Anda di halaman 1dari 6

YOGYAKARTA MENJAGA KEBUDAYAAN JAWA

DI ERA GLOBALISASI
Oleh : Achid Ihsan Maulana
1810524006
achidmaulana14@gmail.com
A. Pendahuluan
Disahkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan
Daerah Istimewa Yogyakarta, memiliki dampak pada berbagai aspek, seperi social
budaya, politik, dan juga pendidikan. Tantangan terbesar untuk saat ini adalah
bagaimana mempertahankan budya lokal yang ada di Yogyakarta. Mengingat saat ini
telah memasuki era modern dimana segala sesuatu telah banyak dipengaruhi oleh
teknologi, dan saat ini banyak orang yang tidak tau tentang budaya lokal yang ada di
Yogyakarta karena dianggap telah ketinggalan zaman.
Tanpa disadari budaya-budaya yang ada di Yogyakarta telah digeser oleh
modernisasi. Budaya lokal telah banyak dilupakan padahal sejatinya budaya itu
adalah salah satu unsur penting dari peradaban suatu bangsa. Dimana budaya
berpengaruh penting mengatur hubungan social antar individu, menata sistem
pemerintahan, hingga dalam pendidikan. Meski budaya tidak berperan secara langsu
ng dalam pelaksanaan pendidikan namun budaya bisa menjadi sarana untuk belajar. S
eperti pendidikan karakter dan moral yang dapat dipelajari dari sebuah budaya.
Saat ini budaya sudah banyak ditinggalkan sehingga nilai-nilai yang ada dalam bu
daya itu sendiri semakin lama semakin pudar, anak muda zaman sekarang enggan bel
ajar budaya padahal dengan mempelajari budaya akan membantu menjaga kekhasan
Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai kota yang terkenal sebagai salah satu peradaba
n budaya jawa yang masih ada sampai saat ini. Karena jika dipelajari lebih dalam keb
udayaan di daerah Yogyakarta itu sangat beragam dan memiliki nilai-nilai yang tinggi.
Maka dari itu untuk tetap menjaga eksistensi Yogyakarta sebagai daerah istimewa
yang menjadi salah satu bagian dari sejarah peradaban jawa, perlu dikembangakan se
buah pendidikan yang berbasis budaya lokal untuk menjaga dan melestarikan budaya
di era modern ini. Hal tersebut juga akan sejalan dengan predikat Yogyakarta yang di
sebut sebagai kota pendidikan, dimana predikat tersebut sudah didapat sebelum Yogy
akarta ada secara administrative. Menyebut kota pendidikan bagi Yogyakarta tidak di
batasi oleh wilayah administratif kota Yogyakarta semata. Cakupannya lebih luas, sep
erti wilayah historis, wilayah ideologis, dan wilayah filosofis.

B. Kerangka Konseptual dan Teoritik


Kebudayaan sebagai tradisi, kepercayaan, perilaku dan benda-benda yang
dipergunakan (antara lain) masyarakat-masyarakat tertentu, adalah apa yang
memisahkan cara hidup manusia sejak dia berjalan pada permukaan bumi ini.
Menurut hal-hal beraneka ragam yang berdampak pada cara hidup manusia seperti
kepercayaan, pengalaman (pengetahuan umum yang diturunkan atau pengalaman
religius), kondisi dan situasi lokal (penanaman, jenis tanah, bencana alam), setiap
masyarakat akan dibentuk sesuai dengan bagaimana mereka memandang dunia dan
dirinya sendiri.
Secara konsepsual kearifan local merupakan bagian dari kebudayaan. Haryati
Subadio (1986:18-19) mengatakan kearifan lokal (local genius) secara keseluruhan
meliputi, bahkan mungkin dapat dianggap sama dengan cultural identity yang dapat
diartikan dengan identitas atau keperibadian budaya suatu bangsa. Sementara itu
konsep kearifan lokal (local genius) yang dikemukakan oleh Quaritch Wales (dalam
Astra,2004:112) adalah “....the sum of cultural characteristic which the vast majority
of people have in common as a result of their experiences in early life” (keseluruhan
ciri-ciri kebudayaan yang dimiliki oleh suatu masyarakat/bangsa sebagai hasil
pengalaman mereka di masa lampau).
Maunati (2004:30) menjelaskan bahwa penanda-penanda identitas budaya
misalnya bisa berasal dari sebuah kekhasan yang diyakini ada pada agama, bahasa,
dan adat pada budaya yang bersangkutan. Namun demikian tumpang tindih dapat
terjadi di antara kelompok-kelompok etnis yang berbeda. Dengan mengikuti sejarah
perjalananbangsa ini dengan mudah dapat dilihat bahwa persoalan agama, etnisitas,
dan identitas merupakan isu sensitif yang serting kali dapat dimanipulasi untuk
memicu reaksi-reaksi emosional yang sering kali apabila tidak diantisipasi dengan
baik berpotensi menimbulkan hal-hal yang bersifat fatal.

C. Keterkaitan Budaya dan globalisasi


Jan Aart Scholte (2001) mengamati proses globalisasi melalui lima indikator: (1)
internasionalisasi, (2) liberalisasi ekonomi, (3) westernisasi, (4) demokratisasi, dan
(5) deteritorialisasi. dari kelima hal tersebut yang paling berpengaruh terhadap
perkembangan budaya yaitu internasionalisasi, westernisasi, dan deteritorialisasi.
internasilaisasi merupakan suatu kejadian yang terjadi disuatu tempat atau wilayah
yang berpengaruh terhadap wilayah disekitarnya. Pada intinya, konsep ini lebih
menekankan kepada konsep informasi dan kedekatan antara elemen-elemen
masyarakat.
Westernisasi merupakan pendifusian nilai-nilai barat terhadap nilai-nilai local
yang dimiliki sebuah bangsa. Hal ini diindikasikan dengan mulai memudarnya
budaya lokal dan kecenderungan homogenitas budaya dunia. Sedangkan
deretirotialisasi merupakan sebuah proses dimana mulai memudarnya peran negara
sebagai aktor. Memudarnya peran itu terutama berpengaruh terhadap kebebasan
individu. Individu yang bebas berinteraksi dan melakukan tindakan apapun tentu akan
lebih memudahkan masuknya pengaruh dari luar. Berbeda halnya ketika kekuatan
negara masih nyata yang memungkinkan adanya upaya untu menyaring budaya dari
luar.
Saat ini ketiga hal tersebut sudah mulai berkembang pesat dinegara-negera
berkembang salah satunya di Indonesia. Indonesia saat ini sudah mulai meninggalkan
tradisi dan melupakan budaya local, mereka lebih memilih mengikuti budaya asing
khiususnya budaya barat yang sedikit demi sedikit mulai menjajah dangsa Indonesia.
Situasi yang kemudian muncul adalah Indonesia menjadi salah satu pasar potensial
berkembangnya budaya asing milik negara maju berkekuatan besar. Situasi ini
mengancam budayabudaya lokal yang telah lama mentradisi dalam kehidupan
sosiokultural masyarakat Indonesia.
Budaya lokal dihadapkan pada persaingan dengan budaya asing untuk menjadi
budaya yang dianut masyarakat demi menjaga eksistensinya. Daya tahan budaya
lokal sedang diuji dalam menghadapi penetrasi budaya asing yang mengglobal itu.
Permasalahannya, daya tahan budaya lokal relatif lemah dalam menghadapi serbuan
budaya asing. Perlahan tapi pasti, budaya lokal sepi peminat karena masyarakat
cenderung menggunakan budaya asing yang dianggap lebih modern.
Salah satu yang paling terlihat saat ini yaitu mulai memudarnya adat istiadat dan
tradisi yang dimiliki orang jawa, padahal kita tau bahwa kebudayaan jawa merupakan
salah satu budaya tertua bukan hanya di Indonesia tetapi di Asia dan menjadi salah
satu cikal bakal adanya bangsa ini. Walaupun di pulau jawa sendiri budaya local
mulai tergeser namun ada satu daerah yang terkenal sebagai penjaga kebudayaan,
tradisi dan perilaku nenek-moyang mereka. Daerah ini adalah kota Yogyakarta dan
desa-desa di sekitarnya. Dengan jelas Yogyakarta adalah satu kota yang sangat kaya
dalam tradisi dan cara hidup yang unik. Bagi mayoritas penduduk asli Yogyakarta,
pandangan pada pusat kraton dan sri sultan masih dianggap penting sebagai
kesinambungan cara hidup mereka dalam dunia ini yang tetap berubah. Walaupun
sekarang penduduk Yogyakarta cukup besar dan modern, kota ini adalah satu kota
yang masih terkenal sebagai penjaga kebudayaan Jawa dimana masyarakat tetap
melestarikan adat-istiadatnya.

D. Yogyakarta Sebagai Penjaga Budaya Jawa


Pada zaman modern, Yogyakarta dan sekitarnya tetap menikmati posisi ini
sebagai penjaga kebudayaan Jawa, khususnya pada saat status kawasan ini diubah
menjadi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), dan kemudian salah satu propinsi
Indonesia. Proklamasi merupakan moment penting dalam menciptakan sebuah
garisan gaib yang khusus untuk kota Yogyakarta dan sekitarnya. Setelah
proklamasinya, daerah istimewa ini memegang wibawa dan peran penting yang baru
untuk tetap menjaga dan melestarikan adat-istiadat yang ditaati nenek-moyang
mereka. Proklamasi ini juga penting agar perasaan bangga muncul di hati orang-orang
di masyarakat DIY dimana mereka melalui statusnya yang khusus, memegang
identitas sebagai penjaga kebudayaan Jawa yang kuno.
Sebab kebudayaan Jawa yang asli dari masyarakat-masyarakat di pulau Jawa
sudah berjalan selama puluh-puluhan generasi, berarti kebudayaan ini sudah sangat
kaya dalam unsur-unsur kebudayaan universal seperti sistem organisasi sosial,
pengetahuan, kesenian, religi dan bahasa. Lagipula, setelah puluh-puluhan generasi
kebudayaan Jawa ini tumbuh dari gagasan-gagasan saja tentang pergaulan antar
manusia dan pandangan dunia sampai ciptanya benda-benda yang memantulkan
identitas kongkret akan masyarakatnya.
Selain itu ada konsep kuno dari masyarakat Jawa yang mengatakan ada roh-roh
dimana-mana dan akibatnya harus waspada dalam segala hal supaya jangan membuat
mereka marah melainkan membuat mereka tenang. Tentu saja dari konsep religi ini
muncul strukturnya atau gagasan lain untuk menangani situasi ini dan bagaimana
tinggal dalam dunia yang diciptakan seperti ini (munculnya pandangan dunia).
Salah satu upaya dari pemerintah Yogyakarta dalam menjaga budaya jawa agar
tetap berkembang di era globalisasi dengan memajukan seni budya. Seperti sastra,
teater tradisi, seni rupa, seni musik, dan seni tari. Karya seni berupa sastra tulis
tersebut pada umumnya menceritakan tentang sejarah kehidupan dan perkembangan
Keraton sebagai pusat kebudayaan jawa. Berikutnya adalah sastra lisan jawa yang
juga bermacam-macam seperti, paribasan, Purwakanthi, tembang macapat, parikan,
dan cangkriman. Seni teter tradisi Seni teater merupakan salah satu cabang seni yang
populer bagi masyarakat Yogyakarta. Dahulu selain untuk tujuan hiburan, seni teater
juga sangat erat kaitanya dengan media penyebaran agama baik Hindu maupun Islam.
Kini seiring dengan perubahan zaman, seni teater di Yogyakartajuga mengalami
perkembangan dengan adanya pengkolaborasian berbagai unsur seni yang ada. Hasil
perkembangan tersebut dapat terlihat dari banyaknya jumlah bentuk teater dan jumlah
seni teater yang tersebar di seluruh DIY. Beberapa seni teater tradisi yang
berkempang yaitu, wayang kulit, wayang orang, ketoprak, sendratari Ramayana.
Seni Rupa di Yogyakarta berkembang sangat pesat. Meski memiliki beragam bentuk
seperti seni patung, seni rupa relief, seni lukis, seni rias dan banyak lagi, tak
menyurutkan ide kreatif para seniman Yogyakarta untuk terus berinovasi
menciptakan seni rupa yang khas akan nuansa kental kebudayaan Jawa khususnya di
Yogyakarta. Apalagi ditambah
dengan banyaknya jumlah galeri seni dan festival seni yang khusus menampilkan
hasil buah seni para seniman Yogyakarta ini. Selain itu padu padan seni rupa juga
sering diaplikasikan ke dalam tata ruang kota yang mampu meningkatkan atmosfer
Yogyakarta sebagai kota seni dan budaya.
Seni musik merupakan kesenian yang paling popular dari zaman dulu oring jawa
sudah mampu menghasilkan komposisi musik yang memiliki banyak makna dan
pembelajaran didalam setiap musiknya. Kesenian ini disebut dengan musik gamelan
yang dulu sering digunakan untuk menghibur keluarga kerjaan, juga untuk mengiringi
pagelaran wayang dan teater tradisi. Sampai saat ini pun musik gamelan masih sering
kita dengarkan bahkan banyak menggarap dengan dikolabiorasikan dengan musik
modern tanpa menghilangkan kekhasan dari musik gamelan tersebut.
Yang terakhir ada seni tari Seni Tari di Yogyakarta dibagi menjadi dua yaitu seni
tari kerakyatan yang sifatnnya berasal dari masyarakat, 52 diciptakan oleh
masyarakat, dilakukan oleh masyarakat dan di tunjukan untuk masyarakat, dan seni
tari klasik yang berasal dari lingkungan kerajaan Kraton dan Pakualaman yang
dilakukan untuk tujuan tertentu. Contoh tari kerakyatan adalah Angguk, Kunthulan,
Badui, Jabut, dan masih banyak lagi. Sementara itu tari klasik masih di bagi menjadi
dua bagian yaitu tari gaya Kraton Yogyakarta dan tari gaya Kadipaten Pakualaman.
Contoh tari gaya Kadipaten Pakualaman adalah Banjarsari, Beksanfloret, dan
Bedhaya Endhol-Endhol.
Tak hanya berupa kesenian tapi juga Bahasa, jawa memiliki Bahasa yang unuk
dan menarik. Bahasa Jawa merupakan bahasa asli orang Jawa baik yang bermukim di
wilayah DIY maupun penduduk daerah lain yang bermukim di Pulau Jawa. Bahasa
Jawa memiliki tingkatan dalam penggunaanya, yaitu ngoko (kasar), krama madya
(halus), dan krama inggil (sangat halus). Bahasa Jawa memiliki huruf sendiri yang
bernama Aksara Jawa.
Adapun adat istiadat yang sampai saat ini masih di lestarikan sampai saat ini.
Seperti yang telah disebutkan dalam potensi budaya yang dimiliki Yogyakarta
khususnya budaya dalam upacara adat, Yogyakarta memiliki 459 upacara adat yang
tersebar di seluruh DIY. Upacara adat tersebut seperti, sekaten, grebeg muludan,
tumplak wajik, labuhan upacara adat ini diselenggarakan setiap taun dan mampu
menarik wisatawan tidak hanya wisatawan local namun juga mancanegara.
Selain itu, dasar visi DIY 2025 yang salah satunya menyebutkan bahwa DIY
menjadi pusat kebudayaan di Asia Tenggara bukan tanpa alasan mengingat potensi
budaya yang dimiliki DIY adalah yang terbanyak di Indonesia. Disisi lain hampir
seluruh kebudayaan di Indonesia ada di DIY. Salah satunya bisa dilihat dari
banyaknya jumlah IKPM yang berdiri di 63 Yogyakarta. Dan identitas Yogyakarta
sebagai kota pelajar dimana banyak kalangan pelajar seluruh nusantara bahkan
mancanegara berbaur menjadi satu dalam kegiatan akademik di DIY. Maka tidaklah
heran jika tingkat multikulturalisme di DIY sangat tinggi. Apalagi hal ini juga
didukung dengan sifat toleransi antar suku dan budaya. Sehingga Yogyakarta mampu
menjaga budaya jawa eksis dan menjadi pusat peradaban jawa di era globalisasi
untuk mempertahankan kekayaan bangsa ini.

E. Kesimpulan
Globalisasi adalah sebuah kondisi tak terelakkan yang harus disikapi secara
strategis oleh semua negara, termasuk Indonesia. Prosesnya yang menyebar ke segala
arah menembus batas wilayah negara bangsa mendorong terciptanya lalu lintas
budaya lokal yang kemudian bermetamorfosis menjadi budaya yang dianut
masyarakat global. Akibatnya, budaya lokal menghadapi ancaman serius dari budaya
asing yang mampu secara cepat masuk ke dinamika kehidupan masyarakat lokal
melalui media komunikasi dan informasi.
Saat ini Yogyakarta merupakan salah satu titik temu kreativitas pusat kebudayaan
besar dunia. Keberagaman potensi budayanya tidak hanya datang dari kebudayaan
lokal DIY saja namun juga kebudayaan nusantara secara menyeluruh bahkan juga
telah mencangkup beberapa kebudayaan dari negara lain merupakan salah satu factor
potensial dan strategis yang mampu mengantarkan DIY menuju pembangunan
berkemajuan yang dapat disetarakan dengan pembangunan di negara-negara
lain.dengan tetap menjaga dan melestarikan budaya jawa di era modern seperti ini
Yogyakarta dapat menjadi pudat kebudayaan dimana didalamnya memuat tentang
sejarah dan perkembangan seni dan budaya DIY yang memiliki banyak bentuk dan
ragamnya yang hingga kini masih terjaga dan terlestari dengan baik.
Daftar Pustaka
Brata Ida Bagus. (2016). Kearifan BudayaLokal Perekat Identitas Bangsa. Jurnal Bakti
Saraswati. Diakses Pada Hari Minggu 20 Juli 2019. Pukul 00.00 WIB, 05(01), 9–16.
https://doi.org/10.1007/s11104-008-9614-4
Heppell, D. J. (2004). Penyebab dan Akibat Perubahan Kebudayaan Jawa di Yogyakarta.
Iii, B. A. B., Sejarah, A., Seni, P., & Kebudayaan, S. (n.d.). Bab iii yogyakarta sebagai pusat
kebudayaan. 45–72.
Mubah, A. S. (2011). Strategi Meningkatkan Daya Tahan Budaya Lokal dalam Menghadapi
Arus Globalisasi. Jurnal Unair, 24(4), 302–308. https://doi.org/10.1159/000322138

Anda mungkin juga menyukai