Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN TUTORIAL

MODUL 2 “MATA MERAH”


SISTEM INDRA KHUSUS

KELOMPOK 3
Alin Angraini Lakoro 17777002
Misfallah Harun 17777003
Aulia Nur Pratiwi 17777008
Suganda Maulana 17777010
Andi Hasri Ainun Anisa 17777016
Ahmad Ramadhan 17777022
Akbar Amirullah 17777058
Sayyid M Faiz 17777061
Ardiansah M Arfah 17777062

Dosen Pembimbing :
dr. Santy Kusumawaty, Sp.M

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ALKHAIRAT
PALU
2019
A. Skenario

Seorang pasien wanita 33 tahun, datang ke poliklinik mata dengan keluhan mata
merah dan nyeri. Dialami sejak 1 hari yang lalu.

B. Kalimat kunci
1. Wanita 33 tahun
2. Keluhan mata merah disertai nyeri sejak 1 hari yang lalu

C. Rumusan masalah
1. Anatomi dan Fisiologi mata
2. Patomekanisme Mata merah dan Nyeri
3. Penyebab Mata Merah
4. Langkah-langkah diagnosis yang berkaitan dengan skenario
5. Diagnosis banding yang terkait skenario

1
D. Pembahasan
1. Anatomi dan Fisiologi Mata
Bentuk mata manusia hampir bulat, berdiameter ± 2,5 cm. Bola mata terletak
dalam batalan lemak, pada sebelah depan dilindungi oleh kelopak mata dan
ditempat lain dengan tulang orbita. Bola mata terdiri atas:
a. Dinding mata, terdiri dari:
• Kornea dan sclera
• Selaput khoroid, korpus siliaris, iris
dan pupil.
b. Medium tempat cahaya lewat,
terdiri dari:
• Kornea
• Acqueous humour
• Lensa
• Vitreous humour
c. Jaringan nervosa, terdiri dari:
• Sel-sel saraf pada retina
• Serat saraf yang menjalar melalui sel-sel ini (Gibson, 1995).
Sklera merupakan lapisan pembungkus bagian luar mata yang mempunyai
ketebalan ± 1 mm. Seperenam luas sclera di bagian depan merupakan lapisan
bening yang disebut kornea. Kornea merupakan selaput yang tembus cahaya,
melalui kornea kita dapat melihat membran pupil dan iris. Di sebelah dalam
kornea ada iris dan pupil. Iris berfungsi mengatur bukaan pupil secara otomatis
menurut jumlah cahaya yang masuk ke mata. Iris berwarna karena mengandung
pigmen, wama dari iris bervariasi sesuai dengan jumlah pigmen yang terdapat di
dalamnya, makin banyak kandungan pigmen makin gelap warna iris. Pupil
berfungsi untuk mengatur cahaya yang masuk ke mata. Dalam keadaan terang
bukaan pupil akan kecil, sedangkan dalam keadaan gelap bukaan pupil akan
membesar. Diameter bukaan pupil berkisar antara 2 sampai 8 mm. Selaput
khoroid adalah lapisan berpigmen diantara sklera dan iris, fungsinya
memberikan nutrisi. Korpus siliaris merupakan lapisan yang tebal, berbentuk
seperti cincin yang terbentang dari ora serata sampai ke iris. Fungsinya adalah
untuk terjadinya akomodasi, proses muskulus siliaris harus berkontraksi. Lensa
mata menerima cahaya dari pupil dan meneruskannya pada retina. Fungsi lensa
mata adalah mengatur fokus cahaya, sehingga cahaya jatuh tepat pada bintik
kuning retina. Untuk melihat objek yang jauh (cahaya datang dari jauh), lensa
mata akan menipis. Sedangkan untuk melihat objek yang dekat (cahaya datang
dari dekat), lensa mata akan menebal. Lensa terletak diantara iris dan kornea,
terpisah oleh aquerus humour. Aquerus humour adalah suatu cairan yang
komposisinya serupa dengan cairan serebrospinal. Demikian pula antara lensa
mata dan bagian belakang mata terisi semacam cairan kental (vitreous humour).
Vitreous humour adalah suatu cairan kental yang mengandung air dan

2
inukopolisakarida. Cairan ini bekerja bersama-sama lensa mata untuk
membiaskan cahaya sehingga tepat jatuh pada fofea atau dekat vovea. Bagian
penting mata lainnya adalah retina. Retina adalah bagian saraf mata, tersusun
atas sel-sel saraf dan serat-seratnya.Sel-sel saraf terdiri atas sel saraf
bentuk batang dan kerucut. Sel saraf bentuk batang sangat peka cahaya tetapi
tidak dapat membedakan warna, sedangkan sel saraf kerucut kurang peka cahaya
tetapi dapat membedakan warna. Sel saraf bentuk batang tersebar sepanjang
retina sedangkan sel saraf kerucut terkonsentrasi pada fofea dan mempunyai
hubungan tersendiri dengan serat saraf optik. Pada retina terdapat dua buah
bintik yaitu bintik kuning (fofea) dan bintik buta (blind spot). Pada bintik kuning
(fofea) terdapat sejumlah sel saraf kerucut sedangkan pada bintik buta tidak
terdapat sel saraf batang maupun kerucut. Suatu objek dapat dilihat dengan jelas
apabila bayangan objek tersebut tepat
jatuh pada fofea. Dalam hal ini lensa mata akan bekerja otomatis untuk
memfokuskan bayangan objek tersebut sehingga tepat jatuh pada bagian fofea
(Mendrofa, 2003).
Proses Pembentukan Citra
Proses kerja mata manusia diawali dengan masuknya cahaya melalui bagian
kornea, yang kemudian dibiaskan oleh aquerus humour ke arah pupil. Pada
bagian pupil, jumlah cahaya yang masuk ke dalam mata dikontrol secara
otomatis, dimana untuk jumlah cahaya yang banyak, bukaan pupil akan
mengecil sedangkan untuk jumlah cahaya yang sedikit bukaan pupil akan
membesar. Pupil akan meneruskan cahaya ke bagian lensa mata dan oleh lensa
mata cahaya difokuskan ke bagian retina melalui vitreus humour. Cahaya
ataupun objek yang telah difokuskan pada retina, merangsang sel saraf batang
dan kerucut untuk bekerja dan hasil kerja ini diteruskan ke serat saraf optik, ke
otak
dan kemudian otak bekerja untuk memberi tanggapan sehingga menghasilkan
penglihatan. Sel saraf batang bekerja untuk penglihatan dalam suasana kurang
cahaya, misalnya pada malam han. Sedangkan sel saraf kerucut bekerja untuk
penglihatan dalam suasana terang. misalnya pada siang hari
Masuk Cahaya ke Mata
Mata menyerupai kamera tetapi bekerja lebih baik dari kamera karena beraksi
secara otomatis, hampir tepat dan cepat tanpa harus ada penyesuaian yang
dilakukan. Proses dimana cahaya memasuki mata adalah sebagai berikut:
• Cahaya memasuki mata melalui kornea yang transparan.
• Kemudian menjalar melaui lensa yang membalikkan cahaya tersebut.
• Kemudian membentuk gambaran balik pada retina
Retina mengubah cahaya ke dalam impuls syaraf. Impuls tersebut melewati
sepanjang syaraf optikus dan traktus ke otak, disampaikan ke korteks oksipitalis
dan disana diinterpietasikan sebagai gambar.
Jumlah cahaya yang memasuki mata diatur oleh ukuran dari pupil. Iris berfungsi
sebagai diafragma, ukuran pupil dikontrol oleh serat - serat otot sirkuler dan
radial. Otot - otot dari iris dikontrol oleh:

3
• Serat simpatis yang berasal dari ganglion servikalis superior pada rantai
simpatis di leher. Impuls yang menjaiar sepanjang serat tersebut mendilatasi
pupil dengan cara relaksasi serat sirkular. Serat parasimpatis yang menjalar
dengan syaraf kranial ke-3 (okulomotorius): impuls sepanjang serat tersebut
menyebabkan konstriksi pupil dengan cara relaksasi serat radial. Pupil
membesar pada saat gelap dan berkonstriksi pada keadaan terang. Ukuran pupil
setiap saat disebabkan oleh keseimbangan antara stimulasi simpatis dan
parasimpatis. Kekuatan penglihatan diperiksa dengan bantuan alat
grafik Snellens. Ukuran dan bentuk dari masing - masing huruf pada grafik
tersebut pada setiap detailnya harus mempunyai sudut pandang 1 menit ketika
dilihat pada jarak 6 meter. Mata normal dapat melihat pada jarak 6 meter baris
ke-6 dengan jelas. Bila seseorang pada jarak tersebut hanya dapat melihat
dengan jelas pada huruf yang dua kali lebih besar, penglihatannya dicatat
sebagai 6/12. Bila seseorang dapat melihat dengan jelas hanya pada huruf- huruf
yang terbesar (yang untuk mata normal harus terlihat dengan jarak sejauh 60
meter) penglihatannya tercatat sebagai 6/60.

4
5
2. Patomekanisme Mata merah dan Nyeri

Kondisi mata merah akibat vasodilatasi pada dasarnya berkaitan dengan reaksi atau
proses inflamasi, baik karena proses peradangan sendiri, cedera, infeksi, alergi,
kekeringan mata, atau kondisi intaokuler lain seperti glaucoma dan lain-lain. Bahan-
bahan inflamatorik yang menyebabkan pembuluh darah melebar juga membuatnya lebih
mudah bocor sehingga selain kemerahan, juga dapat terjadi pembengkakan atau
edema/kemosis.
Kondisi mata merah lain yang bukan disebabkan oleh vasodilatasi adalah perdarahan.
Konjungtiva memiliki banyak saraf dan pembuluh darah halus. Dinding pembuluh-
pembuluh ini relative rapuh dan mudah robek sehingga terjadi perdarahan
subkonjungtiva. Pada daerah diatas sclera dapat tampak bercak merah terang/gelap.
Mata merah, baik akibat vasodilatasi ataupun perdarahan, dapat terjadi tanpa ataupun
dengan gangguan penglihatan. Pada prinsipnya, mata merah yang disertai gangguan
penglihatan mengindikasikan adanya keterlibatan adanya keterlibatan sumbu
penglihatan / visual axis.

6
Reaksi Inflamasi adalah suatu respon jaringan akibat adanya rangsangan fisik maupun
kimiawi yang bersifat merusak jaringan tubuh. Akibat adanya rangsangan tersebut,
mediator inflamasi/nyeri seperti histamin, serotonin, bradikinin maupun prostaglandin
terlepas didalam tubuh.
Dengan keluarnya mediator tersebut, tubuh akan mendapatkan rangsangan panas, nyeri,
merah, bengkak serta adanya gangguan fungsi pada area jaringan yang rusak.
Kerusakan jaringan yang mengakibatkan gangguan sel yang terkait dengan inflamasi
akan mempengaruhi membra sel higga leukosit mengeluarkan enzim lisosomal dan
asam arakhidonat. Prostaglandin merupakan hasil metabolisme dari asam arakhidonat.
Adanya reaksi nyeri/inflamasi merupakan bentuk pertahanan diri tubuh terhadap
rangsangan benda asing, namun hal ini akan bersifat berbahaya apabila berlangsung
dalam waktu lama yang akan memunculkan penyakit nyeri kronis.

7
3. Penyebab Mata Merah

- Blefaritis adalah inflamasi kronis kelopak mata yang umumnya terjadi bilateral.
Secara anatomi dibedakan menjadi blefaritis anterior (Stafilokokal/ Ulseratif dan
Seboroik yang terjadi di tepi kelopak mata, kulit dan folikel bulu mata) dan
Blefaritis posterior (Inflamasi terjadi di tepi posterior kelopak hingga konjungtiva
tarsal akibat disfungsi sekresi kelenjar meibom dan kelenjar zeis karena bakteri akan
menghasilkan asam lemak bebas yang meningkatkan titik leleh kelenjar meibom
sehingga menjadi kental dan terjadi sumbatan serta menjadi sulit untuk disekresi yang
pada akhirnya menyebabkan gesekan sehingga terjadi iritasi konjungtiva dan kornea
serta dapat terjadi pertumbuhan staphylococcus aureus).
Pasien dengan blefaritis anterior maupun posterior biasanya mengeluhkan nyeri
seperti rasa terbakar , tergesek, perasaan mata berpasir dan seperti terdapat benda asing,
gatal, serta tanda kemerahan pada tepi kelopak mata. Keluhan ini dirasakan hilang
timbul pada pagi hari.
Manifestasi Klinis pada blefaritis adalah didapatkan scales/sisik, gangguan
pada bulu mata, kelopak/palpebra, konjungtiva dan gejala khas lain berdasarkan
letak (anterior oleh stafilokokal atau seboroik maupun posterior).
Gejala lain yang diraskan pada blefaritis anterior stafilokokal seperti dry eye
syndrome, dapat disertai hordeolum. Pada blefaritis anterior seborok dapat disertai
keadaan seboroik pada kulit kepala, alis, telinga. Pada blefaritis posterioor dapat disertai
kalazion atau hordeolum.

- Sellulitis orbital umumnya terjadi akibat perluasan penyakit sinus, trauma


tembus, atau dari struktur yang berdekatan yang terinfeksi. Selulitis orbital dapat
ditemukan adanya ophthalmoplegia, adanya rasa sakit dengan gerakan mata, dan
/ atau proptosis . Selulitis orbital juga biasanya menyebabkan pembengkakan
kelopak mata dengan atau tanpa eritema. Organisme penyebab selulitis orbital
umumnya bakteri tetapi juga dapat bersifat polimikroba, sering termasuk bakteri aerob
dan anaerob dan bahkan jamur atau mikobakteri. Organisme bakteri yang paling umum

8
menyebabkan selulitis orbital adalah spesies Staphylococcus aureus dan Streptococci .
Kasus selulitis orbital yang disebabkan oleh anaerob non-spora Aeromonas hydrophila ,
Pseudomonas aeruginosa , dan Eikenella corrodens juga didapatkan.

Penyebab paling umum dari selulitis orbital adalah rinosinusitis bakteri. Penyebab
potensial lainnya termasuk:

 Infeksi pada gigi, telinga tengah, atau wajah


 Dakriosistitis
 Trauma orbital dengan fraktur atau benda asing
 Bedah mata seperti bedah strabismus, blepharoplasty, radial keratotomy, dan bedah
retina
 Anestesi peribulbar
 Mukosit yang terinfeksi yang terkikis ke dalam orbit
 Defisiensi imun

- Entropion adalah suatu keadaan berputarnya margo palpebra ke arah bolamata


sehingga menyebabkan trikiasis, dapat terjadi pada palpebra superior maupun inferior
dimana bulu mata menggesek permukaan kornea pada entropion dapat menimbulkan
keluhan mata merah. Pada anamnesis, pasien biasanya mengeluhkan mata berair,
nyeri, rasa tidak nyaman seperti kelilipan,merah dan penglihatan kabur serta
silau. Selain itu, biasanya didapatkan mata merah akibat injeksi konjungtiva
karena bulu mata yang menggesek permukaan kornea sehingga terjadi iritasi
terus menerus. Entropion terdapat dalam 3 bentuk, yaitu Entropion kongenital (sejak
lahir karena gangguan insersi otot), entropion sikatriks (terjadi akibat sikatriks di
konjungtiva dan dapat terjadi pada palpebra superior maupun palpebra inferior,
entropion involusional (terjadi pada usia tua akibat proses penuaan yang berkaitan
dengan jaringan elastik dan fibrosa atau menipisnya serat kolagen dan atrofi dermis).

- Ektropion adalah suatu kondissi berputarnya margo palperbra ke arah luar


menjauhi bola mata sehingga permukaan dalam kelopak mata dan kornea terekspos atau
terpapar, dan tidak terlindungi. Ektropion dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti
involusional / usia tua (karena kelemahan jaringan penyangga palpebra), parese
N.facialis (disebabkan oleh Bell’s Palsy, stroke, tumor serta pasca operasi intrakranial

9
dan facial), Sikatriks pada lamella anterior palpebra (kondisi ini dapat disebabkan oleh
trauma, karsinoma kulit, dermatitis), kelainan kongenital seperti Down Syndrome.
Keluhan pasien biasanya berupa mata berair, mata terasa nyeri dan kering, mata
merah, dan rasa seperti adanya benda asing di mata. Gambaran klinis bisa berupa
epifora, margo palpebra yang berputar menjauhi bola mata, mata merah akibat
iritasi pada konjungtiva tarsal dan konjungtiva bulbi yang tidak terlindungi.

- Perdarahan Subkonjungtiva. Tampak ekstravasasi yang terlokalisir berbatas


tegas, umumnya unilateral, daerah sekitar konjungtiva tidak terinflamasi, tidak terdapat
sekret, tidak nyeri, tidak ada penurunan tajam penglihatan, fotofobia atau sensasi benda
asing. Etiologinya adalah trauma minor seperti pasien dengan riwayat pengobatan
antikoagulan dan riwayat hipertensi tidak terkontrol serta kadang dapat berkaitan
dengan manuver valsava (batuk dan muntah yang terus menerus).

- Konjungtivitis. Tanda klinis khas adalah mata merah yang ditandai dengan
injeksi konjungtiva yang disertai sekret dengan berbagai konsistensi.
Konjungtivitis bakteri dapat ditularkan melalui kontak langsung sekret konjungtiva
penderita lain, dapat ditemukan gejala dan tanda seperti: mata merah, rasa berpasir, dan
perih, sukar membuka mata pada pagi hari, umumnya bilateral, adanya sekret purulen
dan edema palpebra serta injeksi konjungtiva, erosi permukaan epitel kornea,
limfadenopati. Konjungtivitis viral (Herpes simplex, Varicella Zoster, HIV). Transmisi
dapat terjadi melalui kontak langsung dari tangan pasien, sekret mata atau melalui
droplet saluran napas, dapat juga melalui kontak tidak langsung seperti handuk, kolam
renang yang terinfeksi, dll. Konjungtivitis alergi dapat terjadi mata gatal dan berair
disertai kemosis. Konjungitivitis terkait penggunaan lensa kontak biasanya pasien
mengeluh mata gatal, sensasi benda asing dan sekret mukus, kadang-kadang disertai
penurunan tajam penglihatan.

- Pterigium adalah kelainan klinis berupa jaringan fibrovaskuler berbentuk


segitiga pada limbus kornea. Penderita pterigium biasanya mengeluhkan mata

10
merah berulang disertai rasa iritasi seperti rasa mengganjal, berpasir dan perih.
Penglihatan biasanya tidak menurun kecuali pada pterigium yang sudah menutupi
sebagian besar pupil.

- Pinguekulitis adalah kondisi umum yang biasa terjadi pada hidung dan
konjungtiva bulbi anterior bagian temporal akibat efek UV. Pinguekula berbentuk
penebalan yang meninggi dan berwarna putih hingga kuning yang tumbuh di
bagian horizontal konjungtiva bulbi di area fissura palpebra yang dapat menginvasi
limbus. Pinguekula lebih keruh dibandingkan konjungtiva normal dengan deposit
lemak.

- Sindroma Mata Kering atau dry eye syndrome adalah penyakit air mata dan
lapisan permukaan mata yang bersifat multifaktorial dengan gejala klinis berupa rasa
tidak nyaman, gangguan penglihatan, serta ketidak stabilan tirai air mata yang
berpotensi merusak lapisan permukaan mata. Mata kering diklasifikasikan 2 kelompok,
yaitu didasarkan pada peningkatan penguapan air mata dan pada penurunan
produksi air mata. Pasien datang dengan keluhan mata kering bervariasi dan
umunya berupa rasa tidak nyaman, kering, gatal, rasa menjanggal, rasa terbakar,
silau, nyeri, buram atau rasa tidak nyaman pada permukaan lensa kontak. Pada
kasus yang berat, dapat disertai penurunan tajam penglihatan.

- Episkleritis dan Skleritis.Episkleritis adalah proses peradangan yang terbatas


pada jaringan episklera.Perjalanan penyakit ini bersifat akut, ringan, self-limited, namun
sering mengalami rekurensi. Skleritis adalah proses peradangan pada sklera, yang
melibatkan lapisan yang lebih dalam dan mempunyai manifestasi klinis lebih berat di
bandingkan episkleritis. Episkleritis pasien datang dengan keluhan mata merah di
daerah yang terpapar,rasa tidak nyaman, adanya injeksi episklera, serangan
berlangsung singkat dengan onset akut dan akan berhenti dengan sendirinya.
Sedangkan pasien skleritis datang dengan keluhan mata merah dan nyeri berat,
konstan dan dalam,boring (rasa seperti di bor, tajam atau tumpul) semakin

11
memberat pada malam hari atau saat menggerakkan mata dan dapat menjalar ke
alis, pelipis atau rahang ipsilateral (pejalanan N.trigeminus), serangan bertahan
selama bulanan hingga tahunan. Tajam penglihatan dapat normal maupun menurun,
dapat terjadi fotofobia, mata berair tanpa sekret atau nyeri tekan mata. Pada segmen
anterior didaptakan injeksi lebih dalam berwarna merah keunguan sering disertai edema
sklera.

- Ulkus Kornea
- Abrasi Kornea

- Keratitis adalah Inflamasi pada kornea yang terjadi akibat infeksi


mikroorganisme maupun non-infeksi karena proses autoimun. yang ditandai dengan
edema lokal atau difus yang menyebabkan hilangnya transparansi kornea. Gejala yang
sering ditemukan adalah mata merah disertai penurunan tajam penglihatan
berupa buram berkabut. Ketika inflamasi menyerang permukaan kornea, dapat terjadi
rasa nyeri hebat serta sensitivitas berlebihanterhadap cahaya/fotofobia, serta kadang-
kadang berair. Umunya tidak dijumpai sekret kecuali pada ulkus bakteri purulen.
- Uveitis adalah inflamasi primer yang disebabkan oleh infeksi, trauma, pasca
operasi, obat-obatan, dan proses imunologi. Uveitis anterior akut memiliki
karakteristik nyeri dengan onset mendadak disertai mata merah tanpa sekret,
dengan atau tanpa penurunan tajam penglihatan ringan, biasnya nyeri tumpul,
bertambah pada penekanan palpebra dan dapat menjalar ke pelipis, dan
fotofobia. Uveitis anterior kronik memiliki progresivitas lambat tanpa keluhan
nyerisehingga keluhan utama adalah penurunan tajam penglihatan. Uveitis
intermediat biasanya datang dengan keluhan utama penurunan tajam penglihatan
tanpa rasa nyeri (pandangan kabur) dan seringkali ditemukan secara tidak
sengaja karena tidak ada tanda-tanda inflamasi. Uveitis posterior ditandai dengan
penurunan tajam penglihatan tanpa rasa nyeri atau mata merah, biasa terdapat
gambaran klinis toksoplasmosis.

12
- Glaukoma Sudut tertutup akut (GSTp akut) adalah suatu keadaan diaman terjadi
peningkatan TIO akibat aliran keluar humor akuos oleh sebagian atau seluruh sudut
oleh iris perifer. GSTp akut adalah jika dipenuhi 2 dari gejala: nyeri okular,
mual/muntah, penglihatan kabur dengan halo, dan setidaknya 3 dari tanda: TIO
>21 mmHg, injeksi konjungtiva, edema epitel kornea, pupil nonreaktif dan mid-
dilatasi, bilik mata depan dangkal. Serangan akut sering terjadi pada malam hari.
Pasien usia tua tanpa riwayat glaukoma biasanya mengeluhkan nyeri hebat disekitar
mata, mata merah dan poandangan mendadak kabur. Keluhan lain berupa halo
(pendaran pelangi) disekitar objek. Nyeri terasa seperti di bor disertai sakit kepala
ipsilateral, dan pada kasus berat bisa disertai mual/muntah.

- Endoftalmitis adalah peradangan berat yang mengenai cairan dan jaringan


intraokular yang melibatkan segmen aterior dan posterior mata,disebabkan oleh infeksi
bakteri atau jamur, non-infeksi seperti sisa material lensa setelah operasi atau bahan
toksik.Gejala timbul 2-7 hari pasca operasi dengan keluhan mata merah, visus
menurun, fotofobia, edema, nyeri, terdapat riwayat trauma pada bola
mata,operasi intraokular, atau ada infeksi kornea yang memburuk.

- Retinoblastoma

13
4. Langkah-langkah diagnosis yang berkaitan dengan mata merah
Langkah-langkah Diagnosis
A. Anamnesis
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat anamnesis pasien denagn mata merah
adalah sebagai berikut :
 Apakah mata merah pertama kali muncul pada kedua mata atau hanya salah satu
mata ?
 Apakah mata merah disertai penurunan tajam pengelihatan ?
 Apakah terdapat sensasi benda asing ?
 Apakah disertai fotofobia ?
 Apakaha disertai adanya secret ?
 Apakah ada kontak dengan pasien mata marah lain sebelumnya ?
 Apakah sebelumnya ada riwayat trauma atau operasi mata ?
 Apakah sebelumnya ada riwayat memakai lensa kontak ?
 Apakah ada obat-obat (baik obat tetes mata/atau obat oral) yang sebelumnya
dipakai ?
B. Pemeriksaan mata
 Inspeksi :
Melihat adanya injeksi konjungtiva, injeksi siliar, dan injeksi episklera
 Pemeriksaan tajam pengelihatan :
Pada kasus mata merah yang tidak disertai dengan penurunan tajam pengelihatan
seperti pada blefaritis, konjungtivitis dan korpus alienum, dokter dilayanan
kesehatan primer dapat segera memberi terapi sesuai dengan kemungkinan
etiologinya. Sedangkan jika ditemukan kasus mata merah yang disertai dengan
penurunan tajam pengelihatan, harus dipikirkan kemungkinan diagnosis yang
lebih berat seperti keratitis, iritis, atau glaucoma sudut tertutut akut.
 Pemeriksaan Segmen Anterior
Pada layanan kesehatan primer tidak memungkinkan ketersediaan slit lamp,
pemeriksaan pupil dan segmen anterior dapat dilakukan dengan senter atau
penlight. Beberapa hal yang harus diperhatikan saat memeriksa pupil dan segmen
anterior dengan penlight adalah :
- apakah pupil bereaksi terhadap cahaya ?
pada glaucoma sudut tertutup dapat terjadi mid-dilatasi pupil (diameter pupil
sekitar 4-5 mm) dan atau pupil yang tidak berekasi cahaya.
- Apakah puoil berukuran lebih kecil (sekitar 1-2 mm) ?
Pupil dapat berukuran lebih kecil pada kasus abrasi kornea, keratitis atau pada
iritis. Abrasi kornea (luka gores pada kornea) dapat dibedakan dari iritis
dengan melakukan pemeriksaan flouresein, serta dengan menanyakan adanya

14
sensasi benda asing. Pemeriksaan flouresein dilakukan dengan meneteskan zat
pewarna flouresein pada mata, dan kemudian menyinari mata tersebut dengan
sinar biru kobalt. Abrasi akan memberi hasil positif berwarna hijau. Abrasi
biasanya disebabkan oleh trauma trauma lokal pada permukaan bola mata,
sedangkan iritis dapat terjadi setelah suatu trauma tumpul yang tidak disertai
dengan keterlibatan kornea.
- Apakah terdapat secret purulent ?
Discharge atau secret purulent terdapat pada konjungtivitis dan keratitis
karena bakteri. Namun pada konjungtivitis tidak ditemukan adanya opasitas
(kekeruhan) dan pulasan flouresein memberi hasil negative.
- Bagaimana pola injeksi pembuluh darahnya ?
Injeksi konjungtiva yang terjadi secara difus baik pada pembuluh darah
konjungtiva palpebra meupun konjungitva bulbar, merupaka tanda klinis
konjungtivitis. Injeksi siliar yang terjadi disekitar limbus dapat ditemukan
pada kasus yang lebih berat; keratitis, iritis dan glaucoma sudut tertutup.
- Apakah bercak berwarna putih/opasitas atau korpus alienum pada kornea ?
Opasitas atau bercak warna putih pada kornea ditemukan pada keratitis. Dapat
terlihat baik dengan/tanpa flouresin.
- Apakah terdapat hipopion atau hifema ?
Hipopion tampak sebagai endapan putih dibilik mata depan. Temuan ini dapat
merupakan salah satu tanda keratitis lanjut yang mengancam pengelihatan atau
endoftalmitis, sehingga perlu segera dirujuk untuk mendapatkan
penatalaksanaan lebih lanjut.
Hifema adalah mengumpulnya darah dibilik mata depan, yang merupakan
tanda dari trauma tumpul atau tauma tembus bola mata, sehingga angat
pemnting untuk segera dirujuk kedokter ditingkat pelayanan kesehatan lebih
tinggi. Pada tingkat rujukan akan dilakukan pemeriksaan dan penatalaksanaan
terhadap luka tembus bola mata (jika ada), mengevaluasi adanya ablasio
retina, atau glaucoma akut yang menyertai trauma tersebut.
 Pemeriksaan Segmen Posterior
Pemeriksaan segmen posterior untuk melihat bagian fundus dapat dilakukan
dengan oftalmoskoi direk, oftalmoskopi indirek, atau dengan slitlamp
menggunakan three-mirror-lens. Pada beberapa kasus mata merah, pemeriksaan
mata merah dapat lebih sulit dilakukan dengan seperti contohnya pada iritis dan
keratitis, dimana pupil dapat menjadi lebih kecil dan pasien mengeluhkan; atau
pada glaucoma sudut tertutup, dimana pupil dalam keadaan mid-dilatasi, tetapi
pemeriksaan fundus relative sulit dilakukan pada kondisi akut karena edema
kornea berat akibat tingginya tekanan intraocular. Meskipun demikian,
pemeriksaan segmen posterior tetap merupakan langkah penting, terujtama jika
terdapat ketidaksesuaian antar tajam pengelihatan disbanding kelainan segmen
anterior yang ditemuka, juga pada kasus trauma untuk melihat ekstensi cerdera.

15
Pada keadaan infeksi, pemeriksaan dapat dilakukan setelah gejala klinis mereda
atau sembuh.
 Pemeriksaan tekanan bola dengan indentasi (Tonometer Schiotz)
- Jelaskan maksud dan prosedur pemeriksaan
- Baringkan penderita ditempat tidur
- Anestesi topical dengan menggunakan tetes mata Pantocain 0,5%, tunggu 1-2
menit
- Gunakan beban tonometer yang rendah 5,5 gr
- Disenfeksi indentesi dengan alcohol 70% biarkan sampai kering
- Penderita diminta melihat keatas dengan melihat lurus pada jari penderita
yang diposisikan diatas meja yang akan diperiksa
- Letakkan tonometer dengan hati-hati pada kornea, selanjutnya baca skala
yang ditunjukan
- Sesuaikan hasil pembacaan dengan tabel yang tersedia (satuan mmHg)
- Teteskan antibiotic topical setelah pemeriksaan
 Pemeriksaan lapangan pandang
- Terangkan maksud dan prosedur pemeriksaan
- Mintalah penderita duduk berhadapan. Posisi bola mata antara penderita dan
pemeriksa selaras dengn jarak 30-50cm
- Tutuplah mata disisi yang sama dengan mata penderita yang ditutup
- Difiksasi pada mata pasien yang tidak ditutup
- Mintalah penderita agar memberi respon bila melihat objek yang digerakkan
pemeriksa dimana mata tetap terfiksasi dengan mata pemeriksa
- Gerakkan objek dari perifer ke tengah dari arah superior, superior temporal,
temporal, temporal inferior, inferior, inferior nasal, nasal, nasal superior
- Catatlah hasil pemeriksaan dalam status penderita
C. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan kultur bakteri dari secret mata yang purulent
 Pemeriksaan hematologi seperti bleeding time, PT. Biasanya pada mata mera
yang disebabkan oleh perdarahan subkonjungtiva berulang
 Pemeriksaan darah lengkap, tes ANA, tes RF. Biasanya pada mata merah yang
disertai dengan penyebab sistemik

16
5. Diagnosis banding terkait skenario
1. IOFB

Definisi

Benda asing intraokular (IOFBs) adalah penyebab utama morbiditas dan kebutaan
visual, terutama pada populasi yang bekerja.

17
Epidemiologi

Benda asing 18ptic18otic18 terlihat pada 18% -40% dari cedera mata yang menembus.
Cidera seperti itu biasanya terjadi di tempat kerja di mana palu, pahat atau alat lainnya –
logam pemukul logam digunakan. Mayoritas orang yang terluka adalah pekerja berusia
antara 20 dan 40 tahun.

Patofisiologi

Lokasi dan kerusakan yang disebabkan oleh IOFB tergantung pada beberapa faktor
termasuk ukuran, bentuk, dan komposisi objek serta momentum objek pada saat
benturan. Benda asing yang memasuki 18ptic18 biasanya menyebabkan lebih banyak
kerusakan daripada memasuki kornea. Biasanya FB kecil yang bergerak cepat akan
menyebabkan laserasi linier kecil yang kurang merusak daripada trauma tumpul.
Namun, IOFB besar yang tidak beraturan dapat menyebabkan kerusakan awal yang
signifikan. Kerusakan selanjutnya tergantung pada komposisi IOFB. Zat lembam seperti
gelas, batu, dan 18ptic18o lebih dapat ditoleransi daripada logam yang mengoksidasi
seperti tembaga atau besi. IOFB logam dan 18ptic18ot adalah jenis yang paling umum

18
terlihat. Bahan 19ptic19o seperti bahan nabati, silia menyebabkan reaksi jaringan yang
parah dan sangat terkontaminasi dengan risiko endophthalmitis.

Gejala Klinis

• Visi berkurang
• Sakit mata
• Mata merah

Pengobatan

Pemeriksaan mata lengkap termasuk pemeriksaan retina terperinci, Jahitan luka


masuk kornea atau 19ptic19o, Penghapusan IOFB menggunakan magnet atau forsep,
pendekatan anterior atau posterior tergantung pada lokasi IOFB, Kemungkinan
vitrektomi pars plana, Kemungkinan lensektomi jika katarak traumatis, Kemungkinan
perbaikan ablasi retina.

Perawatan mata yang terluka dengan IOFB termasuk perlindungan globe dengan
perisai, menghindari tekanan terhadap globe. Cakupan tetanus harus diperiksa.
Membersihkan daerah sekitarnya dan mengeluarkan benda asing kecil di sekitar mata
harus dilakukan, terutama dalam kasus bahan peledak. Keterlambatan penatalaksanaan
mungkin dipersulit oleh infeksi. Profilaksis 19ptic19otic 19ptic19ot luas harus dimulai
terutama yang mencakup 19ptic19ot virulen seperti Bacillus dan Clostridium. Bahan
nabati memiliki risiko tinggi untuk endophthalmitis sehingga harus segera dihilangkan.
Benda logam kecil berkecepatan tinggi yang biasanya mensterilkan diri dan FB inert
dapat dihilangkan di lain waktu setelah luka awal ditutup. Manajemen 19ptic19otic
adalah bedah. Selama operasi, pembukaan konjungtiva harus dilakukan dengan hati-
hati, berhati-hati untuk mengeluarkan benda asing yang dangkal dan untuk menghindari
kerusakan pada jaringan uveal yang 19ptic19ot.

19
Hal ini diperlukan untuk menentukan apakah IOFB anterior atau posterior dari iris
karena pendekatan bedah akan bervariasi. Mata distabilkan dengan menutup luka
terbuka terlebih dahulu. Jika IOFB berada di ruang anterior, sering dapat dihilangkan
dengan menggunakan sayatan limbal dan menggunakan solusi viskoelastik / OVD
untuk mempertahankan ruangan dan melindungi 20ptic20otic20 kornea. Teknik khusus
mungkin diperlukan untuk menghilangkan FB yang tertanam di iris, badan siliaris atau
lensa. Pars plana vitrectomy (PPV) digunakan untuk menghilangkan IOFBs dari ruang
posterior. Teknik ekstraksi tergantung pada komposisi dan ukuran objek. Robekan
retina dan detasemen dirawat setelah FB diangkat dengan gas atau tamponade minyak.
Antibiotik intravitreal dengan vankomisin dan ceftazidime dapat dipertimbangkan untuk
FB yang terkontaminasi.

Komplikasi

Pemeriksaan pasca operasi yang sering dilakukan dalam minggu dan bulan berikutnya
untuk evaluasi komplikasi pasca operasi seperti endophthalmitis, ablasi retina,
20ptic20otic20ve vitreoretinopati.

 Endophthalmitis: Infeksi dilaporkan pada 2% - 48% dari kasus IOFB; tingkat


yang lebih tinggi dicatat jika FB 20ptic20o terlibat. Faktor risiko untuk
mengembangkan infeksi termasuk penundaan pengangkatan IOFBs, cedera bola
mata terbuka posterior, pengaturan yang terkontaminasi, luka besar,
keterlambatan pemberian 20ptic20otic, dan cedera kapsul lensa. Jika tanda-tanda
infeksi (hypopyon, peningkatan nyeri dengan vitritis) dicatat, pengobatan segera
dengan 20ptic20otic intravitreal dan sistemik dianjurkan. PPV yang muncul
harus dilakukan dalam pengaturan IOFB yang tertahan dengan endophthalmitis.
 Cidera segmen anterior termasuk bekas luka kornea, katarak traumatis, atau
hyphema dapat dilihat pada hingga 60-75% kasus dengan IOFB yang
berkembang seiring waktu dan perlu ditangani secara medis atau pembedahan.
 Detasemen air mata retina terlihat pada 5% -40% mata dengan IOFBs. RD pasca
operasi memiliki prognosis visual yang buruk.

20
 Proliferative vitreoretinopathy (PVR): Pertumbuhan fibrosa yang luas dan
kontraksi jaringan parut dapat dilihat di mata dengan cedera bola mata terbuka.
Pengembangan PVR mungkin tergantung pada luasnya cedera dan ukuran FB.
 Ophthalmia simpatik terlihat pada 0,2% - 2,0% dari kasus. Gejala klinis meliputi
photopsias, nyeri, penurunan penglihatan dengan tanda-tanda mata merah,
uveitis, vitritis, nodul retina putih krem dalam, vaskulitis dan koroiditis pada
mata sebelahnya. Dikelola dengan steroid dengan terapi modulasi imun.
 Neuropati 21ptic dapat dilihat secara akut dengan trauma langsung ke saraf
21ptic oleh FB. Metalosis (siderosis, chalcosis) karena mempertahankan FB
(besi, tembaga, seng atau nikel) juga dapat memberikan neuropati 21ptic seiring
waktu.

Prognosis

Prognosis untuk penglihatan pada IOFB bergantung pada faktor prediktif konfluen,
termasuk usia, panjang luka, waktu antara cedera dan perbaikan, volume IOFB.

Prognosis sangat tergantung pada faktor-faktor berikut:

 Fitur-fitur ujian mata yang dapat memprediksi ketajaman visual jangka panjang
menggunakan “OCULAR TRAUMA SCORE” meliputi:
o Menghadirkan ketajaman visual
o Ada atau tidak adanya endophthalmitis
o Bola pecah
o Cedera perforasi
o Ablasi retina
o Cacat pupil aferen

21
 Ketika IOFB diamati secara klinis, fitur ujian yang dapat memprediksi hasil
visual yang buruk meliputi:
o Ketajaman visual yang buruk
o Cacat pupil aferen
o Hifema
o Perdarahan vitreous (adanya VH adalah faktor risiko yang kuat untuk
PVR)
o Prolaps urvei
o Ablasi retina

22
2. KERATITIS
Definisi

Keratitis adalah peradangan pada salah satu dari kelima lapisan kornea.
Peradangantersebut dapat terjadi di epitel, membran Bowman, stroma, membran
Descemet, ataupun endotel.Peradangan juga dapat melibatkan lebih dari satu lapisan
kornea. Pola keratitis dapat dibagimenurut distribusi, kedalaman, lokasi, dan bentuk.
Berdasarkan distribusinya, keratitis dibagimenjadi keratitis difus, fokal, atau multifokal.
Berdasarkan kedalamannya, keratitis dibagimenjadi epitelial, subepitelialm stromal,
atau endotelial. Lokasi keratitis dapat berada di bagiansentral atau perifer kornea,
sedangkan berdasarkan bentuknya terdapat keratitis dendritik,disciform, dan bentuk
lainnya.

Epidemiologi

Menurut Murillo Lopez (2006), Sekitar 25.000 orang Amerika terkena keratitis
bakteri per tahun. Kejadian keratitis bakteri bervariasi, dengan lebih
sedikit pada negara-negara industriyang secara signifikan lebih sedikit memiliki jumlah
pengguna lensa kontak. Insiden keratitis jamur bervariasi sesuai dengan lokasi geografis
dan berkisar dari 2% dari kasus keratitis di NewYork untuk 35%. di Florida. Spesies
Fusarium merupakan penyebab paling umum infeksi jamurkornea di Amerika Serikat
bagian selatan (45-76% dari keratitis jamur), sedangkan spesiesCandida dan Aspergillus
lebih umum di negara-negara utara. secara signifikan lebih sedikit yang berkaitan
dengan infeksi lensa kontak.

Etiologi

Keratitis dapat disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya Virus, Bakteri, Jamur,
Paparan sinar ultraviolet seperti sinar matahari atau sunlamps. Hubungan ke sumber
cahayayang kuat lainnya seperti pengelasan busur, Iritasi dari penggunaan berlebihan
lensa kontak, Mata kering yang disebabkan oleh kelopak mata robek atau tidak
cukupnya pembentukan airmata, adanya benda asing di mata, Reaksi terhadap obat tetes

23
mata, kosmetik, polusi, atau partikel udara seperti debu, serbuk sari, jamur, atau ragi,
Efek samping obat tertentu.

1. Keratitis Fungial/Jamur

Keratitis infektif yang disebabkan oleh jamur merupakan diagnosis terbanyak pada
negara India sedangkan data prevalensi di Indonesia belum tersedia. Jamur terkadang
merupakan flora normal eksternal di mata karena berhasil diisolasi dari sakus
konjungtiva pada 3-28% mata normal Pada mata yang mengalami penyakit, angka
isolasi jamur dapat mencapai 17-37%. Jamur yang umumnya terdapat pada mata normal
adalah Aspergillus spp., Rhodotorula spp., Candida spp., Penicillium spp.,
Cladosporium spp., dan Alternaria spp. Insidensi keratomikosis di Amerika Serikat
adalah 6-20% dan umumnya terjadi di daerah pedesaan. Aspergillus spp. merupakan
penyebab terbanyak keratitis yang timbul di seluruh dunia. Candida spp. dan
Aspergillus spp. adalah penyebab keratitis jamur terbanyak di Amerika Serikat. Tanda
dan gejala Fusarium spp. dilaporkan sebagai penyebab keratitis jamur di Afrika, India,
China dan Jepang. Isolat terbanyak di negara India adalah Aspergillus spp., Penicillium
spp., dan Fusarium spp. Identifikasi jamur yang akurat sangat penting untuk pencegahan
paparan di masa yang akan datang dan penentuan modalitas terapi terbaik.

Tanda dan gejala Keratitis Fungal/Jamur

Gejala keratitis jamur umumnya tidak seakut keratitis bakterial. Gejala awal dapat
berupa rasa mengganjal di mata dengan peningkatan rasa nyeri. Tanda klinis yang
paling sering ditemukan pada pemeriksaan lampu celah juga umum ditemukan pada
keratitis mikrobial seperti supurasi, injeksi konjungtiva, defek epitel, infiltrasi stroma,
reaksi radang di bilik mata depan atau hipopion. Tanda klinis yang dapat membantu
penegakan diagnosis keratitis jamur filamentosa adalah ulkus kornea yang bercabang

24
dengan elevasi, batas luka yang iregular dan seperti kapas, permukaan yang kering dan
kasar, serta lesi satelit Tampilan pigmentasi coklat dapat mengindikasikan infeksi oleh
jamur dematiaceous Keratitis jamur juga dapat memiliki tampilan epitel yang intak
dengan infiltrat stroma yang dalam . Walaupun terdapat tanda-tanda yang cukup khas
untuk keratitis jamur, penelitian klinis gagal membuktikan bahwa pemeriksaan klinis
cukup untuk membedakan keratitis jamur dan bakterial.

Faktor Resiko

Faktor risiko utama untuk keratitis jamur adalah trauma okular.Faktor risiko lain untuk
keratitis jamur adalah penggunakan kortikosteroid. Steroid dapat mengaktivasi dan
meningkatkan virulensi jamur, baik melalui penggunaan sistemik maupun topikal.
Faktor risiko lainnya adalah konjungtivitis vernal atau alergika, bedah refraktif
insisional, ulkus kornea neurotrofik yang disebabkan oleh virus varicellazoster atau
herpes simpleks, keratoplasti, dan transplantasi membran amnion. Faktor predisposisi
keratitis jamur untuk pasien keratoplasti adalah masalah jahitan, penggunaan steroid
topikal dan antibiotik, penggunaan lensa kontak, kegagalan graft, dan defek epitel
persisten. Trauma umumnya terjadi di lingkungan luar rumah dan melibatkan
tumbuhan. Pada tahun 2009 terjadi peningkatan insiden keratitis jamur yang disebabkan
oleh Fusarium spp. pada pengguna lensa kontak yang dikaitkan dengan larutan
pembersih ReNu with MoistureLoc. Median usia pasien adalah 41 tahun dan 94%
menggunakan lensa kontak soft. Pada pemeriksaan pabrik, gudang, filtrat larutan
maupun botol Renu yang belum dibuka tidak ditemukan kontaminasi oleh jamur.
Penyebab yang paling mungkin adalah hilangnya aktivitas fungistatik akibat
peningkatan suhu yang berkepanjangan. Sejak ditarik dari peredaran pada tahun 2006,
angka keratitis jamur telah kembali menurun. Selain Fusarium, jamur lain yang juga
dihubungkan dengan penggunaan lensa kontak adalah Acremonium,Alternaria,
Aspergillus, Candida, Collectotrichum, and Curvularia. Jamur dapat tumbuh di dalam
matriks lensa kontak soft. Faktor risiko lain untuk keratitis jamur adalah penggunakan
kortikosteroid. Steroid dapat mengaktivasi dan meningkatkan virulensi jamur, baik
melalui penggunaan sistemik maupun topikal. Faktor risiko lainnya adalah

25
konjungtivitis vernal atau alergika, bedah refraktif insisional, ulkus kornea neurotrofik
yang disebabkan oleh virus varicellazoster atau herpes simpleks, keratoplasti, dan
transplantasi membran amnion. Faktor predisposisi keratitis jamur untuk pasien
keratoplasti adalah masalah jahitan, penggunaan steroid topikal dan antibiotik,
penggunaan lensa kontak, kegagalan graft, dan defek epitel persisten.

Penyakit sistemik juga merupakan faktor risiko bagi terjadinya keratitis jamur, terutama
yang berkaitan dengan imunosupresi. Suatu penelitian mencatat angka insidensi
diabetes mellitus sebesar 12% pada sekelompok penderita keratitis jamur. Pasien yang
menderita penyakit kronik dan menjalani perawatan rawat inap intensif juga memiliki
predisposisi untuk terjadinya keratitis jamur, terutama Candida spp. Pada suatu
penelitian di Afrika ditemukan bahwa pasien yang positif-HIV memiliki kemungkinan
yang lebih besar untuk menderita keratitis jamur dibandingkan pasien yang HIv-negatif.
Hal ini juga ditemukan pada pasien penderita kusta. Keratitis jamur pada anak jarang
dijumpai pada penelitian di luar negeri. Biasanya penyakit ini ditemukan setelah terjadi
trauma organik pada mata. Pada suatu penelitian, keratitis jamur pada anak memiliki
prevalensi 18% dari seluruh keratitis anak yang dikultur. Anamnesis sulit digali pada
sebagian besar kasus, oleh karena itu seluruh kasus dengan kecurigaan keratitis harus
menjalani pemeriksaan kultur jamur.

Terapi

Obat-obat anti jamur yang dapat diberikan meliputi:Polyenes termasuk natamycin,


nistatin, dan amfoterisin B.

Azoles (imidazoles dan triazoles) termasuk ketoconazole, Miconazole,


flukonazol,itraconazole, econazole, dan clotrimazole

Prognosis

Prognosis keratitis jamur bervariasi sesuai dengan kedalaman dan ukuran lesi serta
organisme penyebab. Infeksi superfisial yang kecil umumnya memiliki respon yang
baik terhadap terapi topikal. Infeksi stroma yang dalam atau dengan keterlibatan sklera

26
maupun intraokular lebih sulit untuk ditangani. Suatu penelitian intervensional
prospektif mengevaluasi terapi natamisin topikal pada 115 pasien keratitis jamur. Pada
penelitian tersebut, 52 pasien mengalami keberhasilan terapi, 27 menderita ulkus yang
pulih walaupun lambat, dan 36 mengalami kegagalan terapi. Analisis multivariat
memperlihatkan bahwa kegagalan terapi berhubungan dengan ukuran lesi yang lebih
dari 14 mm 2 , adanya hipopion, dan Aspergillus sebagai organisme penyebab. Jika
penanganan medis gagal, dapat dilakukan operasi.

2. Keratitis Bakterial

Keratitis bakterial jarang terjadi pada mata normal dikarenakan adanya mekanisme
pertahanan alami kornea terhadap infeksi. Faktor predisposisi yang umum terjadi adalah
penggunaan lensa kontak, trauma, riwayat operasi kornea, kelainan permukaan bola
mata, penyakit sistemik dan imunosupresi Bakteri merupakan penyebab keratitis
terbanyak di negara maju seperti Amerika Serikat. Diperkirakan terdapat 30000 kasus
keratitis bakterial di Amerika Serikat setiap tahunnya. Penyebab terbanyak adalah
spesies stafilokokus dan pseudomonas. Di negara berkembang, streptokokus,
stafilokokus dan pseudomonas merupakan penyebab keratitis bakterial terbanyak.

Tanda Dan Gejala Klinis Keratitis

Tanda dan gejala klinis keratitis bakterial bergantung kepada virulensi organisme dan
durasi infeksi.Tanda utama adalah infiltrasi epitel atau stroma yang terlokalisir ataupun
difus. Umumnya terdapat defek epitel di atas infiltrat stromal nekrotik yang berwarna
putih-keabu-abuan. Tampilan umum lainnya adalah abses stroma di bawah epitel yang
intak. Infiltrat dan edema kornea dapat terletak jauh dari lokasi infeksi primer. Ulserasi
kornea dapat berlanjut menjadi neovaskularisasi. Jika proteinase menyebabkan stromal
melting maka akan terbentuk descemetocele. Gejala yang dikeluhkan dapat berupa rasa
nyeri, pembengkakan kelopak mata, mata merah atau mengeluarkan kotoran, silau, dan
penglihatan yang buram.

Tempat Perlekatan Bakteri

27
Keratitis bakterial akan terjadi jika mikroorganisme dapat melawan imunitas pejamu.
Patogen akan melekat kepada permukaan kornea yang cedera dan menghindari
mekanisme pemusnahan oleh lapisan air mata dan refleks kedip. Setelah cedera terjadi,
bakteri yang bertahan akan melekat kepada tepi sel epitel kornea yang rusak dan ke
membran basalis atau stroma pada tepi luka. Glikokaliks pada epitel yang cedera sangat
rentan terhadap perlekatan mikroorganisme.Perlekatan mikrobial diawali oleh interaksi
adhesin bakteri dengan reseptor glikoprotein pada permukaan okular. Kemampuan
bakteri untuk melekat kepada defek epitel tampaknya berperan terhadap seringnya
kejadian infeksi oleh S. aureus, S. pneumoniae, and P. aeruginosa. Produksi biofilm
akan meningkatkan agregasi bakteri, melindungi mikroorganisme yang melekat dan
meningkatkan pertumbuhan pada tahap infeksi dini. Pili (fimbriae) yang terdapat pada
permukaan bakteri akan memfasilitasi perlekatan P. aeruginosa dan Neisseria spp. ke
epitel.

Invasi Bakteri

Kapsul bakteri dan komponen permukaan lainnya memiliki peran yang penting dalam
menginvasi kornea. Sebagai contoh, beberapa bakteri menghindari aktivasi jalur
komplemen alternatif karena memiliki polisakarida di kapsulnya. Lipopolisakarida pada
subkapsul bakteri merupakan mediator utama terhadap terjadinya inflamasi kornea.
Inokulasi endotoksin pada intrastroma kornea akan memicu respon peradangan. Invasi
bakteri ke dalam sel epitel dimediasi sebagian oleh interaksi antara protein permukaan
sel. bakteri, integrin, protein permukaan sel epitel, dan pelepasan protease bakteri.
Organisme seperti as N. gonorrhoeae, N. meningitidis, Corynebacteriurn diphtheriae,
Haemophilus aegyptius, and Listeria monocytogenes dapat menembus permukaan epitel
kornea yang intak melalui mekanisme ini. Terkadang kolonisasi bakteri pada
permukaan kornea dapat mendahului invasi stroma. Tanpa antibiotik atau intervensi
lainnya, bakteri dapat melanjutkan proses invasi dan replikasi pada stroma kornea.
Keratosit memiliki kemampuan fagositosis, namun stroma avaskular yang terpajan tidak
dapat melindungi kornea. Mikroorganisme di stroma anterior akan memproduksi enzim
proteolitik yang akan menghancurkan matriks stroma dan fibrilkolagen. Invasi bakteri

28
dapat terjadi beberapa jam setelah terjadinya kontaminasi luka kornea dengan agen
eksogen atau setelah penggunaan lensa kontak yang terkontaminasi. Peningkatan
populasi bakterial tertinggi terjadi pada 2 hari pertama infeksi stroma, Setelah inokulasi
terjadi, bakteri akan menginfiltrasi epitel sekitarnya dan stroma yang lebih dalam di
sekitar lokasi infeksi awal. Bakteri yang bertahan cenderung ditemukan pada tepi
infiltrat atau di dalam pusat ulserasi kornea. Multiplikasi bakteri yang tidak terkendali di
dalam stroma kornea akan mengakibatkan pembesaran fokus infeksi ke kornea
sekitarnya.

Inflamasi Kornea dan Kerusakan Jaringan

Berbagai mediator dan sel radang dapat dipicu oleh invasi bakteri dan menimbulkan
inflamasi yang mengakibatkan destruksi jaringan. Mediator inflamasi yang terlarut
meliputi sistem pembentuk-kinin, sistem pembekuan dan fibrinolitik, imunoglobulin,
komponen komplemen, amino vasoaktif, eikosanoid, neuropeptida, dan sitokin.
Kaskade komplemen dapat dipicu untuk membunuh bakteri namun kemotaksin yang
complementdependent dapat mengawali inflamasi fokal. Produksi sitokin seperti tumor
necrosis factor (TNF)-alpha and interleukin-1 akan mengakibatkan adhesi dan
ekstravasasi neutrofil di pembuluh darah limbus. Proses ini dimediasi oleh glikoprotein
adhesi sel seperti integrin dan selektin dan anggota superfamily imunoglobulin seperti
intercellular adhesion molecules (ICAMs) pada sel endotel vaskular dan leukosit.
Dilatasi vaskular konjungtival dan limbal berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas yang akan menimbulkan eksudat radang di dalam lapisan air mata dan
kornea perifer. Neutrofil polimorfonuklir (PMNs) dapat memasuki kornea yang cedera
melalui lapisan air mata pada defek epitel, namun umumnya PMN melewati limbus.
Perekrutan sel radang akut akan terjadi beberapa jam setelah terjadinya inokulasi
bakteri. Dengan terjadinya akumulasi neutrofil pada lokasi infeksi, semakin banyak
sitokin dan komponen komplemen yang dihasilkan untuk menarik lebih banyak
leukosit. Makrofag akan berpindah ke kornea untuk memusnahkan bakteri dan neutrofil
yang telah berdegenerasi. Inflamasi stroma yang berat dapat mengakibatkan
penghancuran stroma secara proteolitik dan nekrosis jaringan. Kerokan dari kornea

29
yang terinfeksi akan memperlihatkan kumpulan neutrofil di antara jaringan debris
nekrotik. Organisme dapat ditemukan pada pemeriksaan pewarnaan Gram. Pemeriksaan
kultur sangat membantu identifikasi organisme penyebab dan sensitivitas antibiotik.

Terapi

Topikal

Topikal Terapi keratitis bakterial sebelumnya adalah tetes mata fortified seperti 5%
cefazoline dan 1% gentamicin, namun terapi ini memiliki biaya yang mahal dan kurang
nyaman digunakan oleh pasien. Selain itu sediaan komersial terapi ini tidak tersedia
sehingga harus diformulasi lebih dahulu oleh dokter. Fluorokuinolon yang merupakan
antibiotik spektrum luas telah mengubah pola terapi ini. Antibiotik dari golongan ini
umumnya mampu mengatasi sebagian besar bakteri Gram positif dan bakteri Gram-
negatif anaerobik, oleh karena ini antibiotik ini menjadi drugs of choice untuk keratitis
bakterial.4, 10, 11, 17, 18 Keratoplasti biasanya dilakukan setelah ulkus pulih dengan
antibiotik dan masih meninggalkan sikatriks.10 Tindakan keratoplasti dapat dilakukan
pada fase infeksi akut jika terdapat ancaman perforasi maupun telah terjadi perforasi.10
Steroid masih menjadi kontroversi dalam penatalaksanaan keratitis bakterial.

Sistemik

Keratitis bakterial tanpa komplikasi tidak membutuhkan terapi sistemik.20 Terapi


sistemik diberikan pada komplikasi yang berupa endoftalmitis, terutama endoftalmitis
endogen/metastatik yang membutuhkan penanganan infeksi sistemiknya. Pemberian
terapi sistemik harus diawasi mengingat adanya risiko toksisitas.

3. Keratitis Virus

Definisi

30
Herpes Simpleks Virus (HSV) merupakan salah satu infeksi virus tersering pada
kornea.Virus herpes simpleks menempati manusia sebagai host, merupakan parasit
intraselular obligat,dapat ditemukan pada mukosa, rongga hidung, rongga mulut, vagina
dan mata. Penularan dapatterjadi melalui kontak dengan cairan dan jaringan mata,
rongga hidung, mulut, alat kelamin yangmengandung virus.

Patofisilogi

Patofisiologi keratitis herpes simpleks dibagi dalam 2 bentuk :- Pada epitelial :


kerusakan terjadi akibat pembiakan virus intraepitelial mengakibatkankerusakan sel
epitel dan membentuk tukak kornea superfisial.- Pada stromal : terjadi reaksi
imunologik tubuh terhadap virus yang menyerang yaitu reaksiantigen-antibodi yang
menarik sel radang ke dalam stroma. Sel radang ini mengeluarkan bahan proteolitik
untuk merusak virus tetapi juga akan merusak stroma di sekitarnya

Gejala Klinis

Pasien dengan HSV keratitis mengeluh nyeri, fotofobia, penglihatan kabur, mata
berair,mata merah, tajam penglihatan turun terutama jika bagian pusat yang
terkena.Infeksi primerherpes simpleks pada mata biasanya berupa konjungtivitis
folikularis akut disertai blefaritisvesikuler yang ulseratif, serta pembengkakan kelenjar
limfe regional. Kebanyakan penderita jugadisertai keratitis epitelial dan dapat mengenai
stroma tetapi jarang. Pada dasarnya infeksi primerini dapat sembuh sendiri, akan tetapi
pada keadaan tertentu di mana daya tahan tubuh sangatlemah akan menjadi parah dan
menyerang stroma

Terapi

1.Terapidebridemenvirus berlokasi didalam epithelial. Debridement juga mengurangi be


ban antigenic virus pada stromakornea. Epitel sehat melekat erat pada kornea namun
epitel yang terinfeksi mudah dilepaskan.Debridement dilakukan dengan aplikator
berujung kapas khusus. Obat siklopegik sepertiatropine 1% atau homatropin
5%diteteskan kedalam sakus konjungtiva, dan ditutup dengan sedikit tekanan. Pasien

31
harusdiperiksa setiap hari dan diganti penutupnya sampai defek korneanya sembuh
umumnya dalam72 jam

Terapi Obat-

- IDU (Idoxuridine) analog pirimidin (terdapat dalam larutan 1% dan diberikan


setiap jam,salep 0,5% diberikan setiap 4 jam)-
- Vibrabin: sama dengan IDU tetapi hanya terdapat dalam bentuk salep-
- Trifluorotimetidin (TFT): sama dengan IDU, diberikan 1% setiap 4 jam-
- Asiklovir (salep 3%), diberikan setiap 4 jam.-
- Asiklovir oral dapat bermanfaat untuk herpes mata berat, khususnya pada orang
atopiyang rentan terhadap penyakit herpes mata dan kulit agresif.

Terapi Bedah

Keratoplasti penetrans mungkin diindikasikan untuk rehabilitasi penglihatan pasien


yangmempunyai parut kornea yang berat, namun hendaknya dilakukan beberapa bulan
setelah penyakit herpes non akti

4. Keratitis Alergi

Definisi

Reaksi hipersensitivitas tipe I yang mengenai kedua mata, biasanya penderita


seringmenunjukkan gejala alergi terhadap tepung sari rumput-rumputan

Tanda dan Gejala

- Bentuk palpebra: cobble stone (pertumbuhan papil yang besar), diliputi sekret
mukoid.- Bentuk limbus: tantras dot (penonjolan berwarna abu-abu, seperti lilin)- Gatal-
Fotofobia- Sensasi benda asing- Mata berair dan blefarospasme

32
Terapi
Terapi
- Biasanya sembuh sendiri tanpa diobati
- Steroid topikal dan sistemik
- Kompres dingin
- Obat vasokonstriktor
- Cromolyn sodium topikal
- Koagulasi cryo CO2
- Pembedahan kecil (eksisi)- Antihistamin umumnya tidak efektif
- Kontraindikasi untuk pemasangan lensa kontak

33
3. EPISKLERITIS DAN SKLERITIS

DEFINISI: Episkleritis adalah proses peradangan yang terbatas pada jaringan


episklera.perjalanan penyakit ini bersifat akut, ringan, self liminiting, namun sering
mengalami rekurensi. Skleritis adalah proses peradangan pada sclera, yang melibatkan
lapisan yang lebih dalam dan mempunyai manifestasi klinis lebih berat di bandingkan
episkleritis.
INSIDEN: Episkleritis adalah penyakit yang bersifat self-limiting dan terkadang
asimtomatiksehingga pasien tidak memeriksakan diri.insiden dan prevalensi skleritis
pada populasi umum juga belum di ketahui. Episkleritis bias terjadi pada umur 20-50
tahun, tetapi dapat juga terjadi pada anak-anak, dan tidak ada predileksi terhadap jenis
kelamin tertentu.berbeda dengan episkleritis, Skleritis dapat terjadi pada berbagaiusia,
tetapi umumnya terjadi pada decade ke-4 sampai ke-6 kehidupan, dengan puncak
dekade ke-5. Rasio kejadian skleritis antara wanita dan pria adalah 1,6:1 da 52% kasus
terjadi bilateral, dengan setengah jumlah ini mengenai kedua mata secara serentak.
PATPFISIOLOGI: Episkleritis dan Skleritis berhubungan dengan kemampuan
fibroblast mengekspresikan HLA, meskipun belum di pahami dengan baik. Pada
episkleritis, penyakit sistemik yang mendasari hanya di temukan pada sebagian kecil
pasien. Beberapa penyakit sistemik yang berkaitan dengan episkleritis adalah
rheumatoid arthritis, systemic lupus eritematous (SLE), vaskulitis, gout, serat infeksi
mikroorganisme dan parasit pada tubuh .degredasi fibril kolagen sklera akibat proses
enzimatikserta infasi sel radangke sklera memiiki peran penting dalam patofisiologi
skleritis. Kasus skleritis mempunyai kemungkinan 20-50% untuk memiliki penyakit
sistemik yang mendasari inflamasi pada sklera, dan skleritis paling banyak di temukan
menyertai penyakit reumatik.beberapa penyakit sistemikyang berkaitan dengan skleritis
adalah rheumatoid arthritis, vaskulitis sistemik, wegener’s granulomatosis, poliarteresis
nodosa, SLE, serta penyakit infeksi seperti sifilis.
MANIFESTASI KLINIS: Episkleritis pasien mengeluhkan mata merah tanpa iritasi di
bawah mata yang terpapar, dan keluhan tidak nyaman/sensasi benda asing hingga nyeri
ringan. Serangan hanya berlangsung singkat dengan onset akut, dan akan berhenti
dengan sendirinya (dalam hitungan hari hingga minggu). Sifat self-limited ini yang
membuat episkleritis jarang membutuhkan pengobatan.episkleritis jarang menimbulkan
komplikasi, tetapi jika terjadi berdekatan dengan kornea, dapat terbentuk infiltrate di
kornea perifer atau bahkan edema kornea. Hal ni membuat permukaan perifer kornea
menjadi lebih tipis dan dapat timbul vaskularisasisbaru(neovaskularisasi). Skleritis
pasien mengeluhkan mata merah dengan nyeri berat, konstan, dalam, boring( rasa
seperti di-bor, tajam atau tumpul), atau berpulsasi yang semakin berat pada malam hari
atau saat menggerakkan bola mata, dan dapat menjalar ke pelipis, alis, atau rahang
ipsilateral. Onset tidak se akut episkleritis, tetapi lama bertahan dari bulanan hingga

34
tahunan. Pada skleritis dapat ada riwayat penyakit sistemik lain seperti, tauma,
pembedahan pada mata, glaucoma, pajanan pada iritan/bahan kimia, penggunaan tetes
mata, dan riwayat obat-obatan. Komplikasi skleritis cukup sering terjadi termasuk
antaranya adalah keratitis perifer(37%), uveitis(30%), katarak(7%), glaucoma(18%),
dan penipisan sklera(33%).
PENATALAKSANAAN: Episkleritis biasanya dapat sembuh sendiri tanpa
pengobatan. Namun beberapa pasien dapat terganggu oleh rasa nyeri yang di timbulkan.
Pada pasien ini dapat di berikan NSAID oral atau topikal. Sebagian besar pasien di
berikan edukasi lebih bahwa kondisi kelainan mata tersebut tidak mengancam
penglihatan dan bias juga di berikan kortikosteroid topikal di batasi dengan kondisi
yang ringan dan self-liminiting. Komplikasi episkleritis yang palinhg sering biasanya
justru karena efek samping dapemberian kortikosteroid jangka lama, yaitu katarak,
hipertensi ocular, steroid-induced glaucoma dan keratitis herpetik. Sedangkan Skleritis
adalah sistemik, dan hendaknya melibatkan ilmu kesehatan mata dan reumatologi.
Kortikosteroid topokal dapat mengurangi peradangan ocular pada kasus skleritis
nodular dan difus yang ringan. Beberapa pasien dapat merespon terhadap NSAID dan
COX-inhibitor oral, dapat di berikan kortikosteroid oral atau intravena dosis tinggi yang
biasanya efektif untuk beberapa kasus skleritis nekrotikans atau sklerokeratitis.
PEM.PENUNJANG:Episkleritis:darah perifer lengkap, CRP, fungsi hati dan ginjal,
asam urat,ANA,anti dsDNA, factor rheumatoid, VDRL,TPHA. Skleritis: darah perifer
lengkap, CRP, fungsi hati dan ginjal, asam urat, ANA, anti dsDNA,factor rheumatoid,
VDRL,TPHA, USG B scan.
PROGNOSIS: PROGNOSIS:Episkleritis biasanya dapat sembuh sendiri tanpa
pengobatan,sebagian besar pasien membutuhkan edukasi bahwa kondisi kelainan mata
tersebut tidak mengancam penglihatan dan apat di obati dengan pemberian lubrikan
topikal saja. Berbeda dengan skleritis sangat penting untuk menentukan tujuan
pemberian terapi karena kegagalan dapat memperburuk penyakit, seperti bentuk nodular
menjadi bentuk nekrotikans.

35
4. TRAUMA OKULI

DEFINISI:
Trauma okuli merupakan trauma atau cedera yang terjadi pada mata yang dapat
mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan rongga orbita,
kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi mata sebagai
indra penglihat. Trauma okuli merupakan salah satu penyebab yang sering
menyebabkan kebutaan unilateral pada anak dan dewasa muda, karena kelompok usia
inilah yang sering mengalami trauma okuli yang parah. Dewasa muda (terutama laki-
laki) merupakan kelompok yang paling sering mengalami trauma okuli. Penyebabnya
dapat bermacammacam, diantaranya kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan, cedera
olahraga, dan kecelakaan lalu lintas (Ilyas, 2000).
Trauma okuli adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan
perlukaan mata. Trauma tersebut merupakan kasus gawat darurat mata. Perlukaan yang
ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan
mata (Syarfudin, 2006). Menurut Tamsuri (2004), ada 2 jenis trauma okuli, yaitu :
1. Trauma okuli non perforans, yaitu trauma okuli dengan ciri-ciri :
a. Tidak menembus dinding orbital (kornea dan sklera masih utuh)
b. Mungkin terjadi robekan konjungtiva
c. Adanya perlukaan kornea dan sklera
d. Kontaminasi intra okuli dengan udara luar tidak ada
2. Trauma okuli perforans, yaitu trauma okuli dengan ciri-ciri :
a. Adanya dinding orbita yang tertembus
b. Adanya kontaminasi intra okuli dengan udara luar
c. Prolaps bisa muncul, bisa tidak.
ETIOLOGI:
Menurut Ilyas (2006), trauma mata dapat terjadi secara mekanik dan non mekanik 1.
Mekanik, meliputi :
a. Trauma oleh benda tumpul, misalnya :
1) Terkena tonjokan tangan
2) Terkena lemparan batu
3) Terkena lemparan bola

36
4) Terkena jepretan ketapel, dan lain-lain
b. Trauma oleh benda tajam, misalnya:
1) Terkena pecahan kaca
2) Terkena pensil, lidi, pisau, besi, kayu
3) Terkena kail, lempengan alumunium, seng, alat mesin tenun.
c. Trauma oleh benda asing, misalnya:
Kelilipan pasir, tanah, abu gosok dan lain-lain
2. Non Mekanik, meliputi :
a. Trauma oleh bahan kimia:
1) Air accu, asam cuka, cairan HCL, air keras
2) Coustic soda, kaporit, jodium tincture, baygon
3) Bahan pengeras bakso, semprotan bisa ular, getah papaya, miyak putih
b. Trauma termik (hipermetik)
1) Terkena percikan api
2) Terkena air panas
c. Trauma Radiasi
1) Sinar ultra violet
2) Sinar infra merah
3) Sinar ionisasi dan sinar X

PATOFISIOLOGI
Trauma yang mengenai mata dapat menyebabkan robekan pada pembuluh
darah iris, akar iris dan badan silier sehingga mengakibatkan perdarahan dalam bilik
mata depan iris bagian perifer merupakan bagian paling lemah suatu yang mengenai
mata akan menimbulkan kekuatan hidraulis yang dapat menyebabkam hifema dan
iridodialisis serta merobek lapisan otot spingter sehingga pupil mnadi evoid dan non
teaktri. Tenaga yang timbul dari suatu trauma di perkirakan akan terus kedalam isi bola
mata melalui sumbu anterior, posterior sehingga menyebabkan kompresi ke posterior
sehingga menegakakkan bola mata ke lateral sesuai dengan garis-garis ekoator lifema

37
yang terjad dalam beberapa hari oleh karena adanya proses hemostasisi darah dalam
bilik mata depan akan di serap sehingga akan jernih kembali (Pearce, 2009).
TANDA DAN GEJALA
Menurut Ilyas (2006), gejala klinis yang dapat terjadi pada trauma mata antara lain:
1. Perdarahan atau keluar cairan dari mata atau sekitarnya
Pada trauma mata perdarahan dapat terjadi akibat luka atau robeknya kelopak mata
atau perdarahan yang berasal dari bola mata. Pada trauma tembus caian humor
akueus dapat keluar dari mata.
2. Memar pada sekitar mata
Memar pada sekitar mata dapat terjadi akibat hematoma pada palpebra. Hematoma
pada palpebra juga dapat terjadi pada pasien yang mengalami fraktur basis kranii.
3. Penurunan visus dalam waktu yang mendadak
Penurunan visus pada trauma mata dapat disebabkan oleh dua hal, yang pertama
terhalangnya jalur refraksi akibat komplikasi trauma baik di segmen anterior
maupun segmen posterior bola mata, yang kedua akibat terlepasnya lensa atau
retina dan avulsi nervus optikus.
4. Penglihatan ganda

Penglihatan ganda atau diplopia pada trauma mata dapat terjadi karena robeknya
pangkal iris. Karena iris robek maka bentuk pupil menjadi tidak bulat. Hal ini dapat
menyebabkan penglihatan ganda pada pasien

5. Mata bewarna merah


Pada trauma mata yang disertai dengan erosi kornea dapat ditemukan pericorneal
injection (PCI) sehingga mata terlihat merah pada daerah sentral. Hal ini dapat pula
ditemui pada trauma mata dengan perdarahan subkonjungtiva.
6. Nyeri dan rasa menyengat pada mata
Pada trauma mata dapat terjadi nyeri yang disebabkan edema pada palpebra.
Peningkatan tekanan bola mata juga dapat menyebabkan nyeri pada mata.
7. Sakit kepala
Pada trauma mata sering disertai dengan trauma kepala. Sehingga menimbulkan
nyeri kepala. Pandangan yang kabur dan ganda pun dapat menyebabkan sakit
kepala
8. Mata terasa Gatal, terasa ada yang mengganjal pada mata
Pada trauma mata dengan benda asing baik pada konjungtiva ataupun segmen
anterior mata dapat menyebabkan mata terasa gatal dan mengganjal. Jika terdapat
benda asing hal ini dapat menyebabkan peningkatan produksi air mata sebaga salah
satu mekanisme perlindungan pada mata.

38
9. Fotopobia
Fotopobia pada trauma mata dapat terjadi karena dua penyebab. Pertama adanya
benda asing pada jalur refraksi, contohnya hifema, erosi kornea, benda asing pada
segmen anterior bola mata menyebabkan jalur sinar yang masuk ke dalam mata
menjadi tidak teratur, hal ini menimbulkan silau pada pasien. Penyebab lain
fotopobia pada pasien trauma mata adalah lumpuhnya iris. Lumpuhnya iris
menyebabkan pupil tidak dapat mengecil dan cenderung melebar sehingga banyak
sinar yang masuk ke dalam mata.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
Menurut James B. (2005), pemeriksaan yyang dapat dilakukan pada trauma mata
meliputi:
1. Pemeriksaan Umum
Pemeriksaan pada kasus trauma mata dilakukan baik subyektf maupun obyektif.
a. Pemeriksaan Subyektif Pemeriksaan ketajaman penglihatan. Hal ini berkaitan
dengan pembutatan visum et repertum. Pada penderita yang ketajamannya
menurun, dilakukan pemeriksaan retraksi untuk mengetahui bahwa penurunan
penglihatan mungkin bukan disebabkan oleh trauma tetapi oleh kelainan retraksi
yang sudah ada sebelum trauma.
b. Pemeriksaan Obyektif Saat penderita kita inspeksi sudah dapat diketahui
adanya kelainan di sekitar mata seperti adanya perdarahan sekitar mata.
Pembengkakan di dahi, pipi, hidung dan lain-lain yang diperiksa pada kasus
trauma mata ialah: keadaan kelopak mata kornea, bilik mata depan, pupil, lensa
dan tundus, gerakan bola mata dan tekanan bola mata. Pemeriksaan segmen
anterior dilakukan dengan sentotop, loupe slit lamp dan atlalmoskop.
2. Pemeriksaan Khusus
a. Pembiakan kuman dari benda yang merupakan penyebab trauma untuk
menjadi petunjuk pemberian obat antobiotik pencegah infeksi.
b. Pemeriksaan Radiology Foto Orbita Untuk melihat adanya benda asing yang
radioopak, bila ada dilakukan pemeriksaan dengan lensa kontak combrang dan
dapat ditentukan apakah benda asing intra okuler atau ektra okuler.
c. Pemeriksaan ERG : untuk mengetahui fungsi retina yang rusak atau yang
masih ada.
d. Pemeriksaan VER : untuk melihat fungsi jalur penglihatan pusat penglihatan

KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi akibat trauma okuli adalah erosi kornea,
iridoplegia, hifema, iridosiklitis, subluksasi lensa, luksasi lensa anterior, luksasi lensa
posterior, edema retina dan koroid, ablasi retina, ruptur koroid, serta avulsi papil saraf
optic. Jika komplikasi tersebut keluar maka terapi yang diberikan juga meliputi
penanganan terhadap komplikasi yang timbul (Ilyas, 2000).

39
PENATALAKSANAAN
Menurut Ilyas (2006), penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada trauma mata
meliputi:
1. Trauma Mata Benda Tumpul
Penanganan ditekankan pada utama yang menyertainya dan penilaian
terhadap ketajaman penglihatan. Setiap penurunan ketajaman penglihatan
tanda mutlak untuk melakukan rujukan kepada dokter ahli mata. Pemberian
pertolongan pertama berupa:
a. Obat-obatan analgetik : untuk mengurangi rasa sakit. Untuk pemeriksaan
mata dapat diberikan anesteshi local: Pantokain 0,5% atau tetracain 0,5% -
1,0 %.

b. Pemberian obat-obat anti perdarahan dan pembengkakan


c. Memberikan moral support agar pasien tenang
d. Evaluasi ketajaman penglihatan mata yang sehat dan mata yang terkena
trauma
e. Dalam hal hitema ringan (adanya darah segar dala bilik mata depan) tanpa
penyulit segera ditangani dengan tindakan perawatan:
1) Tutup kedua bola mata
2) Tidur dengan posisi kepala agar lebih tinggi
3) Evaluasi ketajaman penglihatan
4) Evaluasi tekanan bola mata
f. Setiap penurunan ketajaman penglihatan atau keragu-raguan mengenai mata
penderita sebaiknya segera di rujuk ke dokter ahli mata.
2. Trauma mata benda tajam
Keadaan trauma mata ini harus segera mendapat perawatan khusus karena dapat
menimbulkan bahaya; infeksi, siderosis, kalkosis dan atlalmia dan simpatika.
Pertimbangan tindakan bertujuan :
a. Mempertahankan bola mata
b. Mempertahankan penglihatan
Bila terdapat benda asing dalam bola mata, maka sebaiknya dilakukan usaha untuk
mengeluarkan benda asing tersebut. Pada penderita diberikan:
a. Antibiotik spectrum luas

40
b. Analgetik dan sedotiva
c. Dilakukan tindakan pembedahan pada luka yang terbuka
3. Trauma mata benda asing
a. Ekstra Okular
1) Tetes mata
2) Bila benda asing dalam forniks bawah, angkat dengan swab.
3) Bila dalam farniks atas, lipat kelopak mata dan angkat
4) Bila tertanam dalam konjungtiva, gunakan anestesi local dan angkat dengan
jarum
5) Bila dalam kornea, geraka anestesi local, kemudian dengan hat-hati dan
dengan keadaan yang sangat baik termasuk cahaya yang baik, angkat dengan
jarum.
6) Pada kasus ulerasi gunakan midriatikum bersama dengan antibiotic local
selama beberapa hari.
7) Untuk benda asing logam yang terlalu dalam, diangkat dengan jarum, bisa
juga dengan menggunakan magnet.
b. Intra okuler
1) Pemberian antitetanus
2) Antibiotic
3) Benda yang intert dapat dibiarkan bila tidak menybabkan iritasi
4. Trauma mata bahan kimia
a. Trauma akali
1) Segera lakukan irigasi selama 30 menit sebanyak 2000 ml; bila dilakukan
irigasi lebih lama akan lebih baik.
2) Untuk mengetahui telah terjadi netralisasi bisa dapat dilakukan pemeriksaan
dengan kertas lokmus; pH normal air mata 7,3
3) Diberi antibiotic dan lakukan debridement untuk mencegah infeksi oleh
kuman oportunie.
4) Diberi sikoplegik karena terdapatnya iritis dan sineksis posterior
5) Beta bloker dan diamox untuk mengatasi glukoma yang terjadi

41
6) Steroid diberikan untuk menekan radang akibat denoturasi kimia dan
kerusakan jaringan kornea dan konjungtiva namun diberikan secara hati-hati
karena steroid menghambat penyembuhan.
7) Kolagenase intibitor seperti sistein diberikan untuk menghalangi efek
kolagenase.
8) Vitamin C diberikan karena perlu untuk pembentukan jaringan kolagen.
9) Diberikan bebat (verban) pada mata, lensa kontak lembek.
10) Karataplasti dilakukan bila kekerutan kornea sangat menganggu
penglihatan.
5. Trauma Mata Termik (hipertemik)
Daerah yang terkena dicuci dengan larutan steril dan diolesi dengan salep atau kasa
yang menggunakan jel. Petroleum setelah itu ditutup dengan verban steril.
6. Trauma Mata Radiasi
Bila panas merusak kornea dan konjungtiva maka diberi pada mata a. Lokal anastesik
b. Kompres dingin c. Antibiotika lokal
PROGNOSIS:
Prognosis trauma mata dapat sembuh dengan baik setelah trauma minor dan
jarang terjadi sekuele jangka panjang karena munculnya sindrom erosi berulang. Namun
trauma tembus mata seringkali dikaitkan dengan kerusakan penglihatan berat dan
mungkin membutuhkan pembedahan ekstensif. Retensi jangka panjang dari benda asing
berupa besi dapat merusak fungsi retina dengan menghasilkan radikal bebas. Serupa
dengan hal itu, trauma kimia pada mata dapat menyebabkan gangguan penglihatan berat
jangka panjang dan rasa tidak enak pada mata. Trauma tumpul dapat menyebabkan
kehilangan penglihatan yang tidak dapat diterapi jika terjadi lubang retina pada fovea.
Penglihatan juga terganggu jika koroid pada makula rusak. Dalam jangka panjang,
dapat timbul glaukoma sekunder pada mata beberapa tahun setelah cedera awal jika
jalinan trabekula mengalami kerusakan. Trauma orbita juga dapat menyebabkan
masalah kosmetik dan okulomotor

42
5. GLAUKOMA AKUT SUDUT TERTUTUP

DEFINISI
 Keadaan dimana terjadi peningkatan TIO ( tekanan intra okuler) akibat
hambatan aliran keluar humor akous oleh seluruh atau sebagian sudut iris
perifer.

ETIOLOGI
Penyakit ini disebabkan oleh penutupan total sudut secara tiba tiba sehingga
menyebabkan sirkulasi humor akuos terhenti sepenuhnya. Akibatnya terjadi
peningkatan TIO. Respon normal mata terhadap stimulus menyebabkan aposis
iris-lensa yang patologik (blok pupil). Pada blok pupil permukaan lensa terletak
lebih ke anterior dibandingkan insersi iris ke badan siliar. Akibatnya terjadi
obstruksi aliran akuos dari bilik mata belakang ke depan.

GEJALA KLINIS
 Nyeri hebat disekitar mata
 Mata merah
 Pandangan kabur
 Sakit kepala ipsilateral
 Peningkatan TIO
 Mual dan muntah

PENATALAKSANAAN
 Iridektomi perifer
 Carbonic anhydrase inhibitor
 Obat tetes matabeta blocker
 Obat tetes steroid
 Analgesik oral
 Obat tetes pilokarpin
 Obat hiperosmotik

PROGNOSIS
Setelah dilakukan iridektomi perifer bergantung pada respons tehadap pengobatan,
ada/tidaknya miosis dini, ada/tidaknya cupping serta kehilangan lapangan pandang.

43
REFERENSI

1. American academy of ophthalmology, 2017


2. Journal of ophthalmology, 2019 :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6393895/
3. Ilyas SH, 2006, Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga, Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
4. . Ilyas, Sidarta. 2000. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FKUI
Jakarta.
5. James. B, 2005, Trauma dalam : Oftalmologi Edisi Kesembilan. Jakarta :
Erlangga
6. Pearce,Evelyn C. 2009. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta :
Gramedia.
7. Syarfudin. 2006. Anatomy Fisiologi Mahasiswa Keperawatan Edisi 3. Jakarta :
EGC.
8. Tamsuri, Anas. 2004. Klien Gangguan Mata dan Penglihatan Keperawatan
Medikal Bedah. Jakatra
9.

44

Anda mungkin juga menyukai