Anda di halaman 1dari 13

REFERAT

GANGGUAN MEMORI PADA PENGGUNAAN INHALASI NARKOTIKA

Disusun oleh :
Gupita Widyadhari
1361050014
Dokter Pembimbing :
dr. Gerald Mario Semen, Sp.KJ
dr. Imelda Wijaya, Sp.KJ
dr. Herny Taruli Tambunan, M.Ked(KJ), Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
PERIODE 7 MAY 2018 – 9 JUNI 2018
RUMAH SAKIT KETERGANTUNGAN OBAT
JAKARTA
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “Gangguan
Memori Pada Penggunaan Inhalasi Narkotika” sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan stase Kepaniteraan Ilmu Kedokteran Jiwa pada Program Kepaniteraan
Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia di Rumah Sakit
Ketergantungan Obat Cibubur.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada pihak-


pihak yang sudah banyak membantu dalam proses pembuatan makalah ini yaitu:

1. dr. Gerald Mario Semen, Sp.KJ. (K), S.H. selaku dokter pembimbing yang
telah banyak memberikan bimbingan dan ilmu pengetahuan dalam mengikuti
kepaniteraan ilmu kedokteran jiwa.

2. dr. Imelda Wijaya, Sp.KJ. selaku dokter pembimbing yang telah menyediakan
waktu dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam penyusunan case report
ini.

3. dr. Herny Taruli Tambunan, M.Ked.(KJ), Sp.KJ selaku dokter pembimbing


yang telah banyak memberikan bimbingan dan ilmu pengetahuan dalam
mengikuti kepaniteraan ilmu kedokteran jiwa.

4. Para staf, seluruh karyawan, dan perawat yang telah banyak membantu dan
banyak memberikan saran-saran yang berguna bagi penulis dalam menjalani
kepaniteraan di Rumah Sakit Ketergantungan Obat

5. Orang tua, keluarga terdekat dan teman sejawat yang telah memberikan doa
dan semangatnya kepada penulis.

2
6. Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih jauh dari sempurna serta
masih terdapat banyak kekurangan. Penulis mohon maaf sebesar-besarnya bila
ada kekurangan dan kesalahan.

Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah
pengetahuan pembaca.

Jakarta, 29 May 2018

Penulis

3
BAB I

PENDAHULUAN

Narkoba, singkatan dari narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lain,


merupakan bahan atau zat yang bila masuk ke dalam tubuh akan mempengaruhi
tubuh terutama susunan syaraf pusat/otak sehingga jika disalahgunakan akan
menyebabkan gangguan fisik, psikis/jiwa dan fungsi sosial (Sumadi, 2013).
Narkotika menurut Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 adalah zat atau obat yang
berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang
dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan, yang dibedakan dalam golongan-golongan (BNN, 2010)
Asupan zat volatil yang terhirup dapat menyebabkan kerusakan serius pada
integritas CNS dan mengganggu perkembangan normal psikologis, emosional dan
neurobiologis. Secara historis, zat volatil (misalnya, nitrous oxide, kloroform dan
eter) yang populer dihirup oleh populasi orang dewasa untuk keracunan di akhir abad
kesembilan belas dan awal abad kedua puluh. Namun belakangan ini, penggunaan
inhalasi telah muncul sebagai masalah yang relatif umum di antara anak-anak dan
remaja. Menghirup lem pertama kali dicatat di Amerika Serikat selama 1940-an,
dengan laporan inhalasi bensin dan kemudian muncul selama dekade berikutnya.
Davison (2004) menjelaskan bahwa penyalahgunaan narkoba menyebabkan
seseorang mengalami kemunduran mental, perubahan mood, gangguan afektif, dan
kepribadian adiksi. Begitu pula menurut Sarwono (2011), pemakaian zat narkoba
secara berulang akan mengganggu sinyal penghantar syaraf yang disebut sistem
neurotransmitter di dalam susunan syaraf sentral, sehingga menyebabkan
terganggunya fungsi kognitif, fungsi afektif, psikomotorik dan komplikasi medik

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 NAPZA

NAPZA adalah singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif


lainnya, meliputi zat alami atau sintetis yang bila dikonsumsi menimbulkan
perubahan fungsi fisik dan psikis, serta menimbulkan ketergantungan (BNN, 2004).
NAPZA adalah zat yang memengaruhi struktur atau fungsi beberapa bagian tubuh
orang yang mengonsumsinya. Manfaat maupun risiko penggunaan NAPZA
bergantung pada seberapa banyak, seberapa sering, cara menggunakannya, dan
bersamaan dengan obat atau NAPZA lain yang dikonsumsi (Kemenkes RI, 2010)
2.2. Jenis-Jenis NAPZA
NAPZA dibagi dalam 3 jenis, yaitu narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif
lainnya. Tiap jenis dibagi-bagi lagi ke dalam beberapa kelompok.

1. Narkotika

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintetis maupun bukan sintesis, yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran dan ilangnya rasa. Zat ini dapat pengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Narkotika memiliki daya adiksi (ketagihan) yang sangat berat. Narkotika juga
memiliki daya toleran (penyusaian) dan daya habitual (kebiasaan) yang sangat tinggi.
Berdasarkan Undang-Undang No.35 Tahun 2009, jenis narkotika dibagi kedalam 3
kelompok, yaitu narkotika golongan I, golongan II, dan golongan III.
a. Narkotika golongan I adalah : narkotika yang paling berbahaya. Daya
adiktifnya sangat tinggi. Golongan ini tidak boleh digunakan untuk
kepentingan apapun, kecuali untuk penelitian atau ilmu pengetahuan.
Contohnya ganja, heroin, kokain, morfin, opium, dan lain-lain.

5
b. Narkotika golongan II adalah : narkotika yang memiliki daya adiktif kuat,
tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah
petidin dan turunannya, benzetidin, betametadol, dan lain-lain.
c. Narkotika golongan III adalah : narkotika yang memiliki daya adiktif
ringan, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya
adalah kodein dan turunannya.

2. Psikotropika

Psikotropika adalah zat atau obat bukan narkotika, baik alamiah maupun
sintetis, yang memiliki khasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan
saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas normal dan perilaku.
Psikotropika adalah obat yang digunakan oleh dokter untuk mengobati gangguan
jiwa.
Berdasarkan Undang-Undang No.5 tahun 1997, psikotropika dapat
dikelompokkan ke dalam 4 golongan, yaitu :
a. Golongan I adalah : psikotropika dengan daya adiktif yang sangat kuat,
belum diketahui manfaatnya untuk pengobatan, dan sedang diteliti khasiatnya.
Contohnya adalah MDMA, ekstasi, LSD, dan STP.
b. Golongan II adalah : psikotropika dengan daya adiktif kuat serta berguna
untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah amfetamin,
metamfetamin, metakualon, dan sebagainya.
c. Golongan III adalah : psikotropika dengan daya adiksi sedang serta berguna
untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah lumibal, buprenorsina,
fleenitrazepam, dan sebagainya.
d. Golongan IV adalah : psikotropika yang memiliki daya adiktif ringan serta
berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah nitrazepam (BK,
mogadon, dumolid), diazepam, dan lain-lain.

6
3. Zat Adiktif

Zat adiktif adalah zat, bahan kimia, dan biolongi dalam bentuk tunggal
maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan lingkungan hidup secara
langsung dan tidak langsung yang mempunyai sifat karsinogenik, teratogenik,
mutagenik, korosif, dan iritasi. Bahan-bahan berbahaya ini adalah zat adiktif yang
bukan termasuk ke dalam narkotika dan psikotropika, tetapi punya pengaruh dan efek
merusak fisik seseorang jika disalahgunakan. Yang termasuk Zat Adiktif adalah :

1. Minuman Alkohol : mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh menekan


susunan saraf pusat dan sering menjadi kehidupan manusia.
Ada 3 golongan minuman beralkohol yaitu :
Golongan A : kadar etanol 1%-5 % ( bir, green sand)
Golongan B : kadar etanol 5% -20% (anggur Malaga)
Golongan C : kadar etanol 20%-55% (brandy,wine,winski)
2. Inhalasi atau solven, yaitu gas atau zat pelarut yang mudah menguap berupa
senyawa organik yang sering digunakan untuk keperluan industri, kantor, bengkel,
toko, dan rumah tangga, seperti lem, thiner, aceton, aerosol, bensin. Zat ini
disalahgunakan dengan cara dihirup, terutama pada anak usia 9-14 tahun.
3. Tembakau (nikotin): terdapat pada tembakau. Rokok mengandung 4.000 zat. Yang
paling berbahaya adalah nikotin, tar, dan karbon monoksida (CO). nikotin merupakan
bahan penyebab ketergantungan.

2.3 INHALANSIA atau SOLVEN

Merupakan senyawa organik yang berwujud gas atau zat pelarut yang
mudah menguap. Contohnya aerosol, nitrit, isi korek api gas, cairan untuk dry
cleaning, tinner, dan uap bensin. Penyalahgunaan zat inhalan tersering adalah
penggunaan lem, umumnya digunakan oleh anak di bawah umur atau golongan
kurang mampu/anak jalanan. Lem ini digunakan dengan cara dihirup. Jenis lem yang

7
digunakan dalam melakukan aktifitas “ngelem” yakni, lem jenis fox, aibon, lem
perabotan atau lem alat rumah tangga. Kandungan toluene (juga dikenal sebagai
methylbenzene atau phenylmethane) pada lem sendiri berupa cairan yang jelas mudah
terbakar dan tidak berwarna yang biasa digunakan sebagai pelarut industri dalam
pembuatan cat, bahan kimia, farmasi dan karet, yang tampaknya memiliki potensi
penyalahgunaan tertinggi.

Sebuah survei yang dilakukan Yayasan (KKSP) Kelompok Kerja Sosial


Perkotaan di kota Medan tahun 2002 menunjukkan sekitar 68,7 persen anak jalanan
pernah ‟ngelem‟. Hasil survei menunjukkan ‟ngelem‟ sudah menjadi sebuah
kebiasaan, dan menyebabkan ketergantungan berat sehingga mereka tidak peduli
terhadap pola makannya. Menurut Badan Narkotika Nasional (BNN) pada tahun
2010, jenis narkoba yang satu tahun terakhir dipakai oleh pengguna yaitu zat yang
sengaja dihirup sampai mabuk (fly) di Perkotaan Nasional adalah sebanyak 35,3%.
Menurut Badan Narkotika Nasional (BNN) pada tahun 2010, pola konsumsi narkoba
pada anak jalanan tahun 2004 yang pernah pakai lem (Aica, Aibon, UHU) yaitu

8
sebanyak 4,0% kemudian meningkat menjadi 4,8%. pada tahun 2008. Berdasarkan
hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rafika Nursalam di Kota Makassar
pada tahun 2009, menunjukkan bahwa 103 anak jalanan yang pernah “ngelem”..
Lem ini mengandung bermacam-macam zat kimia yang sangat berbahaya jika
dikonsumsi. Penghirupan zat inhalasi dapat menyebabkan kerusakan serius pada
integritas SSP dan mengganggu lintasan normal perkembangan psikologis, emosional
dan neurobiologis. Meskipun kesadaran morbiditas dan mortalitas yang signifikan
terkait dengan penyalahgunaan inhalan yang cukup lama, namun sampai sekarang
penelitian neurofarmakologis relatif jarang sampai saat ini, diakibatkan tersedianya
data yang terbatas.

2.4 Mekanisme Inhalan

Dibandingkan dengan penyalahgunaan obat lainnya, relatif paling sedikit


dilakukannya eksplorasi neurobiologi penyalahgunaan zat inhalan. Namun demikian,
selama dekade terakhir, penelitian praklinis yang cukup telah dilakukan dalam
menyelidiki efek paparan inhalasi akut pada hewan dewasa. Mayoritas efek perilaku
terjadi pada konsentrasi mikromolar dan tampaknya didukung oleh perubahan
aktivitas reseptor dan / atau saluran ion membran. Interaksi nonspesifik dengan
konsentrasi tinggi dapat terjadi perubahan permeabilitas membran.
Pada tingkat selular, paparan solven yang akut tampaknya menghasilkan
penghambatan reseptor NMDA dengan kombinasi subunit NR1-NR2B yang sensitif.
Dilaporkan bahwa toluene menghasilkan penghambatan dari arus cepat kationik
melalui reseptor NMDA. Secara kolektif, temuan ini akan konsisten dengan keadaan
hipereksitabilitas / hyperglutamatergic pada withdrawal setelah paparan kronis,
situasi sama ini terjadi selama withdrawal dari alkohol. Penelitian terbarupun dalam
sistem ekspresi sel menunjukkan bahwa toluene secara akut mengganggu aktivitas
berbagai saluran ion tegangan, kalsium signaling, ATPase, dan protein G, meskipun
penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan implikasi perilaku dari temuan
ini. (Cruz et al,1998)

9
Pada tingkat neurokimia, pada percobaan yang dilakukan pada tikus yang
diekspos ke toluena dan menunjukkan peningkatan submenit reseptor NR1 dan NR2B
di korteks prefrontal medial dan NR2B subunit di nucleus accumbens, menunjukkan
peningkatan rangsangan saraf dengan paparan yang lama. Paparan kronis juga
ditemukan untuk meningkatkan level subunit GABAA a1 di korteks prefrontal
medial, tetapi menurunkan ekspresi di ventral mesencephalon. Meskipun temuan
tersebut menyoroti potensi kerusakan saraf eksitotoksik dengan paparan inhalasi
kronis, sebagian besar penelitian pada Rosenberg tahun1988 dan Filley tahun 2004
telah melaporkan kerusakan yang relatif lebih besar pada white matter dan komponen
lipid pada selubung mielin. Temuan ini menunjukkan bahwa penyalahgunaan inhalan
tidak menyebabkan demielinasi aktif atau kerusakan pada membran neuronal, tetapi
dapat menyebabkan gangguan viabilitas fungsional sebagai akibat dari cedera aksonal
difus
Seperti penyalahgunaan obat inhalan lainnya, inhalansia karena kemampuan
mereka untuk memodulasi aktivitas dopaminergik mesolimbic. Hal ini ditunjukkan
untuk menginduksi aktivasi c-fos di kedua area tegmental ventral (VTA) dan nucleus
accumbens. Menggunakan elektrofisiologi in vitro, Riegel et al. (2007) baru-baru ini
menunjukkan bahwa toluene menstimulasi neurotransmisi mesoaccumbal pada otak
post natal day dan dewasa dengan secara selektif mengaktifkan neuron dopaminergik
VTA secara langsung, dan ini bertahan ketika sinaptik transmisi berkurang. Perfusi
toluena langsung ke VTA meningkatkan konsentrasi dopamin baik dalam VTA dan
nucleus accumbens, menunjukkan bahwa ada peningkatan pelepasan dopamin
somatodendritic dalam VTA sebagai konsekuensi dari penembakan neuronal yang
meningkat. Selanjutnya, microdialisis mengungkapkan bahwa toluena lebih efektif
dalam meningkatkan konsentrasi dopamin dalam nucleus accumbens ketika diinfus
langsung ke posterior dibandingkan dengan VTA anterior, dan sama sekali tidak
efektif ketika diberikan berdekatan dengan VTA. Paparan jangka panjang toluene
telah ditemukan untuk menginduksi disfungsi dopaminergik persisten dalam ganglia
basal tikus, yang berhubungan dengan defisit perilaku dan kognitif. Mirip dengan
depresan SSP lainnya, inhalasi toluena cenderung menghasilkan efek yang berlanjut

10
terkait dosis yang berkembang dari eksitasi motorik pada konsentrasi rendah menjadi
sedasi, kerusakan motorik dan anestesi pada konsentrasi yang lebih tinggi. Paparan
yang terlalu lama terhadap konsentrasi toluena yang tinggi dapat menyebabkan koma
dan kematian.
Ada bukti yang konsisten bahwa penggunaan jangka panjang kronis
cenderung menghasilkan defisit neurologis dan gangguan kognitif, termasuk
gangguan perhatian, kecepatan pemrosesan informasi, koordinasi psikomotorik,
pembelajaran dan memori, kemampuan eksekutif (termasuk memori kerja), serta tes
kecerdasan verbal. Menariknya, banyak dari defisit neuropsikologis yang umum
diamati (misalnya, gangguan dalam kecepatan pemrosesan, perhatian yang
berkelanjutan, pengambilan memori, fungsi eksekutif dan bahasa) konsisten dengan
patologi white matter, lebih jauh mendukung gagasan bahwa toluena secara istimewa
mempengaruhi white matter (relatif terhadap grey matter) struktur.

11
BAB III

KESIMPULAN

1. Inhalan adalah senyawa organik berupa gas dan zat pelarut yang mudah
menguap.
2. Penyalahgunaan zat inhalan tersering adalah penggunaan lem, umumnya
digunakan oleh anak di bawah umur atau golongan kurang mampu/anak
jalanan. Lem ini digunakan dengan cara dihirup
3. Penghirupan zat inhalasi dapat menyebabkan kerusakan serius pada
integritas SSP dan mengganggu lintasan normal perkembangan psikologis,
emosional dan neurobiologis
4. Inhalan bekerja pada sistem dopaminergik dan GABA-ergik
5. Penggunaan jangka panjang kronis cenderung menghasilkan defisit
neurologis dan gangguan kognitif, termasuk gangguan perhatian, kecepatan
pemrosesan informasi, koordinasi psikomotorik, pembelajaran dan memori,
kemampuan eksekutif (termasuk memori kerja), serta tes kecerdasan verbal

12
DAFTAR PUSTAKA

1. DI Lubman, M Yucel, and AK Lawrence. 2008. Inhalant abuse among


adolescents: neurobiological considerations. Australia. 154: 316-326
2. Muh Ihwan Narwanto, Soedjono Aswin, Mustofa. 2008. Effects of long term
administration of ethanol decrease spatial working memory in rats. Indonesia.
23(2): 1-5
3. Dinar Hastha Bagaskara. 2013. Pengaruh Terapi Keluarga Model
Sirkumpleks Untuk Menurunkan Frekuensi Pengkonsumsian Zat Adiktif
Dalam Lem. Indonesia. 3(1): 1-8
4. Murni Tamrin, Sudirman Nasir,Shanti Riskiyani. 2013. Studi Perilaku
“Ngelem” Pada Remaja di Kec.Palaetang Kab Pinrang Tahun 2013. Makasar :
Universitas Hasanudin.
5. Nur Fadhilah. 2015. Hubungan Antara Penyalahgunaan Narkoba Dengan
Fungsi Kognitif Pada Narapidana Di Lembaga Permasyarakatan (LP) Kelas I
Kedungpane Semarang. Semarang : Universitas Negeri Semarang.

13

Anda mungkin juga menyukai