Anda di halaman 1dari 45

SEJARAH PARIWISATA

( PROVINSI JAWA BARAT )

Mata Kuliah : Sejarah Pariwisata dan Kewirausahaan


Dosen pengampu : Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M. Hum

Disusun oleh:
Zahwa Allessandra (11170220000009)

JURUSAN SEJARAH PERADABAN ISLAM


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. Atas segala Rahmat dan Hidayah-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Sejarah Pariwisata dan Kewirausahaan,
yang berjudul Sejarah Pariwisata Provinsi Jawa Barat. Sholawat serta salam tetap tercurahkan
kepada nabi Muhammad SAW, yang mana telah membimbing kita semua, dan tak lupa
keluarganya, para sahabat dan pengikutnya sekalian.

Penulis juga sangat berterima kasih kepada dosen pengampu yang telah mempercayai
penulis untuk membuat makalah ini. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu
tugas mata kuliah Sejarah Pariwisata dan Kewirausahaan.

Akhir kata, penulis menyadari penyusunan makalah ini bukanlah karya yang sempurna
karena memiliki banyak kekurangan baik dalam hal isi maupun sistematika penulisan. Oleh
karena itu, penulis meminta maaf atas hal tersebut dan sangat menerima serta mengharapkan
kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
memberikan wawasan dan ilmu pengetahuan bagi penulis secara pribadi dan juga para pembaca
secara umumnya.

Ciputat, 16 Desember 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pengembangan kepariwisataan merupakan suatu keharusan, karena refreshing dan pleasure
merupakan suatu kebutuhan yang tidak bisa dihindarkan oleh setiap manusia. Kepadatan jam
kerja, kemacetan dan hiruk pikuk perkotaan, rutinitas bekerja, tekanan-tekanan hidup, dan
sebagainya, mendorong manusia atau individu untuk memiliki waktu luang (leisure time) guna
melepaskan diri dari ketegangan dan tekanan. Tentu saja dengan “gaya berwisata” yang berbeda
antara satu kelompok sosial dengan kelompok sosial yang lain. Keragaman motivasi dan tujuan
dari wisata pun, akan mewarnai pemilihan objek dan aktivitas wisata yang dipilih. Keragaman
segmentasi wisatawan berdasarkan berbagai kriteria inilah memungkinkan untuk
dikembangkannya berbagai objek, aktivitas, dan fasilitas wisata. 1
Jawa Barat menjadi salah satu daerah tujuan wisata di Indonesia yang menjadi prioritas untuk
dikembangkan setelah Bali dan DKI. Hal ini berdasarkan pada pertimbangan (1) Posisi strategis
dengan aksesibilitas yang bagus (2) Jawa Barat mempunyai objek dan daya tarik wisata yang
beragam, karena itu disebutr sebagai tirai Budaya Bangsa, (3) Jumlah penduduk Jawa Barat
banyak, potensial untuk menjadi wisatawan domestik; (4) Etnis Sunda sudah sangat tourism
minded dilihat sisi penawaran;, (5) Objek wisata di Jawa Barat memberikan variasi bila
dibandingkan dengan Jakarta yang bernuasa laut,
(6) Jawa Barat merupakan overlandnya Jawa dan Bali, bagi wisatawan yang datang dari Jakarta
menuju Yogya-Bali, atau sebaliknya. Kelemahannya adalah objek wisata umumnya homogen
perkawasan wisata, sehingga membuat wisatawan tidak ekstensif, belum dikembangkannya
Sense of Place yang menjadi karakter produk wisata di tiap kawasan/kabupaten, baik dalam
bentuk produk unggulan objek wisata maupun cendera mata. Sumberdaya wisata yang ada
umumnya masih berupa potensi-potensi, belum ditata, dikelola dan dipasarkan secara
profesional, termasuk gedung-gedung warisan budaya yang bernilai historis.2

2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah Jawa Barat ?
2. Destinasi Pariwisata Apa Saja yang Ada di Jawa Barat ?
3. Apa pengaruh Pariwisata terhadap Perekonomian Jawa Barat ?

3. Tujuan
1. Untuk mengetahui Sejarah Jawa Barat
2. Untuk mengetahui apa saja destinasi pariwisata yang ada di Jawa Barat
3. Untuk mengetahui pengaruh pariwisata terhadap ekonomi di Jawa Barat

1
http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/196001211985032-ENOK_MARYANI/Par_JABAR.pdf
2
Ibid.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pariwisata
Pariwisata Merupakan suatu perjalanan yang dilakukan seseorang untuk sementara waktu
yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat yang lain dengan meninggalkan tempat
semula dan dengan suatu perencanaan atau bukan maksud untuk mencari nafkah di tempat
yang dikunjunginya, tetapi semata-mata untuk menikmati kegiatan pertamasyaan atau
rekreasi untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam.3 Objek dan daya tarik wisata
merupakan salah satu unsur penting dalam dunia kepariwisataan. Dimana objek dan daya
tarik wisata dapat menyukseskan program pemerintah dalam melestarikan adat dan budaya
bangsa sebagai asset yang dapat dijual kepada wisatawan. Objek dan daya tarik wisata dapat
berupa alam, budaya, tata hidup dan sebagainya yang memiliki daya tarik dan nilai jual untuk
dikunjungi ataupun dinikmati oleh wisatawan. Dalam arti luas, apa saja yang mempunyai
daya tarik wisata atau menarik wisatawan dapat disebut sebagai objek dan daya tarik wisata.
Undang-undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan menyatakan bahwa
pembangunan kepariwisataan dilakukan berdasarkan rencana induk pembangunan
kepariwisataan nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota, yang merupakan bagian integral dari
pembangunan jangka panjang nasional (pasal 8 ayat (1) dan (2)). Rencana Induk
Pembangunan Kepariwisataan tersebut diatur dalam peraturan pemerintah atau peraturan
daerah Provinsi/Kabupaten/Kota. Pasal 8 UU No. 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan PP
No 50 tahun 2011. perlu direncanakan agar dapat memenuhi tujuan dan sasaran
pembangunan kepariwisataan perlu direncanakan agar dapat memenuhi tujuan dan sasaran
pembangunan. Pembangunan kepariwisataan jelas merupakan bagian dari pembangunan
nasional yang utuh, pembangunan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang tak
terbatas kepada pembangunan fisik saja. Dalam perda No.1 Tahun 2004 tentang Rencana
Strategis Pemerintah Provinsi Jawa 2 Barat, tersurat bahwa pembangunan dan
pengembangan sektor pariwisata memegang peranan penting untuk pengembangan wilayah,
melalui pengembangan kawasan andalan yang terdapat di Provinsi Jawa Barat, secara
internal pengembangan pariwisata ini diharapkan turut menyumbang bagi peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan secara eksternal diharapkan mampu menjadi sektor utama
yang memberikan pemerataan kesejahteraan pada wilayah sekitarnya. Dalam pengembangan
suatu objek wisata harus memenuhi beberapa kriteria pengembangan pariwisata agar obyek
tersebut diminati pengunjung, yaitu 1. Something to see adalah obyek wisata tersebut harus
mempunyai sesuatu yang bisa di lihat atau di jadikan tontonan oleh pengunjung wisata.
Dengan kata lain obyek tersebut harus mempunyai daya tarik khusus yang mampu untuk
menyedot minat dari wisatawan untuk berkunjung di obyek tersebut. 2. Something to do
adalah agar wisatawan yang melakukan pariwisata di sana bisa melakukan sesuatu yang
berguna untuk memberikan perasaan senang, bahagia, relax berupa fasilitas rekreasi baik itu
arena bermain ataupun tempat makan, terutama makanan khas dari tempat tersebut sehingga
3
https://elib.unikom.ac.id/files/disk1/584/jbptunikompp-gdl-herdiansya-29154-8-unikom_h-i.pdf
mampu membuat wisatawan lebih betah untuk tinggal di sana. 3. Something to buy adalah
fasilitas untuk wisatawan berbelanja yang pada umumnya adalah ciri khas atau icon dari
daerah tersebut, sehingga bisa dijadikan sebagai oleh-oleh. (Yoeti, 1985).
B. Sejarah Jawa Barat
Abad ke-5
Kerajaan Tarumanagara
Jawa Barat pada abad ke-5 merupakan bagian dari Kerajaan Tarumanagara. Prasasti peninggalan
Kerajaan Tarumanagara banyak tersebar di Jawa Barat. Ada tujuh prasasti yang ditulis dalam
aksara Wengi (yang digunkan dalam masa Palawa India) dan bahasa Sansakerta yang sebagian
besar menceritakan para raja Tarumanagara.
Abad ke-8
Kerajaan Sunda/Padjajaran
Setelah runtuhnya kerajaan Tarumanagara, kekuasaan di bagian barat Pulau Jawa dari Ujung
Kulon sampai Kali Serayu dilanjutkan oleh Kerajaan Sunda. Salah satu prasasti dari zaman
Kerajaan Sunda adalah prasasti Kebon Kopi II yang berasal dari tahun 932. Kerajaan Sunda
beribukota di Pakuan Pajajaran (sekarang kota Bogor).
Abad ke-16
Kesultanan Cirebon
Pada abad ke-16, Kesultanan Demak tumbuh menjadi saingan ekonomi dan politik Kerajaan
Sunda. Pelabuhan Cerbon (kelak menjadi Kota Cirebon) lepas dari Kerajaan Sunda karena
pengaruh Kesultanan Demak. Pelabuhan ini kemudian tumbuh menjadi Kesultanan Cirebon yang
memisahkan diri dari Kerajaan Sunda. Pelabuhan Banten juga lepas ke tangan Kesultanan
Cirebon dan kemudian tumbuh menjadi Kesultanan Banten.
Abad ke-17
Belanda melalui VOC mulai memasuki Jayakarta.
Abad ke-19
Kekuasaan VOC - Belanda semakin terasa di wilayah Jawa Barat.
1925
Hindia Belanda membentuk Provinsi Jawa Barat. Pembentukan provinsi itu sebagai pelaksanaan
Bestuurshervormingwet tahun 1922, yang membagi Hindia Belanda atas kesatuan-kesatuan
daerah provinsi.
17 Agustus 1945
Jabar bergabung menjadi bagian dari Republik Indonesia.
19 Agustus 1945
HARI JADI PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT
Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengumumkan Jawa Barat sebagai
salah satu dari 8 Provinsi di Indonesia. Selanjutnya, melalui Perda Nomor 26 Tahun 2010
tentang Hari Jadi Pemerintah Provinsi Jawa Barat, menetapkan tanggal 19 Agustus sebagai Hari
Jadi Pemerintah Provinsi Jawa Barat
27 Agustus 1945
Jawa Barat menjadi Negara Pasundan yang merupakan salah satu negara bagian dari Republik
Indonesia Serikat
1950
Jawa Barat kembali bergabung dengan Republik Indonesia.4
Daftar Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat – Provinsi Jawa Barat adalah salah satu
Provinsi yang terletak di Pulau Jawa. Provinsi yang biasanya disingkat dengan JABAR ini
berbatasan dengan Provinsi Banten di sebelah baratnya dan Provinsi Jawa Tengah di sebelah
Timurnya. Sedangkan dibagian Barat Laut Provinsi Jawa Barat berbatasan dengan Ibukota
Negara kita yaitu DKI Jakarta. Provinsi Jawa Barat didirikan pada tanggal 04 Juli 1950
berdasarkan Dasar Hukum UU No. 11Tahun 1950 yang juga meliputi wilayah Banten. Namun
sejak adanya pemekaran wilayah Banten menjadi Provinsi pada bulan November tahun 2000,
Banten kini telah menjadi Provinsi sendiri dengan nama Provinsi Banten.
Secara Geografis, Provinsi Jawa Barat terletak di  5°50’ – 7°50’ Lintang Selatan dan 104°48’ –
108°48’ Bujur Timur. Provinsi Jawa Barat yang memiliki luas wilayah 35.377,76 Km2 ini
merupakan Provinsi dengan Jumlah Penduduk Terbanyak di Indonesia yaitu sekitar 42.332.370
jiwa atau sekitar 16,5% dari keseluruhan jumlah penduduk Indonesia. Ibukota Provinsi Jawa
Barat adalah Kota Bandung.
Daftar Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat

Secara Administratif, Provinsi Jawa Barat terdiri dari 18 Kabupaten dan 9 Kota. Berikut ini
adalah daftar 18 Kabupaten dan 9 Kota di Provinsi Jawa Barat beserta Ibukota dan Luas
wilayahnya.

No. Kabupaten/kota Ibu kota


Luas Wilayah

Kabupaten Bandung Soreang 1.767,96 km²


1

Kabupaten Bandung Barat Ngamprah 1.305,77 km²


2

Kabupaten Bekasi Cikarang 1.224,88 km²


3

4
http://disparbud.jabarprov.go.id/wisata/
Kabupaten Bogor Cibinong 2.710,62 km²
4

Kabupaten Ciamis Ciamis 1.414,71 km²


5

Kabupaten Cianjur Cianjur 3.840,16 km²


6

Kabupaten Cirebon Sumber 984,52 km²


7

Kabupaten Garut Tarogong Kidul 3.074,07 km²


8

Kabupaten Indramayu Indramayu 2.040,11 km²


9

Kabupaten Karawang Karawang 1.652,20 km²


10

Kabupaten Kuningan Kuningan 1.110,56 km²


11

Kabupaten Majalengka Majalengka 1.204,24 km²


12

Kabupaten Pangandaran Parigi 1.010,00 km²


13

Kabupaten Purwakarta Purwakarta 825,74 km²


14

Kabupaten Subang Subang 1.893,95 km²


15

Kabupaten Sukabumi Palabuhanratu 4.145,70 km²


16

Kabupaten Sumedang Sumedang 1.518,33 km²


17

Kabupaten Tasikmalaya Singaparna 2.551,19 km²


18

Kota Bandung Bandung 167,67 km²


19

Kota Banjar Banjar 113,49 km²


20

Kota Bekasi Bekasi 206,61 km²


21

Kota Bogor Bogor 118,50 km²


22

Kota Cimahi Cimahi 39,27 km²


23

Kota Cirebon Cirebon 37,36 km²


24
Kota Depok Depok 200,29 km²
25

Kota Sukabumi Sukabumi 48,25 km²


26

Kota Tasikmalaya Tasikmalaya 171,61 km²


27

C. Destinasi Pariwisata di Jawa Barat

1. Pendopo Bandung

Pendopo bandung adalah bangunan pemerintahan bupati Bandung pada era RA. Wiranata
Kusumah (1794 – 1829). Dibangun tahun 1811 dan selesai pada tahun 1812. Pendopo ini untuk
kediaman wali kota Bandung. Arsitektur pendopo merupakan arsitektur limas yang tak
berdinding. Bagian dari pendopo ada ruang kenegaraan, lonceng VOC, taman pendopo, selasar
pendopo yang berisi gang integritas bangsa dan sketsel (pemisah ruangan terbuat dari kayu jati
bermotif batik, kujang, dan gamelan sunda).

Pembangunan pendopo merupakan satu – kesatuan dengan pembangunan jalan pos/


Grote Postweg oleh Gubernur Jenderal Daendels, pendopo menjadi pusat pemerintahan
Bandung.

Pendopo Kota Bandung hanya menjadi rumah dinas Wali Kota Bandung. Padahal
bangunan itu merupakan bangunan pertama yang menjadi pusat pemerintahan Kabupaten
Bandung. Pendopo juga menjadi bangunan pertama yang dibangun di kawasan Alun-alun
Bandung.

pendopo berada di kawasan Alun-alun, letaknya berseberangan dengan Alun-alun. Saat


ini, Pendopo berada di Jalan Dalem Kaum dan masih berseberangan dengan Alun-alun Bandung.
Pendopo dibangun mulai tahun 1811 dan selesai tahun 1812. Pembangunan pendopo diprakarsai
oleh Bupati Bandung ke-6, Wiranatakusumah II yang bernama asli Raden Indrareja dan kerap
dipanggil Dalem Kaum. Bupati yang dijuluki The founding father inilah yang langsung memilih
lokasi pembangunan pendopo. Ia membangun pendopo tepat menghadap ke arah Gunung
Tangkubanparahu yang merupakan simbol kepercayaan sejarah masyarakat Sunda. Luas
pendopo 18.984 m dan terdiri dari beberapa bangunan, yaitu bangunan utama seluas 1.805,25 m,
bangunan pendopo 470 m, bangunan barat 175 m, bangunan timur 445 m, dan halaman seluas
15.475 m.

Pembangunan pendopo merupakan satu kesatuan dengan pembangunan Jalan Pos atau
Grote Postweg yang dilakukan oleh Gubernur Jendral Daendels. Pada awal didbangun, pendopo
menjadi pusat pemerintahan Bupati Bandung. Semula pusat pemerintahan dipusatkan di
Dayeuhkolot (Kota Lama), jaraknya sekitar 10 km dari Jalan Raya Pos yang sedang dibangun.

Pada masa pemerintahan Bupati R.A.A. Wiranatakusumah IV (1846-1874) tahun 1850,


bangunan pendopo direnovasi. Dindingnya diganti dengan tembok bata dan beratap genteng.
Tahun 1935, dibangun tempat tinggal bupati di belakang pendopo yang merupakan hasil
rancangan Presiden Soekarno. Beberapa bangunan tambahan seperti ruang tamu utama, ruang
kerja, ruang gudang dalam, ruang tengah, kamar utama, dua kamar keluarga, ruang arab (ruang
pertemuan) dan ruang keluarga, serta ruang untuk keluarga Bupati di bagian barat bangunan
utama. Saat ini, gerbang pendopo dibuat berupa ornamen beton semen yang juga cukup unik. Di
kanan dan kiri gerbang terdapat gambar para Wali Kota Bandung dari masa ke masa. Di halaman
pendopo terdapat dua buah lonceng ukuran besar yang tergantung pada pilar beton. Dua lonceng
itu pun dibuat simetris, saling berhadapan. Banyak cerita tentang lonceng tersebut, mulai cerita
mistis hingga sejarahnya. Sejak masa pemerintahan Wali Kota Ateng Wahyudi (1983-1993),
pendopo kembali menjadi kediaman Wali Kota Bandung. Wali Kota Bandung selanjutnya
tinggal di pendopo selama mereka memimpin Kota Bandung, Wahyu Hamijaya (1993-1998), Aa
Tarmana (1998-2003), Dada Rosada (2003-2008 dan 2008-2013), Ridwan Kamil (2013-2018),
dan sekarang Oded M. Danial (2013-2023).

Meski menjadi rumah dinas wali kota, namun Pendopo terbuka untuk warga yang hendak
berkunjung. Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung menyediakan waktu berkunjung untuk warga
Kota Bandung menikmati bangunan yang pada tanggal 26 Februari 2011 mendapat penghargaan
dari organisasi Bandung Heritage sebagai bangunan bersejarah yang terawat keasriannya ini.

2. Keraton Kacirebonan
Berdirinya Keraton Kacirebonan berawal dari perlwanan Pangeran Raja Kanoman
terhadap Penjajah Belanda, sehingga beliau di buang ke Ambon dan kehilangan hak-
haknya sebagai seorang putera sultan. Di buangnya Pangeran Raja Kanoman ke Ambon
ternyata tidak menyurutkan api perlawanan para pengikut setianya di Cirebon, yang
menuntut di pulangkannya kembali Pangeran Raja Kanoman ke Cirebon.

Akhirnya Belanda terpaksa memulangkan kembali Pangeran Raja Kanoman ke Cirebon,


dan memulihkan hak-haknya sebagai putra sultan dengan membentuk kesultanan baru
yaitu Kasultanan Kacirebonan. Pada tanggal 25 Maret 1808 Pangeran Raja Kanoman di
kukuhkan sebagai sultan dengan gelar Sultan Carbon Amirul Mu’minin Muhammad
Khairuddin (1808-1814). Kini Keraton Kecirebonan di pimpin oleh Sultan Abdul Ghani
Natadiningrat SE sejak tahun 1997 sampai dengan sekarang.

Keraton Kacirebonan adalah Keraton yang ke tiga dan termuda terkecil di Cirebon.
Keraton Kacirebonan terletak di Jalan Pulasaren No. 49 Cirebon. Keraton Kacirebonan
walaupun secara fisik merupakan Keraton terkecil di Cirebon namun didalamnya terdapat
berbagai khasanah budaya, yang dipimpin seorang sultan sebagai pemangku adat turun
temurun. Latar belakang lahirnya Kecerbonan, sebelum menceritakan Kacirebonan
berawal dari kehadiran penjajah di bumi Cirebon sejak tahun 1681 setelah mengadakan
perjanjian Cirebon dan Kompeni. Belanda berhasil mengatur , memperlemah bahkan
memperalat kedudukan kasultanan di Cirebon dalam rangka untuk mencapai tujuan untuk
kepentingan-kepentingan Belanda ( compagnie ). Keraton merupakan posisi yang
strategis dan merupakan simbol kekuasaan lokal tentunya sangat dipatuhi oleh rakyatnya.
Keraton Kecirebonan dibangun tahun 1800, banyak menyimpan benda-benda
peninggalan sejarah seperti Keris Wayang, perlengkapan perang, hingga gamelan.

Keraton Kacirebonan berada di wilayah kelurahan Pulasaren Kecamatan Pekalipan,


tepatnya 1 Km sebelah barat daya dari Kraton kasepuhan dan kurang lebih 500 meter
sebelah selatan Kraton Kanoman. Kraton Kacerbonan merupakan pemekaran dari Kraton
Kanoman setelah Sultan Anom IV yakni PR Muhammad Khaerudin wafat, Putra
Mahkota yang seharusnya menggantikan tahta diasingkan oleh Belanda ke Ambon karena
dianggap sebagai pembangkang dan membrontak. Ketika kembali dari pengasingan tahta
sudah diduduki oleh PR. Abu sholeh Imamuddin. Atas dasar kesepakatan keluarga,
akhirnya PR Anom Madenda membangun Istana Kacerbonan, kemudian muncullah
Sultan Carbon I sebagai Sultan Kacirebonan pertama. Kedudukan Cirebon yang berada
pada bayang-bayang pengaruh Mataram. ketika Amangkurat I berkuasa dari tahun 1646
hingga 1677. Masa pemerintahan yang ditandai dengan banyaknya pergolakan agaknya
menjadi faktor penting mengapa Cirebon semakin menjadi lemah.

Fisik bangunan komplek Keraton Kacirebonan di bangun tahun 1814 dengan perpaduan
arsitektur tradisional dan colonial di kelilingi tembok setinggi dua setengah meter yang terdiri
dari :

1. Alun-alun keraton.

2. Gerbang Agung, pintu gerbang utama keratin.

3. Paseban Wetan dan Paseban Kulon, sebagai pos jaga keratin dan sebagai penerima tamu
untuk kunjungan ke Keraton.

4. Gerbang Selamatangkep, gerbang keratin bagian dalam.

5. Dua Pintu Kliningan terletak di sebelah kanan dan kiri gerbang Selamatangkep, berfungsi
sebagai pitu keluar masuk menuju angunan utama keratin.

6. Prabayaksa, berfungsi sebagai tempat utama pelaksanaan tradisi keratin dan penyambutan
tamu kehormatan.

7. Kamar jimat, tempat panyimpanan Tujuh Piring Panjang dan pasaka (properti) tradisi Panjang
Jimat.

8. Kamar Kitab (ruang pustaka) sebagai perpustakaan keratin.

9. Pringgawati, tempat tinggal Garwa Dalem (Istri Sutan).

10. Kaputran dan Kaputren, tempat tinggal putra-putri sultan.

11. Gedung Pusaka (Museum Alit) tempat penyimpanan koleksi benda-benda pusaka keratin.

12. Gedung Ijo tempat pesanggrahan abdi dalem dan dapur Mulud.

13. Langgar Keramat (Langgar Keraton), tempat sholat berjamaah di ligkungan keratin terletak
di luar tembok keratin.
14. Gedung Pangeran Patihan terletak di luar tembok keraton.

Gedung Pusaka (Museum Alit) Keraton Kacirebonan adalah bangunan baru tempat
penyimpanan koleksi benda-benda pusaka yang erat kaitannya dengan sejarah eksistensi
Kasultanan Kacirebonan dan perkembangan Cirebon. Gedung ini di bangun pada tahun 2007. Di
dalam gedung pusaka keratin Kacirebonan tersimpan koleksi benda-benda sebagai berikut :

1. 1 Set Gamelan Laras Degung.

2. 1 Set Gamelan Laras Pelog.

3. 2 Set Kotak Wayang kuno beserta perlengkapan lainnya.

4. Kain batik kuno keratin.

5. Koleksi Topeng Cirebon.

6. Manuskrip AlQur’an kuno.

7. Koleksi perangko lama.

8. Koleksi foto-foto sejarah.

9. Peraatan keramik kuno.

10. Koleksi senjata pusaka Keraton Kacirebonan seperti tombak, pedang, dan lain sebagainya.

11. Koleksi ukiran dan lukisan kaca.

3. Pendopo Cirebon

Perjalanan sejarah Kota Cirebon setelah masa kesultanan ditandai beberapa peninggalan
bangunan yang didirikan pada masa kolonial. Salah satu peninggalan bangunan lama tersebut
adalah Pendopo Kabupaten dan Rumah Dinas Bupati. Bangunan ini berada di Jl. Kartini yang
secara administratif berada di wilayah Kelurahan Kejaksan, Kecamatan Kejaksan tepatnya pada
koordinat 06º 43' 623" Lintang Selatan dan 108º 33' 612" Bujur Timur. 
Rumah Dinas Bupati Cirebon berdiri pada lahan seluas ±18.150 m2 . Pada situs ini terdapat dua
bangunan utama, yaitu Pendopo dan Rumah Dinas yang berada di belakangnya. Luas kedua
bangunan itu ± 3.200 m2 . Kompleks ini dikelilingi pagar tembok setinggi lebih dari 2 m pada
sebelah selatan dan barat serta pagar besi pada sebelah timur dan utara. Pintu gerbang berbentuk
candi bentar yang dibangun belakangan terletak di sebelah timur dan barat. Sebagian pelataran
yang biasa digunakan mobilitas dilapisi dengan aspal, sisanya kerapkali dijadikan tempat
merumput beberapa ekor rusa yang dibiarkan hidup lepas, di bawah rindangnya pohon beringin,
mangga, serta beberapa tanaman keras dan tanaman hias.
Pendopo merupakan bangunan terbuka tanpa dinding dengan atap genteng berbentuk joglo,
ditopang tiang kayu jati yang berdiri di lantai keramik. Pada tahun 1925 atap bagian atas
pendopo dipasang plafon dari kayu jati berukir, yang ditempelkan pada empat tiang. Sementara
rumah dinas dibangun  dalam langgam bangunan kolonial, dengan material utama bata merah,
batu, pasir, kapur, kayu jati, marmer dan tegel. Gedung ini dibangun sejaman dengan
pembangunan Masjid At Taqwa yang berdiri di sebelah barat laut kompleks ini.
Menurut sumber tradisi kabupaten telah terbentuk sejak masa pemerintahan Panembahan Ratu
(abad ke-17). Dengan demikian, pembangunan pendopo telah dirintis sejak masa itu. Namun
sumber lain menyebutkan, bahwa peranan bupati nampak menonjol pada masa Pemerintahan
Hindia Belanda. Pada masa itu bupati diangkat oleh residen, dan berfungsi sebagai perantara
kepentingan pemerintah terhadap penduduk pribumi. Mereka ditunjuk dari kalangan bangsawan
dan atau elite pribumi. Salah seorang bupati yang direkrut dari kalangan “bangsawan” adalah
R.T Natadiningrat (1814-1816). Berdasarkan keterangan tersebut maka dapat diperkirakan,
bahwa pendopo Kabupaten Cirebon dibangun pada awal abad ke 19. Pada tahun 1800-an
misalnya, gedung ini telah digunakan sebagai Rumah Dinas R Simuk (Muchamad), Bupati
Cirebon yang pertama.

Pusat pemerintahan

Kawasan Pendopo Kabupaten Cirebon dirancang sebagai pusat pemerintahan pribumi sebagai
realisasi politik desentralisasi pemerintahan di Hindia Belanda awal Abad XX.  Kawasan
tersebut dirancang dengan memertimbangkan seni bina kota yang menyinergikan konsep,
struktur, serta elemen-elemen pengaruh sistem pemerintahan modern barat dengan pemerintahan
tradisi adat setempat yang dilandasi semangat ”politik etis” yang popular saat itu.
”Politik etis” mengusung tiga kebijakan pemerintahan berkaitan dengan edukasi (pendidikan),
emigrasi (perpindahan penduduk), dan irigasi atau sistem pengairan.  Di depan alun-alun
Kejaksan sebelah timur berdiri kokoh rumah dinas Asisten Resident Cheribon sebagai
representasi pemerintahan barat untuk mengawasi pemerintahan tradisional yang dijalankan di
pendopo kabupaten, di sebelah utara alun-alun Kejaksan terdapat Hotel Wilhelmina (Hotel
Ribrink kemudian berubah nama menjadi Grand Hotel Cheribon) tempat meneer Welanda
menginap ketika berkunjung ke Cirebon. 

Suasana kawasan pendopo kabupaten masih sangat asri saat itu dengan vegetasi pohon asem
jawa yang rindang berjajar rapi di sepanjang Jalan Cangkring dan Kejaksan (sekarang Jalan
Siliwangi). Bila malam hari, ujung perempatan Pendopo Kabupaten Cirebon diterangi dengan
lampu gas. Berjajar dekat pendopo kabupaten ke arah barat, berseberangan dengan Tajug Agung
Kabupaten dibangun native school sebuah sekolah bumiputra tempat anak-anak pribumi Cirebon
belajar membaca, menulis, dan berhitung. 

Tata ruang kawasan Kejaksan sebagai pusat pemerintahan Kabupaten Cirebon dirancang dengan


kesan menciptakan citra kekuasaan kolonial dengan figur dan struktur kekuasaan tradisi lokal.
Regentswoning dibangun di selatan alun-alun menghadap ke arah utara sebagai pusat
pemerintahan dan tempat tinggal bupati. Bangunan tempat tinggal bupati ini dilengkapi dengan
bangunan pendopo yang menghadap langsung ke arah alun-alun Kejaksan. 

Lokasi:  Jl. Kartini, Kelurahan Kejaksan, Kecamatan Kejaksan


Koordinat : 06º 43' 623" S,  108º 33' 612" E

4. Keraton Kanoman
Keraton Kanoman Cirebon adalah salah satu dari dua bangunan kesultanan Cirebon. Setelah
berdiri keraton Kanoman pada tahun 1678 M, kesultanan Cirebon terdiri dari keraton
Kasepuhan dan keraton Kanoman.
Keraton Kanoman Cirebon taat memegang adat-istiadat dan pepakem, di antaranya
melaksanakan tradisi Grebeg Syawal,seminggu setelah Idul Fitri dan berziarah ke makam
leluhur, Sunan Gunung Jati di Desa Astana, Cirebon Utara. Kraton Kanoman merupakan
komplek yang luas, yang terdiri dari bangunan kuno. salah satunya saung yang bernama bangsal
witana yang merupakan cikal bakal Kraton yang luasnya hampir lima kali lapangan sepak bola.
Hal yang menarik dari Keraton di Cirebon adalah adanya piring-piring porselen asli Tiongkok
yang menjadi penghias dinding semua keraton di Cirebon. Tak cuma di keraton Kanoman
Cirebon, piring-piring keramik itu bertebaran hampir di seluruh situs bersejarah di Cirebon. Dan
yang tidak kalah penting dari Keraton di Cirebon adalah keraton selalu menghadap ke utara.
Dan di halaman ada patung harimau sebagai lambang Prabu Siliwangi. Di depan keraton selalu
ada alun-alun untuk rakyat berkumpul dan pasar sebagai pusat perekonomian, di sebelah timur
keraton selalu ada masjid.
Bangunan Keraton Kanoman Cirebon menghadap ke utara. Di luar bangunan Keraton terdapat
sebuah bangunan bergaya arsitektur Hindu  yang disebut dengan Balai Maguntur. Bangunan ini
berfungsi sebagai tempat kedudukan saat Sultan berpidato atau menghadiri upacara, seperti apel
prajurit atau menyaksikan penabuhan gamelan Sekaten.
Di keraton Kanoman Cirebon masih terdapat peninggalan Sunan Gunung Jati, seperti dua buah
kereta bernama Paksi Naga Liman dan Jempana yang masih terawat baik dan tersimpan di
museum. Tidak jauh dari kereta, terdapat bangsal Jinem atau pendopo untuk menerima tamu,
juga tempat penobatan Sultan dan pemberian restu sebuah acara seperti Maulid Nabi.
Di bagian tengah keraton Kanoman Cirebon, terdapat kompleks bangunan bernama Siti Hinggil.
Di depan keraton juga terdapat alun-alun yang berfungsi sebagai tempat berkumpul warga sekitar
atau tamu yang hendak menghadap Sultan Anom.
Lokasi Keraton : Kraton Kanoman Cirebon terletak di Kelurahan Pekalipan, Kecamatan
Kanoman Utara, Kota Cirebon, Provinsi Jawa Barat.
Kraton Kanoman hanya berjarak sekitar 600 m sebelah utara dari Kraton Kasepuhan.
Akses Keraton Kanoman : Dibandingkan akses keraton Kasepuhan, akses keraton kanoman
Cirebon memang kurang mencolok. Lokasi Keraton Kanoman terletak di belakang pasar
Kanoman. Pengunjung yang tidak ditemani warga lokal, mungkin akan kesulitan saat mencari
lokasi Keraton Kanoman Cirebon.
Pengunjung harus melewati pasar dahulu. Baru setelah keluar pasar dan melewati lapangan,
pengunjung bisa sampai ke keraton. Gerbang keraton Kanoman Cirebon dihiasi piring keramik
dari Tiongkok, dan terdapat beberapa kandang mini yang berisi binatang peliharaan.
Tiket masuk keraton Kanoman Cirebon sangat murah, hanya Rp 7.000. Hal ini mungkin karena
faktor pengelolaan. Keraton Kanoman Cirebon tampaknya tidak dikelola seserius Keraton
Kasepuhan dalam hal sebagai objek tujuan wisata.
Daya Tarik keraton Kanoman :
Tujuh sumur keraton
Di Keraton Kanoman Cirebon ini terdapat 7 sumur. Di antara 7 sumur itu terdapat 2 sumur yang
berada di dalam kedaton dan hanya bisa dilihat pada hari-hari tertentu saja seperti pada Maulid
Nabi. Sumur-sumur tersebut di percaya memiliki keutaman dan fungsi sesuai dengan kemauan
yang punya hajat. Sumur-sumur ini berada di Kebon Jimat, sebuah tempat sakral dan tempat
privasi keluarga Keraton Kanoman Cirebon.
Salah satunya Sumur Penganten yang merupakan peninggalan sejak jaman Wali Songo. Sumur
ini dipercaya mempermudah kaum perempuan supaya mendapatkan jodoh dengan mandi di sini.
Selain mandi, wisatawan juga dapat mangambil airnya.
Pusat Peradaban Cirebon
Dahulu Keraton Kanoman merupakan pusat peradaban Cirebon. Namun karena terdapat masalah
internal, kemudian pecah menjadi 3 keraton yaitu Keraton Kacirebonan, Kesepuhan, dan
Keprabon.
Jejak sejarah yang lekat dengan Sunan Gunung Jati terdapat di Keraton Kanoman, yang hingga
saat ini masih dilestarikan. Biasanya upacara ziarah Makam Sunan Gunung Jati masih terus
dilakukan setiap tahun dengan tajuk Grebeg Syawalan.
Halaman Jinem Kanoman
Halaman Jinem merupakan halaman ring 2. Halaman ini yang berbentuk L, melindungi bagian
inti Keraton Kanoman Cirebon dari arah timur, selatan dan barat dari halaman insti iastana. Pada
halaman ini terdapat beberapa bangunan yaitu, Gedong Pusaka, Paseban Singabrata, Jinemdan
Bale Semirang.
Sanggar Kemuning merupakan sebuah bangunan yang berada di sebelah timur dari pintu masuk
halaman Lawang Seblawong, bangunan ini berfungsi sebagai tempat menaruh peralatan
gamelang dan kesenian.
Gedong Pusaka merupakan bangunan yang menghadap ke arah barat. Bangunan berbentuk
persegi panjang dan berfungsi sebagai tempat menyimpan pusaka kesultanan Kanoman. Pusaka
yang tersimpan di sini diantaranya adalah kereta Paksinagaliman dan kereta Jempana.
Paseban Singabrata merupakan tempat jaga perwira keraton Kanoman Cirebon. Paseban
Singabrata ini menghadap ke arah barat, berukuran 8 x 10 meter, berlantai keramik dan
merupakan bangunan terbuka tanpa dinding. Pada bangunan ini hanya terdapat beberapa tiang
yang menopang atap berbentuk limasan. Paseban Singabrata juga berfungsi sebagai ruang tunggu
menghadap sultan.
Jinem merupakan bagian dari istana sultan yang menjorok keluar, menghadap utara dan
berukuran 12 x 8 meter serta berlantai keramik. Jinem ini berfungsi sebagai tempat para
pembesar menghadap Sultan Keraton Kanoman Cirebon.
Bale Semirang merupakan bangunan yang menghadap ke arah timur, berbentuk persegi panjang
dengan ukuran 3 x 6 x 3 meter serta berlantai semen. Bale Semirang merupakan bangunan
sederhana yang terbuka (tanpa dinding) dengan berbentuk limasan. Bale Semirang berfungsi
sebagai tempat bermusyawarah dengan sultan atau sebagai tempat memberi informasi.
Halaman Keraton Kanoman
Halaman ini adalah bagian inti istana. Pada halaman ini terdapat tempat tinggal keluarga
kerajaan, Kaputren dan Pulantara.
Halaman keraton Kanoman Cirebon merupakan halaman yang berada di sebelah selatan halaman
Jinem Kanoman. Antara halaman Jinem Kanoman dengan halaman Keraton Kanoman dibatasi
pagar dengan tinggi sekitar 2 meter.
Kaputren merupakan tempat tinggal putra dan putri sultan. Bangunan yang bergaya kolonial ini
dibangun oleh Sultan Anom III, Pangeran Raja Adipati (PRA) Alimuddin, sebelumnya anak-
anak Sultan Anom tinggal di Pulantara.
Pulantara merupakan bangunan yang dikelilingi pepohonan yang berada di ujung timur halaman
keraton Kanoman Cirebon. Gedung berbentuk persegi panjang dengan ukuran panjang 24,8
meter, lebar 13 meter, dan tinggi 9,5 meter dan menghadap ke arah selatan.
Pulantara dibangun tidak lama setelah keraton Kanoman Cirebon berdiri, didirikan oleh Elang
(Pangeran) Purbaya, putra dari Sultan Mohammad Badriddin (Sultan Anom I) sekitar 1600-an
sebagai tempat tinggal untuk anak-anak Sultan. Namun setelah Sultan Anom III Alimuddin
mendirikan Kaputren maka Pulantara difungsikan sebagai tempat tinggal para prajurit kesultanan
Kanoman.
Pada masa Pangeran Raja (PR) Dzulkarnaen berkuasa menjadi Sultan Anom VIII,Beliau
kemudian menjadikan Pulantara sebagai tempat menyimpan benda-benda pusaka yang akan
dipergunakan untuk acara maulid nabi Muhammad saw.
Bagi yang tertarik dengan wisata religi, dalam jarak 1 km dari keraton Kanoman Cirebon,
terdapat mesjid dengan arsitektur cukup unik. Bangunan mesjid  memiliki unsur nuansa Hindu.
Ini mengingatkan pada mesjid agung demak. Mesjid itu bernama Mesjid Merah Panjunan.

5. Museum Kanoman
Di keraton ini, tersimpan peninggalan-peninggalan bersejarah. Mulai dari kereta milik keraton,
peralatan rumah tangga, hingga senjata-senjata keraton. Salah satu kereta kerajaan legendaris
yang tersimpan di sini adalah Paksi Naga Liman. Kreta berbahan kayu sawo ini dibuat oleh
Pangeran Losari pada tahun 1350 Saka atau 1428 Masehi.
Gedong Pusaka merupakan bangunan yang menghadap ke arah barat. Bangunan berbentuk
persegi panjang dan berfungsi sebagai tempat menyimpan pusaka kesultanan Kanoman. Pusaka
yang tersimpan di sini diantaranya adalah kereta Paksinagaliman dan kereta Jempana.
Di Kompleks Keraton Kanoman terdapat gedung yang berfungsi sebagai tempat untuk
menyimpan dan merawat benda-benda kuno peninggalan keraton. Berlokasi di Jalan Winaon,
Kampung Kanoman, Kecamatan Lemah Wungkuk, Cirebon. Museum yang bernama Gedung
Pusaka Keraton Kanoman ini memamerkan segala bentuk benda, mulai dari gamelan, tombak,
ukiran dinding, hingga kereta kencana.
Memasuki area museum, pengunjung akan disambut Kereta Kencana Paksi Naga Liman dan
Kereta Jempana. Kedua kereta ini dibuat pada tahun 1428 M atas prakarsa Pangeran Losari.
Kereta yang menggunakan kayu sawo sebagai bahan utama pembuatannya ini digunakan
terakhir kali pada tahun 1933. Saat itu, Sultan Raja Muhammad Dzulkarnaen atau Sri Sultan
Kanoman ke VIII masih memimpin Keraton Kanoman.
Kereta Kencana Paksi Naga Liman memiliki bentuk hewan yang bersayap, berkepala naga,
dan memiliki belalai seperti gajah. Bentuk ini mengadopsi 3 budaya sekaligus, yaitu budaya
Islam yang disimbolkan dengan burung, Cina dengan kepala naga, dan Hindu yang
dilambangkan dengan belalai gajah.
Kereta Paksi Naga liman juga memiliki teknologi yang sangat maju di zamannya. Hal ini
terletak pada sayap yang mampu bergerak saat kereta dijalankan. Ini berguna sebagai
pendingin saat sultan menaiki kereta ini. Sedangkan Kereta Kencana Jempana merupakan
kereta kebesaran Ratu Dalem atau permaisuri kesultanan Cirebon.
Jempana dalam bahasa Cirebon berarti Jemjeming Pengagem Manahayang yang bermakna
Keteguhan hati. Ini dimaksudkan agar permaisuri bisa memegang teguh amanat yang
diembannya sebagai pendamping Sultan Keraton.
Kereta Jempana juga memiliki ukiran berbentuk mega mendung. Motif ini telah menjadi
landasan dalam pembuatan motif batik Cirebon yang telah dikenal seluruh nusantara.
Selain kereta kebesaran, museum ini juga menyimpan benda kuno lainnya, seperti ukiran
dinding Paksi Naga Jalma, yaitu manusia yang memiliki rupa burung berbadan manusia dan
berkulit naga.
Ada juga koleksi peti yang berasal dari Mesir. Ini dapat dilihat dari hiasan yang terpampang
pada bagian luar peti. Dahulu, peti ini digunakan oleh Sunan Gunung Jati dan ibunya Nyai
Mas Ratu Raransantang saat hijrah dari Mesir menuju Cirebon.
Di sudut lain museum, kursi berumur hampir 700 tahun terpajang bersama dengan patung
cupid pemberian jenderal Inggris Sir Thomas Raffles. Saat masih digunakan, kursi yang diberi
nama Gading Gilang Kencana ini diperuntukan bagi Putra Mahkota Kerajaan Padjajaran yaitu
Pangeran Walangsungsang. Pangeran Walangsungsang adalah salah satu tokoh cikal bakal
adanya kesultanan di Cirebon.

6. Keraton Kasepuhan

Keraton Kasepuhan Cirebon merupakan salah satu wisata heritage yang ada di Cirebon, Jawa
Barat selain Keraton Kanoman, dan Keraton Kacirebonan. Keraton di Kota udang ini menjadi
saksi episentrum kebudayaan yang ada sampai sekarang. Sisa-sisa bangunan Kerajaan Cirebon
menjadi daya tarik wisata lokal maupun manca negara.
Keraton Kasepuhan juga terdapat museum yang cukup lengkap dan berisi benda pusaka dan
lukisan koleksi kerajaan. Salah satu koleksi yang dikeramatkan yaitu Kereta Singa
Barong. Selain memiliki pemandangan cagar budaya yang eksotis, banyak sekali pesan dan ilmu
yang didapatkan saat berkunjung ke Keraton Kasepuhan Cirebon.
Keraton Kasepuhan menjadi keraton pertama yang berdiri di Cirebon. Keraton ini didirikan pada
tahun 1529 oleh Pangeran Mas Mochammad Arifin II yang menggantikan tahta dari Sunan
Gunung Jati pada tahun 1506. Keraton Kasepuhan merupakan keraton terbesar dan tertua di kota
ini.
Keraton tersebut memiliki arsitektur gabungan dari elemen kebudayaan Islam, Cina, dan
Belanda. Pada umumnya, ciri khas bangunan keraton ialah selalu menghadap ke utara dan
terdapat sebuah masjid di dekatnya. Keraton Kasepuhan dikelilingi oleh tembok bata berwarna
merah dengan bangunan utamanya yang berwarna putih.

Selain itu, setiap keraton di Cirebon mempunyai alun-alun sebagai tempat berkumpul, pasar, dan
patung macan di taman atau halaman sebagai perlambang dari Prabu Siliwangi, tokoh sentral
terbentuknya Kerajaan Cirebon.

Keraton Kasepuhan memiliki bangunan-bangunan sisa Kerajaan Cirebon yang bisa menjadi daya
tarik wisata di Keraton Kasepuhan. Bangunan seperti Bangsal Panembahan, Bangsal
Parabayaksa, Bangsal Pringgadani, Gajah Nguling, Jinem Pangrawit, Jinem Arum, Langgar Alit,
Bunderan Dewan Daru, Museum Kereta Barong, Gapura Gledegan, Langgar Agung, Gapura
Loncenga, Siti Inggil, Lapangan Giyanti, Jembatan Pangruwit, dan Pancaratna semua dijadikan
objek wisata yang banyak dilirik wisatawan lokal maupun asing.
Selain itu, banyak juga fasilitas yang ada di Keraton Kasepuhan seperti Bangsal Pagelaran
sebagai tempat aula diadakan acara-acara, pemandian sumur, sarana ibadah, sarana kebersihan,
museum, pendampingan petugas, toilet, aula, lapangan parkir.

Untuk menunjang wisata heritage keraton Kasepuhan, maka dibangun beberapa fasilitas baru
yaitu Kasepuhan Gallery & Cullinary. Di restauran ini terdapat menu makanan khas Cirebon
seperti nasi jamblang, nasi lengko, mie kocok, empal gentong, docang, tahu gejrot, aneka jus,
kopi, dan teh poci. Sementara souvenir yang dijual terdiri dari batik, kerajinan, aksesoris

Lokasi Keraton Kasepuhan Cirebon


Keraton Kasepuhan berada di Jl. Kasepuhan No. 43, wilayah Kampung Mandalangan, Kelurahan
Kasepuhan, Kecamatan Lemahwungkuk, Cirebon, Jawa Barat. Letak situs heritage tersebut dapat
dikatakan strategis karena dekat dengan Stasiun Cirebon yang jaraknya sekitar 3,4 km atau 3,9
km dari Terminal Harjamukti.

Akses yang dapat ditempuh untuk menuju Keraton Kasepuhan Cirebon sangat beragam.
Beragam moda transportasi berada di sekitar Keraton Kasepuhan, seperti becak, ojek, taxi, dan
angkutan umum. Sekitar 20 menit waktu yang dibutuhkan dengan naik becak menuju Keraton
Kasepuhan dari terminal Harjamukti ke timur laut sedangkan dari Stasiun Kejaksan ke arah
selatan membutuhkan waktu 30 menit.

Keraton Kasepuhan buka setiap hari yaitu pukul 08.00-18.00 WIB dengan tiket masuk sebesar
Rp 10.000 untuk pelajar, Rp 15.000 untuk umum, dan Rp 20.000 untuk turis mancanegara.

Wisatawan bukan hanya dapat menikmati pemandangan cagar budaya secara fisik. Di Keraton
Kasepuhan, setiap pemandu akan menceritakan sejarah, makna, dan pesan dari setiap
peninggalan kepada pengunjung.

7. Pendopo Cirebon
Dulunya milik kabupaten Cirebon ,Masjid Raya At Taqwa atau dulu Tajug Agung, awalnya
bukan milik Pemerintah Kota Cirebon. Dulunya masjid itu dinamai sebagai Tajung Agung.  Dari
sini, juga terjawab pertanyaan mengapa Pendopo Bupati Cirebon hingga sekarang masih
digunakan untuk Rumah Dinas Bupati Cirebon. Lingkungan itu memang dirancang, dibangun
tahun 1903. Waktu itu bupati pertama adalah Raden Adipati Salmon Salam Soeria Adiningrat.
Pada masa pemerintah itu dibangun kawasan Alun-alun Kejaksaan. Disebutkannya pada tahun
1905 waktu itu pendopo dan alun alun sudah bisa digunakan. Tidak lama setelah Bupati Adipati
pada tahun 1906 dalam rangka desentralisasi UU di wilayah Kejaksaan dijadikan sebagai
gementee atau kota praja yakni tanggal 1 April 1906. Kemudian di wilayah Kota Cirebon
dijadikan ibukota kolonial yang multietnis.
Saat itu memang ada pembagian kelas warga. Warga pribumi masuk warga kelas III yang
dipimpin oleh bupati. Sedangkan warga Tionghoa dan Arab masuk warga kelas II, warga
Belanda dan Eropa masuk warga kelas I yang dipimpin oleh burger masteer atau walikota yang
saat itu dijabat JH Johan yang memerintah tahun 1920-1925. Tugas pemkot atau gementee ini
melayani kebutuhan orang Belanda dan orang kelas dua.
Puncaknya terbangun pusat gementee sebagai pusat pemeirntah yaitu Balaikota Cirebon pada
tahun 1927. Pada zaman walikota yang kedua RS Schotman. Kondisi ini terus berlangsung
sampai akhir kolonial Belanda 1942. Yang diganti pemerintahan militer Jepang tahun 1942-
1945. Sampai setelah kemerdekaan.
Seiring berjalannya waktu Tajug Agung waktu itu masih sederhana dan bangunan yang kecil.
Setelah kemerdekaan baru sekitar tahun 50-an, pengakuan kedaulatan baru sistem pemerintahan
diaktualisasikan. Dan disusun kembali. Yang dulu wilayah gementee jadi kota. Residen tersebut
jadi keresidenan. Otomatis pemerintah gementee dihapus sejak Jepang berkuasa. Akhirnya dibuat
administrasi wilayah antara kota dan kabupaten. Wilayah yang dulu Gementee Cirebon dijadikan
wilayah kota.
Sampai akhirnya berganti zaman Orde Lama eksistensi Tajug Agung sempat dimiliki oleh
Karesidenan Cirebon. Saat Orde Baru, sedikit demi sedikit fungsi kariesidenan dilikuidasi.
Apalagi saat pembangunan pembiayaan juga melibatkan dari pihak luar. Seperti Majalengka,
Kuningan, dan Indramayu. Sehingga bisa dikatakan Masjid Raya At Taqwa ini miliknya orang di
wilayah III Cirebon.
Hingga pada zaman Orde Baru perkembangan masyarakat akhirnya pusat Pemerintahan
Kabupaten Cirebon berpindah ke Sumber. Secara administratif perpindahan itu sejak 1979, tapi
proses pembangunan perlu waktu hingga secara de facto Pemerintahan Kabupaten Cirebon baru
pindah ke Sumber pada 1988. Sementara fungsi pendopo sebagai rumah dinas bupati berlaku
sampai saat ini.

8. Paseban Tri Panca Tunggal


Paseban Tri Panca Tunggal, Bangunan Cagar Budaya di Kuningan
Di tepi Jalan Raya Cigugur tepatnya di Kampung Wage, Kelurahan Cigugur, Kuningan, Jawa
Barat terdapat sebuah bangunan cagar budaya yang sudah berdiri sejak 1840. Masyarakat
sekitar mengenalnya dengan nama Paseban Tri Panca Tunggal.
Bangunan cagar budaya ini memiliki atap bertingkat disertai tonggak besi berkelopak bunga
dibagian ujungnya. Paseban Tri Panca Tunggal telah lama menjadi bagian dari upacara adat
Seren Taun, yaitu upacara yang dilaksanakan oleh masyarakat Sunda sebagai ungkapan rasa
syukur atas hasil panen yang berlimpah.
Desa Adat Cigugur terletak di Jalan Raya Cigugur, Kuningan, Jawa Barat. Lokasinya di pinggir
jalan dan desanya sendiri merupakan desa adat modifikasi yang tidak meninggalkan nilai-nilai
leluhurnya. Yang menarik dari tempat ini adalah Gedung Paseban Tri Panca Tunggal. Gedung
ini ditetapkan sebagai salah satu cagar budaya di Indonesia.

Pada umumnya telah banyak yang telah mendengar dan mengetahui bahwa pendiri dan pemilik
gedung Paseban Tri Panca Tunggal dikenal dengan nama "Kiai Madrais" dan dikenal sebagai
pemimpin suatu aliran. Gedung ini juga dikenal dan disebut pula sebagai pusa Agama Djawa
Sunda. Ada pula yang menyebutnya keraton, karena Kiai Madrais dikenal pula sebagai
"Pangeran Madrais". Siapa dan berasal dari manakah sebetulnya Kiai Madrais, ada bermacam
versi ceritanya. Begitu pula mengenai ajaran dari alirannya yang lantas dikenal dengan nama
Agama sunda atau Agama Djawa Sunda.

Paseban adalah tempat berkumpul dan bersyukur dalam merasakan ketunggalan selaku umat
Gusti Yang Widi Wasa, dengan meyakinkan kemanunggalan dalam pengolahan sempurnaan
getaran dari tiga unsur yang disebut Sir, Rasa, Pikir. Paseban Tri Panca Tunggal terdiri dari
beberapa bangunan dan ruangan, yang secara keseluruhan bangunan tersebut menghadap ke arah
barat. Keletakan ini merupakan lambang yang menggambarkan bahwa timur barat merupakan
garis perjalanan matahari, dan diartikan bahwa dalam pagelaran hidup ini antara terbit dan
terbenam atau lahir dan mati, sesuai yang tersimpul dalam arti Tri Panca Tunggal.

Bangunan inti dari Paseban Tri Panca Tunggal terdiri dari ruangan-ruangan :

1. Jinem.
2. Pendopo pagelaran.
3. Srimanganti (bagian depan padaleman).
4. Dapur Angeung.

Beruntung karena saat tiba di Desa Adat Cigugur kami bisa bertemu dengan pak Elang dan
diajak memasuki Gedung Paseban Tri Panca Tunggal. Nampak beberapa orang sedang bekerja
memberesi segala sesuatunya di gedung ini termasuk membersihkan gamelan. Suasananya asyik
dan nyaman.

Sesuai dengan amanat dari pendiri Paseban Tri Panca Tunggal, demikian pula sejalan dengan
tujuan Yayasan Pendidikan Tri Mulya yang bergerak dalam bidang pendidikan, maka setelah
dipugarnya Paseban Tri Panca Tunggal selain dipeliharanya nilai-nilai budaya yang terdapat
dalam bangunan ini, juda dimanfaatkan untuk tujuan pendidikan, salah satunya sebagai pusat
lokasi penyelenggaraan Upacara Seren Taun yang diselenggarakan tiap tahun.

Harapan kami suatu saat nanti kami bisa kembali ke Desa Adat Cigugur untuk menyaksikan
Upacara Seren Taun.
Paseban Tri Panca Tunggal didirikan oleh Pangeran Sadewa Madrais atau yang lebih dikenal
dengan Kyai Madrais. Beliau adalah pewaris tahta Kerajaan Gebang di Cirebon yang telah
dibumi hanguskan oleh pasukan VOC. Saat terjadi pembumihangusan Kyai Madrais masih
balita. Kemudian setelah dewasa, belaiu mendirikan padepokan yang hingga kini masih
berdiri.
Bangunan Paseban Tri Panca Tunggal memiliki bentuk yang membujur dari timur ke barat.
Ini menggambarkan perjalanan hidup manusia bahwa ada awal mula kedatangan dan ada akhir
untuk kembali. Semua bagian Paseban Tri Panca Tunggal tidak lepas dari makna filosofisnya
masing-masing, begitu juga dengan nama Paseban Tri Panca Tunggal.
Secara etimologi, nama Paseban Tri Panca Tunggal berasal dari kata Paseban yang berarti
tempat bertemu atau berkumpul. Tri berasal dari bahasa Sangsekerta yang dapat dimaknai
sebagai rasa, budi, dan pikir. Sedangkan Panca adalah panca indra, dan tunggal adalah Tuhan
Yang Maha Esa.
Maka bila diartikan secara harfiah, Paseban Tri Panca Tunggal adalah tempat untuk
mempersatukan tiga kehendak yaitu Cipta, Rasa, dan Karsa yang diwujudkan dalam sikap
perilaku. Lalu diterjemahkan melalui panca indera ketika mendengar, melihat, berbicara,
bersikap, bertindak, dan melangkah, untuk mendekatkan diri kepada Sang Maha Tunggal.
Di dalam Paseban Tri Panca Tunggal terdapat pendopo yang ditopang oleh 11 pilar
disekelilingnya. Pada bagian tengah terdapat lambang burung Garuda mengepakan sayap,
berdiri di atas lingkaran bertuliskan huruf Sunda "Purna Wisada". Burung Garuda ini disangga
oleh sepasang naga bermahkota, yang ekornya saling mengait. Di tengah lingkaran terdapat
simbol yang merupakan lambang Tri Panca Tunggal.
Selain itu, di dalam Paseban Tri Panca Tunggal juga terdapat beberapa ruangan lain, seperti
ruang Jinem, Pasengetan, Pagelaran, Sri Manganti, Mega Mendung (ruang kerja Pangeran
Djatikusumah), dan Dapur Ageng.
Khusus Ruang Sri Manganti, ruangan yang terletak di ujung bagian dalam ini berfungsi
sebagai tempat pertemuan dan persiapan upacara Seren Taun yang diadakan setiap tahun.
Selain berfungsi sebagai salah satu tujuan wisata sejarah di Kuningan, Paseban Tri Panca
Tunggal juga kerap digunakan sebagai padepokan. Di padepokan inilah masyarakat sekitar
diperkenalkan berbagai seni dan budaya Kuningan, agar kebudayaan tetap terjaga dan lestari.
Hal ini dapat dilihat dari batik-batik hasil karya masyarakat yang terpajang di salah satu sudut
ruangan. Tidak hanya itu, Paseban juga kerap digunakan sebagai sanggar tari dan tempat
tinggal sultan beserta keluarganya.

9. Makam Sunan Gunung Djati


Makam Sunan Gunung jati adalah sebuah objek wisata religi berupa ziarah makam. Makam ini
terletak di antara bukit gunung sembung dan bukit gunung jati. Karena itulah beliau kemudian
lebih dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati.
Sebenarnya makam lebih masuk ke wilayah gunung sembung. Tapi karena bukit gunung jati
yang lebih dikenal sebagai wilayah keramat, jadilah bukit gunung jati yang lebih populer.
Makam Sunan Gunung Jati berada di sebuah kompleks pemakaman yang terletak di atas lahan
seluas lima hektare. Makam dibagi menjadi dua kompleks makam. Kompleks utama adalah
kompleks tempat makam Sunan Gunung Jati berada, yaitu di Gunung Sembung, yang memuat
sekitar 500 makam.
Di lokasi ini, terdapat juga makam istri Sunan Gunung Jati, yaitu Putri Ong Tien Nio atau biasa
disebut Nyi Ratu Rara Semanding yang berasal dari negeri China. Putri Ong Tien Nio
merupakan puteri Kaisar Hong Gie dari Dinasti Ming. Jadi tidak heran jika begitu banyak
keramik yang menghiasi kompleks pemakaman ini.
Saat berkunjung ke kompleks Makan Sunan Gunung Jati, setiap pengunjung harus melepas alas
kaki, mengisi buku tamu.
Di kompleks makam Sunan Gunung Jati, Astana, Cirebon, Jawa Barat, ribuan peziarah kerap
datang dan pergi. Peziarah yang datang tidak hanya untuk berdoa dan mengenang jasa Sunan
Gunung Jati. Sebagian pengunjung datang berziarah dengan mengharap berkah di makam sang
wali.
Sejarah Sunan Gunung Jati
Sunan Gunung Jati lahir pada tahun 1450 Masehi, tetapi ada juga yang mengatakan kalau beliau
lahir pada tahun 1448 Masehi.
Memasuki usia dewasa, sekitar tahun 1470, beliau menikahi adik dari Bupati Banten saat
itu, Nyai Kawunganten. Dari pernikahan ini lahirlah Ratu Wulung Ayu dan Maulana
Hasanuddin. Maulana Hasanuddin inilah yang kelak menjadi Raja Banten pertama.
Syekh Syarif Hidayatullah berpulang ke rahmatullah pada tanggal 26 Rayagung tahun 891
Hijriah atau bertepatan dengan tahun 1568 Masehi. Tanggal Jawanya adalah 11 Krisnapaksa
bulan Badramasa tahun 1491 Saka. Meninggal dalam usia 120 tahun.
Dengan usia yang panjang itu putra dan cucunya tidak sempat memimpin Cirebon, karena
meninggal terlebih dahulu. Kepemimpinan beliau dilanjutkan oleh cicitnya yang
memimpin Kesultanan Cirebon setelah wafatnya Syarif Hidayatullah. Syekh Syarif Hidayatullah
kemudian dikenal dengan Sunan Gunung Jati karena dimakamkan di Bukit Gunung Jati
Lokasi Makam Sunan Gunung Jati
Makam Sunan Gunung Jati berada di Desa Astana, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon.
Lokasi Makam yang dikeramatkan ini berjarak kira-kira 3 kilometer dari kota Cirebon.
Akses Menuju Makam Sunan Gunung Jati
Akses menuju makan Sunan Gunung Jati tergolong mudah dicapai. Bisa dicapai dengan
kendaraan pribadi maupun dengan angkutan umum.
Jika menggunakan kendaraan pribadi, dari kota manapun awali dengan mengarahkan perjalanan
ke kota Cirebon. Dari Cirebon ambil jalur menuju Krucuk. Teruskan perjalanan  sampai
melewati Tanjung pura. Setelah melewati Pantai Tirtamaya makam terletak di sebelah kiri jalan.
Jika menggunakan kereta apai, pengunjung luar kota bisa turun di Stasiun Cirebon. Dari sana
naik angkot D5 jurusan dukuh semar-Krucuk. Sesampai di Krucuk dilanjutkan dengan
menggunakan GG jurusan Gunung Sari. Pesan pada kondektur, untuk diturunkan di depan
makam Sunan Gunung Jati.
Jam Buka Makam Sunan Gunung Jati
Sebenarnya Makam Sunan gunung jati ini bukan lokasi wisata. Dan dikhususkan untuk tujuan
Ziarah. Sehingga tidak ada aturan jelas soal jam operasional.
Jadi secara teknis tempat ini buka 24 jam penuh.
Tiket Makam Sunan Gunung Jati
Saat berkunjung ke kompleks Makan Sunan Gunung Jati, tidak ada pungutan biaya wajib.
Pengunjung hanya diharapkan memberikan sumbangan sukarela kepada juru kunci yang
merawat kompleks pemakaman ini.
Fasilitas Makan Sunan Gunung Jati
Di area makam Sunan Gunung Jati terdapat beragai macam fasilitas yang menunjangkegiatan
para peziarah. Disekitar lokasitersedia: penginapan, warung makan, masjid, pendopo, parkir luas,
dan alun-alun.
Di lokasi ini juga terdapat pedagang kaki lima, kios cendramata, kios buah-buahan, dan lain-lain.
Daya Tarik Makam Sunan Gunung Jati
Sebagai lokasi yang dikunjungi ratusan ribu pengunjung setiap tahunnya, tentulah lokasi ini
memiliki hal yang sangat manarik. Pada kesempatan ini kami mencoba mengabarkan secara
ringkas sebagian dari daya tarik.
Wisata Religi Ziarah Wali
Untuk menuju ke makam Sunan Gunung Jati, peziarah harus melintasi tangga yang panjang dan
berliku dengan dipenuhi ratusan kuburan. Setiap halaman terdapat kuburan lengkap dengan
bangunan-bangunan kecil dari kayu.
Makam Sang Sunan terletak di tingkat sembilan dengan sembilan pintu gerbang. Kesembilan
pintu gerbang itu memiliki nama masing-masing, seperti Pintu Gapura, Pintu Krapyak, Pintu
Pasujudan, Pintu Ratnakomala, Pintu Jinem, Pintu Rararog, Pintu Kaca, Pintu Bacem, dan Pintu
Teratai yaitu pintu untuk menuju ke area makam Sunan Gunung Jati.
Tidak seperti lazimnya makam para wali yang lain, makam Sunan Gunung Jati tidak bisa
diziarahi secara langsung. Para peziarah masyarakat umum harus berpuas diri dengan berdoa di
teras pintu Pasujudan.
Hanya keturunan sang wali yang bisa melanjutkan perjalanan ke teras-teras selanjutnya hingga
ke gerbang teratai dan akhirnya tungkup makam.
Aksen Budaya Tionghoa
Keramik Tionghoa yang cantik terlihat bertebaran di tembok pendopo, undakan dan dinding.
Dua ornamen udang menempel pada dinding diantara hiasan kaligrafi pada logam bulat
keemasan.
Selain keramik, pengaruh kebudayaan Tionghoa juga terlihat dengan adanya hiolo, tempat
batang hio bakar.
Pada dinding tinggi bercat putih di kompleks Makam Sunan Gunung Jati permukaannya nyaris
penuh berhiaskan keramik Tiongkok asli. Juga dengan hiasan batu beraneka warna yang
bertebaran di sana sini. Sangat menawan dan indah.
Keramik piring dan bentuk bulatan lebih kecil yang mengelilinginya di lingkungan makam itu
konon dibawa oleh Putri Ong Tien Nio, istri Sunan Gunung Djati yang berasal dari Negeri
Tiongkok. Keramik yang telah berusia ratusan tahun itu warnanya terlihat belum juga pudar dan
tampaknya terawat dengan cukup baik.
Bukan hanya hiasan, bahkan ritus keagamaan tinghoa pun berlangsung di kompleks makam ini.
Pada makam Nyi Ong Tien, tepatnya di depan pintu gerbang gaya Tionghoa bisa dilakukan ritus
cara tionghoa.
Layaknya Klenteng, ritus-ritus ala Tionghoa tampak jelas, seperti kemenyan dibakar dan
batangnya tertancap di atas pasir dalam tempayan, uang receh bercampur bunga-bunga dilempar-
lemparkan, dan lain sebagainya.
Arsitektur Makam
Setelah memasuki gapura, peziarah diminta untuk melepaskan sandal/sepatu demi kenyamanan
dan kebersihan lingkungan makam.
Peziarah akan disuguhkan dengan bangunan arsitektur campuran Jawa, Cina, dan Arab.
Pada gapura dan atap bangunan adalah arsitektur Jawa berupa Limasan, dan juga ada ruangan
bernama Balemangu Majapahit dan Balemangu Padjadjaran
Balemangu Majapahit yang merupakan hadiah sewaktu sang sunan mengawini Nyi Mas
Tepasari, putri Ki Ageng Tepasan, seorang pembesar Majapahit.
Sesuai namanya, balemangu yang disebut tarkhir itu merupakan hadiah dari Prabu Siliwangi
yang diberikan sewaktu penobatan Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) sebagai Sultan
Kasultanan Pakungwati (sebelum kemudian lebih dikenal dengan nama Keraton Kasepuhan
Cirebon).
Bagian dinding bangunan dihiasi dengan hiasan indah kaligrafi huruf Arab
Objek Wisata Dekat Makam Sunan Gunung Jati
Ketika berziarah ke makam Sunan Gunung Jati tentu tidak lengkap rasanya jika ti berkunjung ke
Keraton keraton yang ada di Cirebon. Dari makam Sunan Gunung Jati, jarak ke Keraton
Kasepuhan, Keraton Kanoman, maupun Keraton Kacirebonan relatif sama. Yakni sekitar 7 km.
Bagi pengunjung yang ingin mengunjungi tempat yang menenangkan hati, bisa mencoba untuk
berkunjung ke Taman Sari Gua Sunyaragi. Taman kuno peninggalan Keraton Cirebon ini
berjarak sekitar 7 setengah kilometer dari makam Sunan Gunung Jati.
Mari luangkan waktu, datang dan kunjungi lokasi wisata religi Makam salah satu anggota Wali
Songo ini. Rasakan sendiri sensasi dan getaran magis yang menarik hati di makan wali Allah ini.

10. Gua Sunyaragi, Taman Menyepi


Gua Sunyaragi, Taman Menyepi yang Kini Ramai Pengunjung
Di Kota Cirebon  terdapat bangunan mirip candi yang disebut Gua Sunyaragi. Sering juga
disebut sebagai Taman sari Sunyaragi. Nama “Sunyaragi” berasal dari kata “sunya” yang artinya
sepi dan “ragi” yang berarti raga, keduanya adalah bahasa Sanskerta.

Tujuan utama didirikan gua tersebut adalah sebagai tempat peristirahatan dan meditasi para
Sultan Cirebon dan keluarganya.
Gua Sunyaragi merupakan salah satu benda cagar budaya yang berada di Kota Cirebon dengan
luas sekitar 15 hektare.
Konstruksi dan komposisi bangunan situs ini merupakan sebuah taman air. Karena itu Gua
Sunyaragi disebut taman air gua Sunyaragi. Pada zaman dahulu kompleks gua tersebut
dikelilingi oleh danau yaitu Danau Jati.
Lokasi di mana dulu terdapat Danau Jati saat ini sudah mengering dan dilalui jalan by
pass Brigjen Dharsono, sungai Situngkul, Pembangkit Listrik Tenaga Gas, persawahan dan
pemukiman penduduk.
Selain danau, itu di gua tersebut banyak terdapat air terjun buatan sebagai penghias. Ada juga
hiasan taman seperti Gajah, patung wanita Perawan Sunti, dan Patung Garuda. Gua Sunyaragi
merupakan salah satu bagian dari keraton Pakungwati.
Mitos Perjodohan di Goa Sunyaragi
Ada mitos yang terkenal dari Gua Sunyaragi seputar jodoh. Bagi para perawan yang belum
mendapatkan pasangan dilarang untuk menyentuh salah satu patung batu bernama Perawan
Sunti. Konon jika ada yang melanggar, maka dipercaya akan sulit mendapatkan jodoh.
Tapi apabila secara tidak sengaja sudah menyentuh patung batu tersebut, ada hal yang bisa
dilakukan untuk menangkal. Yakni berjalan masuk ke dalam Gua Kelanggengan. Gua
Kelanggengan dipercaya bisa melanggengkan sesuatu termasuk masalah jodoh.
Sejarah Gua Sunyaragi
Gua Sunyaragi bukanlah gua biasa yang terbentuk dari fenomena alam yang terjadi di kawasan
karst. Gua unik ini terbentuk dari susunan batu dan memang terlihat mirip dengan gua batu alami
padahal gua ini adalah hasil karya tangan manusia.
Pembuatan Gua Sunyaragi yang diprakarsai oleh Pangeran Emas Zaenul Arifin atau Panembahan
Ratu Pertama ini dibuat selama tiga periode di awal abad ke-18. Dahulu gua ini dipercaya
sebagai tempat Sultan Cirebon dan keluarganya mencari ketenangan.
Perawan Sunti.
Ada pula yang mengatakan gua ini sebagai tempat penggemblengan tentara kesultanan Cirebon.
Tahun 1852, taman ini sempat diperbaiki karena pada tahun 1787 rusak akibat perang. Saat
perang itu taman ini digunakan sebagai benteng pertahanan. Pemugaran terakhir dilakukan
pemerintah RI, yang memugar Taman sari secara keseluruhan dari tahun 1976 hingga 1984.
Sejak itu tak ada lagi aktivitas pemeliharaan besar pada kompleks ini.
Lokasi Gua Sunyaragi
Cagar budaya Gua Sunyaragi berlokasi di sisi jalan By Pass Brigjen Dharsono, Sunyaragi,
Kesambi, Kota Cirebon.
Rute Menuju Gua Sunyaragi
Bagi wisatawan asal kota Cirebon  sudah tidak bingung lagi untuk mendatangi lokasi Obyek
Wisata Gua Sunyaragi di Sunyaragi Cirebon Jawa Barat. Sedangkan untuk pengunjung luar kota
bahkan luar negeri, tentu mereka sedikit bingung
Untuk menuju lokasi Wisata Gua Sunyaragi dapat dilakukan dengan kendaraan pribadi baik
Mobil ataupun motor. Pengunjung bisa meminta panduan arah ke Obyek Wisata Gua Sunyaragi
di Sunyaragi Cirebon Jawa Barat di google maps yang terpasang di smartphone. Panduan itu
akan cukup akurat, sebab posisi taman yang di tengah kota sudah terpetakan dengan baik oleh
aplikasi peta.
Sedangkan untuk pengunjung yang memilih memakai kendaraan umum seperti : bis umum atau
angkutan lainnya juga bisa mencapai taman dengan mudah. Setelah pengunjung sampai  di
terminal bis atau kereta api di kota Cirebon, pengunjung bisa mencari Ojek atau taksi.
Ojek atau taksi konvensional maupun On-Line bisa melayani rute Taman Sunyaragi dengan baik.
Lokasi ini hanya berjarak 1.5 km dari terminal Harjamukti Cirebon, dan 5 km dari stasiun kereta
api Cirebon.

Jam Buka Gua Sunyaragi


Cagar budaya Gua Sunyaragi buka setiap hari dari pukul 8.00-17.30.
Tiket Gua Sunyaragi
Untuk menikmati wisata sejarah di taman gua sunyaragi pengunjung dikenakan biaya masuk
sebesar Rp 10.000. Untuk parkir dikenakan tarif sebesar Rp 3.000.
Pengelola juga menyediakan jasa pemandu wisata bagi yang ingin mengenal sejarah dari Goa
Sunyaragi dengan biaya sebesar Rp 50.000.
Fasilitas Gua Sunyaragi
Obyek Wisata Gua Sunyaragi di Sunyaragi Cirebon Jawa Barat bisa dibilang sebuah wisata gua
yang memiliki fasilitas pendukung wisata yang memadai. Hal ini mungkin karena lokasi yang di
tengah kota ditambah keseriusan pengelola taman ini.
Beberapa fasilitas yang dimiliki taman adalah: Area Parkir kendaraan, Mushola, Kamar mandi /
MCK, Penginapan, dan warung makan.
Daya Tarik Gua Sunyaragi
Struktur Taman
Kompleks tamansari Sunyaragi ini terbagi menjadi dua bagian yaitu pesanggrahan dan bangunan
gua. Bagian pesanggrahan dilengkapi dengan serambi, ruang tidur, kamar mandi, kamar rias,
ruang ibadah dan dikelilingi oleh taman lengkap dengan kolam. Bangunan gua-gua berbentuk
gunung-gunungan. Dilengkapi terowongan penghubung bawah tanah dan saluran air.
Bagian luar kompleks aku bermotif batu karang dan awan. Pintu gerbang luar berbentuk candi
bentar dan pintu dalamnya berbentuk paduraksa.
Induk seluruh gua bernama Gua Peteng (Gua Gelap) yang digunakan untuk bersemadi. Selain itu
ada Gua Pande Kemasan yang khusus digunakan untuk bengkel kerja pembuatan senjata
sekaligus tempat penyimpanan senjata. Perbekalan dan makanan prajurit disimpan di Gua
Pawon. Gua Pengawal yang berada di bagian bawah untuk tempat berjaga para pengawal.
Saat Sultan menerima bawahan untuk bermufakat, digunakan Bangsal Jinem. Untuk tempat
Sultan beristirahat, dilakukan di Mande Beling. Ada pula Gua Padang Ati (Hati Terang), yang
diperuntukkan khusus tempat meditasi bagi Sultan.
Perpaduan Kebudayaan
Dilihat dari gaya atau corak dan motif-motif ragam rias yang muncul serta pola-pola bangunan
yang beraneka ragam dapat disimpulkan bahwa gaya arsitektur gua Sunyaragi merupakan hasil
dari perpaduan antara gaya Indonesia klasik atau Hindu, gaya Cina atau Tiongkok kuno,
gaya Timur Tengah atau Islam dan gaya Eropa.
Gaya Indonesia klasik atau Hindu dapat terlihat pada beberapa bangunan berbentuk joglo.
Misalnya, pada bangunan Bale Kambang, Mande Beling dan gedung Pesanggrahan, bentuk
gapura dan beberapa buah patung seperti patung gajah dan patung manusia berkepala garuda
yang dililit oleh ular.
Seluruh ornamen bangunan yang ada menunjukkan adanya suatu sinkretsime budaya yang kuat
yang berasal dari berbagai dunia. Namun, umumnya dipengaruhi oleh gaya arsitektur Indonesia
Klasik atau Hindu.
Gaya Cina terlihat pada ukiran bunga seperti bentuk bunga persik, bunga matahari dan bunga
teratai. Di beberapa tempat, dulu Gua Sunyaragi dihiasi berbagai ornamen keramik Cina di
bagian luarnya. Keramik-keramik itu sudah lama hilang atau rusak sehingga tidak diketahui
coraknya yang pasti.
Kuburan cina.
Juga ada penempatan keramik-keramik pada bangunan Mande Beling serta motif mega
mendung. Misalnya pada kompleks bangunan gua Arga Jumut. Ini memperlihatkan bahwa gua
Sunyaragi mendapatkan pengaruh gaya arsitektur Cina.
Selain itu ada pula kuburan Cina. Kuburan tersebut bukanlah kuburan dari seseorang keturunan
Cina, melainkan merupakan sejenis monumen yang berfungsi sebagai tempat berdoa. Tempat
berdoa para keturunan pengiring-pengiring dan pengawal-pengawal Putri Cina. Putri cina itu
adalah Ong Tien Nio atau Ratu Rara Sumanding yang merupakan istri dari Sunan Gunung Jati.
Sebagai peninggalan keraton yang dipimpin oleh Sultan yang beragama Islam, gua Sunyaragi
dilengkapi pula oleh pola-pola arsitektur bergaya Islam atau Timur Tengah. Misalnya, relung-
relung pada dinding beberapa bangunan, tanda-tanda kiblat pada tiap-tiap pasalatan
atau musholla, adanya beberapa pawudlon atau tempat wudhu. Juga bentuk bangunan Bangsal
Jinem yang menyerupai bentuk Kabah.
Gua Sunyaragi didirikan pada zaman penjajahan Belanda sehingga gaya arsitektur Belanda atau
Eropa turut mempengaruhi gaya arsitektur gua Sunyaragi. Tanda tersebut dapat terlihat pada
bentuk jendela yang terdapat pada bangunan Kaputren. Bentuk tangga berputar pada gua Arga
Jumut dan bentuk gedung Pesanggrahan.
Kompatibel Dengan Pengunjung Milenial
Walau lokasi ini diniatkan untuk wisata sejarah, dengan tujuan pelestarian dan pengenalan
sejarah, namun tidak berarti harus menjadi suram dan kuno. Pengelola sangat menyadari, bahwa
untuk membuat anak muda tertarik belajar sejarah taman ini, mereka harus tertarik untuk datang
dahulu. Dengan kesadaran itu lokasi ini mencoba menyesuaikan diri agar kompatibel dengan
generasi muda.
Sultan Sepuh XIV, PRA Arief Natadiningrat menuturkan Goa Sunyaragi ini usianya sudah lebih
dari 400 tahun. Bila objek wisata ini tidak dikembangkan dengan berbagai inovasi dan kreativitas
dikhawatirkan akan sepi pengunjung.
Implementasi dari pemikiran beliau itu, pengelola kemudian mengembangkan wahana wisata
baru. Untuk menambah daya tarik wisatawan, disediakan juga wahana bagi para pengunjung
yaitu Sepeda terbang, Balon terbang, Ayunan Terbang, dan Panahan.
View indah yang ada di Gua Sunyaragi ini sering kali digunakan untuk berfoto. Tidak hanya
sekedar berfoto, pasangan-pasangan yang hendak menikah pun menggunakan gua sunyaragi
sebagai foto pre-wedding.

Tips Mengunjungi Gua Sunyaragi


Ada beberapa tips yang sebaiknya diperhatikan selama mengunjungi taman gua sunyaragi ini.
Berikut beberapa diantaranya:
Bawa pelindung kepala
Sebagian besar area Goa Sunyaragi adalah tempat terbuka. Anda akan langsung merasakan
sengatan sinar matahari khas pesisir utara Jawa. Oleh karena itu, bawalah pelindung kepala. Topi
sangat membantu, juga sunblock dan kaca mata hitam.
Hati-hati kepala terantuk
Taman Sari Goa Sunyaragi punya beberapa goa yang bisa dimasuki oleh wisatawan. Beberapa
goa tersebut bernama Goa Peteng, Goa Pengawal Goa Pawon, Goa Arga Jumut, dan lainnya.
Pintu goa didesain rendah, sehingga Anda harus menunduk saat masuk ke sana. Kehati-hatian ini
diperlukan agar tidak terantuk bangunan dan bagian atas pintu yang terbuat dari karang tajam.
Selalu hati-hati saat memasuki goa.
Selain itu, terdapat pula beberapa kolam dengan kedalaman hingga lima meter. Jika membawa
anak-anak, awasi pergerakan agar tidak terjadi kecelakaan.
Datang pada sore hari
Saat berkunjung ke taman Gua Sunyaragi, ada baiknya jika pengunjung datang saat sore hari
mulai pukul 16.00. Matahari di Cirebon cukup menyengat pada siang hari.
Kunjungan ke taman ini akan mengharuskan untuk berkeliling. Sehingga butuh tenaga ekstra jika
dilakukan dalam kondisi siang yang terik, namun menjadi nyaman jika dilakukan dalam
keteduhan sore.
Objek Wisata Dekat Gua Sunyaragi
Ketika mengunjungi taman gua Sunyaragi ada baiknya jika juga merangkaikan dengan
mengunjungi keraton di Cirebon. Keraton dan Taman Sunyaragi adalah 1 kesatuan paket sejarah
yang tidak bisa terpisahkan.  Dari Taman Gua jarak ke Keraton Kasepuhan 4,3 km.
Sedangkan Keraton Kanoman 4.7 km. terakhir Keraton Kacirebonan relatif sama. Yakni sekitar
7 km.
Bagi pengunjung yang setelah mengunjungi taman sakral sunyaragi dan ingin melanjutkan ke
wisata religi, bisa memilih Makam sunan Gunung Jati. Makam anggota wali songo ini berjarak
sekitar 7.5 km dari taman.
Sekian dulu kami nativeindoensia.com membagikan kisah soal taman gua sunyaragi. Semoga di
hari ke depan, anda bisa luangkan waktu untuk datang mengunjungi lokasi taman sakral ini.
11. Keraton Gebang Cirebon
Lokasi Keraton Gebang
Keraton Gebang terletak di Dusun Krapyak, Desa Babakan Kulon, Kecamatan Babakan,
Cirebon, Jawa Barat.
Pada tahun 1689, wilayah Gebang ditetapkan sebagai daerah protektorat kompeni yang meliputi
daerah pantai Cirebon di utara hingga Cijulang di selatan serta sebelah barat berbatasan dengan
Kesultanan Cirebon dan sebelah timur dengan Kesultanan Mataram. Pangeran Sutajaya diberi
hak untuk memerintah wilayah-wilayah atau suku-suku di daerah Kepangeranan Gebang.
Pangeran Sutajaya adalah putra Aria Wirasuta, cucu Pangeran Paserean, cicit Susuhunan Gunung
Jati. Keraton Gebang didirikan oleh Pangeran Sutajaya sebagai pusat pemerintahan Gebang dan
juga difungsikan untuk gudang logistik Kesultanan Mataram dalam rangka penyerbuan ke
Batavia. Jan Pieterzoon Coen mengetahui hal ini kemudian mengirim pasukan untuk
menghancurkannya.
Setelah peristiwa ini, Pangeran Sutajaya menikahkan putrinya yang bernama Ratu Agung dengan
Pangeran Sujatmaningrat atau Pangeran Pengantin dari Kesultanan Kanoman. Pada tahun 1860
Pangeran Sujatmaningrat mendirikan keraton baru sebagai pengganti keraton yang dihancurkan
oleh Belanda yang hingga sekarang masih berdiri dan disebut dengan Keraton Gebang.
Kompleks Keraton Gebang berada pada lahan di sebelah utara jalan kampung. Jalan masuk
utama berada di bagian tengah sisi selatan dilengkapi bangunan gerbang beratap genting. Jalan
masuk lainnya berada di sebelah timur jalan masuk utama. Bagian halaman depan terbagi dua,
bagian timur merupakan bagian memanjang dari depan ke belakang.
Halaman depan bagian barat terbagi lagi dalam dua bagian yaitu depan dan belakang. Halaman
depan barat bagian depan cenderung terbuka tanpa ada bangunan. Pada pembatas halaman barat
depan dan belakang terdapat bangunan panggung yang dihias dengan gunungan dan wadasan di
kanan dan kirinya. Di depan (selatan) bangunan panggung ini terdapat patung gajah berwarna
putih. Di samping kanan dan kiri bangunan panggung terdapat jalan memasuki halaman bagian
dalam. Di kanan dan kiri masing-masing jalan masuk terdapat taman dengan motif wadasan.

12. Kompleks Buyut Trusmi


Kompleks Situs Ki Buyut Trusmi merupakan kompleks bangunan kuno yang terletak di
Kampung Dalem, Desa Trusmi Wetan, Kecamatan Weru, Kabupaten Cirebon. Secara geografis,
Situs ini terletak di koordinat 06˚ 41’ 59,8’’ LS dan 108˚ 30’ 48’’ BT. Situs Ki Buyut Trusmi
terdaftar sebagai peninggalan sejarah dan purbakala di Direktorat Jenderal Kebudayaan dengan
nomor inventaris 1136. Kompleks Situs Ki Buyut Trusmi memiliki luas tanah sekitar 8.100 m²
dan luas bangunan sekitar 500 m². Situs ini dibatasi oleh tembok bata merah setinggi kurang
lebih 120 cm dan memiliki 2 gerbang sebagai pintu masuk di sebelah barat dan timur. Kompleks
situs ini terdapat sejumlah benda dan bangunan yang berdiri di dalamnya.
sudut timur laut kompleks situs ini terdapat bangunan makam yang dikeramatkan dan
diistimewakan, yaitu makam Ki Gede Trusmi dan Pangeran Trusmi, yaitu cucu dari Pangeran
Cakrabuana. Pangeran Carbon Girang yang merupakan putera dari Pangeran Cakrabuana
menikah dengan Nyai Cupluk, puteri Ki Gede Trusmi lalu memiliki anak bernama Pangeran
Trusmi yang tinggal di Trusmi. Keberadaan kedua makam inilah yang membuat situs ini
dikeramatkan dan hingga kini mengundang peziarah yang datang dari wilayah Cirebon dan
sekitarnya karena Pangeran Trusmi dan Ki Gede Trusmi merupakan penyiar agama Islam di
daerah ini . Situs Ki Buyut Trusmi merupakan salah satu situs kepurbakalaan tertua di Pesisir
Utara Jawa. Situs Ki Buyut Trusmi yang termasuk ke dalam situs pemakaman cukup mewakili
bentuk-bentuk makam Islam. Hal tersebut dapat dijumpai dengan keberadaan makam-makam
yang berbentuk persegi panjang, berorientasi utaraselatan, serta memiliki tiga unsur yang
menjadi kelengkapan satu dengan lainnya, yaitu jirat, nisan, dan cungkup. Situs Ki Buyut Trusmi
merupakan salah satu dari 112 situs Kabuyutan yang ada di Kabupaten Cirebon. Situs Kabuyutan
dikenal sebagai objek yang sering dikunjungi masyarakat untuk berziarah dan biasanya berupa
makam atau lokasi yang dikeramatkan. Situs kabuyutan merupakan sesuatu yang bersifat fisik
(bentuk) maupun abstrak (ideologi). Dalam artian sebagai tempat yang disucikan atau
dikeramatkan oleh segolongan masyarakat tertentu di Jawa Barat saat ini, di dalamnya terdapat
sejumlah artefak dan atau fitur keagamaan dari masa lalu, baik berupa sisa-sisa bangunan suci
atau bukan (makam, mata air, gua, bangunan teras berundak, candi, altar, dan objek keramat
lainnya), sehingga kabuyutan merupakan sebutan umum untuk menyebut sesuatu yang
berkenaan dengan tempat dan dianggap terlarang. Masyarakat menganggap bahwa makam
adalah bagian sakral yang tidak terpisahkan dalam kehidupan, yang merupakan pengaruh
pemikiran pra Islam. Makam masih mendapatkan perlakuan yang berlebihan, hal ini erat
hubungannya dengan kharisma tokoh yang dimakamkan. Tokoh-tokoh tersebut dianggap dapat
melindungi kehidupan mereka. Sisa-sisa pemujaan yang tidak terdapat dalam ajaran Islam masih
terlihat dalam masyarakat, makam dianggap sebagai tempat keramat, tempat yang dianggap suci
dan dapat membawa keberuntungan melalui ritual. Pengaruh positif yang muncul yaitu
terpeliharanya makam-makam kuno dengan unsur-unsur penanda makam lainnya. Wajah Islam
Nusantara yang akomodatif bisa ditelusuri dari sejarah interaksi Islam yang secara faktual turun
di Tanah Hijaz, sebuah wilayah yang letaknya ribuan kilometer dari Nusantara yang telah ratusan
tahun memeluk keyakinan animisme, dinamisme, kemudian Hindu dan Budha sebagai
kepercayaan yang telah ada sebelum kedatangan Islam. Bentuk perkembangan sosial budaya
masyarakat diantaraya adalah aspek religi, dari perkembangan religi masa pra agama hingga
munculnya agama Islam. Tradisi kepercayaan lokal hingga munculnya Islam, sesungguhnya
dapat diidentifikasi berdasarkan tinggalan arkeologisnya. Bentuk-bentuk akomodatif Islam
dengan budaya lokal, dalam berbagai aspek dapat ditinjau dari karakteristik budaya material
yang dihasilkan baik itu berbentuk bangunan atau fitur, maupun data artefaktual. Hasil penelitian
arkeologi menjadi domain yang penting untuk mengungkap sejarah budaya, terutama soal
bagaimana perkembangan Islam dalam periode tertentu yang kurang terangkat dalam studi
sejarah, misalnya tentang dinamika Islam dan budaya lokal melalui analisis serangkaian data
artefaktual maupun situs yang dapat membantu melengkapi informasi sejarah. Islam di
Nusantara sangat akomodatif terhadap tradisi lokal, banyak pengamat yang menilai Islam di
Nusantara sebagai Islam sinkretis, Islam periferal, atau sebutan lainnya yang menggambarkan
betapa Islam di Nusantara bukanlah Islam yang sesungguhnya dibandingkan dengan Islam di
Timur Tengah. Islam di Nusantara lebih banyak didominasi tradisi dan sistem kepercayaan lokal
yang terkadang tidak sesuai dengan ajaran Islam sesungguhnya, sehingga menurut mengarah
kepada praktik-praktik takhayul, bid’ah, dan khurafat. Warisan budaya Islam Nusantara berujud
pada material peradaban seperti berbagai ragam bangunan, antara lain masjid, bangunan keraton,
dan makam. Kompleks Situs Ki Buyut Trusmi terbagi atas empat ruang, yaitu Halaman barat,
Halaman timur, Halaman tengah, dan Halaman utara. Pada setiap bagian-bagian ruang tersebut
terdapat bangunan-bangunan yang berdiri di dalamnya dengan beragam fungsi. Arsitektur
merupakan bagian sistem tata nilai suatu masyarakat, yang menjadi cermin tata nilai tersebut
yang berujud bangunan dan strukturstruktur yang ada. Begitu pun dengan sejumlah bangunan
yang berdiri di dalam areal keruangan situs ini, memiliki fungsi dan makna yang dapat dilihat
dari bentuknya. Sejumlah bangunan yang berada di kompleks situs Ki Buyut Trusmi
sesungguhnya merupakan bangunan-bangunan pendukung untuk melengkapi bangunan utama
yang dikeramatkan, yaitu makam Ki Gede Trusmi dan Pangeran Trusmi. Bentuk bangunan yang
berada pada kompleks situs ini memiliki ciri budaya lokal yang tentu saja merupakan bentuk
budaya pra Islam yang secara fisik tidak menyerupai bangunan Islam yang sesuai syariat. Secara
historis perkembangan Islam dalam bentuk budaya material di setiap wilayah akan
memperlihatkan ciri dan karakter yang beragam. Budaya pra Islam dapat dilihat pada
peninggalanpeninggalan masa animisme dan dinamisme hingga masa Hindu dan Budha yang
sudah diterima di dalam masyarakat sebelum datangnya Islam. Pada akhir masa HinduBudha di
Jawa pada umumnya dan di Tatar Sunda khususnya terdapat bentuk budaya masa prasejarah
(budaya lokal) yang muncul kembali serta berakulturasi dengan budaya Hindu-Budha dan Islam.
Budaya pra Islam sarat akan bentuk-bentuk simbolisme atau kepercayaan-kepercayaan tertentu
namun terdapat usaha dalam penyesuaian dengan bentuk syariat Islam. Pengertian simbolisme
dalam hal ini ialah adanya makna atau kepercayaan tertentu yang diterapkan dalam bentuk ragam
bangunan yang berdasar pada kebiasaan dan budaya setempat. Begitu pula dengan tata letak
bangunan dalam konteks hubungan pembagian empat ruang kompleks situs yang bila ditinjau
dari bentuk budaya pra Islam memiliki makna simbolis tertentu.
13. Prasasti Batu Tulis Ciaruteun
Batu besar dengan berat delapan ton itu nampak kokoh sekali bernaung dibawah cungkup.
Sepasang "pandatala" (tapak kaki) nampak tercetak jelas pada bagian atasnya dihiasi dengan
sederet prasati berhuruf Palawa dan berbahasa Sangsekerta. Konon tapak kaki tersebut adalah
bekas tapak kaki Maharaja Purnawarman yang memimpin dan menguasai kerajaan
Tarumanegara.
Prasasti Ciaruteun dengan sepasang tapak kaki dan tulisan dalam bahasa Sangsekerta yang
tercetak diatasnya
Prasasti Ciaruteun ditulis dalam bentuk puisi 4 baris, berbunyi "vikkrantasyavanipateh shrimatah
purnavarmmanah tarumanagararendrasya vishnoriva padadvayam". Yang dapat diartikan sebagai
"Kedua (jejak) telapak kaki yang seperti (telapak kaki) Wisnu ini kepunyaan raja dunia yang
gagah berani yang termashur Purnawarman penguasa Tarumanagara".5
14. Prasasti Kebon Kopi (Tapak Gajah) dan Batu Congklak

Prasasti Kebun Kopi (Tapak Gajah) yang pada awal masa penemuannya terletak di areal
perkebunan kopi.

5
Mujabuddawat, M. Al. (2013). Tinjauan Arkeologis Kompleks Situs Ki Buyut Trusmi Cirebon
Batu berdiri yang terletak disisi batu congklak yang mirip tempat duduk.

Sekitar 300 meter dari situs Batu Congklak ke arah Utara, menyusuri kebun singkong dan jalan
setapak di tepi sungai, terdapat prasasti Batu Tulis. Ukuran prasasti ini paling besar
dibandingkan dengan ketiga prasasti lainnya, dan bagian bawahnya masih terendam aliran
sungai. Ukurannya yang cukup besar dan tentunya mempunyai bobot yang lebih berat ini pulalah
yang mungkin menjadi alasan mengapa prasati ini tidak dipindahkan ke lokasi yang lebih
memadai. Sederet tulisan dalam bahasa Sangsekerta juga terlihat cukup jelas pada batu ini,
namun sayang sekali tidak ada literatur yang menjelaskan maknanya

Secara keseluruhan Prasasati Ciaruteun, merupakan objek wisata mengandung nilai sejarah yang
cukup menarik untuk dikunjungi. Hanya saja untuk mencapainya, pengunjung harus berjalan
kaki kurang lebih 1,5 kilometer dari jalan raya atau dapat pula menggunakan fasilitas ojek yang
tersedia. Tidak adanya areal parkir yang memadai bagi kendaraan roda empat juga menjadi
kendala, karena praktis kendaraan yang parkir akan menyita badan jalan dan cukup
membahayakan dikarenakan lokasi parkir tersebut dekat dengan tikungan jalan.
Prasasti termasuk di dalam Desa Ciaruteun, Kecamatan Cibungbulang. Secara geogrfis terletak
pada koordinat 106°41'28,5"BT dan 06°31'39,9" LS dengan ketinggian  320 m di atas permukaan
air laut. Area situs dibatasi oleh tiga sungai, yaitu selatan: Sungai Ciaruteun, barat: Sungai
Cianten, utara: Muara Sungai Cianten dan Sungai Cisadane, barat: Sungai Cisadane. Dari Sungai
Cianten dan Cisadane terdapat perahu penyeberangan menuju situs. Tanah situs cukup subur dan
dimanfaatkan oleh penduduk dengan menanami padi, sayuran, bambu dan tanaman keras
lainnya. Di kawasan ini terdapat tiga buah prasasti, yaitu Ciaruteun, Kebon Kopi (Tapak Gajah)
dan Muara Cianten, serta tinggalan megalitik antara lain batu dakon, menhir, batu datar arca
megalitik.

15. Prasasti Batu Holotan


Prasasti Batu Holotan
Berdasarkan beberapa prasasti yang pernah ditemukan, kerajaan tertua yang dikenal di Jawa
Barat yaitu Kerajaan Tarumanegara. Prasasti yang berasal dari masa tersebut adalah Prasasti
Ciaruteun, Pasir Koleangkak, Kebon Kopi, Tugu, Pasir Awi, Muara Cianten, dan Prasasti
Cidanghiang. Selain prasasti, sumber lain yang menyebut tentang keberadaan Kerajaan
Tarumanegara adalah berita asing dari Cina.
I’Tsing (abad ke-7 M) dalam catatan perjalanannya menyebut tentang To-lo-mo. Berita dari
masa dinasti Soui dan berita dari masa dinasti T’ang Muda juga menceritakan mengenai sebuah
kerajaan yang bernama To-lo-mo. Menurut beberapa ahli To-lo-mo merupakan lafal Cina dari
Taruma. Berdasarkan data yang ada diduga keberadaan kerajaan Tarumanegara berlangsung dari
abad ke-5 hingga akhir abad ke-7 M.
Selain To-lo-mo di Jawa Barat juga disebut-sebut adanya Kerajaan Holotan. Sejarah Lama
Dinasti Sung (420 – 478) menyebutkan tentang adanya utusan sebuah kerajaan lain yang diduga
juga berada di Jawa Barat. Diceritakan bahwa pada tahun 430 datang utusan dari Kerajaan
Holotan dengan membawa upeti. Kedatangan utusan dari Kerajaan Holotan tersebut tercatat pada
tahun 430, 433, 434, 437, dan 452. Setelah tahun 452 Kerajaan Holotan tidak lagi mengirimkan
utusan ke Cina, hal ini diduga karena kerajaan tersebut sudah menjadi bawahan Kerajaan
Tarumanegara.
Menurut beberapa ahli nama Holotan dapat dihubungkan dengan (Ci)Aruteun. Merupakan
kebiasaan pada masa lalu bahwa nama kerajaan yang berada di dekat muara sungai selalu
menggunakan nama sungai yang bersangkutan. Berdasarkan tinggalan arkeologis yang ada,
bekas kerajaan di muara sungai tersebut adalah situs Muarajaya. Situs ini berada di Kampung
Muarajaya, Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor.
Akses menuju kelokasi
Kampung Muara Jaya merupakan daerah yang berpenduduk jarang. Mata pencaharian mayoritas
penduduk adalah berladang. Kampung ini berada di daerah pedataran sedikit bergelombang
dengan ketinggian berkisar 100 – 200 meter dari permukaan laut. Lahan kampung dikelilingi tiga
aliran sungai yaitu Sungai Cisadane di sebelah utara,
Sungai Cianten di sebelah barat, dan Sungai Ciaruteun di sebelah timur. Di sebelah selatan
Kampung Muarajaya terdapat Kampung Munjul.
Kampung Muarajaya berjarak sekitar 19 km di sebelah barat daya kota Bogor. Kondisi jalan
yang telah beraspal memungkinkan situs dapat dicapai dengan menggunakan kendaraan roda
empat atau roda dua. Untuk menuju lokasi dapat melalui jalur Bogor-Ciampea-Simpang Lebak
Sirna-Ciaruteun Ilir. Apabila menggunakan kendaraan umum dapat menggunakan angkutan kota
jalur Bogor-Ciampea, dan dilanjutkan dengan ojek sampai ke lokasi.

16. Makam dan Gua Pamijahan


Secara administratif terletak di Kampung Pamijahan, Desa Pamijahan, Kecamatan Bantarkalong.
Secara astronomis terletak pada koordinat 49 M 0177650 dan UTM 9162411.
Situs terletak di daerah pedesaan yang arealnya dimanfaatkan sebagai tempat perumahan
penduduk, pasar, sawah, ladang, dan hutan. Areal tersebut menempati lahan berbukit dan
bergelombang. Situs termasuk cukup ramai didatangi pengunjung. Untuk mencapai ke lokasi
dijangkau dari jalan raya bisa hanya bisa dicapai dengan jalan kaki menuju makam sekitar 500m,
sedangkan menuju goa sekitar 2 km.
Pamijahan merupakan goa alam dan makam penyebar agama Islam. Makam Waliyullah Safardi,
keluarga dan pengiringnya. Terletak dalam bangunan empat persegi panjang. Di luar bangunan
di sekitarnya terdapat makam-makam keluarga. Makam-makam dalam bangunan lapisan pertama
berjumlah 24, kemudian dalam ruangan lapisan kedua berjumlah 11, dan lapisan ketiga
merupakan makam utama yang tertup dinding lagi. Goa pamijahan terletak cukup jauh dari
makam, memiliki mulut goa yang cukup lebar dan tinggi. Di dalam gua orang bisa berdiri tegak
dengan stalaktit dan stalakmit yang kokoh. Goa cukup dalam dengan ruangan-ruangan yang
seolah-olah disekat sebagai tempat pertapaan, pesantren, mushola, mimbar, lubang-lubang
seperti mulaut gua di dalam gua (menurut cerita, lubang tersebut adalah jalan tembus menuju
Banten, Cirebon, bahkan Mekah), memiliki mata air yang jernih (dikenal sebagai air zam zam).
Jalur jalan dalam gua dialiri air dan berbatu-batu.
Dalam sejarah lisan, gua Pamijahan adalah goa yang pernah menjadi tempat hunian Syeikh
Abdul Qodir Jaelani ± 200 sebelum Syeikh H. Abdul Muhyi menerima ilmu agama dari gurunya,
Syeikh Imam Sanusi. Letak goa di kaki bukit Gunung Mujarod. Kata mujarod berarti
penenangan karena di dalam goa itulah Syeikh Abdul Muhyi sering mendekatkan diri kepada
Allah atau bersemedi. Kemudian kata pamijahan berasal dari masa sebelum hidupnya, yaitu
Saparwadi. Saparwadi berasal dari bahasa Arab, sapar artinya jalan dan wadi berarti lembah atau
jurang atau menjadi jalan yang berada di atas jurang.

Lokasi:  Kampung Pamijahan, Desa Pamijahan, Kecamatan Bantarkalong


Telepon: -
Email: -
Internet: -
Arah:  Untuk mencapai ke lokasi dijangkau dari jalan raya bisa hanya bisa dicapai dengan jalan
kaki menuju makam sekitar 500 m, sedangkan menuju goa sekitar 2 km.
Fasilitas: -
Jam Buka: -
Tutup: -
Tiket: -    
Informasi Lebih Lanjut: -

Pengaruh Pariwisata Terhadap Perekonomian Jawa Barat

Potensi pariwisata yang ada di provinsi Jawa Barat sangat banyak. Potensi pariwisata

yang ada jika di kembangkan secara optimal akan turut meningkatkan perekonomian Jawa

Barat. Pengelolaan objek wisata yang maksimal akan menarik kunjungan wisatawan ke objek-

objek wisata yang secara langsung maupun tidak langsung akan meningkatkan ekonomi

masyarakat di sekitar kawasan wisata dan perekonomian Jawa Barat.

Pariwisata merupakan salah satu aset yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber

pendapatan daerah jika di kelola dengan baik. Hal ini dikarenakan pariwisata cenderung

menawarkan sesuatu yang berbeda di banding sektor ekonomi lainnya. Pemasukan dari
retribusi objek wisata dapat menambah pendapatan daerah serta semua aspek ekonomi yang

berada dikawasan wisata seperti perhotelan dan kerajinan cinderamata yang dikelola

masyarakat turut terkena dampak perkembangannya.


DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (1993). Keaneka Ragaman Bentuk Masjid di Jawa. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Saptono, N. (2013). Perubahan Kebudayaan pada Masa Transisi Pra-Islam ke Islam di
Sumedang. Purbawidya, 2(2), 182–197
Muhaimin, A. G. (2006). The Islamic Traditions of Cirebon: Ibadah and Adat Among
Javanese Muslims. Canberra: ANU E press.
Mujabuddawat, M. Al. (2013). Tinjauan Arkeologis Kompleks Situs Ki Buyut Trusmi
Cirebon. Universitas Indonesia.
Mujabuddawat, M. Al. (2015). Kompleks Situs Ki Buyut Trusmi Cirebon: Tinjauan
Bangunan Kuno. Kapata Arkeologi, 11(2), 139–154.
Soekatno, T. W. (1981). Daftar Inventaris Peninggalan Sejarah dan Purbakala (benda
tak bergerak) Jilid III. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Tjandrasasmita, U. (1975). Islamic Antiquities of Sendang Duwur. Jakarta: Pusat
Penelitian Arkeologi Nasional.
Tjandrasasmita, U. (1976). Sepintas Mengenai Peninggalan Kepurbakalaan Islam di
Pesisir Utara Jawa. Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.
Latifundia, E. (2013b). Pengaruh Budaya Pra-Islam pada Makam di Desa Salakaria
Kecamatan Sukadana - Ciamis. Purbawidya, 2(1), 12–24.
Latifundia, E. (2014). Nisan Kuno di Garawangi, Kuningan: Hubungannya dengan
Islamisasi. Purbawidya, 3(2), 101–114.
Latifundia, E. (2015). Jejak Budaya pada Nisan Kuno Islam di Kuningan. Al-Turāṡ, XXI(1),
30–41.
Handoko, W. (2014). Tradisi Nisan Menhir pada Makam Kuno Raja-raja di Wilayah
Kerajaan Hitu. Kapata Arkeologi, 10(1), 33–46.
Haris, T. (2010). Masjid-masjid di Dunia Melayu Nusantara. Suhuf, 3(2), 279–307.
Latifundia, E. (2013a). Makna Penataan Peletakan Makam Kuno di Tepi Sungai Cirende
Kecamatan Sukadana-Ciamis. Purbawidya, 2(2), 131–141.
Hasan Muarif Ambary. “Peranan Cirebon sebagai pusat perkembangan dan penyebaran
Islam”. Dalam Susanto Zuhdy. (1996). Cirebon sebagai Bandar jalur Sutra. Jakarta : Departemen
pendidikan dan Kebudayaan RI.
Unang Sunardjo. (1983). Meninjau Sepintas Panggung Sejarah Pemerintahan Kerajaan
Cirebon 1479-1809. Bnadung: Tarsito.

Sobana Hardjasaputra dkk. (2011). Cirebon dalam lima Zaman (Abad ke-15 Hingga
pertengahan abad ke -20). Bandung: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat.

Uka Tjadrasasmita. (2009). Arkeologi Islam Nusantara. Jakarta: kepustakaan popular


Gramedia.

Sri sugiyanti dkk.(1996). Hasil pemugaran dan Temuan Benda Cagar Budaya. Jakarta:
Direktorat Jendral Kebudayaan RI.

Gagas Ulung. 2002. Wisata Ziarah 90 Destinasi wisata ziarah dan sejarah di Jogja,
Solo, Magelang, Semarang, Cirebon. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

http://disparbud.jabarprov.go.id/wisata/
Situs Wisata Cibungbulan

Anda mungkin juga menyukai