Disusun oleh :
Gupita Widyadhari
1361050014
Dokter Pembimbing :
dr. Gerald Mario Semen, Sp.KJ
dr. Imelda Wijaya, Sp.KJ
dr. Herny Taruli Tambunan, M.Ked(KJ), Sp.KJ
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “Gangguan
Memori Pada Penggunaan Inhalasi Narkotika” sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan stase Kepaniteraan Ilmu Kedokteran Jiwa pada Program Kepaniteraan
Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia di Rumah Sakit
Ketergantungan Obat Cibubur.
1. dr. Gerald Mario Semen, Sp.KJ. (K), S.H. selaku dokter pembimbing yang
telah banyak memberikan bimbingan dan ilmu pengetahuan dalam mengikuti
kepaniteraan ilmu kedokteran jiwa.
2. dr. Imelda Wijaya, Sp.KJ. selaku dokter pembimbing yang telah menyediakan
waktu dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam penyusunan case report
ini.
4. Para staf, seluruh karyawan, dan perawat yang telah banyak membantu dan
banyak memberikan saran-saran yang berguna bagi penulis dalam menjalani
kepaniteraan di Rumah Sakit Ketergantungan Obat
5. Orang tua, keluarga terdekat dan teman sejawat yang telah memberikan doa
dan semangatnya kepada penulis.
2
6. Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih jauh dari sempurna serta
masih terdapat banyak kekurangan. Penulis mohon maaf sebesar-besarnya bila
ada kekurangan dan kesalahan.
Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah
pengetahuan pembaca.
Penulis
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 NAPZA
1. Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintetis maupun bukan sintesis, yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran dan ilangnya rasa. Zat ini dapat pengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Narkotika memiliki daya adiksi (ketagihan) yang sangat berat. Narkotika juga
memiliki daya toleran (penyusaian) dan daya habitual (kebiasaan) yang sangat tinggi.
Berdasarkan Undang-Undang No.35 Tahun 2009, jenis narkotika dibagi kedalam 3
kelompok, yaitu narkotika golongan I, golongan II, dan golongan III.
a. Narkotika golongan I adalah : narkotika yang paling berbahaya. Daya
adiktifnya sangat tinggi. Golongan ini tidak boleh digunakan untuk
kepentingan apapun, kecuali untuk penelitian atau ilmu pengetahuan.
Contohnya ganja, heroin, kokain, morfin, opium, dan lain-lain.
5
b. Narkotika golongan II adalah : narkotika yang memiliki daya adiktif kuat,
tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah
petidin dan turunannya, benzetidin, betametadol, dan lain-lain.
c. Narkotika golongan III adalah : narkotika yang memiliki daya adiktif
ringan, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya
adalah kodein dan turunannya.
2. Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat bukan narkotika, baik alamiah maupun
sintetis, yang memiliki khasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan
saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas normal dan perilaku.
Psikotropika adalah obat yang digunakan oleh dokter untuk mengobati gangguan
jiwa.
Berdasarkan Undang-Undang No.5 tahun 1997, psikotropika dapat
dikelompokkan ke dalam 4 golongan, yaitu :
a. Golongan I adalah : psikotropika dengan daya adiktif yang sangat kuat,
belum diketahui manfaatnya untuk pengobatan, dan sedang diteliti khasiatnya.
Contohnya adalah MDMA, ekstasi, LSD, dan STP.
b. Golongan II adalah : psikotropika dengan daya adiktif kuat serta berguna
untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah amfetamin,
metamfetamin, metakualon, dan sebagainya.
c. Golongan III adalah : psikotropika dengan daya adiksi sedang serta berguna
untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah lumibal, buprenorsina,
fleenitrazepam, dan sebagainya.
d. Golongan IV adalah : psikotropika yang memiliki daya adiktif ringan serta
berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah nitrazepam (BK,
mogadon, dumolid), diazepam, dan lain-lain.
6
3. Zat Adiktif
Zat adiktif adalah zat, bahan kimia, dan biolongi dalam bentuk tunggal
maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan lingkungan hidup secara
langsung dan tidak langsung yang mempunyai sifat karsinogenik, teratogenik,
mutagenik, korosif, dan iritasi. Bahan-bahan berbahaya ini adalah zat adiktif yang
bukan termasuk ke dalam narkotika dan psikotropika, tetapi punya pengaruh dan efek
merusak fisik seseorang jika disalahgunakan. Yang termasuk Zat Adiktif adalah :
Merupakan senyawa organik yang berwujud gas atau zat pelarut yang
mudah menguap. Contohnya aerosol, nitrit, isi korek api gas, cairan untuk dry
cleaning, tinner, dan uap bensin. Penyalahgunaan zat inhalan tersering adalah
penggunaan lem, umumnya digunakan oleh anak di bawah umur atau golongan
kurang mampu/anak jalanan. Lem ini digunakan dengan cara dihirup. Jenis lem yang
7
digunakan dalam melakukan aktifitas “ngelem” yakni, lem jenis fox, aibon, lem
perabotan atau lem alat rumah tangga. Kandungan toluene (juga dikenal sebagai
methylbenzene atau phenylmethane) pada lem sendiri berupa cairan yang jelas mudah
terbakar dan tidak berwarna yang biasa digunakan sebagai pelarut industri dalam
pembuatan cat, bahan kimia, farmasi dan karet, yang tampaknya memiliki potensi
penyalahgunaan tertinggi.
8
sebanyak 4,0% kemudian meningkat menjadi 4,8%. pada tahun 2008. Berdasarkan
hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rafika Nursalam di Kota Makassar
pada tahun 2009, menunjukkan bahwa 103 anak jalanan yang pernah “ngelem”..
Lem ini mengandung bermacam-macam zat kimia yang sangat berbahaya jika
dikonsumsi. Penghirupan zat inhalasi dapat menyebabkan kerusakan serius pada
integritas SSP dan mengganggu lintasan normal perkembangan psikologis, emosional
dan neurobiologis. Meskipun kesadaran morbiditas dan mortalitas yang signifikan
terkait dengan penyalahgunaan inhalan yang cukup lama, namun sampai sekarang
penelitian neurofarmakologis relatif jarang sampai saat ini, diakibatkan tersedianya
data yang terbatas.
9
Pada tingkat neurokimia, pada percobaan yang dilakukan pada tikus yang
diekspos ke toluena dan menunjukkan peningkatan submenit reseptor NR1 dan NR2B
di korteks prefrontal medial dan NR2B subunit di nucleus accumbens, menunjukkan
peningkatan rangsangan saraf dengan paparan yang lama. Paparan kronis juga
ditemukan untuk meningkatkan level subunit GABAA a1 di korteks prefrontal
medial, tetapi menurunkan ekspresi di ventral mesencephalon. Meskipun temuan
tersebut menyoroti potensi kerusakan saraf eksitotoksik dengan paparan inhalasi
kronis, sebagian besar penelitian pada Rosenberg tahun1988 dan Filley tahun 2004
telah melaporkan kerusakan yang relatif lebih besar pada white matter dan komponen
lipid pada selubung mielin. Temuan ini menunjukkan bahwa penyalahgunaan inhalan
tidak menyebabkan demielinasi aktif atau kerusakan pada membran neuronal, tetapi
dapat menyebabkan gangguan viabilitas fungsional sebagai akibat dari cedera aksonal
difus
Seperti penyalahgunaan obat inhalan lainnya, inhalansia karena kemampuan
mereka untuk memodulasi aktivitas dopaminergik mesolimbic. Hal ini ditunjukkan
untuk menginduksi aktivasi c-fos di kedua area tegmental ventral (VTA) dan nucleus
accumbens. Menggunakan elektrofisiologi in vitro, Riegel et al. (2007) baru-baru ini
menunjukkan bahwa toluene menstimulasi neurotransmisi mesoaccumbal pada otak
post natal day dan dewasa dengan secara selektif mengaktifkan neuron dopaminergik
VTA secara langsung, dan ini bertahan ketika sinaptik transmisi berkurang. Perfusi
toluena langsung ke VTA meningkatkan konsentrasi dopamin baik dalam VTA dan
nucleus accumbens, menunjukkan bahwa ada peningkatan pelepasan dopamin
somatodendritic dalam VTA sebagai konsekuensi dari penembakan neuronal yang
meningkat. Selanjutnya, microdialisis mengungkapkan bahwa toluena lebih efektif
dalam meningkatkan konsentrasi dopamin dalam nucleus accumbens ketika diinfus
langsung ke posterior dibandingkan dengan VTA anterior, dan sama sekali tidak
efektif ketika diberikan berdekatan dengan VTA. Paparan jangka panjang toluene
telah ditemukan untuk menginduksi disfungsi dopaminergik persisten dalam ganglia
basal tikus, yang berhubungan dengan defisit perilaku dan kognitif. Mirip dengan
depresan SSP lainnya, inhalasi toluena cenderung menghasilkan efek yang berlanjut
10
terkait dosis yang berkembang dari eksitasi motorik pada konsentrasi rendah menjadi
sedasi, kerusakan motorik dan anestesi pada konsentrasi yang lebih tinggi. Paparan
yang terlalu lama terhadap konsentrasi toluena yang tinggi dapat menyebabkan koma
dan kematian.
Ada bukti yang konsisten bahwa penggunaan jangka panjang kronis
cenderung menghasilkan defisit neurologis dan gangguan kognitif, termasuk
gangguan perhatian, kecepatan pemrosesan informasi, koordinasi psikomotorik,
pembelajaran dan memori, kemampuan eksekutif (termasuk memori kerja), serta tes
kecerdasan verbal. Menariknya, banyak dari defisit neuropsikologis yang umum
diamati (misalnya, gangguan dalam kecepatan pemrosesan, perhatian yang
berkelanjutan, pengambilan memori, fungsi eksekutif dan bahasa) konsisten dengan
patologi white matter, lebih jauh mendukung gagasan bahwa toluena secara istimewa
mempengaruhi white matter (relatif terhadap grey matter) struktur.
11
BAB III
KESIMPULAN
1. Inhalan adalah senyawa organik berupa gas dan zat pelarut yang mudah
menguap.
2. Penyalahgunaan zat inhalan tersering adalah penggunaan lem, umumnya
digunakan oleh anak di bawah umur atau golongan kurang mampu/anak
jalanan. Lem ini digunakan dengan cara dihirup
3. Penghirupan zat inhalasi dapat menyebabkan kerusakan serius pada
integritas SSP dan mengganggu lintasan normal perkembangan psikologis,
emosional dan neurobiologis
4. Inhalan bekerja pada sistem dopaminergik dan GABA-ergik
5. Penggunaan jangka panjang kronis cenderung menghasilkan defisit
neurologis dan gangguan kognitif, termasuk gangguan perhatian, kecepatan
pemrosesan informasi, koordinasi psikomotorik, pembelajaran dan memori,
kemampuan eksekutif (termasuk memori kerja), serta tes kecerdasan verbal
12
DAFTAR PUSTAKA
13