Anda di halaman 1dari 19

ARTEFAK DAN KONSTRUKSI KEHIDUPAN MANUSIA

MAKALAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Antropologi Keluarga

Dosen Pengampu: Jajang Jamaludin, M.sy.

Disusun Oleh:

Abdul Aziz RI 1193010003

M. Nurfadillah 1193010076

Mega Herlina Sopiah 1193010081

Mochammad Fikri Yulistiansyah Al-Akbari 1193010085

JURUSAN AHWAL SYAKHSIYYAH


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2022
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, Puja dan Puji syukur kami panjatkan kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya sehingga penyusun dapat
merampungkan penyusunan makalah Antropologi Keluarga dengan judul
"Artefak dan Konstruksi Kehidupan Manusia" yang dibimbing oleh Bapak Jajang
Jamaludin, M.sy. tepat pada waktunya.
Penulisan makalah ini telah semaksimal mungkin penyusun upayakan dan
didukung bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam
penyusunannya. Untuk itu tidak lupa penyusun mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa
masih terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya.
Oleh karena itu, dengan lapang dada penulis membuka selebar-lebarnya pintu
bagi para pembaca yang ingin memberi saran maupun kritik demi memperbaiki
makalahini.
Akhirnya penyusun sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana
ini dapat diambil manfaatnya dan besar keinginan kami dapat menginspirasi para
pembaca untuk mengangkat permasalah lain yang berkaitan pada makalah-
makalah selanjutnya.

Pekanbaru, Maret 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 1

1.3 Tujuan Penulisan ...................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................ 3

2.1 Artefak ...................................................................................................... 3

2.2 Evolusi Artefak ......................................................................................... 4

2.3 Konstruksi Masa Lampau ......................................................................... 7

2.4 Kemampuan Prediksi ............................................................................... 9

2.5 Pengertian dan Sejarah Darwinisme Sosial............................................ 10

2.6 Evolusi Masyarakat dan Kebudayaan .................................................... 12

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 15

3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 15

3.2 Saran ....................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut KBBI Kemdikbud, artefak adalah benda-benda, seperti alat,
perhiasan yang menunjukkan kecakapan kerja manusia (terutama pada zaman
dahulu) yang ditemukan melalui penggalian arkeologi. Artefak berupa-benda
(barang-barang) hasil kecerdasan manusia, seperti perkakas, senjata.

Antropologi adalah ilmu yang mempelajari segala macam seluk beluk,


unsur-unsur, kebudayaan yang dihasilkan dalam kehidupan manusia. Ekonomi
masyarakat, agama dan keyakinan, politik pemerintahan, fisik manusia,
kesehatan, perkembangan teknologi dan sebagainya adalah ruang studi bagi Ilmu
Antropologi. Antropologi juga berfungsi untuk menggambarkan peristiwa
peradaban dan budaya manusia dari waktu ke waktu. Prediksi peristiwa budaya
memampukan manusia untuk mengendalikan dan mempengaruhi peristiwa

Konstruksi masa lampau yang dibatasi oleh ruang-ruang waktu tersendiri.


Sehingga menimbulkan sejarah-sejarah yang mengantarkan makna apa itu
antropologi keluarga. Dari penjelasan tersebut, tim penyusun mendapatkan sebuah
ide untuk mengangkat judul makal berupa artefak dan konstruksi kehidupan
manusia.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang diatas, maka kami sebagai penyusun menari beberapa
rumusan masalah diantaranya:

1. Apa yang dimaksud dengan artefak?


2. Bagaimana tahapan-tahapan dari evolusi artefak?
3. Bagaimana sejarah konstruksi masa lampau?
4. Apa yang dimaksud dengan kemampuan prediksi pada antropologi
keluarga?
5. Apa itu antropologi keluarga?

1
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini ialah sebagai berikut:

1. Memahami apa yang dimaksud dengan artefak?


2. Mengetahui bagaimana tahapan-tahapan dari evolusi artefak?
3. Mengetahui bagaimana sejarah konstruksi masa lampau?
4. Memahami apa yang dimaksud dengan kemampuan prediksi pada
antropologi keluarga?
5. Mengetahui apa itu antropologi keluarga?

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Artefak
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas,
perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau
hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Dalam buku Prasejarah
Indonesia (2019) dijelaskan bahwa artefak merupakan bentuk kebudayaan fisik
yang merupakan hasil dari aktivitas, perbuatan, dan juga karya seni manusia di
dalam masyarakat1. Sedangkan secara konstitusional tercantum dalam Peraturan
Kepala Lemba Ilmu Pengetahuan Indonesia Nomor 16 Tahun 2016 tentang
Museum Nasional Sejarah Alam Indonesia adalah bukti material hasil budaya,
penelitian dan/atau pengembangan, dan/atau material alam dan lingkungannya
yang mempunyai nilai penting bagi sejarah ilmu pengetahuan, Pendidikan, agama,
budaya, dan/atau teknologi. Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud
kebudayaan. Istilah artefak juga dapat merujuk pada sisa-sisa suatu benda, seperti
pecahan tembikar atau barang pecah belah. Biasanya, para arkeolog menggali
daerah di mana terdapat budaya kuno dan menggunakan artefak yang ditemukan
untuk belajar tentang masa lalu tempat tersebut. Banyak budaya kuno tidak
memiliki bahasa tertulis atau tidak secara aktif merekam sejarah mereka sehingga
artefak menjadi petunjuk penting untuk mengetahui bagaimana mereka hidup.
Misalnya, artefak telah memberikan petunjuk penting tentang kehidupan di Mesir
kuno. Orang Mesir kuno percaya pada kehidupan setelah kematian dan
menguburkan orang mati dengan hal-hal yang mereka perlukan untuk hidup di
akhirat. Dengan demikian, maka Mesir kuno memberikan kekayaan artefak yang
mengarah pada wawasan budaya.

Menurut Lewis R. Binford, arkeolog asal Amerika, mengelompokkan


artefak menjadi tiga jenis, yakni:

1. Ideofak adalah artefak yang berkaitan dengan pemikiran terhadap hal-hal


religius, super natural, ide, dan abstrak. , Contoh ideofak adalah benda-
benda pusaka, arca dewa, alat-alat upacara, dan sebagainya.

1
https://id.wikipedia.org/wiki/Artefak

3
2. Sosiofak adalah artefak yang berkaitan dengan kehidupan sosial
masyarakat. Contoh Sosiofak adalah sarkofagus, prasasti, singgasana,
pakaian, dan sebagainya.
3. Teknofak adalah artefak yang berkaitan dengan teknologi untuk bertahan
hidup. Contoh teknofak adalah alat berburu, alat pertanian, alat
pengamanan, peralatan rumah tangga, dan sebagainya.

2.2 Evolusi Artefak


Evolusi merupakan kata yang berasal dari bahasa latin yang artinya
membuka gulungan atau membuka lapisan. Kemudian bahasa itu diserap menjadi
bahasa inggris evolution yang berarti perkembangan secara bertahap. Pada teori
evolusi berpendapat bahwa terjadi perubahan pada makluk hidup menyimpang
dari struktur awal dalam jumlah yang banyak beraneka ragam dan kemudian
menyebabkan terjadinya dua kemungkinan. Yang pertama adalah makhluk hidup
yang berubah akan mampu bertahan dan tidak punah atau disebut juga dengan
istilah evolusi progresif. Sedangkan kemungkinan atau opsi yang kedua adalah
mahluk hidup yang berubah atau berevolusi tadi gagal bertahan hidup dan
akhirnya punah atau disebut dengan evolusi regresif.

Teori Evolusi memiliki pengertian sebagai perubahan pada sifat-sifat


terwariskan suatu populasi organisme dari satu generasi ke generasi berikutnya
yang berlangsung dalam kurun waktu yang sangat lama. Perubahan-perubahan
yang terjadi dalam teori evolusi disebabkan oleh kombinasi tiga proses utama:
variasi, reproduksi, dan seleksi. Sifat-sifat yang menjadi dasar evolusi ini dibawa
oleh gen suatu organisme atau makhluk hidup yang akan diwariskan kepada
keturunan dan menjadi bervariasi dalam suatu populasi. Ketika organisme
bereproduksi, keturunannya akan mempunyai sifat-sifat yang baru yang
sebelumnya tidak dimiliki oleh sang induk. Sifat baru tersebut dapat diperoleh
dari perubahan gen akibat terjadinya sebuah mutasi ataupun transfer gen antar
populasi dan antar spesies. Pada spesies yang mengalami reproduksi secara
seksual, kombinasi gen yang baru juga dapat terjadi oleh adanya rekombinasi
genetika, yang dapat meningkatkan variasi antara organisme. Evolusi terjadi
ketika perbedaan-perbedaan yang terwariskan dalam peristiwa ini menjadi lebih

4
umum atau langka dalam suatu populasi. Seleksi alam dan hanyutan genetik
merupakan dua faktor utama yang mendorong terjadinya teori evolusi.

Begitu pun dengan artefak mengalami evolusi atau perkembangan secara


bertahap berdasarkan zamannya. Adapun evolusi artefak berdasarkan zamannya,
yaitu:2

1. Zaman Paleolitikum

Kata paleolitikum berasal dari dua kata, yaitu kata paleos yang berarti batu
dan kata litikum yang berasal dari kata litos yang berarti tua. Hal ini yang
menyebabkan zaman ini juga disebut zaman batu tua. Masa ini diperkirakan
berlangsung pada masa pleistosen awal yakni kira-kira pada enam ratus ribu tahun
yang lalu.

Peninggalan artefak kuno pada zaman ini umumnya terbuat dari batu yang
masih sangat kasar dalam pembuatannya. Seorang ahli bernama Von Koenigswald
melakukan penelitian di daerah Ngandong dan Pacitan, Jawa Timur. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa manusia yang hidup di zaman ini mulai
mempersenjatai diri mereka dengan alat-alat yang berfungsi untuk melindungi
diri. Hal ini diperkuat dengan ditemukannya artefak kuno berbentuk kapak
genggam (kapak perimbas).

2. Zaman Mesholitikum

Zaman mesholitikum sering juga disebut zaman batu tengah (batu madya).
Masa ini terjadi kira-kira pada sepuluh ribu tahun yang lalu pada masa holosen.
Zaman ini mengalami perkembangan budaya lebih cepat dibandingkan zaman
sebelumnya. Hal ini disebabkan keadaan alam yang relatif stabil dan manusia
pendukungnya (homo sapiens) lebih cerdas dari pendahulunya. Pada zaman
mesholitikum, manusia sudah mulai meninggalkan kebiasaan berpindah-pindah.
Manusia pada zaman tersebut mulai hidup menetap, bahkan membangun tempat
tinggal yang permanen. Manusia pada zaman ini umumnya bertempat tinggal di
tepi pantai dan goa-goa karena banyak ditemukan bekas kebudayaan di tempat

2
https://sejarahlengkap.com/pra-sejarah/artefak-kuno

5
tersebut. Hal ini diperkuat dengan ditemukannya Abris sous rosche. Abris sous
rosche ialah manusia purba yang tinggal di gua-gua di tebing pantai. Selain itu,
ditemukan juga tumpukkan sampah dapur dari zaman batu tengah yang
menggunung tinggi sampai tinggi 7 meter. Tumpukan sampah ini disebut
kjokkenmoddinger. Pada zaman ini banyak ditemukan alat-alat yang berasal dari
tulang dan tanduk hewan yang digunakan untuk keperluan sehari-hari. Misalnya
untuk memukul, menggali tanah, jarum, pisau, dan lainnya. Alat ini banyak
ditemukan di Pulau Sumatra, Pulau Jawa, Pulau Bali, dan Nusa Tenggara Bagian
Timur.

3. Zaman Logam

Sesuai dengan namanya, pada zaman ini manusia sudah mampu membuat
peralatan dari logam. Hal ini ditandai dengan penemuan artefak kuno berupa
perhiasan. Perhiasan yang ditemukan terbuat dari bahan emas, perunggu, dan besi.
Perhiasan ini ditemukan di wilayah Bali, Bogor, dan Malang. Selain perhiasan,
Artefak peninggalan zaman logam besi terdiri dari

a. Neraka dan Moko


b. Kapak Corong
c. Candrasa
d. Bejana Perunggu
e. Arca Perunggu

4. Zaman Megalithikum

Zaman meghalitikum disebut juga zaman batu besar. Zaman ini menjadi tonggak
dari lahirnya bangunan-bangunan batu yang berukuran besar. Peninggalan penting
dari zaman ini seperti menhir, kubur batu, dolmen, sarkofagus/ keranda, dan arca-
arca. Penjelasan masing-masing contoh artefak dari zaman megalitikum adalah:3

a. Menhir

b. Punden berundak

c. Kubur batu
3
http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/psa/article/download/3523/2556

6
d. Sarkofagus

e. Dolmen

f. Arca

g. Waruga

2.3 Konstruksi Masa Lampau


Koentjaraningrat membagi empat fase perkembangan antropologi: fase
sebelum 1800, fase pertengahan abad ke-19, fase awal abad ke-20, dan fase
sesudah 1930 [Koentjaraningrat, 1996: 1-4].

1. Fase pertama (sebelum 1800).

Dengan kedatangan orang-orang Eropa di benua Afrika, Asia, dan


Amerika selama sekitar 4 abad sejak akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16, suku-
suku bangsa penduduk pribumi berbagai daerah di muka bumi mulai mendapat
pengaruh negara-negara Eropa Barat. Bersamaan dengan itu terbit berbagai
macam tulisan hasil buah tangan para musafir, pelaut, pendeta, pegawai agama
Katolik, penerjemah kitab Injil, maupun para pegawai pemerintah jajahan, berupa
buku-buku kisah perjalanan, laporan, dan lain-lain, yang jumlahnya sangat
banyak. Dalam buku-buku tersebut dijumpai sangat banyak bahan pengetahuan
berupa deskripsi tentang adat-istiadat, susunan masyarakat, bahasa, dan ciri-ciri
fisik, serta beranekawarna suku bangsa di Afrika, Asia, Oseania, dan berbagai
suku bangsa Indian dan penduduk pribumi Amerika. Karena sangat berbeda
dengan keadannya di Eropa, maka bahan deskripsi yang disebut etnografi itu
sangat menarik bagi orang Eropa pada waktu itu. Pada awal abad ke-19, perhatian
para ilmuwan Eropa terhadap pengetahuan tentang masyarakat, adat-istiadat, serta
ciri-ciri fisik bangsa-bangsa pribumi itu sangat besar, sehingga ada upaya untuk
mengintegrasikan semua bahan pengetahuan etnografi yang ada menjadi satu.

2. Fase kedua (pertengahan abad ke-19).

Integrasi yang sungguh-sungguh baru terlaksana pada pertengahan abad


ke-19, dengan terbitnya karangan-karangan yang bahannya tersusun berdasarkan
cara berfikir evolusi masyarakat, yaitu masyarakat dan kebudayaan manusia yang

7
telah berevolusi sangat lambat, yakni selama beberapa ribu tahun, dari tingkat-
tingkat yang rendah, dan melalui beberapa tingkat antara sampai pada tingkat-
tingkat yang tertinggi. Bentuk dari masyarakat dan kebudayaan manusia dari
tingkat yang paling tinggi itu adalah seperti bentuk masyarakat dan kebudayaan
bangsa-bangsa Eropa Barat pada waktu itu. Selain masyarakat dan kebudayaan
bangsa-bangsa Eropa, semuanya mereka anggap primitif dan lebih rendah, dan
merupakan sisa kebudayaan manusia purba. Ketika sekitar tahun 1860 ada
beberapa karangan yang mengklasifikasikan bahan-bahan mengenai berbagai
kebudayaan di dunia dalam berbagai tingkat evolusinya, maka lahirlah
antropologi.

3. Fase ketiga (awal abad ke-20).

Pada awal abad ke-20, sebagian besar negara penjajah di Eropa berhasil
memantapkan kekuasaannya di daerah-daerah jajahan mereka. Sebagai ilmu yang
memelajari bangsa-bangsa bukan Eropa, antropologi menjadi kian penting bagi
bangsa-bangsa Eropa dalam menghadapi bangsa-bangsa yang mereka jajah. Di
samping itu mulai ada anggapan bahwa memelajari bangsa-bangsa bukan Eropa
itu makin penting karena masyarakat bangsa-bangsa itu pada umumnya belum
sekompleks bangsa-bangsa Eropa, dan pengertian mengenai masyarakat yang
tidak kompleks dapat menambah pengertian tentang masyarakat yang kompleks.

4. Fase keempat (sesudah 1930).

Dalam fase ini antropologi berkembang sangat luas, baik dalam hal
ketelitian bahan pengetahuannya maupun ketajaman metode-metode ilmiahnya.
Di samping itu ketidaksenangan terhadap kolonialisme dan gejala makin
berkurangnya bangsa-bangsa primitif setelah Perang Dunia II, menyebabkan
bahwa antropologi kemudian seakan-akan kehilangan lapangan, dan terdorong
untuk mengembangkan lapangan-lapangan penelitian dengan pokok dan tujuan
yang berbeda. Warisan dari fase-fase perkembangan sebelumnya (fase pertama,
kedua, dan ketiga), yang berupa bahan etnografi serta berbagai metode ilmiah,
tentu tidak dibuang demikian saja, tetapi digunakan sebagai landasan bagi
perkembangannya yang baru. Pokok atau sasaran penelitian para ahli antropologi

8
sudah sejak tahun 1930 bukan lagi suku-suku bangsa primitif bukan Eropa lagi,
melainkan telah beralih kepada penduduk pedesaan pada umumnya, baik
mengenai keanekaragaman fisiknya, masyarakatnya, maupun kebudayaannya.
Tujuan penelitian antropologi gaya baru ini adalah: tujuan akademis dan tujuan
praktis. Tujuan akademisnya adalah untuk mencapai pengertian tentang makhluk
manusia pada umumnya dengan memelajari berbagai bentuk fisiknya,
masyarakatnya, maupun kebudayaannya. Tujuan praktisnya adalah memelajari
manusia dalam beragam masyarakat suku bangsa guna membangun masyarakat
suku bangsa tersebut.4

2.4 Kemampuan Prediksi


Computation skill adalah kemampuan meramal atau berhitung
memprediksikan keadaan pada masa yang akan datang menggunakan pendekatan-
pendekatan antropologis melalui langkah dan prosedur kerja atas dasar konsep-
konsep antropologis.5

Antropologi juga berfungsi untuk menggambarkan peristiwa peradaban


dan budaya manusia dari waktu ke waktu. Prediksi peristiwa budaya
memampukan manusia untuk mengendalikan dan mempengaruhi peristiwa
budaya yang akan terjadi, sehingga sesuai dengan harapan manusia dan tidak
menimbulkan kerugian pada manusia6

Prediksi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk memperkirakan pilihan


perilaku yang mungkin bisa dipilih dari kemungkinan pilihan yang tersedia bagi
diri sendiri atau bagi pasangan relasi7

Apabila orang dapat menyimpulkan motif dari perilaku seseorang dan kesimpulan
tersebut benar, maka orang dapat memprediksi tentang apa yang akan diperbuat
oleh orang yang bersangkutan dalam waktu yang akan datang. Misal orang yang

4
Ashadi, Pengantar Antropologi Arsitektur, (Jakarta, Arsitektur UMJ Press, 2018), hal 5-7
5
https://www.dimasariosumilih.com/2021/08/mengenal-dasar-dasar-antropologi.html?m=1
6
https://text-id.123dok.com/document/lq5n3eo7q-contoh-teori-antropologi-hasil-studi-
antropolog.html

7
Lusia Savitri Setyo Utami, Teori-Teori Adaptasi Antar Budaya, Jurnal Komunikasi Vol. 7 No. 2,
Desember 2015, hal 187

9
mempunyai motif berafiliasi yang tinggi, maka ia akan mencari orang-orang
untuk berteman dalam banyak kesempatan. Jadi sekalipun motif tidak
menjelaskan secara pasti apa yang akan terjadi, tetapi dapat memberikan ide
tentang apa yang sekiranya akan diperbuat oleh seseorang individu. Misalnya
orang yang butuh akan prestasi, maka ia akan bekerja secara keras, secara baik
dalam belajar, bekerja ataupun dalam aktivitas-aktivitas yang lain.8

2.5 Pengertian dan Sejarah Darwinisme Sosial


Darwinisme Sosial adalah penerapan pemikiran Darwinian kepada masyarakat
di mana "survival of the fittest" adalah kekuatan pendorong evolusi
sosial. Darwinis Sosial memahami bahwa masyarakat adalah organisme yang
berevolusi dari yang sederhana menjadi kompleks dalam proses adaptasi terhadap
lingkungan dan masyarakat sebaiknya dibiarkan sendiri mengikuti jalur evolusi
alaminya. Dengan demikian, mereka memperdebatkan pendekatan laissez-faire
("lepas tangan") untuk perubahan sosial dan percaya bahwa pengaturan saat ini
dalam masyarakat adalah alami dan tak terelakkan.9

Selain itu Darwinisme adalah sebuah teori evolusi biologi yang


dikembangkan oleh naturalis Inggris yakni Charles Darwin (1809–1882) dan
teman-temannya, yang menyatakan bahwa semua spesies dari organisme muncul
dan berkembangbiak melalui seleksi alam dari varietas kecil yang diwariskan
untuk meningkatkan kemampuan individu dalam bersaing, bertahan hidup, dan
bereproduksi. Juga disebut teori Darwin, teori ini awalnya mencakup konsep luas
transmutasi spesies atau evolusi yang diterima secara ilmiah dan umum setelah
Darwin menerbitkan On the Origin of Species pada tahun 1859, termasuk konsep-
konsep yang mendahului teori-teori Darwin. Ahli biologi Inggris Thomas Henry
Huxley menciptakan istilah Darwinisme pada April 1860.10

8
Adnan Achiruddin Saleh, Pengantar Psikologi, (Makassar, Penerbit Aksara Timur, 2018), hal 122-
123
9
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5822748/mengenal-toxodon-dan-asal-usul-
ide-teori-darwin
10
https://id.wikipedia.org/wiki/Darwinisme

10
Darwin menunjukkan bahwa di dalam kehidupan terdapat satu hukum umum
(one general law) yang mengarah kekemajuan semua makhluk organik, yaitu
berkembang biak, bervariasi, serta membiarkan makhluk hidup terkuat tetap hidup
dan yang terlemah mati. Hal ini berlangsung dimasa suasana alamiah dimana
makhluk hidup terus berjuang agar selalu eksis, dan di dalam proses itu secara
evolusi bersifat menyeleksi serta disebut dengan istilah Seleksi Alam. Di dalam
proses tersebut, menurut Darwin, hanya ada sebagian kecil yang mampu untuk
terus bertahan dan survive. Seleksi alam merupakan suatu proses yang tanpa henti
dan tidak terelakkan, yang jauh lebih unggul dari segala upaya yang dibuat oleh
manusia. Darwin juga menunjukkan bahwa seleksi alam berlangsung melalui
proses evolusi. Pemikiran ini selanjutnya menghasilkan ajaran yang dikenal
sebagai Darwinisme. Tulisan Darwin tersebut menunjukkan bahwa kehidupan
makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia, berlangsung melalui proses
perubahan yang sifatnya bertahap sehingga dalam proses itu terjadi fenomena
konfliktual yang bersifat natural. Sehingga argumentasi Darwin itu diadopsi ke
dalam dunia sosial manusia, yang melihat bahwa kehidupan manusia pun
berlangsung melalui proses yang sifatnya konfliktual dan evolusionis. Hal ini
merupakan manifestasi dari apa yang disebut dengan Darwinisme Sosial dalam
kehidupan. Secara simpel Darwinisme Sosial adalah “the explicit endorsement of
Darwin's theory Munculnya Darwinisme Sosial mengakibatkan terjadinya konflik
dan perang yang mendasar pada penguasaan pihak kuat terhadap pihak yang
lemah; yang secara akademik dan ilmiah mendapatkan dukungan dan legitimasi.
Dalam Teori seleksi alam Darwin membentuk inti dari teori evolusi modern dan
menjadi suatu pandangan dunia yang lebih luas (wider world view).11 Menurut
Claeys (2000) menyatakan bahawa penerapan gagasan evolusi kepada teori sosial
manusia telah membentuk teori Darwinisme Sosial yang disandarkan kepada
persaingan sosial antara individu atau kumpulan manusia yang unggul dan tidak

11
Ariesani Hermawanto, “Darwinisme Sosial dan Keamanan Internasional: Sebuah Analisis
Ringkas”, Volume 23, Nomor 2. (2019). Hlm. 84

11
layak, dalam masa yang sama juga memiliki kecenderungan atau nilai kepada
masyarakat yang dapat ditakrifkan melalui beberapa cara.12

2.6 Evolusi Masyarakat dan Kebudayaan


Pengertian Budaya dan Masyarakat

Sebelum kita mengetahui apa itu evolusi budaya dan evolusi masyarakat
alangkah baiknya kita mengetahui terlebih dahulu mengenai budaya dan
masyarakat itu apa. Budaya menurut Ward Goodenough dipandang sebagai sistem
pengetahuan. Kebudayaan suatu masyarakat terdiri atas segala sesuatu yang harus
diketahui atau dipercayai seseorang agar dia dapat berperilaku dalam cara yang
dapat diterima oleh anggota-anggota masyarakat tersebut. Budaya bukanlah suatu
penomena material: dia tidak berdiri atas benda-benda, manusia, tingkah laku atau
emosi-emosi. Budaya lebih merupakan organisasi dari hal-hal tersebut. Budaya
adalah bentuk hal-hal yang ada dalam pikiran (mind) manusia, model-model yang
dipunyai manusia untuk menerima, menghubungkan, dan kemudian menafsirkan
penomena material di atas.13 Sedangkan Menurut Roucek dan Waren
berpendapat bahwa “masyrakat adalah sekelompok manusia yang memiliki rasa
kesadaran bersama, mereka berdiam (bertempattinggal) dalam daerah yang sama,
sebagian besar atau seluruh warganyamemperlihatkan adanya adat kebiasaaan
serta aktifitas yang sama pula. Sekelompok manusia yang bersama tadi dapat
menjadi suatu masyarakat jika memiliki ikatan yang khusus yaitu adat-istiadat
yang khas. Secara rinci, ciri-ciri masyarakat antara lain sebagai berikut:

a. Adanya interaksi sosial antar sesama warga.


b. Adanya identitas yang kuat dan mengikat semua warga.
c. Adanya ikatan yang kas seperti norma adat-istiadat.
d. Adanya pola- pola prilaku yang berkesinambungan.14

12
Noorazmil bin Noorta, Maureen De Silva, “Teori Darwinisme Sosial: Suatu Pendekatan
Barat dalam mentamadunkan Penduduk di Borneo Utara Menerusi Perspektif Sejarah”, Journal
Of Social Sciences and Humanities (MJSSH), Volume 4, Issue 6, (2019), hlm. 119
13
Roger M. Keesing, “Teori-teori tentang Budaya”, Antropologi No. 52, Diakses pada 17 Maret
2022, Pukul 20.48
14
https://www.academia.edu/40548791/ANTROPOLOGI_MASYARAKAT_DAN_KEBUDAYAAN
diakses pada 17 Maret 2022, Pukul 21.40

12
Adapun menurut Goldsmith mengatakan bahwa evolusi manusia didorong
oleh fenomena bagaimana orang-orang bekerja sama dan bersaing didalam
kelompok dan antar kelompok untuk akses ke sumber daya (resources); yang
berkaitan dengan bagaimana mereka melihat dunia dan berhubungan satu sama
lain.
1. Evolusi kebudayaan

Evolusi kebudayaan bisa didefinisikan sebagai suatu perubahan atau


perkembangan kebudayaan, seperti perubahan dari bentuk sederhana menjadi
kompleks. Perubahan itu biasanya bersifat lambat laun, paradigma yang berkaitan
dengan konsep evolusi tersebut adalah evolusionalisme yang berarti cara pandang
yang menekankan perubahan lambat laun menjadi lebih baik atau lebih maju dan
dari sederhana ke kompleks. Teori evolusi menggambarkan bahwa perubahan
kebudayaan terjadi secara perlahan-lahan dan bertahap. Setiap masyarakat
mengalami proses evolusi yang berbeda-beda. Oleh karena itu, masing-masing
masyarakat menunjukkan kebudayaan yang berbeda-beda. Salah satu masyarakat
dikenal telah maju, sedangkan masyarakat yang lain masih dianggap atau
tergolong sebagai masyarakat yang belum maju.
Adapun Teori Evolusi Kebudayaan Secara Universal, menjelaskan bahwa
Menurut konsepsi tentang proses evolusi sosial universal, semua hal tersebut
harus dipandang dalam rangka masyarakat manusia yang telah berkembang
dengan lambat(berevolusi), dari tingkat-tingkat yang rendah dan sederhana, ke
tingkat-tingkat yang makin lama makin tinggi dan kompleks. Proses evolusi
seperti itu akan dialami oleh semua masyarakat manusia dimuka bumi, walaupun
dengan kecepatan yang berbeda – beda. Itulah sebabnya pada masakini masih ada
juga kelompok – kelompok manusia yang hidup dalam masyarakat yang
bentuknya belum banyak berubah dari sejak zaman mahluk manusia baru timbul
dimuka bumi, artinya mereka baru berada pada tingkat – tingkat permulaan dari
proses evolusi sosial mereka.
Suatu contoh misalnya teori Spencer mengenai asal mula religi. Pangkal
pendirian mengenai hal itu adalah bahwa pada semua bangsa di dunia religi itu
mulai karena manusia sadar dan takut akan maut, serupa dengan pendirian ahli
sejarah kebudayaan E.B. Tylor. Ia juga berpendirian bahwa bentuk religi yang

13
tertua adalah penyembahan kepada roh – roh yang merupakan personifikasi dari
jiwa orang – orang yang telah meninggal, teutama nenek moyangnya. Contoh lain
mengenai anggapan Spencer tentang perbedaan antara proses evolusi universal
yang seragam dan proses evolusi khusus yang berbeda – beda, tampak dalam
teorinya tentang evolusi hukum dalam masyarakat. Dalam hubungan itu Spencer
berpendirian bahwa hukum dalam masyarakat manusia pada mulanya adalah
hukum keramat, karena merupakan aturan – aturan hidup dan bergaul, yang
berasal dari para nenek moyang. Dengan demikian kekuatan dari hukum.
2. Teori Evolusi Keluarga J.J BACHOFEN
Menurut Bachofen, diseluruh dunia keluarga manusia berkembang melalui
empat tingkat evolusi.
a. Dalam zaman yang telah jauh lampau dalam masyarakat manusia ada
keadaan Promiskuitas.
b. Lambat laun manusia sadar akan hubungan antara si ibu dengan anak -
anaknya sebagai suatu kelompok inti dalam masyarakat.
c. Tingkat kemudian terjadi karena para pria tak puas dengan keadaan seperti
ini.
d. Tingkat terakhir terjadi waktu perkawinan diluar kelompok, yaitu
exogami, berubah menjadi endogami karena berbagai sebab.

14
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas,
perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau
hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Artefak sendiri
mengalami evolusi dari waktu ke waktu, baik dari zaman paleotikum, zaman
mesholitikum, zaman logam hingga ke zaman megalithikum.

Koentjaraningrat membagi empat fase perkembangan antropologi. Fase-


fase tersebut diantaranya adalah fase sebelum 1800, fase pertengahan abad ke-19,
fase awal abad ke-20, dan fase sesudah 1930.

Sejarah antopologi keluarga dimulai dengan keluarnya teori darwinisme,


dimana Darwinisme Sosial adalah penerapan pemikiran Darwinian kepada
masyarakat di mana "survival of the fittest" adalah kekuatan pendorong evolusi
sosial. Darwinis Sosial memahami bahwa masyarakat adalah organisme yang
berevolusi dari yang sederhana menjadi kompleks dalam proses adaptasi terhadap
lingkungan dan masyarakat sebaiknya dibiarkan sendiri mengikuti jalur evolusi
alaminya. Dengan demikian, mereka memperdebatkan pendekatan laissez-faire
("lepas tangan") untuk perubahan sosial dan percaya bahwa pengaturan saat ini
dalam masyarakat adalah alami dan tak terelakkan.

3.2 Saran
Penulis menyadari masih banyak kesalahan dan kekurangan dalam
menyusun makalah ini. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun agar makalah ini dapat disusun dengan baik dan benar dikemudian
hari. Penulis ucapkan terima kasih.

15
DAFTAR PUSTAKA

Hermawanto, Ariesani, “Darwinisme Sosial dan Keamanan Internasional:


Sebuah Analisis Ringkas”, Volume 23, Nomor 2. (2019).

http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/psa/article/download/3523/2556
https://id.wikipedia.org/wiki/Artefak
https://id.wikipedia.org/wiki/Darwinisme
https://sejarahlengkap.com/pra-sejarah/artefak-kuno
https://text-id.123dok.com/document/lq5n3eo7q-contoh-teori-antropologi-hasil-
studi-antropolog.html
https://www.academia.edu/40548791/ANTROPOLOGI_MASYARAKAT_DAN_
KEBUDAYAAN diakses pada 17 Maret 2022, Pukul 21.40.
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5822748/mengenal-toxodon-dan-asal-
usul-ide-teori-darwin
https://www.dimasariosumilih.com/2021/08/mengenal-dasar-dasar-
antropologi.html?m=1
Noorazmil bin Noorta, Maureen De Silva, “Teori Darwinisme Sosial: Suatu
Pendekatan Barat dalam mentamadunkan Penduduk di Borneo Utara
Menerusi Perspektif Sejarah”, Journal Of Social Sciences and Humanities
(MJSSH), Volume 4, Issue 6, (2019).

Putri, Larasati Permata, TEORI EVOLUSIONISME (ANTROPOLOGI HUKUM),


hlm. 6, Diakses pada 17 Maret 2022, Pukul 21.53.

Roger M. Keesing, “Teori-teori tentang Budaya”, Antropologi No. 52, Diakses


pada 17 Maret 2022, Pukul 20.48.

Saleh, Adnan Achiruddin, Pengantar Psikologi, (Makassar, Penerbit Aksara


Timur, 2018).

Utami, Lusia Savitri Setyo, Teori-Teori Adaptasi Antar Budaya, Jurnal


Komunikasi Vol. 7 No. 2, Desember 2015.

16

Anda mungkin juga menyukai