Anda di halaman 1dari 33

GANGGUAN NEUROSIS

A. PENGERTIAN NEUROSIS
Neurosis adalah suatu gangguan non-psikotik yang kronis atau rekuran yang ditandai
terutama oleh kecemasan, yang dialami atau yang diekspresikan secara langsung atau diubah
melalui mekanisme pertahanan. Kecemasan tampak sebagai gejala, seperti suatu obsesi,
suatu kompulsi, suatu fobia, atau suatu difungsi seksual.
Neurosis kadang-kadang disebut psikoneurosis atau gangguan jiwa (untuk
membedakannya dengan psikosis atau penyakit jiwa). Menurut Singgih Dirgagunarsa (1978 :
143), neurosis adalah gangguan yang terjadi hanya pada sebagian dari kepribadian, sehingga
orang yang mengalaminya masih bisa melakukan pekerjaan-pekerjaan biasa sehari-hari atau
masih bisa belajar, dan jarang memerlukan perawatan khusus di rumah sakit. Dali Gulo
(1982 : 179), berpendapat bahwa neurosis adalah suatu kelainan mental, hanya memberi
pengaruh pada sebagian kepribadian, lebih ringan dari psikosis, dan seringkali ditandai
dengan : keadaan cemas yang kronis, gangguan-gangguan pada indera dan motorik,
hambatan emosi, kurang perhatian terhadap lingkungan, dan kurang memiliki energi fisik,
dst.
Neurosis, menurut W.F. Maramis (1980 : 97), adalah suatu kesalahan penyesuaian diri
secara emosional karena tidak diselesaikan suatu konflik tidak sadar.
Berdasarkan pendapat mengenai neurosis dari para ahli tersebut dapat diidentifikasi
pokok-pokok pengertian mengenai neurosis sebagai berikut.
1. Neurosis merupakan gangguan jiwa pada taraf ringan.
2. Neurosis terjadi pada sebagian aspek kepribadian.
3. Neurosis dapat dikenali gejala-gejala yang menyertainya dengan ciri khas kecemasan.
4. Penderita neurosis masih mampu menyesuaikan diri dan melakukan
aktivitas sehari-hari.

B. JENIS-JENIS NEUROSIS
Kelainan jiwa yang disebut neurosis ditandai dengan bermacam-macam gejala. Dan
berdasarkan gejala yang paling menonjol, sebutan atau nama untuk jenis neurosis diberikan.
Dengan demikian pada setiap jenis neurosis terdapat ciri-ciri dari jenis neurosis yang lain,
bahkan kadang-kadang ada pasien yang menunjukkan begitu banyak gejala sehingga
gangguan jiwa yang dideritanya sukar untuk dimasukkan pada jenis neurosis tertentu (W.F.
Maramis, 1980 : 258).

Berdasarkan PPDGJ III Neurosis terdiri dari:

F40F48 GANGGUAN NEUROTIK, GANGGUAN SOMATOFORM DAN GANGGUAN


YANG BERKAITAN DENGAN STRES

F40 Gangguan Anxietas Fobik


F40.0 Agorafobia
.00 Tanpa gangguan panik
.01 Dengan gangguan panik
F40.1 Fobia sosial
F40.2 Fobia khas (terisolasi)
F40.8 Gangguan anxietas fobik lainnya
F40.9 Gangguan anxietas fobik YTT

F41 Gangguan Anxietas Lainnya


F41.0 Gangguan panik (anxietas paroksismal episodik)
F41.1 Gangguan anxietas menyeluruh
F41.2 Gangguan campuran anxietas dan depresif
F41.3 Gangguan anxietas campuran lainnya
F41.8 Gangguan anxietas lainnya YDT
F41.9 Gangguan anxietas YTT

F42 Gangguan Obsesif-Kompulsif


F42.0 Predominan pikiran obsesional atau pengulangan
F42.1 Predominan tindakan kompulsif (obsesional ritual)
F42.2 Campuran tindakan dan pikiran obsesional
F42.8 Gangguan obsesif kompulsif lainnya
F42.9 Gangguan obsesif kompulsif YTT

F43 Reaksi Terhadap Stres Berat dan Gangguan Penyesuaian (F43.0-F43.9)


F44 Gangguan Disosiatif (Konversi) (F44.0-F44.9)
F45 Gangguan Somatoform (F45.0-F45.9)
F48 Gangguan Neurotik Lainnya (F48.0-F48.9)

F40. GANGGUAN ANXIETAS FOBIK


Anxietas dicetuskan hanya atau secara predominan oleh adanya situasi atau objek yang
jelas, tertentu (dari luar individu itu sendiri), yang sebenarnya secara umum tidak berbahaya.
Akibatnya situasi atau objek demikian secara khusus dihindari atau dihadapi dengan perasaan
yang terancam. Pada anxietas timbul gejala-gejala individual seperti palpitasi, perasaan mau
pingsan, dan sering kali disertai dengan perasaan takut mati, takut kehilangan kendali atau takut
menjadi gila. Anxietas tersebut tidak berkurang meskipun ia mengetahui bahwa orang lain tidak
menganggap situasi yang dihadapi tersebut berbahaya atau mengancam. Membayangkan
menghadapi situasi fobik itu saja umumnya sudah dapat menimbulkan anxietas sebelumnya.

FOBIA
Definisi Fobia
Fobia adalah suatu ketakutan irasional yang jelas, menetap, dan berlebihan terhadap suatu
objek spesifik, keadaan atau situasi. Berasal dari bahasa Yunani yaitu Fobos yang berarti
ketakutan.
Fobia merupakan suatu gangguan jiwa yang merupakan salah satu tipe dari gangguan
anxietas dan dibedakan dalam tiga jenis menurut jenis objek atau situasi ketakutan yaitu
agorafobia, fobia spesifik, dan fobia sosial.
Agorafobia adalah ketakutan terhadap ruang terbuka, orang banyak serta adanya
kesulitan untuk segera menyingkir ke tempat aman. Fobia spesifik adalah suatu rasa takut yang
kuat dan persisten pada suatu objek atau situasi. Fobia sosial adalah rasa takut yang kuat dan
persisten dimana dapat timbul rasa malu.
Tanda dan Gejala Fobia
Agorafobia
Pasien dengan agorafobia menghindari situasi disaat sulit untuk mendapatkan bantuan.
Lebih suka ditemani kawan atau anggota keluarga ditempat tertentu, seperti jalan yang ramai,
toko yang padat, ruang tertutup, kendaraan tertutup. Mereka menghendaki ditemani setiap kali
harus keluar rumah. Sebagian dari penderita gangguan fobik menjadi terpaku dirumah, ketakutan
dengan bayangan akan pingsan dan ditinggalkan tak berdaya ditengah orang banyak.
Kebanyakan penderita adalah wanita dan onset biasanya pada dewasa muda. Gejala depresif,
obsesi, dan fobia sosial mungkin juga menyertai keadaan tersebut. Tanpa pengobatan yang
efektif agorafobia seringkali menjadi kronis, meskipun biasanya berfluktuasi.
Fobia ditandai dengan timbulnya anxietas berat jika pasien terpapar dengan situasi atau
objek spesifik atau jika mengantisipasi akan terpapar dengan situasi atau objek. Pemaparan atau
mengantisipasi dengan stimulus fobik sering menimbulkan serangan panik pada orang yang
rentan terhadap serangan panik. Orang dengan fobia berusaha untuk menghindari stimulus fobik.

Fobia Spesifik
Pada fobia spesifik, ketakutan yang jelas dan menetap dan tak beralasan terbatas pada
objek atau situasi yang spesifik dan terbagi dalam tipe hewan, lingkungan alam, darah, injeksi,
luka, dan situasional. Fobia yang terbatas pada situasi yang sangat spesifik seperti bila
berdekatan dengan binatang tertentu, tempat tinggi, kegelapan, naik pesawat, buang hajat di
tempat umum, takut melihat darah atau luka, dan takut berhubungan dengan penyakit tertentu.

Fobia sosial
Pada fobia sosial, adanya ketakutan terhadap situasi sosial atau tampil didepan orang
orang yang belum dikenal atau situasi yang memungkinkan ia dinilai oleh orang lain atau
menjadi pusat perhatian, merasa takut bahwa ia akan berperilaku memalukan atau menampakkan
gejala anxietas atau bersikap yang dapat merendahkan dirinya.
Sering kali mulai pada usia remaja dan terpusat pada rasa takut diperhatikan oleh orang
lain, yang menjurus kepada penghindaran terhadap situasi sosial. Fobia sosial frekuensinya sama
pada laki-laki dan wanita.
Gambarannya dapat sangat jelas (misalnya, hanya terbatas pada makan di tempat umum,
atau berbicara di depan umum, atau menghadapi jenis kelamin lain), atau dapat pula kabur, yang
mencakup hampir semua situasi sosial di luar lingkungan keluarga. Fobia sosial biasanya disertai
dengan harga diri yang rendah dan takut akan kritikan. Dapat juga tercetus sebagai keluhan malu
(muka merah), tangan gemetar, mual, ingin buang air kecil, dan kadang-kadang individu
bersangkutan merasa yakin bahwa salah satu dari manifestasi gejala fobia sosial ini merupakan
masalah utamanya (dalam hal ini, gejalanya dapat berkembang menjadi serangan panik).
Kecenderungan menghindar sering kali tampak jelas dan dalam keadaaan ekstrim dapat
menjurus ke isolasi sosial yang total.

Diagnosis dan kriteria diagnostik Fobia


Diagnosis dibuat berdasarkan wawancara psikiatrik, yang meliputi hal-hal seperti
keluhan, sejarah pasien, dan susunan keluarga yang lengkap, termasuk anggota keluarga dengan
fobia. Juga tentang pengalaman atau trauma yang memicu fobia. Penting juga diketahui dampak
fobia terhadap kehidupan sehari-hari, pekerjaan, dan hubungan dengan orang-orang terdekat.
Masalah tentang depresi dan penyalahgunaan zat yang sering menjadi komorbiditas fobia jangan
lupa ditanyakan.

Pedoman Diagnosis Fobia


Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ)
Agorafobia
Semua kriteria ini harus dipenuhi untuk :
a. Gejala psikologis/otonomik yang timbul harus merupakan manifestasi primer dari
anxietas dan bukan merupakan gejala lain yang sekunder seperti waham atau pikiran
obsesif.
b. Anxietas yang timbul harus terutama terjadi dalam sekurang-kurangnya dua dari situasi
berikut :
Banyak orang
Tempat-tempat umum
Bepergian keluar rumah
Bepergian sendiri
c. Menghindari situasi fobik harus/sudah merupakan gambaran yang menonjol

Fobia Khas (Terisolasi)


Semua kriteria yang dibawah ini untuk diagnosis :
a. Gejala psikologis atau otonomik harus merupakan manifestasi primer dari anxietas, dan
bukan sekunder dari gejala-gejala lain seperti waham atau pikiran obsesif.
b. Anxietas harus terbatas pada adanya objek situasi fobik tertentu.
c. Situasi fobik tersebut sedapat mungkin dihindarinya.

Fobia Sosial
Semua kriteria di bawah ini harus dipenuhi untuk suatu diagnosis pasti:
Gejala-gejala psikologis, perilaku/otonomik harus merupakan manifestasi primer dari
anxietas dan bukan sekundari gejala lain seperti waham / pikiran obsesif
Anxietas harus hanya terbatas / menonjol pada situasi sosial tertentu saja
Penghindaran dari situasi fobik harus merupakan gambaran yang menonjol

Penatalaksanaan Fobia
Secara umum terapi Fobia meliputi:
A. Terapi Psikologik.

a. Terapi perilaku: merupakan terapi yang paling efektif dan sering diteliti. Seperti
desensitisasi sistematik yang sering dilakukan; terapi pemaparan (exposure),
imaginal exposure, participent modelling, guided mastery, imaginal flooding.
b. Psikoterapi berorientasi tilikan.
c. Terapi lain: hypnotherapy, psikoterapi suportif, terapi keluarga bila diperlukan.
B. Farmakoterapi
Terapi agorafobia sama seperti gangguan panik, terdiri dari obat anti anxietas,
antidepresan, dan psikoterapi khususnya terapi kognitif perilaku.
Terapi terhadap fobia spesifik yang terutama adalah terapi perilaku yaitu terapi
pemaparan (Exposure therapy). Juga diajarkan menghadapi kecemasan dengan teknik
relaksasi, mengontrol pernapasan, dan pendekatan kognitif. Penggunaan anti anxietas
yaitu untuk terapi jangka pendek.
Terapi terhadap fobia sosial terbatas, dapat menggunakan obat -bloker ,anti
anxietas, anti depresan serta terapi kognitif perilaku secara individual dan kelompok.

F41. GANGGUAN ANXIETAS LAINNYA


Manifestasi dari anxietas merupakan gejala utama dari gangguan ini dan tidak terbatas
pada situasi lingkungan tertentu saja. Dapat disertai gejala depresif dan obsesif, bahkan juga
beberapa unsur dari anxietas fobik yang bersifat sekunder atau ringan (tidak begitu parah).

GANGGUAN PANIK
Definisi Gangguan Panik
Panik adalah adanya serangan anxietas berat (panik) yang berulang, yang tidak terbatas
pada adanya situasi tertentu atau pun suatu rangkaian kejadian, dan karena itu tidak terduga.
Gejala yang dominan bervariasi pada masing-masing orang, tetapi onset mendadak dalam bentuk
palpitasi, nyeri dada, perasaan tercekik, pusing kepala, dan perasaan yang tidak riil
(depersonalisasi atau derealisasi), merupakan gejala yang lazim. Secara sekunder timbul rasa
takut mati, kehilangan kendali atau menjadi gila.

Tanda dan Gejala Panik


Gangguan panik terutama ditandai dengan serangan panik yang berulang. Serangan panik
terjadi secara spontan dan tidak terduga, disertai gejala otonomik yang kuat, terutama sistem
kardiovaskular dan sistem pernapasan. Serangan sering dimulai selama 10 menit, gejala
meningkat secara cepat. Kondisi cemas pada gangguan panik biasanya terjadi secara tiba-tiba,
dapat meningkat hingga sangat tinggi disertai gejala-gejala yang mirip gangguan jantung, yaitu
rasa nyeri di dada, berdebar-debar, keringat dingin, hingga merasa seperti tercekik.
Gangguan mental yang dirasakan adalah rasa takut yang hebat dan ancaman kematian
atau bencana. Pasien merasa bingung dan sulit berkonsentrasi. Tanda fisik yang menyertai adalah
takikardi, palpitasi, dispneu, dan berkeringat. Penderita akan segera berusaha keluar dari situasi
tersebut dan mencari pertolongan. Serangan dapat berlangsung selama 20-30 menit, jarang
sampai lebih dari satu jam.

Diagnosis dan Kriteria Diagnostik


Terjadinya beberapa serangan berat anxietas otonomik, yang terjadi dalam periode kira-
kira satu bulan:
a) Pada keadaan-keadaan dimana sebenarnya secara objektif tidak berbahaya;
b) Tidak terbatas hanya pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat diduga
sebelumnya;
c) Dengan keadaan yang relatif bebas dari gejala anxietas dalam periode antara serangan-
serangan panik.

Penatalaksanaan
Terdiri dari pemberian farmakaterapi dan psikoterapi.
A. Farmakoterapi:
Terdiri atas:
1. SSRI
Terdiri atas beberapa macam: sertralin, fluoksetin, fluvoksamin, escitalopram.
Diberikan 3-6 bulan atau lebih, tergantung kondisi individu, agar kadarnya stabil
dalam darah sehingga dapat mencegah kekambuhan.
2. Alprazolam
Awitan kerjanya cepat, dikonsumsi biasanya antara 4-6 minggu, setelah itu secara
perlahan diturunkan dosisnya sampai akhirnya dihentikan. Setelah itu pasien
diberikan golongan SSRI.

B. Psikoterapi:
1. Terapi relaksasi
Prinsipnya adalah melatih pernapasan (menarik nafas dalam dan lambat, lalu
mengeluarkannya dengan lambat pula), mengendurkan seluruh otot tubuh dan
mensugesti pikiran ke arah konstruksi atau yang diinginkan akan dicapai. Biasanya
dilakukan 20-30 menit atau lebih lama lagi.

2. Terapi kognitif perilaku


Pasien diajak untuk bersama-sama membentuk pola perilaku dan pikiran yang
irasional dan menggantinya dengan yang lebih rasional. Biasanya berlangsung 30-45
menit. Pasien kemudian diberi pekerjaan rumah yang harus dibuat setiap hari, antara
lain membuat daftar pengalaman harian dalam menyikapi berbagai peristiwa yang
dialami.
3. Psikoterapi dinamik
Pasien diajak untuk lebih memahami diri dan kepribadiannya. Pada psikoterapi
ini, biasanya pasien lebih banyak berbicara sedangkan dokter lebih banyak
mendengar. Terapi ini memerlukan waktu panjang, dapat berbulan-bulan, bahkan
bertahun-tahun. Hal ini tentu memerlukan kerjasama yang baik antara pasien dengan
dokternya serta kesabaran pada kedua belah pihak.

GANGGUAN CEMAS MENYELURUH


Definisi Gangguan Cemas
Cemas didefinisikan sebagai suatu perasaan yang difus, tidak menyenangkan, yang
umumnya disertai gejala otonom seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, rasa sesak di dada,
tidak nyaman pada perut, dan gelisah. Cemas merupakan suatu sinyal sensor terhadap suatu
keadaan yang tidak menguntungkan, yang memungkinkan seseorang bertindak antisipatif
terhadap keadaan tersebut.

Tanda dan Gejala Klinis Gangguan Cemas Menyeluruh


Gejala utama adalah anxietas, ketegangan motorik, hiperaktivitas otonom, dan
kewaspadaan secara kognitif. Kecemasan bersifat berlebihan dan mempengaruhi aspek
kehidupan pasien. Ketegangan motorik bermanifestasi sebagai bergetar, kelelahan dan sakit
kepala. Hiperaktivitas otonom timbul dalam bentuk pernapasan yang pendek, berkeringat,
palpitasi, dan disertai gejala saluran pencernaan. Terdapat juga kewaspadaan kognitif dalam
bentuk iritabilitas.
Pasien GAD biasanya datang ke dokter umum karena keluhan somatik atau datang ke
dokter spesialis karena gejala spesifik seperti diare kronik. Pasien biasanya memperlihatkan
perilaku mencari perhatian.

Pedoman Diagnostik Gangguan Cemas Menyeluruh


Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ III)
Penderita harus menunjukkan gejala primer anxietas yang berlangsung hampir setiap hari
selama beberapa minggu, bahkan biasanya sampai beberapa bulan. Gejala-gejala ini biasanya
mencakup hal-hal berikut :
a) Kecemasan tentang masa depan (khawatir akan nasib buruk, perasaan gelisah seperti di
ujung tanduk, sulit berkonsentrasi, dan sebagainya) ;
b) Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai) ;
c) Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, takikardi, takipneu, keluhan
epigastrik, pusing kepala, mulut kering, dan sebagainya).

Penatalaksanaan Gangguan Cemas Menyeluruh


a. Farmakoterapi
Benzodiazepin
Merupakan pilihan obat pertama. Pemberian benzodiazepin dimulai dengan dosis
terendah dan ditingkatkan sampai mencapai respon terapi, Penggunaan sediaan dengan waktu
paruh menengah dan dosis terbagi dapat mencegah terjadinya efek yang tidak diinginkan. Lama
pengobatan rata-rata adalah 2-6 minggu.
Buspiron
Buspiron lebih efektif dalam memperbaiki gejala kognitif dibanding dengan gejala
somatik. Tidak menyebabkan withdrawal. Kekurangannya adalah efek klinisnya baru terasa
setelah 2-3 minggu. Terdapat bukti bahwa penderita yang sudah menggunakan benzodiazepin
tidak akan memberikan respon yang baik dengan buspiron.
SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)
Sertraline dan paroxetine merupakan pilihan yang lebih baik daripada fluoksetin.
Pemberian fluoksetin dapat meningkatkan anxietas sesaat. SSRI efektif terutama pada pasien
gangguan anxietas menyeluruh dengan riwayat depresi.
b. Psikoterapi
Terapi Kognitif Perilaku
Pendekatan kognitif mengajak pasien secara langsung mengenali distorsi kognitif dan
pendekatan perilaku, mengenali gejala somatik, secara langsung. Teknik utama yang digunakan
adalah pada pendekatan behavioral adalah relaksasi dan biofeedback.

Terapi Suportif
Pasien diberikan reassurance dan kenyamanan, digali potensi-potensi yang ada dan
belum tampak, didukung egonya, agar lebih bisa beradaptasi optimal dalam fungsi sosial dan
pekerjaannya.

Psikoterapi Berorientasi Tilikan


Terapi ini mengajak pasien untuk mencapai penyingkapan konflik bawah sadar, menilik
egostrength, relasi obyek, serta keutuhan diri pasien. Dari pemahaman akan komponen-
komponen tersebut, kita sebagai terapis dapat memperkirakan sejauh mana pasien dapat diubah
menjadi lebih matur; bila tidak tercapai, minimal kita memfasilitasi agar pasien dapat beradaptasi
dalam fungsi sosial dan pekerjaannya.

GANGGUAN CAMPURAN ANXIETAS DAN DEPRESIF


Digunakan bilamana terdapat gejala anxietas maupun depresif, dimana masing-masing
tidak menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat untuk menegakkan diagnosis tersendiri.
Bila ditemukan anxietas berat disertai depresi yang lebih ringan, maka salah satu dari kategori
yang lain untuk gangguan anxietas atau gangguan fobik harus digunakan. Apabila ditemukan
sindrom depresi dan anxietas yang cukup berat untuk menegakkan masing-masing diagnosis,
maka kedua diagnosis tersebut harus dikemukakan dan diagnosis gangguan campuran ini tidak
boleh dipakai. Namun, karena alasan praktis, hanya dapat dikemukakan satu diagnosis saja,
maka gangguan depresif harus diutamakan.
Beberapa gejala otonomik (tremor, palpitasi, mulut kering, sakit perut, dsb) harus
ditemukan, meskipun tidak terus-menerus; apabila hanya kecemasan berlebihan saja yang
ditemukan tanpa adanya gejala otonomik, maka kategori ini tidak dapat dipergunakan.
Termasuk: depresi anxietas (ringan atau tak menetap).

GANGGUAN ANXIETAS CAMPURAN LAINNYA


Digunakan untuk gangguan yang memenuhi kriteria gangguan anxietas menyeluruh
(F41.1) dan yang juga menunjukkan (meskipun hanya dalam jangka pendek) ciri-ciri yang
menonjol dari gangguan lain dalam F40-F49 walaupun kriteria yang lengkap untuk gangguan
tambahan ini tidak dipenuhi.
F42. GANGGUAN OBSESIF KOMPULSIF
Definisi Gangguan Obsesif Kompulsif
Gangguan Obsesi-kompulsif digambarkan sebagai pikiran dan tindakan yang berulang
yang menghabiskan waktu atau menyebabkan distress dan hendaya yang bermakna.
Obsesi adalah aktivitas mental seperti pikiran, perasaan, ide, impuls yang berulang
danintrusif. Kompulsi adalah pola perilaku tertentu yang berulang dan disadari seperti
menghitung, memeriksa dan menghindar. Pasien dengan gangguan ini menyadari bahwa
pengalaman obsesi dan kompulsi tidak beralasan sehingga bersifat egodistonik.

Gambaran Klinis Gangguan Obsesif Kompulsif


Pada umumnya obsesi dan kompulsif mempunyai gambaran tertentu seperti :
Adanya ide atau impuls yang terus-menerus menekan ke dalam kesadaran individu.
Perasaan cemas/takut akan ide atau impuls yang aneh
Obsesi dan kompulsi yangegoalien
Pasien mengenali obsesi dan kompulsif merupakan sesuatu yang abstrak dan irasional
Individu yang menderita obsesi kompulsif merasa adanya keinginan kuat untuk melawan

Ada 4 pola gejala utama gangguan obsesi kompulsif yaitu :


1. Kontaminasi; pola yang paling sering terjadi yang diikuti oleh perilaku mencuci dan
menghindari obyek yang dicurigai terkontaminasi
2. Sikap ragu-ragu yang patologik; obsesi tentang ragu-ragu yang diikuti dengan perilaku
kompulsi mengecek/memeriksa. Tema obsesi tentang situasi berbahaya atau kekerasan
(seperti lupa mematikan kompor atau tidak mengunci rumah).
3. Pikiran yang intrusif; pola yang jarang, pikiran yang intrusif tidak disertai kompulsi,
biasanya pikiran berulang tentang seksual atau tindakan agresif.
4. Simetri; obsesi yang temanya kebutuhan untuk simetri, ketepatan sehingga bertindak
lamban, misalnya makan memerlukan waktu berjam-jam, atau mencukur kumis dan
janggut.

Pola yang lain : obsesi bertema keagamaan, trichotilomania, dan menggigit-gigit jari.
Pedoman Diagnostik Gangguan Obsesif Kompulsif
Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ III)
Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesional dan tindakan kompulsif, atau
kedua-duanya, harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya dua minggu berturut-turut, dan
merupakan sumber distres dan gangguan aktivitas. Gejala-gejala obsesional harus memiliki ciri-
ciri berikut :
a) Harus dikenal/disadari sebagai pikiran atau impuls dari diri individu sendiri;
b) Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang masih tidak berhasil dilawan, meskipun
ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita;
c) Pikiran untuk melaksanakan tindakan tersebut di atas bukan merupakan hal yang
memberi kepuasan atau kesenangan (sekadar perasaan lega dari ketegangan atau anxietas
tidak dianggap sebagai kesenangan seperti dimaksud di atas);
d) Pikiran, bayangan, atau impuls tersebut harus merupakan pengulangan yang tidak
menyenangkan.
Termasuk :
Neurosis anankastik
Neurosis obsesional
Neurosis obsesif-kompulsif

Penatalaksaan Gangguan Obsesif Kompulsif


Obat-obatan yang umum digunakan pada gangguan obsesif-kompulsif berupa SSRI
sebagai terapi lini pertama contohnya fluoxetine, fluvoxamine, paroxetine, sertraline, dan
citalopram; antidepresan trisiklik seperti clomipramine yang terbukti paling efektif
dibandingkan dengan obat-obatan trisiklik lainnya. Obat-obatan tersebut memiliki efek samping,
SSRI memiliki efek samping berupa rasa mual, gangguan tidur, nyeri kepala, dan rasa gelisah
yang sifatnya transient sehingga tidak terlalu mengganggu. Untuk pengobatan dengan
clomipramine perlu diperhatikan pemberian dosis awal, karena memiliki efek samping gangguan
sistem gastrointestinal, hipotensi ortostatik, dan efek antikolinergi serta sedasi berat. Bila terapi
dengan SSRI dan clomipramine tidak efektif, dapat diberikan beberapa obat lain seperti valproat,
litihium, atau carbamazepine. Venlafaxine, pindolol, dan obat-obatan MAOI (phenelzine) juga
dapat digunakan sebagai tambahan.
Terapi perilaku pada seseorang dengan gangguan obsesif-kompulsif dapat berupa
exposure and response prevention dimana pasien dipanjankan dengan stimulusnya namun
diingatkan dan diawasi untuk menahan perasaan kompulsifnya. Desensitisasi, thought stopping,
dan thought flooding, merupakan terapi yang dapat digunakan pada pasien dengan gangguan
obsesif kompulsif. Untuk keberhasilan dari terapi perilaku, sebaiknya terapi ini digabungkan
dengan obat-obatan, psikoterapi, dan yang terutama memerlukan tingkat komitmen pasien yang
tinggi. Dalam proses terapi, diperlukan dukungan dari keluarga yang cukup sehingga pasien
dapat mempertahankan tingkat komitmennya terhadap terapi yang dijalaninya. Dalam kondisi
tertentu, terapi kelompok juga dapat membantu seorang pasien dalam terapinya.
Pada kasus-kasus yang ekstrim, dapat dipertimbangkan terapi elektro-konvulsi dan bedah
psikis. Yang umumnya digunakan terkait dengan kasus gangguan obsesif-kompulsif adalah
cingulotomy yang sukses pada 25-30 % pasien. Selain itu juga terdapat capsulotomy. Teknik
bedah nonablasi dimana menanamkan elektrode-elektrode pada nukleus-nukleus ganglia basal.
Terapi-terapi ini dilakukan dengan bantuan MRI. Komplikasi dari terapi bedah tersebut
umumnya adalah kejang, yang dapat diterapi dengan fenitoin.

PREDOMINAN PIKIRAN OBSESIONAL ATAU PENGULANGAN


Dapat berupa gagasan, bayangan mental atau dorongan untuk berbuat. Meskipun isi
pikiran tersebut berbeda-beda, tetapi umumnya hampir selalu menyebabkan distress. Kadanga-
kadang berupa pikiran yang sepele yang tidak ada habisnya untuk dipertimbangkan.
Ketidakmampuan mengambil keputusan atas berbagai alternatif tersebut merupakan unsur
penting dalam banyak penanggulangan obsesional lainnya dan sering kali disertai
ketidakmampuan untuk mengambil keputusan mengenai hal-hal kecil tetapi perlu dalam
kehidupan sehari-hari.

PREDOMINAN TINDAKAN KOMPULSIF


Mayoritas tindakan kompulsif berkaitan dengan kebersihan (khususnya mencuci tangan),
memeriksa berulang untuk meyakinkan bahwa situasi yang dianggapnya berpotensi bahaya tidak
dibiarkan terjadi, atau masalah kerapian dan keteraturan. Perilaku ini dilandasi perasaan takut
terhadap bahaya yang mengancam dirinya atau yang bersumber dari dirinya, dan tindakan ritual
yang dilakukan merupakan ikhtiar simbolik untuk menghindari bahaya tersebut. Tindakan ritual
kompulsif tersebut bisa menyita banyak waktu sampai beberapa jam setiap hari dan kadang
disertai ketidakmampuan mengambil keputusan dan kelambanan yang mencolok. Secara
keseluruhan gejala-gejala tersebut di atas terjadi secara seimbang pada laki-laki dan perempuan.
Tindakan ritual kompulsif lebih jarang disertai depresi dan lebih responsive terhadap
terapi perilaku.

CAMPURAN TINDAKAN DAN PIKIRAN OBSESIONAL


Kebanyakan dari pasien obsesi-kompulsif memperlihatkan unsur dari pikiran yang
obsesional maupun tindakan yang kompulsif. Subkategori ini digunakan apabila keduanya secara
seimbang sama menonjol. Namun jika salah satu memang lebih jelas dominan, sebaiknya
dinyatakan dalam satu kategori yang spesifik, karena pikiran dan tindakan dapat menunjukkan
respon yang berbeda terhadap pengobatan yang berbeda.

F43. REAKSI TERHADAP STRESS BERAT DAN GANGGUAN PENYESUAIAN


Kategori ini berbeda dari kategori lainnya karena ia mencakup gangguan-gangguan yang
tidak hanya diidentifikasi atas dasar simtomatologi dan perjalanan penyakitnya, akan tetapi juga
atas dasar salah satu dari dua faktor pencetus, suatu stress kehidupan yang luar biasa yang
menyebabkan reaksi akut, atau suatu perubahan penting dalam kehidupan yang menimbulkan
situasi tidak enak yang bekelanjutan yang berakibat suatu gangguan penyesuaian. Stress yang
terjadi atau keadaan yang tidak menyenangkan yang berkepanjangan merupakan faktor penyebab
primer dan menentukan, dan tanpa hal itu gangguan tersebut tidak terjadi. Reaksi terhadap stress
berat dan gangguan penyesuaian pada semua kelompok umur termasuk juga anak-anak dan
remaja, dimasukan dalam ketegori ini. Gangguan-gangguan ini dapat dianggap sebagai respon
maladaptif terhadap stress berat atau berkepanjangan, dalam arti mengganggu mekanisme
penyesuaian yang baik dan dengan demikian menjurus kepada problem dalam fungsi sosialnya.
Tindakan pembahayaan diri yang paling sering adalah meracuni diri dengan obat-obatan,
yang waktu terjadinya berkaitan erat dengan onset dari suatu reaksi stress atau gangguan
penyesuaian.
REAKSI STRESS AKUT
Suatu gangguan yang cukup parah yang terjadi pada seseorang tanpa adanya gangguan
jiwa lain yang nyata, sebagai respon terhadap stress fisik maupun mental yang luar biasa dan
yang biasanya menghilang dalam beberapa jam atau hari. Stressornya berupa pengalaman
traumatik yang luar biasa yang dapat meliputi ancaman serius terhadap keamanan atau integritas
fisik dari individu atau orang yang dicintainya, atau perubahan mendadak yang tidak biasa dan
perubahan yang mengancam kedudukan sosial dan /atau jaringan relasi dari yang bersangkutan,
seperti kedudukan yang bertubi-tubi atau kebakaran. Resiko terjadi gangguan ini makn
bertambah bila ada kelelahan fisik atau faktor organik lain (usia lanjut).
Gejalanya biasanya cukup khas berupa reaksi terpaku (daze-bengong), dengan sedikit
penyempitan dari perhatian dan lapangan kesadaran, tidak mampu memahami rangsangan dan
disorientasi. Keadaan ini mungkin diikuti oleh penarikan diri dari situasi lingkungan, atau gejala
agitasi dan aktivitas berlebih (flight reaction or fugue). Gejala otonomik dari anxietas panik
(takikardi, berkeringat, muka merah) lazimnya terjadi. Gejala ini biasanya timbul beberapa menit
dari stimulus yang merupakan stress dan menghilang dalam 2-3 hari

Pedoman diagnostik:Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III


(PPDGJ III)
Harus ada kaitan waktu yang langsung dan jelas antara terjadinya pengalaman stressor
luar biasa dengan onset dari gejala; onset biasanya setelah beberapa menit datau bahkan segera
setelah kejadian. Selain itu ditemukan gejala-gejala :
a. Terdapat gambaran gejala campuran yang biasanya berubah-ubah; selain gejala
permulaan berupa keadaan terpaku (daze). Semua gejala berikut mungkin tampak:
depresif, anxietas, kemarahan, kekecewaan, overaktif dan penarikan diri, akan tetapai
tidak satupun dari jenis gejala tersebut yang mendominasi gambaran klinisnya untuk
waktu lama.
b. Pada kasus-kasus yang dapat dialihkan dari lingkungan stressornya, gejala-gejalanya
dapat menghilang dengan cepat(paling lama beberapa jam); dalam hal dimana stess
menjadi berkelanjutan atau tidak dapat dialihkan, gejala-gejala biasanya baru mulai
mereda setelah 24-48 jam dan biasanya hampir menghilang setelah 3 hari.
GANGGUAN STRESS PASCA TRAUMA
Keadaan ini timbul sebagai respon yang berkepanjangan dan/atau tertunda terhadap
kejadian atau situasi yang menimbulkan stress (baik singkat maupun berkepanjangan) dari yang
bersifat kastatrofik dan menakutkan, yang cenderung menyebabkan distress pada hampir setiap
orang (misalnya musibah alamiah maupun yang dibuat oleh manusia seperti peperangan)
Faktor predisposisi seperti ciri kepribadian (misalnya kompulsif, astenik) atau adanya
riwayat gangguan neurotik sebelumnya, dapat menurunkan ambang kerentanan untuk terjadinya
sindrom ini atau memperberat keadaannya, akan tetapi bukan merupakan hal yang menentukan
untuk terjadinya gangguan ini.
Gejala khas mencakup episode-episode dimana bayangan kejadian traumatik tersebut
terulang kembali, menjauhi orang lain, tidak responsif terhadap lingkungannya, anhedonia,
menghindari aktivitas atau situasi yang berkaitan dengan traumanya. Meskipun jarang, kadang-
kadang bisa terjadi reaksi yang dramatik, mendadak ketakutan, panik atau agresif, yang
dicetuskan oleh stimulus mendadap mengingatkannya kembali pada trauma yang dialaminya
serta reaksi asli terhadap trauma itu.
Onset terjadi setelah terjadi trauma, dengan masa laten yang berkisar antara beberapa
minggu sampai beberapa bulan (jarang sampai 6 bulan). Pada sejumlah kecil pasien, perjalanan
penyakitnya dapat menjadi kronis sampai beberapa tahun dan terjadi transisi menuju suatu
perubahan kepribadian yang berlangsung lama.

Pedoman diagnostik:
Gangguan ini tidak boleh secara umum didiagnosis kecuali ada bukti bahwa timbulnya
dalam waktu 6 bulan dari suatu peristiwa traumatik yang luar biasa berat. Kemungkinan
diagnosis masih dapat ditegakkan apabila tertundanya waktu antara terjadinya peristiwa dan
onset gangguan melebihi waktu 6 bulan, asalkan manifestasi klinisnya khas dan tidak didapat
alternatif lain yang memungkinkan dari gangguan ini. Sebagai tambahan, bukti adanya trauma,
harus selalu ada dalam ingatan, bayangan atau mimpi mengenai peristiwa tersebut secara
berulang-ulang. Sering kali terjadi penarikan diri secara emosional, penumpulan perasaan, dan
penghindaran terhadap stimulis yang mungkin mengingat kembali akan traumanya, akan tetapi
hal ini tidak esensial untuk didiagnosis. Gangguan otonomik, gangguan suasana perasaan dan
kelainan prilaku semuanya mempengaruhi diagnosis tersebut tetapi bukan merupakan hal yang
terlalu penting.
Termasuk: neurosis traumatik

GANGGUAN PENYESUAIAN
Keadaan-keadaan stress yang subjektif dan gangguan emosional, yang biasanya
menggangu kinerja dan funsgsi sosial, dan yang timbul pada periode adaptasi terhadap suatu
perubahan dalam hidup yang bermakna atau terhadap akibat dari peristiwa kehidupan yang
penuh stress (termasuk adanya atau kemungkinan adanya suatu penyakit fisik berat). Stresor
tersebut mungkin sudah berpengaruh terhadap integritas dari hubungan sosial individu atau
terhadap sistem dukungan dan nilai-nilai sosial yang lebih luas (migrasi atau status sebagai
pengungsi). Stresor mungkin hanya berpengaruh terhadap individu atau pun juga terhadap
kelompok dalam masyarakat.
Manifestasi gangguan ini bervariasi dan mencakup afek depresif, anxietas, kecemasan
(atau campuran dari hal-hal tersebut), perasaan tidak mampu menghadapi dan menyesuaikan,
merencanakan masa depan, atau berlanjut dalam situasi sekarang, disertai adanya disabilitas
dalam kinerja kegiatan rutin sehari-hari. Pada remaja, gangguan prilaku (agresif atau disosial)
dapat merupakan ciri gangguan ini.

Pedoman diagnostik:
Diagnosis tergantung pada suatu evaluasi yang teliti terhadap hubungan antara :
1. Bentuk, isi, keparahan gejala;
2. Riwayat dan kepribadian sebelumnya;
3. Kejadian atau situasi yang penuh stress (stressful) atau krisis kehidupan
Adanya faktor ketiga diatas harus ditetapkan dengan jelas dan harus ada bukti yang kuat
dan mungkin dapat diperkirankan, bahwa gangguan tersebut mungkin tidak akan terjadi tanpa
adanya hal tersebut. Apabila stressornya relatif ringan, dan adanya hubungan waktu
(temporal/kurang dari 3 bulan) tidak dapat dibuktikan, maka gangguan tersebut hendaknya
diklasifikasikan ke tempat lain, sesuai ciri-ciri yang ada.

Reaksi Depresif Singkat


Adalah suatu keadaan depresif ringan yang bersifat sementara dengan jangka
waktu tidak melebihi 1 bulan

Reaksi Depresif Berkepanjangan


Keadaan depresif ringan yang terjadi sebagai suatu respon menghadapi suatu
keadaan stress berkepanjangan, akan tetapi tidak melebihi kurun waktu 2 tahun

Reaksi Campuran Anxietas dan Depresi


Gejala anxietas dan depresi keduanya menonjol, akan tetapi tidak lebih berat dari
yang dijumpai pada gangguan campuran anxietas dan depresi (F41.2) atau gangguan
anxietas campuran lainnya (F41.3)

Dengan Predominan Gangguan Emosional Lainnya


Gejala-gejala biasa meliputi berbagai reaksi emosi seperti anxietas, depresi,
kekhawatiran, ketegangan dan amarah. Gejala anxietas dan depresi dapat memenuhi
kriteria untuk gangguan campuran anxietas dan depresif (F41.2) atau anxietas campuran
lainnya (F41.3), akan tetapi tidak sedemikian predominan, sehingga tidak bisa
didiagnosis sebagai gangguan-gangguan depresif ataupun anxietas lain yang lebih
spesifik. Kategori ini juga harus dipakai untuk reaksi anak-anak dimana ditemukan
prilaku regresif, sepeti ngompol dan menghisap jempol

Dengan Predominan Gangguan Tingkah Laku


Gangguan utamanya menyangkut tingkah laku misalnya reaksi duka cita pada
remaja yang menimbulkan prilaku agresif atau disosial.

Dengan Gangguan Campuran Dari Emosi dan Tingkah Laku


Disini baik gejala emosional maupun gangguan tingkah laku merupakan ciri yang
menonjol.

F44. GANGGUAN DISOSIATIF (KONVERSI)


Hal umum yang terlihat pada gangguan disosiatif adalah adanya kehilangan (sebagian
atau seluruh) dari integrasi normal antara: ingatan masa lalu, kesadaran akan identitas dan
penghayatan, dan kendali terhadap gerakan tubuh. Secara normal, terdapat pengendalian secara
sadar sampai taraf tertentu terhadap ingatan dan penghayatan yang dapat dipilih dan
dipergunakan dengan segera, serta gerakan-gerakan yang harus dilaksanakan. Pada gangguan
disosiatif diperkirakan bahwa kemampuan untuk mengendalikan secara sadar dan selektif ini
terganggu, sampai suatu taraf yang dapat bervariasi dari hari ke hari atau bahkan dari jam ke jam.
Gangguan disosiatif diduga merupakan hal yang bersifat psikogenik yang berkaitan
dengan kejadian traumatik, masalah yang tidak dapat diselesaikan dan tidak dapat ditolerir, atau
gangguan dalam pergaulan.
Onset dan berakhirnya keadaan disosiatif sering kali berlangsung mendadak, akan tetapi
jarang sekali dapat dilihat kecuali dalam interaksi atau prosedur teknik-teknik tertentu. Semua
bentuk keadaan disosiatif cenderung berakhir setelah beberapa minggu atau bulan, khususnya
bila onsetnya berkaitan dengan kejadian traumatik dalam kehidupan. Keadaan-keadaan yang
lebih kronis khususnya paralisis dan anestesi dapat terjadi apabila berkaitan dengan kesulitan
interpersonal atau masalah yang tidak terselesaikan. Keadaan disosiatif yang sudah berlangsung
lebih dari 1 atau 2 tahun dan belum berobat ke psikiater, biasanya resisten terhadap terapi.
Individu dengan gangguan disosiatif sering kali menyangkal adanya kesulitan atau
masalah yang sebenarnya cukup jelas bagi orang lain.

Pedoman Diagnostik Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III
(PPDGJ III):
a. Ciri-ciri klinis yang ditentukan untuk masing-masing gangguanyang tercantum pada F44;
b. Tidak ada bukti adanya gangguan fisik yang dapat menjelaskan gejala-gejala tersebut;
c. Bukti adanya penyebab psikologis, dalam bentuk hubungan waktu yang jelas dengan
masalah dan peristiwa yang stressful atau hubungan interpersonal yang terganggu
(meskipun hal tersebut disangkal oleh pasien)

Bukti yang meyakinkan adanya penyebab psikologis mungkin sulit diperoleh, meskipun
sangat dapat diperkirakan. Bila tidak ditemukan adanya bukti penyebab psikologis, maka
diagnosis yang dibuat harus bersifat sementara, sambil upaya pemeriksaan aspek fisik dan
psikologis tetap dilanjutkan.
Termasuk: histeria konversi, reaksi konversi, histeria, psikosis histeris.

AMNESIA DISOSIATIF
Ciri utama adalah hilangnya daya ingat, biasanya mengenai kejadian penting yang baru
terjadi, yang bukan disebabkan karena gangguan mental organik dan terlalu luas untuk dapat
dijelaskan sebagai kelupaan yang umum terjadi atau sebagai kelelahan. Amnesia tersebut
biasanya terpusat mengenai kejadian traumatik, seperti kecelakaan atau kesedihan tak terduga,
dan biasanya parsial dan selektif. Luasnya amnesia yang terjadi bervariasi dari hari ke hari, tetapi
ada hal utama yang lazim dan menetap yang tidak dapat diingat dalam kondisi terjaga.
Kondisi afektif yang menyertai amnesia juga sangat bervariasi, akan tetapi depresi berat
jarang terlihat. Kebingungan, distres, dan berbagai taraf perilaku mencari perhatian dapat
merupakan bagian dari gejala, di lain pihak juga dapat terjadi sikap yang menerima keadaannya
dengan tenang.

Dewasa muda paling lazim terkena. Keadaan yang paling ekstrem biasanya terjadi pada
pria yang sering mengalami stres karena pertempuran.

Pedoman Diagnostik Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III
(PPDGJ III):
a. Amnesia, baik total maupun parsial, mengenai kejadian baru yang bersifat stres atau
traumatik (aspek ini mungkin tampil hanya apabila ada saksi lain yang memberikan
informasi);
b. Tidak ada gangguan otak organik, intoksikasi atau kelelahan yang berlebihan.
FUGUE DISOSIATIF
Fugue disosiatif memiliki semua ciri amnesia disosiatif ditambah gejala melakukan
perjalanan meninggalkan rumah atau tempat kerja yang tampaknya disengaja, dan selama itu
yang bersangkutan tetap dapat mengurus dirinya. Pada beberapa kasus, penderita mungkin
menggunakan identitas baru, biasanya hanya berlangsung beberapa hari, akan tetapi kadang-
kadang dapat juga berlangsung untuk jangka waktu lama. Perjalanan yang terorganisasi mungkin
ke tempat-tempat yang sudah dikenal oleh yang bersangkutan dan yang mempunyai makna
emosional. Meskipun terdapat amnesia, perilaku dari penderita selama kurun waktu ini mungkin
tampak sama sekali normal bagi pengamat lain.
Pedoman Diagnostik Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III
(PPDGJ III):
a. Ciri-ciri amnesia disosiatif (F44.0);
b. Dengan sengaja melakukan perjalanan tertentu melampaui jarak yang biasa dilakukannya
sehari-hari;
c. Tetap mempertahankan kemampuan mengurus diri yang mendasar (makan, mandi, dsb)
dan melakukan interaksi sosial sederhana dengan orang yang belum dikenalnya (misalnya
membeli karcis atau bensin, menanyakan arah, memesan makanan).

STUPOR DISOSIATIF
Perilaku individu memenuhi kriteria untuk stupor, akan tetapi dari pemeriksaan tidak
didapatkan adanya tanda penyebab fisik. Didapatkan bukti adanya penyebab psikogenik dalam
bentuk kejadian-kejadian yang penuh stres atau pun problem sosial atau interpersonal yang
menonjol.
Stupor didiagnosis atas dasar sangat berkurangnya atau hilangnya gerakan-gerakan
volunter dan respon normal terhadap rangsangan dari luar seperti cahaya, suara dan perabaan.
Individu berbaring atau duduk tanpa bergerak-gerak untuk jangka waktu yang lama. Hampir
tidak ada pembicaraan atau gerakan yang spontan atau disengaja. Meskipun dapat terjadi sedikit
gangguan kesadaran, gangguan tonus-tonus otot, gangguan postur tubuh, dan gangguan
pernapasan, kadang gerakan membuka mata atau gerakan mata terkoordinasi masih ada,
sehingga jelas menunjukkan bahwa yang bersangkutan tidak tidur dan tidak kehilangan
kesadaran.

Pedoman Diagnostik Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III
(PPDGJ III):
a. Stupor;
b. Tidak ditemukan adanya gangguan fisik atau gangguan psikiatrik lain yang dapat
menjelaskan keadaan stupor tersebut; dan
c. Adanya masalah atau kejadian baru yang penuh stres.

GANGGUAN TRANS DAN KESURUPAN


Adalah gangguan-gangguan yang menunjukkan adanya kehilangan sementara
penghayatan akan identitas diri dan kesadaran terhadap lingkungannya; dalam beberapa
kejadian, individu tersebut berperilaku seakan-akan dikuasai oleh kepribadian lain, kekuatan
gaib, malaikat atau kekuatan lain. Perhatian dan kewaspadaan menjadi terbatas dan sering kali
gerakan-gerakan, posisi tubuh dan ungkapan kata-katanya juga terbatas dan diulang-ulang.
Gangguan trans yang terjadi selama suatu keadaan skizofrenik atau psikosis akut disertai
halusinasi atau waham, atau kepribadian multipel, tidak boleh dimasukkan dalam kelompok ini.
Demikian pula apabila gangguan trans tersebut ternyata ada kaitan yang erat dengan gangguan
fisik apapun atau dengan intoksikasi zat psikoaktif.

GANGGUAN MOTORIK DISOSIATIF


Adalah kehilangan kemampuan untuk menggerakkan seluruh atau sebagian dari anggota
gerak (tangan atau kaki). Paralysis dapat bersifat parsial, dengan gerakan yang lemah atau
lambat, atau total. Berbagai bentuk dan taraf inkoordinasi (ataksia) dapat terjadi, khususnya pada
kaki dengan akibat ketidakmampuan untuk berdiri tanpa dibantu. Dapat juga terjadi gemetar atau
bergoyang yang berlebihan pada satu ekstremitas atau lebih, atau pada seluruh badan.
Termasuk: afonia psikogenik, disfonia psikogenik.

KONVULSI DISOSIATIF
Dapat menyerupai kejang epileptik dalam hal gerakannya, akan tetapi jarang disertai
lidah tergigit, luka serius karena jatuh saat serangan, dan inkontinensia urin. Tidak dijumpai
kehilangan kesadaran tetapi diganti dengan keadaan seperti stupor atau trans.

ANESTESIA DAN KEHILANGAN SENSORIK DISOSIATIF


Bagian kulit yang mengalami anestesi sering kali mempunyai batas yang tegas. Dapat
pula terjadi hilangnya fungsi penginderaan yang tidak mungkin disebabkan oleh kerusakan
neurologis. Hal ini dapat disertai keluhan parestesia.
Kehilangan penglihatan jarang bersifat total pada gangguan disosiatif, lebih banyak
berupa gangguan ketajaman penglihatan. Meskipun ada gangguan penglihatan, mobilitas pasien
serta kemampuan motoriknya sering kali masih baik.
Termasuk: tuli psikogenik.

GANGGUAN DISOSIATIF (KONVERSI) CAMPURAN


Campuran dari gangguan-gangguan di atas (F44.0 F44.6) harus dimasukkan dalam
kategori ini.

GANGGUAN DISOSIATIF (KONVERSI) LAINNYA:


Gangguan Kepribadian Multipel
Ciri utama adalah adanya dua atau lebih kepribadian yang jelas pada satu individu
dan hanya satu yang tampil untuk setiap saatnya. Masing-masing kepribadian tersebut
memiliki ingatan, perilaku, dan kesenangan sendiri-sendiri yang mungkin sangat berbeda
dengan kepribadian pramorbidnya.
Dalam bentuk lazim, salah satu kepribadian biasanya lebih dominan. Meskipun
demikian, tidak satu pun yang mampu mengetahui memori dari yang lain. Perubahan dari
satu kepribadian ke lainnya biasanya pada mulanya berlangsung mendadak dan berkaitan
erat dengan peristiwa traumatik.

F45. GANGGUAN SOMATOFORM


Ciri utama dari gangguan somatoform adalah adanya keluhan gejala fisik yang berulang
yang disertai dengan permintaan pemeriksaan medis, meskipun sudah berkali-kali terbukti
hasilnya negatif dan juga sudah dijelaskan oleh dokterbahwa tidak ada kelainan fisik yang
mendasari keluhannya. Seandainya ada ganguan fisik, maka gangguan tersebut tidak
menjelaskan gejala atau distress dan preokupasi yang dikemukakan pasien. Pasien biasanya
menolak upaya-upaya untuk membahas kemungkinan adanya penyebab psikologis, bahkan
ditemukan gejala anxietas dan depresi yang nyata. Taraf pengertian, baik fisik maupun
psikologis, yang dapat dicapai perihal kemungkinan penyebab gejala-gejalanya sering kali
mengecewakan dan menimbulkan frustasi pada kedua belah pihak, baik pasien maupun dokter.

GANGGUAN SOMATISASI
Ciri utamanya adalah gejala-gejala fisik yang bermacam-macam (multiple), berulang dan
sering berubah-ubah, yang biasanya sudah berlangsung beberapa tahun sebelum pasien datang ke
psikiater. Kebanyakan pasien mempunyai riwayat pengobatan yang panjang dan sangat
kompleks, baik ke pelayanan kesehatan dasar, maupun spesialistik, dengan hasil pemeriksaan
atau bahkan operasi yang negatif. Keluhannya dapat mengenai setiap sistem atau bagian tubuh
manapun, tetapi yang paling lazim adalah yang mengenai keluhan gastrointestinal (perasaan
sakit, kembung, berdahak, muntah, mual, dsb) dan keluhan-keluhan perasaan abnormal kulit
(gatal, rasa terbakar, kesemutan, baal, pedih, dsb) serta bercak-bercak pada kulit. Keluhan
mengenai seks dan haid juga lazim terjadi.
Perjalanan gangguan ini bersifat menahun dan berflutuasi, dan sering kali disertai
ketidakserasian dari perilaku sosial, interpersonal dan keluarga yang berkepanjangan. Gangguan
ini jeuh lebih sering terjadi pada wanita daripada pria, dan biasanya mulai pada usia dewasa
muda.
Ketergantungan pada dan penyalahgunaan obat-obatan (biasanya sedativa dan analgetika)
sering kali akibat seringnya menjalani rangkaian pengobatan.

Pedoman diagnostik Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III
(PPDGJ III):
a. Ada banyak dan berbagai gejala fisik yang tidak dapat dijelaskan adanya dasar kelainan
fisik yang memadai, yang sudah berlangsung sekurangnya 2 tahun
b. Selalu tidak mau menerima nasihat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ada
kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan-keluhannya
c. Terdapat hendaya dalam taraf tertentu dalam berfungsinya di masyarakat dan keluarga
yang berkaitan dengan sifat keluhan-keluhannya dan dampak pada perilakunya

GANGGUAN SOMATOFORM TAK TERINCI


Bilamana keluhan fisik bersifat multipel, bervariasi dan menetap, akan tetapi gambaran
klinis yang khas dan lengkap dari gangguan somatisasi tidak terpenuhi, sebaiknya digunakan
kategori ini. Misalnya saja cara mengemukakan keluhan-keluhan tidak dramatis dan tidak kuat,
keluhan-keluhannya tidak terlalu banyak, atau tidak ada gangguan pada fungsi sosial dan fungsi
keluarganya. Kategori ini kemungkinan ada atau tidak ada dasar faktor penyebab psikologis,
akan tetapi tidak boleh ada dasar fisik untuk keluhan-keluhannya yang digunakan sebagai dasar
diagnosis psikiatrik.

GANGGUAN HIPOKONDRIK
Ciri utama dari gangguan ini adalah adanya upaya preokupasi yang menetap akan
kemungkinan menderita satu atau lebih gangguan fisik yang serius dan progresif. Pasien
menunjukkan keluhan-keluhan somatik yang menetap atau preokupasi yang menetap dengan
penampilan fisiknya. Pengindraan dan penampilan yang normal sebenarnya biasa dan oleh
pasien sering kali ditafsirkan sebagai abnormal dan tidak mengenakkan, dan perhatiannya
biasanya hanya terfokus pada satu atau dua organ atau sistem tubuhnya. Pasien dapat
menyebutkan penyakit atau perubahan apa yang ditakutkannya, akan tetapi intensitas keyakinan
terhadap kelainan yang ditakutkannya tersebut biasanya bervariasi dalam beberapa konsultasi.
Pasien biasanya masih juga mengajukan kemungkinan bahwa ada gangguan fisik lain atau
tambahan disamping apa yang sudah dikemukakan sebelumnya.
Depresi dan anxietas sering kali menonjol. Sindrom ini terjadi pada pria maupun wanita
dan tidak ada karakteristik khusus mengenai keluarga (berbeda dengan gangguan somatisasi)

Pedoman diagnostik Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III
(PPDGJ III):
a. Keyakinan yang menetap perihal adanya sekurang-kurangnya satu penyakit fisik yang
serius yang menlandasi leuhan atau keluhan-keluhannya, meskipun pemeriksaan yang
berulang tidak menunjang adanya alasan fisik yang memadai, ataupun adanya preokupasi
yang menetap terhadap adanya deformitas atau perubaahn bentuk/penampakan.
b. Penolakan yang menetap dan tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari
beberapa dokter bahwa tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang melandasi
keluhan-keluhannya.
DISFUNGSI OTONOMIK SOMATOFORM
Keluhan-keluhan fisik yang disampaikan oleh pasien seakan-akan merupakan gejala dari
sistem saraf otonom, misalnya sistem kardiovaskular, gastrointestinal atau pernafasan.

Pedoman diagnostik Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III
(PPDGJ III):
a. Adanya gejala-gejala bangkitan otonomik, seperti palpasi, berkeringat, tremor, muka
merah, yang menetap dan mengganggu
b. Gejala subjektif tambahan yang mengacu kepada sistem atau organ tertentu
c. Preokupasi dengan distress mengenai kemungkinan adanya gangguan yang serius (sering
tidak begitu khas), dari sistem atau organ tertentu, yang tidak terpengaruh oleh hasik
pemeriksaan berulang, maupun penjelasan dan peneguhan oleh para dokter
d. Tidak terbukti adanya gangguan yang bermakna pada struktur atau fungsi dari sistem atau
organ yang dimaksud

GANGGUAN NYERI SOMATOFORM MENETAP


Keluhan yang predominan adalah nyeri yang hebat, menyiksa dan menetap, yang tidak
dapat dijelaskan sepenuhnya atas dasar proses fisiologis maupun adanya gangguan fisik. Nyeri
timbul dalam hubungan dengan adanya konflik emosional atau problem psikososial yang cukup
jelas untuk dapat dijadikan alasan dalam mempengaruhi terjadinya gangguan tersebut.
GANGGUAN SOMATOFORM LAINNYA
Pada gangguan ini, keluhan-keluhannya tidak melalui sistem saraf otonom, dan secara
spesifik terbatas pada bagian tubuh atau sistem tertentu.
Gangguan berikut juga dimasukkan dalam kelompok ini:
1. globulus hystericus perasaan ada benjolan di kerongkongan yang menyebabkan
disfagia) dan bentuk disfagia lainnya
2. torticollis psikogenik, dan gangguan gerakan spasmodik lainnya (kecuali sindrom
Tourette)
3. Pruritus psikogenik (tidak termasuk lesi kulit khas seperti alopesia, dermatitis,
eksema,atau utrikaria oleh penyebab psikogenik
4. Dismenore psikogenik
5. teeth grinding

F48. GANGGUAN NEUROTIK LAINNYA:


Neurastenia
Terdapat dua tipe utama:
1. Tipe Pertama: Keluhan utamanya adalah kelelahan setelah suatu kegiatan mental
yang sering kali disertai menurunnya prestasi kerja serta menurunnya efisiensi
tugas sehari-hari. Kelelahan mental digambarkan sebagai adanya pikiran-pikiran
yang mengganggu atau ingatan-ingatan yang tidak menyenangkan, sulit
konsentrasi dan tidak efisien dalam berpikir.

2. Tipe Kedua: Keluhan utamanya ditekankan pada kelemahan fisik atau badaniah
dan kelelahan hanya karena kegiatan ringan saja, disertai perasaan nyeri dan sakit
otot-otot dan tidak mampu untuk bersantai (relax).

Pada kedua tipe tersebut, sering ditemukan juga berbagai keluhan fisik seperti
pusing kepala, sakit kepala karena ketegangan, dan perasaan tidak mantap. Juga sering
ditemukan kekhawatiran akan menurunnya kesehatan badan maupun mental, gampang
tersinggung, tidak ada semangat, dan berbagai keluhan depresi dan anxietas ringan. Tidur
biasanya terganggu pada fase awal dan fase pertengahan masa tidur.
Pedoman Diagnostik:
a. Adanya keluhan-keluhan yang menetap dan mengganggu berupa meningkatnya
rasa lelah setelah suatu kegiatan mental, atau keluhan yang juga menetap dan tak
enak mengenai kelemahan badaniah dan kehabisan tenaga hanya sesudah kegiatan
ringan saja.
b. Paling sedikit ada dua dari hal-hal tersebut di bawah ini:
Perasaan sakit dan nyeri otot-otot
Pusing kepala
Nyeri kepala (tension headache)
Gangguan tidur
Tidak bisa bersantai
Mudah tersinggung
Dispepsia
c. Setiap gejala otonomik atau pun depresif yang ada, tidak cukup berat untuk dapat
memenuhi kriteria salah satu dari gangguan yang lebih khas di dalam klasifikasi
ini.

Termasuk: sindrom kelelahan (fatigue syndrome)

Sindrom Depersonalisasi-derealisasi
Pada gangguan ini penderita mengeluh bahwa aktivitas mentalnya, tubuh,
dan/atau lingkungannya menjadi berubah kualitasnya, sehingga menjadi tidak nyata,
asing atau menjadi seperti robot. Penderita merasa bahwa mereka tidak lagi menguasai
pikirannya sendiri; bahwa gerakan dan perilaku mereka bukan dari dirinya sendiri; bahwa
tubuhnya sudah tak bernyawa, asing atau ada kelainan; dan bahwa lingkungannya
kehilangan warna dan tidak hidup lagi dan tampak semu, atau seperti panggung dimana
orang-orang hanya sebagai pemain sandiwara. Keluhan hilangnya perasaan/emosi adalah
yang paling sering dijumpai.

Pedoman Diagnostik Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III
(PPDGJ III):
a. Gejala depersonalisasi, yaitu individu merasa bahwa perasaannya dan/atau
pengalamannya terasa seperti terlepas dari dirinya, bukan dari dirinya;
b. Gejala derealisasi, yaitu objek, orang dan/atau lingkungannya menjadi seperti
tidak nyata, semu, tanpa warna, tidak hidup;
c. Memahami bahwa hal tersebut merupakan perubahan spontan dan subjektif, dan
bukan disebabkan oleh kekuatan dari luar atau orang lain;
d. Penginderaan tidak terganggu dan tidak ada keadaan kebingungan toksik atau
epilepsi.

Gangguan Neurotik Lainnya


Mencakup gangguan-gangguan campuran dari perilaku, keyakinan, dan emosi
yang tidak jelas penyebab dan yang terjadi dengan frekuensi tertentu di dalam lingkungan
budaya tertentu; sebagai contoh: sindrom koro (anxietas dan ketakutan bahwa penisnya
akan tertarik ke dalam rongga perut dan menyebabkan kematian) dan latah (perilaku
imitative dan respon).
DAFTAR PUSTAKA

1. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010.


2. Kaplan and Sadock`s. Comprehensive Textbook of Psychiatry 18 th edition: Anxiety
Disorders. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 1998.
3. Kaplan and Sadock`s. Comprehensive Textbook of Psychiatry 18 th edition: Somatoform
Disorders. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 1998.
4. Kaplan and Sadock`s. Comprehensive Textbook of Psychiatry 18 th edition: Dissociative
Disorders. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 1998.
5. Maramis, W.F. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga University; 2008.
REFERAT

Pembimbing :
dr. Rusdi Effendi, Sp. KJ
Disusun Oleh :
Faizah Afnita Kamrasyid
2012730039

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT JIWA


RUMAH SAKIT JIWA ISLAM JAKARTA KLENDER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2017

KATA PENGANTAR

AssalamualaikumWr.Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Referat ini tepat waktu. Shalawat serta salam
semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, serta para pengikutnya hingga akhir
zaman. Referat dibuat dengan tujuan memenuhi tugas di stase ilmu penyakit jiwa.
Terimakasih penulis ucapkan kepada pembimbing dr.Rusdi Efendi,Sp.KJ yang telah
membantu serta membimbing penulis dalam kelancaran pembuatan laporan ini. Semoga referat
ini dapat bermanfaat kepada penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Penulis harap kritik dan saran dari para pembaca untuk menambah kesempurnaan referat
ini. Penulis mohon maaf apabila ada kesalahan dan kekurangan dalam penulisan.
WassalamualaikumWr.Wb

Jakarta, Juli 2017


Penulis

Anda mungkin juga menyukai