Anda di halaman 1dari 1

MEMIKIRKAN KEMBALI ETNOARKEOLOG

Istilah etnoarkeologi sendiri pertama kali di ajukan oleh jesse fewkes, seorang arkeolog yang banyak
meneliti tentang tradisi tusayan, salah satu komunitas Indian-Amerika. Fewkes ini sendiri
menyebutkan “ethno-archaeologist” sebagai ahli arkeologi yang mempelajari kehidupan masyarakat
tradisional sebagai persiapan untuk meneliti dan memahami ‘masyarakat prasejarah’ yang sedang ia
kaji tinggalan-tinggalannya (David dan Kramer, 2001). Sebenarnya, upaya untuk memahami dan
menafsirkan budaya yang sudah punah (arkeologis) dengan menggunakan bandingan budaya
masyarakat masa kini (data etnografis) sudah lama diterapkan sebelum munculnya istilah
etnoarkeologi.
Ahli lainnya Schiffer (1978) menyatakan “etnoarkeologi adalah kajian tentang budaya bendawi dalam
sistem budaya yang masih ada untuk mendapatkan informasi, khusus maupun umum, yang dapat
berguna bagi penelitian arkeologi”. Etnoarkeologi menelisik hubungan antara tindakan manusia dan
budaya bendawi di masa kini untuk menyediakan prinsip-prinsip yang dibutuhkan dalam kajian
tentang masa lampau.
Awalnya para arkeolog lebih banyak menggunakan Dulunya para ahli arkeologi lebih banyak
menggunakan data etnografi yang diperoleh dari etnografer, hanya saja sejak tahun 1940-an para ahli
arkeologi mulai merasa tidak puas. Hal ini disebabkan adanya ketertarikan para arkeolog yang tidak
dibahas oleh etnograf, sehingga para arkeolog mulai terdorong untuk melakukan pengamatan dan
mendapatkan data etnografnya sendiri.
Di Indonesia sendiri, etnoarkeologi memiliki peran yang cukup besar dalam penyelesaian masalah
arkeologi, namun nyatanya etnoarkeologi ini belum dipahami secara benar. Dari hasil penelitian pada
tahun 1986 contohnya, terdapat kesalahan dan kerancuan. Bahkan sampai saat ini kebingungan masih
berlanjut dalam lingkup etnografi dan etnoarkeologi. Oleh karenanya dalam evaluasi etnoarkeologi
yang lebih 20 tahun membuat perlunya pemikiran ulang mengenai kajian etnoarkeologi.
Kajian etnoarkeologi dibagi menjadi tiga kelompok. Pertama, disebutkan kajian etnografi yang secara
informal memberikan informasi kepada ahli arkeologi. Disebut etnoarkeologi informal kalau
pengamatan etnografi dilakukan hanya sekilas saja tetapi dimaksudkan untuk kepentingan arkeologi.
Kedua, etnoarkeologi yang mengkaji secara khusus salah satu aspek tertentu dari budaya yang masih
hidup, misalnya matapencaharian, teknologi, atau religi. Ketiga, etnoarkeologi yang menelaah secara
mendalam seluruh budaya masyarakat yang masih hidup sebagai konteks penciptaan budaya bendawi.
Etnoarkeologi sendiri di indonesia masih belum mendapat kepedulian yang layak, dalam kancah
arkeologi dunia.

Anda mungkin juga menyukai