Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bab II ini membahas tinjauan pustaka sebagai berikut: Budaya, Identitas Budaya,

Masyarakat Adonara, Tarian Hedung, Kerangka berpikir, dan penelitian yang

relevan.

2.1 Budaya

2.1.1 Pengertian Budaya

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh

sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya

terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat

istiadat, bahasa, perkakas, pakian, bangunan, dan karya seni. Tylor (dalam Bebe,

2014:3) menyatakan bahwa kebudayaan adalah kompleks keseluruhan yang

meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, kebiasaan yang diperoleh

manusia sebagai anggota masyarakat. Tylor juga memaknai kata “culture” yang

berarti kebudayaan.

Menurut Bebe (2014:4), kebudayaan yakni nilai, norma, kepercayaan, karya

seni, peralatan teknologi, tetap berlangsung, dipelajari, diwariskan, dan milik

bersama. Hal ini yang meyebabkan perilaku dan aktivitas masyarakat penganutnya

yang layak diterima sebagai kebudayaan.

Menurut Maran (2010:248), Kebudayaan Nasional Indonesia adalah paduan

seluruh lapisan kebudayaan bangsa Indonesia, yang mencerminkan semua aspek

peri kehidupan bangsa. Kebudayaan nasional adalah totalitas berdasarkan aspek

kerohanian bangsa. Kebudayaan nasional adalah apa saja yang dihasilkan oleh

manusia Indonesia sekarang ini, dengan perkataan lain, kebudayaan nasional ialah

10
kepribadian manusia Indonesia yang dalam wujudnya berupa pandangan hidup,

cara berpikir, dan sikap terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa. Kepribadian

inilah membedakan basngsa kita dari bangsa lain.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dengan demikian kebudayaan

Indonesia merupakan suatu tatanan pola kehidupan suatu bangsa Indonesia yang

lahir dan hidup pada masyarakat Indonesia. Indonesia memiliki budaya yang

berbeda-beda disetiap daerahnya, sehingga dapat disebut sebagai masyarakat

multikultural. Setiap kebudayaan yang dianut masyarakat Indonesia memiliki

keunikan dan makna filosofisnya masing-masing, dan hal tersebut menjadi identitas

dan ciri khas tersendiri bagi bangsa Indonesia.

2.1.2 Sifat dan Hakikat Kebudayaan

Sifat dan hakikat kebudayaan hamper berlaku umum. Menurut Bebe

(2018:12) hakikat dari kebudayaan tersebut sebagai berikut:

a. Kebudayaan berwujud atau bentuk. Artinya kebudayaan tersebut dapat

diwujudkan dalam bentuk dan symbol, perilaku manusia, dapat dilihat dan

nikmati.

b. Kebudayaan lebih dahulu hidup daripada lahirnya generasi bahwa sebelum

generasi itu lahir, setiap masyarakat telah memiliki kebudayaan sehingga

kebudayaan tersebut ikut membentuknya.

c. Kebudayaan tidak akan lenyap dengan habisnya generasi tertentu.

d. Kebudayaan dibutuhkan semua manusia karena mempunyai makna, fungsi

bagi umat manusia.

e. Kebudayaan mengandung aturan-aturan yang berisikan kewajiban, larangan,

dan diizinkan.

11
f. Kebudayaan itu bersifat statis sekaligus dinamis, sangat tergantung dari

tuntutan waktu, zaman, tujuan, tempat, kebutuhan, dan manusia itu sendiri.

2.1.3 Wujud Kebudayaan

Kebudayaan dapat kita ketahui dan kita nikmati karena kebudayaan tersebut

memiki wujud atau bentuk. Kebudayaan itu dapat diwujudkan dalam tindakan

sehingga dapat di lihat, diamati, dinikmati dan dirasakan.

Koentjaraningrat (dalam Bebe, 2018:21-23) menyatakan bahwa kebudayaan

itu terdiri dari dari tiga wujud, yakni:

a. Wujud kebudayaan sebagai kumpulan ide, nilai, norma, dan aturan.

Kebudayaan ini tergolong wujud abstrak yang lokasi penyimpananya dalam

kepala atau otak dan hati manusia. Kebudayaan mulanya berada di otak/kepala

dapt bergerser dalam bentuk lokasih lain seperti tulisan buku/arsip. Karena

kepala tidak semua ide, pemikiran dapat mengingat dan menghafal semunya.

Suatu saat kebudayaan tersebut dapat lenyap, hlang, dan punah karena

kesanggupan otak manusia yang terbatas.

b. Wujud kebudayaan sebagai suau kumpulan aktivitas dan tindakan manusia

dalam masyarakat.

Wujud kedua disebut juga sistem sosial (social system). Sistem sosial ini lebi

bersifat konkrit yang merupakan perwujudan atau ekspresi dari ide-ide dari

dalam otak. Aktivitas dari wujud kebudayaan diekspresikan dengan saling

berinteraksi, berhubungan dan bergaul dengan manusia lainya dengan sistem

dan pola yang sudah ada dalam masyarakat.

12
c. Wujud kebudayaan sebagai hasil karya atau materi kebudayaan.

Material kebudayaan disebut juga kebudayaan fisik, karena hasil dari ide,

gagasan dituangkan dalam tindakan atau karya-karya konkrit yang dapat

dilihat, dirabah, dan dinikmati. Ketiganya saling mengandalkan, saling

membutuhkan, dan saling melengkapi. Kebudayaan fisik ini merupakan hasil

karya manusia baik berskala kecil dan besar maupun indah dan menarik. Hasil

karya cipta, karsa, rasa bersifat fisik berskala besar dan indah seperti candi,

acra, dan rumah adat. Kebudayaan berskala kecil diantaranya kain tenun, batik,

alat senjata tradisional, dan alat rumah tangga serta alat ritual.

2.1.4 Unsur-unsur Kebudayaan

Suatu kebudayaan suatu keseluruhan yang terintegrasi, ketika hendak

menganalisis membagi keseluruhan itu kedalam unsur-unsur besar yang disebut

“unsur-unsur universal” atau cultural universals. Istilah universal itu menunjukan

bahwa unsur-unsur tadi bersifat universal, jadi unsur tadi ada dan bisa didapatkan

didalam semua kebudayaan dari semua bangsa dimanapun di dunia. Menurut

Koentjaraningrat (2009:164-165) berpendapat bahwa ada tujuh unsur kebudayaan

yang dapat ditemukan pada semua bangsa di dunia. Ketujuh unsur yang dapat kita

sebuat sebagai isi pokok dari tiap kebudayaan di dunia adalah sebagai berikut:

a. Bahasa,

b. Sistem pengetahuan,

c. Organisasi sosial,

d. Sistem peralatan hidup dan teknologi,

e. Sistem mata pencaharian hidup,

f. Sistem religi,

13
g. Kesenian,

Tiap-tiap unsur kebudayaan universal sudah tentu juga menjelma dalam ketika

wujud kebudayaan terurai di atas, yaitu wujudnya berupa sistem budaya, berupa

sistem sosial, dan berupa unsur-unsur kebudayaan fisik. Adapun sistem ekonomi

misalnya mempunya wujud sebagai konsep, rencana, kebijaksanaan, adat istiadat

yang berhubungan dengan ekonomi, tetapi juga mempunya wujudnya yang berupa

tindakan dan interkasi berpola antara produsen, tengkulak, padagang, ahli

tranformasi, pengecer dengan konsumen, dan selain itu dengan sistem ekonomi

terdapat juga unsur-unsurnya yang berupa peralatan, komoditi, dan benda ekonomi.

Demikian juga sistem religi misalnya mempunya wujud berupa upacara, baik yang

besifat musiman maupun yang kadangkala, dan selain itu setiap system religi juga

mempunya wujud sebagai benda-benda suci dan benda-benda religious. Contoh

lain adalah unsur universal kesenian yang dapat berwujud gagasan, ciptaan pikiran,

keriteria dan syair yang indah. Namun kesenian juga juga dapa berwujud tindakan-

tindakan interkasi berpola antara seniman pencipta, seniman penyelenggara,

sponsor kesenian, pendengar, penonton, dan konsumen hasil kesenian, tatapi seain

itu semua kesenian juga berupa bendaj-bendah indah, candi, kain tenun yang indah,

benda kerajinan dan sebagainya.

2.1.5 Ciri-ciri Kebudayaan

Setiap kebudayaan mempunyai ciri-ciri, menurut Maran (2007:49) menyataka

bhawa ciri-ciri kebudayaan adalah sebagai berikut:

a. Kebudayaan adalah produk manusia. Artinya, kebudayaan adalah ciptaan

manusia, bukan ciptaan Tuhan atau Dewa. Manusia adalah pelaku sejarah

dan kebudayaan.

14
b. Kebudayaan selalu bersifat social. Artinya kebudayaan tidak perna

dihasilkan secara individual, melainkan oleh manusia secara bersama.

Kebudayaan adalah suatu karya bersama, bukan karya perorangan.

c. Kebudayaan diteruskan lewat proses belajar. Artinya, keudayaan itu

diwariskan dari generasi satu ke generasi lainya melalui suatu proses

belajar. Kebudayaan berkembang dari waktu ke waktukarena kemampuan

belajar manusia. Tampak di sini bahwa kebudayaan itu selalu bersifat

historis, artinya proses yang selalu berkembang.

d. Kebudayaan bersifat simbolik, sebab kebudayaan merupakan ekspresi,

ungkapan kehadiran manusia. Sebagai eksprsi manusia, kebudayaan itu

tidak sama dengan manusia. Kebudayaan disebut simbolik, sebab

mengekspresikan manusia dan segala upanya untuk mewujudkan dirinya.

e. Kebudayaan adalah system penenuhan berbagai kebutuhan manusia. Tidak

seperti hewan, manusia memenuhi segala kebutuhanya dengan cara-cara

yang beradab, atau dengan cara-cara manusiawi.

2.1.6 Fungsi Kebudayaan

Kebudayaan difungsikan sesuai wujud dan unsur kebudayaan. Wujud dan

unsur kebudayaan dalam praktek lapangan, secara umum berfungsi untuk

memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok tertentu anggota masyarakat. Apabila

kebutuhan-kebutuhan pokok terpenuhi, pada akhinya menentukan suksesnya

kebudayaan. Kebudayaan harus menjamin kelestarian biologis, psikis dengan cara

memproduksi ide, gagasan yang diaktualisasikan dalam aktivitas konkrit.

Kegunaan kebudayaan sebagai sarana ientitas, eksistensi, wahana komunikasi,

penguat solidaritas, dan pedoman ilmu/sumber belajar (Bebe, 2018:23).

15
2.1.7 Kebudayaan adalah Tradisi

Menurut Bebe (2018:24) Hasil karya manusia yang ditradisikan baik bersifat

abstrak/lisan maupun berwujud, memungkinkan kita pada zaman sekarang dapat

mengetahuinya. Tradisi berasal dari bahasa latin “tradition” yang berarti warisan,

yang berasal dari kata kerja “trader”, artinya mewariskan, meneruskan, dan

melanjutkan. Untuk itu, warisan budaya bernilai puasaka tempo dulu yang menjadi

tradisi yang patut untuk diteruskan, dilanjutkan dari generasi ke generasi agar

warisan tersebut tetap lestari. Agar tradisi suatu etnis menjadi kepunyaan atau

membumi tentu membutuhkan proses. Apapun kebudayaan tidak lahir secara

instan. Akan berbahaya jika sesuatu dicapai dengan cepat dan secara instan.

Proseslah yang menajdi model pendekatan edukatif bagi generasi tentang nilai-nilai

kehidupan yang diproses melalui tahapan atau proses yang melelahkan, dengan

proses seseorang mencapai kematangn.

Berlatih dan kontor nurani adalah cara yang cermat dan terus menerus, secara

perlahan kita sedang di didik mengenali jati diri dan rahasia alam serta budaya itu

sendiri. Tidak heran kalau setiap orang memahami orang sekitar, yang mampu

beradaptasi, menyesuaikan diri dan berwawasan kebangsaan. Mengerti pula makan

simboli alam dan budaya. Kemungkinan-kemungkinan lain yang belom tersikap,

perlahan dan pasti akan menjadi jelas bagi siapapun yang hendak mempelajarinya.

Kemampuan akal budi, didukung dengan sktruktur lembaga, dinamika kebudayaan,

manusia dapat hidup sebagai suatu bangsa yang berbudaya. Letak kemanusiaan kita

sangat di tentukan oleh budaya. Kemampuan menakhlukan budaya asing dengan

menggunakan budaya kearifan lokal kita sendiri adalah eksistensinya suatu etnis

sekaligus eksistensinya Indonesia. Kebudayaan Indonesia telah menjadi bagian

16
integral dengan mensyrakat penganutnya. Termasuknya didalamnya kebudayaan

Lamaholot. Artinya etnis Lamaholot juga ikut memperkaya khazana budaya

Indonesia.

2.2 Identitas Budaya

2.2.1 Pengertian Identitas Budaya

Menurut Liliweri (2002: 96) identitas budaya merupakan ciri yang muncul

karena seseorang itu merupakan anggota dari sebuah kelompok etnis tertentu. Itu

meliputi tentang pembelajaran tentang dan penerimaan tradisi, sifat bawaan,

bahasa, agama, dan keturunan dari suatu kebudayaan. Kepribadian yang sudah

melekat pada suatu daerah tidak dapat terpisahkan dari kebiasan yang terbentuk

dari lingkungan serta budaya yang lama-kelamaan akan membentuk identitas

budaya. Sebuah daerah harus memiliki jati diri dan kepribadian untuk

mempertahankan ciri khas yang sudah ada, yang dapat mempertahankan jati diri

dari pengaruh budaya lain. Indonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa yang

memiliki ciri khas dengan bahasa, kesenian, dan adat istiadat, sehingga untuk

mempertahankannya suatu daerah harus memiliki kepribadian yang kuat dari

berbagai pengaruh budaya lain.

Identitas budaya muncul dari adanya kebudayaan dan kebiasaan yang sudah

turun temurun pada suatu daerah dan menjadi kebiasaan pada masyarakatnya

(Liliweri, 2002: 97). Identitas tiap daerah satu dengan yang lainnya akan berbeda

karena adanya kebiasaan daerah tiap daerah yang berbeda pula. Identitas budaya

ini dapat dikatakan sebagai suatu karakter yang melekat dalam suatu kebudayaan

sehingga bisa dibedakan antara satu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain.

17
Identitas budaya terbentuk melalui struktur kebudayaan suatu masyarakat.

Struktur budaya adalah pola-pola persepsi, berpikir, dan perasaan. Identitas budaya

dapat diartikan sebagai cerminan kesamaan sejarah yang membentuk sekelompok

orang menjadi satu walaupun dari luar mereka tampak berbeda. Hal ini berarti dari

kesamaan sejarah yang menyatukan mereka. Oleh karenanya identitas budaya suatu

daerah merupakan suatu karakter atau jati diri dari suatu daerah akan budayanya

yang menjadi hasil karya suatu daerah tersebut. Identitas budaya difungsikan untuk

memperkenalkan suatu daerah kepada daerah lainnya.

2.2.2 Pembentukan Identitas Budaya

Menurut Lutan (2001:70) Istilah identitas budaya menunjukan pengertian

yakni para anggota yang secara sadar mengidentifikasi dirinya dengan kelompok.

Identitas budaya merupakan suatu kepemilikan serta kebanggaan terhadap

budayanya sendiri dalam rangka kehidupan bersama. Karakteristik atau sebuah

identitas dari tiap budaya yang sudah melekat dan tidak dapat berubah lagi.

Terbentuknya identitas budaya diantaranya melalui bahasa, sejarah, kepercayaan,

pola pemikiran, hubungan sosial dan agama yang sudah membudaya sehingga

membentuk suatu identitas pada setiap individu. Suatu identitas budaya itu

dibentuk menurut budayanya masing-masing. Sehingga setiap kelompok

kebudayaan masing-masing memiliki suatu tatanan yang membentuk diri individu.

Masyarakat dipengaruhi oleh budayanya serta kebudayaan tersebut

merupakan konstruksi dari manusia itu sendiri. Antara kebudayaan dan manusia

terdapat suatu hubungan timbal balik. Tanpa manusia tidak akan adanya

kebudayaan, tanpa kebudayaan manusia tak dapat melangsngkan hidupnya secara

manusiawi (Maran, 2007:18).

18
Memahami identitas budaya merupakan upaya yang tidak mudah mengingat

identitas merupakan sebuah konsep yang dinamis, cair dan berubah-ubah

sebagimana dinamika masyarakat mausianya itu sendiri, meskipun identitaslah

yang kerap dijadikan tolak ukur dalam kita mengelompokkan sebuah masyarakat.

Identitas bukan hanya dibangun tapi juga dirasakan oleh masyarakat

pembangunnya, identitas dimiliki dan juga menjadi batasan bagi masyarakat yang

berada di luar masyarakatnya.

Tomey (dalam Prasetya, 2017) mendefisiniskan identitas “reflective self

conception or self image that we each derive from our familiy, gender, cultural,

ethnic, and individual socialization process”. Secara spesifik Fong (dalam

McDaniel, 2010:184) berpendapat bahwa identitas budaya merupakan konstruksi

sosial yang diidentitaskan komunikasi dari sistem perilaku simbolik verbal dan non

verbal yang memiliki arti dan yang dibandingkan antara anggota kelompok yang

memiliki rasa saling memiliki dan yang membagi tradisi, warisan, bahasa dan

norma-norma yang sama.

Seorang individu harus belajar mengenai siapa dirinya melalui interaksi

dengan orang lain, seseorang menjadi percaya bahwa dia memiliki diri yang

berbeda dan bermakna. Proses adaptasi menjadi bagian dari perjalanan individu

menuju perubahan dan dinamika dalam kehidupannya, ketika seseorang memasuki

kebudayaan baru dan memulai kontak dengan budaya tersebut maka

berlangsunglah proses adaptasi tersebut selama ini terus melakukan kontak

interaksi dengan kebudayaan tersebut, bersamaan dengan hal tersebut para

pendatang mendapatakan proses akulturasi dengan mempelajari dan memahami

nilai-nilai kebudayaan baru, di sisi lain proses dekulturasi pun terjadi dengan

19
ditinggalkannya nlai-nilai kebudayaan asal yang dirasanya tidak lagi mendukung

dinamika kehidupan di daerah yang mereka datangi, meskipun tidak semua nilai

kebudayaan hilang karena nilai-nilai kebudayaan asli yang dibawa oleh para

pendatang kerap kali juga mengalami transformasi bentukan atau bahkan esensi

filosofisnya ketika mendarat di wilayah kebudayaan lain.

Kadar perubahan dan dinamika indentitas dan nila-nilai budaya tertentu

ketika berbaur dengan kebudayaan lain dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain

adalah aspek personal dari individu pemilik kebudayaan tersebut, kemampuan

individu kebudayaan untuk memepertahankanatau melunturkan nilai-nilai

kebudayaan yang mereka miliki. Di samping itu terdapat juga aspek lainnya seperti

situasi lingkungan yang mendukung berlangsungnya interaksi dengan penerimaan

perbedaan yang tinggi. Pada budaya dengan karaktersitik “high tolerance

ambiguity”, kesempatan untuk memepertahankan nilai-nilai kebudayaan akan

semakin besar dimana penerimaan masyarakat lokal juga tinggia pada perbedaan

yang dibawa oleh para pendatang. Dalam situasi seperti ini nilai budaya asal

mahasiswa pendatang dapat dipertahankan dan bahkan dikembangkan pada

wilayah baru mereka.

Namun sebaliknya juga situasi masyarakat sebuah kebudayaan lebih

bersifat tertutup pada keberadaan nilai-nilai kebudayaan berbeda yang terdapat di

wilayah mereka “low tolerance ambiguty culture” pada situasi seperti ini semakin

besar terjadinya proses dekulturasi budaya dari para pendatang. Nilai-nilai

kebudayaan asal tidak dapat dikembangkan pada wilayah barunya

Sistem praktik kebudayaan, suatu identitas tidak hanya memberikan sesuatu

makna tentang pribadi individu, namun lebih dari itu, menjadi suatu ciri khas

20
sebuah kebudayaan yang melatarbelakangi. Ketika individu hidup dalam

masyarakat yang multi budaya, maka di sanalah identitas budaya itu diperlukan.

Pembentukan suatu identitas budaya yang berkembang dari seorang individu

di dalam lingkungan yang kebudayaanya berbeda, dengan konsep sebagai berikut:

1. Identitas berarti identik dengan yang lain

2. Identitas berarti menjadi diri sendiri

3. Identitas berarti menjadi identik dengan suatu ide

4. Identitas berarti individu yang realitas yang hidup bersama individu lainya

(Tilaar, 2007: 118)

Kesimpulan dari identitas budaya merupakan suatu tradisi atau karakteristik

yang sudah diwarisi secara turun-temurun terhadap budaya masing-masing yang

sudah menjadi kebiasaan oleh budaya tersebut. Pada dasarnya setiap budaya

tentunya mempunyai karakteristik dan kebiasaan masing-masing yang terbawa le

dalam kehidupan bersosialisasi.

2.2.3 Identitas Budaya di tengah era Globalisasi-Modernisasi

Kita semua saat ini hidup satu dunia yang berpanorama global-modern.

Globalisasi dan modernisasi berdampak positif dan negative, seakan merombak

semua tatanan mapan yang sudah dianut sejak dulu. Semua segi kehidupan seolah

tercabut. Globalisasi adalah keterkaitan keadaan yang mendunia dimana hubungan

social yang saling ketergantungan antar bangsa dan antar manusia, sehingga batas-

batas suatu bangsa semakin sempit disebabkan oleh kemajuan teknologi

informatika dan transportasi. Proses globalisasi itu berlangsung dengan bantuan

utama dari teknologi komunikasi yang mampu mengolah dan menyalurkan

informasi dari segala penjuru kebudayaan yang satu kepada segala penjuru

21
kebudayaan yang lainya (Kusumohamidjojo, 2010:176). Modernisasi adalah

perubahan dalam seluruh aspek dari masyarakat tradisional menuju masyarakat

modern. Sedangkan modernitas adalah proses pergeseran sikap dan mentalitas

sebagai warga masyarakat untuk dapat hidup sesuai dengan tuntutan zaman (Bebe,

2018:348)

Pencarian identitas dan eksistensi etnis ataupun perpuakan di Indonesia

memiliki keterbukaan pada informasi melalui teknologi informasi yang sedang

mengemuka. Pengalaman membuktikan bahwa kemajuan (global dan modern)

telah menambah, merenggut, mengeruk, bahkan menggugat hal prinsip atau

esensial dari kearifan loal atau kebudayaan yang telah berurat akar. Karena itu

pembangunan manusia dengan berbasis-berparadigma budaya terancam cabut dari

akar-akarnya.

Dikatakan dewasa ini, fenomena yang tengah melanda generasi muda bangsa

adalah tantangan utuk melakukan filterasi terhadap dampak globalisasi. Globalisasi

membawa arus nilai budaya eksternal yang mencoba masuk kedalam khazana nilai

budaya ke-Indonesia. Kegiatan ini tentunya diharapkan bahwa melalui pagelaran

seni setidaknya para pelajar dan masyarakat umumnya mampu memahami jika

memang seni itu sebagai identitas bangsa Indonesia harus dipertahankan, salah

satunya dengan cara meningkatkan minat pemuda terhadap seni dan budaya. Selain

itu pula masyarakat Indonesia adalah merupakan masyarakat majemuk yang terdiri

dari berbagai suku, ras, dan kebudayaan yang dimiliki, untuk itu budaya dan seni

yang merupakan keanekaragaman budaya harus dimanfaatkan sebaik-baiknya.

Sebab di era globalisasi ilmu pengetahuan dan teknologi tentu akan dapat

22
mengancam pelestarian nilai-nilai seni budaya dan hal ini tidak dapat dipungkiri

akan terjadi jika tidak berusaha mempertahankan nilai-nilai seni kebudayaan.

Memperkuat identitas dan eksistensi budaya bangsa, jalan yang bisa

dilaksanakan adalah menanamkan keutamaan nilai-nilai kehidupan melalui

pendidikan formal dan nonformal, arena itu pendidikan pertama dan utama di

rumah (keluarga) harus dioptimalkan. Nilai-nilai keutamaan hidup yang wajib

ditanamkan untuk mengahadapi perkembangan global dan modern adalah “cinta

budaya, toleransi, kejujuran, integritas, mengahargai, menghormati, bersahabat,

bersaudara dalam perbedaan, dan persatuan”. Indonesia dibesarkan dari perbedaan

atau kebhinekaan (Bebe, 2018:349).

2.3 Masyarakat Adonara

Masyarakat Adonara merupakan salah satu komunitas masyarakat budaya

dalam rumpun etnis Lamaholot yang tersebar di wilayah politik Kabupaten Flores

Timur. Lamaholot terdiri dari dua suku kata yaitu lama dan holot. Kata lama

artinya kampong, suku atau desa. Kata holo(t) yang berarti sambung,lolos atau

selamat dari bencana, dan jika fenom “h” dihilangkan maka muncul kata “olot”

artinya merekat. Lamaholot artinya kampong, desa, suku, atau nusa yang sambung

menyambung menjadi satu kesatuan, yang lolos atau selamat dari suatu bencana,

yang melekat erat sebagai suatu kesatuan yang saling menjaga sesamanya sebagai

saudara sendiri (Bebe, 2018:53-55).

23
2.3.1 Keragaman etnis Adonara

Pendekatan untuk memahami keragaman etnis Adonara bisa dilihat dari

prespektif keragaman dalam etnis Lamaholot sebagai rumah besarnya. Menurut

Bebe (2018:70) Keberagaman etnis di kebudayaan Masyarakat Lamaholot

merupakan warisan. Keanekaragaman disebabkan oleh faktor sejarah, bencana

alam, peperangan, konflik internal dikeluarga, dan factor pekerjaan. Faktor-faktor

ini menyebabkan mereka berimigrasi dan berfusi membentuk satu kesatuan sosial

budaya. Karena itu suku bangsa masyrakat Adonara memiliki beraneka suku,

agama, ras, dan kebudayaan. Suku bangsa Lamaholot adalah orang yang sangat

terbuka dan menerima pendatang baru atau dunia luar, menyebabkan banyak suku

di Adonara. Selain itu juga masyarakat Lamaholot memiliki corak dan cara hidup

atau perilaku yang khas. Tidak jauh berbeda dengan Lamaholot secara umum,

keragaman etnis dalam masyarakat Adonara juga ditandai dengan beragamnya suku

atau komunitas kultural, agama, ras dan kebudayaan.

Adapun aspek lain yang turut mewarnai keanekaragaman etnis adalah sistim

kepercayaan dan ritualistik. Kepercayaan lokal yang dianut oleh masing-masing

suku dirutialisasikan dalam berbagai menajdi faktor legalitas suku. Legitimasi

upaya adat suku dibuat agar tidak tersisihkan dan tak tergantikan denga sistem lain.

Keaneragaman suku bangsa Adonara sudah terintegrasi atau rangkum dalam wadah

yang berwawasan nasional yakni “bhineka tunggal ika”.

2.4 Tarian Hedung

Menurut Bebe (2018:323) Tari Hedung adalah tarian tradisional sejenis tarian

perang masyarakat Adonara, Flores Timur, NTT. Tarian ini dibawakan oleh para

penari pria maupun wanita dengan menggunakan pakaian serta senjata perang

24
(parang dan tombak). Parang adalah simbol membela dan melindungi yg benar,

sedangkan Tombak adalah simbol tiang arasy sebagai penegak keadilan. Istilah adat

suku bangsa Lamaholot menyebutnya, Liko Lapak Jaga Gerian, Parang dan

Tombak adalah senjata yang digunakan oleh nenek moyang Orang Lamaholot

zaman dulu dalam perang tanding satu lawan satu parang digunakan untuk

memenggal kepala musuh dan tombak digunakan untuk menikam jantung musuh.

Kepala dan jantung sebagai sasaran agar musuh yang dibunuh tidak lama menderita

kesakitan. Pertunjukan tari tersebut, mereka (masyarakat Adonara) menari dengan

gerakan-gerakan yang menggambarkan jiwa kepahlawanan masyarakat Adonara di

medan perang. Hedung menjadi sebuah seni tari hendaknya membawa pesan sosial

bagi penikmat. Pesan sosial bertendensi resurjensi yaitu membangkitkan semangat

juang, daya tahan, pantang menyerah, persatuan, kebersamaan, dan kekeluargaan.

Pesan ini hendaknya dimaknai dan diwujudknyatakan dalam aspek kehidupan

lainya. Kini, Hedung tetap dilestarikan dalam bentuk tarian untuk mengenang dan

mewarisi keberanian para leluhur kepada generasi penerus masyarakat Lamaholot.

Dewasa ini, pertunjukan tarian Hedung tidak lagi berlangsung hanya ketika

terjadi perang tanding. Tetapi beberapa moment tarian hedung sudah dipertunjukan

sebagai bentuk hiburan rakyat. Misalnya ketika menjemput tamu agung, dan

menjadi tarian tahunan menyambut datangnya tahun baru serta ketika berlangsung

acara adat besar lainnya. Hal ini terjadi semenjak pemerintah mulai mengintervensi

kehidupan sosio-kultural masyarakat setempat, dalam banyak kasus,

kecenderungan pemerintah untuk turut terlibat terhadap persoalan-persoalan yang

terjadi dalam masyarakat, terutama yang sifatnya provokatif (berpotensi melahirkan

konflik) misalnya persoalan hak ulayat dan batas tanah (wilayah) menjadi sangat

25
besar. Dengan demikian solusi yang dipakai menjadi bervariatif demi menghindari

terjadinya pertumpahan darah. Pada masa inilah masyarakat Adonara mulai

meninggalkan tradisi perang tanding sebagai jalan keluar terhadap masalah hak

ulayat atau batas tanah.

Mengurangnya frekuensi perang tanding yang terjadi di Adonara, pada

akhirnya berdampak pula terhadap keberlangsungan hidup tarian hedung itu

sendiri. Mensiasati ketakutan punahnya tarian ini, maka masyarakat Adonara mulai

mencari cara untuk menjaga kelesatarian hedung, antara lain dengan menerapkan

cara-cara seperti menjemput tamu agung, dan menjadi tarian tahunan menyambut

datangnya tahun baru serta ketika berlangsung acara adat besar lainnya.

Perkembangan terakhir menunjukan bahwa telah terjadi tranformasi nilai dan

orientasi kulturalis dalam tubuh tarian Hedung. Nilai dan orientasi itu sendiri

sebenarnya dalam pemakanaan atau makna terian tersebut. Menurut keyakinan

masyarakat setempat (masyarakat Adonara), selain sebagai ungkapan

penghormatan terhadap tamu agung yang mengunjungi wilayah mereka, tarian

ini juga sebenarnya merupakan untaian doa permohonan dan syukur terhadap Rela

Wulan Tanah Ekan (panguasa langit dan bumi). Permohonan yang dimaksud adalah

permohonan atau permintaan agar diberikan berkat keselamatan dan kemenangan

bagi laskar adat atau suku ketika berlaga dimedan perang, dan pengertian syukur

itu sendiri merujuk pada syukur atas karunia kemenangan yang diperoleh.

Pengertian pergeseran nilai dan orientasi yang dimaksudkan kelompok

sebenarnya menitikberatkan pada konteks doa permohonan dan syukur sebagai

pemaknaan terhadap simbol dari masyarakat Adonara. Dewasa ini Hedung

dipahami sebagai tarian penghormatan terhadapa arwah leluhur yang mati atau

26
telah mengorbankan jiwa raganya ketika bertempur (perang tanding). Terkandung

syukur dan permohonan tetapi dalam konteks yang berbeda. Permohonan yang

dipahami saat ini adalah permohonan keselematan jiwa bagi leluhur tersebut, dan

syukur sendiri adalah syukur atas karunia dan berkat yang boleh diterima

masyarakat sepanjang perjalanan hidup masyarakat Adonara baik sebagai

komuninitas maupun sebagai individu.

2.4.1 Asal Mula Tari Hedung

Menurut sejarahnya, pada jaman dahulu di Adonara sering terjadi perang

tanding, baik antar suku maupun antar kampung. Sebelum berangkat menuju medan

perang, mereka berkumpul untuk melakukan tari Hedung dan ritual agar diberikan

keselamatan untuk mereka yang pergi ke medan perang. Hal ini juga dilakukan saat

mereka pulang dari medan perang, para penari menyambut para pahlawan dengan

tari Hedung. Nama hedung sendiri diambil dari kata Hedung, yang berarti menang.

Sehingga dapat diartikan bahwa tari Hedung merupakan tarian kemenangan.

2.4.2 Fungsi Dan Makna Tari Hedung

Seperti yang dikatakan di atas, Tarian Hedung ini awalnya merupakan tarian

tarian perang dan bagian dari ritual masyarakat Adonara dalam mengantar dan

menyambut para pahlawan dari medan perang. Namun seiring dengan

perkembangan zaman, fungsi tersebut telah berubah dan memiliki makna yang

berbeda. Kini tarian hedung dimaknai oleh masyarakat Adonara sebagai

penghormatan kepada para leluhur. Selain itu tarian ini juga untuk mengenalkan

dan mengingatkan kepada generasi muda akan tradisi, budaya dan jiwa

kepahlawanan leluhur mereka dulu.

27
2.4.3 Pertunjukan Tari Hedung

Pertunjukan Tarian Hedung ini dimainkan oleh penari pria maupun wanita.

Jumlah penari biasanya tidak menentu dan sesuai dengan kebutuhan. Jeis tarian ini

dibagi menjadi tiga jenis, yaitu Hedung Tubak Belo (menggambarkan perang

tanding), Hedung Hodi Kotek (menyambut para pahlawan yang pulang dari medan

perang) dan Hedung Megeneng (penyambutan tamu). Jenis Tarian Hedung ini

biasanya ditampilkan sesuai dengan fungsinya masing-masing. Pada umumnya

gerakan Tarian Hedung ini lebih mengarah pada tarian perang dengan memainkan

senjata sebagai properti menarinya.

2.4.4 Pengiring Tari Hedung

Pertunjukan Tarian Hedung ini penari juga diiringi dengan iringan musik

tradisional. Musik tradisional tersebut diantaranya seperti Gong bawa (gong

gendang), Gong Inang (gong induk), Gong Anang (gong anak atau

kecil), Keleneng, dan Gendang.

2.4.5 Kostum Tari Hedung

Kostum yang digunakan dalam pertunjukan Tarian Hedung biasanya

merupakan busana khusus. Kostum penari pria biasanya menggunakan Nowing

sedangkan penari wanita menggunakan Kewatek. Aksesoris terdiri dari Kelala ( ikat

pinggang), Senai (selendang) dan Kenobo (perhiasan kepala). Peralatan yang

digunakan untuk menari antara lain, Kenube (parang) Gala (tombak) dan Dopi

(perisai)

28
2.4.6 Perkembangan Tari Hedung

Perkembangan tarian Hedung sudah tidak digunakan sebagai tarian perang,

tetapi masih sering ditampilkan di berbagai acara seperti penyambutan tamu

penting, acara budaya dan berbagai acara adat. Berbagai variasi juga sering

dilakukan, namun tidak meninggalkan keasliannya. Hal ini dilakukan sebagai usaha

masyarakat Adonara dalam melestarikan dan memperkenalkan kepada masyarakat

luas serta generasi muda akan tradisi dan budaya mereka

2.5 Penelitian yang Relevan

Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini akan dicantumkan beberapa

penelitian relevan yang dilakukan oleh peneliti lain:

Tabel 2.1 Penelitian yang relevan

No Nama Thn/Judul Metode Hasil

1. Ashfarah skripsi pada Metode kualitatif Hasil penelitian yang diperoleh


Karina tahun 2014 dengan pendekatan menunjukkan bahwa:
Dewi dengan judul, dekskriptif. . 1) Tari Batik Jlamprang digunakan
“Tari Batik Pengumpulan data sebagai identitas budaya Kota
Jlampang dilakukan melalui Pekalongan agar kota tersebut
Sebagai observasi, dapat dikenal oleh masyarakat
Identitas wawancara, dan luas,
Budaya Kota dokumentasi. Data- 2) Tari Batik Jlampang
Pekalongan, data yang telah menggambarkan proses
Jawa Tengah dikumpulkan membatik motif Jlamprang,
dianalisis dengan 3) Upaya pemerintah Kota
menggunakan Pekalongan untuk melestarikan
analisis domain. tari Batik Jlamprang adalah
Keabsahan data dengan melakukan pelatihan,
diperoleh melalui lomba, dan festival tari Batik
triangulasi data. Jlamprang, dan,
4) Tanggapan masyarakat terhadap
keberadaan tari Batik Jlamprang
bersifat positif. Masyarakat dan
pemerintah kota berharap

29
No Nama Thn/Judul Metode Hasil
dengan adanya tari Batik
Jlamprang dapat
mempromosikan batik dan
identitas kota ke luar daerah.

2. Penina skripsi pada Metode yang Hasil penelitian yang diperoleh


Uring tahun 2015 digunakan adalah yaitu Tari perang (Kancet Pepatai)
Nama denga judul analisis Kualitatif merupakan identitas di mana tari
“Makna deskriptif. Penelitian Kancet Pepatai menggunaan tanda-
Simbolik Seni ini adalah penelitian tanda untuk menampilkan ulang
Tari Perang yang bermaksud sesuatu yang diserap, diindra,
(Kancet memahami fenomena dibayangkan, atau dirasakan dalam
Pepatai) tentang apa yang bentuk fisik. Tari Kancet Pepatai juga
Sebagai dialami oleh subjek salah satu praktek penting yang
Identitas penelitian, pada suatu memproduksi kebudayaan,
Dayak Kenyah konteks khusus yang kebudayaan merupakan konsep yang
Di Desa ilmiah dan dengan sangat penting. Tari perang ini
Pampang memanfaatkan merupakan kejantanan dan
Samarinda berbagai metode keperkasaan pria dalam sebuah
ilmiah sejarah Tari peperangan antara pahlawan Dayak
Perang. Sumber data Kenyah dan musuhnya. Bagi
dan pengumpulan data masyarakat Dayak Tari Perang
dalam penelitian ini merupakan representasi identitas
menggunakan data sosial budaya Dayak khususnya
primer dan wawancara Dayak Kenyah. Di mana identitas
yang diperoleh secara sosial budaya tersebut memiliki
langsung melalui makna simbolik. Simbol Tari Perang
narasumber yang (Kancet Pepatai) adalah kejantanan,
diwawancarai keperkasaan seseorang lelaki yang
berkompeten dalam bertempur dalam peperangan, di
memberi informasi mana ia harus mempertahankan
mengenai simbol wilayahnya dan tidak ingin
dalam Tari Perang wilayahnya dikuasai oleh negara lain.
baik di dalam proses
pentas tari maupun di
luar pentas.

3. Rytma skripsi pada Penelitian ini Hasil penelitian ini sebagai berikut:
Sindara tahun 2013 menggunakan 1) Tari Kretek diciptakan dengan tujuan
dengan judul:” pendekatan kualitatif. agar Kabupaten Kudus memiliki
Tari Kretek Subjek penelitian ini suatu identitas yang menggambarkan
Sebagai Tari adalah Pencipta tari budaya masyarakat dimana

30
No Nama Thn/Judul Metode Hasil

Identitas Kretek, Sekertaris Kabupaten Kudus dikenal sebagai


Budaya Dinas dan Kepala kota produksi rokok dan Kota Wali.
Kabupaten Seksi Kebudayaan 2) Keberadaan tari Kretek sebagai
Kudus Jawa Dinas Pariwisata, identitas daerah terlihat dengan
Tengah Penari Kretek, dan adanya berbagai unsur yang
Masyarakat Kabupaten menggambarkan ciri khas budaya
Kudus. Pengumpulan Kabupaten Kudus sebagai penghasil
data dilakukan melalui rokok dan Kota Wali.
observasi, wawancara, 3) Makna yang terkandung dalam tari
dan dokumentasi. Kretek terdapat pada gerak yang
Analisis data menggambarkan proses pembuatan
dilakukan secara rokok, busana dan aksesoris yang
deskriptif kualitatif. tidak terlepas dari keberadaan Wali
Untuk memperoleh di Kabupaten Kudus.
data yang lebih akurat 4) Tanggapan masyarakat terhadap tari
dilakukan dengan cara Kretek yang telah mengalami
triangulasi data. perkembangan tidak mengurangi
makna dalam tari tersebut.
Masyarakat tetap menghargai tari
Kretek sebagai budaya daerah yang
telah mengangkat kehidupan
masyarakat Kudus sebagai pekerja
rokok.

2.6 Kerangka Berpikir

Tarian Hedung merupakan tarian tradisional dalam budaya masyarakat

Adonara. Tarian ini merupakan tari perang yang dulunya dibawakan untuk

meyambut para pahlawan yang pulang dari medan perang. Tarian ini

melambangkan nilai-nilai kepahlawanan dan semangat juang yang tak kenal

menyarah. Tarian Hedung ini dalam pertunjukanya juga dimainkan oleh para

penari pria maupun wanita dan untuk jumlahnya tidak menentu dan juga sesuai

dengan kebutuhan.

Keberdaan tarian satu ini juga sangat dipengaruhi oleh perubahan

zaman/modernisasi di lingkungan masyarakat yang bersangkutan. Modernisasi

yang tengah melanda kehidupan masyarakat Adonara saat ini merupakan sebuah

proses perubahan yang belom selesai. Perubahan cara hidup dari yang tradisional

31
kearah modern juga berimbas pada tarian tradisional yang satu ini. Keberadaan

tarian Hedung saat ini semakin dilupakan akan bagaimana tarian ini membentuk

identitas dari masyarakat tersebut. Tarian tradisional di anggap tidak praktis, tidak

efektif, bertele-tele dan kuno, bahkan tidak relevan dengan zaman, sehingga

menjadikan lunturnya kebudayaan yang satu ini.

Berikut ini kerangka pemikiran yang dirumuskan penulis:

Kebudayaan

Tarian Hedung

Modernisasi Lunturnya Tarian Hedung

Identitas Budaya

Masyarakat Adonara

Bagan 2.1 Kerangka Berpikir

32

Anda mungkin juga menyukai