Anda di halaman 1dari 95

SKRIPSI

TINJAUAN KRIMINOLOGIS PENCURIAN DENGAN KEKERASAN YANG


MENGGUNAKAN SENJATA TAJAM
(Studi Kasus di Kab. Serang Tahun 2015-2019)

Disusun oleh :

HANDRI MAWARDI
C06150048

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATHLA’UL
ANWAR
2019
HALAMAN JUDUL

TINJAUAN KRIMINOLOGIS PENCURIAN DENGAN KEKERASAN YANG


MENGGUNAKAN SENJATA TAJAM
(Studi Kasus di Kab. SerangTahun 2015-2019)

Disusun dan Diajukan Oleh:

HANDRI MAWARDI
C06150048

SKRIPSI

Diajukan sebagai Tugas Akhir dalam Rangka Penyelesaian Studi Sarjana

Pada Bagian Hukum Pidana

Program Studi Ilmu Hukum

Pada

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MATHLA’UL

ANWAR

2019

i
ii
iii
iv
ABSTRAK

HANDRI MAWARDI (C06150048), Tinjauan Kriminologis Pencurian


Dengan Kekerasan Yang Menggunakan Senjata Tajam (Studi Kasus di
Kab. SerangTahun 2015-2019). Dibimbing Bapak Andi Sofyan sebagai
pembimbing I dan Ibu Hj. Nur Azisa sebagai pembimbing II.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang


menyebabkan terjadinya kejahatan pencurian dengan kekerasan yang
menggunakan senjata tajam di Kab. Serangdalam kurun waktu tiga tahun
terakhir, serta untuk mengetahui upaya-upaya apa yang dapat dilakukan
untuk meminimalisir terjadinya kejahatan pencurian dengan kekerasan yang
menggunakan senjata tajam di Kab. Serang.

Penelitian ini dilaksanakan di Polrestabes Kab. Serang. Penulis memperoleh


data dengan melakukan wawancara langsung dengan narasumber dan
mengambil data langsung dari Polrestabes serta mengambil data dari
kepustakaan yang relevan yaitu literatur, buku-buku serta peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah tersebut.

Data yang diperoleh kemudian dianalisi dengan membandingkan keadaan


nyata dan data yang ada tentang faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
kejahatan pencurian dengan kekerasan yang menggunakan senjata tajam di
Kab. Serang, alasan menggunakan senjata tajam dalam melakukan aksinya,
serta upaya- upaya apa saja yang dilakukan oleh aparat penegak hukum.

Berdasarkan analisis terhadap data dan fakta tersebut, maka penulis


menyimpulkan antara lain : faktor yang mempengaruhi terjadinya kejahatan
pencurian dengan kekerasan yang menggunakan senjata tajam yakni faktor
ekonomi yang rendah, faktor pendidikan yang rendah, faktor lingkungan yang
buruk dan faktor lemahnya penegakan hukum. Alasan pelaku menggunakan
senjata tajam adalah untuk mempermudah dalam melakukan aksinya, untuk
mengancam korbannya agar mereka merasa takut dan meyerahkan harta
benda miliknya serta untuk melindungi dirinya sendiri. Upaya yang dilakukan
oleh aparat penegak hukum adalah upaya preventif dan represif. Upaya
preventif yang dilakukan oleh pihak Kepolisian adalah melakukan penyuluhan
dan patroli. Upaya represif merupakan penindakan bagi pelaku kejahatan
melalui suatu proses peradilan pidana dan melakukan pembinaan di lembaga
permasyarakatan.

v
ABSTRACT

HANDRI MAWARDI (C06150048), The Criminological Review of Hard


Theft Using Violent Weapons (Case Study In Serang City 2015-2019).
Supervised by Mr. Sofyan as Supervisor I and and Mrs. Hj. Nur Azisa as
Supervisior II.

This study aims to determine what factors are causing the crime of theft with
violence using sharp weapons in the city of Serang within the last three years,
as well as to know what efforts can be made to minimize the occurrence of
crime theft with violence that uses sharp weapons in the city of Serang.

This research was conducted at Polrestabes City of Serang. The authors


obtained data by conducting direct interviews with resource persons and
retrieving data directly from Polrestabes and retrieving data from the relevant
literature of literature, books and legislation relating to the issue.

The data obtained is then analyzed by comparing the actual and existing data
on factors causing theft of violent use of sharp weapons in the city of Serang,
the reasons for using sharp weapons in carrying out its actions, as well as
any attempts made by the apparatus law enforcer.

Based on the analysis of the data and facts, the authors conclude among
other things: factors that affect the occurrence of crime theft with violence
using sharp weapons that are low economic factors, low educational factors,
environmental factors are poor and the weakness of law enforcement. The
reason the perpetrators use sharp weapons is to facilitate the conduct of their
actions, to threaten their victims so that they fear and surrender their
possessions and to protect themselves. Efforts made by law enforcement
officers are preventive and repressive efforts. The preventive efforts
undertaken by the Police are doing counseling and patrol. Repressive efforts
constitute the prosecution of the perpetrators of crime through a criminal
justice process and conduct guidance in the penitentiary
KATA PENGANTAR

Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan berkah
dan ridho-Nya sehingga Penulis mampu menyelesaikan Skripsi ini dengan
judul “Tinjauan Kriminologis Pencurian Dengan Kekerasan Yang
Menggunakan Senjata Tajam (Studi Kasus di Kab. SerangTahun 2015-
2019)” sebagai salah satu syarat tugas akhir dalam memperoleh gelar
Sarjana Hukum (S1) Pada Fakultas Hukum UNIVERSITAS MATHLA’UL

Alhamdulillah, akhirnya skripsi ini dapat selesai dengan segenap


kemampuan yang penulis miliki dalam penyusunan skripsi secara maksimal.
Penulis menyadari bahwa penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak, sehingga melalui kesempatan ini, Penulis ingin mengucapkan
terima kasih yang tidak terhingga kepada kedua orang tua Penulis.
Ayahanda tercinta Suliyo dan Ibunda tercinta Sukiyem yang senantiasa
mendoakan segala kebaikan untuk Penulis, mendidik dan membesarkan
Penulis dengan penuh cinta dan kasih sayang. Kepada saudara Penulis, Ika
Setiyowati dan Tri Setiya Hutama yang senantiasa menjadi pemacu serta
contoh yang baik bagi Penulis.

Melalui kesempatan ini pula, Penulis juga ingin mengucapkan terima


kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu M.A selaku Rektor Universitas

Hasanuddin, beserta Pembantu Rektor lainnya.

2. Prof. Dr. Farida Patittingi, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum

UNIVERSITAS MATHLA’UL

3. Prof. Dr. Ahmadi Miru, S.H., M.H. selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum

Universitas Hasanuddin. Dr. Syamsuddin Muhtar, S.H.,M.H. selaku


Wakil Dekan II Fakultas Hukum UNIVERSITAS MATHLA’UL dan Prof.

Dr. Hamzah Halim, S.H., M.H. selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum

UNIVERSITAS MATHLA’UL

4. Bapak dan Ibu dosen di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin yang

telah membimbing dan memberikan pengetahuan, nasehat serta motivasi

kepada Penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum

UNIVERSITAS MATHLA’UL

5. Prof. Dr. Andi Muhammad Sofyan, S.H., M.H selaku Pembimbing I

yang dalam kesibukan dan aktivitasnya senantiasa bersedia membimbing

dan memotivasi Penulis dalam penyusunan skripsi ini.

6. Dr. Hj. Nur Azisa, S.H., M.H selaku Pembimbing II yang senantiasa

menyempatkan waktu dan dengan penuh kesabaran dalam membimbing

Penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

7. Prof. Dr. H. M. Said Karim, S.H., M.H., M.Si, Dr. Haeranah, S.H., M.H.

dan Dr. Hijrah Adhyanti Mirzana, S.H., M.H selaku Tim Penguji, yang

senantiasa memberikan saran/masukan kepada Penulis dalam

penyelesaian skripsi ini.

8. Seluruh pegawai dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

terkhusus Pak Appang, Pak Usman dan Pak Roni yang senantiasa

membantu Penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum

UNIVERSITAS MATHLA’UL
9. Polres Kab. Serang beserta jajaranya atas segala bantuan dan

dukungannya kepada penulis dalam melakukan penelitian skripsi.

Terutama kepada Bapak Firman, Bapak Adi dan Ibu Afri yang telah

meluangkan waktunya dalam memberikan informasi yang dibutuhkan.

10. Teman-Teman seperjuangan angkatan DIPLOMASI.

11. Seluruh keluarga besar Unit Kegiatan Mahasiswa Seni tari Universitas

Hasanuddin (UKM UST Unhas).

12. Seluruh keluarga besar Unit Kegiatan Mahasiswa Bengkel Seni Dewi

Keadilan (BSDK) yang telah mendukung penulis dalam berorganisasi di

Fakultas Hukum UNIVERSITAS MATHLA’UL

13. Seluruh teman-teman KKN Infrastruktur Serang Kelurahan

Pannambungan 2017 yang telah berjuang bersama menjalankan kuliah

kerja nyata dan memberikan pengalaman yang sangat berharga.

14. Keluarga besar MMG, Zaitun Hamid Al-Hamid S.H, Puspitasari Rusdi

S.H, Andi Rima Febrina Sari A S.H, Hikmah Nur Rahma S.H, Salwah

Al-Qadri S.H, Didi Muslim Sekutu S.H, Edi Suryanto Makkasau S.H,

Muh. Akram Syarif S.H, Hendri S.H, Auzan Aufar S.H

15. Dela Adriana Idham,.SKM yang sangat telah membantu penulis dalam

menyelesaikan penulisan skripsinya.

16. Denissa Yuliana Winardhy, S.T dan Istiyuni Puteri S.Ked yang telah

memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsinya.

ix
Penulis percaya bahwa Allah SWT selalu memudahkan orang

yang gemar memudahkan, Semoga segala bantuan amal kebaikan yang

telah diberikan mendapat balasan yang setimpal dari Alllah SWT. Penulis

menyadari bahwa karya ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, untuk

itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritikan yang

sifatnya membangun untuk perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini.

Harapan penulis, semoga skripsi ini dapat berguna dalam

pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum pada umumnya

dan hukum pidana pada khususnya

Serang, Mei 2019

Penulis
DAFTAR ISI

SAMPUL...................................................................................................i

PERSETUJUAN SKRIPSI........................................................................ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING...............................................................iii

PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN SKRIPSI......................................iv

ABSTRAK.................................................................................................v

KATA PENGANTAR................................................................................vii

DAFTAR ISI..............................................................................................xi

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................4
C. Tujuan Penelitian............................................................................4
D. Manfaat Penelitian..........................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Kriminologi......................................................................................6
1. Pengertian Kriminologi..............................................................6
2. Ruang Lingkup Kriminologi.......................................................10
3. Pembagian Kriminologi.............................................................12
4. Teori-Teori Krmininologi...........................................................14
B. Kejahatan.......................................................................................16
1. Pengertian Kejahatan...............................................................16
2. Jenis Kejahatan........................................................................20
C. Kejahatan Pencurian......................................................................22
1. Pengertian Pencurian...............................................................22
2. Pencurian Dengan Kekerasan..................................................26
D. Pengertian dan Jenis Senjata Tajam.............................................28
E. Teori Penyebab Kejahatan.............................................................41
F. Upaya Penanggulangan Kejahatan...............................................44
G. Ketentuan Pidana Penggunaan Senjata Tajam Tanpa Hak..........46
BAB III METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian............................................................................49
B. Jenis Dan Sumber Data.................................................................49
C. Teknik Pengumpulan Data.............................................................51

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Perkembangan Kejahatan Pencurian Dengan Kekerasan Yang
Mengguanakan Senjata Tajam di Kab. Serang.............................52
B. Faktor Penyebab Terjadinya Pencurian Dengan Kekerasan Yang
Menggunakan Senjata Tajam di Kab. Serang...............................59
C. Upaya Penanggulangan Kejahatan Pencurian Dengan Kekerasan
Yang Menggunakan Senjata Tajam di Kab. Serang.....................71

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan....................................................................................77
B. Saran..............................................................................................78

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................80
LAMPIRAN...............................................................................................82
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Republik Indonesia yang berlandaskan pancasila dan Undang-

Undang Dasar 1945 (selanjutnya disebut UUD NKRI Tahun 1945),

mengatur setiap tingkah laku warga negaranya agar tidak terlepas dari

segala peraturan - peraturan yang bersumber dari hukum. Negara hukum

menghendaki agar hukum senantiasa harus ditegakkan, dihormati dan

ditaati oleh siapapun juga tanpa ada pengecualian. Hal ini bertujuan untuk

menciptakan keamanan, ketertiban, kesejahteraan dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Seiring dengan kemajuan teknologi dan perkembangan peradaban

manusia dari masa ke masa, maka kebutuhan kepentingan manusia akan

mengakibatkan bertambahnya kejahatan. Kejahatan akan terus bertambah

dengan cara berbeda-beda bahkan dengan peralatan yang semakin

canggih dan modern sehingga kejahatan akan semakin meresahkan

masyarakat saat ini.

Sebagai salah satu perbuatan manusia yang menyimpang dari norma

pergaulan hidup manusia, kejahatan merupakan masalah sosial, yaitu

masalah - masalah di tengah masyarakat, sebab pelaku dan korbannya

1
adalah anggota masyarakat juga. Manusia dalam memenuhi kebutuhan

hidupnya yang beraneka ragam sering menghalalkan berbagai cara tanpa

mengindahkan norma-norma hukum yang berlaku dalam masyarakat.

Didalam pergaulan masyarakat, setiap hari terjadi hubungan antara

anggota - anggota masyarakat yang satu dengan yang lainnya. Pergaulan

tersebut menimbulkan berbagai peristiwa atau kejadian yang dapat

menggerakkan peristiwahukum. Hal ini pula yang kemudian mempengaruhi

semakin beragamnya motif kejahatan yang terjadi saat ini. Dari sekian

banyak motif kejahatan dan tindakan kriminal, adalah pencurian. Terjadinya

pencurian dalam masyarakat, misalnya kebutuhan beberapa unsur struktur

sosial masyarakat, seperti kebutuhan yang semakin meningkat, susahnya

mencari pekerjaan, adanya peluang bagi pelaku serta ringannya hukuman.

Dengan semakin meningkatanya kejahatan pencurian, maka

berkembang pula bentuk-bentuk lain dari pencurian itu sendiri. Salah

satunya adalah, pencurian dengan kekerasan. Pencurian dengan kekerasan

merupakan kejahatan terhadap harta benda.

Melihat kalimat pencurian dengan kekerasan, dapat ditarik kesimpulan

bahwa dalam melakukan pencurian pelaku tidak hanya mengambil barang

orang lain tapi juga melakukan kekerasan terhadap pemilik atau orang-

orang yang terkait. Pencurian dengan kekerasan sendiri juga sering

menggunakan senjata tajam dalam melaksanakann aksinya untuk membuat


korban merasa takut. Terkhusus di Kab. Serang pelaku kejahatan pencurian

dengan kekerasan yang menggunakan senjata tajam sudah sangat

meresahkan masyarakatmereka beraksi tak kenal waktu dan tempat.

Fenomena yang baru-baru ini terjadi adalah seorang remaja berusia 17

tahun yang sepak terjangnya di dunia kriminalitas jalanan sudah sangat

banyak. Dia telah menjadi tersangka sebagai spesialis pencurian yang

disertai kekerasan dan telah melakukan aksinya di 35 titik lokasi yang

berada dalam wilayah hukum Polres Serang. Biasanya dia mengancam

korbannya dengan senjata tajam agar mereka takut dan menyerahkan harta

benda miliknya. Sehingga dari kasus tersebut perlu adanya penanggulangan

kejahatan dengan sistem preventif dalam arti mengutamakan tindakan

pencegahan. Di samping juga mengadakan penanggulangan yang bersifat

represif dalam arti penyembuhan atau pemulihan kembali pada para

pelanggar hukum menjadi anggota masyarakat yang baik.

Untuk itulah kemudian perlu dilakukan tinjauan terhadap kejahatan

pencurian dengan kekerasan yang menggunakan senjata tajam, agar

kemudian dapat ditentukan solusi efektif untuk menanggulangi dan

memberantas atau paling tidak mesminimalisir tindakan - tindakan negatif

guna terwujudnya stabilitas dalam setiap hubungan di tengah-tengah

masyarakat.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk

mengkaji permasalahan tersebut dengan judul “Tinjauan Kriminologis

Pencurian Dengan Kekerasan Yang Menggunakan Senjata Tajam

(Studi Kasus Kab. Serang Tahun 2015-2019) ”

B. Rumusan Masalah

1. Faktor apakah yang menyebabkan terjadinya Pencurian Dengan

Kekerasan Yang Menggunakan Senjata Tajam di Kab. Serang?

2. Upaya apakah yang dilakukan oleh penegak hukum yang berwenang

dalam menanggulangi terjadinya Pencurian Dengan Kekerasan Yang

Menggunakan Senjata Tajam di Kab. Serang?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian menurut penulis

adalah:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor yang mempengaruhi

terjadinya pencurian dengan kekerasan yang menggunakan senjata

tajam di Kab. Serang.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis upaya aparat penegak hukum yang

berwenang dalam menanggulangi terjadinya pencurian dengan

kekerasan yang menggunakan senjata tajam di Kab. Serang.


D. Manfaat Penelitian

Selanjutnya penelitian ini juga diharapkan mendatangkan manfaat yang

berupa:

1. Manfaat secara teoritis

Penelitian ini dapat bermanfaat memberikan masukan

sekaligus menambah khazanah ilmu pengetahuan dan literatur

dalam dunia akademis, khususnya tentang hal yang berhubungan

dengan pencurian dengan kekerasan yang menggunakan senjata

tajam. Selain itu dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut untuk

melahirkan konsep ilmiah yang dapat memberikan sumbangan bagi

perkembangan hukum di Indonesia.

2. Manfaat secara praktis

Secara praktis, penelitian ini dapat memberi pengetahuan

dan bagaimana upaya pencegahan sehingga kasus-kasus

pencurian dengan kekerasan yang menggunakan senjata tajambisa

dikurangi. Selain itu juga sebagai pedoman dan masukan baik bagi

aparat penegak hukum maupun masyarakat umum dalam

menentukan kebijakan dan langkah-langkah dalam memberantas

pencurian.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kriminologi

1. Pengertian Kriminologi

Perkembangan ruang lingkup kriminologi sejalan dengan pemikiran

yang mendasari kejahatan itu sendiri. Kriminologi merupakan cabang ilmu

pengetahuan yang muncul pada abad ke – 19 yang pada intinya merupakan

ilmu pengetahuan yang mempelajari sebab-musabab dari kejahatan.

Menurut A.S. Alam (2010:1), Istilah kriminologi pertama kali

dikemukakan oleh P. Topinard (1830-1911), seorang ahli antropologi

Perancis. Kriminologi terdiri dari dua suku kata yakni kata crime yang berarti

kejahatan dan logos yang berarti ilmu pengetahuan, maka kriminologi dapat

berarti ilmu tentang kejahatan.

Definisi tentang kriminologi banyak dikemukakan oleh para sarjana

dan masing-masing deefinisi dipengaruhi oleh luas lingkupnya bahan yang

dicakup oleh kriminologi.

W.A. Bonger (A.S Alam 2010 : 2), memberikan definisi bahwa

“kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki kejahatan

dengan seluas-luasnya.
Edwin H. Sutherland (A.S Alam 2010 : 2), mengartikan kriminologi

sebagai “kumpulan pengetahuan yang membahas kenakalan remaja dan

kejahatan sebagai gejala sosial”.

Sebagaimana dikutip oleh T.Effendi (2009:3), Manheimm melihat

kriminologi dari sisi yang berbeda, yaitu kriminologi dapat dikategorikan

secara luas ataupun secara sempit. Secara luas yakni mempelajari penologi

dan metodemetode yang berkaitan dengan kejahatan dan metode-metode

yang berkaitan dengan kejahatan dan masalah pencegahan kejahatan

dengan tindakan yang bersifat non punit. Sedangkan dalam arti sempit

kriminologi hanya mempelajari tentang kejahatan. Karena mempelajari

kejahatan, maka pendekatan yang dipergunakan adalah pendekatan

deskriptif, kausalitas, dan normatif.

Menurut J. Constant (A.S Alam 2010 : 2), kriminologi adalah “ilmu

pengetahuan yang bertujuan menentukan faktor-faktor yang menjadi sebab-

musabab terjadinya kejahatan dan penjahat”.

WME.Noach (A.S Alam 2010 : 2), mendefinisikan kriminologi sebagai

“ilmu pengetahuan yang menyelidiki gejala-gejala kejahatan dan tingkah laku

yang tidak senonoh, sebab-musabab serta akibat-akibatnya” .

Bonger (Topo Santoso 2001 : 9), kemudian membagi kriminologi ini

menjadi kriminologi murni yang mencakup :


a. Antropologi Kriminal

Ilmu pengetahuan tentang manusia yang jahat (somatis) yang

memberikan jawaban atas pertanyaan tentang orang jahat dalam

tubuhnya mempunyai tanda-tanda seperti apa danapakah ada

hubungan antara suku bangsa dengan kejahatan dan seterusnya.

b. Sosiologi Kriminal

lmu pengetahuan tentang kejahatan sebagai suatu gejala masyarakat

yang ingin menjawab sampai dimana letak sebab-sebab kejahatan

dalam masyarakat.

c. Psikologi Kriminal

lmu pengetahuan tentang penjahat dilihat dari sudut jiwanya.

d. Psikopatolgi dan Neuropatologi Kriminal

lmu tentang penjahat yang sakit jiwa.

e. Penologi

lmu tentang tumbuh dan berkembangnya hukuman.

Muhammad Mustofa (2007 : 5) mengemukakan pada umumnya, para

sarjana kriminologi bersepakat bahwa yang merupakan objek penelitian

kriminologis adalah kejahatan, penjahat, tingkah laku menyimpang pelaku,

penyimpang korban kejahatan, reaksi sosial terhadap tingkah laku jahat dan

tingkah laku menyimpang, baik merupakan reaksi formal, yaitu bekerjanya


pranata – pranata sistem peradilan pidana, maupun reaksi nonformal dari

warga masyarakat terhadap pelaku kejahatanserta korban kejahatan dalam

suatu peristiwa kejahatan. Keseluruhan objek penelitian kriminologi tersebut

dipelajari sebagai gejala sosial.

Adapun objek Kriminologi secara singkat menurut (T.Effendi 2009 : 3)

adalah :

a. Kejahatan

Berbicara tentang kejahatan, maka sesuatu yang dapat kita

tangkap secara spontan adalah tindakan yang merugikan orang lain

atau masyarakat umum, atau lebih sederhana lagi kejahatan adalah

suatu perbuatan yang bertentangan dengan norma. Kejahatan yang

dimaksud disini adalah kejahatan dalam arti pelanggaran terhadap

undang-undang pidana.

b. Pelaku

Yang dapat dikualifikasikan sebagai pelaku kejahatan untuk

dapat dikategorikan sebagai pelaku adalah mereka yang telah

ditetapkan sebagai pelanggar hukum oleh pengadilan. Objek

penelitian kriminologi tentang pelaku adalah tentang mereka yang

telah melakukan kejahatan.

c. Reaksi masyarakat terhadap perbuatan melanggar hukum dan pelaku

kejahatan
Berdasarkan definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa

kriminologi pada dasarnya merupakan ilmu yang mempelajari

kejahatan, untuk memahami sebab-musabab terjadinya kejahatan

serta upaya-upaya apa yang dilakukan untuk menanggulangi

kejahatan. Dan juga bahwa kriminologi adalah bidang ilmu yang cukup

penting dipelajari karena dengan adanya kriminologi, dapat

dipergunakan sebagai kontrol social terhadap kebijakan dan

pelaksanaan hukum pidana.

2. Ruang Lingkup Kriminologi

Menurut Sutherland (Indah Sri Utari 2012 : 15), kriminologi terdiri dari

tiga bagian utama, yaitu:

a. Etiologi kriminal, yaitu usaha secara ilmiah untuk mencari sebab-

sebab kejahatan;

b. Penologi, yaitu pengetahuan yang mempelajari tentang sejarah

lahirnya hukuman, perkembangannya serta arti dan faedahnya;

c. Sosiologi hukum (pidana), yaitu analisis ilmiah terhadap kondisi-

kondisi yang mempengaruhi perkembangan hukum pidana.

Sedangkan menurut A.S. Alam (2010 : 3) ,ruang lingkup pembahasan

kriminologi mencakup tiga hal pokok, yakni:

a. Proses pembuatan hukum pidana dan acara pidana (making laws);


b. Etiologi kriminal, yang membahas teori-teori yang menyebabkan

terjadinya kejahatan (breaking of laws);

c. Reaksi terhadap pelanggaran hukum (reacting toward the breaking

laws). Reaksi dalam hal ini bukan hanya ditujukan kepada pelanggar

hukum berupa tindakan represif tetapi juga reaksi terhadap calon

pelanggar hukum berupa upaya-upaya pencegahan kejahatan

(criminal prevention).

Dalam hal proses pembuatan hukum pidana (process of making

laws), maka yang jadi pokok bahasannya meliputi definisi kejahatan,

unsur-unsur kejahatan, relativitas pengertian kejahatan, penggolongan

kejahatan, dan statistik kejahatan.

Dalam etiologi kriminal, yang dibahas adalah aliran-aliran (mazhab-

mazhab) kriminologi, teori-teori kriminologi, dan berbagai perspektif

kriminologi.

Selanjutnya yang dibahas dalam bagian ketiga yaitu reaksi terhadap

pelanggaran hukum antara lain teori-teori penghukuman dan upaya-upaya

penanggulangan/pencegahan kejahatan, baik berupa tindakan pre-entif,

preventif, represif, dan rehabilitatif.

Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa kriminologi mempelajari

mengenai kejahatan, yaitu pertama, norma-norma yang termuat di dalam

peraturan pidana, kedua mempelajari tentang pelakunya, yaitu orang yang


melakukan kejahatan, atau sering disebut penjahat. Dan yang ketiga adalah

reaksi masyarakat terhadap kejahatan dan pelaku.

3. Pembagian Kriminologi

Menurut A.S. Alam (2010 : 4-7), kriminologi dapat dibagi dalam dua

golongan besar yaitu:

a. Kriminologi Teoritis

Secara teoritis kriminologi ini dapat dipisahkan kedalam lima cabang

pengetahuan. Tiap-tiap bagiannya memperdalam pengetahuannya mengenai

sebab-musabab kejahatan secara teoritis. Kelima cabang tersebut adalah:

1) Antropologi kriminal, yaitu ilmu pengetahuan yang

mempelajari tanda-tanda fisik yang menjadi ciri khas dari

seorang penjahat. Misalnya :menurut Lambroso ciri seorang

penjahat diantaranya: tengkoraknya panjang, rambutnya

lebat, tulang pelipisnya menonjol ke luar, dahinya mencong

dan seterusnya.

2) Sosiologi kriminal, yaitu ilmu pengetahuan yang

mempelajari kejahatan sebagai gejala sosial.

3) Psikologi kriminal, yaitu ilmu pengetahuan yang

mempelajari kejahatan dari sudut ilmu jiwa.


4) Psikologi dan Neuro Phatologi Kriminal, yaitu ilmu

pengetahuan yang mempelajari tentang penjahat yang sakit

jiwa / gila. Misalnya mempelajari penjahat-penjahat yang

masih dirawat di rumah sakit jiwa.

5) Penologi, yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang

sejarah, arti dan faedah hukum.

b. Kriminologi Praktis

Yaitu ilmu pengetahuan yang berguna untuk memberantas kejahatan

yang timbul di dalam masyarakat. Dapat pula disebutkan bahwa

kriminologi praktis adalah merupakan ilmu pengetahuan yang diamalkan

(applied criminology). Cabang-cabang dari kriminologi praktis ini adalah:

1) Hygiene Kriminal, yaitu cabang kriminologi yang berusaha

untuk memberantas faktor penyebab timbulnya kejahatan.

2) Politik Kriminal, yaitu ilmu yang mempelajari tentang

bagaimanakah caranya menetapkan hukum yang sebaik-

baiknya kepada terpidana agar ia dapat menyadari

kesalahannya serta berniat untuk tidak melakukan

kejahatan lagi.

3) Kriminalistik (police scientific), yaitui ilmu tentang

penyelidikan teknik kejahatan dan penangkapan pelaku

kejahatan.
4. Teori – Teori Kriminologi

Dalam perkembangan kriminologi, pembahasan mengenai sebab-


musabab kejahatan secara sistematis merupakan hal baru, meskipun
sebenarnya hal tersebut telah dibahas oleh banyak ahli kriminologi
(kriminolog). Indah Sri Utami (2012 : 90-108) dikutip dalam bukunya
bahwa dalam kriminologi juga dikenal adanya beberapa teori yaitu:

a. Teori Differential Association

Teori ini dikemukakan oleh Edwin H. Sutherland, seorang ahli


sosiologi Amerika. Terdapat dua versi dalam teori ini yang pertama
Sutherland tertuju pada soal konflik budaya, keberantakan sosial, serta
differential association. Dan selanjutnya yang kedua Sutherland
mengartikan bahwa hanya pergaulan dengan penjahat yang akan
menyebabkan perilaku kriminal, akan tetapi yang terpenting adalah isi dari
proses komunikasi dari orang lain.

Kemudian pada tahun 1947 Edwin H. Sutherland menyajikan versi


kedua dari teori Differential Association yang menekankan bahwa semua
tingkah laku itu dipelajari, tidak ada ang diturunkan berdasarkan
pewarisan orang tua. Tegasnya pola perilaku jahat tidak diwariskan tapi
dipelajari melalaui suatu pergaulan yang akrab.

b. Teori Anomie

Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Emile Durkhiem yang


mempergunakan istilah anomie untuk mendeskripsikan keadaan
“deregulation” di dalam masyarakat yang diartikan sebagai tidak ditaatinya
aturan-aturan yang terdapat pada masyarakat sehingga orang tidak tahu
apa yang diharapkan dari orang lain dan keadaan ini menyebabkan
deviasi.

Teori ini tidak lepas dari konsepsi Durkheim tentang manusia yang
menurutnya ditandai oleh tiga hal yakni manusia merupakan makhluk
sosial, eksistensinya sebagai makhluk sosial, manusia cenderung hidup
dalam masyarakat dan keberadaannya sangat tergantung pada
masyarakat tersebut sebagai koloni.

c. Teori Sub-Culture

Pada dasarnya teori sub-culture membahas dan menjelaskan bentuk


kenakalan remaja serta perkembangan berbagai tipe gang. Teori ini
banyak dipengaruhi oleh Mashab Chicago selain juga dipengaruhi Teori
Anomie dan pemikiran-pemikiran Solomon Kobrin. Ada dua topik yang
dibahas oleh para ahli kriminologi berkaitan dengan subkultur yaitu
mereka yang mempelajari kenakalan gang dan teori tentang subkultur.
Oleh karena terdapat perbedaan pembahasan inilah maka muncul
berbagai teori subkultur. Teori yang paling menonjol adalah teori
delinquent subkultur dari Cohen dan teori differential opportunity dari
Cloward dan Ohlin.

d. Teori culture conflict

Teori ini dikemukakan Thorsten Sellin dalam bukunya Culture Conflict


and Crime (1938). Menurut Sellin, culture conflict merupakan konflik
dalam nilai sosial, konfilk kepentingan dan konflik norma. Karena itu,
konflik kadang-kadang merupakan hasil sampingan dari proses
perkembangan kebudayaan dan peradaban atau acapkali sebagai hasil
berpindahnya norma-norma perilaku daerah atau budaya satu ke budaya
yang lain dan dipelajari sebagai konflik mental.

e. Teori Labeling

Teori ini merupakan cabang atau pengembangan dari teori yang


muncul lebih dahulu, teori ini menjawab pertanyaan tentang kejahatan
dan penjahat dengan mengunakan prespektif yang baru. Teori labeling
banyak dipengaruhi oleh aliran Chicago yaitu yang berkaitan dengan
interaksionis simbolis. Howard S. Becker dan Edwin Lemert merupakan
tokoh-tokoh penting dalam pengembangam teori ini.

Pembahasan teori Labeling menekankan pada dua hal yaitu :

1. Menjelaskan permasalahan mengapaa dan bagaimana orang-


orang tertentu di beri label.
2. Pengaruh efek dari label tersebut sebagai suatu konsekuensi dari
perbuatan yang telah dilakukannya.

B. Pengertian Kejahatan dan Jenis Kejahatan

1. Pengertian Kejahatan

Kejahatan merupakan pengertian sempit dari tindak pidana

(strafbaarfeit ) yang terdiri atas kejahatan (misdrijven) Buku II KUHP dan


pelanggaran (overtredingen) Buku III KUHP memuat mazro (Andi Sofyan

dan Nur Azisa, 2016 : 99)

Definisi kejahatan dilihat dari sudut pandang hukum atau secara

yuridis menganggap bahwa bagaimanapun jeleknya perbuatan yang

dilakukan oleh seseorang, sepanjang perbuatan tersebut tidak dilarang

dan tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan pidana,

perbuatan tersebut tetap dianggap sebagai perbuatan yang bukan

kejahatan.

Kejahatan adalah delik hukum (rechts delicten) yaitu perbuatan-

perbuatan yang meskipun tidak ditentukan dalam Undang-Undang

sebagai peristiwa pidana, tetapi dirasakan sebagai perbuatan yang

bertentangan dengan tata hukum.

Menurut Topo Santoso (2003:15) “ secara sosiologis kejahatan

merupakan suatu perilaku manusia yang diciptakan oleh masyarakat.

Walaupun masyarakat memiliki berbagai macam perilaku yang

berbeda-beda, akan tetapi ada di dalamnya bagian-bagian tertentu

yang memiliki pola yang sama”.

Sedangkan menurut R. Soesilo (1986:13), kejahatan dalam

pengertian sosiologis meliputi segala tingkah laku manusia, walaupun

tidak atau belum ditentukan dalam undang-undang, karena pada


hakikatnya warga masyarakat dapat merasakan dan menafsirkan

bahwa perbuatan tersebut menyerang dan merugikan masyarakat

Menurut (Wirjono Prodjodikoro 2003 : 1), kejahatan bukan merupakan

peristiwa hereditas (bawaan sejak lahir, warisan) juga bukan merupakan

warisan biologis.

Tindak kejahatan bisa dilakukan siapapun baik wanita maupun pria

dengan tingkat pendidkan yang berbeda. Tindak kejahatan bisa dilakukan

secara sadar yaitu difikirkan, direncanakan, dan diarahkan pada maksud

tertentu secara sadar benar. Kejahatan suatu konsepsi yang bersifat

abstrak, dimana kejahatan tidak dapat diraba dan dilihat kecuali akibatnya

saja.

Syahruddin (2003 : 1) mengemukakan adapun beberapa definisi

kejahatan menurut beberapa pakar:

1. Kartono berpendapat secara yuridis formal,kejahatan adalah

bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan

(immoril), merupakan masyarakat, asosial sifatnya dan melanggar

hukum serta undang-undang pidana.

2. J.M. Bemmelem memandang kejahatan sebagai suatu tindakan

anti sosial yang menimbulkan kerugian, ketidakpatutan dalam

masyarakat sehingga dalam masyarakat terdapat kegelisahan, dan


untuk menentramkan masyarakat, negara harus menjatuhkan

hukuman kepada penjahat.

3. M.A. Elliot mengatakan bahwa kejahatan adalah suatu problem

dalam masyarakat modem atau tingkah laku yang gagal dan

melanggar hukum dapat dijatuhi hukurnan penjara, hukuman mati

dan hukuman denda dan seterusnya.

4. W.A. Bonger mengatakan bahwa kejahatan adalah perbuatan yang

sangat anti sosial yang memperoleh tantangan dengan sadar dari

negara berupa pemberian penderitaan.

5. Paul Moedikdo Moeliono kejahatan adalah perbuatan pelanggaran

norma hukum yang ditafsirkan atau patut ditafsirkan masyarakat

sebagai perbuatan yang merugikan, menjengkelkan sehingga tidak

boleh dibiarkan (negara bertindak).

6. J.E. Sahetapy dan B. Marjono Reksodiputro dalam bukunya

“Paradoks Dalam Kriminologi” menyatakan bahwa, kejahatan

mengandung konotasi tertentu, merupakan suatu pengertian dan

penamaan yang relatif, mengandung variabilitas dan dinamik serta

bertalian dengan perbuatan atau tingkah laku (baik aktif maupun

pasif), yang dinilai oleh sebagian mayoritas atau minoritas

masyarakat sebagai suatu perbuatan anti sosial, suatu


pemerkosaan terhadap skala nilai sosial dan atau perasaan hukum

yang hidup dalam masyarakat sesuai dengan ruang dan waktu.

2. Jenis Kejahatan

Dalam bukunya, A.S. Alam membagi definisi kejahatan ke dalam dua

sudut pandang. Pertama, dari sudut pandang hukum (a crime from the

legal point of view). Batasan kejahatan dari sudut pandang ini adalah

setiap tingkah laku yang melanggar hukum pidana. Bagaimanapun

jeleknya suatu perbuatan sepanjang perbuatan itu tidak dilarang dalam

perundang-undangan pidana, perbuatan itu tetap sebagai perbuatan yang

bukan kejahatan. Kedua, dari sudut pandang masyarakat (a crime from

the sociology point of view). Batasan kejahatan dari sudut pandang ini

adalah setiap perbuatan yang melanggar norma-norma yang masih hidup

didalammasyarakat.

Apabila pendapat tentang kejahatan di atas dipelajari secara teliti,

maka dapat digolongkan dalam dua jenis pengertian sebagai berikut :

a. Pengertian secara praktis(sosiologis)

Pelanggaran atas norma-norma agama, kebiasaan, kesusilaan yang

hidup dalam masyarakat disebutkejahatan.

b. Pengertian secarareligious
Menurut sudut pandang religious, pelanggaran atas perintah Tuhan

disebut kejahatan

c. Pengertian secara yuridis

Dilihat dari hukum pidana maka kejahatan adalah setiap perbuatan

atau pelalaian yang dilarang oleh hukum public untuk melindungi

masyarakat dan diberi pidana oleh Negara.

Untuk menyebut suatu perbuatan sebagai kejahatan, A.S. Alam

menguraikan tujuh unsur pokok yang saling berkaitan yang harus dipenuhi.

Ketujuh unsur tersebut antara lain :

1. Ada perbuatan yang menimbulkan kerugian (harm)

2. Kerugian yang ada tersebut telah diatur dalamKUHP

3. Harus ada perbuatan (criminalact)

4. Harus ada maksud jahat (criminal intent = mensrea)

5. Ada peleburan antara maksud jahat dan perbuatanjahat.

6. Harus ada perbauran antara kerugian yang telah diatur dalam

KUHP denganperbuatan.

7. Harus ada sanksi pidana yang mengancam perbuatantersbut.

Menurut penulis, suatu perbuatan sekalipun tidak diatur dalam

undang undang tetapi apabila dianggap melanggar norma-norma yang


masih hidup dalam masyarakat secara moril, tetap dianggap sebagai

kejahatan namun seburuk-buruknya suatu perbuatan sepanjang

perbuatan itu tidak dilarang dalam perundang-undangan pidana, maka

perbuatan itu tidak dianggap sebagai kejahatan dari sudut pandang

hukum atau yang kita kenal dengan “asas legalitas”.

C. Kejahatan Pencurian

1. Pengertian Pencurian (Pasal 362 KUHPidana)

Menurut W.J.S Poerwadarminta (1989 : 177) pencurian berasal dari

suku kata curi dengan tambahan awalan “pen” dan akhiran “an”, dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata pencurian diartikan sebagai

perkara atau perbuatan mencuri.

Pencurian diatur dalam Pasal 362 KUHP : Barang siapa mengambil

suatu barang, yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan

orang lain dengan maksud memiliki barang itu dengan melawan hak

dihukum karena pencurian dengan hukuman penjaraselama -

lamanyalima tahun atau denda sebanyak – banyaknya Rp. 900,- .

Dalam penjelasan KUHPidana menurut R.Soesilo (1995 : 249)

pencurian mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:

a. Perbuatan “mengambil”,
Mengambil untuk dikuasainya, maksudnya waktu pencuri mengambil

barang itu, barang tersebut belum ada dalam kekuasaannya, apabila

waktu memiliki itu barangnya sudah ada di tangannya, maka

perbuatan ini bukan pencurian tetapi penggelapan.(Pasal 372

KUHpidana).

Pengambilan (pencurian) itu sudah dapat dikatakan selesai, apabila

barang tersebut sudah pindah tempat. Bila orang baru memegang saja

barang itu, dan belum berpindah tempat, maka orang itu belum dapat

dikatakan mencuri, akan tetapi ia baru “mencoba” mencuri.

b. Diambil harus sesuatu barang.

“sesuatu barang” yaitu segala sesuatu yang berwujud termasuk pula

binatang (manusia tidak masuk), misalnya uang, baju, kalung dan

sebagainya. Dalam pengertian barang masuk pula “daya listrik” dan

“gas”, meskipun tidak berwujud, tetapi dialirkan di kawat atau pipa.

Barang ini tidak perlu mempunyai harga ekonomis.Oleh karena

mengambil beberapa helai rambut wanita (untuk kenang-kenangan)

tidak dengan izin wanita itu, termasuk pencurian, meskipun dua helai

rambut tidak ada harganya.

c. Barang itu harus seluruhnya atau sebagiankepunyaan orang lain

“Barang itu seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain”.

“Sebagian kepunyaan orang lain” misalnya, A bersama B membeli


sebuah sepeda., maka sepeda itu kepunyaan A dan B disimpan di

rumah A, kemudian dicuri oleh B, atau A dan B menerima barang

warisan dari C, disimpan di rumah A, kemudian dicuri oleh B. suatu

barang yang bukan kepunyaan seseorang tidak menimbulkan

pencurian, misalnya binatang liar yang hidup di alam, barang-barang

yang sudah dibuang oleh yang punya dan sebagainya.

d. Pengambilan itu harus dilakukan dengan maksud untuk memiliki

dengan melawan Hukum (melawan hak).

“Pengambilan” itu harus dengan sengaja dan dengan maksud untuk

dimilikinya. Orang “karena keliru” mengambil barang orang lain itu

bukan pencurian. Seseorang “menemui” barang di jalan kemudian

diambilnya.Bila waktu pengambil itu sudah ada maksud “untuk

memiliki” barang itu, masuk pencurian. Jika waktu mengambil itu

pikiran terdakwa barang akan diserahkan kepada polisi. Akan tetapi

serentak datang di rumah barang itu untuk dimiliki diri sendiri (tidak

diserahkan kepada polisi), ia salah “menggelapkan” (Pasal 372),

karena waktu barang itu dimilikinya “sudah berada ditangannya”.

Menurut Andi Hamzah (2009 : 100) delik pencurian adalah delik yang

paling umum, tercantum di dalam semua KHUPidana di dunia, yang

disebut delik netral karena terjadi dan diatur oleh semua negara. Bagian
inti delik pencurian dalam Pasal 362 KUHPidana yang menjadi definisi

semua jenis delik pencurian adalah :

1) Mengambil suatu barang (enig goed),

2) Yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain,

3) Dengan maksud untuk memilikinya secara,

4) Melawan hukum.

Semua bagian inti ini harus disebut dan dijelaskan dalam dakwaan

bagaimana dilakukan. Kata Koster Henke (komentar W.v.S), dengan

mengambil saja belum merupakan pencurian, karena harus seluruhnya

dengan maksud memilikinya bertentangan dengan hak pemilik.Menurut

Clerien, mengambil (wegnemen) berarti sengaja dengan maksud. Ada

maksud untuk memiliki. Jika seseorang yang mengambil barang ternyata

miliknya sendiri (contoh, A mencuri baju di tukang jahit yang ternyata

bajunya sendiri, maksudnya hanya tidak mau bayar upah jahit) maka

bukan delik pencurian.Selanjutnya Koster Henke menjelaskan, jika

misalnya seseorang mencuri barang miliknya sendiri yang sementara

digadaikan, maka bukan delik pencurian.Lain halnya KUHPidana Jepang,

pencurian milik sendiri dianggap milik orang lain sesuai dengan perintah

penjabat publik. Akan tetapi, jika orang mencuri dengan maksud untuk

memberikan kepada orang lain, maka tetap merupakan delik pencurian.

Itulah bedanya dengan delik penggelapan, karena pada delik pencurian,


barang yang dicuri itu pada saat pengambilan itulah terjadi delik, karena

pada saat itulah barang berada di bawah kekuasaan si pembuat.

Walaupun pengambilan itu hanya untuk dipergunakan sementara barang

itu merupakan “’memiliki” barang itu. Dengan maksud untuk melwan

hukum barang itu sebagai tuan dan penguasa memiliki barang itu.

2. Kejahatan Pencurian Dengan Kekerasan (Pasal 365 KUHPidana)

Menurut Andi Hamzah (2009:253) pencurian dengan kekerasan

adalah pencurian yang didahului, disertai, atau diikuti dengan kekerasan

atau dengan ancaman kekerasan terhadap orang. Pencurian dengan

kekerasan diatur dalam Pasal 365 KUHPidana yang diantaranya

menyebutkan:

1. Diancam dengan pidana penjara paling lama Sembilan tahun

pencurian yang didahului, disertai, atau diikuti dengan kekerasan

atau ancaman kekerasan, terhadap orang dengan maksud untuk

mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal ini

tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau

peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri.

2. Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun :

a. Jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah

rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, di

berjalan;
b. Jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan

bersekutu;

c. Jika masuk ke tempat melakukan kejahatan dengan merusak

atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu,

perintah palsu atau pakaian jabatan palsu;

d. Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat.

e. Jika perbuatan mengakibatkan kematian maka diancam dengan

pidana penjara paling lama lima belas tahun.

3. Diancam dengan pidana mati atau pidana seumur hidup atau

selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika perbuatan

mengakibatkan luka berat atauu kematian dan dilakukan oleh dua

orang atau lebih dengan bersekutu, disertai pula oleh salah satu

hal yang diterangkan dalam hal no.1 dan no.3

Untuk mencapai hasil yang dituju dalam hal ini mencuri, maka

pembuat melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan. Pencurian

dengan kekerasan bukanlah merupakan pencurian gabungan dalam

artian gabungan antara tindak pidana pencurian dengan tindak pidana

kekerasan meskipun dilakukan dengan kekerasan, kekerasan dalam hal

ini merupakan keadaan yang berkualifikasi, maksudnya bahwa kekerasan

adalah suatu keadaan yang mengubah kualifikasi pencurian biasa

menjadi pencurian dengan kekerasan.


Melihat kalimat pencurian dengan kekerasan, dapat ditarik kesimpulan

bahwa dalam melakukan pencurian pelaku tidak hanya mengambil barang

orang lain tapi juga melakukan kekerasan terhadap pemilik atau orang-

orang yang terkait ketika pelaku melakukan aksinya.

D. Pengertian dan Jenis Senjata Tajam

Menurut Kamus Besar Bahasa Indoesia senjata adalah suatu alat

yang di gunakan untuk melukai, membunuh, atau menghancurkan suatu

benda. Senjata dapat digunakan untuk menyerang maupun untuk

mempertahankan diri, dan juga untuk mengancam dan melindungi.

Apapun yang dapat di gunakan untuk merusak bahkan psikologi dan

tubuh manusia dapat di katakan senjata.

Jenis-jenis Senjata Tajam sebagai berikut :

1. Celurit

Jenis senjata tajam ini berbentuk pipih dan melengkung yang

bagian permukaanya tajam. Senjata tajam ini dapat pula berfungsi

sebagai alat untuk melakukan pekerjaan di ladang. Tidak jarang

juga jenis senjata tajam ini pula digunakanuntuk melakukan suatu

perbuatan jahat.

2. Badik

Badik merupakan senjata khas masyarakat Bugis Serang.


Jenis senjata tajam ini dapat berfungsi sebagai alat pengaman,

dapat juga berfungsi sebagai senjata dalam melakukan suatu

kejahatan. Berfungsi pula sebagai alat untuk melakukan

pekerjaan rumah tangga, sebagai barang pusaka, barang kuno

atau barang gaib. Bagi masyarakat Bugis Serang badik dianggap

sebagai bagian dari dirinya, sepertinya kurang lengakap apabila

berpergian tanpa badik dipinggangnya.

3. Keris

Jenis senjata tajam ini mempunyai fungsi sebagai alat,

digunakan sebagai barang pusaka atau barang kuno/barang gaib.

Senjata ini jarang digunakan untuk melakukan suatu kejahatan,

dan hanya digunkan oleh orang-orang tertentu saja dan pada

waktu tertentu, misalnya :

a. Upacara perkawinan

b. Upacara pelantikan raja

c. Pada waktu pengambilan sumpah

4. Tombak

Tombak adalah senjata tajam yang bentuknya panjang yang

ujungnya runcing dan tajam. Jenis senjata tajam ini berfungsi

sebagai alat untuk melakukan suatu pekerjaan, biasanya

digunakan untuk berburu. Tombak dahulu kala sering digunakan


dalam upacara-upacara adat, namun sekarang tak jarang

digunakan melakukan suatu perbuatan delik.

5. Kapak

Kapak atau kadang disebut kampak adalah sebuah alat yang

biasanya terbuat dari logam, bermata yang diikat pada sebuah

tangkai biasanya dari kayu. Kapak adalah salah satu alat

manusiayang sudah tua usianya, sama umurnya saat

manusiapertama kali membuat alat dari batu dan kayu. Zaman

dahulu kapak dibuat dari batu pada zaman batu dan pada saat

zaman besi lalu dibuat dari besi. Kapak sangat berguna dan

penggunaannya cukup luas dimulai dari sebagai perkakas

pemotong kayu sampai sebagai senjata perang.

6. Parang

Parang adalah senjata tajam yang terbuat dari besi biasa

bentuknya relative sederhana tanpa pernak pernik.kegunaanya

adalah sebagai alat potong atau alat tebas (Terutama semak

belukar) kala penggunanya masuk hutan. Parang juga digunakan

untuk pertanian.

E. Teori Penyebab Kejahatan

Di dalam kriminologi dikenal adanya beberapa teori yang dapat

dipergunakan untuk menganalisis permasalahan-permasalahan yang


berkaitan dengan kejahatan. Teori-teori tersebut pada hakikatnya berusaha

untuk mengkaji dan menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan penjahat

dengan kejahatan, namun dalam menjelaskan hal tersebut sudah tentu

terdapat hal-hal yang berbeda antara satu teori dengan teori lainnya.

Made Darma Weda (1996:15-20) mengemukakan teori-teori kriminologi

tentang kejahatan, sebagai berikut:

1. Teori Klasik

Teori ini mulai muncul di Inggris pada pertengahan abad

ke-19 dan tersebar di Eropa dan Amerika.Teori ini berdasarkan

psikologi hedonistik. Menurut psikologi hedonistik setiap

perbuatan manusia berdasarkan pertimbangan rasa senang dan

rasa tidak senang (sakit).Setiap manusia berhak memilih mana

yang baik dan mana yang buruk, perbuatan mana yang

mendatangkan kesenangan dan yang mana yang tidak.

Menurut Beccaria (Made Darma Weda, 1996 : 15) bahwa

setiap orang yang melanggar hukum telah memperhitungkan

kesenangan dan rasa saki yang diperoleh dan perbuatan

tersebut.That the act which I do is the act which I think will give

me most pleasure.

Lebih lanjut Beccaria menyatakan bahwa: Semua orang

melanggar undang-undang tertentu harus menerima hukuman


yang sama, tanpa mengingat umur, kesehatan jiwa, kaya

miskinnya, posisi sosial dan keadaan- keadan lainnya. Hukuman

yang dijatuhkan harus sedemikian beratnya, sehingga melebihi

suka yang diperoleh dari pelanggaran undang-undang tersebut.

Berdasarkan pendapat Beccaria tersebut setiap

hukuman yang dijatuhkan sekalipun pidana yang berat sudah

diperhitungkan sebagai kesenangan yang diperolehnya, sehingga

maksud pendapat Beccaria adalah untuk mengurangi

kesewenangan dan kekuasaan hukuman.

2. Teori Neo Klasik

Menurut Made Darma Weda (1996 : 15) bahwa:

Teori neo klasik ini sebenarnya merupakan revisi atau

pembaharuan teori klasik, dengan demikian teori neo klasik ini

tidak menyimpang dari konsepsi-konsepsi umum tentang sifat-

sifat manusia yang berlaku pada waktu itu. Doktrin dasarnya tetap

yaitu bahwa manusia adalah makhluk yang mempunyai rasio

yang berkehendak bebas dan karenanya bertanggung jawab atas

perbuatan-perbuatannya dan dapat dikontrol oleh rasa

ketakutannya terhadap hukum.

Ciri khas teori neo klasik (Made Darma Weda,1996 : 15) adalah

sebagai berikut:
a. Adanya pelunakan/perubahan pada doktrin kehendak

bebas.Kebebasan kehendak untuk memilih dapat dipengaruhi

oleh:

1) Patologi,ketidakmampuan untuk bertindak,sakit jiwa,atau

lain-lain keadaan yang mencegah seseorang untuk

memperlakukan kehendak bebasnya.

2) Premeditasi niat, yang dijadikan ukuran dari kebebasan

kehendak, tetapi hal ini menyangkut terhadap hal-hal

yang aneh, sebab jika benar, maka pelaku pidana untuk

pertama kali harus dianggap lebih bebas untuk memilih

dari pada residivis yang terkait dengan kebiasaan-

kebiasaannya, dan oleh karenanya harus dihukum

dengan berat.

b. Pengakuan dari pada sahnya keadaan yang berubah ini dapat

berupa fisik (cuaca, mekanis, dan sebagainya) keadaan-

keadaan lingkungannya atau keadaan mental dari individu.

c. Perubahan doktrin tanggung jawab sempurna untuk

memungkinkan perubahan hukuman menjadi tanggung jawab

sebagian saja, sebab-sebab utama untuk

mempertanggungjawabkan seseorang untuk sebagian saja

adalah kegilaan, kedunguan, usia dan lain-lain yang dapat


mempengaruhi pengetahuan dan niat seseorang pada waktu

melakukan kejahatan.

d. Dimasukkan persaksian/keterangan ahli di dalam acara

pengadilan untuk menentukan besarnya tanggung

jawab,untukmenentukan apakah si terdakwa mampu memilih

antara yang benar dan salah.

Berdasarkan ciri khas teori neo klasik, tampak bahwa

teori neo- klasik menggambarkan ditinggalkannya kekuatan yang

supra natural, yang ajaib (gaib),sebagai prinsip untuk

menjelaskan dan membimbing terbentuknya pelaksanaan hukum

pidana.Dengan demikian teori – teori neo-klasik menunjukkan

permulaan pendekatan yang naturalistik terhadap perilaku/tingkah

laku manusia

3. Teori Kartografi/Geografi

Teori kartografi yangberkembang di Perancis, Inggris,

Jerman.Teori ini mulai berkembang pada tahun 1830 - 1880 M.

Teori ini sering pula disebut sebagai ajaran ekologis.Yang

dipentingkan oleh ajaran ini adalah distribusi kejahatan dalam

daerah-daerah tertentu, baik secara geografis maupun secara

sosial.

Menurut Made Darma Weda (1996 : 16) bahwa :


Teori ini kejahatan merupakan perwujudan kondisi-

kondisi sosial yang ada. Dengan kata lain bahwa kejahatan itu

muncul disebabkan karena faktor dari luar manusia itu sendiri.

4. Teori Sosialis

Teori sosialis mulai berkembang pada tahun 1850 M.

Para tokoh aliran ini banyak dipengaruhi oleh tulisan dari Marx

dan Engels, yang lebih menekankan pada determinasi ekonomi.

Menurut para tokoh ajaran ini (Made Darma Weda

1996:16)bahwa “kejahatan timbul disebabkan oleh adanya

tekanan ekonomi yang tidak seimbang dalam masyarakat.”

Satjipto Rahardjo (A.S. Alam, 2010 : 21) berpendapat bahwa:

“Kejahatan itu merupakan bayang-bayang manusia maka

dari itu makin tinggi peradaban manusia makin tinggi pula cara

melakukan kejahatan.”

Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka untuk

melawan kejahatan itu haruslah diadakan peningkatan di bidang

ekonomi. Dengan kata lain kemakmuran, keseimbangan dan

keadilan sosial akan mengurangi terjadinya kejahatan.

5. Teori Tipologis

Di dalam kriminologi telah berkembang empat teori yang

disebut dengan teori tipologis atau bio-typologis.Keempat aliran


tersebut mempunyai kesamaan pemikiran dan

metodologi.Mereka mempunyai asumsi bahwa terdapat

perbedaan antara orang jahat dengan orang yang tidak jahat.

Keempat teori tipologis tersebut adalah sebagai berikut:

a. Teori Lombroso/Mazhab Antropologis

Teori ini dipelopori oleh Cesare Lombroso.

Menurut Lombroso (Made Darma Weda 1996 : 16-17)

bahwa:

Kejahatan merupakan bakat manusia yang dibawa

sejak lahir (criminal is born). Selanjutnya ia mengatakan

bahwa ciri khas seorang penjahat dapat dilihat dari

keadaan fisiknya yang mana sangat berbeda dengan

manusia lainnya.

Aliran Lombroso ini bertujuan untuk membantah

aliran klasik dalam persoalan determinasi melawan

kebebasan kemauan dan kemudian membantah teori

Tarde tentang theory of imitation (Le lois de'l imitation).

Teori Lombroso ini, dibantah oleh Goring dengan

membuat penelitian perbandingan.Hasil penelitiannya

tersebut, Goring (Made Darma Weda, 1996 : 18) menarik

kesimpulan bahwa “Tidak ada tanda-tanda jasmaniah


untuk disebut sebagai tipe penjahat, demikian pula tidak

ada tanda-tanda rohaniah untuk menyatakan penjahat itu

memiliki suatu tipe. Dengan demikian Goring dalam

mencari kausa kejahatan kembali pada faktor psikologis,

sedangkan faktor lingkungan sangat kecil pengaruhnya

terhadap seseorang.

b. Teori Mental Tester

Teori mental Tester ini muncul setelah runtuhnya

teori Lombroso.Teori ini dalam metodologinya

menggunakan tes mental untuk membedakan penjahat

dan bukan pejahat.

Menurut Goddard (Made Darma Weda, 1996 : 18)

bahwa:

Setiap penjahat adalah orang yang otaknya

lemah, karena orang yang otaknya lemah tidak dapat

menilai perbuatannya, dan dengan demikian tidak dapat

pula menilai akibat dari perbuatannya tersebut atau

menangkap serta menilai arti hukum.

Berdasarkan pendapat tersebut, teori ini

memandang kelemahan otak merupakan pembawaan

sejak lahir dan merupakan penyebab orang melakukan


kejahatan.

c. Teori Psikiatrik

Teori psikiatrik merupakan lanjutan teori-teori

Lombroso dengan melihat tanpa adanya perubahan pada

ciri-ciri morfologi (Made Darma Weda, 1996 : 19) bahwa:

Teori ini Iebih menekankan pada unsur psikologis,

epilepsi dan moral insanity sebagai sebab-sebab

kejahatan.Teori psikiatrik ini, memberikan arti penting

kepada kekacauan kekacauan emosional, yang dianggap

timbul dalam interaksi sosial dan bukan karena

pewarisan.Pokok teori ini adalah organisasi tertentu dari

pada kepribadian orang, yang berkembang jauh terpisah

dari pengaruh jahat, tetapi tetap akan menghasilkan

kelakuan jahat tanpa mengingat situasi situasi sosial.”

d. Teori Sosiologis

Dalam memberi kausa kejahatan, teori sosiologis

merupakan aliran yang sangat bervariasi.Analisis sebab-

sebab kejahatan secara sosiologis banyak dipengaruhi

oleh teori kartografik dan sosialis.

Teori ini menafsirkan kejahatan (Made Darma

Weda, 1996 : 19) sebagai:

Fungsi lingkungan sosial (crime as a function of social


environment). Pokok pangkal dengan ajaran ini adalah,

bahwa kelakuan jahat dihasilkan oleh proses-proses yang

sama seperti kelakuan sosial. Dengan demikian proses

terjadinya tingkah laku jahat tidak berbeda dengan tingkah

laku lainnya termasuk tingkah laku yang baik. Orang

melakukan kejahatan disebabkan karena orang tersebut

meniru keadaan sekelilingnya.

6. Teori Lingkungan

Teori ini biasa juga disebut sebagai mazhab

Perancis.Menurut Tarde (Made Darma Weda, 1996 : 20):

“Teori ini seseorang melakukan kejahatan karena

dipengaruhi oleh faktor di sekitarnya/lingkungan, baik lingkungan

keluarga, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan

termasuk dengan pertahanan dengan dunia luar, serta penemuan

teknologi.”

Masuknya barang-barang dari luar negeri seperti televisi,

buku-buku serta film dengan berbagai macam reklame sebagai

promosinya ikut pula menentukan tinggi rendahnya tingkat

kejahatan.

7. Teori Biososiologi

Tokoh dari aliran ini adalah A. D. Prins, van Humel, D.

Simons dan lain-lain. Aliran biososiologi ini sebenarnya

merupakan perpaduan dari aIiran antropologi dan aliran


sosiologis, oleh karena ajarannya didasarkan bahwa tiap-tiap

kejahatan itu timbul karena faktor individu seperti keadaan psikis

dan fisik dari si penjahat dan juga karena faktor lingkungan.

Menurut Made Darma Weda, (1996 : 20) bahwa:

Faktor individu itu dapat meliputi sifat individu yang

diperoleh sebagai warisan dari orang tuanya, keadaan badaniah,

kelamin, umur, intelek, temperamen, kesehatan, dan minuman

keras.Keadaan lingkungan yang mendorong seseorang

melakukan kejahatan itu meliputi keadaan alam (geografis dan

klimatologis), keadaan ekonomi, tingkat peradaban dan keadaan

politik suatu negara misalnya meningkatnya kejahatan menjelang

pemilihan umum dan menghadapi sidang MPR.

8. Teori NKK

Teori NKK ini merupakan teori terbaru yang rnencoba

menjelaskan sebab terjadinya kejahatan di dalam

masyarakat.Teori ini sering dipergunakan oleh aparat kepolisian

di dalam menanggulangi kejahatan di masyarakat. Menurut A S.

Alam bahwa rumus teori ini adalah:

N + K1 = K2

Keterangan:

N= Niat

K1= Kesempatan

K2 = Kejahatan
Menurut teori ini, sebab terjadinya kejahatan adalah

karena adanya niat dan kesempatan yang dipadukan. Jadi

meskipun ada niat tetapi tidak ada kesempatan, mustahil akan

terjadi kejahatan, begitu pula sebaliknya meskipun ada

kesempatan tetapi tidak ada niat maka tidak mungkin pula akan

terjadi kejahatan

F. Upaya Penanggulangan Kejahatan

Kejahatan adalah gejala sosial yang senantiasa dihadapi oleh setiap

masyarakat di dunia ini. Kejahatan dalam kebenarannya dirasakan sangat

meresahkan di samping itu juga mengganggu ketertiban dan ketentraman

dalam masyarakat. Oleh karena itu, mesyarakat berupaya semaksimal

mungkin untuk menanggulangi timbulnya kejahatan.

Upaya penanggulangan kejahatan telah dan terus dilakukan oleh

semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat pada umumnya.

Berbagai program dan kegiatan telah dilaksanakan sambil terus mencari

cara tepat dan efektif untuk mengatasi masalah tersebut.

Dalam hubungan ini E.H. Sutherland dan Cressesy mengemukakan

bahwa dalam crime prevention dalam pelaksanaannya ada dua buah

metode yang dipakai untuk mengurangi frekuensi kejahatan yaitu:


1. Metode untuk mengurangi penanggulangan dari kejahatan,

merupakan suatu cara yang ditujukan kepada pengurangan jumlah

dilakukan secara konseptual.

2. Metode untuk mencegah kejahatan pertama kali, suatu cara yang

ditujukan kepada upaya untuk mencegah terjadinya kejahatan yang

pertama kali, yang akan dilakukan oleh seseorang dalam metode ini

dikenal sebagai metode preventif.

Berdasarkan uraian diatas dapat dilihat bahwa upaya

penanggulangan kejahatan mencakup aktivitas preventif sekaligus

berupaya memperbaiki prilaku seseorang dinyatakan telah bersalah

(terpidana) di Lembaga Pemasyarakatan atau dengan kata lain, upaya

kejahatan dapat dilakukan secara pre-emptif, preventif dan represif.

Menurut A.S. Alam (2010 : 79-80), penanggulangan kejahatan terdiri atas

tiga bagian pokok, yaitu:

a. Upaya pre-emtif

Upaya pre-emtif (moral) adalah upaya awal yang dilakukan oleh

pihak kepolisian untuk mencegah terjadinya tindak pidana. Dalam upaya

ini yang lebih ditekankan adalah menanamkan nilai/norma dalam diri

seseorang.

b. Upaya preventif
Upaya penanggulangan kejahatan secara preventif (pencegahan)

dilakukan untuk mencegah timbulnya kejahatan pertama kali. Mencegah

kejahatan lebih baik daripada mencoba mendidik penjahat menjadi lebih

baik kembali, demikian semboyan dalam kriminologi, yaitu usaha-usaha

memperbaiki penjahat (narapidana) yang perlu diperhatikan dan

diarahkan agar tidak terjadi lagi kejahatan ulang.

Memang sangat beralasan bila upaya preventif diutamakan karena

upaya preventif dapat dilakukan oleh siapa saja tanpa suatu keahlian

yang khusus dan ekonomis, misalnya menjaga diri, jangan sampai

menjadi korban kriminalitas. Disamping itu upaya preventif tidak perlu

suatu organisasi atau birokrasi dan lagi pula tidak menimbulkan akses

lain.

Dalam upaya preventif (pencegahan) itu bagaimana upaya kita

melakukan suatu usaha jadi positif, bagaimana kita menciptakan suatu

kondisi seperti keadaan ekonomi, lingkungan juga budaya masyarakat

menjadi suatu dinamika dalam pembangunan dan bukan sebaliknya

seperti menimbulkan ketegangan-ketegangan sosial atau mendorong

timbulnya perbuatan atau penyimpangan dan disamping itu bagaimana

meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat bahwa keamanan

dan ketertiban adalah tanggung jawab bersama.

c. Upaya Represif:
Upaya represif adalah suatu upaya penanggulangan kejahatan

secara konsepsional yang ditempuh setelah terjadinya kejahatan.

Penanggulangan dengan upaya represif dimaksudkan untuk menindak

para pelaku kejahatan sesuai dengan perbuatannya serta memperbaiki

kembali agar mereka sadar bahwa perbuatan yang dilakukannya

merupakan perbuatan yang melanggar hukum dan merugikan

masyarakat, sehingga tidak akan mengulanginya dan orang lain juga tidak

akan melakukannya mengingat sanksi yang akan ditanggungnya sangat

berat.

Dalam membahas sistem represif, kita tidak terlepas dari

permasalahan sistem peradilan pidana kita, dimana dalam sistem

peradilan pidana kita, paling sedikit terdapat sub sistem Kehakiman,

Kejaksaan, Kepolisian, Rutan, Pemasyarakatan, dan Kepengacaraan

yang merupakan suatu keseluruhan yang terangkat dan berhubungan

secara fungsional.

G. Kententuan Pidana Pencurian dengan Kekerasan

Dalam KUHP (Kitab Undang - Undang Hukum Pidana) Tindak

pidana pencurian dan kekerasan termasuk kepada tindak pidana

pencurian Bab XXII khususnya diatur pada Pasal 365.

Pasal 365 KUHP ayat (1) “Diancam dengan pidana penjara

paling lama sembilan tahun, pencurian yang didahului, disertai atau


diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang

dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian,

atau dalam hal tertangkap tangan, atau untuk memungkinkan

melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai

barang yang dicuri.” Ayat (2) “Diancam dengan pidana penjara paling

lama dua belas tahun”. Ayat (3) “Jika perbuatan mengakibatkan

kematian, maka diancam dengan pidana penjara paling lama lima

belas tahun”. Ayat (4) “Diancam dengan piidana mati atau pidana

penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua

puluh tahun, jika perbuatan mengakibatkan luka berat atau kematian

dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, disertai

pula oleh salah satu hal yang diterangkan dalam nomor 1 dan 3.

Unsur – unsur dalam Pasal 365 KUHP

1. Unsur Objektif :

Pencurian dengan didahului, disertai, diikuti atau kekerasan atau

ancaman kekerasan terhadap seseorang.

2. Unsur Subjektif :

Dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah

pencurian itu atau jika tertangkap tangan memberi kesempatan bagi

diri sendiri atau peserta lainnya dalam kejahatan itu.


Yang dikatakan dengan kekerasan adalah setiap perbuatan

yang mempergunakan tenaga badan atau fisik yang tidak ringan.

Penggunaan kekerasan terwujud dalam bentuk memukul dengan

sengaja, memukul dengan senjata, menyekap, mengikat, menahan.,

dsb.

H. Ketentuan Pidana Penggunaan Senjata Tajam Tanpa Hak

Delik penguasaan tanpa hak senjata penikam/ penusuk diatur

dalam pasal 2 (ayat 1 dan 2) Undang-Undang Darurat No 12 tahun

1951 serta Undang-Undang yang berkaitan didalamnya

Dalam Pasal 2 (ayat 1 dan 2) Undang-Undang Darurat No 12 tahun

1951 menegaskan :

Pasal 2 :

1) Barang siapa yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat,

menerima, mencoba memperolehnya, menyerahkan atau mencoba

menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan

padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut,

menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari

Indonesia sesuatu senjata pemukul, senjata penikam, atau senjata

penusuk (Slag, steek of stoot wapen), dihukum dengan hukuman

penjara selama-lamanya sepuluh tahun.

2) Dalam pengertian senjata pemukul, senjata penikam atau senjata


penusuk dalam pasal ini, tidak termasuk barang-barang yang

nyata- nyata dimaksudkan untuk dipergunakan guna pertanian atau

untuk pekerjaan-pekerjaan rumah tangga atau untuk kepentingan

melakukan dengan sah pekerjaan atau yang nyata-nyata mempunyai

tujuan sebagai barang pusaka atau barang kuno atau barang ajaib

(merkwaardigheid).

Setelah melihat dasar hukum Undang-Undang Darurat No 12

tahun 1951 pasal 2 (ayat 1 dan 2) tentang delik penguasaan tanpa hak

senjata api, munisi atau sesuatu bahan peledak, senjata pemukul,

senjata penikam, atau senjata penusuk dapat diuraikan unsur-

unsurnya :

Pasal 2 ayat 1:

1. Barang siapa

2. Tanpa hak memasukkan ke Indonesia

3. Membuat, menerima, mencoba memperolehnya, menyerahkan

atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai

persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya,

menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan

atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata pemukul,

senjata penikam, atau senjata penusuk.

4. Dihukum dengan hukuman penjara selama


5. lamanya sepuluh tahun

Pasal 2 ayat 2 :

1. Dalam pengertian senjata pemukul, senjata penikam atau

senjata penusuk dalam pasal ini, tidak termasuk barang-barang

yang nyata- nyata

2. Dimaksudkan untuk dipergunakan guna pertanian atau untuk

pekerjaan pekerjaan rumah tangga atau untuk kepentingan

melakukan dengan sah pekerjaan atau yang nyata-nyata

mempunyai tujuan sebagai barang pusaka atau barang kuno

atau barang ajaib.


BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan langkah-langkah atau cara yang

digunakan untuk mendapatkan data yang akurat dan relevan dengan

permasalahan yang sedang diteliti dengan cara mengumpulkan, mengolah

dan menganalisis data dari berbagai sumber yang terkait. Adapun metode

penelitian yang digunakan Penulis dalam penelitian ini meliputi:

A. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Polrestabes Kab. Serang. Pemilihan lokasi ini

didasari alasan karena daerah tersebut merupakan salah satu daerah yang

memiliki tingkat perkembangan pembangunan dan penduduk yang cukup

pesat. Hal tersebut diikuti pula dengan meningkatnya angka kejahatan, yang

dilakukan pencurian dengan kekerasan yang menggunakan senjata tajam

dalam beberapa tahun terakhir.

Pertimbangan Penulis yaitu bahwa dengan melakukan penelitian di

wilayah hukum tersebut, Penulis dapat memperoleh data yang lengkap,

akurat dan memadai.

B. Jenis dan sumber data

Data yang diperlukan dalam peneitian ini diperoleh penulis dari 2 (dua) jenis

data yaitu :
1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari hasil wawanara

dengan pihak terkait sehubungan dengan penelitian ini.

2. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan-bahan yaitu

penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu dimana dengan

membaca buku-buku yang ada hubungannya dengan objek yang

dimaksud sesuai dengan judul skripsi ini kemudian membandingkan

antara satu dengan yang lain dan dari hasil perbandingan itulah

ditarik kesimpulan sebagai bahan kajian.

C. Sumber Data
1. Sumber Data Primer

Sejumlah data atau fakta yang diambil secara langsung dari sumber

data di lapangan (Kantor Kepolisian).

2. Sumber Data Sekunder

Semua data sekunder yang bersifat menjelaskan bahan hukum

primer berupa pendapat para ahli sarjana serta literatur-literatur yang

relevan dengan objek penelitian.

Bahan-bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

a. Bahan Hukum Primer

Yaitu bahan hukum yang mengikat yang terdiri dari


peraturan perundang-undangan yang berlaku atau

ketentuan- ketentuan yang berlaku. Sehubungan dengan

itu maka bahan hukum primer yang digunakan adalah:

1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945

2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yang digunakan untuk mendukung

bahan hukum primer, diantaranya yang berasal dari karya

para sarjana, jurnal, data yang diperoleh dari instansi,

serta buku-buku kepustakaan yang dapat dijadikan

referensi yang dapat menunjang penelitian ini.

c. Bahan Hukum Tersier


Yaitu bahan hukum yang mengandung bahan hukum

sekunder yang berasal dari kamus

D. Teknik pengumpulan data


Dalam rangka tindak lanjut perolehan data sebagaimana yang

diharapkan, maka penulis menetapkan teknik pengumpulan data

primer yaitu dengan cara interview atau wawancara langsung kepada

pihak Kepolisian, sedangkan untuk data sekunder, teknik

pengumpulan data dilakukan dengan cara membaca, menelaah

secara seksama buku-buku, dokumen-dokumen dan lain-lain.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Perkembangan Pencurian Dengan Kekerasan Di Kab. Serang

Tindak kejahatan khususnya pencurian dengan kekerasan yang

menggunakan senjata tajam sudah menjadi salah satu tindakan

kriminal yang cukup menonjol di Kab. Serang. Hal tersebut

dikarenakan semakin beraninya pelaku dalam melakukan aksinya

tidak peduli korbannya laki-laki maupun perempuan dan beraksi tak

kenal waktu dan tempat. Berikut penulis akan memaparkan data

pencurian dengan kekerasan di Kab. Serangyang terdiri dari data

jumlah kasus yang dilaporkan dan kasus yang diselesaikan

sebagaimana penulis dapatkan dari hasil penelitian di Polres

Serangyang dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 1
Jumlah Kasus Pencurian Dengan Kekerasan di
Kab. SerangTahun 2015-2019 yang dilaporkan
dan kasus yang selesai

No Tahun Jumlah Laporan Kasus yang Selesai


1. 2014 285 114
2. 2015 461 191
3. 2016 450 283
Jumlah 1.196 588

Sumber data: Polres Serang, 27 Desember 2017


Tabel 1 di atas menunjukkan jumlah kasus pencurian dengan

kekerasan di Kab. Serangyang dilaporkan dan kasus yang selesai,

selama 3 tahun mengalami peningkatan akan tetapi justru pada tahun

2016 jumlah kasus yang diselesaikan paling banyak. Apabila diuji

maka dapat dijabarkan bahwa pada tahun 2014 sebanyak 285 kasus

yang dilaporkan dan yang diselesaikan 114 kasus, pada tahun 2015

sebanyak 461 kasus dan yang diselesaikan 191 kasus, pada tahun

2016 sebanyak 450 kasus yang dilaporkan dan yang diselesaikan

283 kasus. Dapat dilihat dari kedua kolom di atas bahwa ada

perbedaan signifikan antara jumlah kasus yang dilaporkan dan yang

dapat diselesaikan.

Menurut Aipda Firman (wawancara 27 Desember 2017) ada

beberapa kendala yang membuat beberapa kasus pencurian dengan

kekerasan yang dilaporkan tidak dapat terselesaikan, diantaranya:

a. Alat bukti tidak mencukupi.

b. Tersangka tidak diketahui keberadaannya.

c. Perkara tersebut belum dapat dibuktikan oleh penyidik.

d. Tidak semua perkara yang dilaporkan benar.

Untuk penelitian lebih lanjut penulis telah mewawancarai 10 para

pelaku kasus pencurian dengan kekerasan yang menggunakan


senjata tajam mengenai usia pelaku pencurian di Kab. Serangyaitu:

Tabel 2

Usia Pelaku Pencurian Dengan Kekerasan Yang Menggunakan


Senjata Tajam di Kab. SerangTahun 2015-2019

No Usia Pelaku Frekuensi Presentase%


1. 15-20 5 50%
2. 21-25 4 40%
3. 25-30 1 10%
Jumlah 10 100%
Sumber data: Polres Serang, 27 Desember 2017
Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa yang paling banyak

melakukan pencurian dengan kekerasan adalah pelaku yang berumur

antara 15-20 tahun, mencapai 50% dengan kekerasan menggunakan

senjata tajam jenis busur, badik serta parang, dan ada yang hanya

mengancam bahkan tidak segan sampai melukai korbannya hingga

mengakibatkan kematian. Hal ini disebabkan karena pada umur yang

demikian itu pemikiran masih banyak dipengaruhi oleh lingkungan,

perubahan-perubahan sosial dan perkembangan masyarakat sehingga

mereka tidak dapat mengendalikan diri dan melakukan suatu

kejahatan seperti pencurian dengan kekerasan.

Sehubungan dengan usia pelaku, manusia sejak kecil hingga

lanjut usia selalu mengalami perubahan-perubahan dan

perkembangan baik jasmani maupun mental. Untuk itu di dalam

perkembangan umur ini penyelidikan kriminologi juga mencari jawaban


apakah perihal umur ada hubungannya dengan kejahatan pencurian.

Hasil penyelidikan para sarjana terbukti bahwa pada tiap-tiap tingkatan

umur mempunyai perubahan-perubahan dan perkembangannya

masing-masing.

Menurut ilmu jiwa ada suatu keseimbangan dalam tiap-tiap

tingkatan umur. Apabila keduanya itu seimbang maka tidak akan

terjadi sesuatu yang negatif, begitu pula sebaliknya jika keseimbangan

itu tidak dapat dikendalikan maka pada saat itulah akan terjadi

penyimpangan karena keinginan tidak tercapai. Sehubungan dengan

hal tersebut maka usia mempengaruhi cara berpikir untuk melakukan

sesuatu, karena usia yang masih muda/belum matang cara berpikirnya

sehingga perbuatan-perbuatannya terkadang menyimpang atau

melanggar hukum karena ingin memiliki sesuatu tetapi belum mampu

untuk mendapatkannya sebab dipengaruhi oleh pendapatan yang

rendah, kedudukan dalam masyarakat rendah sehingga keinginannya

sulit terpenuhi. Usia yang masih muda apabila keinginannya tidak

terpenuhi maka mereka akan mengambil jalan pintas yakni melakukan

kejahatan.

Untuk mengetahui secara pasti alasan seseorang melakukan

kejahatan pencurian dengan kekerasan, maka peneliti juga melakukan

wawancara langsung dengan narasumber/responden, dalam hal ini


adalah para pelaku pencurian dengan kekerasan di wilayah hukum

Polres Serang:

1. Restu (19 Tahun), pendidikan terakhir SMP. Responden sering

melakukan kejahatan pencurian dengan kekerasan bersama

temannya. Sebelum melakukan aksinya, responden meminum

minuman keras agar memiliki perasaan yang berani.

Responden juga membawa senjata tajam agar korbannya

merasa takut dan menyerahkan harta benda miliknya.

Responden memilih melakukan pencurian dengan kekerasan

karena kejahatan tersebut mudah, memiliki hasil yang besar dan

cepat.

2. Edo (20 Tahun), pendidikan terakhir SMP, dan bekerja sebagai

buruh. Responden sudah sangat sering melakukan pencurian

dengan kekerasan di Kab. Serangkhususnya di wilayah Rajawali.

Responden melakukan kejahatan tersebut bersama temannya.

Targetnya, siapapun yang diinginkannya dan responden tidak

ragu untuk melukai korbannya dengan menggunakan senjata

tajam. Mereka memilih pencurian dengan kekerasan karena

kejahatan tersebut berlangsung cepat dan mendapatkan hasil

yang besar.

3. Wahyu (20 Tahun), pendidikan terakhir SMP, bekerja sebagai


tambal ban. Responden melakukan kejahatan pencurian

seorang diri dengan mengendarai sepeda motor dan

mengancam korbannya dengan menggunakan senjata tajam.

Responden memilih korbannya khusus untuk perempuan,

sehingga responden dapat dengan mudah melakukan aksinya.

Responden sudah dua kali mengulangi kejahatannya. Hasil dari

kejahatan tersebut digunakan untuk membayar sewa kost

responden. Responden memilih kejahatan pencurian dengan

kekerasan karena merupakan sebuah kejahatan yang

berlangsung cepat dan kecil kemungkinan untuk tertangkap.

4. Rahmat (19 Tahun), pendidikan terakhir SD, dan tidak memiliki

pekerjaan. Responden mengatakan bahwa responden sudah

sering melakukan kejahatan pencurian dengan kekerasan.

Menurut responden, pencurian dengan kekerasan ini memiliki

hasil yang bagus, kecil kemungkinannya untuk tertangkap, dan

hasil dari kejahatan tersebut rencananya digunakan untuk

bersenang-senang.

5. Didi (19 Tahun), pendidikan terakhir SMP, dan tidak memiliki

pekerjaan. Responden mengatakan bahwa ketika responden

melakukan kejahatan, responden dibawah pengaruh minuman

keras. Responden bersama seorang temannya melakukan


kejahatan pencurian dengan kekerasan karena penghasilan dari

kejahatan tersebut lebih besar dan mudah dalam melarikan diri.

Selain itu responden juga merasa malu kepada teman-temannya

kalau belum melakukan kejahatan pencurian dengan kekerasan,

serta menggunakan senjata tajam untuk membuat korbannya

takut dan melindungi dirinya sendiri.

6. Adi (23 Tahun), pendidikan terakhir SD, dan tidak memiliki

pekerjaan. Awalnya responden diajak oleh temannya untuk

melakukan kejahatan pencurian dengan kekerasan. Kebetulan

pada saat itu responden juga sedang membutuhkan uang untuk

membeli narkoba. Responden mengatakan bahwa kejahatan

pencurian dengan kekerasan ini lebih mudah dilakukan dan

hasilnya cukup besar, tergantung pemilihan korban.

7. Ismail (21 tahun), pendidikan terakhir SMA, yang dulunya hanya

bekerja sebagai cleaning servis. Setelah kehilangan pekerjaan

dan ia tidak berhasil menemukan pekerjaan baru, responden

terpaksa melakukan pencurian dengan kekerasan untuk pertama

kalinya bersama dengan teman temannya.

8. Ansar (25 tahun), Pendidikan terakhir SMP, bekerja sebagai

buruh mengaku mencuri kendaraan dengan kekerasan dengan

niat untuk dijual dan uangnya untuk membiayai istri dan anak-
anaknya. Ia sempat mengalami frustasi akibat tidak ada satupun

tempat yang didatanginya mau mempekerjakannya, oleh karena

itu ia nekat seorang diri untuk mencuri motor dengan

menggunakan kekerasan dan senjata tajam untuk melindungi

dirinya.

9. Tio (18 tahun), berstatus sebagai siswa di salah satu SMA Negeri

di Serang. Responden mengaku melakukan kejahatan karena

adanya ajakan dari teman responden. Hasil yang didapatkan

responden dari melakukan kejahatan hanya untuk berfoya – foya.

Senjata yang digunakan oleh responden untuk melancarkan

aksinya adalah busur.

10. Udin (28 tahun), pendidikan terakhir SD, bekerja sebagai

pengemudi bentor. Responden mengaku melakukan kejahatan

karena adanya kesempatan dan himpitan ekonomi. Karena

menurut responden, dengan melakukan pencurian dapat

memperoleh hasil yang besar serta cepat.

B. Faktor Penyebab Terjadinya Pencurian dengan Kekerasan Yang

Menggunakan Senjata Tajam

Dari data yang telah diperoleh oleh Penulis melalui wawancara

dengan Satuan Reserse Kriminal Polres Serangdan beberapa


Pelaku kejahatan pencurian dengan kekerasan yang menggunakan

senjata tajam di wilayah hukum Polres Serang, Penulis dapat

merincikan beberapa faktor utama yang menjadi penyebab terjadinya

kejahatan pencurian dengan kekerasan yang menggunakan senjata

tajam, yaitu:

1. Faktor Ekonomi Yang Rendah

Ekonomi merupakan salah satu hal yang penting di dalam kehidupan

manusia, maka keadaan ekonomi dari pelaku tindak pidana

pencurianlah yang kerap kali muncul melatarbelakangi

seseorang melakukan tindak pidana pencurian. Para pelaku sering kali

tidak mempunyai pekerjaan yang tetap, atau bahkan tidak punya

pekerjaan. Karena desakan ekonomi yang menghimpit, yaitu harus

memenuhi kebutuhan keluarga, membeli sandang maupun pangan,

atau ada sanak keluarganya yang sedang sakit, maka sesorang dapat

berbuat nekat dengan melakukan tindak pidana pencurian.

Rasa cinta seseorang terhadap keluarganya yang menyebakan

ia sering lupa diri dan akan melakukan apa saja demi kebahagiaan

keluarganya. Terlebih lagi apabila faktor pendorong tersebut diliputi

rasa gelisah, kekhawatiran, dan lain sebagainya, disebabkan orang tua

(pada umumnya ibu yang sudah janda), atau isteri atau anak maupun

anak- anaknya, dalam keadaan sakit keras. Memerlukan obat,


sedangkan uang sulit di dapat. Oleh karena itu, maka seorang pelaku

dapat termotivasi untuk melakukan pencurian.

Melihat perkembangan perekonomian sekarang ini, tidak

bisa dipungkiri bahwa tingkat kebutuhan manusia semakin meningkat

sehingga menuntut pengeluaran yang tinggi. Namun, terkadang

tuntutan pengeluaran yang tinggi itu tidak diimbangi oleh pemasukan

yang tinggi pula. Akhirnya untuk memenuhi kebutuhan itu, seseorang

terkadang menghalalkan segala cara.

Berdasarkan hasil wawancara Penulis dengan pelaku pencurian

dengan kekerasan yang menggunakan senjata tajam, Penulis

membagi faktor ekonomi kedalam 2 (dua) bagian, yaitu faktor ekonomi

dalam memenuhi kebutuhan hidup dan faktor ekonomi yang digunakan

untuk bersenang-senang atau berfoya-foya. Faktor ekonomi dalam

memenuhi kebutuhan hidup tidak dapat disamakan dengan faktor

ekonomi yang hanya untuk kesenangan semata, karena keduanya

digunakan dalam hal yang berbeda.

Faktor ini penulis kemukakan karena sesuai dengan hasil

wawancara penulis terhadap beberapa narapidana kasus pencurian

dengan kekerasan di Kepolisian Resort Serang, perhitungan

pendapatan pelaku pencurian dengan kekerasan penulis ukur

dengan mengakumulasikan jumlah pendapatan dari 10 narapidana


yang telah diwawancarai, dimana tingkat pendapatan dibagi atas 3

yakni rendah, sedang dan tinggi. Tingkatan pendapatan rendah yaitu

<Rp. 250.000/bulan diambil sebagai dasar tingkatan dimana angka

tersebut mendekati angka pendapatan terendah dari keseluruhan

sampel narapidana yang diwawancarai yaitu Rp.200.000/bulan,

sedangkan tingkat pendapatan tinggi adalah >Rp.500.000/bulan,

dimana pendapatan tersebut mendekati angka pendapatan tertinggi

dari keseluruhan sampel narapidana yang diwawancarai yakni

Rp.800.000/bulan. Berikut hasil data yang penulis gambarkan

dengan tabel :

Tabel 3

Tingkat Pendapatan Pelaku Pencurian Dengan Kekerasan Yang


Menggunakan Senjata Tajam di Kab. SerangTahun 2015-2019

No Pendapatan Pelaku Frekuensi Presentase%


1. Rendah (≤250.000) 6 60%
2. Sedang
(251.000-500.000) 3 30%
3. Tinggi (≥551.000) 1 10%
Jumlah 10 100%

Sumber data: Polres Serang, 27 Desember 2017


Tabel 3 menggambarkan bahwa tingkat pendapatan pelaku

pencurian dengan kekerasan yang paling banyak adalah yang

dikategorikan dalam tingkat berpendapatan rendah, pendapatannya

sekitar kurang dari Rp. 250.000 per bulan sebanyak 6 orang atau
60% sedangkan yang berpendapatan sedang antara Rp.

251.000 s/d Rp.500.000 per bulan mencapai 3 orang atau sekitar

30%. Golongan pelajar juga penulis masukkan kedalam kategori

penghasilan rendah karena mereka tetap dikategorikan

berpenghasilan, karena masih bergantung pada orang tua dan

masih mendapatkan uang jajan yang jumlahnya tidak lebih dari

250.000/bulan.

Data tersebut menunjukkan bahwa para pelaku kebanyakan

yang berpenghasilan rendah yaitu mencapai 60%, ini jelas

menunjukkan bahwa faktor ekonomi sangat berpengaruh terhadap

pencurian dengan kekerasan.

2. Faktor Pendidikan Yang Rendah

Tingkat pendidikan mempengaruhi keadaan jiwa, tingkah laku

dan terutama intelegensianya seseorang, dengan tingkat pendidikan

yang rendah, tidak mempunyai keterampilan dan keahlian, seseorang

mendapatkan kedudukan yang rendah dimasyarakat serta cenderung

mendapatkan pekerjaan dengan upah atau gaji yang rendah pula.

Dengan upah atau gaji yang rendah tersebut tidak mencukupi untuk

memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sehingga hal tersebut dapat

memicu seseorang untuk melakukan kejahatan pencurian. Adapun


tingkat pendidikan pelaku kejahatan pencurian dengan kekerasan

yang menggunakan senjata tajam di wilayah Polres Serangdapat

dilihat dalam tabel berikut ini:

Tabel 4

Tingkat Pendidikan Pelaku Pencurian Dengan Kekerasan


Yang Menggunakan Senjata Tajam di Kab. Serang
Tahun 2015-2019

No Tingkat Pendidikan Frekuensi Presentase%


1. SD 3 30%
2. SMP 5 50%
3. SMA 2 20%
Jumlah 10 100%
Sumber data: Polres Serang, 27 Desember 2017
Tabel 4 menggambarkan bahwa faktor pendidikan juga

berpengaruh terhadap pencurian dengan kekerasan, sebagaimana

tabel di atas pelaku pencurian dengan kekerasan yang

berpendidikan rendah mencapai 3 orang atau 30% yang tamat SD,

kemudian yang berpendidikan SMP sebanyak 5 orang atau 50% dan

yang berpendidikan SMU sebanyak 2 orang atau 20%. Hal ini

menunjukkan bahwa tingkat pendidikan formal yang minim di dalam

masyarakat dapat menimbulkan dampak terhadap masyarakat

tersebut, yaitu mereka merasa dan bersikap rendah diri serta kurang

kreatif sehingga tidak ada kontrol terhadap pribadinya sehingga

mudah melakukan tindakan-tindakan kejahatan utamanya pencurian


dengan kekerasan. Dengan pendidikan yang minim pola pemikiran

mereka mudah dipengaruhi oleh keadaan sosial sehingga pergaulan

dalam lingkungannya mudah mengekspresikan tingkah laku yang

kurang baik lewat perbuatan yang merugikan masyarakat.

Memang jika berbicara tentang pendidikan dikaitkan dengan

kejahatan mungkin banyak permasalahan yang akan muncul, oleh

karena itu penulis batasi seperti pendidikan yang kurang

berhasil adalah dari pelaku yang relatif pendidikan rendah, maka

akan mempengaruhi pekerjaan pelaku karena kurangnya

keterampilan yang dimiliki sehingga pelaku pencurian dengan

kekerasan yang terjadi di Kab. Serangpada umumnya adalah buruh

yang pekerjaannya tidak tetap. Hal itu disebabkan karena

pendidikan yang rendah, sehingga kurangnya kreatifitas dan

berhubungan dengan kurangnya peluang lapangan kerja.

Bekal pendidikan yang baik ada kemungkinan dapat mencegah

tingkah laku kejatahan. Sebagian besar pelaku pencurian dengan

kekerasan adalah mereka yang tergolong dalam pendidikan minim

(rendah).

Sehubungan dengan pendidikan yang minim itu maka pola pikir

mereka mudah terpengaruh karena kadang-kadang mereka bisa

mengekspresikan tingkah laku yang tidak baik lewat perbuatan yang


merugikan masyarakat.

Jadi melalui bekal pendidikan yang diperoleh dengan baik

dapat merupakan proses pembentukan nilai-nilai atau perilaku

mereka. Memang jika faktor pendidikan dikaitkan dengan latar

belakang kejahatan yang dilakukan itu rata-rata yang berpendidikan

rendah yang berpendidikan sekolah dasar yang banyak melakukan

kejahatan pencurian dengan kekerasan.

3. Faktor Lingkungan Yang Buruk

Baik buruknya tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh

lingkungan dimana orang tersebut berada, pada pergaulan yang

diikuti dengan peniruan suatu lingkungan akan sangat berpengaruh

terhadap kepribadian dan tingkah laku seseorang. Lingkungan yang

dimaksud adalah lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat itu

sendiri.

Pergaulan dengan teman-teman dan tetangga merupakan salah

satu penyebab terjadinya pencurian dengan kekerasan. Hal itu

menunjukkan bahwa dalam memilih teman harus memperhatikan

sifat, watak, serta kepribadian seseorang. Berdasarkan hasil

wawancara Penulis dengan pelaku kejahatan pencurian dengan

kekerasan mereka melakukan kejahatan pencurian dengan

kekerasan yang menggunakan senjata tajam awalnya bersama


teman, pelaku lebih merasa terbuka dan percaya diri ketika

melakukan kejahatan bersama teman, artinya pengaruh lingkungan

sangat berperan dalam menentukan seseorang untuk melakukan

suatu kejahatan.

Baik buruknya tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh

lingkungan pergaulan, apabila bergaul dengan orang baik maka

perbuatan mereka pasti baik pula dan apabila bergaul dengan orang

yang suka melakukan perbuatan buruk maka besar kemungkinan

akan dipengaruhinya.

Menurut Penulis, ada 2 faktor lingkungan yaitu faktor lingkungan

keluarga pelaku dan faktor lingkungan pergaulan pelaku. Kedua

faktor tersebut sama-sama berperan penting dalam menentukan

mental dan perilaku seseorang. Seorang anak yang diajarkan

perilaku-perilaku yang baik dalam keluarganya tetapi anak tersebut

bergaul dengan seorang pelanggar hukum, misalnya pemabuk,

cenderung untuk melakukan tindakan pelanggaran yang sama

dengan teman bergaulnya. Sutherland menemukan istilah Different

Association untuk menjelaskan proses belajar tingkah laku kriminal

melalu interaksi sosial tersebut.


Menurut Topo Santoso (2003 : 74) munculnya teori Asosiasi

Diferensial oleh Sutherland ini didasarkan pada sembilan proposisi,

yaitu:

a) Tingkah laku kriminal dipelajari

b) Tingkah laku kriminal dipelajari dalam interaksi dengan

orang lain dalam suatu proses komunitas.

c) Bagian yang terpenting dari mempelajari tingkah laku

kriminal itu terjadi di dalam kelompok-kelompok orang intim/

dekat.

d) Ketika tingkah laku kriminal dipelajari, pembelajaran itu

termasuk teknik-teknik melakukan kejahatan, yang kadang

sulit, kadang sangat mudah dan arah khusus dari motif-

motif, dorongan-dorongan, rasionalisasi-rasionalisasi dan

sikap.

e) Arah khusus dari motif-motif, dorongan-dorongan itu

dipelajari melalui definisi-definisi dari aturan-aturan hukum

apakah ia menguntungkan atau tidak.

f) Seseorang menjadi delikuen karena definisi-definisi yang

menguntungkan untuk melanggar hukum lebih dari definisi-

definisi yang tidak menguntungkan untuk melanggar hukum

g) Asosiasi diferensial itu mungkin bervariasi tergantung dari


frekuensinya, durasinya, prioritasnya dan intensitasnya.

h) Proses mempelajari tingkah laku kriminal melalui asosiasi

dengan pola-pola kriminal dan arti kriminal melibatkan

semua mekanisme yang ada di setiap pembelajaran lain.

i) Walaupun tingkah laku kriminal merupakan ungkapan dari

kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai umum tersebut, karena

tingkah laku non kriminal juga merupakan ungkapan dari

kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai yang sama.

4. Faktor Lemahnya Penegakan Hukum

Kedudukan hukum sebagai supremasi tertinggi dalam tatanan

masyarakat bernegara bukanlah suatu hal yang terjadi begitu saja.

Proses panjang telah berlangsung hingga masyarakat di seluruh

dunia sepakat untuk menempatkan hukum sebagai salah satu

pedoman tertulis yang harus dipatuhi dalam rangka mencapai

ketertiban, keamanan, dan keadilan bersama. Namun demikian,

dalam proses pelaksanaannya, terjadi beragam permasalahan

sehingga hukum tidak bisa begitu saja ditegakkan.

Berdasarkan hasil wawancara Penulis dengan pelaku, mereka

memilih melakukan pencurian dengan kekerasan yang menggunakan

senjata tajam karena hukuman yang diterima pelaku dirasa ringan,


sehingga pelaku sering mengulangi kejahatannya tersebut. Artinya

hukuman yang diterima pelaku tidak memiliki sifat menakuti atau

penjeraan untuk berbuat jahat.

Permasalahan penegakkan hukum sebenarnya terletak pada

faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut

antara lain:

a) Faktor hukumnya sendiri, yang dimaksud adalah undang-

undang

b) Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang

membentuk maupun menerapkan hukum.

c) Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan

hukum

d) Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum

tersebut berlaku atau diterapkan

e) Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan

rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam

pergaulan hidup.

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa responden,

Penulis dapat menyimpulkan bahwa sebagian besar kejahatan

pencurian dengan kekerasan yang terjadi di wilayah hukum Polretabes


Serang disebabkan oleh 4 faktor utama, yaitu faktor ekonomi, faktor lingkungan,

faktor pendidikan dan faktor lemahnya penegakan hukum.

Selain itu faktor korban juga berpengaruh terhadap terjadinya

kejahatan pencurian dengan kekerasan yang menggunakan senjata

tajam. Mayoritas responden memilih perempuan sebagai korban,

terutama yang sendirian atau yang sudah lanjut usia, mengingat

kalangan tersebut cukup mudah menjadi target kejahatan pencurian.

Adapun alasan pelaku menggunakan senjata tajam adalah

untuk mempermudah dalam melakukan aksinya, untuk mengancam

korbannya agar mereka merasa takut dan meyerahkan harta benda

miliknya serta untuk melindungi dirinya sendiri.

Pada dasarnya suatu kejahatan adalah bentuk lain dari penyakit

masyarakat. Bentuk kejahatan atau penyakit masyarakat yang sering

terjadi dalam kondisi masyarakat sekarang ini adalah kejahatan

pencurian. Salah satu bentuk kejahatan pencurian tersebut adalah

pencurian dengan kekerasan yang menggunakan senjata tajam,

kejahatan tersebut sudah sangat meresahkan masyarakat.

C. Upaya Penanggulangan Kejahatan Pencurian dengan Kekerasan

yang Menggunakan Senjata Tajam

Setelah memaparkan faktor-faktor penyebab terjadinya


kejahatan pencurian dengan kekerasan yang menggunakan senjata

tajam di wilayah hukum Polres Serang, kini Penulis akan

memaparkan upaya-upaya apa yang telah dilakukan untuk

menanggulangi kejahatan pencurian dengan kekerasan yang

menggunakan senjata tajam khusus di wilayah Polres Serang.

Upaya penanggulangan kejahatan pencurian dengan kekerasan

yang menggunakan senjata tajam perlu memperhatikan pengalaman-

pengalaman upaya penanggulangan sebelumnya serta tingkat

keberhasilannya. Berikut upaya-upaya penanggulangan yang selama

ini telah dilakukan oleh Polres Seranguntuk mengurangi kejahatan

tersebut:

1. Upaya Pre-Emtif

Upaya pre-emtif adalah upaya awal yang dilakukan oleh pihak

kepolisian untuk mencegah terjadinya kejahatan. Upaya yang

dilakukan dalam penanggulangan kejahatan secara pre-emtif

adalah menanamkan nilai-nilai atau norma-norma yang

baik sehingga nilai-nilai atau norma-norma tersebut dapat

tertanam dalam diri seseorang sehingga seseorang tidak

memiliki niat untuk melakukan kejahatan. Upaya yang telah

dilakukan Polres Serang dalam mewujudkan upaya


penanggulangan tersebut dengan cara melakukan sosialisasi

berupa penyuluhan hukum ke masyarakat di wilayah hukum

Polres Seranguntuk menumbuhkan kesadaran hukum pada

masyarakat agar lebih mematuhi hukum dan aturan- aturan

yang berlaku. Memberikan himbauan-himbuan seperti “Jangan

lakukan kekerasan” atau “Hati-hati bila berjalan sendirian” yang

dilakukan oleh Bhabinkamtibnas sebagai ujung tombak dalam

pelayanan polisi di tingkat kelurahan. Serta telah mengadakan

DDS “door to door system” yaitu melakukan pendekatan

terhadap masyarakat untuk bersilaturahmi sekaligus melakukan

pendataan.

2. Upaya Preventif

Upaya preventif adalah upaya pencegahan sebelum terjadinya

kejahatan dan merupakan tindak lanjut dari upaya pre-emtif.

Dalam upaya preventif yang yang ditekankan adalah

menghilangkan kesempatan untuk dilakukannya kejahatan.

Upaya yang telah dilakukan Polres Serangdalam mewujudkan

upaya tersebut adalah dengan melakukan Patroli rutin di

wilayah hukum Polres Serang, melakukan kegiatan POLMAS

(Polisi Masyarakat) dengan pembentukan FKPM (Forum

Komunikasi Polisi Masyarakat), membentuk tim


khusus untuk pencegahan adanya kejahatan jalanan contoh

pada bulan desember lalu dibentuk tim yang bernama parakang

yang mengambil kearifan lokal masyarakat, serta melakukan

deteksi dini terhadap pelaku-pelaku kejahatan pencurian

dengan kekerasan yang menggunakan senjata tajam dengan

mengumpulkan informasi dari informan dan melakukan

pencatatan atau identifikasi pelaku kejahatan pencurian dengan

kekerasan yang menggunakan senjata tajam termasuk

kelompok dan sindikatnya.

3. Upaya Represif

Upaya represif dilakukan pada saat telah terjadi kejahatan yang

tindakannya berupa penegakan hukum dengan

menjatuhkan hukuman. Upaya yang telah dilakukan Polres

Serangdalam mewujudkan upaya represif tersebut adalah

dengan memberikan perlakuan terhadap pelaku sesuai dengan

akibat yang di timbulkannya. Perlakuan yang dimaksud adalah

sebagai salah satu penerapan hukumnya terhadap pelaku

pencurian, perlakuan dengan memberikan sanksi-sanksi pidana

secara tidak langsung, artinya tidak berdasarkan putusan yang

menyatakan suatu hukuman terhadap pelaku pencurian dengan

kekerasan yang
menggunakan senjata tajam.

Perlakuan tersebut dititikberatkan pada usaha agar pelaku

dapat kembali sadar akan kekeliruan atau kesalahannya dan

agar pelaku di kemudian hari tidak lagi melakukan kejahatan

tersebut.

Sehubungan dengan penindakan yang dilakukan terhadap

pelaku, maka pihak kepolisian telah mengambil tindakan hukum

berupa penangkapan, penahanan terhadap pelaku serta

diadakan penyelidikan apakah terbukti atau tidak. Begitu pula

kalau terbukti melakukan kejahatan pencurian dengan

kekerasan maka akan diadakan proses dan dilimpahkan

kepada kejaksaan dan selanjutnya disidangkan. Dan apabila

terbukti bersalah kemudian divonis oleh hakim, maka untuk

menjalani masa pidananya, mereka kemudian diadakan

pembinaan yang dilakukan oleh lembaga permasyarakatan

Berdasarkan hasil wawancara Penulis dengan Aibda Firman

selaku Satuan Reserse Polres Serang, dijelaskan bahwa pihaknya

telah melakukan upaya-upaya penanggulangan, baik berupa pre-

emtif, preventif atau represif. Ditambahkan pula, bahwa upaya

penanggulangan yang telah dilakukan oleh Polrestabes


Serang dalam mengurangi kejahatan pencurian dengan kekerasan

yang menggunakan senjata tajam harus mendapat dukungan dari

semua pihak. Masyarakat harus berani menjadi saksi ketika melihat

kejahatan pencurian dengan kekerasan yang menggunakan senjata

tajam tersebut, karena dapat menambahkan hukuman tersangka,

sehingga dapat memberikan efek jera. Selain itu masyarakat diminta

untuk menigkatkan kewaspadaan agar tidak menjadi target pelaku

kejahatan, serta harus segera melaporkan kepada pihak kepolisian

apabila melihat atau mengalami kejahatan pencurian dengan

kekerasan yang menggunakan senjata tajam. Berdasarkan hasil

wawancara Penulis dengan pelaku, rata- rata pelaku lebih memilih

kaum wanita, dikarenakan kaum wanita terkadang kurang waspada,

tidak memiliki cukup tenaga, dan banyak menggunakan perhiasan.

Kaum wanita yang peluangnya lebih besar untuk menjadi korban

kejahatan pencurian dengan kekerasan yang menggunakan senjata

tajam , kiranya dapat menjadi sasaran pengajaran pihak kepolisian,

untuk mengurangi kesempatan pelaku kejahatan pencurian dengan

kekerasan yang menggunakan senjata tajam.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai

kejahatan pencurian dengan kekerasan yang menggunakan senjata

tajam di wilayah hukum Polres Serang, maka Penulis menarik

kesimpulan sebagai berikut:

1. Faktor penyebab terjadinya kejahatan pencurian dengan

kekerasan yang menggunakan senjata tajam di wilayah hukum

Polres Serang disebabkan oleh 4 faktor utama, yaitu faktor

ekonomi yang rendah, faktor lingkungan yang buruk, faktor

pendidikan yang rendah dan faktor lemahnya penegakan

hukum. Selain 4 faktor utama tersebut terdapat juga beberapa

faktor pendukung yang mempengaruhi dalam terjadinya

kejahatan pencurian dengan kekerasan yang menggunakan

senjata tajam di wilayah hukum Polres Serang, faktor

pendukung tersebut yaitu faktor pemilihan korban khususnya

kaum wanita yang sebagian besar menjadi target pelaku

pencurian dengan kekerasan yang menggunakan senjata

tajam, dan juga tidak lepas dari


kelalaian para korban itu sendiri. Adapun alasan pelaku

menggunakan senjata tajam adalah untuk mempermudah

dalam melakukan aksinya, untuk mengancam korbannya agar

mereka merasa takut dan meyerahkan harta benda miliknya

serta untuk melindungi dirinya sendiri.

2. Upaya-upaya penanggulangan yang telah dilakukan Polres

Seranguntuk mengurangi kejahatan pencurian dengan

kekerasan yang menggunakan senjata tajam adalah berupa

upaya pre-emtif, preventif, dan represif. Upaya ini diharapkan

dapat menekan atau mengurangi serta meberikan efek jera

kepada pelaku kejahatan, sehinggga dapat memberikan rasa

aman kepada masyarakat. Dalam mengurangi tingkat

kejahatan pencurian dengan kekerasan yang menggunakan

senjata tajam harus mendapat dukungan dari semua pihak,

terutama masyarakat dan aparat penegak hukum. Hal

terpenting yang harus dilakukan adalah meningkatkan

kewaspadaan masyarakat serta menguatkan peran kepolisian

dan kejaksaan dalam memberikan efek jera pada pelaku,

sehingga secara tidak langsung menghilangkan niat

masyarakat untuk melakukan kejahatan tersebut.


B. Saran

Setelah mengadakan penelitian tentang kejahatan pencurian

dengan kekerasan yang menggunakan senjata tajam, maka penulis

memberikan saran sebagai berikut:

1. Dalam penegakan hukum khususnya bagi pelaku pencurian

dengan kekerasan yang menggunakan senjata tajam,

diharapkan diproses sesuai dengan hukum yang berlaku serta

penerapan sanksi yang cukup berat agar pelaku tidak

mengulangi lagi perbuatannya. Jangan berikan kesempatan,

karena kejahatan terjadi bukan saja karena ada niat pelakunya

tetapi karena ada kesempatan.

2. Sangat diharapkan kepada aparat kepolisian serta para

penegak hukum lainnya untuk konsisten terhadap aturan yang

sudah berlaku.
DAFTAR PUSTAKA

A.S. Alam, 2010, Pengantar Kriminologi, Pustaka Refleksi, Serang.

Andi Sofyan dan Nur Azisah, 2016, Hukum Pidana, Pustaka Pena Press,

Serang.

Andi Hamzah, 2009, Delik – Delik Tertentu (Speciale Delicten) didalam

KUHP, Sinar Grafika, Jakarta.

I. S. Susanto, 1991, Diktat Kriminologi Fakultas Hukum Universitas

Diponegoro Semarang, Semarang.

Indah Sri Utari, 2012, Aliran dan Teori dalam Kriminologi, Thafa Media,

Yogyakarta.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

Muhammad Mustafa, 2007, kriminologi, Fisip UI Press, Jakarta.

Nandang Sambas, 2010, Pembaruan Sistem Pemidanaan Anak di Indonesia,

Graha Ilmu, Yogyakarta.

Prodjodikoro Wirjono. 2003. Asas-asas Hukum Pidana Indonesia, Refika

Aditama, Bandung.
R. Soesilo, 1986, Kriminologi-PengetahuanTentang Sebab – Sebab

Kejahatan, Politea, Bogor.

R. Soesilo, 1995. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Politea,


Bogor.

Syahruddin, 2003, Kejahatan dalam masyarakat dan Upaya

Penanggulangannya, Fakultas Hukum Sumatera Utara.

T. Efendi, 2009, Objek Kriminologi, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Topo santoso, 2003, kriminologi, raja grafindo persada, Jakarta,

Weda, Made Darma.1996. Kriminologi. Raja Grafindo Persada: Jakarta.

W.J.S. Poerwadarminta, 1989, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai

Pustaka, Jakarta.

Peraturan perundang-undangan:

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Website :

http://beritakotaSerang.fajar.co.id/berita/2017/09/19/raja-jambret-usia-17-
tahun-beraksi-35-titik/ (diakses pada tanggal 29 Oktober 2017, pada pukul
20.15 WITA)

Anda mungkin juga menyukai