Anda di halaman 1dari 35

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Kebudayaan
Menurut Koentjaraningrat (1980), kata “kebudayaan” berasal dari kata
Sanskerta budhayah, yaitu bentuk jamak dari kata budhi yang berarti “budi” atau
“akal”. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan sebagai keseluruhan gagasan
dan karya manusia, yang harus dibiasakannya dengan belajar, beserta keseluruhan
dari hasil budi dan karyanya itu.
Koentjaraningrat berpendapat bahwa kebudayaan itu mempunyai paling
sedikit tiga wujud, yaitu sebagai berikut.
1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai,
norma-norma, peraturan dan sebagainya.
Wujud ini merupakan wujud ideel dari kebudayaan. Sifatnya abstrak, tidak
dapat dilihat dan berpusat pada kepala-kepala manusia yang menganutnya.
Kebudayaan ideel ini dapat disebut sebagai adat tata-kelakuan, atau secara singkat
adat dalam arti khusus, atau adat-istiadat dalam bentuk jamak. Sebutan tata
kelakuan itu menunjukkan bahwa kebudayaan ideel mempunyai fungsi sebagai
pengatur, pengendali, dan pemberi arah kepada kelakuan dan perbuatan manusia
dalam masyarakat.
2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari
manusia dalam masyarakat.
Wujud ini sering disebut sistem sosial, yang berisi tentang kelakuan berpola
dari manusia itu sendiri. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas interaksi manusia-
manusia yang selalu mengikuti pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata
kelakuan. Sifatnya konkret, dapat diamati atau diobservasi.
Sistem sosial ini tidak dapat lepas dari sistem budaya. Apapun bentuknya, pola-
pola aktivitas tersebut ditentukan atau ditata oleh gagasan-gagasan yang ada di
dalam kepala manusia. Karena saling berinteraksi antar manusia maka pola
akktivitas dapat pula menimbulkan gagasan, konsep, dan pikiran baru serta tidak
mustahil dapat dterima dan mendapat tempat dalam sistem budaya dari manusia
yang berinteraksi tersebut.
3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
commit to user

10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Wujud ini disebut kebudayaan fisik. Sifatnya konkret karena merupakan


seluruh total dari hasil fisik dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia
dalam masyarakat.
Dalam Pusat Kebudayaan Kudus yang akan dirancang wujud kebudayaan yang
akan diwadahi adalah yang berwujud aktivitas kelakuan berpola masyarakat serta
benda-benda hasil karya manusia. Wujud kebudayaan yang akan diwadahi tersebut
akan dijelaskan pada sub bab D.
B. Tinjauan Pusat Kebudayaan
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, pusat kebudayaan merupakan
tempat membina dan mengembangkan kebudayaan. Pusat Kebudayaan
bertanggung jawab untuk mengendalikan dan merancang kegiatan budaya dan
kesenian.
1. Fungsi Pusat Kebudayaan
Pusat kebudayaan mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut:
a. Fungsi administratif/perkantoran
Meliputi seluruh kegiatan administratif dalam pusat kebudayaan.
b. Fungsi edukatif/pendidikan
Meliputi seluruh kegiatan pendidikan, misalnya kegiatan perpustakaan,
penyelenggaraan seminar-seminar, kursus-kursus kesenian dan sebagainya.
c. Fungsi rekreatif/hiburan.
Meliputi seluruh kegiatan pertunjukan seni, pemutaran fim, pameran dan
sebagainya.
d. Fungsi informatif
Meliputi seluruh kegiatan informatif melalui media cetak, digital maupun
radio/televisi dan sebagainya.
2. Tugas Pusat Kebudayaan
Pusat kebudayaan mempunyai beberapa tugas sebagai berikut.
a. Mengenalkan kebudayaan yang belum dikenal oleh masyarakat secara luas.
b. Merancang, melaksanakan dan memantau kegiaan kebudayaan dan
kesenian.
c. Menyediakan sarana dan prasana untuk menunjang perkembangan
pendidikan kebudayaan dan kesenian.
commit to user

11
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

d. Menggalakkan program kebudayaan dan kesenian yang bertujuan membina


masyarakat agar kebudayaan tidak luntur.
e. Mengundang pakar dalam mengisi event atau kegiatan tertentu yang
berhubungan dengan sosialisasi kebudayaan.
3. Fasilitas Pusat Kebudayaan
Agar dapat menjalankan fungsinya dengan baik maka pusat kebudayaan
harus memiliki fasilitas-fasiitas sebagai berikut.
a. Kantor
Fasilitas ini sangat penting karena sebagai penunjang fungsi administratif.
Fasilitas perkantoran mencatat semua data program dan kegiatan yang
berlangsung selama pusat kebudayaan beroperasi, termasuk didalamnya data
properti yang tersedia, jumlah pengunjung dan sebagainya.
b. Perpustakaan
Perpustakaan pada pusat kebudayaan berisikan buku atau majalah terbitan
dari negara asal kebudayaan yang membahas informasi tentang negara tersebut,
buku pembelajaan dan buku lainnya. Informasi yang terdapat dalam
perpustakaan dapat berupa fisik (buku, majalah) atau nonfisik (digital).
c. Kelas kursus
Fasilitas ini memungkinkan masyarakat yang memiliki keterkaitan lebih
jauh pada suatu budaya untuk belajar bahasa asal budaya tersebut. Biasanya
disediakan instruktur khusus yang didatangkan langsung dari negara asal.
Fasilitas ini terdapat pada semua pusat kebudayaan.
d. Galeri seni
Galeri seni pada pusat kebudayaan dibuat berdasarkan kebutuhan khusus,
bisa berupa galeri seni yang memamerkan karya berupa lukisan atau patung
maupun berupa sebuah aula pertunjukkan yang menampilkan pertunjukkan
musik, tari, drama atau film. Fasilitas ini tidak semua Pusat Kebudayaan
memilikinya.
C. Tinjauan Wisata Budaya
1. Pengertian Wisata
Menurut UU No. 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan; wisata
didefinisikan sebagai kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau
commit to user
sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi,
pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang

12
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dikunjungi dalam jangka waktu sementara. Orang yang melakukan wisata


disebut wisatawan dan keseluruhan fenomena kegiatan wisata yang dilakukan
oleh wisatawan didefinisikan dengan istilah pariwisata.
Macintosh dalam bukunya “Tourism: Principles, Practice, Philosophy”,
mengatakan bahwa motivasi perjalanan wisata antara lain adalah: physical
motivations, cultural motivations, international motivations, status and prestige
motivation.
Bila diperluas keempat motivasi tersebut maka kita dan mengatakan bahwa
seseorang tertarik untuk melakukan perjalanan wisata dengan alasan-alasan
sebagai berikut.
a. Untuk tujuan santai dan kesegaran badan, pikiran yang pada akhir-akhir ini
dirasakan dalam kehidupan modern.
b. Untuk tujuan kesehatan, yaitu mendapatkan udara segar, cahaya matahari,
mandi lumpur atau perjalanan untuk pengobatan.
c. Mencari kesenangan, kegembiraan yang merupkan salah satu cara
memenuhi kebutuhan hidup serba teratur.
d. Ikut aktif dalam kegiatan-kegiatan olahraga seperti berlayar, mendaki
gunung serta mengikuti pesta-pesta olah raga yang bersifat nasional
maupun internasional.
e. Mengunjungi keluarga, teman-teman, atau ingin berkenalan dengan orang-
orang baru yang mempunyai pekerjaan sama atau sekedar ingin melarikan
diri dari rutinitas sehari-hari.
f. Mencari hal-hal yang bersifat spiritual, guna mendalami hal-hal yang
berhubungan dengan keagamaan, kebatinan, kerihanian dan lain-lain.
g. Ingin mengetahui lebih dalam atau mendalami tata cara hidup, adat-istiadat,
serta kebiasaan-kebiasaan masyarakat setempat.
Destinasi pariwisata harus mencakup komponen-komponen utama sebagai
berikut.
a. Objek dan Daya Tarik (atractions) yang mencakup, daya tarik yang bisa
berbasis utama pada kekayaan alam, budaya, maupun buatan (artificial).
b. Aksesibilitas, yang mencakup dukungan sistem transportasi.
c. Amenitas, yang mencakup fasilitas penunjang dan pendukung wisata.
d. Fasilitas Pendukung. commit to user

13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

e. Kelembagaan (institusions) yaitu terkait dengan keberadaan dan peran


masing-masing unsur dalam mendukung terlaksananya kegiatan pariwisata.
Menurut beberapa pakar seperti Mariotti (1985), Yoeti (1987);
dikemukakan bahwa daya tarik dari suatu destinasi merupakan faktor terpenting
untuk mengundang wisatawan berkunjung. Tiga syarat utama agar suatu
destinasi dapat menarik pengunjung adalah sebagai berikut.
a. Destinasi tersebut harus mempunyai daya tarik khusus yang bisa dilihat
oleh para wisatawan (something to see). Disamping itu juga harus memiliki
atraksi wisata yang dapat dijadikan sebagai “entertainments” bila orang
datang untuk mengunjunginya.
b. Selain banyak yang dapat dilihat, destinasi tersebut juga harus memiliki
fasilitas yang bisa digunakan oleh wisatawan untuk beraktivitas (something
to do).
c. Destinasi tersebut juga harus mempunyai something to buy, yaitu barang
barang cinderamata (souvenir) yang bias dibeli wisatawan sebagai oleh-
oleh.
Dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 menyebutkan asas-asas yang
ada dalam pariwisata, yakni: manfaat, kekeluargaan, adil dan merata,
keseimbangan, kemandirian, kelestarian, partisipatif, berkelanjutan, demokratis,
kesetaraan, dan kesatuan. Asas-asas yang ada dalam pariwisata juga memuat
beberapa tujuan yang nantinya akan dicapai dengan penyelenggaraan
aksesibilitas. Pariwisata yang menyediakan sarana prasana yang aksesibel akan
mempermudah mencapai keadilan, kesetaraan dan kemandirian bagi
masyarakat. Dalam jurnalnya Darcy (2009) menyebutkan bahwa:
“Accessible tourism enables people with access requirements, including
mobility, vision, hearing and cognitive dimensions of access, to function
independently and with equity and dignity through the delivery of universally
designed tourism products, services and environments. This definition is
inclusive of all people including those travelling with children in prams, people
with disabilities and seniors.”
Maka dari itu fasilitas pariwisata sudah seharusnya menerapkan desain yang
inklusif bagi anak kecil, penyandang disabilitas, hingga lansia. Hal penting
commit
yang perlu diperhatikan dalam to user
pengembangan model pariwisata ramah untuk
penyandang disabilitas adalah bagaimana pemenuhan kebutuhan fasilitas dan

14
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

aksesibilitas yang tersedia. Menurut Garncarz (1998) dalam Kusumaningrum


(2012) beberapa hal yang menjadi kebutuhan difabel dalam berwisata antara
lain: aksesibilitas atraksi, sumber informasi dan transportasi.
Adapun jenis jenis daya tarik wisata dapat diklasifikasikan menjadi tiga
jenis tema yaitu daya tarik wisata alam, daya tarik wisata budaya serta daya
tarik wisata minat khusus.
2. Daya Tarik Wisata Budaya
Daya Tarik Wisata Budaya adalah daya tarik wisata yang dikembangkan
dengan lebih banyak berbasis pada hasil karya dan hasil cipta manusia, baik
yang berupa peninggalan budaya (situs/heritage) maupun yang nilai budaya
yang masih hidup (the living culture) dalam kehidupan di suatu masyarakat,
yang dapat berupa upacara/ritual, adat-istiadat, seni pertunjukan, seni-kriya,
seni sastra, seni rupa maupun keunikan hidup sehari-hari yang dimiliki oleh
masyarakat.
Pengembangan pariwisata di Indonesia pada dasarnya menggunakan konsep
pariwisata budaya (cultural tourism) seperti telah ditetapkan dalam Undang-
Undang No. 9 Tahun 1990. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa
Indonesia memiliki potensi seni dan budaya yang beraneka ragam yang tersebar
pada tiap Daerah Tujuan Wisata (DTW) di Indonesia. Dalam hal ini, seni
budaya yang beraneka ragam di beberapa DTW itu dijadikan sebagai daya tarik
utama untuk menarik wisatawan datang berkunjung ke Indonesia.
Menurut Ritchie dan Zins (Chapter 19, Social and Cultural Impacts; dalam
buku Tourism in Contemporary Society, an Introductory Text, hlm 221) ada 12
unsur kebudayaan yang dapat menarik kedatangan wisatawan, yaitu:
1. Bahasa (language)
2. Kebiasaan masyarakat (tradition)
3. Kerajinan tangan (handicrafts)
4. Makanan dan kebiasaan makan (food and eating habits)
5. Music dan kesenian (music and art)
6. Sejarah suatu tempat (histoy of the region; oral, written, and landscape)
7. Cara kerja dan teknologi (work and technology)
8. Agama (religion) yang dinyatakan dalam bentuk cerita dan sesuatu ang
dapat disaksikan commit to user

15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

9. Bentuk dan karakteristik arsitektur di masing-masing DTW (architectural


characteristics in the area)
10. Tata cara berpakaian penduduk setemat (dress and clothes)
11. Sistem pendidikan (educational system)
12. Aktivitas pada waktu senggang (leisure activites)
Kemudian dalam buku yang sama (hlm 222) Mathieson dan Wall
mengatakan bahwa daya tarik wisata terpusat pada tiga bentuk, yaitu sebagai
berikut.
1. Form of culture which are inanimate or which do not directly involve
human activity
Di sini, wisatawan datang mengunjungi suatu daya tarik wisata (DTW)
untuk melihat arsitektur yang unik, gedung-gedung bersejarah, monumen,
candi, dan membeli cendera mata khas daerah tersebut.
2. Form of culture reflected in the normal daily life of destination
Datang pada suatu DTW untuk melihat dan menyaksikan bangsa lain
(foreign people) bagaimana kehidupan sosial ekonomi mereka dan kegiatan
waktu senggang mereka, disamping untuk mengetahui dan mengerti tentang
tata cara hidup (life styles) ideologi tata cara berpakaian dan kegiatan
keseharian masyarakat setempat.
3. Form of culture which are specially animated and may involve special
events or depict historic, festivals, reflecting old traditions and behavior,
reenactment of battles and displays of old machinery.
Yaitu ingin melihat dan ikut terlibat dalam kegiatan pada event khusus,
seperti festival kesenian, perjuangan heroik pahlawan bangsa,
pengungkapan kembali tradisi lama, atau mempertunjukkan kembali
jalannya suatu pertempuran memperebutkan kemerdekaan dari penjajahan,
atau pameran mesin-mesin tua penemuan abad lalu.
Jansen-Verbeke membagai daya tarik wisata budaya, khususnya wisata
budaya perkotaan, ke dalam tiga kategori, yakni: produk primer, sekunder, dan
tersier (Murphy dan Boyle, 2006). Produk primer terdiri dari fasilitas budaya,
event, festival, lokasi fisik, dan aspek sosio-kultural lokasi setempat. Produk
sekunder mencakup kuliner, belanja dan fasilitas pasar. Produk tersier atau
commit toparkir,
kondisional meliputi aksesibilitas, user informasi, tanda (signage) dan

pemandu.

16
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

D. Kebudayaan Kudus
1. Ragam Kebudayaan Kudus
Ragam kebudayaan Kudus di antaranya adalah batik Kudus, rumah adat
Kudus, gebyok Kudus, pakaian adat Kudus, tarian adat Kudus, makanan khas
Kudus, serta tradisi masyarakat setempat.
a. Rumah Tradisional Kudus
Rumah tradisional Kudus merupakan kesatuan dari beberapa bangunan
yang mempunyai fungsi sebagai tempat tinggal serta tempat beraktivitas sehari-
hari termasuk berdagang atau sebagai tempat produksi dari industri rumah
tangga. (Sardjono, 2009)
Rumah tradisional Kudus mempunyai latar belakang yang berbeda dari
rumah-rumah tradisional Jawa di daerah lainnya dari bentuk atapnya hingga
organisasi dan elemen-elemen ruangnya. Bentuk atap joglo rumah tradisional
Kudus berbentuk lebih tinggi dan sedikit meruncing ke atas yang disebut joglo
pencu. Faktor lain yang menyebabkan rumah tradisional Kudus mempunyai ciri
khas tersendiri yaitu penuhnya ukiran pada elemen-elemen rumah. (Theresia,
2013).

Gambar 2. Rumah Adat Kudus


Sumber: http://www.bentarabudaya.com/ (2019)
b. Gebyok Kudus
Gebyok merupakan salah satu elemen arsitektur pada rumah tradisional
Kudus yang pada saat ini jumlahnya jauh berkurang dibandingkan dengan
jaman masa kejayaannya dulu. Gebyok Kudus memiliki model ukiran yang
berbeda dari model gebyok daerah lain terutama dalam hal misi dan filosofinya.
commit
Motif yang digunakan dalam to user
gebyok Kudus mempunyai kaitan erat dengan
pengaruh budaya yang memasuki Kudus.

17
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 3. Gebyok Kudus


Sumber: http://ukirjepara.com/ (2019)
c. Batik Kudus
Terdapat banyak daerah penghasil batik di Indonesia seperti Solo, Jogja,
Madura, Ponorogo, Pekalongan, Cirebon, Tuban, Banyumas, Lasem, Demak,
Kudus dan lain-lain. Batik tiap daerah memiliki ciri khas masing-masing, ciri
khas itu tidak lepas dari pengaruh zaman, lingkungan, dan letak geografis
penghasil batik demikian pula dengan batik Kudus yang memiliki ciri khas
tersendiri.

Gambar 4. Batik Kudus


Sumber: Sulistiyowati Arni Maryanto (2013)
Batik Kudus mulai muncul pada tahun 1935 dan berkembang pesat pada
tahun 1970an. Corak dan motif batik Kudus sangat beragam karena pada masa
itu pengrajin batik Kudus ada yang dari etnis keturunan Cina dan pengrajin
penduduk asli atau pribumi.
Corak batik Kudus lebih condong ke batik pesisiran yang ada kemiripan
dengan batik Pekalongan commit
maupuntoLasem
user karena secara geografis Kudus
berdekatan. Batik Kudus yang dibuat oleh pengrajin Cina dikenal dengan batik

18
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

nyonya atau batik saudagaran, yang mempunyai ciri khas kehalusan dan
kerumitannya dengan isen-isennya. Kebanyakan dipakai oleh kalangan
menengah ke atas, motif yang dibuat coraknya lebih ke arah perpaduan antara
batik pesisir dan batik mataraman (warna sogan). (Maryanto, 2013)
Batik Kudus yang dibuat oleh pengrajin asli Kudus atau pribumi
dipengaruhi oleh budaya sekitar dan coraknya juga dipengaruhi batik pesisiran.
Motif yang dibuat mempunyai arti untuk acara akad nikah ada corak Kudusan
seperti busana kelir, burung merak dan adapula motif yang bernafaskan budaya
Islam atau motif Islamik kaligrafi. Motif yang bernafaskan kaligrafi karena
dipengaruhi sejarah walisongo yang berada di Kudus yaitu Sunan Kudus dan
Sunan Muria, corak yang bernafaskan Islam karena pengrajin batik banyak
berkembang disekitar wilayah Sunan Kudus atau dikenal dengan Kudus Kulon.
Batik Kudus mengalami kemunduran pada tahun 1980-an karena banyak
pengrajin batik Kudus yang gulung tikar karena kalah pamor dari batik printing
serta masyarakat Kudus lebih tertarik bekerja menjadi buruh di pabrik rokok
yang semakin banyak di Kudus. (Yunita, 2015)
d. Pakaian Adat Kudus
Seperti pada daerah lain Kudus juga memiliki pakaian khas yang menjadi
pakaian adat masyakarakat Kudus. Pakaian adat Kudus bagi wanita dan pria
memiliki beberapa perbedaan.
Pakaian Adat Wanita terdiri dari Caping Kalo, Baju kurung beludru, Jarik /
Sinjang laseman, Selendang Tohwatu, Selop Kelompen, serta aksesoris kepala
dan leher, yaitu menggunakan sanggul besar dengan cunduk mentul berjumlah
lima atau tiga buah, suweng beras kecer atau suweng babon angkrem, kalung
(sangsang) sobyong berjuntai lima atau berjuntai sembilan yang menghiasi
leher hingga dada, kancing peniti dari mata uang: ece, ukon, rupiah atau ringgit,
gelang lungwi, dan juga cincin sigar penjalin.
Sedangkan untuk pakaian adat laki-laki terdiri dari Blangkon gaya
Surakarta, Beskap Kudusan, Jarik Laseman, selop alas kaki, ikat pinggang atau
Timang, serta keris motif gayaman atau ladrangan. (https://budayajawa.id/)

commit to user

19
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 5. Pakaian Adat Kudus


Sumber: https://budayajawa.id/ (2019)
e. Tarian Adat Kudus
Kudus adalah salah satu kota di Jawa Tengah yang identik dengan industri
kretek. Perekonomian masyarakat di Kudus ditopang dengan industri
kretek. Tari kretek diciptakan menjadi pelengkap bagi Kabupaten Kudus
sebagai kota Kretek yang menggambarkan proses pembuatan rokok dari
pemilihan tembakau hingga pemasaran.

Gambar 6. Tari Kretek


Sumber: https://komunitaskretek.or.id (2019)

f. Makanan Khas Kudus


Kabupaten Kudus memiliki kuliner khas yang beragam di antaranya yaitu
Jenang Kudus, Soto Kudus, Lentog Tanjung, Garang Asem, Sate Kerbau, dan
Nasi Pindang. Selain makanan, Kabupaten Kudus juga memiliki minuman khas
di antaranya adalah Kopi Jetak, Wedang Alang Alang Kudus, serta Wedang
Pejuh.
h. Tradisi Masyarakat Kudus
Selain kebudayaan yangcommit to user
berwujud benda, Kabupaten Kudus juga memiliki
wujud kebudayaan tak benda berupa tradisi. Terdapat tiga tradisi yang masih

20
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

rutin dijalankan oleh masyarakat Kudus tiap tahunnya, yaitu (1) tradisi
dhandangan yakni sebuah tradisi untuk menyambut datangnya bulan puasa, (2)
tradisi buka luwur yakni penggantian kain penutup pada makam Sunan Kudus
sebagai bentuk penghormatan masyarakat terhadap Sunan Kudus, dan (3)
tradisi mauludan yakni tradisi untuk memperingati hari lahirnya Nabi
Muhammad SAW. (Sumintarsih dkk, 2016)
2. Kesimpulan
Dalam kaitannya dengan unsur kebudayaan yang dapat menarik kedatangan
wisatawan menurut Ritchie dan Zins, ragam kebudayaan Kudus dapat
diklasifikasikan sebagai berikut.
Tabel 1. Klasifikasi Unsur Kebudayaan Kudus

Unsur Kebudayaan Penarik Kedatangan


No Kebudayaan Kudus
Wisatawan Menurut Ritchie dan Zins

1 Bahasa (language) -

2 Kebiasaan masyarakat (tradition) Dhandangan, Buka Luwur, Mauludan.

3 Kerajinan tangan (handicrafts) Gebyok Kudus

4 Makanan dan kebiasaan makan (food and Jenang Kudus, Soto Kudus, Lentog
eating habits) Tanjung, Garang Asem, Sate Kerbau,
Nasi Pindang, Kopi Jetak, Wedang
Alang Alang, Wedang Pejuh.

5 Musik dan kesenian (music and art) Tari Kretek

6 Sejarah suatu tempat (histoy of the region; v


oral, written, and landscape)

7 Cara kerja dan teknologi (work and -


technology)

8 Agama (religion) yang dinyatakan dalam v


bentuk cerita dan sesuatu yang dapat
disaksikan

9 Bentuk dan karakteristik arsitektur di Rumah Adat Kudus


masing-masing DTW (architectural
characteristics in the area)

10 Tata cara berpakaian penduduk setempat Pakaian adat Kudus, Batik Kudus
(dress and clothes)

11 Sistem pendidikan (educational system) -

12 Aktivitas pada waktu senggang (leisure -


activites)

Dari tabel tersebut, kebudayaan


commit toKudus
user yang akan diwadahi dalam Pusat
Kebudayaan Kudus yang direncanakan adalah kerajinan tangan, makanan,

21
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

musik dan kesenian, sejarah, agama, arsitektur, dan tata cara berpakaian
penduduk setempat.
E. Arsitektur Neo Vernakular
1. Tinjauan Arsitektur Neo Vernakular
Vernakular artinya adalah bahasa setempat, dalam arsitektur istilah ini
digunakan untuk menyebut bentuk-bentuk yang menerapkan unsur-unsur
budaya, lingkungan, termasuk iklim setempat yang diungkapkan dalam bentuk
fisik arsitektural (tata letak, denah, struktur, detail-detail bagian, ornamen, dan
lain lain). Dengan batasan tersebut maka arsitektur tradisional dapat
dikategorikan dalam vernakular murni, terbentuk oleh tradisi turun menurun
tanpa pengaruh dari luar. Dalam perkembangan arsitektur modern, ada suatu
bentuk-bentuk yang mengacu pada “bahasa setempat” dengan mengambil
elemen-elemen arsitektur yang ada ke dalam bentuk modern yang disebut neo-
vernakular. Dalam arsitektur neo vernakular kadang-kadang tidak hanya
elemen-elemen fisik yang diterapkan dalam bentuk modern, tetapi juga elemen
non fisik seperti budaya, pola pikir, kepercayaan/pandangan terhadap ruang,
tata letak mengacu pada makro kosmos, religi, atau kepercayaan yang mengikat
dan lain-lain menjadi konsep pada kriteria perancangannya.
Arsitektur neo vernakular mempunyai tujuan melestarikan unsur-unsur
lokal yang telah terbentuk secara empiris oleh sebuah tradisi yang kemudian
sedikit atau banyaknya mangalami pembaruan menuju suatu karya yang lebih
modern atau maju tanpa mengesampingkan nilai-nilai tradisi setempat.
Kriteria-kriteria yang mempengaruhi arsitektur neo vernakular adalah
sebagai berikut.
1. Bentuk-bentuk menerapkan unsur budaya dan lingkungan (termasuk iklim
setempat) diungkapkan dalam bentuk fisik arsitektural (tata letak denah,
detail, struktur dan ornamen).
2. Tidak hanya elemen fisik (bentuk, konstruksi) yang diterapkan dalam
bentuk modern, tetapi juga elemen non-fisik yaitu budaya, pola pikir,
kepercayaan, tata letak yang mengacu pada makro kosmos, dan lainnya
menjadi konsep dan kriteria perancangan.
3. Produk-produk pada bangunan ini tidak murni menerapkan prinsip-prinsip
commit tomenampilkan
bangunan vernakular, melainkan user karya baru (mengutamakan
penampilan visualnya).

22
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Sedangkan ciri arsitektur neo vernakular sesuai yang telah dipaparkan oleh
Charles Jencks (1990) dalam bukunya “Language of Post-Modern
Architecture” adalah sebagai berikut.
1. Selalu menggunakan atap bumbungan.
2. Menggunakan batu bata (dalam hal ini merupakan elemen konstruksi lokal).
3. Mengembalikan bentuk-bentuk tradisional yang ramah lingkungan dengan
proporsi yang lebih vertikal
4. Kesatuan antara interior yang terbuka melalui elemen yang modern dengan
ruang terbuka di luar ruangan
5. Penggunaan warna-warna yang kuat dan kontras
Dari ciri-ciri di atas dapat dilihat bahwa arsitektur neo vernakular bukan
ditujukan pada arsitekur modern atau tradisional tetapi lebih ke keduanya.
Arsitektur neo vernakular dapat menghidupkan kembali suasana atau elemen
vernakular dengan membuat bentuk dan pola-pola bangunan lokal dengan
mengaplikasikannya ke dalam bentuk arsitektur yang kekinian.
Tabel 2. Perbandingan Arsitektur Tradisional, Vernakular, dan Neo Vernakular
Perbandingan Tradisional Vernakular Neo Vernakular
Ideologi Terbentuk oleh Terbentuk oleh Penerapan elemen
tradisi yang tradisi turun temurun arsitektur yang sudah
diwariskan secara tetapi terdapat ada dan kemudian
turun-temurun, pengaruh dari luar sedikit atau
berdasarkan kultur baik fisik maupun banyaknya
dan kondisi lokal. nonfisik, bentuk mengalami
perkembangan pembaruan menuju
arsitektur tradisional. suatu karya yang
modern.
Prinsip Tertutup dari Berkembang setiap Arsitektur yang
perubahan zaman, waktu untuk bertujuan
terpaut pada satu merefleksikan melestarikan unsur-
kultur kedaerahan, lingkungan, budaya unsur lokal yang
dan mempunyai dan sejarah dari telah terbentuk
peraturan dan daerah arsitektur secara empiris oleh
norma-norma tersebut berada. tradisi dan
keagamaan yang Transformasi dari mengembangkannya
kental. situasi kultur menjadi suatu
commit to user
homogen ke situasi langgam yang
yang lebih heterogen. modern. Kelanjutan

23
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dari arsitektur
vernakular.
Ide Desain Lebih Ornamen sebagai Bentuk desain lebih
mementingkan fasad pelengkap, tidak modern.
atau bentuk, meninggalkan nilai
ornamen sebagai setempat tetapi dapat
suatu keharusan. melayani aktivitas
masyarakat di dalam.
Sumber: Sonny Susanto, Joko Triyono, Yulianto Sumalyo
Dalam proses eksplorasi gedung-gedung Modern-Vernacular di Indonesia,
menurut Deddy Erdiono dalam Jurnal Sabua Vol. 3, No.3:32-39, November
2011 berjudul Arsitektur „Modern‟ (Neo) Vernacular di Indonesia, menyatakan
bahwa ada empat model pendekatan yang harus diperhatikan terkait dengan
bentuk dan makna dalam merancang dan memodernisir bangunan tradisional
dalam konteks kekinian, yaitu kecenderungan terjadinya perubahan-perubahan
dengan paradigma, yaitu: (a) bentuk dan maknanya tetap (b) bentuk tetap
dengan makna baru (c) bentuk baru dengan makna tetap (d) bentuk dan
maknanya baru. Pada pendekatan (c) bentuk baru dengan makna tetap,
penampilan bentukan arsitektur neo vernakular dapat menghadirkan bentuk
baru dalam pengertian unsur-unsur lama yang diperbaharui, jadi tidak lepas
sama sekali karena terjadi interpretasi baru terhadap bentuk lama yang
kemudian diberi makna yang lama untuk menghindari kejutan budaya (culture
shock).
2. Bangunan Neo Vernakular di Indonesia
Berikut merupakan beberapa bangunan yang menerapkan arsitektur neo
vernakular di Indonesia yang dirancang baik oleh arsitek dalam negeri maupun
luar negeri.
a. Kompleks ITB
Kompleks ITB dirancang oleh Henry Maclaine Pont (1920-1921).
Penerapan vernakular tidak hanya pada sistem konstruksi yang mendapat
inspirasi ompak dalam konstruksi Jawa, bentuk atap, sistem penghawaan,
orientasi terhadap alam dan lain lain, bahkan tata letaknya berorientasi dan
membentuk sumbu Gunung Tangkuban Perahu dan Laut Jawa merupakan
penerapan konsep kosmologicommit
Jawa. to user

24
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 7. Gedung Aula ITB


Sumber: http://petakampus.itb.ac.id (2019)
b. Bandara Soekarno-Hatta
Bandara Soekarno-Hatta dirancang oleh Paul Andreu dari Prancis,
merupakan salah satu bangunan modern yang sangat berhasil memasukkan
elemen lokal, hingga mendapat Aga Khan Award for Architecture penghargaan
internasional bergengsi dalam arsitektur. Unit-unitnya sebagian besar
berkonstruksi tiang dan balok yang diekspos (dari pipa-pipa baja), sangat khas
arsitektur Nusantara.
Unit-unit dalam terminal dihubungkan dengan selasar-selasar terbuka
sangat khas tropikal dengan taman di kira-kanan, penumpang akan berangkat
maupun tiba dapat merasakan langsung tidak saja sinar, tetapi juga udara alami
tidak seperti pada bandara internasional umumnya yang serba artifisial. Hall
pembagi sebelum masuk unit-unit tunggu juga terbuka tanpa dinding,
berkolom-kolom dan balok dari baja silindris memberikan kesan seperti balok
kayu dolken (batang kayu utuh berpenampang lingkaran). Unit ruang tunggu
berarsitektur joglo, meskipun dalam dimensi lebih besar dari joglo pada
umumnya, tetapi bentuk maupun sistem konstruksinya tidak berbeda dengan
soko guru dan usuk, dudur, takir, dan lain-lain elemen konstruksi Jawa.

commit
Gambar to user
8. Bandara Soekarno Hatta
Sumber: https://id.wikipedia.org/ (2019)

25
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

G. Penerapan Unsur-Unsur Tradisional pada Bangunan


1. Rumah Tradisional Kudus
Rumah memiliki arti penting bagi kehidupan sosial masyarakat jika dilihat
dari segi fungsi dan maknanya, maka wujud struktur rumah sebagai bangunan
tradisional dapat dipakai sebagai cermin tingkat teknologi, cermin gaya hidup,
serta nilai-nilai budaya masyarakat yang bersangkutan (Budhisantoso, 1989).
Dengan demikian, rumah dengan segala perwujudan bentuk, fungsi, dan
maknanya bersifat cultural-specific, yang menyiratkan bahwa kebudayaan
merupakan variable yang berpengaruh padanya. Bentuk, fungsi, dan makna
rumah dalam suatu masyarakat senantiasa diatur, diarahkan, atau ditanggapi
oleh para penghuni menurut kebudayaan masyarakat yang bersangkutan.
Dalam khazanah arsitektur tradisional Indonesia, ada berbagai macam corak
gaya rumah yang khas. Keberagaman bangunan tersebut disebabkan oleh
kebudayaan yang menjadi kerangka acuan masyarakat dalam memahami dan
menanggapi tantangan yang dihadapi (Budhisantoso, 1988 : 3)
Sama halnya dengan keberadaan arsitektur rumah Kudus dengan
kespesifikasian bentuknya yang terkenal dengan sebutan rumah gebyok atau
omah adat pencu. Keberadaannya tentu tidak lepas dari atau dipengaruhi oleh
kebudayaan masyarakat Kudus.
Dalam khazanah rumah tradisional Jawa, terdapat beberapa variasi bentuk
atap serta ukurannya. Pada umumnya, variasi bentuk rumah ini ada lima
macam, yaitu panggangpe, kampong, tajug, limasan joglo yang masing-masing
memiliki keanekaragamannya sendiri (Reksodihardjo, 1981 / 1982 : 36 – 71;
Hamzuri; tt : 14 – 60)
Secara keseluruhan, bila dilihat dari variasi bentuk-bentuk rumah Jawa
tersebut di atas, maka rumah Kudus dapat dikelompokkan ke dalam rumah
bentuk gabungan joglo dan kampong; yang oleh masyarakat setempat
diistilahkan dengan sebutan omah adat pencu.
Komposisi Bangunan
Bangunan Rumah Kudus terdiri dari beberapa bagian yang saling berkaitan
dan secara keseluruhan berfungsi sebagai tempat tinggal.

commit to user

26
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 9. Denah Rumah Adat Kudus


Sumber: Agung B Sardjono (2009)
Bangunan Utama. Merupakan masa bangunan terbesar dalam tapak
dan terdiri dari Dalem, Jogosatru, serta Pawon. Berfungsi untuk mewadahi
kegiatan utama penghuni di dalam rumah, seperti makan, minum, istirahat
serta berinteraksi dengan anggota keluarga.
Dalem. Merupakan inti dari bangunan utama. Dalem terdiri dari Jogan
di sisi Selatan serta Sentong di sisi Utara. Sentong terdiri dari tiga bagian,
yakni Sentong kiwo, Sentong tengen dan Sentong tengah atau Gedongan.
Jogan merupakan ruang bersama dari dalem yang digunakan untuk kegiatan
keluarga yang bersifat semi privat. Pada ruangan ini terdapat kolom utama
Dalem yang disebut Soko guru dengan tumpang sari di bagian atas. Lantai
Jogan dari kayu (geladag kayu) dengan peil lantai naik sampai 50 cm dari
ruang Jogosatru dan Pawon. Sentong merupakan ruang tidur penghuni
rumah. Sentong tengen digunakan untuk ruang tidur orang tua dan sentong
kiwo untuk ruang tidur anak-anak perempuan. Sentong tengah dalam
kesehariannya dikosongkan, digunakan untuk ruang Shalat. Pada acara
pernikahan Sentong tengah digunakan sebagai kamar pengantin. Sentong
tengah mempunyai peil lantai yang sedikit dinaikkan dari Jogan. Dengan
demikian Sentong tengah atau gedongan merupakan ruang paling tinggi
dari seluruh ruang yang ada. Ketiga sentong berhubungan langsung dengan
Jogan, sementara Jogan berhubungan dengan Jogosatru melalui pintu
Dalem. Pengatapan Dalem menggunakan atap Joglo dengan sudut atap
commit
tinggi pada bagian brunjung atautodisebut
user atap pencu.

27
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Jogosatru. Terletak pada sisi depan Dalem dan merupakan ruang untuk
menerima tamu. Jogosatru sebagai ruang tamu berorientasi ke luar, yakni ke
halaman tengah. Pada ruang Jogosatru terdapat tiang tunggal yang
mendukung belandar besar di atasnya. Posisi tiang tunggal di depan pintu
dalem sedikit bergeser ke kiri. Tampilan ruang Jogosatru paling mewah
diantara ruang-ruang yang lain. Lantai dari bahan ubin dengan pola khusus.
Ornamentasi memenuhi gebyog dalem, elemen-elemen ruang seperti pintu
Dalem, tiang tunggal, bancik menambah kesan mewah dari ruangan. Setting
perabot pada ruang yang memanjang ini biasanya berupa dua set kursi tamu
yang memisahkan tamu laki- laki dan tamu perempuan. Untuk menegaskan
pemisahan kemudian dipakai tirai pada batas tiang tunggal berada. Peil
lantai Jogosatru naik setinggi 15 sampai 45 cm dari halaman. Untuk
mencapainya diberi anak tangga sepanjang sisi depan rumah. Atap
Jogosatru berupa atap miring (Panggang Pe) yakni sosoran (perpanjangan)
dari atap pananggap dalem yang sudutnya direndahkan lagi.
Pawon. Merupakan ruang untuk kegiatan aktif keluarga. Berbentuk segi
empat panjang menutup sisi Jogosatru dan dalem. Pawon bagian belakang
digunakan untuk kegiatan memasak atau dapur, bagian depan untuk tempat
makan serta berkumpul keluarga. Kadang- kadang tamu yang sudah akrab
diterima di pawon. Kadang kala dijumpai juga pawon bagiantengah disekat
untuk menambah ruang tidur. Pawon berhubungan dengan Jogosatru,
Dalem serta halaman masing-masing melalui sebuah pintu tunggal. Pintu ke
Halaman berlapis dua sebagaimana pintu pengapit pada Jogosatru hanya
saja berukuran lebih sempit. Atap Pawon menggunakan atap Kampung
Gajah ngombe. Bagian yang bersisian dengan Dalem beratap kampung
sementara yang bersisian dengan Jogosatru atapnya merupakan
perpanjangan dari atap Jogosatru.
Bangunan Pelengkap. Bangunan pelengkap pada rumah tradisional
Kudus terdiri dari Sumur dan Kamar mandi serta Sisir. Bangunan
pelengkap ini berbentuk memanjang menutup sisi-sisi tapak di luar
bangunan utama. Bangunan pelengkap digunakan untuk menampung
kegiatan servis serta kegiatan ekonomi atau produksi dari penghuni.
Sumur dan Kamar commit Mandi.toMerupakan
user kelengkapan bangunan utama
yang digunakan untuk mandi, mencuci serta berwudlu. Posisi sumur dan

28
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

kamar mandi terletak di depan bangunan utama, berorientasi ke halaman


tengah. Kamar mandi beratap panggang pe.
Sisir. Merupakan bangunan memanjang di sebelah kamar mandi. Pada
awalnya sisir berupa ruang memanjang tanpa sekat. Fungsi sisir untuk
ruang serba guna, atau tempat penyimpanan, fungsi ruang sisir banyak
ditentukan oleh pekerjaan dari penghuni. Kadang kala sisir digunakan untuk
warung pada rumah yang bersisian dengan jalan. Sisir beratap Kampung.
Pada penyelenggaraan acara tertentu seperti perkawinan atau khitanan yang
melibatkan banyak orang, bangunan sisir berubah menjadi dapur umum.
Halaman. Merupakan ruang terbuka atau pelataran pada rumah
tradisional Kudus. Halaman ini merupakan bagian penting yang berfungsi
sebagai pengikat masa-masa bangunan di sekitarnya Halaman digunakan
untuk aktifitas di luar serta menghubungkan antar masa. Pada saat
berlangsung acara besar halaman menjadi ruang tamu.
Keseluruhan bangunan induk tersebut yang memiliki orientasi menghadap
ke arah selatan itu dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu bangunan utama dan
pendukung. Bangunan utama memiliki bentuk dasar bujur sangkar beratap
pencu dengan tritisan depan dan tritisan belakang lebar. Pusat atap pencu
merupakan puncak dari bagian ruang yang dianggap paling sakral atau pribadi.
Tritisan untuk menaungi ruang yang bersifat publik. Sementara tritisan
belakang menaungi daerah pawon. Sementara bangunan pendukung merupakan
bangunan pawon yang memiliki bentuk dasar empat persegi panjang dengan
penutup atapnya berbentuk kampung. Bangunan pendukung ini letaknya dapat
di sebelah kanan atau kiri bangunan utama.

commit
Gambar 10. BentuktoAtap
userRumah Adat Kudus
Sumber: Agung B Sardjono (2009)

29
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Seperti bangunan rumah tradisional Jawa pada umumnya, secara fisik


komposisi vertikal atau tegaknya bangunan induk rumah Kudus terdiri atas tiga
bagian pokok. Pertama bagian bawah merupakan lantai yang berjenjang ke atas
dari permukaan tanah atau menurut istilah setempat disebut dengan berbancik
dhuwur (bancik artinya lantai, duwur artinya tinggi). Kedua, bagian tengah
terdiri atas tiang-tiang dan dinding-dinding penyekat ruang beserta dengan
panil-panil pintunya. Ketiga, bagian atas yang berupa atap dengan penutupnya
berupa genteng tanah liat yang dibakar.
a) Konstruksi Bangunan
Bangunan rumah Kudus banyak menggunakan bahan kayu terutama
untuk konstruksi kerangka bangunan, pintu, dan dinding-dinding. Jenis
bahan kayu yang digunakan adalah kayu jati berkualitas tinggi. Bahan lain
selain kayu adalah batu untuk pondasi terusan dan umpak, tegel untuk
beberapa bagian ruang, dan batu bata berikut spasinya untuk dinding kamar
mandi dan pagar keliling rumah.
Bahan bangunan berikut atapnya dibuat dengan konstruksi sistem
rangka dari bahan kayu jati. Konstruksi rangka tersebut pada dasarnya
dibuat dengan menggunakan sistem bongkar pasang (knock down system)
sehingga memungkinkan rumah tersebut dapat dipindah tanpa mengubah
bentuk dan strukturnya.
b) Peletakan Ruang dalam Rumah Kudus
Pola pengorganisasian ruang rumah Kudus hanya mengenal pembagian
ruang rumah Kudus hanya mengenal pembagian ruang dalam dua kategori,
yaitu tempat atau daerah terbuka dan tempat atau daerah tertutup.
Berdasarkan fungsinya, kategori daerah terbuka terwujud pada ruang jogo
satru atau serambi dan halaman depan. Untuk kategori daerah tertutup
diwujudkan dengan hadirnya ruang gedongan dan pawon. Kespesifikan
pola pengorganisasian ruang di dalam lingkungan rumah Kudus, dengan
demikian, selain tidak simetris juga tidak mengenal adanya ruang pendapa
dan halaman belakang.
Dilihat dari segi peletakannya, daerah terbuka ditempatkan di bagian
depan dengan susunan dimulai terdepan pintu gapura atau regol, halaman
commit
pekarangan termasuk tempat to user
sumur, kamar mandi, dan WC yang berada di
dalamnya, serta diakhiri dengan jogo satru sementara daerah tertutup yaitu

30
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ruang gedongan dan pawon diletakkan di belakang dan di samping ruang


jogo satru.
Di samping peletakkan yang berdasarkan lokasi muka dan belakang,
susunan ruang rumah Kudus juga mewujudkan pola peletakkan ruang
berdasarkan hirarki bawah-atas. Wujud pola peletakkan ini diatur secara
berjenjang dalam lima tingkatan. Yaitu jenjang paling bawah atau pertama
kemudian jenjang kedua dan ketiga merupakan trap trap yang ada pada
bagian tritisan depan rumah, seterusnya lantai pada ruang jogo satru dan
ruang pawon menempati jenjang keempat, serta terakhir jenjang kelima
yang merupakan tingkatan tertinggi adalah ruang gedongan.
c) Penetapan Lansekap
Salah satu ciri khas yang menonjol dari rumah Kudus adalah hadirnya
pekarangan atau halaman depan rumah yang luas yang pada umumnya
berbentuk dasar persegi panjang.
Pemberian batu koral kecil-kecil berwarna hitam sepanjang jalan masuk
halaman dan di sepanjang tritisan depan rumah hampir mewarnai pada
sebagaian besar rumah Kudus. Secara teknis, tujuan pemberian batu koral
ini adalah sebagai sarana untuk menyerap cahaya matahari dan menjaga
agar daerah tetap bersih, kering, dan tidak becek jika terkena hujan.
Unsur lain yang sangat dominan dalam halaman rumah adalah hadirnya
berbagai jenis tanaman hias yang atau pohon produktif lainnya. Semua
ditata sedemikian rupa secara berkelompok dalam blok-blok tersendiri
dengan teratur,rapi, teduh, dan asri.
d) Seni Ornamen pada Rumah Kudus
Rumah Kudus memiliki kekayaan ornamen ukiran yang begitu
kompleks. Ornament ukiran merupakan salah satu bagian yang menonjol di
dalamnya.
Secara umum dapat dikatakan bahwa pola penempatan ornament ukiran
rumah Kudus senantiasa diletakkan pada unsur-unsur bangunan seperti
pada tiang-tiang, balok-balok, konsol-konsol, pintu-pintu, dan panel-panel
dinding yang berada pada bagian ruang tritisan depan, ruang jogo satru,
ruang pawon ageng, dan ruang gedongan.
commit to user

31
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Penggarapan ornamen menggunaan teknik ukir haut relief (relief


tinggi), teknik ukir a-your relief (relief tembus atau krawangan) atau teknik
ukir susun-krawangan serta teknik encreux-relief (relief cekung).
Pola hias menggunakan beberapa unsur pola hias tumbuh-tumbuhan,
binatang, awan, gometrik dan arabesk yang kesemuanya itu diadaptasi dari
motif Jawa-Hindu, motif China, motif Islam, dan sebagian kecil mengambil
unsur motif Eropa.
Bentuk ukiran tersebut pada umumnya bercorak atau bergaya dekoratif
yang diperoleh melalui prose abstrakdi dengan menggunakan teknik stilasi.
Di samping itu tampak pula pembagian bidang-bidang ornament tertentu
yang memakai garis-garis lengkung dengan segala variasinya seperti halnya
elemen lengkung dengan segala variasinya seperti halnya elemen
lengkungan pada bangunan dinding atau kubah masjid gaya Arab, ikut
memperkaya kompleksitas unsur ornamen di dalamnya.
2. Gebyok Kudus
Gebyok merupakan salah satu elemen arsitektur pada rumah tradisional
Kudus yang pada saat ini jumlahnya jauh berkurang dibandingkan dengan
jaman masa kejayaannya dulu. Gebyok Kudus memiliki model ukiran yang
berbeda dari model gebyok daerah lain terutama dalam hal misi dan filosofinya.
Motif yang digunakan dalam gebyok Kudus mempunyai kaitan erat dengan
pengaruh budaya yang memasuki Kudus.

Gambar 11. Gebyok Kudus


Sumber: http://ukirjepara.com/ (2019)

a. Struktur Ragam Hias Gebyok Kudus


commit
Berdasarkan strukturnya, to user
ragam hias Gebyok Kudus dapat diuraikan
berdasarkan jenis ragam hias dan pola hiasnya.

32
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

1) Jenis ragam hias


Terdapat dua jenis ragam hias pada gebyok Kudus yaitu yang
berbentuk geometris dan flora. Ragam hias geometris mengacu pada
bentuk-bentuk ilmu ukur sebagai kerangka pola ulang atau rincian
bentuk (motif). Yang termasuk kelompok ini adalah ragam hias
wajikan, jalinan, cakra, meander, swastika, kawung, tumpal, dan ceplok
lintangan.
Ragam hias flora merupakan ragam hias yang mengambil bentuk
bentuk tumbuhan yang terdapat di alam. Ragam hias flora diwujudkan
dalam bentuk yang naturalistik maupun stilasi. Yang termasuk dalam
ragam hias ini adalah lung- lungan dan sulur-suluran, ceplok kembang,
buah manggis, dll. Jenis ragam hias flora merupakan jenis ragam hias
yang paling banyak diterapkan pada Gebyok Kudus.
2) Pola hias (susunan motif)
Pola yang diterapkan diagonal, poligonal, dan dengan menganut
pola keseimbangan simetris.
b. Ragam Hias Pada Gebyok Kudus sebagai Sistem Simbol Masyarakat
Kudus
Tabel 3. Ragam Hias Gebyok Kudus

Ragam Hias Keterangan

Kerang Aplikasi: Bidang atas

Gubahan dari bentuk kerang yang ditempatkan pada


tiang dinding gebyok

Teknik: Ukir tinggi

Pola: Simetris

Fungsi: Elemen Estetik

Makna Simbolik: Posisinya seperti telapak tangan


yang diangkat saat melaksanakan ibadah shalat,
yaitu saat takbiratul ihram. Melambangkan
peringatan kepada penghuni rumah harus senantiasa
menjalankan kewajiban shalat lima waktu.

Kala Apikasi: Bidang atas

Dalam kaitannya dengan motif yang bersifat


keagamaan, merupakan lambang yang berasal dari
masa Hindu yang diterapkan pada bangunan candi
commit terutama
to user pada bagian atas pintu gerbang.
Perwujudannya pada gebyok Kudus, ragam hias ini
disamarkan dengan bentuk-bentuk ukiran dedaunan

33
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dan bunga. Namun jika diperhatikan secara seksama


nampak merupakan perwujudan dari wajah manusia
atau kedok. Hal ini disebabkan karena
penggambaran manusia secara realis dalam agama
Islam dilarang

Teknik: Ukir tinggi

Pola: simetris

Fungsi: Elemen Estetik

Makna Simbolik: Ragam hias ini melambangkan


penolak bala dan sebagai lambang kewaspadaan
terhadap hal- hal yang tidak diinginkan.

Nanasan Aplikasi: Bidang atas

Adalah ragam hias berbentuk buah nanas. Terletak


tepat di tengah-tengah plipitan atau kleweran pintu
masuk gebyok.

Teknik: Ukir naturalis

Pola: simetris

Fungsi: Elemen Estetik

Makna Simbolik: Memiliki makna agar manusia


dapat belajar ddari buah nanas, di mana untuk
memakan bagian buah yang enak terlebih dahulu
harus mengupas bagian kulitnya yang keras dan
tajam. Hal ini dimaksudkan agar manusia dalam
menjalani hidup dapat belajar dari buah nanas
tersebut, sebelum mencapai kenikmatan hidup
hendaknya melalui kerja keras terlebih dahulu
sebagai bentuk pekerjaan yang harus dilaksanakan
dalam kaitannya dengan kehidupannya sebagai
manusia, sehingga diharapkan ketika seseorang
telah merasakan kenikmatan hidup masih tetap
ingat pada saat dia merasakan tidak enaknya,
sehingga tidak ada rasa merendahkan pihak lain
yang belum beruntung.

Tangkai Daun/Bunga Keluar dari Aplikasi: Bidang Tengah


Jambangan

Ragam hias ini merupakan ragam hias tumbuh-


tumbuhan menjalar yang berpangkal atau keluar
dari jambangan (vas bunga) yang menyerupai pola
hias ukir pada bangunan candi Hindu Dibanding
dengan motif lain, motif ini paling banyak
ditemukan pada ragam hias gebyok Kudus. Motif
ini diletakkan sebagai pengisi panel-panel dinding
gebyok.

Teknik: Ukir tinggi


commit Pola:
to user
kombinasi daun dan bunga, simetris

Fungsi : Elemen Estetik

34
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Makna Simbol: Dalam mitos Hindu, motif ini


dianggap sebagai lambang kesuburan.

Ukel/Besusulan Aplikasi: Bidang Tengah

Ragam hias ini berbentuk bulatan yang meruncing


seperti rumah besusul (keong), menyerupai rambut
Budha yang dipadu dengan motif medalion di
tengahnya. Ragam hias ini ditempatkan pada tiang
pracik yang diselang-seling dengan ragam hias
wajikan, jalinan, kerang, dan sorot.

Teknik: Ukir tinggi

Pola: simetris

Fungsi: Elemen Estetik

Makna Simbolik: Melambangkan rambut Budha


Gautama. Melambangkan sikap yang bijaksana.

Plengkung Kubah Aplikasi: Bidang Tengah

Ragam hias ini dibentuk dari rangkaian daun dan


bunga yang disusun membentuk siluet kubah
masjid, berupa sulur-sulur dengan daun yang
runcing seperti sulur Madura yang dipadu dengan
motif bunga melati. Ditempatkan untuk daun pintu
gebyok

Teknik: Ukir krawingan

Pola: simetris

Fungsi: Elemen Estetik

Makna Simbolik: Hati manusia harus selalu ada di


masjid, selalu ingat untuk beribadah kepada Allah.

Tumpal atau Sorot Aplikasi: Bidang Bawah

Ragam hias berbentuk segi tiga, biasanya


diletakkan berjajar-jajar dalam ukuran yang sama.
Lazim juga diletakkan pada bagian pinggir suatu
bidang luas. Ragam hias ini termasuk jenis ragam
hias geometrik. Masyarakat Kudus menamakannya
dengan sorot. Perwujudan ukiran memang banyak
unsur-unsur garis lurus yang menggambarkan
layaknya pancaran sinar atau cahaya. Sorot berarti
pancaran sinar atau cahaya. Ragam hias sorot ini
tersusun atas tiga pengulangan bentuk yang sama
dari bawah keatas dalam suatu bidang kayu segi
commit empat
to useryang ditempatkan pada bagian bawah tiang-
tiang dinding

35
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Teknik: Ukir tinggi, krawingan

Pola: geometris, simetris

Fungsi: Elemen Estetik

Makna Simbolik: Pada masa Hindu sering ditemui


pada bangunan candi. Melambangkan kemantapan
dan keabadian hidup. Pada Gebyok Kudus ragam
hias ini terdiri dari tiga susunan pengulangan
bentuk yang dimaksudkan sebagai simbol adanya
tiga hal yang dapat menjadi cahaya penerang
kehidupan setiap muslim, yaitu Iman, Islam, dan
Ikhsan. Iman adalah dasar kepercayaan (rukun
iman) sebagai perwujudan iman yang dimiliki,
sementara Ikhsan adalah buah atau hasil perbuatan
lima hal (rukun Islam). Simbol ini dimaksudkan
sebagai sarana agar setiap penghuni rumah
senantiasa memegang teguh ketiga hal tersebut
sebagai cahaya penerang jalan hidup menuju insan
yang bertaqwa.

Sumber: Zainul Arifin, 2014

H. Preseden Pusat Kebudayaan


1. Preseden Pendukung Program Kegiatan dan Fasilitas Pusat Kebudayaan
a. Singkawang Cultural Center
Singkawang Cultural Center yang berlokasi di Singkawang, Kalimantan
Barat merupakan sebuah ruang yang memiliki tujuan untuk memperkuat
ikatan antara orang-orang komunitas melalui keterlibatan dengan kegiatan
seni dan budaya. Ruang tersebut juga merupakan tempat berkumpul untuk
mengekspresikan elemen-elemen warisan Singkawang melalui desain
arsitektur bangunan, masakan lokal, seni pertunjukan, dan seni visual yang
dipajang di dalam bangunan. Singkawang Cultural Center dapat menjadi
tempat berkumpul bagi komunitas komunitas kecil di mana orang dapat
berkumpul untuk melestarikan tradisi dan mengembangkan kegiatan
budaya.

commit to user
Gambar 12. Singkawang Cultural Center
Sumber: https://archello.com/ (2019)

36
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 4. Ruang dan Kegiatan Singkawang Cultural Center

No Nama Ruang Keterangan

1 Galeri Guci Galeri guci berisikan guci-guci yang merupakan


salah satu kekayaan budaya Singkawang.

2 Temporary Exhibition Space Sebuah ruang yang difungsikan sebagai tempat


pameran temporer.

3 Cultural Exhibition Space


Interior

4 Backyard Courtyard yang dapat digunakan untuk beragam


aktivitas.

5 Singkawang Traditional Food Menyediakan masakan kuliner khas kota


Market Singkawang. Bangunan ini bersifat semi terbuka
dengan diterangi cahaya lampu gantung yang
menambah keindahan suasana santapan makan dan
keluarga. Selain kuliner lokalnya yang beragam,
tempat ini juga menyediakan wifi gratis dan live
music setiap hari Rabu dan Sabtu malam.

6 Art Shop Menyediakan souvenir lokal seperti pakaian,


aksesoris, kain, anyaman, guci, dan lainnya.

7 Library Terdapat perpustakaan di lantai dua di bangunan


Art Shop & Library untuk pengunjung dan area
membaca untuk anak-anak.

b. Bangkok Art and Cultural Center


Bangkok Art and Cultural Centre (BACC) merupakan pusat seni dan
budaya yang berada di Bangkok, Thailand. BACC menyuguhkan berbagai
macam kegiatan yang berhubungan dengan seni, musik, teater, perfilman
hingga budaya dan edukasi. Pusat seni dan budaya ini dibuka pada tahun
2008 dan menyimpan sedikitnya 300 koleksi karya seni dari 300 seniman,
baik dari Thailand maupun seniman asing.

commit to user
Gambar 13. Bangkok Art and Cultural Center
Sumber: http://en.bacc.or.th/ (2019)
37
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 5. Ruang dan Kegiatan BACC

No Nama Ruang Keterangan

1 Main Gallery Ruang pameran galeri utama mempunyai luas total


3500 m2 dengan tiga galeri yang masing masing
mempunyai luas sekitar 1200 m2. (Terdapat pada
lantai tujuh, delapan, dan sembilan).

2 People‟s Gallery People‟s Gallery berada di lantai dua, merupakan


sebuah art space di mana siapa saja bisa mengadakan
pameran mereka dengan cara mengirimkan proposal.

3 Auditorium Auditorium berada di lantai lima dengan 220 kursi


yang didesain untuk diskusi, acara musik, dan
pemutaran film.

4 Studio Studio berada di lantai empat merupakan sebuah


ruang experimental dengan kapasitas 150-200 orang.
Ruang ini dapat digunakan untuk berbagai macam
kegiatan dari live performance hingga instalasi dan
lain sebagainya.

5 Meeting Room Terdapat empat meeting room dalam BACC.


Ruangan ini pas digunakan untuk meeting,
workshop, atau konferensi kecil.

6 Ruang Serba Guna Ruang serba guna dapat menampung sebanyak 250-
300 kursi dan ideal untuk digunakan sebagai tempat
konferensi, seminar, diskusi, dan pertemuan-
pertemuan.

7 Library Hall Library hall merupakan sebuah serambi besar yang


dapat difungsikan sebagai ruang ekshibisi dan
berbagai macam akivitas lainnya.

8 Art Library Perpustakaan Seni menyediakan buku dan majalah


dalam seni kontemporer, termasuk katalog pameran
untuk layanan membaca dan terdiri dari Kid's Corner
untuk mendukung pembaca muda. Apalagi ada
layanan internet untuk para anggotanya juga. Jam
layanan adalah 10 pagi. hingga 19.30. pada hari
Selasa hingga Minggu.

9 artHUB@bacc artHUB@bacc menempati hampir setengah dari


ruang di dalam BACC, terdiri dari lebih dari 30 toko
dan kafe unik.

Selain toko dan tempat makan, pada artHUB@bacc


juga terdapat knowledge centre di mana pengunjung
dapat belajar tentang seni dan budaya.

10 Open Space di depan Ruang Terbuka di depan gedung BACC adalah


bangunan BACC ruang terbuka besar yang ideal untuk kegiatan di luar
ruangan seperti konser dan pemutaran film.

commit to user

38
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

c. Taman Budaya Surakarta


Taman Budaya Surakarta (TBS) merupakan institusi pemerintah yang
berlokasi di Surakarta dan dibuat untuk melayani kebutuhan masyarakat dalam
berekspresi seni.

Gambar 14. Taman Budaya Surakarta

Tabel 6. Ruang dan Kegiatan TBS

No Nama Ruang Keterangan

1 Gedung Sekretariat Bangunan ini terdiri dari 2 lantai dengan luas 450 m²
dan digunakan sebagai tempat pengendali semua
kegiatan yang dilakukan Taman Budaya Surakarta.

2 Pendhapa Ageng Bangunan monumental dengan langgam arsitektur


Jawa ini mempunyai luas 1.648 m² dan dapat
menampung ± 2.500 penonton. Bangunan ini juga
dilengkapi dengan gedung penunjang seluas 225 m².
Di bagian tengah Pendhapa Ageng terdapat
panggung berukuran 25 x 28 m, dan pada keempat
sisinya digunakan sebgai tempat penonton. Panggung
ini digunakan sebagai berbagai pergelaran kesenian
berskala besar (kolosal) yang melibatkan banyak
pemain.

3 Teater Arena Bangunan yang terdiri dari panggung dan tribun


penonton berbentuk tapal kuda serta memiliki luas
600 m² ini dapat menampung ± 350 penonton. Teater
Arena difungsikan sebagai tempat pertunjukan
kesenian, latihan General Rehearsel (GR) sebelum
pergelaran dan diskusi-diskusi setelah pergelaran
usai dilangsungkan.

4 Teater Taman „Bong‟ Sesuai namanya, teater taman ‟Bong‟ ini dibangun di
ruangan terbuka (sering disebut teater terbuka)
dengan taman di kanan kirinya dan memanfaatkan
sebuah pelataran dari bekas makam tionghoa (bong).
Bentuk tetaer ini memberikan imaji akan bentuk
teater bergaya Yunani kuno dengan luas panggung
100 m.

5 Ruang Pameran (Galeri)


commitBangunan
to user ini terdiri dari 2 bagian, bagian pertama
adalah ruang pameran kecil dengan luas 200 m²

39
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

sedangkan bangunan kedua adalah ruang pameran


besar dengan luas 500 m². Bangunan ini difungsikan
sebagai tempat pameran yang dapat menampung
berbagai cabang seni rupa.

6 Bangsal Pengrawit Bangunan Bangsal Pengrawit yang berjumlah enam


inti ini digunakan sebagai tempat penyimpanan
beberapa jenis gamelan dan digunakan juga sebagai
tempat berlatih karawitan.

7 Studio Musik Bangunan yang mempunyai luas 105 m² ini,


digunakan sebagai tempat untuk berlatih musik yang
dirancang kedap suara, agar suara yang ada di dalam
tidak keluar ruangan sehingga tidak menggangu
aktivitas lain diluar, begitu juga sebaliknya.

8 Studio Rekaman Bangunan seluas 160 m² ini difungsikan sebagai


tempat untuk melakukan rekaman suara atau seni
musik lainnya.

9 Studio Pedalangan Studio dengan luas 15 x 10 m digunakan sebagai


tempat berlatih pedalangan dan menumbuhkan
apresiasi seni tradisi/pedalangan.

10 Wisma Seni Bangunan seluas 540 m² ini difungsikan sebagai


tempat transit dan atau menginap bagi para seniman
dari luar kota Solo yang akan atau sedang
mengadakan kegiatan di Taman Budaya Surakarta.
Memilki 22 kamar dan dapat menampung 120 orang.
Untuk emnunjang kegiatan, terdapat beberapa
bangunan seperti Pendhapa Alit, kantin, ruang
relajar, ruang makan/dapur dan musholla.

2. Preseden Pendukung Kelembagaan Pusat Kebudayaan


a. Japanese Cultural Centre of Hawaii
Japanese Cultural Centre of Hawaii (JCCH) merupakan pusat budaya
dan museum sejarah di Moiliili, Hawaii yang berfokus pada pengalaman
para orang Jepang-Amerika di Hawaii, terutama interniran.
Kelembagaan JCCH
- President and Executive Director
- President Emeritus
- Director of Programs
- Chief Financial Officer
- Director of Development and Communications
- Director of Education
- Accounting Specialist
- Education & Programs Manager
- Gift Shop Manager
commit to user
- Collections Librarian
- Membership Coordinator

40
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

- Excecutive Assistant
- Gift Shop and Program Assistant
- Staff Associate

b. Cultural Center of the Philippines


The Cultural Center of the Philippines (CCP) merupakan pusat
kebudayaan yang dimiliki dan dikendalikan oleh pemerintah dan didirikan
untuk melestarikan, mengembangkan dan mempromosikan seni dan budaya
di Filipina. CCP menyediakan tempat pertunjukan dan pameran untuk
berbagai produksi lokal dan internasional pada lahan dengan luas 62
hektar. Program kesenian CCP meliputi produksi pertunjukan, festival,
pameran, penelitian budaya, pelestarian, dan publikasi materi tentang seni
dan budaya Filipina.
Kelembagaan CCP
- Chairman
- President
- Board of Trustees
- Advisers
- Vice President/ Artistic Director
- Vice President for Adminisration
- Performing Arts Department
- Cultural Resource and Services Department
- Theater Operation Department
- Visual Literary and Media Arts Department
- Administrative Services Department
- Financial Services Department
- Human Resource Management Department
- Marketing Department
- Internal Audit Service Office
- Public Relations & Lingkages Division

I. Kesimpulan
1. Menurut Koentjaraningrat kebudayaan memiliki tiga wujud dan wujud
kebudayaan yang akan diwadahi pada pusat kebudayaan yang akan dirancang
adalah wujud kebudayaan yang berbentuk kompleks pola aktivitas masyarakat
serta wujud benda-benda hasil karya manusia.
2. Sebagai tempat membina dan mengembangkan kebudayaan, pusat kebudayaan
mempunya empat fungsi yaitu fungsi administratif, fungsi edukatif, fungsi
rekreatif, dan fungsi informatif. Untuk menjalankan keempat fungsi tersebut
maka pusat kebudayaan harus didukung oleh fasilitas sebagai berikut.
- Kantor sebagai pendukung fungsi administratif.
commit to user
- Perpustakaan sebagai pendukung fungsi edukatif dan informatif.

41
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

- Kelas kursus sebagai pendukung fungsi edukatif.


- Galeri seni sebagai pendukung fungsi edukatif dan rekreatif.
Sebagai pusat kebudayaan yang sudah seharusnya dapat mewadahi segala
bentuk kebudayaan maka penambahan fasilitas gedung pertunjukkan juga dapat
dilakukan. Visitor center juga ditambahkan sebagai penunjang fungsi fasilitas
wisata budaya.
3. Sebagai fasilitas wisata budaya pusat kebudayaan harus memiliki komponen
utama yaitu atractions, aksesibilitas, amenitas, fasilitas pendukung, dan
kelembagaan. Pusat kebudayaan juga harus memenuhi tiga hal berikut agar
dapat menarik pengunjung yaitu something to see, something to do, dan
something to buy.
- Something to see diwujudkan dengan hadirnya galeri dan gedung
pertunjukkan di mana pengunjung dapat melihat produk kebudayaan
Kudus.
- Something to do diwujudkan dengan hadirnya pelatihan atau workshop
yang diadakan di pusat kebudayaan.
- Something to buy diwujdkan dengan hadirnya souvenir shop serta foodcourt
di mana pengunjung dapat membeli makanan khas Kudus serta produk
budaya Kudus dan lainnya sebagai cinderamata.
4. Sebagai fasilitas wisata, pusat kebudayaan yang dirancang perlu
memperhatikan desain yang inklusif.
5. Pendekatan arsitektur neo vernakular tepat digunakan dalam perancangan pusat
kebudayaan melihat tujuannya untuk melestarikan unsur-unsur lokal setempat
yang bukan hanya elemen fisik (tata letak denah, detail, struktur dan ornamen)
namun juga nonfisik (budaya, pola pikir, kepercayaan, tata letak yang mengacu
pada makro kosmos, dll) serta tetap fleksibel terhadap pembaruan.
6. Arsitektur neo vernakular menurut Charles Jencks mempunyai ciri sebagai
berikut.
- Menggunakan atap bumbungan.
- Menggunakan elemen konstruksi lokal.
- Mengembalikan bentuk-bentuk tradisional yang ramah lingkungan dengan
proporsi yang lebih vertical
- Kesatuan antara interior commit to usermelalui elemen yang modern dengan
yang terbuka
ruang terbuka di luar ruangan

42
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

- Penggunaan warna-warna yang kuat dan kontras


7. Hasil Preseden
Setelah melakukan tinjauan terhadap beberapa bangunan preseden maka dapat
ditarik kesimpulan mengenai acuan fasilitas apa saja yang seharusnya dimiliki
bangunan yang akan dirancang serta kelembagaan yang harus dimiliki.
a. Tinjauan fasilitas bangunan
Mengacu pada paparan terkait fungsi dan kegiatan yang diwadahi serta
hasil studi preseden bangunan Singkawang Cultural Center, Bangkok Art
Cultural Center, serta Taman Budaya Jawa Tengah maka didapatkan jenis-
jenis fasilitas yang harus dimiliki oleh sebuah bangunan pusat kebudayaan
sebagai berikut.
- Ruang Pameran Tetap
Ruang yang difungsikan sebagai tempat pameran yang dapat
menampung berbagai hasil kebudayaan lokal.
- Ruang Pameran Temporer
Sebuah ruang yang difungsikan sebagai ruang pameran temporer. Siapa
saja dapat mengadakan pameran mereka dengan cara mengirimkan
proposal.
- Souvenir Shop
Souvenir shop yang menyediakan souvenir lokal seperti pakaian, kain batik,
aksesoris, dan lannya yang bias pengunjung beli sebagai cindera mata.
- Perpustakaan
Perpustakaan yang menyediakan buku dan majalah kesenian dan kebudayaan,
termasuk katalog pameran.
- Traditional Food Market
Berupa foodcourt yang menyediakan masakan kuliner khas kota tersebut.
- Gedung Pertunjukkan
Gedung pertunjukkan difungsikan sebagai tempat pertunjukan kesenian.
- Studio/ Kelas Kursus
Studio digunakan sebagai tempat berlatih kesenian.
- Ruang seminar atau diskusi
Ruang yang didesain untuk diskusi, seminar, diskusi, pemutaran film, dan
pertemuan-pertemuan lainnya.
- Gedung Sekretariat commit to user

43
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Bangunan ini digunakan sebagai tempat pengendali semua kegiatan yang


dilakukan di pusat kebudayaan.
- Open Space
Open space adalah ruang terbuka besar yang ideal untuk kegiatan di luar
ruangan.
b. Tinjauan Kelembagaan
Mengacu pada paparan terkait sistem dan kelembagaan dalam preseden bangunan
Japanese Cultural Centre of Hawaii serta The Cultural Center of the Philippines,
maka didapatkan kelembagaan dalam Pusat Kebudayaan Kudus sebagai berikut.
Pusat Kebudayaan Kudus akan terdiri dari divisi-divisi sebagai berikut.
- Direktur Utama
- General Manager
- Divisi Administrasi, yang menangani urusan umum, kepegawaian, dan
keuangan.
- Divisi Hubungan Masyarakat
- Divisi Pertunjukkan
- Divisi Pameran
- Divisi Pengkajian Budaya
- Divisi Pelatihan Budaya
- Divisi Fasilitas Penunjang
- Tinjauan pada bangunan dengan arsitektur neo vernakular (dalam hal ini
bangunan Kompleks ITB dan Bandara Soekarno Hatta) menghasilkan
pengetahuan tentang beragam cara untuk menerapkan elemen neo vernakular
yaitu sebagai berikut.
- Elemen neo vernakular dapat dimunculkan melalui elemen fisik dan non fisik.
Pada Bandara Soekarno Hatta penerapan elemen fisik kelokalan dapat dilihat
pada konsep peruangan, penggunaan material lokal, penggunaan bentuk yang
mengadopsi dari arsitektur lokal, serta hadirnya elemen konstruksi lokal.
- Penerapan elemen non fisik dapat dilihat pada kompleks bangunan ITB yang
orientasi serta tata letaknya mengacu pada konsep kosmologi Jawa.

commit to user

44

Anda mungkin juga menyukai