Anda di halaman 1dari 6

JURNAL WIDYA CITRA

VOL 2, NOMOR 2, SEPTEMBER 2021

EKSKAVASI DALAM KACA MATA MANAJEMEN SUMBER DAYA


BUDAYA

Yuni Rahmawati
ryuni0606@gmail.com
BPCB Provinsi Banten

Artikel info

Keywords: Abstrak. Ekskavasi sering kali dianggap sebagai hal yang


Ekskavasi, Artefak, Interpretasi utama dalam arkeologi. Namun sayangnya, tanpa disadari
sering kali ekskavasi dilakukan tanpa peduli apakah hasil
temuannya dilestarikan dan dimanfaatkan dengan baik untuk
kepentingan masyarakat atau tidak. Pada beberapa kasus,
pelaku ekskavasi abai pada hal-hal yang sebenarnya
fundamental, seperti interpretasi mendalam hasil ekskavasi,
pemeliharaan dan tempat penyimpanan temuan ekskavasi
yang layak serta publikasi hasil ekskavasi. Jika hal-hal
fundamental tersebut belum bisa dilaksanakan dengan baik,
lalu mengapa dipaksakan untuk tetap melakukan ekskavasi?

Abstract. Excavation is often considered a major feature of


archeology. But unfortunately, excavation is often carried
out without caring whether the artifacs are preserved and
properly utilized or not. In some cases, excavators ignore
fundamental aspecs, such as in-depth interpretation of
excavation results, proper maintenance and storage of
excavated artifacts and publication of excavation results. If
these fundamental aspecs cannot be carried out properly, then
why insist on doing excavations?

Coresponden author:
Email: ryuni0606@gmail.com

Pendahuluan aktivitas, alam dan manusia setelah


terdepositkan.1
Ekskavasi merupakan salah satu teknik Secara tidak sadar muncul stigma
pengumpulan data melalui penggalian bahwa ekskavasi adalah hal yang utama
tanah yang dilakukan secara sistematik dalam arkeologi. Pada bagian pendahuluan
untuk menemukan suatu atau himpunan teksbooks tentang arkeologi, ekskavasi
tinggalan arkeologi dalam situasi in situ. selalu mendapatkan perhatian yang lebih.
Dengan ekskavasi diharapkan akan Efeknya, ekskavasi seolah menjadi sebuah
diperoleh keterangan mengenai bentuk keharusan dalam arkeologi. Seperti yang
temuan, hubungan antar temuan, hubungan diungkapkan oleh Nietzsche dalam
stratigrafis, hubungan kronologis, tingkah
laku manusia pendukungnya serta 1
Dikutip dari buku Motode Penelitian Arkeologi,
hal.31, Puslit Arkenas, 2008.

Jurnal Widya Citra | 22


23| Jurnal Widya Citra

Untimely meditation bahwa sense is a terkandung di dalamnya. Padahal di setiap


disesse of history…that digging is artefak hasil temuan yang bersifat tangible
pathology of archeology. Namun terdapat aspek intangible yang terkandung
sayangnya, pada beberapa kasus pelaku didalamnya. Seperti juga apa yang
ekskavasi abai pada hal-hal yang dinyatakan oleh Edi Sedyawati (2003)
sebenarnya fundamental. bahwa benda budaya setidak-tidaknya
Dalam tulisan Excavation as memiliki dua dari sejumlah aspek
Theater, Tilley menyebutkan bahwa saat intangible yang melekat padanya, yaitu
ini banyak dilakukan ekskavasi konsep mengenai benda itu sendiri,
penyelamatan termasuk dalam pengelolaan perlambangan yang diwujudkan melalui
sumber daya budaya dengan alasan bahwa benda itu, kebermaknaan dalam kaitan
bukti-bukti jejak masa lalu jumlahnya dengan fungsi atau kegunaannya, isi pesan
masih sangat kurang ditambah dengan yang terkandung di dalamnnya khususnya
adanya ancaman kerusakan terhadap Cagar apabila terdapat tulisan padanya, teknologi
Budaya akibat pembangunan. Sebenarnya untuk membuatnya, dan pola tingkah laku
alasan dilakukannya ekskavasi karena yang terkait dengannya. Jadi, apa yang
kurangnya bukti jejak masa lalu kurang intangible itulah yang harus disampaikan
tepat. Cornelius J Holtorf dalam tulisannya kepada masyarakat dan harus pula
Is The Past a Non-Renewable Resource? ditekankan semua itu merupakan bagian
Menyatakan bahwa dari tahun ke tahun dari identitas bangsa kita (Ramelan, 2012,
jumlah Cagar Budaya yang teregistrasi p. 2).
selalu mengalami peningkatan. Data yang Demikian pula yang terjadi saat
diajukan Holtrof berbunyi bahwa pada dilakukan ekskavasi penyelamatan. Tujuan
tahun 1995 Inggris memiliki lebih dari akhirnya hanya penyelamatan semata. Di
657. 000 situs arkeologi yang teregistrasi – Amerika, undang-undang mengharuskan
angka ini naik 117 % dari tahun 1983 – bahwa di setiap lahan federal yang di
dan situs dan monumen mencapai lebih atasnya akan didirikan bangunan, harus
dari 1 juta di akhir millennium ini.2 diteliti lebih dahulu oleh ahli arkeologi
profesional, sehingga seandainya di
Tanpa disadari sering kali ekskavasi terus dalamnya terdapat temuan, maka tinggalan
dilakukan, tanpa peduli apakah hasil arkeologi itu dengan segera dapat
temuannya dilestarikan dan dimanfaatkan diselamatkan (McGimsey III dan davis,
dengan baik untuk kepentingan masyarakat 1984).3 Hal tersebut terjadi juga di
atau tidak. Menggali tanah, Indonesia. Setiap kali ada rencana
mengumpulkan artefak, tanpa pembangunan di area yang diduga
menginterpretasikan secara mendalam mengandung Objek Diduga Cagar Budaya
makna yang terkandung dalam artefaknya. (ODCB) selalu dilakukan ekskavasi untuk
Apa yang terjadi saat ini, termasuk menyelamatkan tinggalan bersejarah yang
di Indonesia, seolah-olah bahwa tujuan terkandung di dalamnya. Namun,
akhir dari sebuah ekskavasi adalah sayangnya sering kali kegiatan hanya
penemuan artefak. Tim melakukan berakhir di situ. Tidak ada interpretasi data
ekskavasi beberapa hari, mencari artefak, mendalam, tidak juga ada pemeliharaan
melakukan deskripsi sederhana, lalu yang semestinya. Lalu benarkah ekskavasi
mencari lokasi baru untuk ekskavasi tersebut layak disebut sebagai ekskavasi
selanjutnya. Demikian berlanjut secara penyelamatan kalau nyatanya artefak hasil
terus menerus, tanpa menggali makna yang ekskavasi tidak terselamatkan bahkan
2 3
Dikutip dari Holtrof, Cornelius J. 2008. Is the Past Magetsari, Noerhadi. 2016. Peranan Penerbitan
a Non-renwable Resource?, The Heritage Reader. dalam Penelitian Arkeologi, dalam Buku Perspektig
New York: Routledge Arkeologi Masa kini. Jakarta : Kompas.
24| Jurnal Widya Citra

rusak karena tidak adanya pemeliharaan buku panduan tentang teknik ekskavasi,
yang semestinya? Bukankah R. Soekmono penerbitan hasil ekskavasi merupakan
pernah berkata : “jangan kalian menggali suatu keharusan. 6
tanpa memikirkan pemeliharaannya” 4 Tilley menyatakan bahwa sejak
Tentunya kita bisa sama-sama berharap peralihan abad, terutama di Eropa, banyak
tidak akan lagi ada program kegiatan ekskavasi yang dilakukan tanpa adanya
ekskavasi yang tidak dilengkapi dengan publikasi. Memang ada beberapa
program pemeliharaannya (konservasi). ekskavasi yang dipublikasikan secara luas
Sebenarnya ekskavasi sah-sah saja seluruhnya atau sebagian namun
dilakukan jika dalam kondisi dimana jumlahnya sangat sedikit dibandingkan
ekskavasi adalah satu-satunya jalan untuk dengan ekskavasi dengan publikasi.
melakukan penyelamatan atau Bagaimana dengan Indonesia?
pengembangan Cagar Budaya. Misalnya Di Indonesia sudah sangat banyak
kegiatan ekskavasi yang dilakukan untuk kegiatan ekskavasi yang dilakukan oleh
mengetahui struktur, bahan, dan kondisi lembaga-lembaga negara. Namun berapa
pondasi pada sebuah Bangunan Cagar banyak yang informasinya dapat
Budaya sebagai kegiatan pendahuluan masyarakat akses dengan mudah. Bahkan
sebelum dilakukannya renovasi terhadap terkadang, sesama peneliti saja kesulitan
bangunan tersebut. Ekskavasi dilakukan untuk mengakses hasil dari kegiatan
untuk mengetahui kekuatan pondasi ekskavasi. Hasilnya pernah beberapa kali
bangunan apakah mampu menahan beban terjadi dua ekskavasi di lokasi yang percis
jika dilakukan penambahan beban pada sama.
bangunan.5 Surat dari Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan No.34247/A.A5/TU/2016
Publikasi Hasil Ekskavasi Tanggal 5 Agustus 2016 tentang Surat
Perlu kita ingat bahwa pada Edaran Wajib Serah Simpan Karya Cetak
hakikatnya sebuah penggalian merupakan dan Karya Rekam (Terbitan/Publikasi)
penghancuran situs arkeologi. Akibatnya menyatakan bahwa setiap
apabila sebuah ekskavasi tidak dilaporkan terbitan/publikasi* yang dihasilkan setiap
secara lengkap dan kemudian unit kerja di lingkungan Kemendikbud
dipresentasikan dalam bentuk penerbitan, wajib diserahkan sebanyak enam
maka situs tersebut juga akan lenyap untuk eksemplar, masing-masing untuk :7
selama-lamanya. Keadaan ini akan 1. Perpustakaan Nasional RI,
menjadi bertambah parah apabila hasil sebanyak dua eksemplar;
temuan ekskavasi tidak disimpan dan 2. Badan Perpustakaan dan Arsip
dipelihara sebagaimana mestinya, sehingga Daerah Provinsi masing-masing
kehilangan nilai sebagai archeological kedudukan unit kerja, sebanyak
record. Dampak yang paling buruk dari satu eksemplar;
keadaan itu adalah bahwa kita akan 3. Subbagian Perpustakaan, Biro
kehilangan sarana untuk berkomunikasi Komunikasi dan Layanan
dengan masa lalu. Ditinjau dari sudut masyarakat (BKLM), Sekretariat
pandang ini, menjadi jelas bahwa
penerbitan hasil ekskavasi sama
pentingnya dengan ekskavasi itu sendiri. 6
Magetsari, Noerhadi. 2016. Peranan Penerbitan
Bahkan menurut Philip barker, penulis dalam Penelitian Arkeologi, dalam Buku Perspektig
Arkeologi Masa kini. Jakarta : Kompas.
4 7
Disampaikan Wiwin Djuwita Ramelan saat Surat dari Kementerian Pendidikan dan
perkuliahan Pengantar Arkeologi 2016 Kebudayaan No.34247/A.A5/TU/2016 Tanggal 5
5
Laporan Hasil Kegiatan Ekskavasi Penelusuran Agustus 2016 tentang Surat Edaran Wajib Serah
Pondasi Gereja Santa Maria De Fatima, 2016, BPCB Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam
Banten. (Terbitan/Publikasi)
25| Jurnal Widya Citra

Jenderal Kemendikbud, sebanyak dengan baik sehingga rentan hilang dan


satu eksemplar dan softcopy; tidak teranalisis.
4. Perpustakaan di masing-masing Masalah museum yang over-
unit kerja, sebanyak dua eksemplar flowing terjadi di hampir semua museum
dan softcopy. di Indonesia. Sebut saja museum X, dari
*Terbitan/publikasi bisa berupa : sekitar dua ribuan koleksi yang ada hanya
himpunan produk hukum, 378 koleksi yang mampu didisplay di
pedoman, standar, petunjuk ruang pamer, sisanya tersimpan di gudang
pelaksanaan, petunjuk teknis, karya penyimpanan dengan kondisi yang kurang
ilmiah, hasil layak. Jikapun semua koleksi hasil
symposium/seminar/workshop/loka ekskavasi didisplay di museum tentu akan
karya, materi diklat, hasil memberikan efek yang membosankan bagi
penelitian/survey, dll pengunjung, seperti yang dinyatakan oleh
Tilley “the effects of many museum display
Laporan Hasil Kegiatan Ekskavasi and archeological practicesappear to be
Hasil kegiatan ekskavasi biasanya the opposite to those intended. They either
direkam dalam bentuk laporan hasil bore the public, turned into passive
kegiatan. Keterangan hasil temuan, gambar spectators of a supplied image, and/or
temuan dengan ukurannya, foto lengkap trivialize the past and the pactice of
dengan skalanya, dan list detail tentang archeology by making it desperately
temuan adalah standar suatu laporan familiar”8 Idealnya, sebelum melakukan
ekskavasi. Namun agaknya standar ini ekskavasi harus sudah ditentukan tempat
harus didekonstruksi karena seharusnya penyimpanan dan pemeliharaan temuan
laporan ekskavasi mengandung kajian (artefak) hasil ekskavasi. Menyiapkan
interpretatif dari hasil temuan. Maka tempat penyimpanan hasil temuan yang
seharusnya ekskavasi dipahami sebagai layak dan keikutsertaan konservator dalam
kegiatan untuk menginterpretasi aktivitas kegiatan ekskavasi adalah sebuah
masa lalu bukan hanya sekedar keharusan.
pengumpulan data dan deskripsi visual.
Hasil interpretasi tersebut dihasilkan dan Pendekatan Integratif Dalam Sebuah
disebarluaskan. Kegiatan Ekskavasi
Pentingnya sebuah ekskavasi Sudah disinggung di bagian
sebagai aktivitas interpretasi (thought in sebelumnya bahwa sering kali ekskavasi
action). Laporan hasil kegiatan ekskavasi penelamatan hanya berakhir pada tujuan
seharusnya bukan hanya berisi tentang penyelamatan artefak secara fisik, tanpa
pemahaman sendiri, namun juga menginterpretasikan makna-makna
menjawab pertanyaan-pertanyaan “apa” , intangible yang terkandung didalamnya
“kenapa”, “bagaimana” dan “apa secara mendalam. Di Indonesia berapa
hubungannya dengan yang lain” banyak situs yang sudah diekskavasi? Tak
terhitung oleh jari. Menarik tentunya jika
Temuan Ekskavasi diadakan publikasi excavated site untuk
Tidak benar jika dikatakan bahwa masyarakat umum. Tentunya publikasi
tinggalan budaya kita jumlahnya terbatas. dikemas semenarik mungkin dengan data
Di Indonesia, banyak museum dan ruang dan history yang telah berhasil digali
penyimpanan sudah over-flowing. dengan baik. Ada pertunjukan teater
Sebagian besar museum sudah tidak
8
sanggup menampung koleksi karena Dikutip dari dari Tilley, Christoper. 1988.
jumlahnya yang terlalu banyak. Beberapa Excavation as Theatre .The Heritage Reader. New
diantaranya bahkan tidak terkatalog York: Routledge
26| Jurnal Widya Citra

menarik tentang sejarah masa lalu situs real story masa lalu. Yang dibutuhkan
yang dihubungkan dengan masa kini; ada masyarakat adalah hubungan hasil temuan
pameran hasil temuan yang telah melalui ekskavasi dengan kondisi masyarakat masa
proses konservasi dan dilengkapi dengan kini. Nilai apa yang bisa dimunculkan
deskripsi kekinian; atau hal lainnya yang yang ada kaitannya dengan masyarakat
bisa disajikan untuk masyarakat. Tidak masa kini. Hal inilah yang harus disadari
mudah memang, tapi tentu saja kita harus oleh para arkeolog bahwa masyarakat
optimis kalau kita bisa memberikan yang butuh sesuatu yang „kekinian‟. Selain itu,
terbaik, sesuatu yang benar-benar dalam melakukan kegiatan ekskavasi tentu
diperlukan masyarakat. Bukankah undang- juga harus memperhatikan masyarakat
undang mengamanatkan bahwa Cagar lokal dan pemerintah tempat ekskavasi
Budaya dilestarikan dan dikelola dalam dilakukan. Hal ini berkaitan dengan juga
rangka memajukan kebudayaan nasional dengan perizinan penelitian yang juga
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat? diatur dalam pasal 26 Undang-Undang No.
Alternatif pilihan lainnya adalah 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya.
analisis data koleksi museum. Seperti yang Bahwa penelitian harus memperhatikan
telah disebutkan di atas bahwa museum tetap memperhatikan hak kepemilikan
sudah mengalami over-flowing. Beberapa dan/atau penguasaan lokasi serta memiliki
museum sudah tidak sanggup menampung izin dari pemerintah atau pemerintah
koleksi karena jumlahnya yang terlalu daerah.
banyak. Sangat positif jika kita
mengalihkan kegiatan ekskavasi pada Pasal 26
kegiatan analisis koleksi museum dan (3) Pencarian sebagaimana dimaksud pada
bahkan analisis terhadap Benda Cagar ayat (1) dan ayat (2) hanya dapat
Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dilakukan melalui penelitian dengan
Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar tetap memperhatikan hak kepemilikan
Budaya, dan/atau Kawasan Cagar Budaya dan/atau penguasaan lokasi.
lainnya yang sudah jelas ada di atas (4) Setiap orang dilarang melakukan
permukaan tanah yang masih sangat pencarian Cagar Budaya atau yang
membutuhkan penelitian lanjutan. diduga Cagar Budaya dengan
Ketikapun ekskavasi harus tetap penggalian, penyelaman, dan/atau
dilakukan harus dilakukan pengembangan pengangkatan di darat dan/atau di air
explanatory frameworks. Kerangka kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
ekskavasi harus dikembangkan, kecuali dengan izin Pemerintah atau
perencanaan yang baik termasuk Pemerintah Daerah sesuai dengan
perencanaan pemeliharaannya dan tempat kewenangannya.
penyimpanannya harus dipikirkan,
pelaksanaan yang detail dan teliti. Laporan Tujuan ekskavasi bukan semata-
hasil kegiatan yang rinci lengkap dengan mata untuk mengumpulkan tinggalan masa
analisis serta interpratasi dan dihubungkan lalu tanpa interpretasi mendalam.
dengan masa sekarang, serta pendekatan Ekskavasi yang baik idealnya juga
integratif yang telah dibahas sebelumnya. berfungsi untuk mencari identitas dan
kebersamaan (sameness) suatu masyarakat
Hubungan Ekskavasi Dengan (bangsa) yang sebenarnya seringkali dicari
Masyarakat oleh masyarakat. Di sinilah pentingnya
Proses ekskavasi bagaimanapun suatu interpretasi mendalam tentang
harus memperhatikan keinginan dan temuan hasil ekskavasi. Bagaimana
kepentingan masyarakat saat ini. Harus tinggalan masa lalu bisa digali untuk
disadarai bahwa masyarakat pada dasarnya menatap masa depan. Seperti apa yang
tidak melulu melihat ekskavasi sebagai dituliskan oleh Noerhadi Magetsari dalam
27| Jurnal Widya Citra

tulisannya yang berjudul “Nilai


Kebudayaan Lama Menatap Masa Depan” Undang-Undang RI No. 11 Tahun 2010
bahwa ada hubungan antara nilai lama dan Tentang Cagar Budaya.
masa depan. Di sinilah peranan ilmu
arkeologi untuk mengungkapkan identitas Wiwin Djuwita Ramelan. 2012.
masa depan yang bersumber dari masa Permasalahan Pengelolaan Cagar
lalu. 9 Budaya dan Kajian Manajemen
Jadi, jika tanpa interpretasi Sumber Daya Arkeologi
mendalam, jika tanpa pemeliharaan hasil
temuan, jika tanpa informasi yang
disebarluaskan, jika tanpa kebermanfaatan
untuk pelestarian, untuk apa ekskavasi
terus dilakukan ?

DaftarPustaka
Magetsari, Noerhadi. 2016. Perspektif
Arkeologi masa Kini. Jakata :
Kompas.

Pusat Penelitian dan Pengembangan


Arkeologi Nasional. 2008. Metode
Penelitian Arkeologi. Jakarta :
Departemen Kebudayaan dan
Pariwisata.

Surat dari Kementerian Pendidikan dan


Kebudayaan
No.34247/A.A5/TU/2016 Tanggal
5 Agustus 2016 tentang Surat
Edaran Wajib Serah Simpan Karya
Cetak dan Karya Rekam
(Terbitan/Publikasi).

Tilley, Christoper. 1988. Excavation as


Theatre .The Heritage Reader. New
York: Routledge

Tim BPCB Banten. 2016. Laporan Hasil


Kegiatan Ekskavasi Penelusuran
Pondasi Gereja Santa Maria De
Fatima. Serang : BPCB Banten.

Tiller, Christopher. 2008. Excavation as


Theatre. The Heritage Reader.
New York: Routledge.

9
Magetsari, Noerhadi. 2016. Perspektif
Arkeologi masa Kini. Jakata :
Kompas.

Anda mungkin juga menyukai