Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

Sebanyak 113 juta resep yang ditulis setiap tahun, proton pump inhibitors
(PPI) adalah obat terlaris ketiga di Amerika Serikat. Digunakan untuk meringankan
gejala asam lambung seperti refluks, regurgitasi dan sakit tenggorokan. Obat ini
bekerja dengan menekan asam di perut sehingga menyebabkan lebih sedikit iritasi.
Pengobatan tampak seperti solusi, tetapi mengapa begitu banyak penderita GERD
(Gastroesophageal Reflux Disease) masih merasakan sakit?
Menurut beberapa penelitian apabila mengalami refluks namun hanya
sedikit bahkan tidak ada bantuan dari obat pemblokir asam, maka diduga memiliki
penyakit refluks non-erosif atau NERD. NERD hadir dengan gejala mirip GERD
namun tidak menunjukkan tanda-tanda cedera pada kerongkongan saat endoskopi
bagian atas dilakukan. NERD memiliki tingkat respons yang jauh lebih rendah
terhadap perawatan PPI. Menariknya, mayoritas kasus GERD diklasifikasikan
sebagai refluks non-erosif. (https://www.medcline.com/blog/gerd-or-nerd-why-
acid-blocking-medications-may-not-work-for-you/)
NERD telah umum didefinisikan sebagai adanya gejala GERD klasik
karena tidak adanya cedera mukosa esofagus selama endoskopi bagian atas. The
Genval’s workshop menyarankan bahwa definisi NERD harus disediakan untuk
individu yang memenuhi definisi GERD tetapi tidak memiliki Barrett’s esophagus
atau kerusakan mukosa esofagus yang di pastikan dengan endoskopi (erosi atau
ulserasi). Dalam beberapa jurnal mengusulkan NERD harus didefinisikan sebagai
adanya gejala khas penyakit refluks gastroesophageal yang disebabkan oleh refluks
intraesophageal (asam atau asam lemah), dengan tidak adanya cedera mukosa
esofagus yang terlihat pada endoskopi (Hershcovici and Fass, 2010).
Beberapa penelitian sebelumnya melaporkan bahwa sekitar 50% pasien
dengan nyeri dada (heartburn) menunjukkan mukosa esofagus yang normal selama
endoskopi. Setelah itu, beberapa penelitian pasien NERD berbasis komunitas
menemukan prevalensi yang jauh lebih tinggi hingga 70%. Sebanyak 423 pasien
GERD dimasukkan dalam penelitian ini dari jumlah tersebut, 71% memenuhi
kriteria untuk NERD. Carlsson et al membandingkan strategi pengobatan yang
berbeda untuk GERD di 36 pusat perawatan primer di Eropa dan Australia dan
mencatat bahwa 49% dari 538 pasien tidak mengalami kerusakan mukosa
esophageal. Dengan tingginya angka kejadian NERD, maka diperlukan diagnosis
dan tatalaksana NERD secara tepat, sehingga angka kejadian dapat menurun.
Referat ini diharapkan dapat membantu dokter umum, dalam penanganan NERD
secara menyeluruh.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Gastrointestinal


Anatomi sistem gastrointestinal terdiri dari mulut, tenggorokan (faring),
kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus.

Gambar 1. Anatomi Sistem Gastrointestinal

Fisiologi sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus) adalah


sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan,
mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran
darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan
sisa proses tersebut dari tubuh. Anatomi dan fisiologi sistem pencernaan yaitu :

1. Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air. Mulut
merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap dan jalan masuk untuk
system pencernaan yang berakhir di anus. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh
selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan
lidah. Pengecapan sederhana terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman
dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung, terdiri dari berbagai macam bau.
Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi
belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna.
Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut
dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung
antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan menyerang
bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara
otomatis.

2. Tenggorokan (Faring)
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Didalam
lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kelenjar limfe yang banyak
mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini
terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang
rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang keatas bagian depan
berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang bernama koana,
keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan lubang yang
disebut ismus fausium. Tekak terdiri dari bagian superior yaitu bagian yang sama
tinggi dengan hidung, bagian media yaitu bagian yang sama tinggi dengan mulut
dan bagian inferior yaitu bagian yang sama tinggi dengan laring. Bagian superior
disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan tekak
dengan ruang gendang telinga. Bagian media disebut orofaring, bagian ini berbatas
ke depan sampai di akar lidah. Bagian inferior disebut laringofaring yang
menghubungkan orofaring dengan laring.

3. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui
sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan
melalui kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Esofagus bertemu
dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang. Menurut histologi, esofagus dibagi
menjadi tiga bagian yaitu bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka),
bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus), serta bagian inferior (terutama
terdiri dari otot halus).

4. Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar, yang terdiri dari tiga bagian yaitu
kardia, fundus dan antrium. Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang
berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-
sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting yaitu lendir, asam klorida
(HCL), dan prekusor pepsin (enzim yang memecahkan protein). Lendir melindungi
sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung dan asam klorida menciptakan
suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin guna memecah protein.
Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap infeksi
dengan cara membunuh berbagai bakteri.

5. Usus halus (usus kecil)


Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang
terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah
yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus
melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan
pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah
kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak. Lapisan usus halus terdiri dari
lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang
dan lapisan serosa. Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari
(duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
a Usus Dua Belas Jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang
terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong
(jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari
usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum
treitz. Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak
terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari
yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari
terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu.
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum),
yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke
dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna
oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada
lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.
b Usus Kosong (Jejenum)
Usus kosong atau jejunum adalah bagian kedua dari usus halus, di antara
usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada
manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 12 meter
adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan
digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium. Permukaan dalam usus
kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang
memperluas permukaan dari usus.
c Usus Penyerapan (Illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada
sistem pencernaan manusia ileum memiliki panjang sekitar 2-4m dan
terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu.
Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi
menyerap vitamin B12 dan garam empedu.

6. Usus Besar (Kolon)


Usus besar atau kolon adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum.
Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri dari kolon
asendens (kanan), kolon transversum, kolon desendens (kiri), kolon sigmoid
(berhubungan dengan rektum). Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus
besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.
Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin
K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta
antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar.
Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan
terjadilah diare.

7. Rektum dan Anus


Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah
kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat
penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan
di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens
penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air
besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di
dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk
melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan
dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika
defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses
akan terjadi. Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini,
tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian
otot yang penting untuk menunda BAB. Anus merupakan lubang di ujung saluran
pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari
permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan
anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi
(buang air besar) yang merupakan fungsi utama anus.

2.2 Non-erosive Reflux Disease (NERD)


2.2.1 Definisi
Pasien dengan gejala klasik GERD dan mukosa esofagus normal telah
diklasifikasikan memiliki penyakit refluks endoskopi negatif atau penyakit refluks
nonerosif (NERD). Klasifikasi jenis ini menduga bahwa semua pasien yang hadir
dengan mulas memiliki GERD, terlepas dari apakah ada luka mukosa esophagus.
Namun, karena data menumpuk mengenai mekanisme yang menyebabkan mulas
pada pasien dengan kerongkongan normal, nampaknya asumsi terakhir mungkin
tidak benar. Faktanya, penelitian terbaru menunjukkan bahwa asam mungkin bukan
satu-satunya stimulus intraesofagus yang menyebabkan gejala heartburn.
Tampaknya rangsangan yang tidak terkait dengan asam dapat memicu gejala klasik
GERD pada subset pasien dengan mukosa esofagus normal. Dengan demikian,
istilah "no acid, no heartburn" harus dianggap sudah usang
(https://www.medscape.com/viewarticle/407966_2).
Penelitian telah menunjukkan bahwa sekitar 30-50% pasien NERD
menunjukkan paparan asam esofagus dalam rentang fisiologis. Komite II Roma
untuk Gangguan Esofagus Fungsional menganggap pasien ini memiliki mulas
fungsional, yang didefinisikan sebagai "episodic retrosternal burning in the
absence of pathological gastroesophageal reflux, pathology-based motility
disorders, or structural explanations" Subkelompok ini selanjutnya dibagi menjadi
2 subkelompok. Subkelompok pertama mencakup pasien yang menunjukkan
hubungan yang dekat antara gejala mulas dan kejadian refluks asam, meskipun
memiliki rentang fisiologis dari paparan asam esofagus. Subkelompok ini
menyumbang hingga 40% pasien dengan mulas fungsional dan telah disebut
kerongkongan hipersensitif. Pasien dengan kerongkongan hipersensitif
menunjukkan respons parsial terhadap pengobatan PPI. Sebaliknya, subkelompok
lainnya (sampai 60%) menunjukkan kekurangan korelasi antara episode heartburn
dan kejadian acid reflux. Komite III Roma untuk Gangguan Esofagus Fungsional
mendefinisikan kembali kelompok heartburn fungsional, dan akibatnya NERD,
menggabungkan kelompok esofagus yang hipersensitif dan pasien dengan asosiasi
gejala negatif yang responsif terhadap pengobatan PPI kembali ke kelompok NERD
(Hershcovici and Fass, 2010)

2.2.2 Epidemiologi
Beberapa penelitian awal melaporkan bahwa sekitar 50% pasien dengan
mulas ditemukan menunjukkan mukosa esofagus normal selama endoskopi. Selain
itu, beberapa penelitian pasien NERD berbasis komunitas menemukan prevalensi
yang jauh lebih tinggi hingga 70%. Sebanyak 423 pasien GERD dimasukkan dalam
penelitian ini dan dari jumlah tersebut 71% memenuhi kriteria NERD.
Di Amerika Serikat, Robinson et al hanya mengevaluasi subyek yang
menggunakan antasida untuk menghilangkan gejala sakit maag. Dari 165 pasien
yang terdaftar dalam penelitian ini, 53% memiliki mukosa esofagus normal pada
endoskopi bagian atas. Dalam sebuah studi berbasis populasi terbaru, 1.000 subjek
dengan atau tanpa gejala terkait GERD dari populasi orang dewasa dari 2
kotamadya Swedia secara acak dipilih untuk menjalani endoskopi bagian atas. Dari
pasien dengan gejala refluks gastroesophageal, hanya 24,5% yang ditemukan
memiliki esofagitis erosif. penelitian epidemiologi yang dilakukan pada 1.033
responden populasi umum di 2 desa Italia utara menunjukkan 23,7% tingkat
prevalensi pasien dengan gejala refluks setidaknya dua kali seminggu. Dari pasien
dengan gejala refluks, 75,9% ditemukan memiliki endoskopi negatif.
Secara keseluruhan, hasil studi epidemiologi lama dan terbaru yang
mempelajari pasien dengan gejala terkait GERD telah menyarankan bahwa
prevalensi NERD pada populasi umum adalah antara 50% dan 70%. Karena
penggunaan proton pump inhibitors (PPI) telah menyebar luas, kemungkinan
beberapa penelitian terbaru yang menentukan prevalensi NERD telah
terkontaminasi dengan memasukkan subyek esofagitis erosif yang sembuh sebagai
pasien NERD (Hershcovici and Fass, 2010).

2.2.3 Etiologi dan Faktor Risiko

2.2.4 Patofisiologi dan Patogenesis


Konsep saat ini dalam patofisiologi NERD melibatkan faktor perifer (luminal,
mukosa, dan aferen sensorik) serta sentral (psikologis, stres, tidur, dll.). Secara
keseluruhan, tidak ada perbedaan dalam keluaran asam lambung antara pasien
NERD dan pasien dengan esofagitis erosif. Tingkat paparan asam esofagus pada
pasien NERD telah diperiksa oleh Martinez et al. menunjukkan bahwa hanya 45,1%
pasien NERD yang memiliki Uji pH abnormal dibandingkan dengan 75% pasien
dengan esofagitis erosif dan 92,9% pasien dengan kerongkongan Barrett. Rata-rata
jumlah kejadian acid reflux adalah 95,3 pada NERD sedangkan 139,7 pada mereka
dengan esofagitis erosif. Selanjutnya, pasien dengan NERD memiliki profil paparan
asam esofagus terendah (pH <4) dibandingkan dengan kelompok GERD lainnya.
Tidak seperti pasien dengan esofagitis erosif dan kerongkongan Barrett yang
menunjukkan pemaparan asam secara intens pada bagian distal esofagus, pasien
NERD memiliki variasi yang sangat kecil dalam distribusi paparan asam esofagus
di seluruh kerongkongan.

2.2.5 Gambaran Klinis


Saat ini tidak ada gambaran klinis yang dapat membedakan pasien dengan
NERD dari orang dengan esofagitis erosif atau bahkan dengan Barrett’s esophagus.
Selain itu, tidak ada prediktor klinis untuk pasien dengan functional heartburn, dan
dengan demikian pasien ini tidak dapat diidentifikasi secara klinis saja. Tingkat
keparahan, frekuensi, atau intensitas gejala telah ditunjukkan secara konsisten
serupa di antara jenis GERD yang berbeda. Selanjutnya, pasien dengan tingkat
paparan asam esofagus yang berbeda memiliki gambaran gejala yang serupa.
Akibatnya, gejala kardinal pasien NERD adalah mulas dan regurgitasi asam. Kata
mulas biasanya digunakan untuk menunjukkan sensasi terbakar di balik tulang dada
yang naik ke arah tenggorokan atau leher. Tidak jarang, pasien menggunakan kata
mulas untuk menggambarkan gejala yang berhubungan erat (seperti dispepsia atau
nyeri dada) dan sebaliknya serta gejala yang sama sekali tidak terkait dengan
GERD. Akibatnya, klarifikasi arti sakit maag hampir selalu dibutuhkan, terutama
saat pasien baru hadir dengan gejala ini. Mulas diperparah oleh produk makanan
tertentu, membungkuk, saat mengasumsikan posisi telentang, dan saat tidur, dan
untuk sementara lega oleh antasida.
Ada beberapa saran dalam literatur bahwa pasien NERD lebih sering
melaporkan gejala terkait dispepsia daripada jenis GERD lainnya. Namun, gejala
seperti kembung, cepat kenyang, mual, dan muntah biasanya dilaporkan oleh semua
jenis GERD dan saat ini tidak dapat digunakan untuk membedakan kelompok
tertentu lebih dari yang lain. Sebaliknya, pasien sakit maag fungsional melaporkan
nyeri dada secara signifikan lebih umum daripada penderita NERD. Ini mungkin
menunjukkan adanya tumpang tindih dengan gangguan fungsional esofagus
lainnya, seperti nyeri dada noncardiac. Studi telah menunjukkan bahwa pasien
NERD mengalami refluks malam yang lebih sedikit dibandingkan pasien dengan
esofagitis erosif. Selain itu, pasien dengan esofagitis erosif melaporkan
pembengkakan secara signifikan lebih banyak pada malam hari karena sakit maag
dibandingkan pasien dengan NERD. Mulas saat tidur telah terbukti mempengaruhi
persepsi pasien. kualitas tidur mereka dan mungkin terkait dengan berbagai
gangguan tidur. Regurgitasi juga dapat mempengaruhi pasien dengan NERD dan
dapat hadir sebagai rasa pahit atau asam di mulut. Regurgitasi kurang umum terjadi
pada heartburn dan lebih sulit dikendalikan dengan pengobatan antireflux. Hal ini
diperburuk saat membungkuk atau posisi terlentang.
NERD adalah penyakit kronis, penyakit yang dapat relapse dengan periode
eksaserbasi dan remisi. Jika pengobatan dihentikan, 75% pasien relapse dalam
waktu 6 bulan. Akibatnya, sebagian besar pasien dengan NERD memerlukan
Pengobatan jangka panjang dengan obat antireflux.Sejauh ini, tidak ada bukti klinis
bahwa pasien dengan NERD berisiko mengalami komplikasi khas GERD, Barrett's
esophagus, atau adenocarcinoma esophagus dari waktu ke waktu. Dampak utama
penyakit ini adalah pada persepsi pasien terhadap kualitas hidup mereka.
Penyakit refluks nonerositif harus dicurigai pada setiap pasien yang hadir
dengan manifestasi khas atau extraesophageal dari GERD. Pertanyaan khusus yang
membahas manifestasi potensial NERD yang berbeda harus diajukan. Laporan
tentang gejala GERD khas adalah indikasi NERD, tapi ini tidak selalu ada pada
pasien dengan manifestasi atipikal GERD. Pasien yang melaporkan sakit maag,
regurgitasi asam, rasa asam atau pahit di mulut, dan kekurangan air (pengisian
mulut secara tiba-tiba dengan sekresi air liur sebagai respons terhadap refluks asam)
harus dianggap sebagai kemungkinan memiliki NERD. Selain itu, NERD mungkin
hadir dengan batuk, mengi, sakit tenggorokan, nyeri dada, dan manifestasi
ekstraesofagus lainnya. Selanjutnya, insomnia, gejala dispepsia, dan gejala usus
fungsional lainnya mungkin juga dilaporkan oleh pasien dengan NERD.
Pemeriksaan fisik yang hati-hati harus dilakukan pada kunjungan klinis
pertama dan pada kunjungan berikutnya sesuai kebutuhan. Namun, kebanyakan
pasien dengan NERD tidak menunjukkan temuan fisik terkait penyakit tertentu.
Selain itu, tanda-tanda yang dapat ditemukan pada pasien GERD mungkin ada,
seperti indeks massa tubuh meningkat, obesitas, adenopati submandibular (GERD-
related pharyngeal involvement), karies dan kebersihan mulut yang buruk
(keterlibatan oral GERD), suara serak ( keterlibatan laring), dan mengi (keterlibatan
paru). Namun, sebagian besar tanda ini jarang ditemukan pada pasien dengan
NERD (http://www.nature.com/gimo/contents/pt1/full/gimo42.html#t1).
Pada pasien yang hadir dengan alarm symptoms, seperti disfagia, penurunan
berat badan, anoreksia, anemia, dll. Endoskopi bagian atas harus dilakukan sebagai
pendekatan diagnostik lini pertama. Namun, pasien yang hadir dengan gejala khas
GERD dan tanpa alarm symptoms, kemungkinan besar akan ditangani secara
empiris, tanpa mengetahui apakah ada luka mukosa esofagus. Fokus pendekatan
terapeutik saat ini adalah bantuan atau perbaikan gejala, daripada penyembuhan
esofagitis erosif. Dokter perawatan primer cenderung merujuk pasien GERD untuk
pemeriksaan lebih lanjut jika pengobatan antireflux, biasanya PPI dosis standar
telah gagal (https://www.medscape.com/viewarticle/407966_5).

2.2.6 Diagnosis Banding


2.2.7 Penegakkan Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang (dari ann semua)
Pasien yang terkena heartburn pertama kali diobati dengan PPI, seperti
omeprazol, rabeprazole, pantoprazole, lansoprazole, esomeprazole, yang tidak
hanya mewakili terapi terbaik untuk digunakan dalam praktik klinis tetapi juga tes
diagnostik untuk membedakan pasien dengan GERD dari kelompok FH dengan
mudah. Jika penderita heartburn merespon terhadap PPI dan tidak memiliki gejala
alarm (misalnya usia> 50 tahun, kanker GI, penurunan berat badan, muntah
berulang, disfagia, pendarahan, atau anemia), kita dapat menganggapnya sebagai
pasien GERD dan menghindari endoskopi bagian atas. Penelitisn terbaru
menemukan bahwa sekitar 40% pasien GERD memiliki respon yang tidak adekuat
terhadap PPI dan pasien FH memiliki respon parsial atau tidak memadai terhadap
PPI. AGA merekomendasikan melakukan endoskopi bagian atas dengan biopsi
pada pasien dengan GERD yang belum pernah mencoba terapi empiris PPI dua kali
sehari. Biopsi harus menargetkan area yang diduga telah terjadi metaplasia,
displasia, atau keganasan dan, dengan tidak adanya kelainan visual, mereka perlu
menyingkirkan esofagitis eosinofilik. Pasien dengan temuan normal pada
endoskopi dan spesimen biopsi dianjurkan untuk menjalani manometri
kerongkongan dan impedansi pH atau pemantauan pH nirkabel. Manometri
esofagus diperlukan untuk menyingkirkan gangguan motilitas esofagus primer,
seperti achalasia dan kejang esofagus distal. Pemantauan impedansi pH atau pH
nirkabel memungkinkan untuk menganalisis hubungan temporal antara terjadinya
gejala dan asam dan/atau refluks non-acid dan hasil korelasi ini harus dinyatakan
dengan menggunakan SAP atau indeks gejala. Teknik ini memungkinkan kita untuk
mengelompokkan pasien NERD seperti yang telah dilaporkan. Saat ini belum jelas
apakah tes ini harus dilakukan "on" atau "off" terapi PPI. Diagnosis FH
mengharuskan penghentian obat PPI paling sedikit 7 hari sebelum melakukan
prosedur. Selain itu, Kahrilas dan Smout (2010) dalam revisi kriteria Roma III baru-
baru ini, menyarankan sebuah algoritma diagnostik untuk evaluasi pasien NERD
termasuk penggunaan pH impedansi yang dilakukan terapi off-PPI sebagai langkah
penting untuk menentukan subjek ini.
Penting untuk diingat bahwa FH adalah diagnosis eksklusif dan bahwa
penyakit ini harus dicurigai jika pasien merujuk ke pusat perawatan tersier setelah
heartburn berkelanjutan yang sebagian atau seluruhnya tidak responsif terhadap
PPI, biasanya dalam regimen dosis ganda selama beberapa bulan. Endoskopi
dengan spesimen biopsi harus menunjukkan tidak adanya esofagitis eosinofilik
untuk mengkonfirmasi diagnosis FH.
Seperti disebutkan di atas, penekanan asam merupakan perawatan medis
utama untuk GERD. PPI, dengan menghambat pompa H+-K+ adenosine
triphosphatase dari sel parietal, secara nyata mengurangi sekresi asam lambung dan
karena mekanisme ini, hanya pasien dengan kelebihan asam di esofagus (ERD dan
NERD pH-positif) dan mereka dengan asam HE yang bisa merespon obat ini
dengan baik. Sebaliknya, pasien HE dan FH non asam cenderung sulit diatasi oleh
PPI. PPI paling banyak diusulkan pada pasien NERD dengan terapi on-demand
karena tingkat relaps yang tinggi. Ada banyak penelitian yang menunjukkan
penurunan gejala yang kambuh secara signifikan dengan PPI yang diberikan
berdasarkan permintaan dibandingkan dengan plasebo. Dalam kasus respon parsial
atau tidak lengkap terhadap PPI, senyawa antasida atau alginat dapat digunakan
pada pasien NERD, di mana obat ini dapat mengurangi gejala refluks khas dengan
sangat cepat. Jenis obat lain, yang bertujuan untuk mengurangi hipersensitivitas
viseral, seperti agen antidepresan dan penghambat reseptor serotonin selektif, dapat
digunakan pada pasien HE dan FH non-asam. Bukti klinis menunjukkan bahwa
obat ini memiliki peran terapeutik pada pasien dengan sindrom iritasi usus besar
dan dispepsia fungsional dan mengingat hubungan penyakit ini dengan FH, juga
manfaat FH tidak dapat dikesampingkan. Namun, terlepas dari penggunaan obat-
obatan ini secara umum untuk meredakan gejala pada pasien FH, hanya sedikit studi
terkontrol plasebo yang bertujuan untuk menunjukkan keefektifan obat-obatan ini
dapat ditemukan dalam literatur medis.
Mengenai modifikasi gaya hidup untuk meredakan gejala NERD, pernyataan
AGA merekomendasikan untuk menghindari makanan yang dapat memicu refluks
(misalnya kopi, alkohol, coklat, makanan berlemak), untuk menghindari makanan
asam yang dapat memicu heartburn (misalnya jeruk, minuman berkarbonasi,
makanan pedas), dan untuk mengubah perilaku yang dapat mengurangi paparan
asam esofagus (penurunan berat badan, penghentian merokok, mengangkat kepala
dari tempat tidur, dan menghindari berbaring hingga 2-3 jam setelah makan).
Pendekatan psikologis dan/atau terapi relaksasi mungkin bermanfaat bagi pasien
dengan FH, namun hingga saat ini tidak ada uji coba terkontrol yang dipublikasikan
yang menunjukkan keefektifan jenis intervensi ini tersedia.
Pilihan terapeutik tambahan untuk mengendalikan chronic heartburn pada
NERD dapat dilakukan operasi, yang harus dihindari pada FH, karena setiap jenis
refluks yang mendasari gejala tidak ada FH. Dalam beberapa tahun terakhir ada
bukti yang berkembang bahwa fundoplikasi adalah terapi bedah terbaik untuk
mengendalikan gejala refraktori obat pada pasien refluks asam lambung. Broeders
et al. (2011) baru-baru ini menunjukkan bahwa pasien dengan SAP positif atau
negatif memiliki hasil pascaoperasi yang sama, namun semua pasien ini memiliki
paparan asam esofagus abnormal dan ini menyingkirkan adanya pasien FH. Karena
indikasi bedah berbeda antara pasien NERD dan FH, sangat penting untuk
melakukan diagnosis pra operasi yang benar dengan penerapan pengujian
impedansi pH metry.

2.2.8 Tatalaksana (semuanya dari jurnal jnmnmn)


PPI saat ini dianggap sebagai terapi yang paling efektif dan aman untuk
GERD. Dalam uji klinis, agen ini secara konsisten menunjukkan lebih efektif dari
pada agen acid-suppressant lainnya dalam penyembuhan esofagitis erosif dan
mengurangi gejala terkait GERD. Keunggulan PPI juga diamati pada pasien NERD.
Dalam sebuah meta analisis terbaru menunjukkan bahwa risiko relatif untuk remisi
heartburn pada percobaan terkontrol plasebo pada pasien dengan NERD adalah
0,68 (95% CI: 0,59-0,78) untuk PPI versus placebo dan 0,84 (95% CI: 0,74-0,95)
untuk H2RA versus placebo. Risiko relatif PPI versus H2RA adalah 0,74 (95% CI:
0,53-1,03).
Sejumlah penelitian mengevaluasi efikasi PPI pada pasien NERD. Dalam
penelitian multisenter, acak, double-blind, omeprazol 20 mg sekali sehari
dibandingkan dengan plasebo dalam mengendalikan gejala 209 pasien dengan
NERD. Setelah 4 minggu menjalani terapi, 57% pasien di kelompok omeprazol
bebas dari heartburn, 75 % bebas dari regurgitasi asam, dan 43% asimtomatik.
Dalam penelitian lain, pasien NERD diacak untuk mengkonsumsi omeprazol 20
mg/hari, omeprazol 10 mg/hari, atau plasebo. Penelitian tersebut menemukan
bahwa pada 4 minggu, 46% pasien dengan omeprazol 20mg/hari, 31% dengan
omeprazol 10 mg/hari, dan 13% yang plasebo dilaporkan pulih dari heartburn.
Miner et al. (2002) mendaftarkan 203 pasien dengan NERD yang diacak untuk
mengkonsumsi rabeprazole 20 mg sekali sehari atau plasebo. Setelah 4 minggu,
56,7% pasien yang mengkonsumsi rabeprazole mengalami pengurangan gejala bila
dibandingkan dengan 32,2% dari mereka yang menerima plasebo (p <0,008).
Sebuah studi baru-baru ini yang menggunakan kapsul pH nirkabel telah
menunjukkan bahwa PPI dapat menormalisasi asam esofagus yang terpapar pada
pasien dengan NERD dalam waktu 48 jam.
Secara umum, proporsi pasien NERD yang merespon terhadap dosis standar
PPI kira-kira 20-30% lebih rendah dari pada pasien dengan esofagitis erosif. Dalam
tinjauan sistematis terhadap literatur, tingkat respon simtomatik PPI adalah 36,7%
(95% CI: 34,1-39,3) pada pasien NERD dan 55,5% (95% CI: 51,5-59,5) pada
pasien dengan esofagitis erosif. Tingkat kesembuhan adalah 27,5% pada NERD dan
48,9% pada esofagitis erosif. Selain itu, pasien dengan NERD menunjukkan
hubungan yang erat antara respons terhadap terapi PPI dan tingkat paparan asam
esofagus. Semakin besar eksposur asam esofagus distal, semakin tinggi proporsi
pasien NERD yang melaporkan resolusi gejala. Ini bertolak belakang dari apa yang
telah diamati pada pasien dengan esofagitis erosif, dimana peningkatan peradangan
esofagus telah dikaitkan dengan tingkat respons terhadap PPI sekali sehari yang
lebih rendah. Pasien dengan NERD juga menunjukkan waktu jeda yang lebih lama
untuk mendapatkan respons gejala yang berkelanjutan bila dibandingkan dengan
pasien dengan esofagitis erosif (2 sampai 3 kali lipat). Selanjutnya, pasien dengan
NERD menunjukkan respons simtomatik yang sama terhadap setengah dan satu
dosis standar PPI, tidak seperti pasien dengan esofagitis erosif yang menunjukkan
peningkatan penyembuhan gejala. Dalam suatu penelitian, waktu untuk
mendapatkan gejala refluks pertama dan berkelanjutan selama perawatan PPI
dinilai oleh kuesioner ReQuestTM pada pasien NERD. Pantoprazole (20 mg/hari)
dan esomeprazol (20 mg/hari) telah menunjukkan waktu median yang serupa untuk
pemulihan gejala pertama (2 hari) dan untuk pemulihan gejala yang berkelanjutan
(10-13 hari). Perbedaan respon pengobatan antara NERD dan esofagitis erosif
terutama disebabkan oleh inklusi heartburn fungsional pada kelompok NERD.
Namun, karena kebanyakan pasien NERD hanya menunjukkan paparan asam
esofagus yang tidak normal, bahkan setelah menyingkirkan pasien heartburn
fungsional, tingkat respons simtomatik pasien NERD terhadap PPI tetap lebih
rendah dari apa yang telah diamati pada pasien esofagitis erosif.
Karena GERD sebagian besar bukan penyakit progresif, pengobatan untuk
banyak pasien ini bergantung pada gejalanya. Dengan demikian, terapi on-demand
atau intermiten dengan PPI adalah strategi pengobatan yang baik bagi pasien NERD
dalam praktik klinis. Pendekatan pengobatan ini mudah dilakukan, memungkinkan
pasien tetap memegang kendali, hemat biaya, dan mengurangi kemungkinan
kembalinya sekresi asam. Studi telah menunjukkan bahwa terapi PPI intermiten
atau on-demand pada NERD efektif dan sesuai dengan peningkatan kualitas hidup
serta mengurangi biaya.
Respon terhadap operasi anti-refluks telah terbukti berbeda antara pasien
dengan NERD dibandingkan dengan penderita esofagitis erosif. Fenton et al.
(2000) membandingkan hasil klinis operasi anti-refluks pada pasien dengan
esofagitis erosif dibandingkan dengan NERD, menunjukkan bahwa 91%
dibandingkan 56% melaporkan pemulihan heartburn, 24% dibandingkan 50%
melaporkan disfagia pasca operasi dan 94% berbanding 79% merasa puas dengan
operasi masing-masing.

2.2.9 Prognosis
Fenton, P. et al. 2000. Is there a role for laparoscopic fundoplication in patients
with non-erosive reflux disease (NERD)?. Gastroenterology; 118(suppl 2): A481.

Miner, P. et al. 2002. Nonerosive gastroesophageal reflux disease: a randomized


placebo-controlled trial. Am J Gastroenterol. 97: 1332-1339.

Kahrilas, P. J. dan Smout, A. J. Esophageal disorders. Am J Gastroenterol.


105:747-756.

Broeders, J. A. 2011. Impact of symptom-reflux association analysis on long-term


outcome after Nissen fundoplication. Br J Surg. 98: 247-254.

Anda mungkin juga menyukai