Anda di halaman 1dari 6

BAB II

PEMBAHASAN
1. Analisis Objek
Kasus Korupsi Ekspor Benur Oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Berkaitan

2. Analisis Subjek

Total ada 17 orang yang diamankan dan diperiksa KPK, termasuk Menteri KKP Edhy
Prabowo dan istrinya yang juga merupakan anggota DPR, serta dua orang dirjen di
Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta sejumlah staf khusus Menteri Edhy, staf istri
menteri Edhy, juga pengusaha. Dari ketujuh belas orang itu, KPK akhirnya menetapkan
tujuh orang tersangka.

Ketujuh tersangka itu adalah:


a. Edhy Prabowo - Menteri Kelautan dan Perikanan
b. APM - Staf Khusus Menteri KKP/Ketua Tim Uji Tuntas Perizinan Usaha Perikanan
Budidaya Lobster
c. SAF - Staf Khusus Menteri KKP/Wakil Ketua Tim Uji Tuntas Perizinan Usaha Perikanan
Budidaya Lobster
d. SWD - pengurus PT ACK
e. AF - staf istri Edhy Prabowo
f. AM - pengurus PT ACK
g. SJT - Direktur PT DPPP (perusahaan eksportir benur) - tersangka pemberi suap

Saat KPK menggelar jumpa pers dan mengumumkan para tersangka, Andreau Misanta
Pribadi dan Amiril Mukminin belum ditangkap dan diminta menyerahkan diri. Andreau
adalah Ketua Tim Uji Tuntas Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster, sedangkan AM
pengurus PT ACK.
Sementara lima orang tersangka lainnya, termasuk Edhy Prabowo, sepanjang jumpa pers
diarahkan petugas KPK untuk berdiri menghadap tembok di belakang pimpinan KPK yang
memberikan keterangan pers.
3. Analisis Kasus Posisi

A. Benur Sebagai Potensi Ekonomi Bangsa

Istilah benur digunakan untuk membedakan dengan jenis benih dari binatang lainnya.
Misalnya untuk menyebut benih ikan bandeng, istilah yang biasa digunakan adalah 'nener'.
Untuk menyebut benih katak, istilah yang digunakan adalah 'berudu'. Namun, dalam konteks
ini, benur bukan benih udang, melainkan benih lobster. Lobster punya nama ilmiah Panulirus
spp.

Dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 12 Tahun 2020
tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting, dan Rajungan, istilah yang digunakan bukan benur,
melainkan benih bening lobster (Puerulus). "Benih Bening Lobster (Puerulus) adalah lobster
yang belum berpigmen (non pigmented post larva)," demikian bunyi poin nomor 7 Pasal 1
Permen KP Nomor 12 Tahun 2020 itu.

Benur adalah salah satu penentu suksesnya budidaya udang. Benur yang berkualitas
dihasilkan dari indukan yang berkualitas di fasilitas unit pembenihan (hatchery) yang
memiliki standar kerja yang baik. Hatchery yang baik akan mencatat setiap perkembangan
dari tiap-tiap fase pertumbuhan dan perkembangan larva udang.

Berikut ialah ciri-ciri benur yang berkualitas. Memiliki ukuranyang seragam. Minimal PL 10,
karena diasumsikan organ pencernaan udang udah sempurna. Tubuh transparan, bentuk tubuh
lurus, warna mata mengkilap, antenna benur utuh dan bisa membuka-menutup, ekor bisa
membuka dan tidak cacat, isi usus tidak terputus , dan tidak ada bercak di kulit. Gerakan
berenang aktif, yaitu melawan arus dan kepala cenderung mengarah ke dasar. Organ
tubuhnys sudah sempurna dan ekor mengembang, serta bebas pathogen. Responsif terhadap
rangsangan, benur akan melentik dengan adanya kejutan atau jika air dalam wadah diaduk
makan benur yang sehat akan berenang melawan arus dan kepala cenderung mengarah
bawah.

Bahkan pada nelayan di daerah Kabupaten Lebak, Banten menyebutkan bahwa benur di sana
ialah benur dengan kualitas lobster yang termasuk terbaik di dunia sehingga permintaan pasar
mancanegara cukup tinggi. Ia memiliki nilai jual yang tinggi hingga mencapai Rp 1 juta /kg.
Tanpa adanya budidaya yang baik dan bijaksana, tanpa adanya kemampuan
mengorganisasikan masyarakat yang memiliki potensi untuk melakukan budidaya benur,
berinteraksi antar komponen, dan pemerintah harus membangun kualitas kebijakan yang
maksimal sehungga masyarakat mampu mengoptimalkan sumber daya alam berupa benur
sebagai benih dari lobster, sehingga populasi dari lobster tidak akan terancam langka dan
yang dimana akan berdampak pada perekonomian dalam jangka panjang.

B. Penangkapan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo

Pada 25 November 2020, hal itu mencabut tabir ekspor benih lobster atau biasa disebut fry
chaos. Menteri Eddie diduga mendapat uang tunai Rp 3,4 miliar dan US $ 100.000 dari PT
ACK, satu-satunya eksportir benih lobster di Indonesia. Ada tanda-tanda monopoli dalam
usaha ekspor benih ikan, sebagian pemilik dan pengelola eksportir benih ikan tersebut
berafiliasi politik dan memiliki hubungan dengan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy
Prabowo.

Sebagai mahasiswa yang memiliki posisi tunas-tunas muda agent of change, kami
menganalisis pelaksanaan peraturan tersebut dan menemukan setidaknya 2 kejanggalan yang
membuka peluang terjadinya tindak korupsi.

Kejanggalan ekspor benur terdapat dalam Pasal 5 Peraturan Menteri No. 12 tahun 2020
tersebut. Dalam pasal tersebut, ada 10 ketentuan yang harus dipatuhi oleh eksportir sebelum
diperbolehkan mengekspor benur. Kewajiban tersebut diantaranya melakukan kegiatan
budidaya lobster, memenuhi kuota dan lokasi penangkapan benih lobster sesuai standar yang
ditetapkan Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (Komnas Kajiskan), kemudian
menangkap dan menjual benur ke luar negeri harus sesuai dengan persyaratan yang telah
ditetapkan.

Kami menemukan setidaknya dua kejanggalan dalam pelaksanaannya. Pertama, pengiriman


ekspor benih lobster yang pertama ke Vietnam terjadi hanya sebulan setelah Peraturan
Menteri disahkan. Padahal pasal 5 di atas mewajibkan eksportir untuk melakukan kegiatan
budidaya terlebih dahulu dan kegiatan budidaya lobster membutuhkan waktu berbulan-
bulan, minimal 4 hingga 6 bulan tergantung dari ukuran siap jual. Kedua, pasal 5 juga
mengharuskan eksportir memenuhi kuota dan lokasi penangkapan benur, serta waktu
pengeluaran benur. Aturan tersebut ditetapkan oleh Direktorat Jenderal yang
menyelenggarakan tugas dan fungsi di bidang perikanan tangkap yang didasari dari hasil
kajian Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (Komnas Kajiskan). Menariknya,
anggota Komnas Kajiskan baru disahkan pada pada tanggal 27 Oktober 2020 atau 6 bulan
dari pengesahan kebijakan ekspor benur. Jadi sebenarnya tidak jelas merujuk pada aturan
siapakah ekspor benur yang sudah dilakukan sejak bulan Juni. Kejanggalan-kejanggalan ini
makin membuktikan bahwa memang sebenarnya Indonesia belum siap untuk melakukan
ekspor benih lobster.

Perkembangan berita beberapa hari ini menunjukkan bahwa ada upaya monopoli dalam
kegiatan ekspor benur ini sehinngga berujung pada oligarki benur. Komisi Persaingan
Pengawas Usaha (KPPU) mengindikasikan adanya monopoli yang dilakukan oleh perusahaan
jasa pengiriman logistik dalam hal ekspor benur. Tidak lama dari temuan KPPU ini, KPK
menetapkan Menteri Edhy Prabowo dan menetapkan 2 staf khusus sebagai tersangka. Selain
itu, KPK juga menangkap salah seorang pengurus perusahaan jasa pengiriman logistik yang
selama ini memonopoli jasa pengiriman ekspor benur, yaitu PT ACK.

Berdasarkan hasil investigasi awal KPK, para pemilik saham PT ACK, yaitu AMR dan
ABT, memiliki hubungan dekat dengan Menteri Edhy . Dari kasus korupsi yang terjadi,
kebijakan pelegalan ekspor benur merupakan upaya dari aktor-aktor yang memiliki kekuatan
ekonomi dan politik untuk menguasai dan memonopoli pemanfaatan sumber daya perikanan.
Kasus korupsi ekspor benur juga menunjukkan dengan sangat jelas adanya oligarki dalam
pengelolaan sumber daya kelautan. Oligarki yang dimaksud di sini adalah kekuasaan
segelintir elite, hingga ke level Menteri, dalam memanfaatkan sumber daya laut untuk
kepentingannya sendiri.

3. Solusi yang ditawarkan

Oligarki yang berkaitan dengan sumber daya alam selalu dimulai dari perizinan. Dari
permainan memberikan izin kemudian biasanya akan dilanjuti dengan upaya melakukan
monopoli harga pasar. Tentunya oligarki seperti ini harus diputus.

Langkah selanjutnya, tentunya Kementerian Kelautan dan Perikanan harus mengkaji ulang


Peraturan Menteri No 12 tahun 2020 terutama pasal 5 yang menjadi sengkarut dalam
peraturan ini.
Idealnya, kajian ulang ini harus dapat menentukan apakah memang kebijakan ekspor benur
merupakan solusi yang tepat bagi permasalahan nelayan atau jangan-jangan hanya sekadar
memfasilitasi “pihak berkepentingan”.

Menurut kami dimana mahasiswa sebagai agent of change, fenomena kasus ekspor benur
seharusnya bisa menjadi refleksi untuk kembali menegaskan bahwa setiap kebijakan yang
dikeluarkan KKP harus selalu mengedepankan 3 pilar utama, yaitu kedaulatan, keberlanjutan
dan kesejahteraan.

Kemudiakan melakukan Tindakan pidana , berikut ialah unsur – unsur tindak pidana di
bidang perikanan

1. Adanya suatu subjek atau perbuatan yang dilakukan oleh manusia (baik orang/ korporasi/
badan hukum)/ pelaku yang dapt bertanggungjawab atas tindak pidana perikanan;
2. Melakukan suatu kesalahan yang disengaja maupun tidak di sengaja;
3. Bersifat melawan hukum sesuai dengan ketentuan undang- undang perukanan yaitu
undang-undang republik Indonesia nomor 45 tahun 2009 tentang perubahan atas undang-
undang republik Indonesia nomor 31 tahun 2004 tentang perikanan;
4. Diancam dengan pidana atas pelanggaran yang dilakukan sesaui dengan pasal-pasal yang
dilanggar dalam undang-undang republik Indonesia nomor 45 tahun 2009 tentang
perubahan atas undang-undang republik Indonesia nomor 31 tahun 2004 tentang
perikanan;

Dilakukan pada tempat, waktu, dan keadaan yang sesuai dengan undang-undang republik
Indonesia nomor 45 tahun 2009 tentang perubahan atas undang-undang republik Indonesia
nomor 31 tahun 2004 tentang perikanan. Adapun ringkasan dari uraian diatas

Implementasi Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor 45 Tahun 2009 belum
sesuai dengan praktik nya saat ini, masih ada yang melakukan melakukan tindakan yang
tidak terpuji yaitu tindakan korupsi ekspor benih lobster (benur). Praktik yang demikian
menimbulkan suatu dampak yaitu
1. Dampak Sosial. Dampak bagi nelayan yaitu berkurangnya hasil tangkapan lobster
sehingga pendapatan nelayan juga akan menurun.
2. Dampak ekonomi yaitu dengan menurunnya tingkat pendapatan bagi nelayan penangkap
lobster.
3. Dampak ekosistem yakni bagi kelangsungan hidup lobster yaitu ekosistem lobster akan
punah, serta dapat merusak lingkungan jika penangkapan dilakukan secara besar-besaran
dan terus-menerus dilakukan.
2. Upaya penegak hukum dalam melakukan penerapan hukum terhadap penangkapan
benih lobster (benur) yaitu:
3. Upaya preventif
a. Melakukan sosialisasi dan penyuluhan hukum, dalam hal ini yang disosialisasikan
merupakan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 serta Peraturan Menteri
Kelautan Dan Perikanan Nomor 56 Tahun 2016 yaitu terkait pelarangan
penangkapan benih lobster (benur) serta aturan hukum tindak pidana perikanan
yang mengaturnya;
b. Melakukan pengawasan perairan di laut

4. Upaya represif. Upaya represif yang dilakukan oleh aparat penegak hukum yaitu
melakukan penangkapan, pemeriksaan serta melakukan penegakan hukum yang
dilakukan secara tegas kepada pelaku , dengan menangkap beberapa orang yang
terlibat pada kasus korupsi ekspor lobster (benur) dan menetapkan beberapa orang
tersangka yang diduga membantu proses nya.

Anda mungkin juga menyukai