung di candi tesebut, tetapi juga
Namun demikian, terdapat beberapa isu terkait singgah ke berbagai destinasi wisata budaya lain
pengembangan wisata pada KSPN ini. Salah yang tersebar di berbagai daerah sekitarnya,
satu isu yang mengiringi pengembangan yang meliputi wilayah Magelang, baik Kota
kawasan ini adalah sejak dimasukkan sebagai maupun Kabupaten Magelang. Di wilayah ini,
situs warisan dunia pada 1991, Candi Borobudur paling tidak telah terdapat berbagai objek
dinilai masih belum banyak memberikan budaya monumental yang memiliki keterkaitan
keuntungan bagi sebagian besar masyarakat dengan Candi Borobudur sebagai peninggalan
sekitar (http://www.antaranews.com, tanggal peradaban Mataram Kuno.
akses 5 September 2016). Dari sisi pemerintah
daerah, dalam hal ini Pemerintah Provinsi Jawa Oleh karena itu diperlukan suatu penelitian
Tengah dan Pemerintah Kabupaten Magelang, dalam rangka pengembangan suatu koridor atau
Candi Borobudur juga dinilai masih belum rute wisata budaya di daerah sekitar Candi
memberikan kontribusi di sisi pendapatan. Borobudur yang didasarkan atas suatu tema
Bahkan, keberadaan Candi yang dikenal sebagai berbasiskan peradaban Mataram Kuno. Selain
warisan budaya dunia ini hanya sebatas itu, penelitian ini juga berusaha untuk
memberikan citra merek pada Jawa Tengah dan mengetahui upaya pengembangan infrastruktur
pajak dari parkir (http://jogja.tribunnews.com, jaringan jalan dalam mendukung koridor atau
tanggal akses 5 September 2016). rute wisata tersebut. Atas dasar pemikiran
tersebut, perumusan masalah dalam penelitian
Berdasarkan data dari Dinas Pariwisata ini antara lain adalah :
Kabupaten Magelang, jumlah wisatawan yang 1. Apa saja nilai objek budaya monumental
berkunjung ke Candi Borobudur pada tahun peninggalan peradaban Mataram Kuno di
2016 adalah sebesar 96% dari total kunjungan sekitar Borobudur?
ke objek budaya yang telah pariwisatanya telah 2. Bagaimana pengembangan wisata pada
dikelola, baik oleh pemerintah kabupaten objek budaya monumental peninggalan
maupun masyarakat. Bahkan pengunjung ke peradaban Mataram Kuno tersebut?
Candi Pawon–Mendut yang masuk ke kategori 3. Bagaimana pengembangan infrastruktur
wisata budaya telah berkembang hanya sekitar jaringan jalan dalam mendukung wisata
1,9% saja. Data tersebut menunjukkan adanya budaya berdasarkan objek budaya
ketimpangan kunjungan wisatawan pada objek- monumental pada peradaban Mataram
objek budaya, khususnya yang telah memiliki Kuno?
pengelola kegiatan pariwisata. Dari data
tersebut diketahui bahwa kegiatan wisata masih Teori Budaya dan Peradaban
berpusat di Candi Borobudur dan belum
berkembang pada objek wisata lainnya yang Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi
terdapat disekitarnya. (1964) mendefinisikan budaya sebagai sarana
hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Isu lainnya adalah terkait pengembangan atraksi Sementara Koentjaraningrat (2011) kemudian
wisata yang antara lain meliputi beberapa mendefinisikan kebudayaan sebagai seluruh
koridor, yaitu : 1) Koridor Borobudur - system gagasan dan rasa, tindakan serta karya
Prambanan, 2) Koridor Borobudur - Kota yang dihasilkan manusia dalam kehidupn
Yogyakarta, 3) Koridor Borobudur - Pantai bermasyarakat, yang dijadikan miliknya dalam
Selatan, dan 4) Koridor Borobudur - Gunung belajar. Keywoeds (dalam Sutrisno dan Putranto,
Kidul (Ratman, 2016). Dari rencana tersebut, 2005) mengelompokkan definisi kebudayaan
terlihat bahwa orientasi pengembangan menjadi tiga kelompok, yaitu: Pertama, budaya
pariwisata masih berorientasi ke arah selatan adalah setiap dinamika perkembangan
intelektual, spiritual dan estetika individu dan
2 | Jurnal STUDI PEMBANGUNAN
Ahsan Asjhari
estetika kelompok atau masyarakat. Kedua, tempat atau daerah. Menurut Timothy dan
kebudayaan merangkum kegiatan-kegiatan Nyaupane (2009), tipikal dari wisata budaya dan
intelektual dan artistik serta produk hasilnya, sejarah adalah penggunaan peninggalan masa
film, kesenian, teater. Di sini kebudayaan amat lalu, baik itu berwujud maupun yang tidak
sering dipakai untuk menamai kesenian. Ketiga, berwujud. Berdasarkan definisi tersebut, maka
kebudayaan itu menyangkut seluruh cara hidup, wisata budaya dapat diterjemahkan menjadi
kepercayaan, aktivitas dan kebiasaan seseorang, suatu perjalanan sementara dengan tujuan
kelompok atau masyarakat. Dari berbagai untuk menikmati daya tarik budaya suatu
definisi tersebut, kebudayaan adalah tempat sehingga dapat diperoleh pengalaman
keseluruhan gagasan, perilaku, dan hasil karya baru berkaitan dengan nilai-nilai budaya yang
manusia dan/atau kelompok manusia yang melekat pada tempat tersebut.
dikembangkan melalui proses belajar dan
adaptasi terhadap lingkungannya yang berfungsi Menurut Gunn (1988), atraksi wisata yang
sebagai pedoman untuk kehidupan memiliki hubungan erat dengan budaya sebagai
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. sumber daya antara lain adalah tempat-tempat
ibadah (misal: kuil, masjid, dan gereja),
Sebagai hasil cipta dan kehendak manusia, bangunan dan situs bersejarah, pusat kerajinan
kebudayaan memiliki wujud yang dapat dikenali. dan pengetahuan masyarakat, beserta festival
Merujuk pendapat Koentjaraningrat (2011) dan acara kebudayaan. Sedang menurut
terdapat 4 (empat) wujud kebudayaan, yaitu: 1) Timothy dan Nyaupane (2009), atraksi wisata ini
Nilai-nilai budaya, 2) Sistem budaya, 3) Sistem juga meliputi budaya dan adat istiadat yang
sosial, dan 4) Unsur-unsur kebudayaan fisik dan masih dipertahankan hingga hari ini, sebagai
artefak warisan dari masa lalu. Wisata ini antara lain
meliputi musik, tari, bahasa, agama, masakan,
Istilah kebudayaan seringkali dikaitkan dengan tradisi-tradisi artistik, dan festival, monumen,
peradaban. Hubungan antara keduanya dapat bangunan umum bersejarah seperti rumah-
dijelaskan melalui beberapa definsi mengenai rumah, peternakan, kastil dan katedral, museum,
peradaban. Menurut Arun K (2011), peradaban dan reruntuhan arkeologi. Dengan demikian
merupakan kemajuan dari perkembangan atraksi wisata terkait dengan budaya dapat
intelektual, budaya dan material dalam suatu berupa objek budaya fisik dan non fisik.
masyarakat yang ditandai oleh kemajuan dalam
seni dan ilmu pengetahuan, yang ekstensif Terdapat beberapa konsep terkait dengan
menggunakan pencatatan, termasuk menulis pengembangan wisata budaya terkait
dan kompleks penampilan lembaga-lembaga keberadaan suatu objek budaya, yaitu wisata
politik dan sosial. Menurut Ranjabar (2013), rekreasi dan sarana edukasi, cultural landscape,
peradaban diartikan sebagai suatu kebudayaan ekomuseum dan heritage trail. Menurut
yang telah mempunyai system teknologi, seni Kasnowihardjo (2001), salah satu potensi yang
bangunan, seni rupa, system kenegaraan dan dimiliki objek budaya seperti benda cagar
ilmu pengetahuan yang maju dan kompleks. budaya yang merupakan objek arkeologi antara
Dari definisi ini peradaban merupakan salah satu lain adalah sebagai objek wisata dan rekreasi,
aspek dari kebudayaan yang mengandung serta menjadi sarana edukasi. Konsep lain dari
unsur-unsur kemajuan yang meliputi berbagai pengembangan wisata budya adalah Cultural
aspek, yaitu teknologi, seni bangunan, seni rupa, Landscape (Nagaoka, 2014). Pengembangan
sistem kenegaraan dan ilmu pengetahuan. wisata budaya ini dilakukan berdasarkan
kesesuaian antara objek budaya dengan
Konsep wisata budaya lansekap atau kondisi budaya dan sosial
kemasyarakatan di sekitar objek budaya.
Menurut Horst & Guest (dalam Margaretha,
2016), wisata budaya adalah suatu perjalanan Konsep ekomuseum dalam pengembangan
untuk meresapi atau untuk mengalami gaya wisata budaya mengacu pada kegiatan ekologi
hidup yang telah hilang dari ingatan manusia. yang bertujuan untuk mengembangkan seluruh
Sementara Yoeti (dalam Margaretha, 2016), wilayah sebagai sumber living museum.
wisata budaya (cultural tourism) digerakkan Ekomuseum memiliki tiga unsur: (1) pelestarian
oleh motivasi orang-orang untuk melakukan berbagai jenis warisan, termasuk alam dan
perjalanan karena daya tarik seni budaya suatu tradisi budaya dan industri, yang terdapat di
suatu daerah, (2) manajemen dan pengelolaan fungsi jalan, status jalan dan kelas jalan. Dalam
yang dilaksanakan dengan melibatkan partisipasi pasal 6 terdapat batasan mengenai sistem
warga setempat untuk kehidupan mereka di jaringan jalan sebagai satu kesatuan jaringan
masa depan, dan (3) fungsi dari lingkungan dan jalan yang terdiri dari sistem jaringan jalan
tradisi yang dilindungi sebagai sebuah museum primer dan sistem jaringan jalan sekunder yang
(Ohara, 1998). Sementara konsep wisata terjalin dalam hubungan hierarki. Sistem
heritage trail atau jejak pusaka menurut NSW jaringan jalan ini disusun dengan mengacu pada
Heritage Office (dalam Patria, 2013), adalah rencana tata ruang wilayah dan dengan
suatu rute wisata yang menghubungkan memperhatikan keterhubungan antarkawasan
berbagai objek pusaka pada suatu kawasan. dan/atau dalam kawasan perkotaan, dan
Konsep wisata ini berusaha mengintegrasikan kawasan perdesaan.
berbagai objek wisata secara fisik (rute wisata)
maupun non fisik (tematik).
Pola pergerakan
Uraian
wisata Keterangan :
1. Pola dari titik ke = akomodasi, = atraksi wisata
titik (point to Sumber : Lew dan Mc Kercher, 2006
point) :
a. Pola tunggal dari Pola ini melibatkan Metodologi
titik ke titik satu atau lebih
perjalanan yang Penelitian ini menggunakan pendekatan
memiliki satu titik kualitatif untuk menggambarkan keterkaitan
wisata di tengah antara nilai-nilai kebudayaan dengan objek
kawasan budaya atraksi wisata budaya di sekitar Candi
Borobudur. Selain itu, metode ini juga
b. Pola berulang Perjalanan dari diharapkan untuk dapat memberi gambaran
dari titik ke titik lokasi transit ke titik keterkaitan antar objek wisata budaya dan
wisata selama antara objek wisata dengan pusat akomodasi
beberapa kali. terdekat. Keterkaitan tersebut didasarkan atas
keberadaan jaringan jalan di wilayah Magelang,
c. Pola tur dari titik Pola ini digunakan baik Kabupaten maupun Kota Magelang.
ke titik ketika titik wisata
dan transit berada Data-data primer maupun sekunder kemudian
pada satu jalur jalan dianalisis dengan menggunakan beberapa teknik
analisis data, yaitu analisis deskriptif kualitatif,
2. Pola melingkar Pola ini memiliki titik analisis korelasi, analisis Multiple DPSIR, anaisis
(Circle): akomodasi dan titik jaringan aktor dan analisis asosiasi
a. Pola berputar wisata yang geohistoriografikal.
melingkar. Biasanya
melibatkan 1 titik Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk
wisata besar dengan menggambarkan fenomena yang diteliti melalui
b. Pola batang dan beberapa titik wisata proses pengempulan, penyajian dan reduksi
kelopak kecil data untuk kemudian dapat diambil suatu
kesimpulan. Analisis ini digunakan untuk
mengetahui nilai-nilai objek budaya monumental
peradaban Mataram Kuno di wilayah penelitian.
3. Pola kompleks :
Analisis korelasi dilakukan untuk mengetahui
a. Pola acak Dalam pola ini,
mengenai pengembangan wisata pada objek
(random) wisatawan bebas
budaya monumental peninggalan peradaban
dan acak dalam
Mataram Kuno di wilayah penelitian. Untuk
melakukan perjalan-
mengetahu fokus pengembangan objek budaya
an dan diterapkan
pada wilayah penelitian, maka dilakukan korelasi
pada kawasan yang
antara objek budaya dengan potensi wisata
memiliki banyak
budaya yang meliputi aspek-aspek: 1) Atraksi,
atraksi wisata yang
2) Kelengkapan Fasilitas, 3) Manajemen
beragam
pengelola pariwisata, dan 4) Akses.
Analisis korelasi juga dilakukan untuk Merujuk pada lingkup dan definsi tersebut,
mengetahui perbandingan aksesibilitas jaringan maka objek budaya dalam penelitian ini maka
jalan dengan dilakukan untuk mengetahui berdasarkan hasil analisis data dari data
peranan infrastruktur jaringan jalan dalam sekunder, terdapat 14 objek budaya
pengembangan wisata budaya tersebut. monumental peninggalan peradaban Mataram
Peranan jaringan jalan ini dapat diketahui Kuno yang tersebar di seluruh wilayah penelitian.
melalui konektivitas dan aksesibilitas objek
wisata budaya. Indikator aksesibiitas dalam Gambar 2. Pesebaran objek budaya
penelitian ini adalah : 1) Jarak objek budaya peninggalan peradaban Mataram Kuno di
dari pusat KSPN, 2) Kedekatan lokasi dengan lingkup wilayah penelitian
jalan berdasarkan fungsinya, dan 3)
Ketersediaan angkutan umum.
Sebagai contoh adalah ditemukannya oleh jaringan jalan yang ada wilayah Magelang
reruntuhan candi Hindu (Candi Banon, Candi (kabupaten dan kota). Keterhubungan tersebut
Wurung, dan Candi Ngrajek) tidak jauh dari dirangkai oleh berbagai nodes atau titik dan
Candi Borobudur, Candi Mendut, dan Mendut juga link atau jalur menjadi suatu rute
Candi Pawon yang merupakan bangunan perjalanan wisata.
peribadatan agama Buddha (Kasihati dkk, 2002).
Di sekitar Candi Ngawen yang bernafaskan
agama Buddha juga ditemukan arca yoni dan
nandi yang merupakan artefak agama Hindu.
Keberadaan candi ataupun arca Hindu di sekitar
candi Buddha mengindikasikan bahwa
kehidupan keagamaan pada masa kerajaan
Mataram Kuno berjalan dengan harmonis dan
dapat berdampingan dengan baik.
Namun demikian, fokus dari pengembangan Candi Borobudur dengan satu objek budaya
wisata budaya yang telah dikembangkan lainnya, misalnya adalah tur Candi Borobudur-
tersebut berbasiskan titik-titik lokasi sekitar Pawon-Mendut, Candi Borobudur-Candi
objek budaya monumental, khususnya pada Selogriyo, atau Candi Borobudur-Candi Ngawen,
Candi Borobudur sebagai tujuan utama yang dikembangkan oleh agen wisata yang
wisatawan. Orientasi wisatawan pun masih bekerjasama dengan beberapa hotel di dalam
menjadikan objek budaya sebagai sarana rkreasi KSPN Borobudur dan daerah sekitarnya. Pola
semata. Menurut kajian yang dilakukan oleh pergerakan ini adalah berupa pola tunggal dari
Wahyuningsih (2016), diketahui bahwa lama titik ke titik, yang melibatkan satu atau lebih
kunjungan wisatawan relatif singkat atau sekitar perjalanan yang memiliki satu titik wisata besar,
1-2,5 jam dimana mayoritas dari mereka dalam hal ini Candi Borobudur, yang berada di
menyatakan memiliki motivasi untuk berkunjung tengah kawasan.
ke Candi ini adalah untuk mencari hiburan dan
rekreasi. Lemahnya keterkaitan antar objek budaya
tersebut juga terlihat pada kebijakan
pengembangan wisata budaya yang ada di
Magelang sendiri yang berbasiskan kawasan.
Contohnya, pola pengembangan wisata yang
diterapkan oleh Kabupaten Magelang adalah
berbasiskan kepada kawasan. Untuk
memaksimalkan keberadaan Candi Borobudur
sebagai magnet wisatawan berskala
internasional, pemerintah Kabupaten Magelang
mengembangkan suatu strategi pengembangan
wisata yang tertuang ke dalam Ripparda
Kabupaten Magelang. Strategi pengembangan
wisata yang diambil adalah dengan membagi
potensi pariwisata yang ada di lingkup wilayah
kabupaten ini menjadi 4 kawasan strategis
Gambar 4. Pola pergerakan wisata antara
pariwisata (KSP). Strategi ini dilakukan agar
Candi Borobudur dengan objek budaya lain
wisatawan yang berkunjung ke candi tersebut
bisa tersebar ke objek wisata lainnya.
Selain itu, upaya pengembangan wisata antar
objek budaya sebenarnya telah dijumpai, yaitu
Kedua titik akomodasi ini berimbas pada ada di wilayah penelitian, Kota Magelang dan
keberadaan 3 (tiga) rute wisata, yaitu 1) rute pusat KSPN Borobudur (Kecamatan Borobudur).
wisata dengan titik akomodasi yang berpusat di Kombinasi ini diharapkan dapat mendorong
Kota Magelang; 2) rute wisata dengan titik lama tinggal wisatawan di kedua titik akomodasi
akomodasi yang berpusat di Kecamatan sehingga dapat terjadi pertumbuhan ekonomi di
Borobudur sebagai pusat KSPN Borobudur dan daerah sekitar Candi Borobudur yang lebih
sekitarnya; dan 3) rute wisata dengan dua titik merata.
akomodasi, yaitu di Kota Magelang dam
Kecamatan Borobudur.
Gambar 10. Analisis DPSIR penerapan model Gambar 11. Jaringan aktor pengembangan
solusi 1 wisata budaya pada saat ini
Dari analisis DPSIR tersebut diketahui bahwa Berdasar fenomena tersebut, maka perlu
kondisi (state) dan dampak (impact) yang dapat disusun disusun sebuah translasi dalam
terjadi ketika model solusi ini diterapkan adalah
Jurnal Studi Pembangunan SAPPK No.1 | 15
Koherensi antara Wisata dan Pengembangan Pribadi dalam Perspektif Pembangunan Karakter Bangsa
hubungan antar aktor mendukung implementasi daerah sekitarnya membuat badan ini lebih
intervensi. Translasi jaringan aktor ini disusun banyak berfokus pada kawasan tersebut.
guna memperkuat koordinasi jaringan aktor Namun demikan, ketika dikaitkan dengan
yang ada pada saat ini, sebagaimana dapat cakupan Kawasan Pariwisata Borobudur juga
dilihat pada gambar 12. Analisis jaringan aktor meliputi Kawasan Destinasi Pariwisata Nasional
ini berusaha untuk menggambarkan pola Borobudur-Yogyakarta dan sekitarnya sebagai-
interaksi antara aktor manusia (dan juga mana disampaikan sebelumnya, membuat
lembaga atau instansi) dengan artefak teknis badan ini dapat berkontribusi kepada
(benda, alat, anggaran, sistem, aturan). pengembangan objek budaya monumental di
luar KSPN Borobudur dan daerah sekitarnya,
termasuk wilayah Magelang.
Dana untuk peningkatan jalan dapat bersumber Selain itu, wisatawan juga mulai memahami nilai
dari APBD kabupaten/kota ataupun sejarah dan budaya berdasarkan objek budaya
menggunakan DAK. Selain itu, pemerintah peninggalan Mataram Kuno dalam konteks
daerah di Provinsi Jawa Tengah juga dapat kekinian. Selain itu, dampak lainnya adalah
memanfaatkan sumber pendanaan dari Belanja wisatawan juga mulai terbagi ke beberapa objek
Bantuan Keuangan yang bersumber dari budaya dan tidak terkonsentrasi di Candi
Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Borobudur sehingga dapat mengurangi beban
(APBD) provinsii ini. Pengaaturan Belanja bangunan monumental ini. Dampak berikutnya
Bantuan Keuangan atau Bankeu ini diatur adalah tingginya mobilitas wisatawan dalam
melalui Peraturan Gubernur Jawa Tengah mencapai objek-objek budaya karena hambatan
Nomor 49 Tahun 2015 Tentang Tata Cara konektivitas dan aksesibilitas pada jaringan jalan
Pemberian Dan Pertanggungjawaban Belanja dapat dikurangi.
Bantuan Keuangan Kepada Kabupaten/Kota
Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Dari hasil analisis tersebut, dapat diketahui
Belanja Daerah Provinsi Jawa Tengah. bahwa penerapan model solusi 1 yang diperkuat
dengan model solusi 2 dapat menimbulkan
Analisis DPSIR Model Solusi 2 perubahan dampak ke arah yang lebih baik,
yaitu tercapainya suatu kemajuan budaya
Model solusi 1 berupa rute jejak wisata yang berdasarkan nilai-nilai peradaban Mataram Kuno
disusun melalui asosiasi geohistoriografikal yang digerakkan oleh pengembangan wisata ini
ditambah beberapa intervensi yang melibatkan dan atau terjadinya pertumbuhan ekonomi yang
aktor-aktor dan artefak teknis ini, kemudian merata di sekitar objek budaya tersebut.
dianalisis dengan menggunakan DPSIR. Analisis Dengan demikian, kedua model solusi ini
DPSIR yang dapat dilihat pada gambar 13 ini merupakan suatu teknologi penciptaan sistem
dilakukan guna mengetahui dampak yang terjadi dalam penelitian ini.
ketika model solusi 2 telah diterapkan.
Kesimpulan
Dari analisis DPSIR penerapan model solusi 2
tersebut, dapat diketahui bahwa dampak yang Terdapat beberapa hal yang dapat disimpulkan
dapat terjadi adalah adanya kontribusi dalam penelitian ini, yaitu :
pariwisata budaya terhadap ekonomi daerah,
baik pada titik-titik akomodasi maupun pada 1. Objek budaya monumental di wilayah
sekitar objek budaya dan objek wisata lain Magelang mencerminkan nilai relijius,
disekitarnya. Kondisi ini akan mendorong moralitas, stabilitas politik, ketahanan
kepedulian masyarakat sekitar terhadap pangan, kemajuan ilmu pengetahuan dan
kelestarian objek budaya sebagai ikon wisata teknologi, serta toleransi beragama yang
lokal yang mendatangkan kesejahteraan bagi telah berkembang sejak peradaban
mereka. Mataram Kuno.
Gunn, Claire A. 1988. Tourism Planning. Taylor Ranjabar, Jacobus. 2013 Sistem Sosial Budaya
& Francis. New York. Indonesia Suatu Pengantar. Penerbit
Alfabeta. Bandung.
Haryono, Timbul. 2013. Masyarakat Jawa Kuna
dan Lingkungannya Pada Masa Ratman, Rizki. 2016. Paparan Deputi Bidang
Borobudur. Sebuah artikel dalam bunga Pengembangan Destinasi dan Investasi
rampai 100 Tahun Pasca Pemugaran Pariwisata berjudul Pembangunan
Candi Borobudur Trilogi I. Balai Destinasi Pariwisata Prioritas 2016 –
Konservasi Borobudur. Magelang. 2019 yang disampaikan pada Rapat
Indonesia. Koordinasi Nasional Kementerian
Pariwisata “Äkselerasi Pembangunan
Kasihati, Wiwit. Dkk. 2002. Keberadaan Candi- Kepariwisataan Dalam Rangka
Candi Hindu di Sekitar Borobudur. Bagian Pencapaian Target 12 Juta Wisman dan
Proyek Pemanfaatan Peninggalan Sejarah 260 Juta Wisnus 2016, tanggal 27
dan Purbakala Candi Borobudur. Januari 2016 di Jakarta
Magelang.
Soemardjan, Selo dan Soelaeman, S. 1964.
Kasnowihardjo, Gunadi. 2001. Manajemen Setangkai Bunga Sosiologi. Lembaga FE-
Sumber Daya Arkeologi. Lembaga UI. Jakarta.
Penerbitan Universitas Hasanuddin.
Makassar. Sutrisno, Mudji dan Hendar Putranto. 2005.
Teori-Teori Kebudayaan. Penerbit
Koentjaraningrat, 2011. Pengantar Antropologi. Kanisius. Yogyakarta.
Rineka Cipta. Jakarta.
Timothy, D.J. dan G.P. Nyaupane. 2009. Cultural
Lew, Alan dan Bob Mc Kercher. 2006. Modeling Heritage and Tourism in the Developing
Tourist Movements A Local Destination World: A regional perspective. A regional
Analysis. Annals of Tourism Research, perspective. Routledge. New York.
Vol. 33, No. 2, pp. 403–423.
Wahyuningsih, Isni. 2016. Meninjau Kembali
Margaretha, Grace. 2016. Koherensi Antara Tujuan Pendirian dan Fungsi Museum-
Wisata dan Pengembangan Pribadi dalam museum di Kompleks Taman Wisata
Perspektif Pembangunan Karakter Candi Borobudur. Jurnal Konservasi
Bangsa. Tesis. Magister Studi Cagar Budaya Borobudur. Vol. 10 No.2
Pembangunan, SAPPK ITB. Hal. 45-54.
Nagaoka, Masanori. 2016. Cultural Landscape Yoeti, O.A. 2002. Perencanaan Strategis
Management at Borobudur Indonesia. Pemasaran Daerah Tujuan Wisata.
Springer International Publishing. Pradnya Paramita. Jakarta.
Switzterland.
________, 2016. Selayang pandang Candi
Ohara, Kazuoki. The Image of
1998. Borobudur Candi Pawon Candi Mendut.
'Ecomuseum' in Japan. Pacific Friends Diterbitkan oleh Balai Konservasi
vol.25no.12, pp.26-27. Borobudur, Magelang
Publikasi internet
http://www.antaranews.com/print/283912/candi
-borobudur-belum-banyak-kontribusi-ke-
masyarakat, tanggal akses 5 September
2016.
http://jogja.tribunnews.com/2015/10/16/candi-
borobudur-disebut-belum-memberikan-
kontribusi-pendapatan, tanggal akses 5
September 2016.