id
A. Tinjauan Kebudayaan
Menurut Koentjaraningrat (1980), kata “kebudayaan” berasal dari kata
Sanskerta budhayah, yaitu bentuk jamak dari kata budhi yang berarti “budi” atau
“akal”. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan sebagai keseluruhan gagasan
dan karya manusia, yang harus dibiasakannya dengan belajar, beserta keseluruhan
dari hasil budi dan karyanya itu.
Koentjaraningrat berpendapat bahwa kebudayaan itu mempunyai paling
sedikit tiga wujud, yaitu sebagai berikut.
1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai,
norma-norma, peraturan dan sebagainya.
Wujud ini merupakan wujud ideel dari kebudayaan. Sifatnya abstrak, tidak
dapat dilihat dan berpusat pada kepala-kepala manusia yang menganutnya.
Kebudayaan ideel ini dapat disebut sebagai adat tata-kelakuan, atau secara singkat
adat dalam arti khusus, atau adat-istiadat dalam bentuk jamak. Sebutan tata
kelakuan itu menunjukkan bahwa kebudayaan ideel mempunyai fungsi sebagai
pengatur, pengendali, dan pemberi arah kepada kelakuan dan perbuatan manusia
dalam masyarakat.
2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari
manusia dalam masyarakat.
Wujud ini sering disebut sistem sosial, yang berisi tentang kelakuan berpola
dari manusia itu sendiri. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas interaksi manusia-
manusia yang selalu mengikuti pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata
kelakuan. Sifatnya konkret, dapat diamati atau diobservasi.
Sistem sosial ini tidak dapat lepas dari sistem budaya. Apapun bentuknya, pola-
pola aktivitas tersebut ditentukan atau ditata oleh gagasan-gagasan yang ada di
dalam kepala manusia. Karena saling berinteraksi antar manusia maka pola
akktivitas dapat pula menimbulkan gagasan, konsep, dan pikiran baru serta tidak
mustahil dapat dterima dan mendapat tempat dalam sistem budaya dari manusia
yang berinteraksi tersebut.
3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
commit to user
10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
11
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
12
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
14
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
pemandu.
16
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
D. Kebudayaan Kudus
1. Ragam Kebudayaan Kudus
Ragam kebudayaan Kudus di antaranya adalah batik Kudus, rumah adat
Kudus, gebyok Kudus, pakaian adat Kudus, tarian adat Kudus, makanan khas
Kudus, serta tradisi masyarakat setempat.
a. Rumah Tradisional Kudus
Rumah tradisional Kudus merupakan kesatuan dari beberapa bangunan
yang mempunyai fungsi sebagai tempat tinggal serta tempat beraktivitas sehari-
hari termasuk berdagang atau sebagai tempat produksi dari industri rumah
tangga. (Sardjono, 2009)
Rumah tradisional Kudus mempunyai latar belakang yang berbeda dari
rumah-rumah tradisional Jawa di daerah lainnya dari bentuk atapnya hingga
organisasi dan elemen-elemen ruangnya. Bentuk atap joglo rumah tradisional
Kudus berbentuk lebih tinggi dan sedikit meruncing ke atas yang disebut joglo
pencu. Faktor lain yang menyebabkan rumah tradisional Kudus mempunyai ciri
khas tersendiri yaitu penuhnya ukiran pada elemen-elemen rumah. (Theresia,
2013).
17
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
18
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
nyonya atau batik saudagaran, yang mempunyai ciri khas kehalusan dan
kerumitannya dengan isen-isennya. Kebanyakan dipakai oleh kalangan
menengah ke atas, motif yang dibuat coraknya lebih ke arah perpaduan antara
batik pesisir dan batik mataraman (warna sogan). (Maryanto, 2013)
Batik Kudus yang dibuat oleh pengrajin asli Kudus atau pribumi
dipengaruhi oleh budaya sekitar dan coraknya juga dipengaruhi batik pesisiran.
Motif yang dibuat mempunyai arti untuk acara akad nikah ada corak Kudusan
seperti busana kelir, burung merak dan adapula motif yang bernafaskan budaya
Islam atau motif Islamik kaligrafi. Motif yang bernafaskan kaligrafi karena
dipengaruhi sejarah walisongo yang berada di Kudus yaitu Sunan Kudus dan
Sunan Muria, corak yang bernafaskan Islam karena pengrajin batik banyak
berkembang disekitar wilayah Sunan Kudus atau dikenal dengan Kudus Kulon.
Batik Kudus mengalami kemunduran pada tahun 1980-an karena banyak
pengrajin batik Kudus yang gulung tikar karena kalah pamor dari batik printing
serta masyarakat Kudus lebih tertarik bekerja menjadi buruh di pabrik rokok
yang semakin banyak di Kudus. (Yunita, 2015)
d. Pakaian Adat Kudus
Seperti pada daerah lain Kudus juga memiliki pakaian khas yang menjadi
pakaian adat masyakarakat Kudus. Pakaian adat Kudus bagi wanita dan pria
memiliki beberapa perbedaan.
Pakaian Adat Wanita terdiri dari Caping Kalo, Baju kurung beludru, Jarik /
Sinjang laseman, Selendang Tohwatu, Selop Kelompen, serta aksesoris kepala
dan leher, yaitu menggunakan sanggul besar dengan cunduk mentul berjumlah
lima atau tiga buah, suweng beras kecer atau suweng babon angkrem, kalung
(sangsang) sobyong berjuntai lima atau berjuntai sembilan yang menghiasi
leher hingga dada, kancing peniti dari mata uang: ece, ukon, rupiah atau ringgit,
gelang lungwi, dan juga cincin sigar penjalin.
Sedangkan untuk pakaian adat laki-laki terdiri dari Blangkon gaya
Surakarta, Beskap Kudusan, Jarik Laseman, selop alas kaki, ikat pinggang atau
Timang, serta keris motif gayaman atau ladrangan. (https://budayajawa.id/)
commit to user
19
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
20
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
rutin dijalankan oleh masyarakat Kudus tiap tahunnya, yaitu (1) tradisi
dhandangan yakni sebuah tradisi untuk menyambut datangnya bulan puasa, (2)
tradisi buka luwur yakni penggantian kain penutup pada makam Sunan Kudus
sebagai bentuk penghormatan masyarakat terhadap Sunan Kudus, dan (3)
tradisi mauludan yakni tradisi untuk memperingati hari lahirnya Nabi
Muhammad SAW. (Sumintarsih dkk, 2016)
2. Kesimpulan
Dalam kaitannya dengan unsur kebudayaan yang dapat menarik kedatangan
wisatawan menurut Ritchie dan Zins, ragam kebudayaan Kudus dapat
diklasifikasikan sebagai berikut.
Tabel 1. Klasifikasi Unsur Kebudayaan Kudus
1 Bahasa (language) -
4 Makanan dan kebiasaan makan (food and Jenang Kudus, Soto Kudus, Lentog
eating habits) Tanjung, Garang Asem, Sate Kerbau,
Nasi Pindang, Kopi Jetak, Wedang
Alang Alang, Wedang Pejuh.
10 Tata cara berpakaian penduduk setempat Pakaian adat Kudus, Batik Kudus
(dress and clothes)
21
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
musik dan kesenian, sejarah, agama, arsitektur, dan tata cara berpakaian
penduduk setempat.
E. Arsitektur Neo Vernakular
1. Tinjauan Arsitektur Neo Vernakular
Vernakular artinya adalah bahasa setempat, dalam arsitektur istilah ini
digunakan untuk menyebut bentuk-bentuk yang menerapkan unsur-unsur
budaya, lingkungan, termasuk iklim setempat yang diungkapkan dalam bentuk
fisik arsitektural (tata letak, denah, struktur, detail-detail bagian, ornamen, dan
lain lain). Dengan batasan tersebut maka arsitektur tradisional dapat
dikategorikan dalam vernakular murni, terbentuk oleh tradisi turun menurun
tanpa pengaruh dari luar. Dalam perkembangan arsitektur modern, ada suatu
bentuk-bentuk yang mengacu pada “bahasa setempat” dengan mengambil
elemen-elemen arsitektur yang ada ke dalam bentuk modern yang disebut neo-
vernakular. Dalam arsitektur neo vernakular kadang-kadang tidak hanya
elemen-elemen fisik yang diterapkan dalam bentuk modern, tetapi juga elemen
non fisik seperti budaya, pola pikir, kepercayaan/pandangan terhadap ruang,
tata letak mengacu pada makro kosmos, religi, atau kepercayaan yang mengikat
dan lain-lain menjadi konsep pada kriteria perancangannya.
Arsitektur neo vernakular mempunyai tujuan melestarikan unsur-unsur
lokal yang telah terbentuk secara empiris oleh sebuah tradisi yang kemudian
sedikit atau banyaknya mangalami pembaruan menuju suatu karya yang lebih
modern atau maju tanpa mengesampingkan nilai-nilai tradisi setempat.
Kriteria-kriteria yang mempengaruhi arsitektur neo vernakular adalah
sebagai berikut.
1. Bentuk-bentuk menerapkan unsur budaya dan lingkungan (termasuk iklim
setempat) diungkapkan dalam bentuk fisik arsitektural (tata letak denah,
detail, struktur dan ornamen).
2. Tidak hanya elemen fisik (bentuk, konstruksi) yang diterapkan dalam
bentuk modern, tetapi juga elemen non-fisik yaitu budaya, pola pikir,
kepercayaan, tata letak yang mengacu pada makro kosmos, dan lainnya
menjadi konsep dan kriteria perancangan.
3. Produk-produk pada bangunan ini tidak murni menerapkan prinsip-prinsip
commit tomenampilkan
bangunan vernakular, melainkan user karya baru (mengutamakan
penampilan visualnya).
22
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Sedangkan ciri arsitektur neo vernakular sesuai yang telah dipaparkan oleh
Charles Jencks (1990) dalam bukunya “Language of Post-Modern
Architecture” adalah sebagai berikut.
1. Selalu menggunakan atap bumbungan.
2. Menggunakan batu bata (dalam hal ini merupakan elemen konstruksi lokal).
3. Mengembalikan bentuk-bentuk tradisional yang ramah lingkungan dengan
proporsi yang lebih vertikal
4. Kesatuan antara interior yang terbuka melalui elemen yang modern dengan
ruang terbuka di luar ruangan
5. Penggunaan warna-warna yang kuat dan kontras
Dari ciri-ciri di atas dapat dilihat bahwa arsitektur neo vernakular bukan
ditujukan pada arsitekur modern atau tradisional tetapi lebih ke keduanya.
Arsitektur neo vernakular dapat menghidupkan kembali suasana atau elemen
vernakular dengan membuat bentuk dan pola-pola bangunan lokal dengan
mengaplikasikannya ke dalam bentuk arsitektur yang kekinian.
Tabel 2. Perbandingan Arsitektur Tradisional, Vernakular, dan Neo Vernakular
Perbandingan Tradisional Vernakular Neo Vernakular
Ideologi Terbentuk oleh Terbentuk oleh Penerapan elemen
tradisi yang tradisi turun temurun arsitektur yang sudah
diwariskan secara tetapi terdapat ada dan kemudian
turun-temurun, pengaruh dari luar sedikit atau
berdasarkan kultur baik fisik maupun banyaknya
dan kondisi lokal. nonfisik, bentuk mengalami
perkembangan pembaruan menuju
arsitektur tradisional. suatu karya yang
modern.
Prinsip Tertutup dari Berkembang setiap Arsitektur yang
perubahan zaman, waktu untuk bertujuan
terpaut pada satu merefleksikan melestarikan unsur-
kultur kedaerahan, lingkungan, budaya unsur lokal yang
dan mempunyai dan sejarah dari telah terbentuk
peraturan dan daerah arsitektur secara empiris oleh
norma-norma tersebut berada. tradisi dan
keagamaan yang Transformasi dari mengembangkannya
kental. situasi kultur menjadi suatu
commit to user
homogen ke situasi langgam yang
yang lebih heterogen. modern. Kelanjutan
23
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
dari arsitektur
vernakular.
Ide Desain Lebih Ornamen sebagai Bentuk desain lebih
mementingkan fasad pelengkap, tidak modern.
atau bentuk, meninggalkan nilai
ornamen sebagai setempat tetapi dapat
suatu keharusan. melayani aktivitas
masyarakat di dalam.
Sumber: Sonny Susanto, Joko Triyono, Yulianto Sumalyo
Dalam proses eksplorasi gedung-gedung Modern-Vernacular di Indonesia,
menurut Deddy Erdiono dalam Jurnal Sabua Vol. 3, No.3:32-39, November
2011 berjudul Arsitektur „Modern‟ (Neo) Vernacular di Indonesia, menyatakan
bahwa ada empat model pendekatan yang harus diperhatikan terkait dengan
bentuk dan makna dalam merancang dan memodernisir bangunan tradisional
dalam konteks kekinian, yaitu kecenderungan terjadinya perubahan-perubahan
dengan paradigma, yaitu: (a) bentuk dan maknanya tetap (b) bentuk tetap
dengan makna baru (c) bentuk baru dengan makna tetap (d) bentuk dan
maknanya baru. Pada pendekatan (c) bentuk baru dengan makna tetap,
penampilan bentukan arsitektur neo vernakular dapat menghadirkan bentuk
baru dalam pengertian unsur-unsur lama yang diperbaharui, jadi tidak lepas
sama sekali karena terjadi interpretasi baru terhadap bentuk lama yang
kemudian diberi makna yang lama untuk menghindari kejutan budaya (culture
shock).
2. Bangunan Neo Vernakular di Indonesia
Berikut merupakan beberapa bangunan yang menerapkan arsitektur neo
vernakular di Indonesia yang dirancang baik oleh arsitek dalam negeri maupun
luar negeri.
a. Kompleks ITB
Kompleks ITB dirancang oleh Henry Maclaine Pont (1920-1921).
Penerapan vernakular tidak hanya pada sistem konstruksi yang mendapat
inspirasi ompak dalam konstruksi Jawa, bentuk atap, sistem penghawaan,
orientasi terhadap alam dan lain lain, bahkan tata letaknya berorientasi dan
membentuk sumbu Gunung Tangkuban Perahu dan Laut Jawa merupakan
penerapan konsep kosmologicommit
Jawa. to user
24
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit
Gambar to user
8. Bandara Soekarno Hatta
Sumber: https://id.wikipedia.org/ (2019)
25
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
27
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Jogosatru. Terletak pada sisi depan Dalem dan merupakan ruang untuk
menerima tamu. Jogosatru sebagai ruang tamu berorientasi ke luar, yakni ke
halaman tengah. Pada ruang Jogosatru terdapat tiang tunggal yang
mendukung belandar besar di atasnya. Posisi tiang tunggal di depan pintu
dalem sedikit bergeser ke kiri. Tampilan ruang Jogosatru paling mewah
diantara ruang-ruang yang lain. Lantai dari bahan ubin dengan pola khusus.
Ornamentasi memenuhi gebyog dalem, elemen-elemen ruang seperti pintu
Dalem, tiang tunggal, bancik menambah kesan mewah dari ruangan. Setting
perabot pada ruang yang memanjang ini biasanya berupa dua set kursi tamu
yang memisahkan tamu laki- laki dan tamu perempuan. Untuk menegaskan
pemisahan kemudian dipakai tirai pada batas tiang tunggal berada. Peil
lantai Jogosatru naik setinggi 15 sampai 45 cm dari halaman. Untuk
mencapainya diberi anak tangga sepanjang sisi depan rumah. Atap
Jogosatru berupa atap miring (Panggang Pe) yakni sosoran (perpanjangan)
dari atap pananggap dalem yang sudutnya direndahkan lagi.
Pawon. Merupakan ruang untuk kegiatan aktif keluarga. Berbentuk segi
empat panjang menutup sisi Jogosatru dan dalem. Pawon bagian belakang
digunakan untuk kegiatan memasak atau dapur, bagian depan untuk tempat
makan serta berkumpul keluarga. Kadang- kadang tamu yang sudah akrab
diterima di pawon. Kadang kala dijumpai juga pawon bagiantengah disekat
untuk menambah ruang tidur. Pawon berhubungan dengan Jogosatru,
Dalem serta halaman masing-masing melalui sebuah pintu tunggal. Pintu ke
Halaman berlapis dua sebagaimana pintu pengapit pada Jogosatru hanya
saja berukuran lebih sempit. Atap Pawon menggunakan atap Kampung
Gajah ngombe. Bagian yang bersisian dengan Dalem beratap kampung
sementara yang bersisian dengan Jogosatru atapnya merupakan
perpanjangan dari atap Jogosatru.
Bangunan Pelengkap. Bangunan pelengkap pada rumah tradisional
Kudus terdiri dari Sumur dan Kamar mandi serta Sisir. Bangunan
pelengkap ini berbentuk memanjang menutup sisi-sisi tapak di luar
bangunan utama. Bangunan pelengkap digunakan untuk menampung
kegiatan servis serta kegiatan ekonomi atau produksi dari penghuni.
Sumur dan Kamar commit Mandi.toMerupakan
user kelengkapan bangunan utama
yang digunakan untuk mandi, mencuci serta berwudlu. Posisi sumur dan
28
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit
Gambar 10. BentuktoAtap
userRumah Adat Kudus
Sumber: Agung B Sardjono (2009)
29
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
30
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
31
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
32
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Pola: Simetris
33
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Pola: simetris
Pola: simetris
34
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Pola: simetris
Pola: simetris
35
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 12. Singkawang Cultural Center
Sumber: https://archello.com/ (2019)
36
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 13. Bangkok Art and Cultural Center
Sumber: http://en.bacc.or.th/ (2019)
37
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
6 Ruang Serba Guna Ruang serba guna dapat menampung sebanyak 250-
300 kursi dan ideal untuk digunakan sebagai tempat
konferensi, seminar, diskusi, dan pertemuan-
pertemuan.
commit to user
38
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
1 Gedung Sekretariat Bangunan ini terdiri dari 2 lantai dengan luas 450 m²
dan digunakan sebagai tempat pengendali semua
kegiatan yang dilakukan Taman Budaya Surakarta.
4 Teater Taman „Bong‟ Sesuai namanya, teater taman ‟Bong‟ ini dibangun di
ruangan terbuka (sering disebut teater terbuka)
dengan taman di kanan kirinya dan memanfaatkan
sebuah pelataran dari bekas makam tionghoa (bong).
Bentuk tetaer ini memberikan imaji akan bentuk
teater bergaya Yunani kuno dengan luas panggung
100 m.
39
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
40
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
- Excecutive Assistant
- Gift Shop and Program Assistant
- Staff Associate
I. Kesimpulan
1. Menurut Koentjaraningrat kebudayaan memiliki tiga wujud dan wujud
kebudayaan yang akan diwadahi pada pusat kebudayaan yang akan dirancang
adalah wujud kebudayaan yang berbentuk kompleks pola aktivitas masyarakat
serta wujud benda-benda hasil karya manusia.
2. Sebagai tempat membina dan mengembangkan kebudayaan, pusat kebudayaan
mempunya empat fungsi yaitu fungsi administratif, fungsi edukatif, fungsi
rekreatif, dan fungsi informatif. Untuk menjalankan keempat fungsi tersebut
maka pusat kebudayaan harus didukung oleh fasilitas sebagai berikut.
- Kantor sebagai pendukung fungsi administratif.
commit to user
- Perpustakaan sebagai pendukung fungsi edukatif dan informatif.
41
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
42
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
43
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44