Anda di halaman 1dari 8

BAB V

PARIWISATA BUDAYA

Abstract
Cultural tourism is a kind of travels done to widen one’s perpective, to study a
tradition. A way of life, or an art and culture of a society. In developing tourism, the
government of Indonesia has made every effort to reach its goal by sending some artist to
perform Indonesia art and culture, introducing traditional foods in modern performance,
and completing tourism supporting facilities tht have Indonesia traditional design since
Indonesia is very rich with unique and specific culture. By doing this, Indonesia can
compete with other countries in Asia and the Pacific region in attracting tourists.

Pendahuluan
GBHN 1993 menggariskan bahwa pembangunan kepariwisataan nasional dalam PELITA
VI diarahkan pada peningkatan pariwisata menjadi sektor andalan yang mampu menggalakkan
kegiatan ekonomi, termasuk kegiatan sektor lain yang terkait, sehingga lapangan kerja,
pendapatan masyarakat, pendapatan daerah dan pendapatan negara serta penerimaan devisa
meningkat melalui upaya pengembangan dan pendayagunaan berbagai potensi kepariwisataan
nasional.
Dalam pembangunan kepariwisataan harus dijaga tetap terpeliharanya kepribadian
bangsa serta kelestarian fungsi dan mutu lingkungan hidup. Kepariwisataan perlu ditata secara
menyeluruh dan terpadu dengan melibatkan sektor lain yang terkait dalam suatu keutuhan usaha
kepariwisataan yang saling menunjang dan saling memnguntungkan, baik yang berskala kecil,
menengah maupun besar. Selain itu melalui pariwisata dapat dibina rasa persatuan dan kesatuan
serta cinta tanah air.
Akhir-akhir ini tampak secara jelas, bahwa tiap-tiap propinsi sesuai dengan kondisi dan
potensi daerahnya ingin meningkatkan pengembangan kepariwisataan daerah, dengan tujuan
untuk peningkatan ekonomi, sosial dan kebudayaan.
Dalam pembangunan pariwisata, pemerintah Indonesia telah mengangkat Pariwisata
Budaya (Cultural Tourism) sebagai jenis pariwisata unggulan. Dalam pelaksanaannya, di satu
pihak diupayakan agar terus adanya peningkatan kepariwisataan (jumlah wisatawan, prasarana
dan sarana, jasa, promosi, atraksi) yang makin mengarah ke pariwisata berkualitas dan di pihak
lain agar masyarakat Indonesia makin memperoleh manfaat yang positif, sehingga kesejahteraan
makin meningkat secara seimbang material-spiritual, tanpa mereka tercabut dari akar budaya dan
lingkungan sendiri. Kekuatan kepariwisataan Indonesia pada wisata budayanya, karena Indonesia
memiliki kebudayaan yang kaya, variatif, unik dan beberapa kondisi budayanya masih seperti
beberapa abad yang lampau, bahkan di tempat asalnya sudah “hilang”, misalnya ngaben di India.
Tulisan ini akan menguraikan tentang apa itu pariwisata budaya dan mengapa pemerintah
Indonesia dalam mengembangkan kepariwisataan menekankan pada Pariwisata Budaya.

Pengertian Kepariwisataan dan Kebudayaan


Menurut E. Guyer – Freuler dalam Yoeti (1983), “Pariwisata dalam arti modern
merupakan phenomena dari jaman sekarang yang didasarkan atas kebutuhan akan kesehatan dan
pergantian hawa, penilaian yang sadar dan berkembang terhadap keindahan alam, kesenangan
dan kenikmatan alam. Khusunya akibat bertambahnya pergaulan bangsa dan kelas masyarakat
sebagai hasil perkembangan perniagaan, perdagangan, industri dan alat pengangkutan.
Sebagai perbandingan baiklah kita tambahkan beberapa batasan pariwisata. Menurut
Herman von Schulalard (1910) dalam Yoeti (1983), telah memberikan batasan pariwisata sebagai
berikut:
“Tourism is the sum of operations mainly of an economic nature, which directly
related to the entry, stay ang movement of foreigner inside certain country, city or
region”.

Menurut pendapatnya, yang dimaksudkan dengan kepariwisataan adalah sejumlah kegiatan,


terutama yang ada kaitannya dengan kegiatan perekonomian yang secara langsung berhubungan
dengan masuknya, adanya pendiaman dan bergeraknya orang-orang asing keluar masuk suatu
kota, daerah atau negara (Yoeti, 1983: 99).
Prof. Hunzieker dan Prof. K. Krapf (1942) dalam Yoeti (1983) mengemukakan:
“Tourism is the totally of the relationship and phenomena arising from the travel and
stay of strangers (ortsfremde), provide the stay does not imply the establishment of a
permanent resident”.

Jadi kepariwisataan adalah keseluruhan “stranger” maupun “foreigner” (wisatawan nusantara


dan mancanegara) yang ditimbulkan oleh perjalanan dan pendiaman orang-orang asing serta
penyediaan tempat tinggal sementara, asalkan pendiaman itu tidak tinggal menetap dan tidak
memperoleh penghasilan dari aktivitas yang bersifat sementara itu.
Sedangkan menurut P.W. Ogilvie dalam Soekanto (1980), “Wisatawan adalah semua
orang yang memenuhi dua syarat, yaitu pertama, bahwa mereka meninggalkan rumah
kediamannya untuk jangka waktu kurang dari satu tahun, dan kedua, bahwa sementara mereka
pergi mengeluarkan uang di tempat yang mereka kunjungi tanpa mencari nafkah di tempat
tersebut.
Kata kebudayaan berasal berasal dari kata Sansekerta buddhayah, ialah bentuk jamak
dari buddhi yang berarti budi atau akal. Demikian kebudayaan dapat diartikan hal-hal yang
bersangkutan dengan budi dan akal. Ada pengertian lain mengenai asal kata “kebudayaan” itu,
ialah bahwa kata itu adalah suatu perkembangan dari kata majemuk budi-daya, artinya daya dari
budi dan kekuatan dari akal. Sedangkan menurut hemat Koentjaraningrat, kebudayaan adalah
keseluruhan gagasan dan karya manusia, yang harus dibiasakannya dengan belajar, beserta
keseluruhan dari hasil budi dan karyanya itu (Koentjaraningrat, 1984: 9).
E.B. Taylor (1871) dalam Kessing (1989: 68) menyatakan kebudayaan adalah suatu
keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni kesusilaan, hukum, adat
istiadat, serta kesanggupan dan kebiasaan lainnya yang dipelajari oleh manusia sebagai anggota
masyarakat. Kebudayaan juga dapat diartikan sebagai seluruh usaha dan hasil usaha manusia dan
mayarakat untuk mencukupi segala kebutuhan serta hasratanya untuk memperbaiki nasib
hidupnya. Usaha tersebut terungkap baik dengan mengolah lingkungan dan dunianya untuk
memenuhi kebutuhan tersebut, maupun dengan menciptakan pola dan hubungan masyarakat yang
mempermudah dan memperlancar pergaulan hidup. Usaha ini terlaksana dengan memberikan
makna manusiawi kepada materi atau benda yang diolahnya dan membuat tata kehidupan
masyarakat menjadi manusiawi pula. Dengan demikian kebudayaan pada hakikatnya adalah
menifestasi kehidupan masyarakat itu sendiri dan proses perkembangannya (Poespowardojo,
1989: 121).
Demikianlah uraian mengenai pengertian kepariwisataan dan kebudayaan.

Pariwisata Budaya
Pariwisata diharapkan untuk menghasilkan keuntungan ekonomi. Namun dalam usaha
pariwisata, pembianaan dan pengembangan kebudayaan nasional yang bersumber dari
kebudayaan daerah harus selalu diperhatikan. Untuk menghindari dampak negatif pariwisata,
masyarakat perlu dikutsertakan, di samping peraturan pemerintah yang mantap. Upaya yang
dilakukan oleh pemerintah, yaitu selain mengembangkan pariwisata alam, oleh raga, bahari,
agrowisata, pariwisata konvensi, yang terutama dikembangkan adalah pariwisata budaya. Konsep
pariwisata budaya (cultural tourism) ditetapkan dalam Undang-undang No. 9 Tahun 1990. Hal ini
dilakukan dengan pertimbangan bahwa Indonesia memiliki potensi seni dan budaya yang
beraneka ragam yang tersebar pada tiap Daerah Tujuan Wisata (DTW) di Indonesia. Jadi
pariwisata yang dikembangkan adalah pariwisata budaya. Dalam hal ini, seni budaya yang
beraneka ragam di beberapa DTW itu dijadikan sebagai daya tarik utama untuk menarik
wisatawan datang berkunjung ke negara Indonesia.
Pariwisata budaya adalah jenis pariwisata yang dalam perkembangan dan
pengembangannya menggunakan kebudayaan sebagai potensi dasar yang dominan, yang di
dalamnya tersirat suatu cita-cita akan adanya hubungan timbal balik yang dinamik dan positif
antara pariwisata dan kebudayaan, sehingga keduanya meningkat secara serasi, selaras dan
seimbang. Oleh karena itu pengembangan pariwisata diharapkan selalu memperhatikan
terpeliharanya seni dan budaya bangsa yang dijadikan sebagai aset pariwisata Indonesia. Tujuan
utama dari semua itu, tidak lain adalah untuk menciptakan image dan lebih penting lagi dengan
cara itu pariwisata Indonesia akan memiliki ciri yang khas atau identitasnya sendiri yang berbeda
dengan apa yang dimiliki oleh negara-negara lain.
Menurut Salah Wahab (1992), berdasarkan maksud perjalanan yang dilakukan pariwisata
budaya merupakan jenis pariwisata yang maksud dan tujuan perjalanannya adalah dalam rangka
memperkaya informasi dan menambah pengetahuan tentang negara lain, di samping ingin
mendapat kepuasan, entertainment hasil kebudayaan suatu bangsa, seperti tari-tarian tradisional
serta tata cara hidup (the way of life) masyarakat setempat.
Jadi pariwisata budaya adalah perjalanan yang dilakukan atas dasar keinginan untuk
meluaskan pandangan hidup seseorang dengan jalan melakukan peninjauan ke luar daerah dan
luar negeri, mempelajari keadaaan rakyat, kebiasaan adan adat istiadat, cara hidup, kebudayaan
dan kesenian mereka. Sering kehendak serupa ini disatukan dengan kesempatan untuk mengambil
bagian dalam kegiatan kebudayaan, seperti eksposisi kesenian (seni tari, seni drama, seni musik
dan seni rupa) atau kegiatan keagamaan atau motif-motif kesejarahan dan sebagainya. Lebih
lanjut dapat ditambahkan, bahwa jenis pariwisata kebudayaan merupakan jenis kepariwisataan
yang paling utama bagi wisatawan mancanegara yang mengunjungi Indonesia. Mereka ingnin
melihat kesenian, tarian, monumen sejarah dan segala sesuatu yang berhubungan dengan
kebudayaan Indonesia.
Hasil angket PATA (Pacific Area Travel Association) pada tahun 1961 untuk masyarakat
Amerika Utara, menyatakan:
“Lebih dari 50% jumlah wisatawan yang ingin mengadakan kunjungan ke Asia dan
daerah Pasifik memilih dan menghendaki untuk melihat rakyat dengan adat istiadat dan
cara hidup, kebudayaan, kesenian, sejarah, bangunan, candi, peninggalan dan barang-
barang kuno mereka”.

Lebih lanjut dapat ditambahkan, Resolusi yang diambil oleh Kongres Pariwisata Antar
Amerika (Inter American Travel Congress) pada sidang tahunannya yang kelima di Panama pada
tahun 1954, menyatakan, bahwa pariwisata kebudayaan dan kebudayaan dalam dunia
kepariwisataan merupakan unsur yang utama dan memegang peranan yang sangat penting.
Demikian pentingnya wisata budaya, sehingga di dalam memajukan promosi industri pariwisata
soal-soal penerangan tentang kebudayaan merupakan bahan pendidikan tambahan. Kongres
menganggap perlu untuk memberikan saran dan rekomendasi kepada bidang dan organisasi
kepariwisataan untuk bekerjasama dalam penelitian untuk memungkinkan dengan jalan yang
paling efektif menggunakan unsur kebudayaan sebagai materi publikasi yang mengandung
pendidikan.
Dokumen UNESCO (United Nations Educational Scientific and Cultural Organization)
no. E/Conf.47/8 yang diserahkan untuk dibahas dalam Konferensi Pariwisata Internasional
tersebut di atas, juga mengandung gagasan yang menyatakan, bahwasanya perhatian khusus harus
diberikan dengan jalan yang serasi untuk mempelajari dan meneliti faktor kebudayaan dalam
pariwisata.
Hal tersebut di atas diperkuat dengan hasil pertemuan para pakar pariwisata dunia yang
mengadakan pertemuan di Sydney Australia, Januari 2000 lalu yang menyatakan bahwa wisata
masa depan di era milenium akan lebih mengarah kepada wisata budaya (Hutagalung: 2006: 115).
Pentingnya faktor kebudayaan ini harus ditinjau dengan segala daya upaya dari 2 segi
untuk memajukan pariwisata nusantara dan mancanegara, maupun untuk memperluas penyebaran
idea dan pengertian tentang kebudayaan negara lain (natural human understanding/international
understanding).
Ditinjau dari ketahanan budaya nasional, hendaknya hubungan antara kebudayaan dan
parwisata tidak saja ditinjau dari segi hubungan antara wisata dengan benda-benda hasil karya
kebudayaan saja, tetapi juga dari segi kegunaan pariwisata dalam hubungannya dengan
kebudayaan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Pemikiran harus berlandaskan pada:
1. Pertimbangan harus diambil mengenai peranan pariwisata sebagai alat untuk memajukan
saling pengertian antar suku bangsa serta internasional (human understanding) dan kerja
sama secara damai.
2. Pariwisata hendaknya merupakan kekuatan penstimulan yang positif untuk mendorong
daya kreatif kebudayaan yang penuh apresiasi.
3. Perkembangan faktor kebudayaan dalam pariwisata dapat merupakan sumbangsih, tidak
saja bagi saling pengertian internasional dan kerjsama secara damai, tetapi juga
mempunyai implikasi ekonomi yang sangat penting selama atraksi yang disajikan
merupakan hal-hal dan peristiwa yang benar-benar merupakan puncak hasil karya
kebudayaan.
Sehubungan dengan uraian di atas, ada kawasan pariwisata yang tergantung pada
kebudayaan. Wilayah wisata, ialah tempat atau daerah karena atraksi, situasi dalam hubungan lalu
lintas dan fasilitas kepariwisataannya mengakibatkan tempat/daerah tersebut menjadi obyek
kebutuhan wisatawan, Indonesia kaya akan “tourist resort” (wilayah wisata) yang tergantung
pada kebudayaan, antara lain ialah:
1. Kota-kota yang bersejarah, mempunyai bangunan yang bergaya arsitektur unik, teater,
dan sebagainya. Misalnya kota Banten Lama, kota lama Jakarta, Yogyakarta dan Cirebon.
2. Pusat Studi, seperti perguruan tinggi, akademi, universitas, pusat penelitian dan
penyelidikan, lembaga ilmiah, konservatori dan sebagainya. Misalnya ITB, UPI,
Peneropongan Bintang Boscha di Lembang, dan Botanical Garden di Bogor.
3. Tempat-tempat yang mempunyai acara-acara istimewa (special events) seperti upacara
adat, perayaan lingkaran hidup (cyclus of life ritual), pesta rakyat, dan sebagainya.
Misalnya Pesta Laut di Pantai Pangandaran, dan Pelabuhan Ratu Jawa Barat, upacara
Tabui di Sumatera Barat, upacara di pura-pura di Bali, upaacara Waisak di Candi
Borobudur, upacara Grebeg Maulud di Yogyakarta dan upacara kematian di Tanah
Toraja.
4. Pusat peribadatan seperti mesjid, gereja, kuil, pura, klenteng dan sebagainya. Misalnya
Pura Besakih, Candi Borobudur, Candi Prambanan, Mesjid Demak, Mesjid Kudus, Kuil
Sam-Pho-Khong di Semarang dan Catedral di Jakarta.
Adanya pariwisata internasional membawa lembaga-lembaga baru ke dalam kebudayaan
di Indonesia. Selain itu ia pun berpengaruh juga menggairahkan hidup budaya kita karena pada
umumnya para wisatawan mancanegara berkunjung untuk melihat dan mengalami keadaan alam
dan kebudayaan yang khas Indonesia. Misalnya di samping keinginan bangsa Indonesia sendiri
untuk menemukan kembali unsur-unsur kepribadian asli, pariwisata juga merupakan pendorong
kuat yang dapat menciptakan Sendratari Ramayana, tari-tarian baru di berbagai daerah negara
kita, bertahannya kerajinan perak di Kota Gede Yogyakarta, dan menyebarnya kerajinan batik
dalam bentuk seni modern yang segar.
Agar suatu kebudayaan dapat lestari, yaitu selalau ada eksistensinya, maka upaya-upaya
yang perlu dijamnin kelangsungannya meliputi: perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan.
Perlindungan, meliputi upaya-upaya untuk menjaga agar hasil-hasil budaya tidak hilang dan atau
rusak; pengembangan meliputi pengolahan yang menghasilkan peningkatan mutu dan atau
perluasan khazanah; pemanfaatan, meliputi upaya-upaya untuk menggunakan hasil-hasil budaya
untuk berbagai keperluan. Seperti untuk mrnrkankan citra identitas suatu bangsa, untuk
pendidikan kesadaran budaya (baik melalui proses internasilisasi maupun apresiasi multikultural),
untuk dijadikan muatan industri budaya, dan untuk dijadikan daya tarik wisata. Dengan demikian
dapat dipahami bahwa kebudayaan merupakan suatu entitas yang otonom dalam kehidupan umat
manusia, yang mempunyai sistem, mekanisme, serta tujuan-tujuan pada dirinya sendiri.
Kaitannya dengan pariwisata secara normatif hanyalah sebatas unsur-unsurnya tertentu dijadikan
‘oobjek’ daya tarik wisata dan ini merupakan salah satu saja.
Implementasi dari Pariwisata Budaya mewajibkan seluruh aspek kepariwisataan di
Indonesia: promosi, penataan akomodasi, arsitektur, objek, atraksi, tata krama, tata busana,
makanan, cenderamata sedapat mungkin supaya mengutamakan potensi kebudayaan Indonesia.
Dalam bidang promosi, yaitu antara lain dengan jalan mengirimkan misi-misi kesenian ke luar
negeri dan menerbitkan buku-buku dalam bahasa asing yang berisi tentang kekhasan budaya
Indonesia. Pendirian hotel dibangun sesuai arsitektur daerahnya masing-masing. Misalnya di Bali,
pemerintah daerah mengharuskan bangunan hotel disesuaikan dengan gaya rsitektur Bali, bahan
baku kalau mungkin tidak didatangkan dari luar Bali dan bangunan tidak boleh lebih tinggi dari
pohon kelapa. Dalam menyediakan makanan, hotel-hotel terutama hotel berbintang dianjurkan
menyediakan makanan khas Indonesia yang telah disesuaikan dengan selera wisatawan
mancanegara. Selain itu para petugas hotel dianjurkan mengggunakan busana daerah/nasional
yang disesuaikan agar tidak menghambat pekerjaan mereka. Selain hal yang disebutkan di atas
wisatawan pun dapat ikut kegiatan untuk mendapatkan suatu pengalaman budaya, sseperti belajar
disertai praktik membuat anyam-anyaman, membatik, belajar menari, dll.
Dengan demikian citra kepariwisataan yang unik dan beridentitas dapat ditampilkan
secara riil. Konsekuensi dari konsepsi seperti ini adalah, bahwa kebudayaan menjadi makin
terbuka dan secara intensif terkomunikasi dengan pariwisata dengan segala resiko dampak, baik
positif maupun negatif. Dengan kepariwisataan yang unik Indonesia tentu dapat lebih bersaing
dengan negara-negara Asia Pasifik lainnya dalam mendatangkan wisatawan asing.

Penutup
Tulisan ini telah membahas tentang Pariwisata Budaya, sebagai jenis pariwisata
unggulan bagi Indonesia, di samping jenis-jenis pariwisata lainnya. Melalui Pariwisata Budaya
diharapkan terjadi saling pengertian dan saling menghormati baik antar suku bangsa di Indonesia,
maupun antar bangsa sedunia. Dengan melalui Pariwisata Budaya pula diharapkan terjadi
pelestarian nilai budaya Indonesia yang bernilai luhur, yang mendapat masukan positif, baik dari
budaya daerah maupun budaya asing.

Daftar Pustaka
Geriya, Wayan. 1993. “Wisatawan Jepang yang Berkunjung ke Bali”. Profil, Prospek dan
Strategis Pendekatannya”. Makalah. Disampaikan pada Seminar Nasional VI Studi
Jepang, Jatinanngor 23 – 25 Juli 1993.

Hutagalung, Moh. Husein. 2006. “Simbiosis Muatualisma Antara Kebudayaan dan Pariwisata”.
Dalam Pariwisata Budaya. Masalah dan Solusinya. Jakarta: Pradya Paramita.

Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia.

Poespowardojo, Soerjanto. 1989. Strategi Kebudayaan. Suatu Pendekatan Filosofis. Jakarta:


Gramedia.

Rahardjo, M. Dawam. 1991. “Kebudayaan 1991”. Majalah Tempo. 16 Nov 1991.

Sedyawati, Edi. 2006. “Pariwisata dan Perkembangan Budaya” dalam Pariwisata Budaya.
Masalah dan Solusinya. Jakarta: Pradya Paramita.

Soekanto, Basoeki. 1980. Kebudayaan Indonesia. Bandung: Akademi Bahasa Asing YAPARI.

Spillane, James J. 1987. Pariwisata Indonesia Sejarah dan Prospeknya. Yogyakarta: Kanisius.

Wahab, Salah. 1992. Manajemen Kepariwisataan. Terjemahan F. Gromang. Jakarta: Pradya


Paramita.

Yoeti, Oka A. 1983. Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung: Angkasa.

Anda mungkin juga menyukai