Anda di halaman 1dari 8

Ciri Khas Metode Penelitian Lapangan Etnografi

Dosen Pengampu : Sofia Hayati, M. Ag.

Disusun Oleh:
Fenti Nur Ismi (1830301028)
Frisa Andini (1830301029)
Gustyn Ningrum (1830301030)

JURUSAN STUDI AGAMA-AGAMA


FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
2021
PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN KOMUNIKASI KUALITATIF: ETNOGRAFI


Apa itu Etnografi?
Margaret Mead berkata, “Anthropology as a science is entirely dependent upon field
work records made bay individuals within living societies.” (Antropologi sebagai sebuah
ilmu pengetahuan secara keseluruhan tergantung pada laporan-laporan kajian lapangan yang
dilakukan individu-individu dalam masyarakat-masyarakat yang nyata hidup).
Jadi dapat saya simpulkan dari definisi tersebut bahwa belajar antropologi berarti belajar
tentang jantung dari ilmu antropologi, khususnya antropologi sosial. Ciri-ciri khas dari
metode penelitian lapangan etnografi ini adalah sifatnya yang holistik-integratif, thick
description, dan analisis kualitatif dalam rangka native’s point of view. Teknik pengumpulan
data yang utama adalah observasi-partisipan dan wawancara terbuka dan mendalam, yang
dilakukan dalam jangka waktu yang relatif lama, bukan kunjungan singkat dengan daftar
pertanyaan yang terstruktur seperti pada penelitian survey.

Bagaimana sejarah Etnografi?


Asal mula etnografi
Etnografi berkaitan dengan asal-usul ilmu antropologi. Antropologi, sebagai sebuah
disiplin ilmu, baru lahir pada paruh kedua abad ke-20, dengan tokoh-tokoh utama seperti E.B
Taylor, J. Frazer dan L.H Morgan. Usaha besar mereka adalah dalam menerapkan teori
evolusi biologi terhadap bahan-bahan tulisan tentang berbagai suku bangsa di dunia yang
dikumpulkan oleh para musafir penyebar agam Kristen, pegawai pemerintah kolonial dan
penjelajah alam.
Dengan bahasan terhadap tulisan-tulisan tersebut mereka berusaha untuk membangun
tingkat-tingkat perkembangan evolusi budaya manusia dari masa manusia mula muncul ke
muka bumi sampai ke masa terkini. Menjelang kahir abad ke-19, muncul pandangan baru
dalam ilmu antropologi. Kerangka evolusi masyarakat dan budaya yang disusun oleh para
ahli teori terdahulu kini dipandang tidak realistik, tidak didukung dengan bukti yang nyata.
Dari sini kemudian muncul pemikiran baru bahwa seorang antropolog harus melihat sendiri
kelompok masyarakat yang menjadi objek kajiannya, jika dia ingin mendapatkan teori yang
lebih mantap. Inilah asal mula pemikiran tentang perlunya kajian lapangan etnografi dalam
antropologi.
Teknik etnografi utama pada masa awal ini adalah wawancara yang panjang, berkali-kali,
dengan beberapa informan kunci, yaitu orang-orang tua dalam masyarakat tersebut yang kaya
dengan cerita tentang masa lampau, tentang kehidupan yang “nyaman” pada suatu masa
dahulu. Orientasi teoritis para peneliti terutama berkaitan dengan perubahan sosial dan
kebudayaan. Pendeknya, tipe penelitian etnografi pada masa awal ini adalah “informan
oriented”, karena tujuannya adalah untuk mendapatkan gambaran masa lalu masyarakat
tersebut.
Etnografi Modern
Metode etnografi modern baru muncul pada dasawarsa 1915-1925, dipelopori oleh
dua ahli antropologi sosial Inggris, A.R. Radcliffe-Brown dan B, Malinowski. Ciri penting
yang membedak mereka dari para etnografi awal adalah bahwa mereka tidak terlalu
memandang penting hal-ihwal yang berhubungan dengan sejarah kebudayaan suatu
kelompok masyarakat. Perhatian utama mereka adalah adalah pada kehidupan masa kini yang
sedang dijalani oleh anggota masyarakat, yaitu tentang way of life masyarakat tersebut.
Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, sang peneliti tidak cukup hanya melakukan interview
dengan beberapa informasn tua, seperti yang dilakukan oleh para etnografi awal, tapi yang
lebih penting adalah melakukan observasi sambil berpatisipasi dalam kehidupan masyarakat
tersebut.
Kata etnogari berasal dari bahasa Yunani, berarti sebuah deskripsi mengenai orang-
orang atau, secara harfiah, “penulisan budaya” (Atkinson, 1992). Dalam perspektif keilmuan,
tipe penelitian etnografi menurut Ember (1990) mengemukakan bahwa etnografi adalah salah
satu tipe penelitian antropologi budaya. Hal serupa dinyatakan oleh Neuman (2002), yaitu
bahwa etnografi muncul cari antropologi budaya. Istilah etnografi berasal dari kata Ethnos
(bangsa) berarti orang atau folk, sementara Graphein (menguraikan) mengacu pada
penggambaran sesuatu. Oleh karena itu etnografi merupakan penggambaran suatu budaya
atau cara hidup orang-orang dalam komunitas tertentu. Etnografi adalah usaha untuk
menjelaskan suatu budaya atau suatu aspek dari budaya. Secara lebih khusus, etnografi
berusaha memahami tingkah laku manusia ketika mereka berinteraksi dengan sesamanya di
suatu komunitas. Singkatnya, etnografi berusaha memahami budaya atau aspek budaya
melalui serangkaian pengamatan dan interpretasi perilaku manusia, yang berinteraksi dengan
manusia lain.
Sarantakos (1993) mengemukakan bahwa budaya merupakan konsep sentral dari etnografi.
Budaya dipelajari sebagai sebuah kesatuan. Entitas budaya adalah sistem yang digunakan
bersama oleh komunitas. Para anggota budaya ini mempelajari unsur-unsur dan
konfigurasinya melalui interaksi, serta dengan cara hidup dalam budaya lain. Guna mencapai
hal itu, kerja etnografer tidak dapat dilakukan di tataran permukaan, ia perlu melakukan in-
dept studies. Cara ini menjadi jaminan kedalaman informasi yang diperoleh peneliti,
sekaligus kedalaman penghayatan atas pengalaman budaya yang dimiliki subjek penelitian.

Bagaimana Cara penerapan penelitian etnografi?


Etnografi yang akarnya antropologi pada dasarnya adalah kegiatan penelitian untuk
memahami cara orang-orang berinteraksi dan bekerja sama melalui fenomena teramati
kehidupan sehari-hari (Symon dan Casell, 1998). Ini berarti, sebagai sebuah disiplin riset,
etnografi didasarkan pada kultur konsep yang tersusun, menggunakan kombinasi teknik-
teknik pengamatan, wawancara dan analisis dokumen, untuk merekam komunikasi dan
perilaku orang-orang dalam latar sosial tertentu. Etnografi menekankan pada budaya dan
kekhasan orang-orang di dalamnya, yaitu apa yang menjadi karakteristik dasar sebuah
kelompok dan apa yang membedakan mereka dengan kelompok lain. Disamping itu,
etnografi mengandalkan keterlibatan peneliti dalam kelompok atau komunitas selama jangka
waktu tertentu di lapangan. Lama tidaknya penelitian etnografi ini bergantung pada
pemahaman terhadap gejala yang diteliti. Penelitian bisa berlangsung dalam kurun waktu
singkat apabila hanya meliputi satu peristiwa, misalnya meneliti tentang cara upacara
perkawinan adat Betawi. Sebaliknya, akan berlangsung dalam waktu yang lama bila hendak
meneliti a sinle society, masyarakat yang kompleks. Spradley (1979) menyarankan
penggunaan etnografi dilakukan bila peneliti ingin memahami dan belajar pada masyarakat.
Namun, tidak sekedar itu, masyarakat tersebut memiliki pola-pola perilaku dan pola-pola
untuk berperilaku tertentu yang memedakan masyarakat lain. Artinya, budaya harus diberi
“makna” yang lebih luas, sehingga etnografi bisa juga digunakan dalam masyarakat yang
kompleks, seperti kelompok-kelompok dalam masyarakat kota yang memiliki subkultur
tersendiri. Kelompok-kelompok itu bisa didasarkan atas latar belakang etnis, agama, umur,
atau profesi dan kelas sosial.
Para etnografer mengamati dan mengajukan pertanyaan cara orang-orang berinteraksi,
bekerja sama, dan berkomunikasi termasuk dengan peneliti secara alamiah dalam konteks
kehidupan sehari-hari. Dalam etnografi, suatu kelompok (seperti organisasi, departemen, tim
proyek atau konsultan, maupun kelompok sosial) digambarkan sebagai agregasi atau satuan
soasil yang anggotanya bersama-sama menciptakan realitas sosial mereka, dan memiliki
serangkaian tindakan yang dikoordinasikan di seputar realitas tersebut. Etnografi membawa
peneliti membenamkan diri ke dalam sebuah kelompok, organisasi, atau komunitas di
lapangan dalam jangka waktu yang lebih panjang. Etnografi bertujuan menguraikan suatu
budaya secara menyeluruh, yakni semua aspek budaya, baik yang bersifat material seperti
artefak budaya (alat-alat, pakaian, bangunan dan sebagainya) dan yang bersifat abstrak,
seperti pengalaman, kepercayaan, norma, dan sistem nilai kelopok yang diteliti.
Etnografi memanfaatkan beberapa teknik pengumpulan data, meskipun teknik utamanya
adalah pengamatan berperan serta (participant observation). Lindloff (1995) mengemukakan
etnografer tidak mengingkari teknik penelitian kuantitatif, mereka juga sering menggunakan
sensus dan prosedur statistik untuk menganalisis pola-pola atau menentukan siapa yang
menjadi sampel penelitian. Etnografer juga terkadang menggunakan tes diagnostik, inventori
kepribadian, dan alat pengukur lainnya. Pendeknya, etnografer akan memanfaatkan metode
apapun yang membantu mereka mencapai tujuan etnografi yang baik. Penelitian etnografi
tidak saja berbentuk etnografi lengkap (comprehensive ethnography) dimana mencatat
satu total way of life atau memberikan satu deskripsi utuh, lengkap dan mendetail tentang
sistem sosial dan sistem kebudayaan suatu suku bangsa dan topic oriented
ethnography (monografi) yang terfokuskan pada satu aspek tertentu, melainkan mulai
beranjak kearah hyphothesis oriented ethnography yang bertujuan untuk menguji hipotesa
dan tidak sekedar mendeskripsikan.
Langkah-langkah etnografi menurut pemikiran James Spradley dikenal sebagai alur
maju bertahap (Developmental Research Sequences) terdiri atas dua belas langkah: (1)
Menetapkan informan; (2) Mewawancarai informan;(3) Membuat catatan etnografis; (4)
Mengajukan pertanyaan Deskriptif; (5) Menganalisis hasil wawancara; (6) Membuat analisis
domain; (7) Mengajukan pertanyaan struktural; (8) Membuat analisis taksonomik; (9)
Mengajukan pertanyaan kontras; (10) Membuat analisis komponen; (11) Menemukan tema-
tema budaya; (12) Menulis laporan etnografi. Sementara itu riset LeCompte dan Schensul
(1999) menuangkan langkah-langkah umum yang dapat diterapkan sebagian besar tipe
etnografi: (1) Temukan informan yang tepat dan layak dalam kelompok yang dikaji; (2)
Definsikan permasalahan, isu, atau fenomena yang akan dieksplorasi; (3) Teliti bagaimana
masing-masing individu menafsirkan situasi dan makna yang diberikan bagi mereka; (4)
Uraikan apa yang dilakukan orang-orang dan bagaimana mereka mengomunikasikannya; (5)
Dokumentasikan proses etnografi; (6) Pantau implementasi proses tersebut; (7) Sediakan
informasi yang membantu menjelaskan hasi-lhasil riset.

Etnografi sebagai metode penelitian


Etnografi merupakan metode yang memiliki posisi yang cukup penting diantara
metode kualitatif. Posisi penting etnografi dinyatakan oleh James Spradley, “ethnographic
fieldwork is the hallmark of cultural anthropology”. Ada dua pijakan teoritis yang
memberikan penjelasan tentang model etnografi, yaitu interaksi simbolik dan fenomenologi.
Teori interaksi simbolik, budaya dipandang sebagai sistem simbolik dimana makna tidak
berada dalam benak manusia, tetapi simbol dan makna itu terbagi secara umum dan tidak
mempribadi. Budaya adalah lambang-lambang makna yang Budaya juga merupakan
pengetahuan yang didapat seseorang untuk menginterpretasikan pengalaman dan
menyimpulkan perilaku sosial (Spradley, 1979). Penelitian etnografi dengan landasan
pemikiran fenomenologi adalah inti dari proses mediasi kerangka pemaknaan. Hakekat dari
suatu mediasi tertentu akan bergantung dari hakekat tradisi dimana terjadi kontak selama
penelitian lapangan (Michael H. Agar, 1986 dan Giddens 1976).
Teknik pengumpulan data lapangan dapat menggunakan salah satu atau lebih yang termasuk
dalam metode etnografi, yaitu observasi partisipatif, in-depth interview, focus group
discussion (FGD), dan life history (Rejeki, 2004).

Apa perbedaan etnografi deskriptif dan etnografi kritis?


Penelitian etnografis dapat dibedakan dari karakteristiknya: (1) Deskriptif
(konvensional, interpretatif) dan (2) kritikal (mempertanyakan, emansipatif), yang diteliti
adalah praktek-praktek sosial dalam kaitannya dengan sistem dan budaya makro
(Poerwandari, 2001). Etnografi deskriptif mengungkap pola, tipologi, dan kategori. Salah
satu karakteristik laporan etnografi deskripsi padat (thick description) tidak hanya didapat
dari merekam apa saja yang dilakukan partisipan. Thick description merupakan catatan
pangalaman yang padat dan mendetail terhadap pengalaman, pola, dan koneksi hubungan
sosial yang menyatukan orangorang. Geertz, (1973) menyatakan, tujuan dari deskripsi yang
“padat” adalah “untuk menarik kesimpulan yang luas dari fakta-fakta yang kecil, namun
memiliki struktur yang sangat padat”. Deskripsi yang padat melampaui hal-hal “faktual”
Artinya, deskripsinya bersifat analitis sekaligus teoritis. Etnografi deskriptif berfokus pada
deskripsi tentang komunitas atau kelompok. Melalui analisis, etnografi deskriptif
mengungkapkan pola, tipologi, dan kategori.
Pada etnografi kritis kajian terhadap faktor-faktor sosial-makro seperti kekuasaan, dan
meliputi asumsi-asumsi akal sehat serta agenda-agenda tersembunyi. Etnografi kritis
dimaksudkan untuk menghasilkan perubahan pada latar yang diteliti. Misalnya, menyuarakan
pihak-pihak yang lemah. Contoh: mengangkat masalah yang berhubungan dengan sebuah
kelompok atau komunitas, membantu mereka mengklarifikasi kebutuhannya, kemudian
memberi informasi yang memungkinkan mereka mampu memfasilitasi perubahan tersebut
setelahnya.

DAFTAR PUSTAKA

Buku
Spradley P., James. (1997). Metode Etnografi (terj. Elizabeth, Misbah Z.). Yogyakarta: PT.
Tiara Wacana Yogya.
Kuswarno, Engkus. (2008). Etnografi Komunikasi, Pengantar dan Contoh Penelitian.
Bandung: Widya Padjadjaran.
Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Penerbit
Graha Ilmu.

Jurnal
Mudjiyanto, Bambang. (2009). Metode Etnografi dalam Penelitian Komunikasi. Komunikasi
Massa, vol. 5 nomor 1, hal 79-83.
Delamont,S.2004. Qualitative Research Practice Chapter 13 : Ethnography and Participant.
Sage Publications : London 

Anda mungkin juga menyukai