Disusun oleh:
Zahwa Allessandra (11170220000009)
Segala puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. Atas segala Rahmat dan Hidayah-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Sejarah Pariwisata dan Kewirausahaan,
yang berjudul Sejarah Pariwisata Provinsi Jawa Barat. Sholawat serta salam tetap tercurahkan
kepada nabi Muhammad SAW, yang mana telah membimbing kita semua, dan tak lupa
keluarganya, para sahabat dan pengikutnya sekalian.
Penulis juga sangat berterima kasih kepada dosen pengampu yang telah mempercayai
penulis untuk membuat makalah ini. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu
tugas mata kuliah Sejarah Pariwisata dan Kewirausahaan.
Akhir kata, penulis menyadari penyusunan makalah ini bukanlah karya yang sempurna
karena memiliki banyak kekurangan baik dalam hal isi maupun sistematika penulisan. Oleh
karena itu, penulis meminta maaf atas hal tersebut dan sangat menerima serta mengharapkan
kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
memberikan wawasan dan ilmu pengetahuan bagi penulis secara pribadi dan juga para pembaca
secara umumnya.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pengembangan kepariwisataan merupakan suatu keharusan, karena refreshing dan pleasure
merupakan suatu kebutuhan yang tidak bisa dihindarkan oleh setiap manusia. Kepadatan jam
kerja, kemacetan dan hiruk pikuk perkotaan, rutinitas bekerja, tekanan-tekanan hidup, dan
sebagainya, mendorong manusia atau individu untuk memiliki waktu luang (leisure time) guna
melepaskan diri dari ketegangan dan tekanan. Tentu saja dengan “gaya berwisata” yang berbeda
antara satu kelompok sosial dengan kelompok sosial yang lain. Keragaman motivasi dan tujuan
dari wisata pun, akan mewarnai pemilihan objek dan aktivitas wisata yang dipilih. Keragaman
segmentasi wisatawan berdasarkan berbagai kriteria inilah memungkinkan untuk
dikembangkannya berbagai objek, aktivitas, dan fasilitas wisata. 1
Jawa Barat menjadi salah satu daerah tujuan wisata di Indonesia yang menjadi prioritas untuk
dikembangkan setelah Bali dan DKI. Hal ini berdasarkan pada pertimbangan (1) Posisi strategis
dengan aksesibilitas yang bagus (2) Jawa Barat mempunyai objek dan daya tarik wisata yang
beragam, karena itu disebutr sebagai tirai Budaya Bangsa, (3) Jumlah penduduk Jawa Barat
banyak, potensial untuk menjadi wisatawan domestik; (4) Etnis Sunda sudah sangat tourism
minded dilihat sisi penawaran;, (5) Objek wisata di Jawa Barat memberikan variasi bila
dibandingkan dengan Jakarta yang bernuasa laut,
(6) Jawa Barat merupakan overlandnya Jawa dan Bali, bagi wisatawan yang datang dari Jakarta
menuju Yogya-Bali, atau sebaliknya. Kelemahannya adalah objek wisata umumnya homogen
perkawasan wisata, sehingga membuat wisatawan tidak ekstensif, belum dikembangkannya
Sense of Place yang menjadi karakter produk wisata di tiap kawasan/kabupaten, baik dalam
bentuk produk unggulan objek wisata maupun cendera mata. Sumberdaya wisata yang ada
umumnya masih berupa potensi-potensi, belum ditata, dikelola dan dipasarkan secara
profesional, termasuk gedung-gedung warisan budaya yang bernilai historis.2
2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah Jawa Barat ?
2. Destinasi Pariwisata Apa Saja yang Ada di Jawa Barat ?
3. Apa pengaruh Pariwisata terhadap Perekonomian Jawa Barat ?
3. Tujuan
1. Untuk mengetahui Sejarah Jawa Barat
2. Untuk mengetahui apa saja destinasi pariwisata yang ada di Jawa Barat
3. Untuk mengetahui pengaruh pariwisata terhadap ekonomi di Jawa Barat
1
http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/196001211985032-ENOK_MARYANI/Par_JABAR.pdf
2
Ibid.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pariwisata
Pariwisata Merupakan suatu perjalanan yang dilakukan seseorang untuk sementara waktu
yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat yang lain dengan meninggalkan tempat
semula dan dengan suatu perencanaan atau bukan maksud untuk mencari nafkah di tempat
yang dikunjunginya, tetapi semata-mata untuk menikmati kegiatan pertamasyaan atau
rekreasi untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam.3 Objek dan daya tarik wisata
merupakan salah satu unsur penting dalam dunia kepariwisataan. Dimana objek dan daya
tarik wisata dapat menyukseskan program pemerintah dalam melestarikan adat dan budaya
bangsa sebagai asset yang dapat dijual kepada wisatawan. Objek dan daya tarik wisata dapat
berupa alam, budaya, tata hidup dan sebagainya yang memiliki daya tarik dan nilai jual untuk
dikunjungi ataupun dinikmati oleh wisatawan. Dalam arti luas, apa saja yang mempunyai
daya tarik wisata atau menarik wisatawan dapat disebut sebagai objek dan daya tarik wisata.
Undang-undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan menyatakan bahwa
pembangunan kepariwisataan dilakukan berdasarkan rencana induk pembangunan
kepariwisataan nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota, yang merupakan bagian integral dari
pembangunan jangka panjang nasional (pasal 8 ayat (1) dan (2)). Rencana Induk
Pembangunan Kepariwisataan tersebut diatur dalam peraturan pemerintah atau peraturan
daerah Provinsi/Kabupaten/Kota. Pasal 8 UU No. 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan PP
No 50 tahun 2011. perlu direncanakan agar dapat memenuhi tujuan dan sasaran
pembangunan kepariwisataan perlu direncanakan agar dapat memenuhi tujuan dan sasaran
pembangunan. Pembangunan kepariwisataan jelas merupakan bagian dari pembangunan
nasional yang utuh, pembangunan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang tak
terbatas kepada pembangunan fisik saja. Dalam perda No.1 Tahun 2004 tentang Rencana
Strategis Pemerintah Provinsi Jawa 2 Barat, tersurat bahwa pembangunan dan
pengembangan sektor pariwisata memegang peranan penting untuk pengembangan wilayah,
melalui pengembangan kawasan andalan yang terdapat di Provinsi Jawa Barat, secara
internal pengembangan pariwisata ini diharapkan turut menyumbang bagi peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan secara eksternal diharapkan mampu menjadi sektor utama
yang memberikan pemerataan kesejahteraan pada wilayah sekitarnya. Dalam pengembangan
suatu objek wisata harus memenuhi beberapa kriteria pengembangan pariwisata agar obyek
tersebut diminati pengunjung, yaitu 1. Something to see adalah obyek wisata tersebut harus
mempunyai sesuatu yang bisa di lihat atau di jadikan tontonan oleh pengunjung wisata.
Dengan kata lain obyek tersebut harus mempunyai daya tarik khusus yang mampu untuk
menyedot minat dari wisatawan untuk berkunjung di obyek tersebut. 2. Something to do
adalah agar wisatawan yang melakukan pariwisata di sana bisa melakukan sesuatu yang
berguna untuk memberikan perasaan senang, bahagia, relax berupa fasilitas rekreasi baik itu
arena bermain ataupun tempat makan, terutama makanan khas dari tempat tersebut sehingga
3
https://elib.unikom.ac.id/files/disk1/584/jbptunikompp-gdl-herdiansya-29154-8-unikom_h-i.pdf
mampu membuat wisatawan lebih betah untuk tinggal di sana. 3. Something to buy adalah
fasilitas untuk wisatawan berbelanja yang pada umumnya adalah ciri khas atau icon dari
daerah tersebut, sehingga bisa dijadikan sebagai oleh-oleh. (Yoeti, 1985).
B. Sejarah Jawa Barat
Abad ke-5
Kerajaan Tarumanagara
Jawa Barat pada abad ke-5 merupakan bagian dari Kerajaan Tarumanagara. Prasasti peninggalan
Kerajaan Tarumanagara banyak tersebar di Jawa Barat. Ada tujuh prasasti yang ditulis dalam
aksara Wengi (yang digunkan dalam masa Palawa India) dan bahasa Sansakerta yang sebagian
besar menceritakan para raja Tarumanagara.
Abad ke-8
Kerajaan Sunda/Padjajaran
Setelah runtuhnya kerajaan Tarumanagara, kekuasaan di bagian barat Pulau Jawa dari Ujung
Kulon sampai Kali Serayu dilanjutkan oleh Kerajaan Sunda. Salah satu prasasti dari zaman
Kerajaan Sunda adalah prasasti Kebon Kopi II yang berasal dari tahun 932. Kerajaan Sunda
beribukota di Pakuan Pajajaran (sekarang kota Bogor).
Abad ke-16
Kesultanan Cirebon
Pada abad ke-16, Kesultanan Demak tumbuh menjadi saingan ekonomi dan politik Kerajaan
Sunda. Pelabuhan Cerbon (kelak menjadi Kota Cirebon) lepas dari Kerajaan Sunda karena
pengaruh Kesultanan Demak. Pelabuhan ini kemudian tumbuh menjadi Kesultanan Cirebon yang
memisahkan diri dari Kerajaan Sunda. Pelabuhan Banten juga lepas ke tangan Kesultanan
Cirebon dan kemudian tumbuh menjadi Kesultanan Banten.
Abad ke-17
Belanda melalui VOC mulai memasuki Jayakarta.
Abad ke-19
Kekuasaan VOC - Belanda semakin terasa di wilayah Jawa Barat.
1925
Hindia Belanda membentuk Provinsi Jawa Barat. Pembentukan provinsi itu sebagai pelaksanaan
Bestuurshervormingwet tahun 1922, yang membagi Hindia Belanda atas kesatuan-kesatuan
daerah provinsi.
17 Agustus 1945
Jabar bergabung menjadi bagian dari Republik Indonesia.
19 Agustus 1945
HARI JADI PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT
Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengumumkan Jawa Barat sebagai
salah satu dari 8 Provinsi di Indonesia. Selanjutnya, melalui Perda Nomor 26 Tahun 2010
tentang Hari Jadi Pemerintah Provinsi Jawa Barat, menetapkan tanggal 19 Agustus sebagai Hari
Jadi Pemerintah Provinsi Jawa Barat
27 Agustus 1945
Jawa Barat menjadi Negara Pasundan yang merupakan salah satu negara bagian dari Republik
Indonesia Serikat
1950
Jawa Barat kembali bergabung dengan Republik Indonesia.4
Daftar Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat – Provinsi Jawa Barat adalah salah satu
Provinsi yang terletak di Pulau Jawa. Provinsi yang biasanya disingkat dengan JABAR ini
berbatasan dengan Provinsi Banten di sebelah baratnya dan Provinsi Jawa Tengah di sebelah
Timurnya. Sedangkan dibagian Barat Laut Provinsi Jawa Barat berbatasan dengan Ibukota
Negara kita yaitu DKI Jakarta. Provinsi Jawa Barat didirikan pada tanggal 04 Juli 1950
berdasarkan Dasar Hukum UU No. 11Tahun 1950 yang juga meliputi wilayah Banten. Namun
sejak adanya pemekaran wilayah Banten menjadi Provinsi pada bulan November tahun 2000,
Banten kini telah menjadi Provinsi sendiri dengan nama Provinsi Banten.
Secara Geografis, Provinsi Jawa Barat terletak di 5°50’ – 7°50’ Lintang Selatan dan 104°48’ –
108°48’ Bujur Timur. Provinsi Jawa Barat yang memiliki luas wilayah 35.377,76 Km2 ini
merupakan Provinsi dengan Jumlah Penduduk Terbanyak di Indonesia yaitu sekitar 42.332.370
jiwa atau sekitar 16,5% dari keseluruhan jumlah penduduk Indonesia. Ibukota Provinsi Jawa
Barat adalah Kota Bandung.
Daftar Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat
Secara Administratif, Provinsi Jawa Barat terdiri dari 18 Kabupaten dan 9 Kota. Berikut ini
adalah daftar 18 Kabupaten dan 9 Kota di Provinsi Jawa Barat beserta Ibukota dan Luas
wilayahnya.
4
http://disparbud.jabarprov.go.id/wisata/
Kabupaten Bogor Cibinong 2.710,62 km²
4
1. Pendopo Bandung
Pendopo bandung adalah bangunan pemerintahan bupati Bandung pada era RA. Wiranata
Kusumah (1794 – 1829). Dibangun tahun 1811 dan selesai pada tahun 1812. Pendopo ini untuk
kediaman wali kota Bandung. Arsitektur pendopo merupakan arsitektur limas yang tak
berdinding. Bagian dari pendopo ada ruang kenegaraan, lonceng VOC, taman pendopo, selasar
pendopo yang berisi gang integritas bangsa dan sketsel (pemisah ruangan terbuat dari kayu jati
bermotif batik, kujang, dan gamelan sunda).
Pendopo Kota Bandung hanya menjadi rumah dinas Wali Kota Bandung. Padahal
bangunan itu merupakan bangunan pertama yang menjadi pusat pemerintahan Kabupaten
Bandung. Pendopo juga menjadi bangunan pertama yang dibangun di kawasan Alun-alun
Bandung.
Pembangunan pendopo merupakan satu kesatuan dengan pembangunan Jalan Pos atau
Grote Postweg yang dilakukan oleh Gubernur Jendral Daendels. Pada awal didbangun, pendopo
menjadi pusat pemerintahan Bupati Bandung. Semula pusat pemerintahan dipusatkan di
Dayeuhkolot (Kota Lama), jaraknya sekitar 10 km dari Jalan Raya Pos yang sedang dibangun.
Meski menjadi rumah dinas wali kota, namun Pendopo terbuka untuk warga yang hendak
berkunjung. Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung menyediakan waktu berkunjung untuk warga
Kota Bandung menikmati bangunan yang pada tanggal 26 Februari 2011 mendapat penghargaan
dari organisasi Bandung Heritage sebagai bangunan bersejarah yang terawat keasriannya ini.
2. Keraton Kacirebonan
Berdirinya Keraton Kacirebonan berawal dari perlwanan Pangeran Raja Kanoman
terhadap Penjajah Belanda, sehingga beliau di buang ke Ambon dan kehilangan hak-
haknya sebagai seorang putera sultan. Di buangnya Pangeran Raja Kanoman ke Ambon
ternyata tidak menyurutkan api perlawanan para pengikut setianya di Cirebon, yang
menuntut di pulangkannya kembali Pangeran Raja Kanoman ke Cirebon.
Keraton Kacirebonan adalah Keraton yang ke tiga dan termuda terkecil di Cirebon.
Keraton Kacirebonan terletak di Jalan Pulasaren No. 49 Cirebon. Keraton Kacirebonan
walaupun secara fisik merupakan Keraton terkecil di Cirebon namun didalamnya terdapat
berbagai khasanah budaya, yang dipimpin seorang sultan sebagai pemangku adat turun
temurun. Latar belakang lahirnya Kecerbonan, sebelum menceritakan Kacirebonan
berawal dari kehadiran penjajah di bumi Cirebon sejak tahun 1681 setelah mengadakan
perjanjian Cirebon dan Kompeni. Belanda berhasil mengatur , memperlemah bahkan
memperalat kedudukan kasultanan di Cirebon dalam rangka untuk mencapai tujuan untuk
kepentingan-kepentingan Belanda ( compagnie ). Keraton merupakan posisi yang
strategis dan merupakan simbol kekuasaan lokal tentunya sangat dipatuhi oleh rakyatnya.
Keraton Kecirebonan dibangun tahun 1800, banyak menyimpan benda-benda
peninggalan sejarah seperti Keris Wayang, perlengkapan perang, hingga gamelan.
Fisik bangunan komplek Keraton Kacirebonan di bangun tahun 1814 dengan perpaduan
arsitektur tradisional dan colonial di kelilingi tembok setinggi dua setengah meter yang terdiri
dari :
1. Alun-alun keraton.
3. Paseban Wetan dan Paseban Kulon, sebagai pos jaga keratin dan sebagai penerima tamu
untuk kunjungan ke Keraton.
5. Dua Pintu Kliningan terletak di sebelah kanan dan kiri gerbang Selamatangkep, berfungsi
sebagai pitu keluar masuk menuju angunan utama keratin.
6. Prabayaksa, berfungsi sebagai tempat utama pelaksanaan tradisi keratin dan penyambutan
tamu kehormatan.
7. Kamar jimat, tempat panyimpanan Tujuh Piring Panjang dan pasaka (properti) tradisi Panjang
Jimat.
11. Gedung Pusaka (Museum Alit) tempat penyimpanan koleksi benda-benda pusaka keratin.
12. Gedung Ijo tempat pesanggrahan abdi dalem dan dapur Mulud.
13. Langgar Keramat (Langgar Keraton), tempat sholat berjamaah di ligkungan keratin terletak
di luar tembok keratin.
14. Gedung Pangeran Patihan terletak di luar tembok keraton.
Gedung Pusaka (Museum Alit) Keraton Kacirebonan adalah bangunan baru tempat
penyimpanan koleksi benda-benda pusaka yang erat kaitannya dengan sejarah eksistensi
Kasultanan Kacirebonan dan perkembangan Cirebon. Gedung ini di bangun pada tahun 2007. Di
dalam gedung pusaka keratin Kacirebonan tersimpan koleksi benda-benda sebagai berikut :
10. Koleksi senjata pusaka Keraton Kacirebonan seperti tombak, pedang, dan lain sebagainya.
3. Pendopo Cirebon
Perjalanan sejarah Kota Cirebon setelah masa kesultanan ditandai beberapa peninggalan
bangunan yang didirikan pada masa kolonial. Salah satu peninggalan bangunan lama tersebut
adalah Pendopo Kabupaten dan Rumah Dinas Bupati. Bangunan ini berada di Jl. Kartini yang
secara administratif berada di wilayah Kelurahan Kejaksan, Kecamatan Kejaksan tepatnya pada
koordinat 06º 43' 623" Lintang Selatan dan 108º 33' 612" Bujur Timur.
Rumah Dinas Bupati Cirebon berdiri pada lahan seluas ±18.150 m2 . Pada situs ini terdapat dua
bangunan utama, yaitu Pendopo dan Rumah Dinas yang berada di belakangnya. Luas kedua
bangunan itu ± 3.200 m2 . Kompleks ini dikelilingi pagar tembok setinggi lebih dari 2 m pada
sebelah selatan dan barat serta pagar besi pada sebelah timur dan utara. Pintu gerbang berbentuk
candi bentar yang dibangun belakangan terletak di sebelah timur dan barat. Sebagian pelataran
yang biasa digunakan mobilitas dilapisi dengan aspal, sisanya kerapkali dijadikan tempat
merumput beberapa ekor rusa yang dibiarkan hidup lepas, di bawah rindangnya pohon beringin,
mangga, serta beberapa tanaman keras dan tanaman hias.
Pendopo merupakan bangunan terbuka tanpa dinding dengan atap genteng berbentuk joglo,
ditopang tiang kayu jati yang berdiri di lantai keramik. Pada tahun 1925 atap bagian atas
pendopo dipasang plafon dari kayu jati berukir, yang ditempelkan pada empat tiang. Sementara
rumah dinas dibangun dalam langgam bangunan kolonial, dengan material utama bata merah,
batu, pasir, kapur, kayu jati, marmer dan tegel. Gedung ini dibangun sejaman dengan
pembangunan Masjid At Taqwa yang berdiri di sebelah barat laut kompleks ini.
Menurut sumber tradisi kabupaten telah terbentuk sejak masa pemerintahan Panembahan Ratu
(abad ke-17). Dengan demikian, pembangunan pendopo telah dirintis sejak masa itu. Namun
sumber lain menyebutkan, bahwa peranan bupati nampak menonjol pada masa Pemerintahan
Hindia Belanda. Pada masa itu bupati diangkat oleh residen, dan berfungsi sebagai perantara
kepentingan pemerintah terhadap penduduk pribumi. Mereka ditunjuk dari kalangan bangsawan
dan atau elite pribumi. Salah seorang bupati yang direkrut dari kalangan “bangsawan” adalah
R.T Natadiningrat (1814-1816). Berdasarkan keterangan tersebut maka dapat diperkirakan,
bahwa pendopo Kabupaten Cirebon dibangun pada awal abad ke 19. Pada tahun 1800-an
misalnya, gedung ini telah digunakan sebagai Rumah Dinas R Simuk (Muchamad), Bupati
Cirebon yang pertama.
Pusat pemerintahan
Kawasan Pendopo Kabupaten Cirebon dirancang sebagai pusat pemerintahan pribumi sebagai
realisasi politik desentralisasi pemerintahan di Hindia Belanda awal Abad XX. Kawasan
tersebut dirancang dengan memertimbangkan seni bina kota yang menyinergikan konsep,
struktur, serta elemen-elemen pengaruh sistem pemerintahan modern barat dengan pemerintahan
tradisi adat setempat yang dilandasi semangat ”politik etis” yang popular saat itu.
”Politik etis” mengusung tiga kebijakan pemerintahan berkaitan dengan edukasi (pendidikan),
emigrasi (perpindahan penduduk), dan irigasi atau sistem pengairan. Di depan alun-alun
Kejaksan sebelah timur berdiri kokoh rumah dinas Asisten Resident Cheribon sebagai
representasi pemerintahan barat untuk mengawasi pemerintahan tradisional yang dijalankan di
pendopo kabupaten, di sebelah utara alun-alun Kejaksan terdapat Hotel Wilhelmina (Hotel
Ribrink kemudian berubah nama menjadi Grand Hotel Cheribon) tempat meneer Welanda
menginap ketika berkunjung ke Cirebon.
Suasana kawasan pendopo kabupaten masih sangat asri saat itu dengan vegetasi pohon asem
jawa yang rindang berjajar rapi di sepanjang Jalan Cangkring dan Kejaksan (sekarang Jalan
Siliwangi). Bila malam hari, ujung perempatan Pendopo Kabupaten Cirebon diterangi dengan
lampu gas. Berjajar dekat pendopo kabupaten ke arah barat, berseberangan dengan Tajug Agung
Kabupaten dibangun native school sebuah sekolah bumiputra tempat anak-anak pribumi Cirebon
belajar membaca, menulis, dan berhitung.
4. Keraton Kanoman
Keraton Kanoman Cirebon adalah salah satu dari dua bangunan kesultanan Cirebon. Setelah
berdiri keraton Kanoman pada tahun 1678 M, kesultanan Cirebon terdiri dari keraton
Kasepuhan dan keraton Kanoman.
Keraton Kanoman Cirebon taat memegang adat-istiadat dan pepakem, di antaranya
melaksanakan tradisi Grebeg Syawal,seminggu setelah Idul Fitri dan berziarah ke makam
leluhur, Sunan Gunung Jati di Desa Astana, Cirebon Utara. Kraton Kanoman merupakan
komplek yang luas, yang terdiri dari bangunan kuno. salah satunya saung yang bernama bangsal
witana yang merupakan cikal bakal Kraton yang luasnya hampir lima kali lapangan sepak bola.
Hal yang menarik dari Keraton di Cirebon adalah adanya piring-piring porselen asli Tiongkok
yang menjadi penghias dinding semua keraton di Cirebon. Tak cuma di keraton Kanoman
Cirebon, piring-piring keramik itu bertebaran hampir di seluruh situs bersejarah di Cirebon. Dan
yang tidak kalah penting dari Keraton di Cirebon adalah keraton selalu menghadap ke utara.
Dan di halaman ada patung harimau sebagai lambang Prabu Siliwangi. Di depan keraton selalu
ada alun-alun untuk rakyat berkumpul dan pasar sebagai pusat perekonomian, di sebelah timur
keraton selalu ada masjid.
Bangunan Keraton Kanoman Cirebon menghadap ke utara. Di luar bangunan Keraton terdapat
sebuah bangunan bergaya arsitektur Hindu yang disebut dengan Balai Maguntur. Bangunan ini
berfungsi sebagai tempat kedudukan saat Sultan berpidato atau menghadiri upacara, seperti apel
prajurit atau menyaksikan penabuhan gamelan Sekaten.
Di keraton Kanoman Cirebon masih terdapat peninggalan Sunan Gunung Jati, seperti dua buah
kereta bernama Paksi Naga Liman dan Jempana yang masih terawat baik dan tersimpan di
museum. Tidak jauh dari kereta, terdapat bangsal Jinem atau pendopo untuk menerima tamu,
juga tempat penobatan Sultan dan pemberian restu sebuah acara seperti Maulid Nabi.
Di bagian tengah keraton Kanoman Cirebon, terdapat kompleks bangunan bernama Siti Hinggil.
Di depan keraton juga terdapat alun-alun yang berfungsi sebagai tempat berkumpul warga sekitar
atau tamu yang hendak menghadap Sultan Anom.
Lokasi Keraton : Kraton Kanoman Cirebon terletak di Kelurahan Pekalipan, Kecamatan
Kanoman Utara, Kota Cirebon, Provinsi Jawa Barat.
Kraton Kanoman hanya berjarak sekitar 600 m sebelah utara dari Kraton Kasepuhan.
Akses Keraton Kanoman : Dibandingkan akses keraton Kasepuhan, akses keraton kanoman
Cirebon memang kurang mencolok. Lokasi Keraton Kanoman terletak di belakang pasar
Kanoman. Pengunjung yang tidak ditemani warga lokal, mungkin akan kesulitan saat mencari
lokasi Keraton Kanoman Cirebon.
Pengunjung harus melewati pasar dahulu. Baru setelah keluar pasar dan melewati lapangan,
pengunjung bisa sampai ke keraton. Gerbang keraton Kanoman Cirebon dihiasi piring keramik
dari Tiongkok, dan terdapat beberapa kandang mini yang berisi binatang peliharaan.
Tiket masuk keraton Kanoman Cirebon sangat murah, hanya Rp 7.000. Hal ini mungkin karena
faktor pengelolaan. Keraton Kanoman Cirebon tampaknya tidak dikelola seserius Keraton
Kasepuhan dalam hal sebagai objek tujuan wisata.
Daya Tarik keraton Kanoman :
Tujuh sumur keraton
Di Keraton Kanoman Cirebon ini terdapat 7 sumur. Di antara 7 sumur itu terdapat 2 sumur yang
berada di dalam kedaton dan hanya bisa dilihat pada hari-hari tertentu saja seperti pada Maulid
Nabi. Sumur-sumur tersebut di percaya memiliki keutaman dan fungsi sesuai dengan kemauan
yang punya hajat. Sumur-sumur ini berada di Kebon Jimat, sebuah tempat sakral dan tempat
privasi keluarga Keraton Kanoman Cirebon.
Salah satunya Sumur Penganten yang merupakan peninggalan sejak jaman Wali Songo. Sumur
ini dipercaya mempermudah kaum perempuan supaya mendapatkan jodoh dengan mandi di sini.
Selain mandi, wisatawan juga dapat mangambil airnya.
Pusat Peradaban Cirebon
Dahulu Keraton Kanoman merupakan pusat peradaban Cirebon. Namun karena terdapat masalah
internal, kemudian pecah menjadi 3 keraton yaitu Keraton Kacirebonan, Kesepuhan, dan
Keprabon.
Jejak sejarah yang lekat dengan Sunan Gunung Jati terdapat di Keraton Kanoman, yang hingga
saat ini masih dilestarikan. Biasanya upacara ziarah Makam Sunan Gunung Jati masih terus
dilakukan setiap tahun dengan tajuk Grebeg Syawalan.
Halaman Jinem Kanoman
Halaman Jinem merupakan halaman ring 2. Halaman ini yang berbentuk L, melindungi bagian
inti Keraton Kanoman Cirebon dari arah timur, selatan dan barat dari halaman insti iastana. Pada
halaman ini terdapat beberapa bangunan yaitu, Gedong Pusaka, Paseban Singabrata, Jinemdan
Bale Semirang.
Sanggar Kemuning merupakan sebuah bangunan yang berada di sebelah timur dari pintu masuk
halaman Lawang Seblawong, bangunan ini berfungsi sebagai tempat menaruh peralatan
gamelang dan kesenian.
Gedong Pusaka merupakan bangunan yang menghadap ke arah barat. Bangunan berbentuk
persegi panjang dan berfungsi sebagai tempat menyimpan pusaka kesultanan Kanoman. Pusaka
yang tersimpan di sini diantaranya adalah kereta Paksinagaliman dan kereta Jempana.
Paseban Singabrata merupakan tempat jaga perwira keraton Kanoman Cirebon. Paseban
Singabrata ini menghadap ke arah barat, berukuran 8 x 10 meter, berlantai keramik dan
merupakan bangunan terbuka tanpa dinding. Pada bangunan ini hanya terdapat beberapa tiang
yang menopang atap berbentuk limasan. Paseban Singabrata juga berfungsi sebagai ruang tunggu
menghadap sultan.
Jinem merupakan bagian dari istana sultan yang menjorok keluar, menghadap utara dan
berukuran 12 x 8 meter serta berlantai keramik. Jinem ini berfungsi sebagai tempat para
pembesar menghadap Sultan Keraton Kanoman Cirebon.
Bale Semirang merupakan bangunan yang menghadap ke arah timur, berbentuk persegi panjang
dengan ukuran 3 x 6 x 3 meter serta berlantai semen. Bale Semirang merupakan bangunan
sederhana yang terbuka (tanpa dinding) dengan berbentuk limasan. Bale Semirang berfungsi
sebagai tempat bermusyawarah dengan sultan atau sebagai tempat memberi informasi.
Halaman Keraton Kanoman
Halaman ini adalah bagian inti istana. Pada halaman ini terdapat tempat tinggal keluarga
kerajaan, Kaputren dan Pulantara.
Halaman keraton Kanoman Cirebon merupakan halaman yang berada di sebelah selatan halaman
Jinem Kanoman. Antara halaman Jinem Kanoman dengan halaman Keraton Kanoman dibatasi
pagar dengan tinggi sekitar 2 meter.
Kaputren merupakan tempat tinggal putra dan putri sultan. Bangunan yang bergaya kolonial ini
dibangun oleh Sultan Anom III, Pangeran Raja Adipati (PRA) Alimuddin, sebelumnya anak-
anak Sultan Anom tinggal di Pulantara.
Pulantara merupakan bangunan yang dikelilingi pepohonan yang berada di ujung timur halaman
keraton Kanoman Cirebon. Gedung berbentuk persegi panjang dengan ukuran panjang 24,8
meter, lebar 13 meter, dan tinggi 9,5 meter dan menghadap ke arah selatan.
Pulantara dibangun tidak lama setelah keraton Kanoman Cirebon berdiri, didirikan oleh Elang
(Pangeran) Purbaya, putra dari Sultan Mohammad Badriddin (Sultan Anom I) sekitar 1600-an
sebagai tempat tinggal untuk anak-anak Sultan. Namun setelah Sultan Anom III Alimuddin
mendirikan Kaputren maka Pulantara difungsikan sebagai tempat tinggal para prajurit kesultanan
Kanoman.
Pada masa Pangeran Raja (PR) Dzulkarnaen berkuasa menjadi Sultan Anom VIII,Beliau
kemudian menjadikan Pulantara sebagai tempat menyimpan benda-benda pusaka yang akan
dipergunakan untuk acara maulid nabi Muhammad saw.
Bagi yang tertarik dengan wisata religi, dalam jarak 1 km dari keraton Kanoman Cirebon,
terdapat mesjid dengan arsitektur cukup unik. Bangunan mesjid memiliki unsur nuansa Hindu.
Ini mengingatkan pada mesjid agung demak. Mesjid itu bernama Mesjid Merah Panjunan.
5. Museum Kanoman
Di keraton ini, tersimpan peninggalan-peninggalan bersejarah. Mulai dari kereta milik keraton,
peralatan rumah tangga, hingga senjata-senjata keraton. Salah satu kereta kerajaan legendaris
yang tersimpan di sini adalah Paksi Naga Liman. Kreta berbahan kayu sawo ini dibuat oleh
Pangeran Losari pada tahun 1350 Saka atau 1428 Masehi.
Gedong Pusaka merupakan bangunan yang menghadap ke arah barat. Bangunan berbentuk
persegi panjang dan berfungsi sebagai tempat menyimpan pusaka kesultanan Kanoman. Pusaka
yang tersimpan di sini diantaranya adalah kereta Paksinagaliman dan kereta Jempana.
Di Kompleks Keraton Kanoman terdapat gedung yang berfungsi sebagai tempat untuk
menyimpan dan merawat benda-benda kuno peninggalan keraton. Berlokasi di Jalan Winaon,
Kampung Kanoman, Kecamatan Lemah Wungkuk, Cirebon. Museum yang bernama Gedung
Pusaka Keraton Kanoman ini memamerkan segala bentuk benda, mulai dari gamelan, tombak,
ukiran dinding, hingga kereta kencana.
Memasuki area museum, pengunjung akan disambut Kereta Kencana Paksi Naga Liman dan
Kereta Jempana. Kedua kereta ini dibuat pada tahun 1428 M atas prakarsa Pangeran Losari.
Kereta yang menggunakan kayu sawo sebagai bahan utama pembuatannya ini digunakan
terakhir kali pada tahun 1933. Saat itu, Sultan Raja Muhammad Dzulkarnaen atau Sri Sultan
Kanoman ke VIII masih memimpin Keraton Kanoman.
Kereta Kencana Paksi Naga Liman memiliki bentuk hewan yang bersayap, berkepala naga,
dan memiliki belalai seperti gajah. Bentuk ini mengadopsi 3 budaya sekaligus, yaitu budaya
Islam yang disimbolkan dengan burung, Cina dengan kepala naga, dan Hindu yang
dilambangkan dengan belalai gajah.
Kereta Paksi Naga liman juga memiliki teknologi yang sangat maju di zamannya. Hal ini
terletak pada sayap yang mampu bergerak saat kereta dijalankan. Ini berguna sebagai
pendingin saat sultan menaiki kereta ini. Sedangkan Kereta Kencana Jempana merupakan
kereta kebesaran Ratu Dalem atau permaisuri kesultanan Cirebon.
Jempana dalam bahasa Cirebon berarti Jemjeming Pengagem Manahayang yang bermakna
Keteguhan hati. Ini dimaksudkan agar permaisuri bisa memegang teguh amanat yang
diembannya sebagai pendamping Sultan Keraton.
Kereta Jempana juga memiliki ukiran berbentuk mega mendung. Motif ini telah menjadi
landasan dalam pembuatan motif batik Cirebon yang telah dikenal seluruh nusantara.
Selain kereta kebesaran, museum ini juga menyimpan benda kuno lainnya, seperti ukiran
dinding Paksi Naga Jalma, yaitu manusia yang memiliki rupa burung berbadan manusia dan
berkulit naga.
Ada juga koleksi peti yang berasal dari Mesir. Ini dapat dilihat dari hiasan yang terpampang
pada bagian luar peti. Dahulu, peti ini digunakan oleh Sunan Gunung Jati dan ibunya Nyai
Mas Ratu Raransantang saat hijrah dari Mesir menuju Cirebon.
Di sudut lain museum, kursi berumur hampir 700 tahun terpajang bersama dengan patung
cupid pemberian jenderal Inggris Sir Thomas Raffles. Saat masih digunakan, kursi yang diberi
nama Gading Gilang Kencana ini diperuntukan bagi Putra Mahkota Kerajaan Padjajaran yaitu
Pangeran Walangsungsang. Pangeran Walangsungsang adalah salah satu tokoh cikal bakal
adanya kesultanan di Cirebon.
6. Keraton Kasepuhan
Keraton Kasepuhan Cirebon merupakan salah satu wisata heritage yang ada di Cirebon, Jawa
Barat selain Keraton Kanoman, dan Keraton Kacirebonan. Keraton di Kota udang ini menjadi
saksi episentrum kebudayaan yang ada sampai sekarang. Sisa-sisa bangunan Kerajaan Cirebon
menjadi daya tarik wisata lokal maupun manca negara.
Keraton Kasepuhan juga terdapat museum yang cukup lengkap dan berisi benda pusaka dan
lukisan koleksi kerajaan. Salah satu koleksi yang dikeramatkan yaitu Kereta Singa
Barong. Selain memiliki pemandangan cagar budaya yang eksotis, banyak sekali pesan dan ilmu
yang didapatkan saat berkunjung ke Keraton Kasepuhan Cirebon.
Keraton Kasepuhan menjadi keraton pertama yang berdiri di Cirebon. Keraton ini didirikan pada
tahun 1529 oleh Pangeran Mas Mochammad Arifin II yang menggantikan tahta dari Sunan
Gunung Jati pada tahun 1506. Keraton Kasepuhan merupakan keraton terbesar dan tertua di kota
ini.
Keraton tersebut memiliki arsitektur gabungan dari elemen kebudayaan Islam, Cina, dan
Belanda. Pada umumnya, ciri khas bangunan keraton ialah selalu menghadap ke utara dan
terdapat sebuah masjid di dekatnya. Keraton Kasepuhan dikelilingi oleh tembok bata berwarna
merah dengan bangunan utamanya yang berwarna putih.
Selain itu, setiap keraton di Cirebon mempunyai alun-alun sebagai tempat berkumpul, pasar, dan
patung macan di taman atau halaman sebagai perlambang dari Prabu Siliwangi, tokoh sentral
terbentuknya Kerajaan Cirebon.
Keraton Kasepuhan memiliki bangunan-bangunan sisa Kerajaan Cirebon yang bisa menjadi daya
tarik wisata di Keraton Kasepuhan. Bangunan seperti Bangsal Panembahan, Bangsal
Parabayaksa, Bangsal Pringgadani, Gajah Nguling, Jinem Pangrawit, Jinem Arum, Langgar Alit,
Bunderan Dewan Daru, Museum Kereta Barong, Gapura Gledegan, Langgar Agung, Gapura
Loncenga, Siti Inggil, Lapangan Giyanti, Jembatan Pangruwit, dan Pancaratna semua dijadikan
objek wisata yang banyak dilirik wisatawan lokal maupun asing.
Selain itu, banyak juga fasilitas yang ada di Keraton Kasepuhan seperti Bangsal Pagelaran
sebagai tempat aula diadakan acara-acara, pemandian sumur, sarana ibadah, sarana kebersihan,
museum, pendampingan petugas, toilet, aula, lapangan parkir.
Untuk menunjang wisata heritage keraton Kasepuhan, maka dibangun beberapa fasilitas baru
yaitu Kasepuhan Gallery & Cullinary. Di restauran ini terdapat menu makanan khas Cirebon
seperti nasi jamblang, nasi lengko, mie kocok, empal gentong, docang, tahu gejrot, aneka jus,
kopi, dan teh poci. Sementara souvenir yang dijual terdiri dari batik, kerajinan, aksesoris
Akses yang dapat ditempuh untuk menuju Keraton Kasepuhan Cirebon sangat beragam.
Beragam moda transportasi berada di sekitar Keraton Kasepuhan, seperti becak, ojek, taxi, dan
angkutan umum. Sekitar 20 menit waktu yang dibutuhkan dengan naik becak menuju Keraton
Kasepuhan dari terminal Harjamukti ke timur laut sedangkan dari Stasiun Kejaksan ke arah
selatan membutuhkan waktu 30 menit.
Keraton Kasepuhan buka setiap hari yaitu pukul 08.00-18.00 WIB dengan tiket masuk sebesar
Rp 10.000 untuk pelajar, Rp 15.000 untuk umum, dan Rp 20.000 untuk turis mancanegara.
Wisatawan bukan hanya dapat menikmati pemandangan cagar budaya secara fisik. Di Keraton
Kasepuhan, setiap pemandu akan menceritakan sejarah, makna, dan pesan dari setiap
peninggalan kepada pengunjung.
7. Pendopo Cirebon
Dulunya milik kabupaten Cirebon ,Masjid Raya At Taqwa atau dulu Tajug Agung, awalnya
bukan milik Pemerintah Kota Cirebon. Dulunya masjid itu dinamai sebagai Tajung Agung. Dari
sini, juga terjawab pertanyaan mengapa Pendopo Bupati Cirebon hingga sekarang masih
digunakan untuk Rumah Dinas Bupati Cirebon. Lingkungan itu memang dirancang, dibangun
tahun 1903. Waktu itu bupati pertama adalah Raden Adipati Salmon Salam Soeria Adiningrat.
Pada masa pemerintah itu dibangun kawasan Alun-alun Kejaksaan. Disebutkannya pada tahun
1905 waktu itu pendopo dan alun alun sudah bisa digunakan. Tidak lama setelah Bupati Adipati
pada tahun 1906 dalam rangka desentralisasi UU di wilayah Kejaksaan dijadikan sebagai
gementee atau kota praja yakni tanggal 1 April 1906. Kemudian di wilayah Kota Cirebon
dijadikan ibukota kolonial yang multietnis.
Saat itu memang ada pembagian kelas warga. Warga pribumi masuk warga kelas III yang
dipimpin oleh bupati. Sedangkan warga Tionghoa dan Arab masuk warga kelas II, warga
Belanda dan Eropa masuk warga kelas I yang dipimpin oleh burger masteer atau walikota yang
saat itu dijabat JH Johan yang memerintah tahun 1920-1925. Tugas pemkot atau gementee ini
melayani kebutuhan orang Belanda dan orang kelas dua.
Puncaknya terbangun pusat gementee sebagai pusat pemeirntah yaitu Balaikota Cirebon pada
tahun 1927. Pada zaman walikota yang kedua RS Schotman. Kondisi ini terus berlangsung
sampai akhir kolonial Belanda 1942. Yang diganti pemerintahan militer Jepang tahun 1942-
1945. Sampai setelah kemerdekaan.
Seiring berjalannya waktu Tajug Agung waktu itu masih sederhana dan bangunan yang kecil.
Setelah kemerdekaan baru sekitar tahun 50-an, pengakuan kedaulatan baru sistem pemerintahan
diaktualisasikan. Dan disusun kembali. Yang dulu wilayah gementee jadi kota. Residen tersebut
jadi keresidenan. Otomatis pemerintah gementee dihapus sejak Jepang berkuasa. Akhirnya dibuat
administrasi wilayah antara kota dan kabupaten. Wilayah yang dulu Gementee Cirebon dijadikan
wilayah kota.
Sampai akhirnya berganti zaman Orde Lama eksistensi Tajug Agung sempat dimiliki oleh
Karesidenan Cirebon. Saat Orde Baru, sedikit demi sedikit fungsi kariesidenan dilikuidasi.
Apalagi saat pembangunan pembiayaan juga melibatkan dari pihak luar. Seperti Majalengka,
Kuningan, dan Indramayu. Sehingga bisa dikatakan Masjid Raya At Taqwa ini miliknya orang di
wilayah III Cirebon.
Hingga pada zaman Orde Baru perkembangan masyarakat akhirnya pusat Pemerintahan
Kabupaten Cirebon berpindah ke Sumber. Secara administratif perpindahan itu sejak 1979, tapi
proses pembangunan perlu waktu hingga secara de facto Pemerintahan Kabupaten Cirebon baru
pindah ke Sumber pada 1988. Sementara fungsi pendopo sebagai rumah dinas bupati berlaku
sampai saat ini.
Pada umumnya telah banyak yang telah mendengar dan mengetahui bahwa pendiri dan pemilik
gedung Paseban Tri Panca Tunggal dikenal dengan nama "Kiai Madrais" dan dikenal sebagai
pemimpin suatu aliran. Gedung ini juga dikenal dan disebut pula sebagai pusa Agama Djawa
Sunda. Ada pula yang menyebutnya keraton, karena Kiai Madrais dikenal pula sebagai
"Pangeran Madrais". Siapa dan berasal dari manakah sebetulnya Kiai Madrais, ada bermacam
versi ceritanya. Begitu pula mengenai ajaran dari alirannya yang lantas dikenal dengan nama
Agama sunda atau Agama Djawa Sunda.
Paseban adalah tempat berkumpul dan bersyukur dalam merasakan ketunggalan selaku umat
Gusti Yang Widi Wasa, dengan meyakinkan kemanunggalan dalam pengolahan sempurnaan
getaran dari tiga unsur yang disebut Sir, Rasa, Pikir. Paseban Tri Panca Tunggal terdiri dari
beberapa bangunan dan ruangan, yang secara keseluruhan bangunan tersebut menghadap ke arah
barat. Keletakan ini merupakan lambang yang menggambarkan bahwa timur barat merupakan
garis perjalanan matahari, dan diartikan bahwa dalam pagelaran hidup ini antara terbit dan
terbenam atau lahir dan mati, sesuai yang tersimpul dalam arti Tri Panca Tunggal.
Bangunan inti dari Paseban Tri Panca Tunggal terdiri dari ruangan-ruangan :
1. Jinem.
2. Pendopo pagelaran.
3. Srimanganti (bagian depan padaleman).
4. Dapur Angeung.
Beruntung karena saat tiba di Desa Adat Cigugur kami bisa bertemu dengan pak Elang dan
diajak memasuki Gedung Paseban Tri Panca Tunggal. Nampak beberapa orang sedang bekerja
memberesi segala sesuatunya di gedung ini termasuk membersihkan gamelan. Suasananya asyik
dan nyaman.
Sesuai dengan amanat dari pendiri Paseban Tri Panca Tunggal, demikian pula sejalan dengan
tujuan Yayasan Pendidikan Tri Mulya yang bergerak dalam bidang pendidikan, maka setelah
dipugarnya Paseban Tri Panca Tunggal selain dipeliharanya nilai-nilai budaya yang terdapat
dalam bangunan ini, juda dimanfaatkan untuk tujuan pendidikan, salah satunya sebagai pusat
lokasi penyelenggaraan Upacara Seren Taun yang diselenggarakan tiap tahun.
Harapan kami suatu saat nanti kami bisa kembali ke Desa Adat Cigugur untuk menyaksikan
Upacara Seren Taun.
Paseban Tri Panca Tunggal didirikan oleh Pangeran Sadewa Madrais atau yang lebih dikenal
dengan Kyai Madrais. Beliau adalah pewaris tahta Kerajaan Gebang di Cirebon yang telah
dibumi hanguskan oleh pasukan VOC. Saat terjadi pembumihangusan Kyai Madrais masih
balita. Kemudian setelah dewasa, belaiu mendirikan padepokan yang hingga kini masih
berdiri.
Bangunan Paseban Tri Panca Tunggal memiliki bentuk yang membujur dari timur ke barat.
Ini menggambarkan perjalanan hidup manusia bahwa ada awal mula kedatangan dan ada akhir
untuk kembali. Semua bagian Paseban Tri Panca Tunggal tidak lepas dari makna filosofisnya
masing-masing, begitu juga dengan nama Paseban Tri Panca Tunggal.
Secara etimologi, nama Paseban Tri Panca Tunggal berasal dari kata Paseban yang berarti
tempat bertemu atau berkumpul. Tri berasal dari bahasa Sangsekerta yang dapat dimaknai
sebagai rasa, budi, dan pikir. Sedangkan Panca adalah panca indra, dan tunggal adalah Tuhan
Yang Maha Esa.
Maka bila diartikan secara harfiah, Paseban Tri Panca Tunggal adalah tempat untuk
mempersatukan tiga kehendak yaitu Cipta, Rasa, dan Karsa yang diwujudkan dalam sikap
perilaku. Lalu diterjemahkan melalui panca indera ketika mendengar, melihat, berbicara,
bersikap, bertindak, dan melangkah, untuk mendekatkan diri kepada Sang Maha Tunggal.
Di dalam Paseban Tri Panca Tunggal terdapat pendopo yang ditopang oleh 11 pilar
disekelilingnya. Pada bagian tengah terdapat lambang burung Garuda mengepakan sayap,
berdiri di atas lingkaran bertuliskan huruf Sunda "Purna Wisada". Burung Garuda ini disangga
oleh sepasang naga bermahkota, yang ekornya saling mengait. Di tengah lingkaran terdapat
simbol yang merupakan lambang Tri Panca Tunggal.
Selain itu, di dalam Paseban Tri Panca Tunggal juga terdapat beberapa ruangan lain, seperti
ruang Jinem, Pasengetan, Pagelaran, Sri Manganti, Mega Mendung (ruang kerja Pangeran
Djatikusumah), dan Dapur Ageng.
Khusus Ruang Sri Manganti, ruangan yang terletak di ujung bagian dalam ini berfungsi
sebagai tempat pertemuan dan persiapan upacara Seren Taun yang diadakan setiap tahun.
Selain berfungsi sebagai salah satu tujuan wisata sejarah di Kuningan, Paseban Tri Panca
Tunggal juga kerap digunakan sebagai padepokan. Di padepokan inilah masyarakat sekitar
diperkenalkan berbagai seni dan budaya Kuningan, agar kebudayaan tetap terjaga dan lestari.
Hal ini dapat dilihat dari batik-batik hasil karya masyarakat yang terpajang di salah satu sudut
ruangan. Tidak hanya itu, Paseban juga kerap digunakan sebagai sanggar tari dan tempat
tinggal sultan beserta keluarganya.
Tujuan utama didirikan gua tersebut adalah sebagai tempat peristirahatan dan meditasi para
Sultan Cirebon dan keluarganya.
Gua Sunyaragi merupakan salah satu benda cagar budaya yang berada di Kota Cirebon dengan
luas sekitar 15 hektare.
Konstruksi dan komposisi bangunan situs ini merupakan sebuah taman air. Karena itu Gua
Sunyaragi disebut taman air gua Sunyaragi. Pada zaman dahulu kompleks gua tersebut
dikelilingi oleh danau yaitu Danau Jati.
Lokasi di mana dulu terdapat Danau Jati saat ini sudah mengering dan dilalui jalan by
pass Brigjen Dharsono, sungai Situngkul, Pembangkit Listrik Tenaga Gas, persawahan dan
pemukiman penduduk.
Selain danau, itu di gua tersebut banyak terdapat air terjun buatan sebagai penghias. Ada juga
hiasan taman seperti Gajah, patung wanita Perawan Sunti, dan Patung Garuda. Gua Sunyaragi
merupakan salah satu bagian dari keraton Pakungwati.
Mitos Perjodohan di Goa Sunyaragi
Ada mitos yang terkenal dari Gua Sunyaragi seputar jodoh. Bagi para perawan yang belum
mendapatkan pasangan dilarang untuk menyentuh salah satu patung batu bernama Perawan
Sunti. Konon jika ada yang melanggar, maka dipercaya akan sulit mendapatkan jodoh.
Tapi apabila secara tidak sengaja sudah menyentuh patung batu tersebut, ada hal yang bisa
dilakukan untuk menangkal. Yakni berjalan masuk ke dalam Gua Kelanggengan. Gua
Kelanggengan dipercaya bisa melanggengkan sesuatu termasuk masalah jodoh.
Sejarah Gua Sunyaragi
Gua Sunyaragi bukanlah gua biasa yang terbentuk dari fenomena alam yang terjadi di kawasan
karst. Gua unik ini terbentuk dari susunan batu dan memang terlihat mirip dengan gua batu alami
padahal gua ini adalah hasil karya tangan manusia.
Pembuatan Gua Sunyaragi yang diprakarsai oleh Pangeran Emas Zaenul Arifin atau Panembahan
Ratu Pertama ini dibuat selama tiga periode di awal abad ke-18. Dahulu gua ini dipercaya
sebagai tempat Sultan Cirebon dan keluarganya mencari ketenangan.
Perawan Sunti.
Ada pula yang mengatakan gua ini sebagai tempat penggemblengan tentara kesultanan Cirebon.
Tahun 1852, taman ini sempat diperbaiki karena pada tahun 1787 rusak akibat perang. Saat
perang itu taman ini digunakan sebagai benteng pertahanan. Pemugaran terakhir dilakukan
pemerintah RI, yang memugar Taman sari secara keseluruhan dari tahun 1976 hingga 1984.
Sejak itu tak ada lagi aktivitas pemeliharaan besar pada kompleks ini.
Lokasi Gua Sunyaragi
Cagar budaya Gua Sunyaragi berlokasi di sisi jalan By Pass Brigjen Dharsono, Sunyaragi,
Kesambi, Kota Cirebon.
Rute Menuju Gua Sunyaragi
Bagi wisatawan asal kota Cirebon sudah tidak bingung lagi untuk mendatangi lokasi Obyek
Wisata Gua Sunyaragi di Sunyaragi Cirebon Jawa Barat. Sedangkan untuk pengunjung luar kota
bahkan luar negeri, tentu mereka sedikit bingung
Untuk menuju lokasi Wisata Gua Sunyaragi dapat dilakukan dengan kendaraan pribadi baik
Mobil ataupun motor. Pengunjung bisa meminta panduan arah ke Obyek Wisata Gua Sunyaragi
di Sunyaragi Cirebon Jawa Barat di google maps yang terpasang di smartphone. Panduan itu
akan cukup akurat, sebab posisi taman yang di tengah kota sudah terpetakan dengan baik oleh
aplikasi peta.
Sedangkan untuk pengunjung yang memilih memakai kendaraan umum seperti : bis umum atau
angkutan lainnya juga bisa mencapai taman dengan mudah. Setelah pengunjung sampai di
terminal bis atau kereta api di kota Cirebon, pengunjung bisa mencari Ojek atau taksi.
Ojek atau taksi konvensional maupun On-Line bisa melayani rute Taman Sunyaragi dengan baik.
Lokasi ini hanya berjarak 1.5 km dari terminal Harjamukti Cirebon, dan 5 km dari stasiun kereta
api Cirebon.
Prasasti Kebun Kopi (Tapak Gajah) yang pada awal masa penemuannya terletak di areal
perkebunan kopi.
5
Mujabuddawat, M. Al. (2013). Tinjauan Arkeologis Kompleks Situs Ki Buyut Trusmi Cirebon
Batu berdiri yang terletak disisi batu congklak yang mirip tempat duduk.
Sekitar 300 meter dari situs Batu Congklak ke arah Utara, menyusuri kebun singkong dan jalan
setapak di tepi sungai, terdapat prasasti Batu Tulis. Ukuran prasasti ini paling besar
dibandingkan dengan ketiga prasasti lainnya, dan bagian bawahnya masih terendam aliran
sungai. Ukurannya yang cukup besar dan tentunya mempunyai bobot yang lebih berat ini pulalah
yang mungkin menjadi alasan mengapa prasati ini tidak dipindahkan ke lokasi yang lebih
memadai. Sederet tulisan dalam bahasa Sangsekerta juga terlihat cukup jelas pada batu ini,
namun sayang sekali tidak ada literatur yang menjelaskan maknanya
Secara keseluruhan Prasasati Ciaruteun, merupakan objek wisata mengandung nilai sejarah yang
cukup menarik untuk dikunjungi. Hanya saja untuk mencapainya, pengunjung harus berjalan
kaki kurang lebih 1,5 kilometer dari jalan raya atau dapat pula menggunakan fasilitas ojek yang
tersedia. Tidak adanya areal parkir yang memadai bagi kendaraan roda empat juga menjadi
kendala, karena praktis kendaraan yang parkir akan menyita badan jalan dan cukup
membahayakan dikarenakan lokasi parkir tersebut dekat dengan tikungan jalan.
Prasasti termasuk di dalam Desa Ciaruteun, Kecamatan Cibungbulang. Secara geogrfis terletak
pada koordinat 106°41'28,5"BT dan 06°31'39,9" LS dengan ketinggian 320 m di atas permukaan
air laut. Area situs dibatasi oleh tiga sungai, yaitu selatan: Sungai Ciaruteun, barat: Sungai
Cianten, utara: Muara Sungai Cianten dan Sungai Cisadane, barat: Sungai Cisadane. Dari Sungai
Cianten dan Cisadane terdapat perahu penyeberangan menuju situs. Tanah situs cukup subur dan
dimanfaatkan oleh penduduk dengan menanami padi, sayuran, bambu dan tanaman keras
lainnya. Di kawasan ini terdapat tiga buah prasasti, yaitu Ciaruteun, Kebon Kopi (Tapak Gajah)
dan Muara Cianten, serta tinggalan megalitik antara lain batu dakon, menhir, batu datar arca
megalitik.
Potensi pariwisata yang ada di provinsi Jawa Barat sangat banyak. Potensi pariwisata
yang ada jika di kembangkan secara optimal akan turut meningkatkan perekonomian Jawa
Barat. Pengelolaan objek wisata yang maksimal akan menarik kunjungan wisatawan ke objek-
objek wisata yang secara langsung maupun tidak langsung akan meningkatkan ekonomi
Pariwisata merupakan salah satu aset yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber
pendapatan daerah jika di kelola dengan baik. Hal ini dikarenakan pariwisata cenderung
menawarkan sesuatu yang berbeda di banding sektor ekonomi lainnya. Pemasukan dari
retribusi objek wisata dapat menambah pendapatan daerah serta semua aspek ekonomi yang
berada dikawasan wisata seperti perhotelan dan kerajinan cinderamata yang dikelola
Sobana Hardjasaputra dkk. (2011). Cirebon dalam lima Zaman (Abad ke-15 Hingga
pertengahan abad ke -20). Bandung: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat.
Sri sugiyanti dkk.(1996). Hasil pemugaran dan Temuan Benda Cagar Budaya. Jakarta:
Direktorat Jendral Kebudayaan RI.
Gagas Ulung. 2002. Wisata Ziarah 90 Destinasi wisata ziarah dan sejarah di Jogja,
Solo, Magelang, Semarang, Cirebon. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
http://disparbud.jabarprov.go.id/wisata/
Situs Wisata Cibungbulan