Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KELOMPOK SISTEM ONKOLOGI

Modul II BENJOLAN

DI LEHER

OLEH :
KELOMPOK A-1

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2008

NAMA ANGGOTA KELOMPOK

ASWAN MUHAMMAD ADRI ALIFANSYAH AMEL KURNIA EKA SARI RAFIKAH ASVINA ANIS AFDALIAH SUKMAWATI DWI SETIA NINGRUM JORIANTO MUNTARI SYUKRI LA RANTI MEILIANA LAY JERNI RAHMAWATI WISNU ADRYANTO FARHAN HAFIZ

C111 06 C111 07 C111 07 015 C111 07 047 C111 07 071 C111 07 114 C111 07 130 C111 07 147 C111 07 163 C111 07 180 C111 07 198 C111 07 214 C111 07 250 C111 07 268 C111 07 343

1. Skenario

Benjolan di leher Seorang laki-laki 40 tahun datang ke Puskesmas dengan keluhan benjolan pada leher bagian lateral, yang dirasakannya sejak 4 bulan yang lalu. Benjolan ini mula-mula tidak

kecil, yang kemudian membesar dengan cepat. Benjolan teraba keras nyeri. Penderita mengeluh sakit kepala.

tetapi

2. Kata Kunci Pasien: Laki laki 40 tahun KU: Benjolan pada lateral leher, teraba keras, membesar progresif, tidak nyeri Onset: 4 bulan lalu Gejala Lain: Sakit kepala

3. Pertanyaan

1. Bagaimana anatomi yang terkait dengan keluhan pasien di atas? 2. Bagaimana patomekanisme timbulnya gejala? 3. Apa saja anamnesis dan pemeriksaan tambahan yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis? 4. Apa saja penyakit yang bisa menimbulkan benjolan pada leher?

4. Jawaban

1. Anatomi yang berkaitan dengan kasus Pasien pada kasus mengalami benjolan pada lehernya. Sumber benjolan ini bisa berasal dari jaringan otot, lemak, kulit, tulang, maupun kelenjar tiroid, paratiroid dan kelenjar getah bening. Namun karena keterbatasan info sulit untuk menentukan struktur yang menjadi sumber benjolan pada kasus ini. Namun secara garis besar, jika suatu benjolan timbul pada daerah leher, maka organ yang bisa dicurigai mengalami gangguan adalah:
3

a. Kelenjar getah bening (KGB) Kelenjar getah bening adalah bagian dari sistem pertahanan tubuh kita. Tubuh kita memiliki kurang lebih sekitar 600 kelenjar getah bening, namun hanya didaerah submandibular (bagian bawah rahang bawah; sub: bawah;mandibula:rahang bawah), ketiak atau lipat paha yang teraba normal pada orang sehat.

Sistema Lympathica Colli Facialis Gugusan superficialis berjalan mengikuti vena superficialis dan gugusan profunda berjalan mengikuti arteria atau seringkali mengikuti vena profunda. Gugusan superficialis membentuk suatu lingkaran pada perbatasan leher dan kepala yang dinamakan lingkaran pericervicalis atau cervical Collar, meliputi l.n.occipitalis, l.n.mastoideus (l.n.retro auricularis), l.n.preauricularis (l.n.parotideus superficialis), l.n.parotideus profundus, l.n.submandibularis dan l.n.submentalis. L.n.occipitalis terletak pada serabut-serabut cranialis m.trapezius, ditembusi oleh v.occipitalis, kira-kira 2,5 cm di sebelah infero-lateralis inion. Menerima aliran lymphe dari bagian belakang kepala dan mengirimkannya kepada lymphonodi cervicales profundi dengan melewati bagian profunda m.sternocleidomastoideus.

L.n.pre-auricularis terletak pada glandula parotis sepanjang vena temporalis superficialis dan vena facialis transversa. Menerima pembuluh afferen dan kepala (scalp), auricula, palpebra dan pipi. Dan mengirim pembuluh afferen menuju ke l.n.cervicalis superficialis.

L.n.submentalis berada di antara kedua venter anterior m.digasticus, pada permukaan inferior dari m.mylohyoideus, membawa lymphe dari lidah bagian tengah (juga apex lingua) dan dari labium inferius.

L.n.submandibularis biasanya dikelompokkan pada gugusan superficialis, meskipun membawa drainage dari lidah dan glandula submandibulare. Lymphonodus ini terletak pada vena facialis di sebelah caudal dari mandibula, dimana vena ini menerima v.retromandibularis. pembuluh efferen membawa aliran lymphe menuju ke l.n.cervicalis profundus pars cranialis.

Masih ada lymphonodus lainnya, yaitu l.n.facialis yang merupakan perluasan ke cranialis dari l.n.submandibularis dengan mengikuti vena facialis, berada pada facies.

L.n.cervicalis anterior berada sepanjang v.jugularis anterior, menerima lymphe dari bagian tengah (linea mediana) leher dan mengalirkan lymphenya menuju ke l.n.cervicalis profundus; gugusan ini dapat dianggap menerima afferen dari l.n.submentalis.

L.n.cervicalis superficialis berada sepanjang v.jugularis externa. Menerima aliran lymphe dari kulit pada angulus mandibulae, regio parotis bagian caudal dan telinga, dan membawa aliran lymphenya menuju ke l.n.cervicalis profundus. Semua lymphonodi akan memberi aliran lymphenya kepada l.n.cervicalis profundus. Diantara gugusan superficial dan gugusan profunda terdapat gugusan intermedis, yang terdiri atas : L.n.infrahyoideus yang berada pada membrana thyreo-hyoidea, menerima afferen yang berjalan bersama-sama dengan a.laryngea superior dan berasal dari larynx di bagian cranialis plica vocalis. L.n.prelaryngealis yang berada pada ligamentum cricothyreoideum, menerima lymphe dari larynx di bagian cranialis plica vocalis, berada pada vasa thyreoidea superior. L.n.paratrachealis yang berada pada celah di antara trachea dan oesophagus, menerima lymphe dari glandula thyreoidea dan struktur di sekitarnya, pembuluh efferennya mengikuti vasa thyreoidea inferior menuju ke l.n.cervicalis profundus (dan l.n.mediastinalis superior).

L.n.cervicalis profundus terletak di sebelah profunda m.sternocleidomastoideus sepanjang carotid sheath. Terdiri atas banyak lymphonodus, berada pada vena jugularis interna, mulai dari basis cranii sampai di sebelah cranialis clavicula dan dibagi oleh venter inferior m.omohyoideus menjadi gugusan superior dan gugusan infeior. Gugsan superior atau l.n.cervicalis profundus pars superiro tereltak di sebelah cranialis cartilago thyreoidea, menerima afferen dari cavum cranii, regio pterygoidea, l.n.parotideus dan l.n.submandibularis, radix linguae, pars cranio-lateralis glandula thyreoidea, larynx dan pharynx bagian caudal. Mengirimkan efferennya menuju ke l.n.cervicalis profundus pars inferior. Terdapat perluasan dari l.n.cervicalis profundus pars superior yang menuju ke arah medial dan membentuk l.n.retropaharyngealis (berada di dalam spatium retropharyngeum), menerima lymphe dari nasopharynx, tuba auditoria dan dari vertebra cervicalis, mengirimkan lymphenya
5

menuju kepada l.n.cervicalis profundus pars superior dengan mengikuti vena pharyngealis. L.n.cervicalis profundus pars superior dan juga dari l.n.cervicalis superficialis, pars caudalis glandula thyreoidea, larynx bagian cudal, trachea pars cervicalis dan oesophagus. Pembuluhpembuluh efferen membentuk sebuah pembuluh besar (jugular trunk) dan bermuara ke dalam ductus thoracicus (dibagian kiri) serta ductus lymphaticus dexter (bagian kanan). Pada tempat persilangan antara m.digastricus dan vena jugularis interna trdapat

l.n.juguladigastricus. Gugusan lymphonodus yang terletak di sebelah cranialis venter inferior m.omhyoideus pada saat otot ini menyilang v.jugularis interna membentuk l.n.jugulo-omohyoideus.

Gambar 1: Gambar Kelenjar Getah Bening Pada Daerah Leher

Gambar 2: Mekanisme Kerja Saluran Limfe Limfatikus

Gambar 3: Histologi LimfeNodus

Terbungkus kapsul fibrosa yang berisi kumpulan sel-sel pembentuk pertahanan tubuh dan merupakan tempat penyaringan antigen (protein asing) dari pembuluh-pembuluh getah bening yang melewatinya. Pembuluh-pembuluh limfe akan mengalir ke KGB sehingga dari lokasi KGB akan diketahui aliran pembuluh limfe yang melewatinya. Oleh karena dilewati oleh aliran pembuluh getah bening yang dapat membawa antigen (mikroba, zat asing) dan memiliki sel pertahanan tubuh maka apabila ada antigen yang menginfeksi maka kelenjar getah bening dapat menghasilkan sel-sel pertahanan tubuh yang lebih banyak untuk mengatasi antigen tersebut sehingga kelenjar getah bening membesar. Pembesaran kelenjar getah bening dapat berasal dari penambahan sel-sel pertahanan tubuh yang berasal dari KBG itu sendiri seperti limfosit, sel plasma, monosit dan histiosit,atau karena datangnya sel-sel peradangan (neutrofil) untuk mengatasi infeksi di kelenjar getah bening (limfadenitis), infiltrasi (masuknya) sel-sel ganas atau timbunan dari penyakit metabolit makrofag (gaucher disease) Dengan mengetahui lokasi pembesaran KGB maka kita dapat mengerahkan kepada lokasi kemungkinan terjadinya infeksi atau penyebab pembesaran KGB.

b. Faring

Nasopharynx Merupakan bagian yang paling luas dari cavum pharyngis. Terletak di belakang cavum nasi dan cranialis dari palatum molle (palatum molle dapat dianggap membentuk lantai nasopharynx). Ruangan ini dapat dipisahkan sama sekali dari oropharynx dengan mengangkat palatum molle ke arah dinding posterior pharynx. kE arah anterior berhubungan dengan cavum nasi dengan melalui choanae. Bagian ini semata-mata dilalui oleh udara respirasi. Pada setiap dinding lateral nasopharynx terdapat muara dari tuba auditiva (tuba pharyngotympanica). Lubang ini terletak ssetinggi concha nasalis inferior dan dibatasi di sebelah postero-superior oleh torus tubarius, yaitu suatu penonjolan yang disebabkan oleh pars medialis dari tuba auditiva. Di sebelah dorsal dari tonjolan ini terdapat recessus pharyngeus (rosenmuelleri) yang berjalan vertikal. Pada ostium pharyngeum tubae auditivae terbentuk labium anterius dan labium posterior, dan labium posterius melanjutkan diri ke caudal pada plica salpingopharyngealis, yaitu suatu plica yang dibentuk oleh membrana mucosa yang membungkus m.salpingo pharyngeus. Di bagian cranialis dinding posterior nasopharynx terdapat tonsilla pharyngea, yang bertumbuh sampai usia anak 6 tahun, lalu mengalami retrogresi. Bilamana terjadi hypetrophi maka nasopharynx dapat tertutup dan memberi gangguan respirasi. Di sebelah dorsal tuba auditiva terdapat kumpulan jaringan lymphoid yang membentuk tonsilla tubaria. Pembesaran dari tonsilla ini dapat menekan tuba auditiva dan menghalangi aliran udara yang menuju ketelinga bagian tengah. Pembesaran dari tonsilla pharyngea dan tonsilla tubaria akan membentuk adenoid.

Oropharynx Terletak di sebelah dorsal cavum oris, di sebelah caudal dari palatum molle dan di sebelah cranialis aditus laryngis. Mempunyai hubungan dengan cavum oris melalui isthmus oropharyngeum (= isthmus faucium). Batas lateral isthmus faucium dibentuk oleh arcus palatoglossus, yang melekat dari palatum molle menuju ke sisi lidah (kira-kira di bagian posterior pertengahan lidah). Di sebelah posteriornya lagi terdapat arcus palatopharyngeus yang berasal dari tepi posterior palatum molle menuju ke caudo-dorsal mencapai dinding lateral pharynx. Arcus palatopharyngeus, arcus

palatopharyngeus dan bagian posterior sisi lingua membentuk fossa tonsillaris yang ditempati oleh tonsilla palatina.

Laryngopharynx Bagian ini berada di sebelah dorsal larynx. Ke arah cranialis berhubungan dengan oropharynx (hubngan bebas) dan ke arah caudalis melanjutkan diri menjadi oesophagus. Aditus laryngis terletak pada dinding anterior laryngopharynx. Facies posterior dari cartilago arytaenoidea dan cartilago cricoidea membentuk dinding anterior laryngopharynx.

Vascularisasi, innervasi dan lymphonodus Dinding pharynx mendapat suplai darah dari a.pharyngea ascendens (sebagai cabang dari a.carotis externa), a.palatina ascendens (cabang dari a.facialis) dan a.palatina major (cabang dari a.maxillaris). Pembuluh vena membentuk plexus pharyngeus pada dinding posterior dan dinding lateral pharynx dan memberi aliran darahnya kepada v.jugularis interna. Innervasi motoris untuk otot-otot pharynx diperoleh dari plexus pharyngeus terkecuali m.stylopharyngeus yang mendapatkan innervasi dari r.muscularis n.glossopharyngeus. kelenjar pharyngealis (terutama pada nasopharynx) mendapatkan serabut secretomotoris dari

r.pharyngealis yang dikeluarkan oleh ganglion pterygopalatinum. Innervasi sensibel untuk membrana mucosa diperoleh dari plexus pharyngeus.

2. Patomekanisme timbulnya gejala

Nyeri kepala adalah perasaan sakit atau nyeri, termasuk rasa tidak nyaman yang menyerang daerah tengkorak (kepala) mulai dari kening kearah atas dan belakang kepala. dan daerah wajah. IHS tahun 1988 menyatakan bahwa nyeri pada wajah termasuk juga dalam sakit kepala. Dalam buku2 teks dan jurnal banyak memakai klasifikasi 1962, dan klasifikasi terbaru adalah INS 1988 yang akan dipakai dalam ICD-WHO ke-X ada beberapa terminologi yang harus dibedakan seperti : Pusing = vertigo, ringan kepala= like headedness, pening = dizziness, rasa ingin pingsan = faintness, kepala berdenyut tujuh keliling dan sebagainya.

Definisi menurut IASP (International assosiation for the study of pain): Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang sedang terjadi atau telah terjadi atau yang digambarkan dengan kerusakan jaringan Mekanisme nyeri : Nociseptor yang diterima reseptor di kulit, pembuluh darah, visera, muskulusskeletal,dan lainlain, jalannya sebagai berikut : reseptor-- korteks. Dari sini baru thalamus medulla spinalis syaraf tepi ada reaksi emosi psikis motorik tanpa ada modulasi, sedangkan dalam perjalanan hanya kesan sensorik. Batasan sekarang : nyeri adalah pengalaman subjektif, sangat pribadi dipengaruhi oleh pendidikan, budaya, makna situasi dan kognitif ( menurut Bonica,Melzack).

Ada beberapa teori mengenai mekanisme nyeri kepala : - Teori Melzack & Wall (1985) : Teori gerbang nyeri bahwa : Nyeri diteruskan dari perifer melalui saraf kecil A delta dan C rasa raba, mekanik dan termal melalui A delta A beta dan C ( serabut besar, kecepatan hantar serabut besar lebih tinggi dari serabut kecil ). Disubstamtia Gelatinosa (SG) ada sel-sel gerbang yang dapat bekerja menutup dan membuka sel T (targaet). Serabut besar aktif merangsang sel gerbang di SG, sel gerbang aktif dan sel T tertutup, maka nyeri tidak dirasa. Serabut kecil aktif, sel SG tidak aktif, dan sel T terbuka maka nyeri dirasa. Bila dirangsang bersama-sama, misal antara rasa raba, mekanik,vibrasi,dll dengan rangsang nyeri maka nyeri tidak dirasa (seperti pada teknik tens, DCS, koyo-koyo, dll.) Didapatkan kontrol desenden ke medulla spinalis dari pusat2 supra spinal (emosi,pikiran, dll). - Konsep II: Central Biasing mekanism Diduga ada daerah batang otak jadi CBM yang menyebarkan impuls nyeri keberbagai tempat diotak dan dapat menimbulkan inhibisi ke medulla spinalis. Ternyata formatioreticularis periacuaductus dan peri-ventriculer kaya akan reseptor-reseptor morpin dan serotonin. - Konsep III ; Pembangkit pola Bila nyeri khronik telah membuat pola (gambar diotak), yang dapat dicetuskan oleh input sensorik lain.

Mekanisme Terjadinya Timbulnya Benjolan Pada Leher Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan timbulnya benjolan pada leher, seperti trauma, infeksi, hormon, neoplasma dan kelainan herediter. Faktor-faktor ini bekerja dengan
10

caranya masing-masing dalam menimbulkan benjolan. Hal yang perlu ditekankan adalah tidak selamanya benjolan yang ada pada leher timbul karena kelainan yang ada pada leher. Tidak jarang kelainan itu justru berasal dari kelainan sistemik seperti limpoma dan TBC. Hampir semua struktur yang ada pada leher dapat mengalami benjolan entah itu kelenjar tiroid, paratiroid dan getah bening, maupun benjolan yang berasal dari struktur jaringan lain seperti lemak, otot dan tulang. Infeksi dapat menyebabkan timbulnya benjolan pada leher melalui beberapa cara yang di antaranya berupa benjolan yang berasal dari invasi bakteri langsung pada jaringan yang terserang secara langsung maupun benjolan yang timbul sebagai efek dari kerja imunitas tubuh yang bermanifestasi pada pembengkakan kelenjar getah bening. Mekanisme trauma dalam menimbulkan benjolan pada leher agak menyerupai mekanisme infeksi. Hanya saja trauma yang tidak disertai infeksi sekunder pada umumnya tidak menyebabkan pembesaran kelenjar getah bening. Jika jaringan tubuh manusia terkena rangsangan berupa trauma dan reaksi imun, maka otomatis sel-sel akan mengalami gangguan fisiologis. Sebagai responnya, sel tubuh terutama mast sel dan sel basofil akan mengalami granulasi dan mengeluarkan mediator radang berupa histamin, serotonin, bradikinin, sitokin berupa IL-2, IL-6 dan lain-lain. Mediator-mediator radang ini terutama histamin akan menyebabkan dilatasi arteriola dan meningkatkan permeabilitas venula serta pelebaran intraendothelialjunction. Hal ini mengakibatkan cairan yang ada dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya sehingga timbul benjolan pada daerah yang terinfeksi ataupun terkena trauma. Infeksi dapat menimbulkan pembesaran kelenjar limfe karena apabila mekanisme pertahanan tubuh berfungsi baik, sel-sel pertahanan tubuh seperti makrofag, neutrofil dan sel T akan berupaya memusnahkan agen infeksius sedangkan agen infeksius itu sendiri berupaya untuk menghancurkan sel-sel tubuh terutama eritrisot agar bisa mendapatkan nutrisi. Kedua upaya perlawanan ini akan mengakibatkan pembesaran kelenjar limfe karena bekerja keras untuk memproduksi sel limfoid maupun menyaring sel tubuh yang mengalami kerusakan dan agen infeksius yang masuk agar tidak menyebar ke organ tubuh lain.

Sedangkan mekanisme timbulnya benjolan akibat neoplasma entah itu di otot, sel limfoid, tulang maupun kelenjar secara umum hampir sama. Awalnya terjadi displasia dan metaplasia pada sel matur akibat berbagai faktor sehingga diferensiasi sel tidak lagi sempurna. Displasia ini menimbulkan sejumlah kelainan fisiologis molekuler seperti peningkatan laju
11

pembelahan sel dan inaktifasi mekanisme bunuh diri sel terprogram. Hal ini berakibat pada proliferasi sel tak terkendali yang bermanifestasi pada timbulnya benjolan pada jaringan. Neoplasma dapat terjadi pada semua sel yang ada di leher entah itu kelenjar tiroid-adenoma tiroid, lemak-lipoma, kartilago-kondroma, jaringan limfe-limfoma maupun akibat dari metastase kanker dari organ di luar leher.

Pada kasus dikatakan bahwa pasien mengalami benjolan pada leher yang mengalami pembesaran secara progresif namun tidak nyeri pada penekanan. Namun pasien juga mengalami gejala sakit kepala. Sulit untuk menentukan mekanisme pasti timbulnya gejala pada pasien ini tanpa informasi lain mengenai penyakit terdahulu pasien, lokalisasi benjolan dan nyeri kepala serta sejumlah pemeriksaan fisik untuk membedakan asal dan organ yang mengalami benjolan.

3. Anamnesis dan pemeriksaan tambahan yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis

Anamnesis, Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Jika ditemukan pasien dengan keluhan seperti yang terdapat pada kasus maka beberapa hal yang perlu dilakukan pada pasien untuk mengarahkan diagnosis adalah sebagai berikut:

Anamnesis
Lokasi Benjolan

Pemfis
Menentukan Lokasi dan Asal Benjolan: Kulit, Otot, Lemak, Kelenjar

Penunjang
Radiologi:
Lab
Esofagografi, CT-Scan USG

Gejala Tambahan Lainnya Seperti Mual, Muntah, Sesak Nafas, Sulit Menelan, Epistaksis Menentukan Ada Tidaknya Benjolan yang Lain Riwayat Penyakit Sebelumnya

Riwayat Keluarga

Memeriksa ada Tidaknya Kelainan Fisik Lain: Defisit Neurologis dll

Bakteriologi Tumor Marker: Kalsitonon-Tiroglobulin, IgA anti EBV-VCA Biopsi FNAB

12

Sedangkan alur diagnosisnya adalah sebagai berikut:

4. Diferensial Diagnosis

I.

Karsinoma Nasofaring Defenisi Diperkirakan kira-kira 80%-90% keganasan nasopharynx adalah berkembang dari sel

epithelium.Terdapat 3 jenis carcinoma nasopharynx berdasarkan gambaran histopatologisnya.Menurut WHO,ia dibahagikan kepada: -WHO type 1,atau squamous karsinoma sel -WHO type 2,atau non-keratin carcinoma -WHO type 3,atau undifferentiated karsinoma Epidemiologi Karsinoma Nasofaring merupakan keganasan tertinggi didaerah leher dari bidang ilmu penyakit THT . Asal tumor adalah dari epitel sel squamos pada daerah nasofaring dan tempat
13

predileksinya pada fossa Rossen Mulleri yang letaknya sangat tersembunyi sehingga sulit mendiagnosis penyakit ini pada stadium dini, selain juga tanda dan gejalanya yang tidak khas.Angka kematiannya cukup tinggi.Di Indonesia penyakit ini termasuk dalam sepuluh besar keganasan dari seluruh tubuh.Banyak menyerang pada usia 40-60 tahun, perbandingannya antara laki-laki dan perempuan 2,5-1. Etiologi Faktor Pencetus karsinoma nasofaring ada berbagai macam, antara lain : Genetik : HLA-A2, HLA-B.sin Virus : Epstein Barr DNA pada epitel sel tumor Antibodi anti EBV

Lingkungan (paparan bahan-bahan karsinogenik) ; Nitrosamin Asap kayu bakar Herbal tea Higiene buruk Ventilasi buruk

Ikan asin, kebiasaan mengkonsumsi ikan asin jangka panjang merupakan mediator utama yang bisa mengaktifkan virus Epstein-Barr.Diduga ikan asin ini mengandung hasil metabolisme protein yang disebut dengan nitrosmin. Begitu pula dengan makanan yang diawetkan. Sosial ekonomi, lingkungan dan kebiasaan hidup. Misalnya kebiasaan membakar didalam rumah, memasak dengan kayu bakar dan ventilasi rumah juga tidak mencukupi. Kontak dengan zat karsinogen, misalnya pekerja pabrik bahan-bahan kimia. Ras dan keturunan. Kanker nasofaring paling sering ditemukan pada ras mongoloid atau keturunan cina. Serta lebih sering dialami laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 2,18 :1.Hampir 60% ditemukan pada kisaran usia 25-60 tahun. Radang kronis nasofaring yang sering mengganggu proses pembersih secara alami sehingga bisa memicu virus yang dapat menyebabkan kanker.

Histopatologi Karsinoma nasofaring adalah tumor asal epidermoid.


14

Kriteria WHO: Tipe 1 : Keratinizing squamous cell carcinoma. (karsinoma sel squamous berkeratin) Tipe 2a: Non-Keratinizing squamous cell carcinoma. (karsinoma sel squamousa tidak berkeratin ) Tipe 2b: Undifferentiated carcinoma. (karsinoma tidak berdifferensiasi)

Patogenesis Virus Epstein-Barr adalah berkaitan rapat dengan karsinoma nasopharynx.Titer antibodi

(imunnoglobulin A) terhadap virus ini akan meningkat bagi setiap penderita karsinoma nasopharynx.Maka ia di gunakan sebagai tumor maker.untuk menilai keberkesanan terapi.Menurut pemerhatian bahawa 80% penderita nasopharynx carsinoma menunjukkan adanya produk BCL2.Produk ini menyebabkan terjadinya penghalangan proses apoptosis.Ini menyebabkan perkembangan kanser tersebut.Menurut pemerhatian,memakan ikan asin dan bahan kimia tertentu dapat memicu terjadinya kanser nasopharynx karsinoma tersebut.

Stadium tumor T Tis T1 biopsy. T2 T3 T4 : Tumor mengenai dua tempat :Ekstensi tumor kecavum nasi dan orofaring :Tumor invasi dasar tengkorak dan nervi cranialis. :Tumor pada nasofaring :Tumor insitu :Tumor terbatas pada satu tempat /sisi atau tumor tak tampak (hanya dengan

N NO N1 N2a N2b N2c

:Metastasis pada kelenjar limfe :Tidak ada metastase kelenjar limfe :Tunggal,ipsilateral, 3 cm :Tunggal ipsilateral, 3-6 cm. :Multipel ipsilateral, 6 cm. :Bilateral, 6 cm.
15

N3

:Metastase pada nodus cm

M M0 M1

:Metastasis :Tidak ada metastasis :Ada metastasis jauh

Gejala klinik Asal tumor adalah dari epitel sel squamos pada daerah nasofaring dan tempat

predileksinya pada fossa Rossen Mulleri yang letaknya sangat tersembunyi sehingga sulit mendiagnosis penyakit ini pada stadium dini, selain juga tanda dan gejalanya yang tidak khas. Adapun tanda ataupun gejala yang timbul tergantung dimana perluasan tumor. Apabila perluasannya ke arah atas, penderita akan merasakan diplopia Apabila perluasannya ke arah lateral, Sebelumnya penderita merasakan adanya lendir dibelakang hidung terus menerus yang tidak bisa dikeluarkan, rasa penuh ditelinga, telinga berdenging/gembrebeg (tinnitus), otalgia, adanya radang pada telinga tengah ( congean ) sampai dengan terjadinya robekan gendang telingan tanpa sebab yang jelas, dan tidak sembuh dengan pengobatan serta terjadi berulang-ulang. Hal ini Karena adanya tumor pada daerah tenggorok bagian atas ( nasofaring ) menutupi saluran yang menuju keliang telinga tengah (oklusib Tuba eustachi ). Bila tumor sudah membesar (stadium lanjut), maka ia dapat meluas kerongga hidung bagian belakang ( koana ) dengan keluhan adanya hidung tersumbat ataupun mimisan bercampur dengan ingus dalam jumlah yang bervariasi .Keluhan pada tenggorok merupakan gangguan bicara,bernafas dan menelan dapat dijumpai bila tumor sudah membesar karena mendesak kerongga tenggorok. Sementara keluhan penglihatan dobel, karena tumor sudah meluas kedasar tengkorak sehingga mengakibatkan kelumpuhan pada syaraf-syaraf otot penggerak bola mata, dan mata menjadi juling yakni nervus okulomotorius dan abdusen. Adanya gejala neurology pada syaraf cranial seperti nyeri kepala dan nyeri disekitar wajah juga sering dijumpai pada penderita kanker tenggorok akibat dari penekanan tumor pada syaraf disekitar kepala yakni nervus trigeminus, glossofaringeus, vagus, assesorius .

16

Stadium lanjut, karsinomanya mengalami metastasis ke kelenjar getah bening bermanifestasi sebagai benjolan yang teraba keras umumnya pada rantai kelenjar limfe jugularis profunda superior

Penatalaksanaan Radioterapi masih merupakan pengobatan utama dan ditekankan pada penggunaan

megavoltage dan pengaturan dengan computer. Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher, pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan anti virus. Semua pengobatan tambahan ini masih dalam pengembangan, sedangkan kemoterapi masih tetap terbaik sebagai terapi adjuvant (tambahan). Berbagai macam kombinasi dikembangkan, yang terbaik sampai saat ini adalah kombinasi dengan cis platinum sebagai inti. Pemberian adjuvant kemoterapi cis platinum, bleomycin, dan 5 fluorouracil sedang dikembangkan di bagaian THT FKUI dengan hasil sementara cukup memuaskan. Demikian pula telah dilakukan penelitian pemberian kemoterapi praradiasi dengan epirubicin dan cis platinum, meskipun ada efek samping yang cukup berat, tetapi memberikan harapan kehidupan yang cukup baik. Kombinasi kemo-radioterapi dengan mitomycin C dan 5-fluorouracil oral setiap hari sebelum diberikan radiasi yang bersifat *radio sensitizer* memperlihatkan hasil yang memberi harapan akan kesembuhan total pasien karsinoma nasopharing. Pengobatan pembedahan diseksi leher radikal dilakukan terhadapa benjolan dileher yang tidak menghilang pada penyinaran (residu) atau timbul kembali setelah penyinaran selesai, tetapi dengan syarat tumor induknya sudah hilang yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologik dan serologik. Operasi tumor induk sisa (residu) atau kambuh (residif) diindikasikan, tetapi sering timbul komplikasi yang berat akibat operasi.

Perawatan paliatif Perhatian pertama harus diberikan pada pasien dengan pengobatan radiasi. Mulut rasa

kering disebabkan oleh kerusakan kelenjar liur mayor maupun minor sewaktu penyinaran. Tidak banyak yang dapat dilakukan selain menasihatkan pasien untuk makan dengan banyak kuah, membawa minuman kemana pun pergi dan mencoba memakan dan mengunyah bahan yang rasa
17

asam sehingga merangsang keluarnya aar liur. Gangguan lain adalah mukositis rongga mulut karena jamur, rasa kaku didaerah leher karena fibrosis jaringan akibat penyinaran, sakit kepala, kehilangan nafsu makan dan kadang kadang muntah dan rasa mual. Kesulitan yang timbul pada perawatan pasien pasca pengobatan lengkap dimana tumor tetap ada atau kambuh kembali. Dapat pula timbul metastasis jauh pasca pengobatan seperti ketulang, paru, hati, otak. Pada kedua keadaan tersebut diatas tidak banyak tindakan medis yang dapat diberikan selain pengobatan simptomatis untuk meningkatan kualitas hidup.

Pencegahan Pemberian vaksinasi pada penduduk yang bertempat tinggal didaerah dengan resiko

tinggi. Memindahkan (migrasi) penduduk dari daerah dengan resiko tinggi ketempat lainnya. Penerangan akan kebiasaan hidup yang salah, mengubah cara masak makanan untuk mencegah akibat yang timbul dari bahan bahan yang berbahaya. Penyuluhan mengenai lingkungan hidup yang tidak sehat, meningkatkan keadaan sosial-ekonomi dahn berbagai hal yang berkaitan dengan kemungkinan kemungkinan faktor penyebab. Melakukan tes serologik IgA anti VCA dan IgA anti EA secara massal yang akan mendatangkan manfaat dalam menemukan karsinoma nasopharing secara dini

II.

Karsinoma Tiroid

Etiologi Etiologi pasti dari Karsinoma Tiroid ini belum dapat dipastikan, karena secara umum

penyebab dari kanker itu sendiri sampai sekarang belum diketahui pasti. Namun terdapat beberapa factor factor resiko yang dapat menyebabkan karsinoma tiroid, yang antara lain ialah : Riwayat Radiasi Riwayat keluarga Nodul soliter Anak anak Laki laki dewasa Nodul tiroid timbul relatif cepat dan tidak sakit Struma pada anak anak
18

Struma pada wanita >45 tahun Umur < 25 tahun : 50% ganas Umur < 15 tahun : 75% ganas.

Epidemiologi Karsinoma tiroid agak jarang didapat , yaitu sekitar 3 5% dari semua tumor malignant.

Insidennya lebih tinggi dinegara dengan struma endemik, terutama jenis tidak berdeferensiasi. Karsinoma tiroid didapat pada segala usia dengan puncak pada usia muda (7 20 tahun) dan usia setengah baya (40 60 tahun). Insiden pada pria adalah sekitar 3/100.000/tahun dan wanita 8/100.000/tahun. Kurang lebih 25% terjadi pada struma nodusa. Karsinoma aganya timbal diantara nodul bukan didalamnya. 80 % dalah jenis papiller

Patogenesis

Difrensiasi Sel Normal Sel Kanker

Onkogen

Radiasi

Protoonkogen Proses : Inisiasi Promosi Progresi Pada keadaan awal dimana sel sel tiroid dalam keadaan normal Namun setelah ada paparan dengan bahan bahan karsinogenik seperti terlihat pada bagan yakni radiasi maka sel normal tersebut dapat berubah menjadi sel kanker, dimana sel kanker juga melalui beberapa tahap, yakni Inisiasi, yakni dimana terjadi amplifikasi dari DNA Namun Belum menimbulkan ekspresi gen, sehingga pada tahapo ini dapat dikatakan bahwa jumlah dari gen gen meningkat Namun belum
19

menimbulkan efek kepada sel itu sendiri, Namun pada proses promosi dimana pada tahap ini terpapar lagi oleh bahan bahan karsinogenik dapat serupa dengan bahan pada saat tahap inisisai Namun dapat pula berbeda, pada tahap ini terjadi ekspresi gen dimana sel sel telah menjadi sel abnormal Namun pada tahap ini sel sel tersebut bersifat reversible dengan kata lain apabila pada tahap ini kita dapat mengobati dengan komplit maka sel tersebut dapat kembali menjadi sel normal kembali Namun apabila tidak komplit maka dapat menjadi sel kanker, dan selanjutnya pada tahap progresi maka terjadi perubahan serta perbanyakan sel secara cepat dan tidak terkendali lagi. Dan perubahan dari sel normal menjadi sel kanker perlu digarisbawahi juga bahwa disini terjadi perubahan dari protoonkogen menjadi onkogen, dan terjadi inaktivasi dari supresor sehingga tidak ada lagi penghambat bagi sel tersebut untuk terus memperbanyak diri, maka jadilah sel normal tersebut menjadi sel ganas.

Gambaran Klinik Pada karsinoma tiroid ini terdapat beberapa tipe, dan masing masing tipe tersebut juga

berbeda gambaran kliniknya, adapula pembagiannya ialah : a. Epitelial Adenokarsinoma papiller Adenokarsinoma folikuler Undifferentiated karsinoma/anaplastia Small cell karsinoma Giant ceel karsinoma Spindle cell karsinoma Karsinoma meduller Squamos cell karsinoma

b. Non Epitelial Limphoma Sarcoma Metastasis tumor Malignant teratoma Unclassified tumor
20

c. Well Differentiated Type papiller Type folikuler Type meduller

d. Undifferentiated Type anaplastik

Pemeriksaan Tambahan Untuk pemeriksaan tambahan guna dapat mendiagnosis karsinoma tiroid kita dapat

lakukan sesuai dengan type karsinoma itu sendiri, yang antara lain :

1. Adenokarsinoma Papiller Tumor biasanya dapar diraba dengan mudah dan umunya dapat pula dilihat. Yang khas untuk tumor tiroid ialah tumor ikut dengan gerakan menelan. Ultrasonografi dapat dilakukan untuk membedakan nodul kistik atau padat dan menentukan volume tumor. Pemeriksaan Roentgen berguna untuk melihat dorongan dan tekanan pada trakea serta kalsifikasi didalam jaringan tiroid. Foto thorax dibuat untuk melihat kemungkinan penyebaran kemediastinum bagaian atas atau keparu. Pemeriksaan sidik radioaktif tiroid dilakukan dengan yodium 131. Berdasarkan banyaknya yodium yang ditangkap oleh nodul tiroid dikenal nodul dingin, yaitu nodul yang menangkap yodium lebih sedikit dibandingkan sel kelenjar normal, atau tidak menangkat sama sekali. Nodul hangat menangkap yodium radioaktif sama banyak dengan kelenjar normal, dan nodul panas menangkap yodium radioaktif lebih banyak. Karsinoma papiller biasanya kurang menangkap yodium atau sama sekali tidak menagkap. Biopsi insisi dianjurkanpada karsinoma tiroid yang masih layak bedah. Biopsi aspirasi jarum halus dapat dilakukan tetapi ketepatan diagnosis tergantung kepada kejelian ahli patologi atau sitologi.

21

2. Adenokarsinpoma Meduler Jika dicurigai Adenokarsinoma meduler maka dilakukan pemeriksaan kadar kalsitonin dalam darah sebelum atau sesudah suntikan pentagastrin atau kalsium.

3. Adenokarsinoma Anaplstik Pada anamnesis ditemukan struma yang telah diderita cukup lama dan kemudian membesar dengan cepat. Bila disertai suara parau harus dicurigai Adenikarsinoma Anaplastik. Pemeriksaan penunjang berupa foto roentgen torax dan seluruh tulang tubuh dilakukan untuk mencari metastasis keorgan tersebut.

Penatalaksanaan Untuk penataksanaan karsinoma tiroid dilakukan sesuai dengan masing masing tipe

karsinoma tiroid : 1. Adenokarsinoma Papiller Pada struma nodul tunggal sebainya tidak dilakukan enukleasi, sebab bila hasil pemeriksaan patologi ternyata ganas maka sel tumor sudah tercecer dan pembedahan berikutnya menjadi tidak sempurna lagi. Harus diingat bahwa sebagian struma nodul tunggal adalah ganas, dan juga nodul yang terba tunggal adalah tunggal mungkin merupakan bagian struma multinodusa. Nodul soliter jinak jarang terdapat pada anak, pria (semua umur), dan wanit dibawah 40 tahun. Bila ditemukan struma nodul tunggal pada golongan tersebut harus dianggap suatu keganasan dan dilakukan istmolobektomi. Pada pemeriksaan histopatologi, sekitar 10% menunjukkan keganasan dan biasanya jenis adenokarsinoma papiller. Bila ditemukan pembesaran kelenjar limfe leher, kemungkinan besar telah terjadi penyebaran melalui saluran limfe didalam kelenjar sehingga perlu dilakukan tiroidektomi total dan diseksi kelenjar leher pada sisi yang sama. Diseksi leher merupakan pengeluaran semua kelenjar limfe leher. Bila tidak ada penyusupan struktur diluar kelenjar getah bening, diseksi dapat dibatasi pada kelenjar getah bening saja, artinya m. Sternocleidomastyoideus, n. Accesorius dan v. Jugularis interna tidak turut diangkat./ Bedah diseksi leher yang dimodifikasi ini menguntungkan, karena pengangkatan m. Sternocleidomastoideus dan atrofi m trapezius mengakibatkan gangguan kosmetik yang mencolok sekali. Atrofi m. Trapezius disebabkan karena putusnya n. Accesorius pada pengeluaran m sternocleidomastoideus.
22

Penyulit tiroidektomi terpenting adalah gangguan n laryngeus inferior (n. Recurrens) dan hipoparatiroid. Pada setiap tiroidektomi n recurrens harus dipisahkan untuk mencegah cedera. Pengobatan dengan radioaktif tidak memberi hasil karena adenokarsinoma papiller pada umumnya tidak menyerap yodium. Pascatiroidektomi total ternyata yodium dapat ditangkap oleh sel anak sebar tumor papiller tertentu sehingga pemberian pada keadaan itu yodium radioaktif bermanfaat. Radiasi ekstern dapat diberikan bila tidak terdapat fasilitas radiasi intern. Metastasis ditanggulangi secara ablasio radioaktif.

2. Adenokarsinoma Folikuler Pembedahan untuk adenokarsinoma folikuler adalah tiroidektomi total. Karena sel karsinoma ini menangkap yodium, maka radioterapi dengan Y 131 dapat digunakan. Bila masih tersisa ataupun terdapat metastasis, maka dilakukan pemberian yodium radioaktif ini. Radiasi ekstern untuk metastasis ternyata memberi hasil yang cukup baik.

3. Adenokarsinima Meduler Penanggulangan tumor ini adalah tiroidektomi total. Pemberian radioterapi tidak memuaskan. Pemberian yodium radioaktif juga tidak akan berhasil karena tumor ini berasal dari sel C sehingga tidak menangkap dan menyerap yodium.

4. Adenokarsinoma Anaplastik Pembedahan biasanya sudah tidak memungkinkan lagi, sehingga hanya dapat dilakukan biopsi insisi untuk mengetahui jenis karsinoma. Satu satunya terapi yang bisa diberikan adalah radiasi ekstern.

Prognosis Untuk prognosis dari karsinoma tiroid ini, maka dapat dikatakan bahwa Adenokarsinoma

Papiller mempunyai prognosis yang bagus jika dibandingkan dengan tipe yang lainnya, sedangkan untuk Adenokarsinoma Anaplastik mempunya prognosis yang buruk jika dibanding denga tipe adenokarsinoma tiroid yang lainnya. Dan untuk adenokarsinoma folikuler mempunyai prognosis bagus jika tipenya mikroinvasif.

23

Komplikasi Karena untuk adenokarsimona tiroid ini ditangani sebagian besar dengan tiroidektomi

total maka ada beberapa komplikasi dari tindakan tersebut, yang antara lain : a. Durante Operasi Perdarahan Krisis tiroid Cedera nervus, trakea dan esofagus Pratiroid terangkat

b. Pasca operasi Hematoma Tracheomalacia Hipokalsemia Suara parau/ hilang Tersedak

III.

Limfoma Maligna

Limfoma merupakan golongan gangguan limfoproliferatif. Penyebabnya tidak diketahui, tetapi dikaitkan dengan virus, khususnya Epstein-Barr virus yang ditemukan pada limfoma Burkitt. Adanya peningkatan insidens penderita limfoma pada kelompok penderita AIDS pengidap virus HIV, tampaknya mendukung teori yang menganggap bahwa penyakit ini disebabkan oleh virus. Awal pembentukan tumor pada gangguan ini adalah pada jaringan limfatik sekunder (seperti kelenjar limfe dan limpa) dan selanjutnya dapat timbul penyebaran ke sumsum tulang dan jaringan lain. Limfoma dibedakan atas dasar histopatologi mikroskopik dari kelenjar limfe yang terlibat. Penggolongan tersebut terdiri dari Limfoma Hodgkin dan Non Hodgkin. Walaupun tanda dan gejala limfoma saling menutupi, pengobatan dan prognosis berbagai limfoma saling menutupi, pengobatan dan prognosis berbagai limfoma tetap berlainan. Dengan demikian adalah suatu keharusan untuk menegakkan diagnosis secara tepat. Untuk tujuan ini, diambil sebuah kelenjar limfe atau lebih untuk diperiksa secara mikroskopis. Limfoma dibedakan menurut jenis
24

sel yang mencolok yang terdapat pada kelenjar limfe. Umumnya, prognosis yang lebih baik dihubungkan dengan distribusi nodular dimana terdapat limfosit yang menonjol. Untuk mengenali asal neoplastik baik sebagai limfosit B ataupun sebagai limfosit T, dilakukan pemeriksaan imunologis dan sitokimiawi. Salah satu determinan utama dari pengobatan maupun prognosis adalah stadium klinik penderita waktu diagnosis itu dibuat. Setelah diagnosis jaringan ditegakkan, harus dilakukan penggolongan meurut stadiumnya. Ini biasanya berupa : 1. Pemeriksaan fisik dengan perhatian khusus pada system limfatik (kelenjar limfe, hati dan limpa) 2. Hitung sel darah rutin, pemeriksaan diferensiasi dan hitung trombosit 3. Pemeriksaan kimiawi darah (fungsi ginjal dan hati; asam urat) 4. Pembuatan radiogram dada untuk melihat adanya adenopati di hillus (pembesaran kelenjar limfe bronkial) 5. CT Scan dada, abdomen dan pelvis 6. Limfangiogram bipedal untuk memeriksa adanya keterlibatan kelenjar retroperitoneal dan iliaka. 7. Scan tulang jika ada nyeri tekan pada tulang Biopsi sumsum tulang bilateral merupakan indikasi bagi penderita yang disertai gejala sistemik atau pada stadium III. Pada keadaan dimana sumsum tulang tidak terlibat, biasanya dilakukan laparatomi dengan splenektomi dan biopsi hati untuk mendapatkan diagnosis akurat pada penderita penyakit Hodgkin. Tindakan ini tidak rutin dilakukan pada penderita limfoma non-hodgkin.

Limfoma Non-Hodgkin Limfoma non hodgkin merupakan salah satu jenis limfoma maligna atau keganasan sel

limfoid. Keganasan ini dapat berasal dari sel limfosit B, Limfosit T atau berasal dari sel Natural Killer. Limfoma Non Hodgkin yang berasal dari Limfosit B adalah yang paling sering (85 %) sedangkan yang berasal dari Limfosit T dan NK berjumlah 15 %. Kemajuan ilmu pengetahuan dalam bidang imunologi dan fisiologi limfosit, seperti membedakan limfosit dalam jenis sel B atau sel T memberikan klasifikasi yang lebih pasti dari limfoma non Hodgkin. Secara garis besar berdasarkan gradenya Limfoma Non Hodgkin dibedakan atas low-grade, intermediategrade dan high-grade.
25

Etiologi Translokasi kromosom memegang peranan penting penyebab terjadinya limfoma maligna. Virus antara lain Epstein-Barr Virus (EBV), Human T-cell leukemia virus type 1 (HTLV-1), Hepatitis C virus (HCV) dan Kaposi sarcomaassociated herpesvirus (KSHV).

Faktor lingkungan antara lain akibat zat kimia (pestisida, herbisida), kemoterapi dan radiasi. Inflamasi kronik seperti Sjgren syndrome dan Hashimoto thyroiditis Infeksi Helycobacter pylori

Epidemiologi Median umur penderita limfoma non hodgkin adalah usia > 50 tahun kecuali untuk jenis

Limfoma Non Hodgkin yang high-grade utamanya terjadi pada anak-anak dan usia dewasa muda. Low-grade limfoma insidensnya dalam masyarakat sekitar 37 % dengan usia diantara 3564 tahun

Gejala klinik Berdasarkan gradenya manifestasi klinik yang timbul pada penderita Limfoma ini antara

lain sebagai berikut : Low-grade lymphomas o Limfadenopati difus tanpa rasa sakit dan dapat menyerang satu atau seluruh kelenjar limfe perifer o Regresi spontan kelenjar limfe yang membesar o Gejala konstitusional berupa demam (>38C), penurunan berat badan, berkeringat pada malam hari o Apabila menginfiltrasi atau menginvasi sumsum tulang belakang akan menyebabkan cytopenia. o Lemah dan lesu Intermediate-grade lymphomas & High-grade lymphomas o Adenopathy
26

o Gejala konstitusional o Lymphoblastic lymphoma, high-grade lymphoma, menunjukkan adanya massa mediastinum anterior dan posterior o Pasien dengan limfoma burkitt menunjukkan adanya massa abdomen yang besar dan adanya gejala obstruksi dari saluran pencernaan o Hidronefrosis obstruksi terjadi pada penderita limfoma burkitt akibat obstruksi dari ureter o Gejala-gejala lain pada saluran pencernaan, kulit, tulang, traktus urinarius, tiroid dan susunan saraf pusat a. Fisik

Pemeriksaan tambahan

Low-grade lymphomas
o o o

Adenopathy perifeer Splenomegali Hepatomegali

Intermediate- and high-grade lymphomas


o o o o o o

Limphadenopathi Splenomegali Hepatomegali Massa abdomen yang besar. Massa testis Lesi pada kulit berupa lesi yang berhubungan dengan limfoma sel T kutaneus (mycosis fungoides), anaplastic large cell lymphoma, dan angioimmunoblastic lymphoma

Foto dada menunjukkan massa mediastinum bulky, yang berhubungan dengan primary mediastinal large B-cell lymphoma atau lymphoblastic lymphoma

b. Laboratorium Pemeriksaan darah rutin menunjukkan : o Anemia akibat autoimun hemolysis, perdarahan dan akibat inflamasi kronik. o Trombositopenia, leucopenia hingga pansitopenia akibat infiltrasi pada sumsum tulang.
27

o Lymphositosis dan trombositosis Peningkatan kadar Laktat Dehirogenase (LDH) dan gangguan fungsi hati Peningkatan beta 2-mikroglobulin

Penatalaksanaan Terapi pada limfoma milignat non hodkin diberikan berdasarkan staging :

a. Stage Ia, Ib, IIa b. Stage IIb dan seterusnya

: Radioterapi : Kemoterapi

Karena pada Limfoma Non Hodkin dibagi atas tipe low grade dan high grade maka terapinya juga berdasarkan grade tersebut. Low Grade Regimen CVP - Cyclopospamid - Vincristin - Prednison Fludarabin Rituximad

High Grade Regimen CHOP - Cyclopospamid - Doxorubicin - Vincristin - Prednison Regimen CHOP + Rituximad Transplantasi stem sel autolog

Prognosis Faktor prognosis buruk : Usia > 60 tahun Kadar Laktik Dehidrogenase meningkat
28

Stage III/IV Tampilan klinis atau performance status jelek

Untuk limfoma high grade prognosisnya tergantung respon terhadap kemoterapi

IV.

Limfoma Hodgkin

Definisi Limfoma hodgkin adalah suatu penyakit keganasan yang melibatkan kelenjar getah

bening yang ditandai dengan adanya sel Ree Stenberg.

Etiologi Penyebabnya belum diketahui, tetapi bukti menunjukkan adanya hubungan dengan virus

seperti virus Ebstein Barr. Pada pemeriksaan mikroskopis dapat ditemukan DNA virus ebstein barr pada sel Reed Stenberg. Penyakit Hodgkin bia muncul pada berbagai usia, jarang ditemukan pada usia dibawah 10 tahun, ditemukan pada usia 20-40 tahun, dan diatas 60 tahun.

Gejala Klinis Penyakit Hodgkin biasanya ditemukan jika seseorang mengalami pembesaran kelenjar

getah bening yang tidak nyeri, paling sering di leher,tapi kadang-kadang penyebarannya sistemik. Walaupun biasanya tidak nyeri, pembesaran tersebut bisa menimbulkan nyeri dalam beberapa jam setelah penderita meminum alkohol dalam jumlah yang banyak. Gejala lainnya adalah symtom B yaitu demam, keringat malam, dan penurunan berat badan. Beberapa penderita mengalami demam Pel- Ebstein dimana suhu tubuh meninggi selama beberapa hari yang diselingi dengan suhu normal atau di bawah normal selama beberapa hari atau beberapa minggu.

Stadium Limfoma Hodgkin Stadium I Penebaran Penyakit Mengenai kelenjar getah bening pada satu bagian tubuh

29

II III IV

Mengenai dua atau lebih kelenjar getah bening pada sisi yang sama Mengenai kelenjar getah bening diatas dan dibawah diafragma Mengenai kelenjar getah bening di bagian tubuh lainnya misalnya sum sum tulang, paru paru, hati

Keempat stadium dikelompokkan lagi menjadi A (tidak adanya) atau B (adanya) salah satu atau lebih dari gejala berikut : 1. Demam dengan suhu 37,8 C 2. Keringat malam 3. Penurunan berat badan

Diagnosis Pada penyakit hodgkin kelenjar getah bening membesar dan tidak menimbulkan nyeri,

tanpa adanya infeksi, jika pembesaran ini berlangsung lebih ari 1 minggu maka dapat dicurigai penyakit Hodgkin, terutama jika demam, berkeringat malam dan disertai penurunan berat badan.

Untuk mengetahui secara pasti penyakit Hodgkin dilakukan biopsi kelenjar getah bening yang hasilnya positif jika ditemukan sel Reed Stenberg. Pemeriksaan Penunjang Untuk mengetahui stadium dari limfoma Hodgkindapat dilakukan pemeriksaan : 1. Rontgen dada 2. Limfangiogram 3. CT scann 4. Skenning galium 5. Laparatomi

Penatalaksanaan Dua jenis pengobatan limfoma Hodgkin yang efektif adalah dengan radioterapi dan

kemoterapi. Terapi penyinaran menyembuhkan 90 % Hodgkin stadium I dan II. Pengobatan dilakukan 4-5 minggu. Pengobatan ditujukan pada kelenjar getah bening yang terkena dan sekitarnya. Untuk stadium III dengan gejala dilakukan radioterapi sedangkan yang tanpa gejala

30

dilakukan kemoterapi dengan atau tanpa radioterapi. Pada stadium IV dilakukan kombinasi dengan obat obat kemoterapi.

Prognosis

Stadium I lebih dari 90 % Stadium II 90 % Stadium III 80 % Stadium IV 60-70 %

31

Daftar Pustaka

Aru Sudoyo dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi IV. Jakarta: IPD Press Efiaty Arsyad dkk. 2007. Buku Ajar THT Edisi 6. Jakarta: UI Press http://www.emedicine.medscape.com/oncology/ diakses pada pukul 7.30 22 December 2009 Theopilus B. dkk. 2008. Buku Ajar Anatomi Umum. Makassar: Bagian Anatomi FK Unhas Wan Desen. 2008. Buku Ajar Onkologi. Jakarta: UI Press

32

Anda mungkin juga menyukai