Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Pariwisata
Dalam World Tourism Organization (WTO) (Pitana dalam Wahid, 2015),
pariwisata adalah kegiatan seseorang yang berpergian atau tinggal di suatu
tempat di luar lingkungannya yang biasa dalam waktu tidak lebih dari satu
tahun secara terus menerus, untuk kesenangan, bisnis ataupun tujuan
lainnya.
Menurut Yoeti dalam Anindita (2015), Pariwisata adalah suatu aktivitas
manusia yang dilakukan secara sadar yang mendapat pelayanan secara
bergantian di antara orang-orang dalam suatu negara itu sendiri atau di luar
negeri, meliputi pendiaman orang-orang dari daerah lain untuk sementara
waktu mencari kepuasan yang beraneka ragam dan berbeda dengan apa
yang dialaminya, di mana ia memperoleh pekerjaan tetap. Menurut Wahab
manfaat pariwisata dalam pembangunan ialah:
1. Pariwisata adalah faktor penting untuk menggalang persatuan bangsa yang
rakyatnya memiliki daerah yang berbeda, dialek, adat istiadat dan cita rasa
yang beraneka ragam.
2. Pariwisata menjadi faktor penting dalam pengembangan ekonomi, karena
kegiatannya mendorong perkembangan beberapa sektor ekonomi nasional
misalnya:
a. Meningkatkan urbanisasi karena pertumbuhan terus pembangunan dan
pembaharuan fasilitas wisata, prasarana dan sub-prasarana pariwisata.
b. Menggugah industri-industri baru yang berkaitan dengan jasa-jasa
wisata lainya: transportasi, akomodasi (hotel, motel, pondok, dll) yang
memerlukan perluasan industri seperti peralatan hotel dan kerajinan
tangan.
c. Menambah permintaan akan hasil-hasil pertanian karena bertambahnya
pemakaian.
d. Memperluas pasar barang-barang lokal

20

21

e. Menunjang pendapatan negara dengan valuta asing sehingga


mengurangi defisit di dalam neraca pembayaran dan dengan demikian
memajukan perekonomian nasional.
f. Memberi dampak positif pada tenaga kerja di negara itu, karena
pariwisata memperluas lapangan kerja baru.
g. Membantu pembangunan daerah-daerah terpencil dalam suatu negara
jika daerah itu memilki daya tarik pariwisata.
3. Pariwisata internasional sangat berguna sebagai sarana. Untuk
meningkatkan saling pengertian internasional dan sebagai penenang
dalam ketegangan-ketegangan politik.
4. Pariwisata juga berperan meningkatkan kesehatan. Pergantian tempat dan
iklim serta menjauhkan diri dari segala kehidupan rutin sehari-hari, semua
ini akan menambah daya tahan dan sangat menurunkan ketegangan
syaraf.
Adapun menurut Pendit (Ilmu Pariwisata: sebuah pengantar perdana,
1999) antara lain:
1. Wisata Budaya
Wisata budaya adalah perjalanan yang dilakukan atas dasar keinginan
untuk memperluas pandangan hidup seseorang dengan jalan
mengadakan kunjungan atau peninjauan ketempat lain, mempelajari
keadaan rakyat dan kebiasaan adat istiadat, budaya dan seni mereka
2. Wisata Konvensi
Wisata Konvensi adalah wisata yang menyediakan fasilitas bangunan
dengan ruangan-ruangan tempat bersidang bagi peserta konferensi, atau
pertemuan lainnya yang bersifat nasional maupun internasional
3. Wisata Sosial
Wisata Sosial adalah perorganisasian suatu perjalanan murah serta
mudah untuk memberikan kesempatan kepada golongan masyarakat
ekonomi lemah untuk mengadakan perjalanan seperti misalnya kaum
buruh, pemuda, pelajar atau mahasiswa, petani dan sebagainya.
4. Wisata Cagar Alam
Wisata Cagar Alam adalah wisata yang diselenggarakan agen atau
biro perjalanan yang mengkhususkan usaha-usaha dengan jalan
mengatur wisata ketempat atau daerah cagar alam, taman lindung, hutan


22

daerah pegunungan dan sebagainya yang pelestariaannya dilindungi oleh


undang-undang.
5. Wisata Bulan Madu
Wisata Bulan Madu adalah suatu penyelenggaraan perjalanan bagi
pasangan-pasangan pengantin baru yang sedang berbulan madu,
dengan fasilitas-fasilitas khusus, tersendiri demi kenikmatan perjalanan
dan kunjungan mereka.

B. Pariwisata Berbasis Budaya


Oka (1996), pariwisata berbasis budaya adalah salah satu jenis
kegiatan pariwisata yang menggunakan kebudayaan sebagai objeknya.
Pariwisata jenis ini dibedakan dari minat-minat khusus lain, seperti wisata
alam, dan wisata petualangan. Ritchie dan Zins (dalam Tourism in
Contemporary Society) mengungkapkan bahwa terdapat 12 unsur
kebudayaan yang dapat menarik kedatangan wisatawan, yaitu:
1. Bahasa (language)
2. Masyarakat (traditions)
3. Kerajinan tangan (handicraft)
4. Makanan dan kebiasaan makan (foods and eating habits)
5. Musik dan kesenian (art and music)
6. Sejarah suatu tempat (history of the region)
7. Cara Kerja dan Teknologi (work and technology)
8. Agama (religion) yang dinyatakan dalam cerita atau sesuatu yang dapat
disaksikan
9. Bentuk dan karakteristik arsitektur di masing-masing daerah tujuan wisata
(architectural characteristic in the area)
10. Tata cara berpakaian penduduk setempat (dress and clothes)
11. Sistem pendidikan (educational system)
12. Aktivitas pada waktu senggang (leisure activities)



23

C. Pengembangan Pariwisata
Pengembangan pariwisata adalah suatu usaha untuk mengembangkan
atau memajukan objek wisata agar objek wisata tersebut lebih baik dan lebih
menarik ditinjau dari segi tempat maupun benda-benda yang ada di dalamnya
untuk dapat menarik minat wisatawan untuk mengunjunginya.
Pengembangan pariwisata adalah agar lebih banyak wisatawan datang
pada suatu kawasan wisata, lebih lama tinggal, dan lebih banyak
mengeluarkan uangnya di tempat wisata yang mereka kunjungi sehingga
dapat menambah devisa untuk negara bagi wisatawan asing, dan menambah
pendapatan asli daerah untuk wisatawan lokal. Di samping itu juga bertujuan
untuk memperkenalkan dan memelihara kebudayaan di kawasan pariwisata
tersebut. Sehingga, keuntungan dan manfaatnya juga bisa dirasakan oleh
penduduk sekitar khususnya. Pengembangan pariwisata sebagai suatu
industri secara ideal harus berlandaskan pada empat prinsip dasar,
sebagaimana dikemukakan (Sobari dalam Anindita, 2015), yaitu:
1. Kelangsungan ekologi, yaitu bahwa pengembangan pariwisata harus
menjamin terciptanya pemeliharaan dan proteksi terhadap sumberdaya
alam yang menjadi daya tarik pariwisata, seperti lingkungan laut, hutan,
pantai, danau, dan sungai.
2. Kelangsungan kehidupan sosial dan budaya, yaitu bahwa pengembangan
pariwisata harus mampu meningkatkan peran masyarakat dalam
pengawasan tata kehidupan melalui sistem nilai yang dianut masyarakat
setempat sebagai identitas masyarakat tersebut.
3. Kelangsungan ekonomi, yaitu bahwa pengembangan pariwisata harus
dapat menciptakan kesempatan kerja bagi semua pihak untuk terlibat
dalam aktivitas ekonomi melalui suatu sistem ekonomi yang sehat dan
kompetitif.
4. Memperbaiki dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat setempat
melalui pemberian kesempatan kepada mereka untuk terlibat dalam
pengembangan pariwisata.
Dengan demikian, pengembangan pariwisata (yang berkelanjutan) perlu
didukung dengan perencanaan yang matang dan harus mencerminkan tiga
dimensi kepentingan, yaitu industri pariwisata, daya dukung lingkungan



24

(sumber daya alam), dan masyarakat setempat dengan sasaran untuk


peningkatan kualitas hidup.
Oka (1997), berkembangnya pariwisata tergantung pada produksi industri
pariwisata yang meliputi daya tarik wisata, kemudahan perjalanan, sarana
dan fasilitas serta promosi. Negara yang sadar akan pengembangan
pariwisata berdasarkan Direktorat Jenderal Pariwisata biasa
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1. Perencanaan pengembangan pariwisata harus menyeluruh sehingga
seluruh pengembangan pariwisata diperhitungkan dengan memperhatikan
pula perhitungan untung rugi apabila dibandingkan dengan pembangunan
sektor lain.
2. Pengembangan pariwisata harus diintegrasikan ke dalam pola dan
program pembangunan semasa ekonomi, fisik dan sosial suatu negara.
3. Pengembangan pariwisata harus diarahkan sedemikian rupa sehingga
membawakan kesejahteraan ekonomi yang tersebar luas dalam
masyarakat.
4. Pengembangan pariwisata harus sadar lingkungan sehingga
pengembangannya mencerminkan ciri-ciri khas budaya dan lingkungan
alam suatu negara, bukannya justru merusak lingkungan alam dan budaya
yang khas itu.
5. Pengembangan pariwisata harus diarahkan sedemikian rupa sehingga
pertentangan sosial dapat dicegah seminimal mungkin dan dapat
menimbulkan perubahan-perubahan sosial yang positif.
6. Penentuan tata cara pelaksanaannya harus disusun sejelas-jelasnya
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang masak sesuai kemampuan.
7. Pencatatan (monitoring) secara terus-menerus mengenai pengaruh
pariwisata terhadap suatu masyarakat dan lingkungan sehingga
merupakan bahan yang baik untuk meluruskan kembali akibat
perkembangan pariwisata yang merugikan sehingga merupakan sarana
pengendalian pengembangan yang terarah.



25

Dalam GBHN 1999 disebutkan bahwa pengembangan pariwisata melalui


pendekatan sistem yang utuh dan terpadu bersifat interdisipliner dan
partisipatoris dengan menggunakan kriteria ekonomis, teknis, agronomis,
sosial budaya, hemat energi, melestarikan alam dan tidak merusak
lingkungan. Berdasarkan hal tersebut maka pembangunan pariwisata
memiliki tiga fungsi, yaitu:
1. Menggalakkan kegiatan ekonomi.
2. Memelihara kepribadian bangsa dan kelestarian fungsi lingkungan hidup.
3. Memupuk rasa cinta tanah air dan bangsa serta menanamkan jiwa,
semangat dan nilai-nilai luhur bangsa dalam memperkokoh persatuan dan
kesatuan nasional.
Sedangkan dalam UU No. 10 tahun 2009 pasal 6 dan 7, tentang
pembangunan pariwisata disebutkan bahwa pembangunan pariwisata
haruslah memperhatikan keanekaragaman, keunikan, kekhasan budaya dan
alam serta kebutuhan manusia untuk berpariwisata. Pembangunan pariwisata
meliputi:
1. Industri pariwisata
2. Destinasi pariwisata
3. Pemasaran
4. Kelembagaan kepariwisataan
Sebagai antisipasi perkembangan dunia pariwisata yang telah mendunia,
pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang No. 10 Tahun 2009
tentang kepariwisataan yang terdiri atas tujuh belas bab dan tujuh puluh pasal
yang mengandung ketentuan meliputi 8 (delapan) hal, yaitu:
1. Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau
sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan
rekreasi, pengembangan pribadi atau mempelajari keunikan daya tarik
wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.
2. Wisatawan adalah orang yang melakukan wisata.
3. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai
fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha,
pemerintah dan pemerintah daerah.



26

4. Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan


pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul
sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara
wisatawan, pemerintah, pemerintah daerah dan pengusaha.
5. Daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan,
keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam,
budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan
kunjungan wisatawan.
6. Daerah tujuan pariwisata yang selanjutnya disebut destinasi pariwisata
adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah
administratif yang didalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum,
fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan
melengkapi terwujudnya kepariwisataan.
7. Usaha pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang dan atau jasa
bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata.
8. Pengusaha pariwisata adalah orang atau sekelompok orang yang
melakukan kegiatan usaha pariwisata.
Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
mengklasifikasikan Usaha pariwisata yakni terdiri dari:
1. Daya Tarik Wisata. Merupakan segala sesuatu yang mempunyai
keunikan, kemudahan, dan nilai yang berwujud keanekaragaman,
kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran
atau kunjungan para wisatawan.
2. Kawasan Pariwisata. Merupakan usaha yang kegiatannya membangun
atau mengelola kawasan dengan luas wilayah tertentu untuk memenuhi
kebutuhan pariwisata.
3. Jasa Transportasi Wisata. Yakni merupakan usaha khusus yang
menyediakan angkutan untuk kebutuhan dan kegiatan pariwisata.
4. Jasa Perjalanan Wisata. Merupakan usaha biro perjalanan wisata dan
usaha agen perjalanan wisata. Usaha biro perjalanan wisata meliputi
usaha penyediaan jasa perencanaan perjalanan atau jasa pelayanan dan
penyelenggaraan pariwisata, Usaha agen perjalanan wisata meliputi
usaha jasa pemesanan sarana, seperti pemesanan tiket dan pemesanan
akomodasi serta pengurusan dokumen perjalanan.


27

5. Jasa Makanan dan Minuman. Merupakan usaha jasa penyediaan


makanan dan minuman yang dilengkapi dengan peralatan dan
perlengkapan untuk proses pembuatan dapat berupa restoran, kafe,
rumah makan, dan bar/kedai minum.
6. Penyediaan Akomodasi. Merupakan usaha yang menyediakan pelayanan
penginapan yang dapat dilengkapi dengan pelayanan pariwisata lainnya.
Usaha penyediaan akomodasi dapat berupa hotel, vila, pondok wisata,
bumi perkemahan, persinggahan karavan, dan akomodasi lainnya yang
digunakan untuk tujuan pariwisata.
7. Penyelenggaraan Kegiatan Hiburan dan Rekreasi. Merupakan usaha
yang ruang lingkup kegiatannya berupa usaha seni pertunjukan, arena
permainan, karaoke, bioskop, serta kegiatan hiburan dan rekreasi lainnya
yang bertujuan untuk pariwisata.
8. Penyelenggaraan Pertemuan, Perjalanan Insentif, koneferensi, dan
Pameran. Merupakan usaha yang memberikan jasa bagi suatu
pertemuan sekelompok orang, menyelenggarakan perjalanan bagi
karyawan dan mitra usaha sebagai imbalan atas prestasinya, serta
menyelenggarakan pameran dalam rangka menyebarluaskan informasi
dan promosi suatu barang dan jasa yang berskala nasional, regional, dan
internasional.
9. Jasa Informasi Pariwisata. Merupakan usaha yang menyediakan data,
berita, feature, foto, video, dan hasil penelitian mengenai kepariwisataan
yang disebarkan dalam bentuk bahan cetak atau elektronik.
10. Jasa Konsultan Pariwisata. Merupakan usaha yang menyediakan sarana
dan rekomendasi mengenai studi kelayakan, perencanaan, pengelolaan
usaha, penelitian, dan pemasaran di bidang kepariwisataan.
11. Jasa Pramuwisata. Merupakan usaha yang menyediakan atau
mengkoordinasikan tenaga pemandu wisata untuk memenuhi kebutuhan
wisatawan dan kebutuhan biro perjalanan wisata.
12. Wisata Tirta. Merupakan usaha yang menyelenggarakan wisata dan
olahraga air, termasuk penyediaan sarana dan prasarana serta jasa
lainnya yang dikelola secara komersial di perairan laut, pantai, sungai,
danau, dan waduk.



28

13. Spa. Usaha perawatan yang memberikan layanan dengan metode


kombinasi terapi air, terapi aroma, pijat, rempah – rempah dan olah
aktivitas fisik dengan tujuan menyeimbangkan jiwa dan raga dengan tetap
memperhatikan tradisi dan budaya bangsa Indonesia.

D. Ekonomi Kreatif
Industri Kreatif pada umumnya dapat diartikan sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari Ekonomi Kreatif yang terkait dengan pemanfaatan
pengetahuan, informasi dan teknologi. Definisi Industri Kreatif yang saat ini
banyak digunakan oleh pihak yang berkecimpung dalam industri kreatif,
adalah definisi berdasarkan UK DCMS Task Force (1998): “Industri kreatif
merupakan industri yang mempunyai keaslian dari kreatifitas individual,
keterampilan dan bakat, yang memiliki potensi untuk menciptakan
kesejahteraan dan peciptaan lapangan pekerjaan melalui generasi dan
eksploitasi kekayaan intelektual dan konten”.
Menurut Howkins (2001), ekonomi kreatif didasarkan pada cara berpikir
baru dan melakukan. Input utama adalah bakat pribadi kita atau keterampilan.
Input tersebut mungkin terdengar akrab namun apa yang lebih penting adalah
bahwa kreativitas kita mengubahnya dengan cara baru.
Ekonomi kreatif erat kaitannya dengan industri kreatif, namun ekonomi
kreatif memiliki cakupan yang lebih luas dari industri kreatif. Ekonomi kreatif
merupakan ekosistem yang memiliki hubungan saling ketergantungan antara
rantai nilai kreatif (creative value chain); lingkungan pengembangan
(nurturance environment); pasar (market) dan pengarsipan (archiving).
Ekonomi kreatif tidak hanya terkait dengan penciptaan nilai tambah secara
ekonomi, tetapi juga penciptaan nilai tambah secara sosial, budaya dan
lingkungan. Oleh karena itu, ekonomi kreatif selain dapat meningkatkan daya
saing, juga dapat meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia. Industri
kreatif merupakan bagian atau sub-sistem dari ekonomi kreatif, yang terdiri
dari core creative industry, forward and backward linkage creative industry.
Core creative industry adalah industri kreatif yang penciptaan nilai tambah
utamanya adalah pemanfaatan kreativitas orang kreatif.
Dalam proses penciptaan nilai tambah tersebut, core creative industry
membutuhkan output dari industri lainnya sebagai input. Industri yang menjadi


29

input bagi core creative industri disebut sebagai backward linkage creative
industri. Output dari core creative industry juga dapat menjadi input bagi
industri lainnya, yang disebut sebagai forward linkage creative industry.
Industri kreatif merupakan penggerak penciptaan nilai pada ekonomi kreatif.
Dalam proses penciptaan nilai kreatif, industri kreatif tidak hanya
menciptakan transaksi ekonomi, tetapi juga transaksi sosial dan budaya.
Proses umum yang terjadi dalam rantai nilai kreatif adalah kreasi-produksi-
distribusi-komersialisasi, namun setiap kelompok industri kreatif memiliki
rantai nilai kreatif yang berbeda (Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif,
2014).
Studi Ekonomi Kreatif yang dilakukan United Nations Conference on
Trade and Development (UNCTAD) pada tahun 2010 mendefinisikan
Ekonomi Kreatif sebagai: “Sebuah konsep yang berkembang berdasarkan
aset kreatif yang berpotensi menghasilkan pertumbuhan ekonomi dan
pembangunan”. Dengan penjabaran lebih lanjut sebagai berikut:

1. Mendorong peningkatan pendapatan, penciptaan pekerjaan, dan


pendapatan ekspor sekaligus mempromosikan kepedulian sosial,
keragaman budaya, dan pengembangan manusia.
2. Menyertakan aspek sosial, budaya, dan ekonomi dalam pengembangan
teknologi, Hak Kekayaan Intelektual, dan pariwisata.
3. Kumpulan aktivitas ekonomi berbasiskan pengetahuan dengan dimensi
pengembangan dan keterhubungan lintas sektoral pada level ekonomi
mikro dan makro secara keseluruhan.
4. Suatu pilihan strategi pengembangan yang membutuhkan tindakan lintas
kementerian dan kebijakan yang inovatif dan multidisiplin.
5. Di jantung ekonomi kreatif terdapat Industri Kreatif.

E. Konservasi Budaya Masyarakat Urban


Konsep awal dari pelestarian adalah konservasi, yaitu pengawetan benda-
benda monumen dan sejarah (lazimnya dikenal sebagi preservasi), dan
akhirnya hal itu berkembang pada lingkungan perkotaan yang memiliki nilai
sejarah serta kelangkaan yang menjadi dasar bagi suatu tindakan konservasi.
Pada dasarnya, makna suatu konservasi dan preservasi tidak dapat terlepas



30

dari makna budaya (Kerr, 1992). Untuk itu, konservasi merupakan upaya
memelihara suatu tempat berupa lahan, kawasan, gedung maupun kelompok
gedung termasuk lingkungannya (Danisworo, 1991). Di samping itu, tempat
yang dikonservasi akan menampilkan makna dari sisi sejarah, budaya, tradisi,
keindahan, sosial, ekonomi, fungsional, iklim maupun fisik (Danisworo, 1992).
Dalam perencanaan suatu lingkungan kota, unit dari konservasi dapat berupa
sub bagian wilayah kota bahkan keseluruhan kota sebagai sistem kehidupan
yang memang memiliki ciri atau nilai khas. Dengan demikian, Peranan
konservasi bagi suatu kota bukan semata bersifat fisik, namun mencakup
upaya mencegah perubahan sosial.
Konsep yang dirumuskan untuk melakukan pekerjaan konservasi
hendaklah disusun dalam suatu rencana (conservation plan) berdasarkan:
1. Penetapan objek konservasi, suatu upaya pemahaman dalam menilai
aspek budaya suatu objek dengan tolok ukur estetika, kesejarahan,
keilmuan, kapasitas demonstratif serta hubungan asosiasional;
2. Perumusan kebijakan konservasi, suatu upaya merumuskan informasi
tentang nilai-nilai yang perlu dilestarikan untuk kemudian dijadikan
sebagai landasan penyusunan strategi pelaksanaan konservasi.
Konservasi merupakan bagian integral dari perancangan kota, menurut
Sirvani (1985), meliputi rumusan kebijakan, rencana, pedoman, dan program.
Dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Kebijakan Perancangan Kota, merupakan kerangka strategi pelaksanaan
yang bersifat spesifik.
2. Rencana Perancangan Kota, merupakan produk penting dalam
perancangan kota yang berorientasi pada produk maupun proses
3. Pedoman Perancangan Kota, dapat berupa pengendalian ketinggian
bangunan, bahan, setback, proporsi, gaya arsitektur, dan sebagainya; dan
4. Program Perancangan Kota, biasanya mengacu pada proses pelaksanaan
atau pada seluruh proses perancangan. Menurut Shirvani (1985),
menggunakan terminologi tersebut untuk mengacu pada aspek
perencanaan dan perancangan yang dapat memelihara dan melestarikan
lingkungan yang telah ada maupun yang hendak diciptakan. Dengan
demikian diharapkan akan didapatkan:



31

a. Kegiatan konservasi dan preservasi sebagai bagian dari pelestarian


merupakan usaha meningkatkan kembali kehidupan lingkungan kota
tanpa meninggalkan makna kultural maupun nilai sosial dan ekonomi
kita;
b. Arahan konservasi suatu kawasan berskala lingkungan maupun
bangunan, perlu dilandasi motivasi budaya, aspek estetis, dan
pertimbangan segi ekonomi; dan
c. Preservasi dan konservasi yang mengejawantahkan simbolisme,
identitas suatu kelompok ataupun aset kota, perlu dilancarkan.
Dewasa ini kota-kota di dunia telah banyak mengalami perkembangan dan
perubahan yang sangat pesat, dalam perubahan tersebut, bangunan,
kawasan maupun objek budaya yang perlu dilestarikan menjadi rawan untuk
hilang dan hancur, dan dengan sendirinya akan digantikan dengan bangunan,
kawasan ataupun objek lainnya yang lebih bersifat ekonomis-komersial.
Gejala penurunan kualitas fisik tersebut, dengan dapat mudah diamati pada
kawasan kota bersejarah, karena sebagian dari perjalanan sejarah kawasan
kota tersebut pada umumnya berada dalam tekanan pembangunan. Dengan
kondisi pembangunan yang ada sekarang, budaya membangun pun telah
mengalami perbedaan nalar, hal ini terjadi karena kekuatan-kekuatan
masyarakat tidak menjadi bagian dalam proses urbanis yang pragmatis.
Urbanisasi dan industrialisasi menjadikan fenomena tersendiri yang
menyebabkan pertambahan penduduk yang signifikan serta permintaan akan
lahan untuk permukiman semakin meningkat di perkotaan. Bagian dari
permasalahan itu, akan membuat kawasan kota yang menyimpan nilai
kesejarahan semakin terdesak dan terkikis. Pertentangan atau kontradiksi
antara pembangunan sebagai kota “modern” dengan mempertahankan kota
budaya yang masih mempunyai kesinambungan dengan masa lalu, telah
menjadikan realitas permasalahan bagi kawasan kota yang masih
menyimpan sejumlah peninggalan sejarahnya.
Konservasi sebuah kawasan bersejarah memiliki potensi pariwisata yang
sangat menjanjikan menjadi sebuah daya tarik tersendiri untuk
dikembangkan. Konsep pengembangan kota yang tepat dengan keadaan
daerah konservasi tersebut mulai diberdayakan seperti konsep kota
berkelanjutan. Konsep kota berkelanjutan secara singkat adalah


32

pengembangan kota dengan mengedepankan keseimbangan antara aspek


ekonomi, lingkungan hidup, dan perlindungan cagar budaya yang ada di
dalamnya.
Kota Bandung sebagai ibukota Provinsi Jawa Barat dan juga termasuk
dalam kategori kota besar di Indonesia, memiliki ketiga aspek utama dari
pengembangan kota berkelanjutan tersebut. Konservasi kawasan bersejarah
yang termasuk dalam ikon pariwisata, dapat menjadi sumber pendapatan
masyarakat dan pemerintah daerah yang menjanjikan dan menjadi fokus
utama pengembangan. Kota Bandung sendiri memiliki beberapa daerah yang
strategis untuk dikonservasi keberadaannya seperti Kawasan Asia Afrika.
Kawasan Asia Afrika sebagai salah satu kawasan bersejarah diperlukan
upaya untuk memberikan perlindungan dari ganasnya pembangunan kota,
termasuk mengendalikan perkembangan kawasan tersebut agar tidak hilang
identitas kesejarahaannya.
Saat ini kecenderungan pembangunan lebih kepada bangunan lama yang
dibangun kembali tanpa mengindahkan konsep-konsep yang ada di kota
lama. Untuk selanjutnya kota lama dapat diberdayakan melalui media
entertainment dan tourism yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip
konservasi, agar kawasan tersebut dapat menghidupi dirinya sendiri, dan
selebihnya dapat pula meningkatkan pendapatan masyarakat maupun
pemerintah kota. Art Gallery, Café & music night, kuliner dan restoran
ataupun yang lainnya, merupakan kegiatan yang dapat ditawarkan untuk
menghidupkan kawasan dengan tanpa menghilangkan konsep wajah asli
Kawasan Asia Afrika.

F. Creative Tourism
Dalam beberapa dekade terakhir, konsep dan praktik ekowisata telah
dikembangkan sangat cepat di seluruh dunia dalam hal membuat pariwisata
yang meliputi sumber daya alam lebih berkelanjutan. Disisi lain, terlihat
bahwa penelitian dan praktik berkenaan dengan aspek sosio kultural dari
pariwisata berkelanjutan tidak mencukupi walaupun pariwisata budaya telah
menjadi salah satu pilihan yang paling berkembang untuk destinasi wisata di
dunia. Sebagaimana yang dilaporkan oleh Organization for Economic Co-
operation and Development (OECD), pariwisata budaya terhitung sudah


33

mencapai 360 juta perjalanan wisata internasional di tahun 2007 atau 40%
dari pariwisata dunia (OECD, 2009). Bahkan kontribusi pariwisata budaya
jauh lebih baik lagi, sejak pariwisata budaya diestimasi menghabiskan
sepertiga lebih banyak dari rata-rata pengeluaran wisata lainnya (Richards,
2007). Namun pertumbuhan jumlah wisatawan pada situs budaya utama dan
komunitas kecil dipertanyakan terkait keberlanjutan bentuk baru pariwisata
masal ini (Richards, 2013).
Dimasa lalu pariwisata budaya seringkali dilihat sebagai contoh baik
pariwisata, karena skalanya kecil, pengeluaran wisatawan tinggi dan
dampaknya rendah. Saat ini, tidak ada keraguan tentang pariwisata budaya
merupakan segmen utama pariwisata global. agar seimbang, maka konsep
pariwisata kreatif diajukan sebagai bentuk baru pariwisata budaya yang
ditujukan untuk mengikis dampak negatif pariwisata sebanyak mungkin
(Richards dan Raymond, 2000).
Kajian ini bertujuan untuk memeriksa konsep dan kemungkinan pariwisata
kreatif sebagai cara untuk membuat pariwisata budaya lebih mampu
berkelanjutan, utamanya berdasarkan tinjauan literatur. Selain itu, kajian ini
mencoba untuk mempertimbangkan fleksibilitas adaptif untuk pariwisata
kreatif di Kota Bandung.
Pariwisata kreatif didefinisikan oleh UNESCO sebagai “travel directed
toward an engaged and authentic experience, with participative learning in the
arts, heritage, or special character of a place, and it provides a connection
with those who reside in this place and create this living culture” (UNESCO,
2006)
“Perjalanan yang diarahkan menuju sebuah keterlibatan dan pengalaman
otentik, dengan pembelajaran yang sifatnya partisipatif dalam kesenian,
sejarah, karakter khusus sebuah tempat, dan juga membangun hubungan
dengan siapa pun yang tinggal dan membangun budaya setempat”.

G. City Branding: 3i Models


Dalam memasarkan sebuah kota masih tetap diperlukan elemen-elemen
pemasaran untuk menunjang keberhasilan city branding tersebut. Menurut
Kartajaya dan Yuswohady (2005:12) perumusan strategi pemasaran daerah
disebut dengan analisis City Branding strategic place triangle: Strategic place


34

mencakup tiga hal kunci. Pertama adalah segmentation-targeting-positioning


(STP). Kedua adalah taktik yang mencakup Differentiation-Marketing Mix-
Selling. Dan ketiga adalah value yang mencakup Brand-Service-Process. Dari
kesembilan elemen pemasaran tersebut, terdapat 3 (tiga) komponen inti yaitu
penetapan positioning, pengembangan differentiation dan upaya membangun
brand. Dengan memakai konsep segitiga Positioning-Differentiation-Brand
(PDB) yang kokoh suatu brand akan bertahan lama dan mempunyai integritas
yang sangat kuat. Segitiga PDB yang dipaparkan Hermawan kertajaya
mencakup:

1. Positioning “Positioning sebagai strategi untuk memenangkan kepercayaan


dan mendapatkan kredibilitas dimata Tourist, Trader, Investor – Talent,
Developer, Organizer (TTI-TDO) – Lead your customer credibly.”
(Kartajaya dan Yuswohady, 2005:93).
2. Differentiation menurut Kotler (2002:328), “Differentiation adalah tindakan
merancang serangkaian perbedaan yang berarti untuk membedakan
tawaran perusahaan dengan tawaran pesaing.”
3. Brand “Brand adalah keseluruhan dari nilai-nilai tangible maupun intangible
yang menjadi keunikan pada suatu produk maupun jasa. Brand bukan
hanya sebuah simbol yang membedakan produk satu dengan lainnya,
namun brand adalah segala atribut yang datang kedalam pikiran konsumen
saat memikirkan produk tertentu” (Moilanen & Rainisto, 2009:6).

Untuk mengikat segitiga PDB itu semakin kuat Hermawan Kartajaya


(2010:39) menambahkan Model 3i:

1. Brand Identity adalah mengenai positioning merk. Positioning harus unik


sehingga merk didengarkan dan diperhatikan oleh pasar.
2. Brand integrity adalah menyampaikan kinerja dan kepuasan yang dijanjikan
kepada konsumen
3. Brand image adalah mendapatkan bagian yang kuat dari emosi konsumen.



35

Gambar IV Model 3i

Untuk menentukan positioning yang kuat diperlukan identitas yang jelas.


Agar ketika membuat positioning sangat mudah diingat oleh pasar. Ketika
positioning telah ditetapkan saatnya menentukan perbedaan dari pesaing lain,
namun diperlukan integritas, agar positioning yang telah ditetapkan tidak
hanya menjadi suatu harapan saja. Setelah semua itu, akan didapatkan brand
image yang diinginkan. Dengan brand image yang kuat akan memperkuat
positioning yang telah ditentukan. Seperti yang dijelaskan Kartajaya dan
Yuswohady (2005:208) “Bila proses berjalan mulus, maka akan menciptakan
self-reinforcing mechanism atau proses penguatan secara terus-menerus di
antara ketiga unsur segitiga positioning-differentiation-brand.

H. New Wave Marketing


Perkembangan teknologi layanan telekomunikasi berperan sangat besar
dalam melahirkan ‘new wave marketing’, Konsep ini mulai berkembang
karena adanya dukungan dari era Web 2.0 dimana pertukaran informasi
secara lebih mudah (interaktif) dilakukan jika dibanding dengan era Web 1.0.
Teknologi IT merubah model pemasaran, Era Web 2.0 dan media sosial
membuat internet menjadi lebih interaktif, merubah dalam mencari informasi
dan berinteraksi dengan orang lain. Kini pengguna tidak hanya sebagai
pengamat saja, tetapi dapat memberikan feedback kepada pembuat berita,
sehingga internet menjadi lebih aktif dari era sebelumnya karena ada
keterlibatan pengguna di dalamnya.



36

Dengan pertumbuhan pengguna smartphone di Indonesia yang semakin


meningkat dan penggunaanya kebanyakan untuk media sosial dan chatting,
operator-operator telekomunikasi menangkap peluang tersebut dengan
menyediakan paket-paket layanan internet. Model pemasaran New Wave ini
memang berbeda. Sembilan elemen yang selama ini sudah dikenal mungkin
masih tetap berlaku, namun secara praktek kesembilannya harus dirubah ke
yang lebih horisontal dimana elemen pemasaran sudah berganti menjadi 12
C dan Marketing Mix (4P) sudah berganti ke New Wave Marketing Mix (co-
creation, currency, conversation and communal activation).
Adapun implementasi 12 C bagi penerapan new wave marketing ini
adalah sebagai berikut:

1. Communitization; membentuk suatu komunitas maupun memanfaatkan


komunitas untuk mendukung aktivitas pemasaran. Dalam komunitas, ada
ikatan antar-anggota komunitas karena mereka memiliki faktor pengikat,
seperti kesamaan hobi, interest, nilai, dan sebagainya. Berbeda dengan
segmentasi di mana antar-anggota tidak saling kenal dan juga tidak
peduli.
2. Confirming; proses ini sejalan dengan langkah awal komunitisasi di atas.
Usai kita bisa mengindentifikasi sejumlah komunitas, kita akan
mengkonfirmasi ke komunitas mana kita akan bergabung
3. Clarification; dilakukan dengan menjelaskan persona maupun karakter
kita kepada komunitas yang sudah kita konfirmasi sebelumnya.
4. Codification; merupakan proses memasukkan differentiation ke dalam
“DNA” merk maupun pasar dan harus selalu terhubung dengan para
pelanggan sehingga mampu membuat produk yang sangat pesonal.
5. Co-creation; proses menciptakan produk dengan menjalin kemitraan
dengan pasar. Pasar dilibatkan dalam proses penciptaan produk.
6. Currency; harga biasanya dimaknai secara tetap, sementara currency
lebih fleksibel.
7. Communal Activation; upaya mengaktifkan komunitas melalui pemimpin
maupun aktivis komunitas sebagai pihak yang mampu memasarkan
produk kepada para anggota komunitas lain.



37

8. Conversation; upaya menciptakan percakapan, baik antara produsen


dengan konsumen maupun konsumen dengan konsumen lain. Berbeda
dengan promosi yang sifatnya satu arah dan atas bawah. Dalam
percakapan, semua pihak yang terlibat adalah sejajar.
9. Commercialization; proses ini bersifat dua arah di mana terjadi pertukaran
nilai antara produsen dan pasar. Tak seperti dalam selling, komersialisasi
tidak dilakukan secara langsung. Ada pengoptimalan peran rekomendasi
antar-anggota komunitas itu sendiri maupun antar-pelanggan.
10. Character; merk di era serba transparan ini harus mempunyai karakter,
berorientasi pada nilai-nilai, seperti keadilan, cinta pada pelanggan,
menghormati pesaing, dan sebagainya. Karakter adalah “the true self”.
Sedangkan brand adalah “the cover”. Sekarang ini, brand without
character is nothing.
11. Caring; is beyond service. Tidak melayani secara standar, melainkan
lebih mendalam, seperti mengetahui apa yang menjadi kegelisahan dan
impian dari orang-orang yang dilayani. Benar-benar memperlakukan
orang yang dilayani sebagai subjek manusia.
12. Collaboration; Bukan kepemilikan terhadap sumber daya, tetapi akses
terhadap sumber daya agar lebih kompetitif. Organisasi tidak bisa
berjalan sendiri, melainkan harus menjalin kolaborasi dengan banyak
pihak untuk memberikan value kepada pelanggan sehingga lebih
kompetitif.



Filename: BAB II - TINJAUAN TEORI.docx
Folder: /Users/user/Library/Containers/com.microsoft.Word/Data/Documents
Template: /Users/user/Library/Group Containers/UBF8T346G9.Office/User
Content.localized/Templates.localized/Normal.dotm
Title:
Subject:
Author: mikey stroo
Keywords:
Comments:
Creation Date: 1/28/19 9:34:00 AM
Change Number: 2
Last Saved On: 1/28/19 9:34:00 AM
Last Saved By: sannymegawati@gmail.com
Total Editing Time: 1 Minute
Last Printed On: 1/28/19 9:34:00 AM
As of Last Complete Printing
Number of Pages: 18
Number of Words: 4,256
Number of Characters: 30,323 (approx.)

Anda mungkin juga menyukai