Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

“KEBUTUHAN DASAR MANUSIA ISTIRAHAT DAN TIDUR”

A. Pengertian Istirahat dan Tidur

Istirahat merupakan keadaan yang tenang, rileks, tanpa tekanan emosional, dan
bebas dari kecemasan. Jadi, istirahat tidak selalu berarti berbaring di tempat tidur dan
tidak melakukan aktifitas apapun. Terdapat karakteristik istirahat yaitu, santai secara fisik,
bebas dari kecemasan, bebas dari gangguan dan ketidaknyamanan, tenang secara fisik, dan
bertujuan untuk merasakan kesegaran.

Tidur berasal dari kata bahasa latin “somnus” yang berarti alami periode pemulihan
keadaan fisiologi dari istirahat untuk tubuh dan tidur. Tidur merupakan keadaan hilangnya
kesadaran secara normal dan periode (Lanywati, 2001). Tidur adalah suatu keadaan tidak sadar
yang dialami seseorang, yang dapat dibangunkan kembali dengan indra atau rangsangan yang
cukup (Guyton, 1981). Jadi dapat disimpulkan, Tidur adalah hilangnya kesadaran yang dialami
seseorang, tetapi dapat dibangunkan kembali dengan stimulus atau sensori yang cukup.
Kondisi ini ditandai dengan aktifitas fisik yang minim, tingkat kesadaran bervariasi,
terjadi perubahan proses fisiologis, dan terjadi penurunan respons terhadap stimulus eksternal.

B. Fisiologi Tidur

Aktifitas tidur berhubungan dengan mekanisme serebral yang secara


bergantian mengaktifkan dan menekan pusat otak agar dapat tidur dan bangun. Bagian
otak yang mengendalikan aktifitas tidur adalah batang otak, tepatnya pada sistem
pengaktifan retikularis atau Reticular Activating System (RAS) dan Bulbar Synchronizing
Regional (BSR).

Reticular Activating System (RAS) adalah sel yang terdapat pada batang otak
bagian atas yang melepaskan katekolamin yang berfungsi menjaga tubuh untuk tetap terjaga
dan sadar. RAS dapat memberikan rangsangan visual, pendengaran, nyeri, dan perabaan
serta dapat menerima stimulasi dari korteks serebri termasuk rangsangan emosi dan
proses berpikir. Bila RAS aktivitasnya meningkat maka seseorang akan dalam keadaan sadar
dan terjaga, namun bila aktivitas RAS menurun seseorang akan mengalami keadaan tidur.

Bulbar Synchronizing Regional (BSR) adalah sel yang terdapat pada batang otak
yang melepaskan serum serotonin. Pengeluaran serum serotonin dari BSR menimbulkan rasa
kantuk yang selanjutnya menyebabkan tidur. Terbangun dan terjaganya seseorang tergantung
pada keseimbangan impuls yang diterima di pusat otak dan sistem limbik.

C. Tahapan Tidur

Tidur dapat dibagi menjadi dua tahapan, yaitu tahap Non-Rapid Eye Movement
(NREM) dan Rapid Eye Movement (REM).

a. Tidur NREM
Tahapan tidur NREM disebut dengan tidur gelombang lambat, karena
gelombang otak bergerak dengan sangat lambat. Terjadi kurang lebih 90 menit pertama
setelah tertidur. Tidur NREM ditandai dengan penurunan sejumlah fungsi fisiologis
tubuh termasuk juga metabolisme, kerja otot dan tanda-tanda vital. Hal lain yang
terjadi pada saat tidur NREM adalah pergerakan bola mata melambat. Tidur NREM
terbagi menjadi empat tahapan, yaitu sebagai berikut :
1. Tahap I
Tahap I merupakan tahap transisi dari keadaan sadar menjadi tidur. Tahap I
normalnya berlangsung sekitar 5 menit atau sekitar 5% dari total tidur. Tahap ini
ditandai dengan :
- Merasa rileks
- Masih sadar dengan lingkungannya
- Merasa mengantuk
- Bola mata bergerak dari samping ke samping
- Frekuensi nadi dan napas sedikit menurun
- Mudah terbangun dengan rangsangan
- Bila terbangun terasa sedang mimpi
- EEG : penurunan voltasi gelombang-gelombang Alfa.

2. Tahap II
Tahap II merupakan tahap ketika individu masuk pada tahap tidur, tetapi masih
dapat bangun dengan mudah, dan proses tubuh terus menurun. Pada tahap II
normalnya berlangsung selama 10-20 menit dan merupakan 50-55 % dari total
tidur. Pada tahap II ditandai dengan :
- Otot mulai relaksasi
- Bola mata mulai berhenti bergerak
- Tanda-tanda vital dan metabolisme menurun
- Dapat dibangunkan dengan mudah
- EEG : timbul gelombang Beta frekuensi 15-18 siklus/detik yang disebut
gelombang tidur

3. Tahap III
Tahap III merupakan awal dari tahap tidur dalam atau tidur nyenyak. Pada tahap
III, individu cenderung sulit dibangunkan. Tahap III berlangsung selama 15-30
menit dan merupakan 10 % dari total tidur. Tahap ini ditandai dengan :
- Relaksasi otot menyeluruh
- Tanda-tanda vital menurun tetapi tetap teratur
- Sulit dibangunkan
- EEG : perubahan gelombang Beta menjadi 1-2 siklus/detik

4. Tahap IV
Pada tahap ini, individu tidur semakin dalam. Tahap ini berlangsung selama 15-
30 menit dan merupakan 10 % dari total tidur. Tahap ini ditandai dengan :
- Tanda-tanda vital menurun tetapi tetap teratur
- Jarang bergerak dan sulit dibangunkan
- Tonus otot menurun (relaksasi total)
- Denyut jantung dan pernapasan menurun sekitar 20-30%
- EEG : gelombang otak melemah, hanya terlihat gelombang delta yang lambat
dengan frekuensi 1-2 siklus/detik.

b. Tidur REM
Tidur REM disebut juga tidur paradoks. Tahapan ini biasanya terjadi rata-rata
90 menit dan berlangsung selama 5-20 menit. Tidur REM tidak senyenyak tidur NREM
dan biasanya sebagian besar mimpi terjadi pada tahap ini. Tidur REM penting untuk
keseimbangan mental dan emosi. Selain itu, tahapan tidur ini juga berperan dalam
proses belajar, memori dan adaptasi.
 Tidur REM ditandai dengan :
1. Timbulnya mimpi
2. Lebih sulit dibangunkan atau dapat bangun dengan tiba-tiba
3. Sekresi lambung meningkat
4. Tonus otot menurun
5. Frekuensi denyut jantung dan pernapasan sering kali meningkat
6. Mata cepat tertutup dan terbuka
7. Metabolisme meningkat

 Karakteristik tidur REM


1. Mata : Cepat tertutup dan terbuka
2. Otot-otot : Kejang otot kecil, otot besar imobilisasi
3. Pernapasan : Tidak teratur, kadang dengan apnea
4. Nadi : Cepat dan ireguler
5. Tekanan darah : Meningkat atau fluktuasi
6. Sekresi gaster : Meningkat
7. Metabolisme : Meningkat, menyebabkan temperatur tubuh naik
8. Gelombang otak : EEG aktif
9. Siklus tidur : Sulit dibangunkan

D. Kebutuhan Tidur Menurut Usia

Usia dan tingkat Jumlah kebutuhan


Pola tidur normal
perkembangan tidur (jam/hari)
50% tidur REM, berlangsung selama 45-60
0 – 1 bulan 14 – 18
menit
1 – 12 bulan 12 – 14 20-30% tidur REM, tidur sepanjang malam
25% tidur REM, tidur pada siang hari dan
1 – 3 tahun 10 – 12
sepanjang malam
3 – 6 tahun 11 20% tidur REM
6 – 12 tahun 10 18.5% tidur REM
12 – 18 tahun 7 – 8,5 20% tidur REM
18 – 40 tahun 7–8 20-25% tidur REM
40 – 60 tahun 7–8 20% tidur REM, mengalami insomnia
20-25% tidur REM, sering terjaga sewaktu
> 60 tahun 6 tidur, mengalami insomnia, dan tahap IV
NREM menurun bahkan tidak ada
E. Faktor-faktor Yang Memengaruhi Kebutuhan Tidur
1. Penyakit
Seseorang yang mengalami sakit memerlukan waktu tidur lebih banyak dari
normal. namun demikian keadaan sakit dapat menjadikan seseorang kurang tidur atau
tidak dapat tidur. Misalnya pada pasien dengan gangguan pernapasan seperti asma,
bronkhitis, penyakit kardio!askuler, dan penyakit persarafan.
2. Lingkungan
Lingkungan tempat seseorang tidur berpengaruh penting pada kemampuan
untuk tertidur dan tetap tertidur. Ada atau tidaknya stimulus tertentu dari lingkungan
dapat menghambat upaya tidur seseorang juga, contohnya suhu yang tidak nyaman,
ventilasi yang buruk, atau suara-suara tertentu.
3. Motivasi
Motivasi dapat mendorong untuk tidur sehingga memengaruhi proses tidur,
misalnya seseorang ingin tidur lebih cepat agar keesokan harinya tidak terlambat
ke sekolah.
4. Kelelahan
Kelelahan akibat aktifitas yang tinggi umumnya memerlukan lebih banyak
tidur untuk memulihkan kondisi tubuh. Makin lelah sesorang, makin pendek siklus
REM yang dilaluinya. Setelah beristirahat, biasanya siklus REM akan kembali
memanjang.
5. Stres psikologis
Stres psikologis pada seseorang dapat menyebabkan ansietas atau
ketegangan dan depresi. Akibatnya pola tidur, dapat terganggu. Ansietas dan
depresi dapat meningkatkan kadar norepinefrin pada darah melaui stimulasi sistem
saraf simpatis, akibatnya terjadi pengurangan siklus tidur NREM tahap IV dan tidur
REM serta seringnya terjaga pada saat tidur.
6. Gaya hidup
Rutinitas seseorang dapat memengaruhi pola tidur. Contohnya individu
yang sering berganti jam kerja harus mengatur aktivitasnya agar bisa tidur pada
waktu yang tepat.
7. Diet dan nutrisi
Asupan nutrisi yang adekuat dapat mempercepat proses tidur, misalnya
asupan protein. Asupan protein yang tinggi dapat mempercepat proses tidur karena
adanya triptofan (asam amino) hasil pencernaan protein yang dapat mempermudah
proses tidur.
8. Obat-obatan
a. Diuretik : menyebabkan insomnia karena membuat seseorang sering terbangun di
malam hari untuk berkemih.
b. Anti depresan dan stimulan : menekan REM dan mengurangi waktu tidur.
c. Kafein : menyebabkan insomnia
d. Benzodiazepin : mengubah tahap tidur REM, memiliki efek susah tidur.
e. Narkotika : menekan REM, menahan tidur.
f. Antihistamine : menyebabkan ngantuk, jika dikonsumsi dengan jumlah berlebihan
dapat menyebabkan insomnia.

F. Gangguan Kebutuhan Tidur


1. Insomnia
Insomnia adalah kesukaran dalam memulai dan mempertahankan tidur sehingga
tidak dapat memenuhi kebutuhan tidur yang adekuat. Insomnia dapat disebabkan oleh
psikis dan kondisi medis, kebiasaan tidur yang tidak sehat, zat kimia khusus, dan atau
faktor biologis tertentu. Insomnia dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
a. Insomnia inisial : ketidakmampuan untuk memulai tidur.
b. Insomnia intermiten : ketidakmampuan untuk tetap tertidur karena terlalu sering
terbangun.
c. Insomnia terminal : ketidak mampuan untuk tidur kembali setelah terbangun pada
malam hari.
2. Hipersomnia
Hipersomnia merupakan gangguan tidur yang ditandai dengan tidur berlebihan,
terutama pada siang hari, walaupun sudah mendapatkan tidur yang cukup.
Gangguan ini dapat disebabkan oleh kondisi medis tertentu, misalnya gangguan pada
sistem saraf, hati, atau ginjal, dan masalah psikologis.
3. Parasomnia
Parasomnia merupakan perilaku yang dapat mengganggu tidur atau
perilaku yang muncul pada saat seseorang tertidur. Gangguan ini umumnya terjadi
pada anak-anak. Beberapa turunan parasomnia antara lain adalah sering terjaga
misalnya tidur berjalan, gangguan transisi bangun tidur misalnya mengigau,
parasomnia yang berkaitan dengan tidur REM misalnya mimpi buruk.
4. Narkolepsi
Narkolepsi merupakan gelombang kantuk yang tak tertahankan yang
muncul secara tiba-tiba pada siang hari. Gangguan ini disebut serangan tidur.
Narkolepsis diduga merupakan suatu gangguan neurologis yang disebabkan oleh
kerusakan genetik sistem saraf pusat yang disebabkan oleh kerusakan genetik
sistem saraf pusat yang menyebabkan tidak terkendalinya periode tidur REM.
5. Apnea tidur
Apnea tidur merupakan gangguan yang ditandai oleh kurangnya aliran udara
melalui hidung dan mulut untuk periode 10 detik atau lebih pada saat tidur. Ada tiga
jenis apnea tidur, yaitu : apnea sentral, apnea obstruktif, dan apnea campuran. Bentuk
yang paling umum adalah apnea obstruktif atau Obstruktif Sleep Apnea (OSA). OSA
mempengaruhi 10-15% dari dewasa menengah.
OSA terjadi ketika otot atau struktur dari rongga mulut atau tenggorakan
mengalami relaksasi saat tidur. Saluran napas tersumbat sebagian ataus eluruhnya,
mengurangi aliran udara hidung (hiponea) atau menghentikannya (apnea) selama 30
detik. Seseorang masih mencoba untuk bernapas karena dada dan perut terus bergerak,
sehingga sering menghasilkan dengkuran keras dan suara mendengus atau mendengkur.
Ketika pernapasan menjadi sebagian atau seluruhnya berkurang, setiap gerakan
diafragma berturut-turut menjadi kuat sampai penyumbatan terbuka.
6. Enuresis
Enuresis atau mengompol merupakan kegiatan buang air kecil yang tidak
disengaja pada waktu tidur. Enuresis dapat dibagi menjadi dua, yaitu enuresis
nokturnal dan diurnal. Enuresis nokturnal merupakan keadaan mengompol pada saat
tidur dan umumnya terjadi karena ada gangguan pada tidur NREM. Enuresis diurnal
merupakan keadaan mengompol pada saat bangun tidur.

G. Prosedur Tindakan
 Persiapan peralatan :
1. Radio
2. Tape recorder
3. Buku
4. Alat ibadah
5. Makanan dan minuman kesukaan klien
 Prosedur tindakan
1. Memberikan salam dan memperkenalkan diri.
2. Sapa nama pasien dan keluarga
3. Menjaga privasi.
4. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan.
5. Menanyakan persetujuan atau kesiapan klien.
6. Mencuci tangan.
7. Mempersiapkan pasien.
8. Berikan rasa nyaman dan rileks pada pasien, dengan :
a. Atur posisi pasien yang nyaman untuk tidur.
b. Tempat tidur yang rapi dan bersih.
c. Minimalkan rasa sakit atau ketidaknyamanan yang dirasakan pasien.
9. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang yang menunjang istirahat dan tidur
pasien, dengan :
a. Menutup pintu kamar pasien.
b. Matikan lampu atau pasang lampu tidur yang redup.
c. Posisikan selimut yang tidak membatasi gerakan pasien saat tidur.
a. Atur suhu ruangan yang nyaman (tidak terlalu dingin atau terlalu panas).
10. Memfasilitasi ritual tidur pasien, antara lain sebagai berikut :
a. Membaca
b. Minum susu
c. Mendengarkan musik
d. Menonton televisi
e. Mengobrol
f. Berdoa

Anda mungkin juga menyukai