Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS

“Claustrophobia”

Oleh :

Nadia Riski, S.Psi 2067290116

Dosen Pengampu:

Dr.Anastasia Sri Maryatmi,M.Psi, Psikolog

PROGRAM MAGISTER PROFESI PSIKOLOGI (PMPP)


UNIVERSITAS PERSADA INDONESIA Y.A.I.
JAKARTA

2021
Identitas Testee

Nama Lengkap : JS

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 24 tahun

Alamat : Jl. Langor Raya Cinere Depok

Status : Single

Pendidikan : S1 Hukum

Agama : Islam

Suku : Melayu

Pekerjaan : Staff BUMN

Keluhan Utama

Takut Akan Tempat Sempit

Riwayat Penyakit Sekarang

testee mengeluh sulit untuk tidur beberapa hari ke belakang. Testee juga

merasa gelisah saat tidak ada kegiatan terutama saat menjelang waktu tidur.

Testee merasa gelisah juga takut karena dan sesak apabila ruangan sempti.

1
Riwayat Keluarga

tetstee memiliki 2 orang saudara, anak ke-1. Karaknya deng Adik testee 13

tahun, Keluhan yang serupa pada ayah, ibu dan saudara sekandung testee tidak

ada. Keluhan serupa pada adik testee tidak ada.

Riwayat Hidup

Pasien tidak pernah merokok, mengosumsi alkohol maupun obat-obatan

terlarang. Testee tidak memiliki riwayat penyakit dalam dan. Riwayat kencing

manis tidak ada. Riwayat operasi pada kepala, ataupun cedera kepala tidak ada.

Riwayat Pekerjaan

Testee bekerja seagai karyawan statf BUMN.

Kepribadian Sebelum Sakit

Sebelum sakit pasien merupakan pribadi yang baik, lembut, dan penyayang

keluarga. Hubungan pasien dengan keluarga dan tetangga baik. Dan termasuk

anak yang mudah bergaul.

Kegiatan intelektual dan kegemaran

Pasien senang membuat kue dirumah, dan bersosialisasi dengan tetangga.

Melakukan aktifas zoom kantor, main ke mall bersama teman-teman

2
Kehidupan fantasi

Tidak diperoleh keterangan mengenai kehidupan fantasi.

Kehidupan psikoseksual

Tidak diperoleh keterangan mengenai kehidupan psikoseksual pasien

Kehidupan Emosional

testee merupakan pribadi yang sensitif, halus perasaan, dan rewel.

Konsep dan konsekuensi

Moral: pasien taat terhadap norma yang ada, tingkah lakunya sopan dan santun

Agama: pasien kurang taat menjalankan ibadah dan mengaji.

Materi : pasien tidak mengeluhkan masalah ekonomi, berkecukupan dan royal

Ambisi : tidak didapatkan keterangan mengenai ambisi

Hubungan Sosial

Testee memiliki hubungan yang baik harmonis dengan keluarga dan

tetangganya, serta sangat dekat keluarga ke dua orangtuanya.

Kebiasaan dan Kesenangan

Pasien saat sehat dapat tidur dengan nyenyak, makan 2-3 kali sehari dengan

nafsu makan baik, mandi 2 kali sehari, senang menjalin hubungan dengan

tetangga. Pasien mangisi waktuluang dengan membuat kue, masak dirumah nya

ditemani dengan sang adik kecil dan oma nya

PSIKODINAMIKA

3
Premorbid:

tetstee merupakan pribadi yang baik, lembut, dan penyayang keluarga.

Hubungan testee dengan keluarga dan tetangga baik. Mental mekanisme yang

digunakan adalah pengalihan, pengendalian, humor dan rasionalisasi.

Durante morbid:

Testee menjadi gelisah, cemas, karena takut akan terjadi sesuatu pada diri

tesste yang menyebabkan testee cemas. testte menjadi takut, sesak di tempat yang

sempit, testee mengetahui bahwa dirinya ada phobia. testee juga mengeluh sulit

untuk tidur. Mental mekanisme yang digunakan sudah tidak efektif dalam

menghadapi stressor, sehingga timbul gejala-gejala tersebut.

Status present:

Saat diperiksa testee tampak terlihat antusias, cemas, pasien berusaha

menunjukkan bahwa dirinya baik-baik saja, tetapi ditengah pembicaraan pasien

tampak cemas. Afek dan mood serasi.

4
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Fobia

Fobia adalah suatu ketakutan irasional yang jelas, menetap dan berlebihan

terhadap suatu objek spesifik, keadaan atau situasi. Fobia merupakan suatu

gangguan jiwa, yang merupakan salah satu tipe dari gangguan ansieas dan

dibedakan dalam tiga jenis berdasarkan jenis objek atau situasi ketakutan yaitu

Agorafobia, Fobia khas, dan Fobia Sosial.

Pengertian Claustrophobia

Klaustrofobia merupakan salah satu jenis fobia, di mana seseorang memiliki

rasa takut yang berlebih terhadap tempat tertutup. Secara umum, merasa takut saat

terperangkap sebenarnya merupakan hal yang normal –dengan catatan bila

terdapat ancaman yang benar adanya. Akan tetapi, orang dengan klaustrofobia

dapat merasakan ketakutan pada situasi berada di ruang tertutup tanpa terdapatnya

tanda bahaya yang jelas atau realistis.

Orang dengan klaustrofobia umumnya akan mengambil langkah-langkah

untuk menghindari ruang tertutup –seperti lift, terowongan, kereta bawah tanah,

5
toilet umum, dan beberapa tempat tertutup sempit lainnya. Namun, menghindari

tempat-tempat tersebut sering kali justru memperburuk rasa takut yang dialami.

Sebagian orang dengan klaustrofobia mengalami ansietas yang ringan saat

berada di tempat tertutup, dan sebagian lainnya dapat mengalami ansietas yang

berat dan bahkan serangan panik. Perasaan yang paling sering dialami adalah rasa

takut akan kehilangan kendali.

Kriteria Diagnosis

A. Kriteria Diagnosis menurut PPDGJ-III:

F 40.0 Agorafobia

Semua kriteria dibawah ini harus dipenuhi untuk diagnosis pasti:

a. Gejala psikologis, perilaku atau otonomik yang timbul harus

merupakan manifestasi primer dari ansietasnya dan bukan sekunder

dari gejala-gejala lain seperti misalnya waham atau pikiran obsesif;

b. Ansietas yang timbul harus terbatas pada (terutama terjadi dalam

hubungan dengan) setidaknya dua dari situasi berikut: banyak

orang/keramaian , tempat umum, bepergian keluar rumah, dan

bepergian sendiri; dan

c. Menghindari situasi fobik harus atau sudah merupakan gejala yang

menonjol (penderita menjadi “house-bound”)

Karakter kelima : F40.00 = Tanpa gangguan panik

F40.01 = Dengan gangguan panik

6
F40.1 Fobia Sosial

Semua kriteria dibawah ini harus dipenuhi untuk diagnosis pasti:

a. Gejala psikologis, perilaku atau otonomik yang timbul harus

merupakan manifestasi primer dari ansietasnya dan bukan sekunder

dari gejala-gejala lain seperti misalnya waham atau pikiran obsesif;

b. Ansietas harus mendominasi atau terbatas pada situasi sosial tertentu

(outside the family circle); dan

c. Menghindari situasi fobik harus atau sudah merupakan gejala yang

menonjol.

F40.2 Fobia Khas (Terisolasi)

Semua kriteria dibawah ini harus dipenuhi untuk diagnosis pasti:

a. Gejala psikologis, perilaku atau otonomik yang timbul harus

merupakan manifestasi primer dari ansietasnya dan bukan sekunder

dari gejala-gejala lain seperti misalnya waham atau pikiran obsesif;

b. Ansietas harus terbatas pada adanya objek atau situasi fobik tertentu

(highly spesific situations); dan

c. Situasi fobik tersebut sedapat mungkin dihindarinya.

Pada fobia khas ini umumnya tidak ada gejala psikiatrik lain, tidak seperti

halnya agorafobia dan fobia sosial.

B. Kriteria Diagnosis Menurut DSM-IV TR

1. Agorafobia

7
A. Kecemasan berada di dalam suatu tempat atau situasi darinya

kemungkinan meloloskan diri adalah sulit (atau merasa malu) atau saat

mungkin tidak terdapat pertolongan jika mendapat serangan panik atau

gejala mirip panik yang tidak diharapkan atau secara situasional.

Ketakutan agorafobia biasanya mengenai kelompok karakteristik situasi

seperti di luar rumah sendirian; berada ditempat ramai atau berdiri di

sebuah barisan, berada di atas jembatan atau bepergian dengan bis, kereta,

atau mobil.

B. Situasi dihindari (misalnya jarang bepergian) atau jika dilakukan dengan

penderitaan yang jelas atau dengan kecemasan mendapat serangan panik

atau gejala mirip panik atau perlu didampingi teman.

C. Kecemasan atau penghindaran fobik tidak lebih baik diterangkan oleh

gangguan mental lain seperti fobia sosial (misalnya penghindaran terbatas

pada situasi sosial karena takut dipermalukan), fobia khas (misalnya

penghindaran terbatas situasi seperti lift), gangguan obsesif-kompulsif

(misalnya menghindari kotoran pada seseorang dengan obsesi tentang

kontaminasi), gangguan stres pasca trauma (misalnya menghindari stimuli

yang berhubungan dengan stresor yang berat) atau gangguan cemas

perpisahan (misalnya menghindari meninggalkan rumah atau sanak

keluarga)

Catatan: Agorafobia bukanlah suatu gangguan yang diberi kode, catatlah

diagnosis yang spesifik saat agorafobia terjadi misalnya gangguan panik

dengan agorafobia atau agorafobia tanpa riwayat gangguan panik.

8
2. Fobia khas

A. Ketakutan yang jelas dan menetap yang berlebihan atau tidak beralasan,

ditandai oleh adanya atau antisipasi dari suatu obyek atau situasi spesifik

(misalnya, naik pesawat terbang, ketinggian, binatang, mendapat

suntikkan, melihat darah).

B. Pemaparan stimulus fobik hampir selalu mencetuskan respon kecemasan

segera, dapat berupa serangan panik yang berhubungan dengan situasi atau

predisposisi oleh situasi.

Catatan : pada anak-anak, kecemasan dapat diekspresikan dengan

menangis, tantrum, diam membeku, atau melekat erat menggendong.

C. Orang menyadari bahwa ketakutan adalah berlebihan atau tidak beralasan .

Catatan : pada anak-anak, gambaran ini mungkin tidak ditemukan

D. Situasi fobik dihindari atau kalau dihadapi adalah dengan kecemasan atau

dengan penderitaan yang jelas.

E. Penghindaran, kecemasan antisipasi, atau penderitaan dalam situasi yang

ditakuti secara bermakna mengganggu rutinitas normal, fungsi pekerjaan

(atau akademik), atau aktivitas sosial atau hubungan dengan orang lain,

atau terdapat penderitaan yang jelas karena menderita fobia.

F. Pada individu yang berusia dibawah 18 tahun, durasi paling sedikit 6bulan.

G. Kecemasan, serangan panik, atau penghindaran fobik dihubungkan

dengan objek atau situasi spesifik tidak lebih baik dijelaskan oleh

gangguan mental lain, seperti Gangguan Obsesif-Kompulsif

(misalnya,seseorang takut kotoran dengan obsesi tentang kontaminasi),

9
Gangguan Stres pascatrauma (misalnya,penghindaran stimulus yang

berhubungan dengan stresor yang berat0, Gangguan Cemas Perpisahan

(misalnya,menghindari sekolah), Fobia Sosial (misalnya,menghindari

situasi sosial karena takut merasa malu), Gangguan Panik dengan

Agorafobia, atau Agorafobia Tanpa Riwayat Gangguan Panik.

Sebutkan tipe :

• Tipe Binatang

• Tipe Lingkungan Alam (misalanya, ketinggan, badai, air)

• Tipe Darah, Injeksi, Cedera

• Tipe Situasional (misalnya, pesawat udara, elevator, tempat

tertutup)

Tipe Lainnya (misalnya, ketakutan tersedak, muntah, atau mengidap

penyakit ; pada anak-anak, ketakutan pada suara keras atau karakter

bertopeng).

3. Fobia Sosial

A. Ketakutan yang jelas dan menetap terhadap satu atau lebih situasi sosial

atau memperlihatkan perilaku dimana orang bertemu dengan orang

asing atau kemungkinan diperiksa oleh orang lain. Ketakutan bahwa ia

akan bertindak dengan cara (atau menunjukkan gejala kecemasan) yang

akan menghinakan atau memalukan.

Catatan : pada anak-anak, harus terbukti adanya kemampuan sesuai

usianya untuk melakukan hubungan sosial dengan orang yang telah

10
dikenalnya dan kecemasan hanya terjadi dalam lingkungan teman

sebaya, bukan dalam interaksi dengan orang dewasa.

B. Pemaparan dengan situasi sosial yang ditakuti hampir selalu

mencetuskan kecemasan, dapat berupa seragan panik yang berhubungan

dengan situasi atai dipredisposisi oleh situasi.

Catatan : pada anak-anak, kecemasan dapat diekspresikan dengan menangis

tantrum diam membeku, atau bersembunyi dari situasi sosial dengan

orang asing.

C. Orang menyadari bahwa ketakutan adalah berlebihan atau tidak

beralasan.

Catatan : pada anak-anak, gambaran ini mungkin tidak ditemukan

D. Situasi sosial atau memperlihatkan perilaku dihindari atau kalau dihadapi

adalah dengan kecemasan atau dengan penderitaan yang jelas

E. Penghindaran, kecemasan antisipasi, atau penderitaan dalam situasi yang

ditakuti secara bermakna mengganggu rutinitas normal, fungsi

pekerjaan (atau akademik), atau aktivitas sosial atau hubungan dengan

orang lain, atau terdapat penderitaan yang jelas karena menderita fobia.

F. Pada individu yang berusia dibawah 18 tahun, durasi paling sedikit

bulan.

G. Kecemasan atau penghindaran fobik bukan karena efek fisiologis

langsung dari zat (misalnya, penyalahgunaan zat, pengobatan) atau suatu

kondisi medis umum dan tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan

mental lain ( misalnya, Gangguan Panik Dengan atau Tanpa Agorafobia,

11
Gangguan Cemas Perpisahan, Gangguan Dismorfik Tubuh, Gangguan

Perkembangan Pervasif, atau Gangguan Kepribadian Skizoid).

H. Jika terdapat suatu kondisi medis umum atau gangguan mental

dengannya misalnya takut adalah bukan gagap, gemetar pada penyakit

Parkinson, atau memperlihatkan perilaku makan abnormal pada

Anoreksia Nervosa atau Bulimia Nervosa.

Sebutkan Jika :

Menyeluruh : jika ketakutan termasuk situasi yang paling sosial (juga

pertimbangkan diagnosis tambahan Gangguan Kepribadian Menghindar)

Etiologi

Seperti banyak kondisi kesehatan mental, penyebab pasti gangguan

kecemasan tidak sepenuhnya dipahami. Diperkirakan bahwa gangguan kecemasan

dapat melibatkan ketidakseimbangan kimia otak yang terjadi secara alami

(neurotransmiter) seperti serotonin, dopamin atau norepinefrin. Pengalaman hidup

seperti peristiwa traumatis muncul untuk memicu gangguan kecemasan pada

orang yang sudah rentan untuk menjadi cemas, dapat juga diakibatkan oleh

penyebab medis yaitu untuk sejumlah besar orang yang memiliki kecemasan

terkait dengan masalah kesehatan yang mendasarinya.

Sedangkan pada pasien kecemasan diakibatkan adanya fobia,

Penyebabnya dapat diakibatkan beberapa hal. Menurut Durand & Barlow (2005),

ada beberapa penyebab munculnya fobia khas yaitu:

12
a. Traumatic event

Kebanyakan orang yang mengalami fobia khas disebabkan oleh kejadian

trauma. Contohnya jika kita digigit oleh anjing, maka kita akan menjadi

fobia terhadap anjing.

b. Information transmition

Seseorang dapat mengalami fobia khas karena sering mengingat sesuatu

yang berbahaya. Misalnya seorang wanita mengalami fobia terhadap ular,

padahal wanita tersebut belum pernah bertemu dengan ular. Tetapi, ia

sering dibilang atau mendengar bahwa akan ada ular yang berbahaya di

rumput yang tinggi. Hal ini membuat wanita tersebut menggunakan sepatu

boot untuk menghindari bahaya, walaupun ia berjalan di jalan yang biasa.

c. Sosial dan Kultural

Faktor ini sangat kuat dapat mempengaruhi seseorang mengalami fobia

khas. Dalam masyarakat tidak dapat diterima jika seorang laki-laki

menunjukkan ketakutan dan fobia. Mayoritas fobia khas terjadi pada

perempuan.

Faktor-faktor Penyebab Kecemasan

Kecemasan sering kali berkembang selama jangka waktu dan sebagian

besar tergantunga pada seluruh pengalaman hidup seseorang. Peristiwa-peristiwa

atau situasi khusus dapat mempercepat munculnya serangan kecemasan.

Kecemasan hadir karena adanya suatu emosi yang berlebihan. Selain itu,

keduanya mampu hadir karena lingkungan yang menyertainya, baik lingkungan

keluarga, sekolah, maupun penyebabnya

13
1. Lingkungan

Lingkungan atau sekitar tempat tinggal mempengaruhi cara berfikir

individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan karena adanya

pengalaman yang tidak menyenangkan pada individu dengan keluarga, sahabat,

ataupun dengan rekan kerja. Sehingga individu tersebut merasa tidak aman

terhadap lingkungannya.

a. Lingkungan keluarga

Keadaan rumah dengan kondisi yang penuh dengan pertengkaran atau

penuh dengan kesalahpahaman serta adanya ketidakpedulian orangtua terhadap

anak-anaknya, dapat menyebabkan ketidaknyamanan serta kecemasan pada anak

saat berada didalam rumah

b. Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi

kecemasan individu. Jika individu tersebut berada pada lingkungan yang tidak

baik, dan individu tersebut menimbulkan suatu perilaku yang buruk, maka akan

menimbulkan adanya berbagai penilaian buruk dimata masyarakat. Sehingga

dapat menyebabkan munculnya kecemasan

2. Emosi yang ditekan

Kecemasan bisa terjadi jika individu tidak mampu menemukan jalan

keluar untuk perasaannya sendiri dalam hubungan personal ini, terutama jika

dirinya menekan rasa marah atau frustasi dalam jangka waktu yang sangat lama.

14
3. Sebab-sebab fisik

Pikiran dan tubuh senantiasa saling berinteraksi dan dapat menyebabkan

timbulnya kecemasan. Hal ini terlihat dalam kondisi seperti misalnya kehamilan,

semasa remaja dan sewaktu pulih dari suatu penyakit. Selama ditimpa kondisi-

kondisi ini, perubahan-perubahan perasaan lazim muncul, dan ini dapat

menyebabkan timbulnya kecemasan.

4. Trauma atau konflik

Munculnya gejala kecemasan sangat bergantung pada kondisi individu,

dalam arti bahwa pengalaman-pengalaman emosional atau konflik mental yang

terjadi pada individu akan memudahkan timbulnya gejala-gejala kecemasan. Rasa

cemas juga dapat timbul akibat melihat adanya bahaya yang mengancam dirinya,

kecemasan ini lebih dekat dengan rasa takut, karena sumbernya terlihat jelas

didalam pikiran

Penatalaksanaan

Secara umum terapi fobia meliputi:

A. Terapi psikologik

a. Terapi Perilaku merupakan terapi yang efektif. Seperti terapi

desensitisasi yang sering dilakukan, terapi pemaparan (exposure),

imaginal exposure, participent modelling, guided mastery, imaginal

flooding.

15
b. Psikoterapi bersifat tilikan. Terapi berorientasi-tilikan

memungkinkan pasien mengerti asal dari fobia, fenomena tujuan

sekunder, dan peranan daya tahan dan memungkinkan pasien

mencari cara yang sehat dalam menghadapi stimuli yang

menyebabkan kecemasan. Psikoterapi ini dapat menjadi pengobatan

yang efektif untuk mengatasi kegelisahan. Terapi perilaku kognitif

adalah salah satu yang paling umum dari jenis psikoterapi untuk

gangguan kecemasan. Umumnya pengobatan jangka pendek, terapi

perilaku kognitif berfokus pada pengajaran keterampilan khusus

untuk mengidentifikasi pikiran dan perilaku negatif dan

menggantinya dengan yang positif. Pada pasien yang memilki

kecemasan akan fobia terhadap sesuatu dapat dilakukan dengan

terapi rasional emotif tingkah laku. Terapi ini didefinisikan berupa

terapi yang berusaha menghilangkan cara berfikir klien yang tidak

logis dan irasional, dan menggantinya dengan sesuatu yang logis dan

rasional dengan cara menyerang, menentang, mempertanyakan dan

membahas keyakinan-keyakinan irasional klien.

c. Terapi lain seperti hypnotherapy, psikoterapi suportif, terapi

keluarga bila diperlukan.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Elvira, Sylvia D. 2010. Buku Ajar Psikiatri. In: J Elizabeth Kandou. Fobia.

Badan Penerbit FK UI: Jakarta. 265-68.

2. American Psychiatric Association. 2000. DSM IV TR. American

Psychiatric Assosiation: Washington DC.

3. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari

PPDGJ III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atma

Jaya.2001.

4. WOLMAN, Benjamin B, George Stricker. Anxiety and Related Disorder.

New York: John Wiley and Sons, 1994.

5. Gentry, WD. Handbook of behavioral medicine. New York: The Guilford

Press;1994

17

Anda mungkin juga menyukai