KELOMPOK VII
AMAZIA AURORA KUSUMA
ARUM DESSY RAHMA SARI
CHOIROTUN HISAN
FARIZCA NOVANTIA W
LUKLUK AL ULYA
MUH FARIZA AUDI P
MUHAMMAD TAUFIQ HIDAYAT
NAILA IZZATUS S
PETER DARMAATMAJA SETIABUDI
QONIATUNNISA NUZULUL FALAKHI
VICTORIA HUSADANI PERMATA S
YOSA ANGGA OKTAMA
G 0013023
G 0013041
G 0013063
G 0013093
G 0013141
G 0013157
G 0013163
G 0013169
G 0013187
G 0013191
G 0013229
G 0013239
Seorang anak laki laki, usia 40 tahun pekerjaan penyanyi kafe, datang ke
poliklinik THT dengan keluhan suara serak dan makin lama makin hilang. Keluhan
sudah dirasakan sejak 4 bulan terakhir. Keluhan disertai dengan tenggorokan terasa
kering terutama pada pagi hari, kadang dirasakan nyeri telan, kadang disertai batuk.
Tidak didapatkan keluhan sulit menelan. Pasien mempunyai hobi menyanyi dan sejak
timbul keluhan tersebut pasien sudah tidak dapat bernyanyi lagi. Pasien merokok,
setiap hari menghabiskan 1/2 bungkus rokok. Pasien juga mempunyai kebiasaan
mengkonsumsi goreng-gorengan, es, dan makanan instant.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan: kesadaran compos mentis, tekanan darah
120/80 mmHg, denyut nadi 80x/menit, suhu 36C. Pada pemeriksaan tenggorok
didapatkan: tonsil T1-T1, granulasi (+) di dinding faring posterior, hiperemis (+).
Dari pemeriksaan laringoskopi indirek didapatkan epiglotis edema(-), plika
aryepiglottica edema (-), aritenoid edema (+), mukosa hiperemis, plika vocalis edema
(+), gerakan plika vocalis sulit dievaluasi. Pada pemeriksaan hidung dan telinga tidak
didapatkan kelainan. Pemeriksaan kelenjar getah bening leher tidak didapatkan
lymphadenophaty.
BAB II
DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA
A. Langkah I: Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah
dalam skenario
Dalam skenario pertama ini kami mengklarifikasi beberapa istilah sebagai
berikut:
1
Nyeri telan : Disebut sebagai odinofagi yaitu nyeri tenggorok oleh karena
1
2
3
4
5
berhubungan
dengan
oropharynx
melalui
isthmus
disebut
sebagai
tonsilla
pharyngealis
(adenoidea).
belakangnya oleh suatu peninggian yang disebut torus tubarius. Torus tubarius
dibentuk oleh pars cartilaginea tubae. Plica dari membrana mucosa yang
berjalan descendens dari torus tubarius ini menuju ke palatum, disebut sebagai
plica salpingopalatina.
Sedangkan plica torus levatorius adalah plica yang disebabkan oleh
adanya m.levator veli palatini, yang berjalan dari osteum pharyngeum tubae
auditivae menuju ke palatum molle. Bagian dari cavum pharyngis yang
terletak di sebelah dorsal dari torus tubarius disebut sebagai recessus
pharyngeus. Recessus pharyngeus ini membentang ke arah dorsal dan lateral,
terletak antara m. longus capitis disebelah medial dan m. levator veli palatini
di sebelah lateral. Jaringan limphoid yang kadang-kadang terdapat di
membrana mucosa di recessus pharyngeus ini disebut sebagai tonsilla tubaria.
Tuba
Auditiva
Eustachius
disebut
juga
sebagai
tuba
tuba auditiva ini merupakan lanjutan dari membrana mucosa pharynx, yang
kemudian akan melanjutkan ke dalam cavum tympani.Oleh karenanya, infeksi
dari pharynx dapat merembet ke dalam auris media dengan melalui tuba
auditiva ini. Tuba auditiva ini membentang ke dorsolateral atas kira-kira 3 - 4
cm panjangnya. Tuba auditiva ini dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu :
Pars
tubae
ini
dapat
disebut
sebagai
diverticulum
Pars ossea tubae ini merupakan pelebaran ke depan dari cavum tympani
yang sering disebut sebagai protympanum. Pars ossea tubae ini berada di
daerah semicanalis pars petrosa ossis temporalis dan karenanya pars ossea
tubae ini sering dianggap sebagai bagian dari area pneumatisasi ossis
temporalis. Pars ossea tubae ini dapat dijumpai di bagian bawah dari
cranium yang terletak antara pars petrosa ossis temporalis dan lanjutan ke
bawah dari tegmen tympani. Pars ossea tubae ini akan dilapisi oleh
membrana mucoperiosteum, yang tersusun atas epithel cuboid tak bercilia.
Pars ossea tubae ini di sebelah cranial berbatasan dengan semicanalis m.
tensoris tympani, dan sebelah anterolateral berbatasan dengan pars
tympanica ossis temporalis sedang arah posteromedial berbatasan dengan
canalis caroticus.
b. OROPHARYNX
Oropharynx disebut pula sebagai mesopharynx. Oropharynx membentang
dari setinggi palatum molle di sebelah cranial sampai ke tepi atas dari
epiglottis di sebelah caudal. Oropharynx ini ke ventral akan berhubungan
dengan cavum oris melalui isthmus faucium, yang dibatasi oleh :
Membrana
ini
kemudian
disebut
sebagai
membrana
membentuk
plica
glossoepiglottica
mediana,
sedangkan
m.palatopharyngeus,
m.palatoglossus,
ligamentum
Organ Respirasi
Terdiri dari trakea, bronkus, dan paru-paru. Aliran udara
respirasi merupakan sumber kekuatan yang diperlukan untuk
mencetuskan suara dan diatur tekanannya mulai dari paru-paru.
Organ Fonasi
Laring dengan otot-otot instrinsik dan ekstrinsiknya dan pita suara
yang merupakan bagian terpenting laring. Laring merupakan
penghubung antara faring dan trakea, didesain untuk memproduksi
suara (fonasi). Laring ini terdiri dari 9 kartilago, 3 kartilago yang
Vestibule
Ventricle
Infraglotitic
Vocal fold (true cord) dan vestibular fold (false cord) terletak pada
regio ventricle.Pergerakan pita suara (abduksi, adduksi dan tension)
dipengaruhi oleh otot-otot yang terdapat disekitar laring, dimana
fungsi otot-otot tersebut adalah:
-
Organ Resonansi
Terdiri dari rongga faring, rongga hidung, dan sinus paranasalis.
Sumber suara fonasi pada pita suara intensitasnya lemah, tidak
berwarna dan sulit dikenal. Dengan adanya alat-alat resonansi yang
berfungsi sebagai resonator, maka suara tersebut mendapat variasi pada
frekuensi tertentu, intensitasnya meningkat, demikian juga pada
kualitasnya (warna suara) dan idenitasnya, tetapi suara yang sudah
diresonansi ini masih bukan merupakan suara bicara. Ciri-ciri resonansi
sangat bervariasi pada setiap orang dan merupakan aspek yang sangat
penting bagi efektivitas bicara.
Organ Artikulasi
Tersusun atas:
-
mengawasi
proses
artikulasi,
menghalangi
dan
Vocal Tract
Vocal tract pada manusia merupakan acoustic tube dari cross section
dengan panjang sekitar 17 cm dari vocal fold hingga bibir. Area cross
section ini bervariasi dari 0-20 cm2 dengan penempatan bibir, rahang,
lidah, dan velum (palatum lunak). Perangkap (trap-door action) yang
dibuat sepasang velum pada vocal tract membuat secondary cavity
yang berpartisipasi dalam speech production- nasal tract. Kavitas
nasalis memiliki panjang sekitar 12 cm dan luas 60 cm3.Untuk bunyi
suara, sumber rangsang adalah velocity volume dari udara yang
melewati vocal cords. Vocal tract bertindak pada sumber ini sebagai
filter dengan frekuensi yang diinginkan, berkorespondensi dengan
resonansi akustik dari vocal tract.
Voiced Sounds
Saraf Aferen
Saraf otak I-XII dan saraf spinal menghantarkan impuls saraf ke pusat
pemrosesan di SSP
SSP
SSP area Broca (area motorik bicara), area Wernicke (area auditif),
Saraf Eferen
Saraf eferen dari SSP ke SST menyampaikan sinyal saraf kepada
efektor untuk melakukan aktivitas bicara.
Terdapat dua aspek untuk dapat berkomunikasi, yaitu: aspek sensorik (input bahasa),
melibatkan telinga dan mata, dan kedua, aspek motorik (output bahasa) yang
melibatkan vokalisasi dan pengaturannya.
Bahasa melibatkan integrasi dua kemampuan berbeda yaitu ekspresi (kemampuan
bicara) dan pemahaman. Pusat Bahasa pada manusia dibagi menjadi dua bagian yaitu
pusat bahasa reseptif (pemahaman bahasa) dan pusat bahasa ekspresif (kemampuan
bicara). Pusat bahasa reseptif terdapat pada area Wernicke (area 41 dan 42 terletak di
korteks kiri di pertemuan antara lobus parietalis, temporalis, dan oksipitalis) yang
berfungsi sebagai pusat bahasa auditori-leksik, mengurus pengenalan dan pengertian
bahasa verbal/ lisan. Selain itu, daerah Wernicke bertanggung jawab dalam
lebih rendah dari biasanya, suara lemah (hipofonia), hilang suara (afonia),
suara tegang dan susah keluar (spatik), suara terdiri dari beberapa nada
(diplofonia), nyeri saat bersuara (odinofonia) atau ketidakmampuan mencapai
nada atau intensitas tertentu.
Disfonia dapat disebabkan oleh adanya radang, tumor, paralisis otot
laring, dan sebab-sebab lain. Ada suatu keadaan yang disebut disfonia
ventrikular, yaitu keadaan plika ventrikular yang mengambil alih fungsi fonasi
dari pita suara, misalnya sebagai akibat pemakaian suara yang terus menerus
pada pasien dengan laringitis akut. Radang laring dapat akut atau kronik.
Radang akut biasanya disertai gejala lain seperti demam, malaise, nyeri
menelan atau berbicara, batuk, disamping gangguan suara. Radang kronik non
spesifik, dapat disebabkan oleh sinusitis kronik, bronkitis kronik, atau karena
penggunaan suara yang salah dan berlebihan (vocal abuse) seperti sering
berteriak atau berbicara keras.
Vocal abuse juga sering terjadi pada pengguna suara profesional
seperti penyanyi,guru, penceramah, operator telepon, dan lain-lain. Radang
kronik spesifik misalnya tuberkulosis. Gejalanya selain gangguan suara,
terdapat juga gejala penyakit penyebab. Tumor laring dapat jinak maupun
ganas. Gejala yang timbul tergantung lokasi tumor. Tumor pita suara juga
dapat terjadi. Paralisis otot laring dapat disebabkan oleh gangguan persarafan,
baik sentral maupun perifer, dan biasanya paralisis motorik bersama dengan
paralisis sensorik. Paralisis pita suara juga dapat terjadi dan sering dijumpai
dalam klinik.
Faktor Peredisposisi proses radang kronik di faring ini adalah rinitis
kronik, sinusitis, iritasi kronik oleh rokok, minum alkohol, inhalasi uap yang
merangsang mukosa faring dan debu. Faktor lain penyebab terjadinya
faringitis kronik adalah pasien yang biasa bernafas melalui mulut karena
hidungnya tersumbat. Jika dikaitkan dengan skenario, bernafas melalui mulut
inilah yang membuat tenggorokan pasien terasa kering terutama saat pagi hari.
Karena saat pagi hari, adalah akumulasi iritan yang masuk melalui mulut
karena bernafas melalui mulut, sehingga manifestasi tenggorokan kering
terutama pada pagi hari.
Penyebab disfonia dapat bermacam-macam yang prinsipnya menimpa
laring dan sekitarnya. Penyebab paling sering disfoni umumnya adalah infeksi
pada tenggorok, biasanya karena infeksi saluran nafas atas, lesi jinak pita
suara dan gangguan suara fungsional. Perlu diwaspadai apabila suara serak
lebih dari 2 minggu harus segera diperiksakan untuk menilai gangguan pada
pita suara
4. Ada tanda inflamasi pada pemeriksaan tetapi tidak demam
Pada skenario, terdapat inflamasi tetapi tidak demam disebabkan oleh
adanya iritan, baik rokok, makanan berminyak, dan es, bukan disebabkan
adanya bakteri/virus dimana bakteri/virus menjadi trigger dalam system
imunitas tubuh yang salah satu manifestasinya adalah dengan adanya demam.
5. Patofisiologi kasus pada skenario
Pada kasus skenario tiga ini, kemungkinan besar pasien mengalami
suatu penyakit peradangan yang disebut laryngitis. Laryngitis dapat dibedakan
menjadi dua jenis berdasarkan onsetnya,, laryngitis akut dan laryngitis kronis.
Laryngitis akut biasanya diakibatkan oleh virus dan bacteri. Sementara
laryngitis kronis biasanya karena vocal abuse akibat pemakaian suara
berlebihan dan juga karena irritant, seperti rokok, makanan berminyak dan
juga makanan instant serta es.
Pada
skenario
ini,
pekerjaan
pasien
yang
penyanyi
akan
plica vocalis sehingga suara akan serak hingga hilang sama sekali. Gaya hidup
pasien yang mengkonsumsi makanan makanan yang dapat mengiritasi plica
vocalis juga akan memperparah kondisi laryngitis kronis.
D. Langkah IV : Menginventarisasi permasalahan secara sistematis dan
pernyataan sementara mengenai permasalahan
pada
langkah III
KELUHAN
MEKANISME
RPS:
Suara serak
Makin menghilang
Tenggorok kering
Nyeri telan
Batuk
Batuk pilek
Telinga sakit
FAKTOR RISIKO
MERADANG
skenario?
Apa fungsi dari plica vestibularis ?
Mengapa pasien nyeri telan namun tidak didapatkan sulit menelan ?
Apa diagnosis, diagnosis banding, langkah edukasi, langkah preventif dan
komplikasi pada kasus tersebut?
sehingga akan memberikan visualisasi laring yang lebih jelas baik dalam
keadaan diam maupun pada saat bergerak. Indikasi laringoskopi indirek
adalah batuk kronis, dsypnea, disfonia, stridor, perubahan suara, sakit
tenggorokkan kronis, otalgia persisten, disfagia, epistaksis, aspirasi, merokok
dan alkoholisme lama, skrining karsinoma nasofaring, kegawatdaruratan
(angioedema, trauma kepala-leher). Kontraindikasi laringoskopi indirek
adalah epiglotitis. Sementara laringoskopi direk digunakan untuk biopsy
tumor dan menentukan perluasannya (staging) atau bila diperlukan tindakan
bagian-bagian tertentu laring seperti aritenoid, plika vokalis, plika
ventrikularis, daerah komisura anterior atau subglotik. Visualisasi laring dan
pita suara secara dinamis akan lebih jelas dengan menggunakan stroboskop di
mana gerakan pita suara dapat diperlambat (slowmotion) sehingga dapat
terlihatgetaran (vibrasi) pita suara dan gelombang mukosanya sehingga
diagnosis anatomis dan fungsional menjadi lebih akurat. (FK UNS, 2012)
a. Laryngoscopy indirect
Indikasi :kegawatdaruratan (angioedema dan trauma kepala-leher)
Kontra indikasi : epiglotitis karena pada pasien dengan epiglotitis
rawan terjadi trauma, yang nantinya akan menggnggu proses penelanan
dan pernapasan.
Pemeriksaan Laryngoscopy indirect memungkinkan pemeriksa dapat
melihat keadaan laring melalui kaca laring.
Syarat pemeriksaan: jalan harus lebar, lidah dikeluarkan, penderita
bernapas dengan mulut, semprotkan xylocaine 1% agar tidak muntah.
b. Laryngoscopy direct
Biasanya laringoskopi direk digunakan untuk biopsy dan staging tumor.
pasien
adalah
seorang
penyanyi
yang
memungkinkan
yang
menghasilkan
seringkalimenyebabkan
disfonia.
Vibrasi
yang
abnormalitas
pita
berkepanjangan
suara
atau
dan
terlalu
daerah putih ini disebut sebagai leukoplakia. Tiap daerah laring dapat
terlihat, namun biasanya korda vokalis paling sering terserang. Keluhan
umumnya berupa suara serak. Biopsi daerah ini memperlihatkan
hyperkeratosis (abnormalitas mukosa di mana orthokeratin terakumulasi
pada permukaan mukosa).
c. Beberapa zat kandungan rokok dikenal mempunyai kandungan yaitu
sianida, benzene, cadmium, metanol (alkohol kayu), setilena, amonia,
formaldehida, hidrogen sianida dan arsenik (Aditama, 2011). Sianida
merupakan senyawa kimia yang mengandung kelompok cyano, benzene
juga dikenal sebagai bensol atau senyawa kimia organik yang mudah
terbakar dan cairan tidak berwarna, cadmium sebuah logam yang sangat
beracun dan radioaktif yang ditemukan baterai. Metanol (alkohol kayu)
adalah alkohol yang paling sederhana yang juga dikenal sebagai metal
alcohol, setilena (bahan bakar yang digunakan dalam obor las) merupakan
senyawa kimia tak jenuh yang juga merupakan hidrokarbon alkuna yang
paling sederhana. Selain kandungan itu ada lagi kandungan lain seperti
amonia ditemukan di mana-mana di lingkungan tetapi sangat beracun dalam
kombinasi dengan unsur-unsur tertentu, formaldehida cairan yang sangat
beracun yang digunakan untuk mengawetkan mayat, hidrogen sianida
adalah racun yang digunakan sebagai fumigan untuk membunuh semut. Zat
ini juga digunakan sebagai zat pembuat plastik dan pestisida dan arsenik
adalah bahan yang terdapat dalam racun tikus. Sedangkan asap yang
dihasilkan rokok mengandung tar. Tar itu sendiri mengandung banyak
bahan beracun ke dalam tubuh. Ini adalah substansi, tebal lengket, dan
ketika menghirup itu melekat pada rambut-rambut kecil di paru-paru. Organ
ini melindungi paru-paru dari kotoran dan infeksi, tapi ketika tertutup tar
organ ini tidak dapat melakukan fungsinya. Tar juga melapisi dinding sistem
respirasi secara keseluruhan, mempersempit tabung yang transportasi udara
(bronchiolus) dan mengurangi elastisitas paru-paru yang pada akhirnya
besar
pernyataan
ini
menegaskan
bahwa
ada
peradangan pada larynx maupun pharynx akan tetapi tidak ada pertumbuhan
neoplastik yang menyumbat saluran makanan (oesophagus) sehingga tidak
ada gejala sulit menelan.Peradangan pharynx dan larynx pada kasus tersebut
disebabkan oleh karena bahan-bahan iritan.Asap rokok yang dihirup oleh
perokok dapat menyebabkan kerusakan mukosa pada laring dan faring,
sementara makanan gorengan juga dapat menyebabkan peradangan pada
faring dan laring. Peradangan pada laring oleh karena minyak pada makanan
gorengan ada yang sebagian masuk ke dalam laring sehingga dapat
menyebabkan peradangan pada laring.
Laringitis Kronis
Infeksi bakteri
Parainfluenza virus
Infeksi tuberkulosis
Adenovirus
Sifilis
Virus mumps
Leprae
Virus
Jamur
Berbicara
dimuka
Actinomycosis
umum
Mengajar
Alergi
Alergi
Streptococcus grup A
Moraxella catarrhalis
Gastroesophageal refluks
debu
Penyakit
sistemik
granulomatosis, amiloidosis
Alkohol
Gatroesophageal refluks
Patogenesis
wegener
Bila jaringan cedera karena terinfeksi oleh kuman, maka pada jaringan ini
akan terjadi rangkaian reaksi yang menyebabkan kematian agen yang
membahayakan jaringan atau yang mencegah agen ini menyebar lebih luas.
Rekasi-reaksi ini kemudian juga menyebabkan jaringan yang cedera
diperbaiki. Rangkaian reaksi yang terjadi pada tempat jaringan cedera ini
dinamakan radang. Laringitis akut merupakan proses inflamasi pada
mukosa pita suara dan laring yang berlangsung kurang dari 3 minggu. Bila
etiologi dari laringitis akut disebabkan oleh adanya suatu infeksi, maka sel
darah putih akan bekerja membunuh mikroorganisme selama proses
penyembuhan. Pita suara kemudian akan menjadi tampak edema, dan
proses vibrasi juga umumnya ikut mengalami gangguan. Hal ini juga dapat
memicu timbulnya suara yang parau disebabkan oleh gangguan fonasi.
Membran yang meliputi pita suara juga terlihat berwarna kemerahan dan
membengkak. Penyalahgunaan suara, inhalasi uap toksik, dan infeksi
menimbulkan laringitis akut. Infeksi biasanya tidak terbatas pada laring,
namun merupakan suatu pan-infeksi yang melibatkan sinus, telinga, laring
dan tuba bronkus. Virus influenza, adenovirus dan streptokokus merupakan
organisme penyebab yang tersering. Difteri harus selalu dicurigai pada
laringitis, terutama bila ditemukan suatu membran atau tidak adanya
riwayat imunisasi. Pemeriksaan dengan cermin biasanya memperlihatkan
suatu eritema laring yang difus. Biakan tenggorokan sebaiknya diambil.
Diagnosis
Diagnosis laringitis akut dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemerinksaan penunjang. Pada anamnesis biasanya didapatkan
gejala demam, malaise, batuk, nyeri telan, ngorok saat tidur, yang dapat
berlangsung selama 3 minggu, dan dapat keadaan berat didapatkan sesak
nafas, dan anak dapat biru-biru. Pada pemeriksaan fisik, anak tampak sakit
berat, demam, terdapat stridor inspirasi, sianosis, sesak nafas yang ditandai
dengan nafas cuping hidung dan/atau retraksi dinding dada, frekuensi nafas
dapat meningkat, dan adanya takikardi yang tidak sesuai dengan
Faringitis
Faringitis adalah inflamasi atau infeksi dari membran mukosa faring atau
dapat juga tonsilopalatina. Faringitis akut biasanya merupakan bagian dari
infeksi akut orofaring yaitu tonsilofaringitis akut atau bagian dari influenza
(rinofaringitis). Faringitis akut adalah infeksi pada faring yang disebabkan
oleh virus atau bakteri, yang ditandai oleh adanya nyeri tenggorokan, faring
eksudat dan hiperemis, demam, pembesaran kelenjar getah bening leher
dan malaise.
Etiologi
Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang disebabkan oleh
virus (4060%), bakteri (540%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain.
Faringitis bisa disebabkan oleh virus maupun bakteri. Virus yaitu
Rhinovirus, Adenovirus, Parainfluenza, Coxsackievirus, Epstein Barr
virus, Herpes virus. Bakteri yaitu, Streptococcus hemolyticus group A,
Chlamydia,
Corynebacterium
diphtheriae,
Hemophilus
influenzae,
Faringitis Akut
Faringitis akut ada beberapa macam berdasarkan penyebabnya :
Faringitis viral
Dapat disebabkan oleh Rinovirus, Adenovirus, Epstein Barr Virus
(EBV), Virus influenza, Coxsachievirus, Cytomegalovirus dan lainlain. Gejala dan tanda biasanya terdapat demam disertai rinorea,
mual, nyeri tenggorok, sulit menelan. Pada pemeriksaan tampak
faring dan tonsil hiperemis. Virus influenza, Coxsachievirus dan
Cytomegalovirus tidak menghasilkan eksudat. Coxsachievirus dapat
menimbulkan lesi vesikular di orofaring dan lesi kulit berupa
maculopapular rash. Pada adenovirus juga menimbulkan gejala
konjungtivitis terutama pada anak. Epstein bar virus menyebabkan
faringitis yang disertai produksi eksudat pada faring yang banyak.
Terdapat pembesaran kelenjar limfa di seluruh tubuh terutama
retroservikal dan hepatosplenomegali. Faringitis yang disebabkan
HIV-1 menimbulkan keluhan nyeri tenggorok, nyeri menelan, mual
dan demam. Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis, terdapat
eksudat, limfadenopati akut di leher dan pasien tampak lemah.
Faringitis bakterial
Infeksi Streptococcus hemolyticus group A merupakan penyebab
faringitis akut pada orang dewasa (15%) dan pada anak (30%).
Gejala dan tanda biasanya penderita mengeluhkan nyeri kepala yang
hebat, muntah, kadang-kadang disertai demam dengan suhu yang
tinggi, jarang disertai batuk. Pada pemeriksaan tampak tonsil
membesar, faring dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat
dipermukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak petechiae
pada palatum dan faring. Kelenjar limfa leher anterior membesar,
kenyal dan nyeri apabila ada penekanan. Faringitis akibat infeksi
bakteri Streptococcus hemolyticus group A dapat diperkirakan
dengan menggunakan Centor criteria, yaitu : Demam, Anterior
Cervical lymphadenopathy, Eksudat tonsil, Tidak adanya batuk. Tiap
kriteria ini bila dijumpai di beri skor satu. Bila skor 01 maka pasien
Faringitis fungal
Candida dapat tumbuh di mukosa rongga mulut dan faring. Gejala
dan tanda biasanya terdapat keluhan nyeri tenggorok dan nyeri
menelan. Pada pemeriksaan tampak plak putih di orofaring dan
mukosa faring lainnya hiperemis. Pembiakan jamur ini dilakukan
dalam agar sabouroud dextrosa.
Faringitis gonorea
Hanya terdapat pada pasien yang melakukan kontak orogenital.
2.
Faringitis Kronik
Faringitis kronik hiperplastik
Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding
posterior faring. Tampak kelenjar limfa di bawah mukosa faring dan
lateral hiperplasi. Pada pemeriksaan tampak mukosa inding posterior
tidak rata, bergranular. Gejala dan tanda biasanya pasien mengeluh
mula-mula tenggorok kering dan gatal dan akhirnya batuk yang
bereak.
3. Faringitis Spesifik
Faringitis tuberkulosis
Merupakan proses sekunder dari tuberkulosis paru. Pada infeksi
kuman tahan asam jenis bovinum dapat timbul tuberkulosis faring
primer. Cara infeksi eksogen yaitu kontak dengan sputum yang
mengandung kuman atau inhalasi kuman melalui udara. Cara infeksi
endogen yaitu penyebaran melalui darah pada tuberkulosis miliaris.
Bila infeksi timbul secara hematogen maka tonsil dapat terkena pada
kedua sisi dan lesi sering ditemukan pada dinding posterior faring,
arkus faring anterior, dinding lateral hipofaring, palatum mole dan
palatum durum. Kelenjar regional leher membengkak, saat ini
penyebaraan secara limfogen. Gejala dan tanda biasanya pasien
dalam keadaan umum yang buruk karena anoreksi dan odinofagia.
Pasien mengeluh nyeri yang hebat di tenggorok, nyeri di telinga atau
otalgia serta pembesaran kelenjar limfa servikal.
Faringitis luetika
Treponema pallidum (Syphilis) dapat menimbulkan infeksi di daerah
faring, seperti juga penyakit lues di organ lain. Gambaran klinik
tergantung stadium penyakitnya. Kelainan stadium primer terdapat
pada lidah, palatum mole, tonsil dan dinding posterior faring
berbentuk bercak keputihan. Apabila infeksi terus berlangsung akan
timbul ulkus pada daerah faring seperti ulkus pada genitalia yaitu
tidak nyeri dan didapatkan pula pembesaran kelenjar mandibula yang
tidak nyeri tekan. Kelainan stadium sekunder jarang ditemukan,
namun dapat terjadi eritema pada dinding faring yang menjalar ke
arah laring. Kelainan stadium tersier terdapat pada tonsil dan
palatum, jarang ditemukan pada dinding posterior faring. Pada
stadium tersier biasanya terdapat guma, guma pada dinding posterior
faring dapat meluas ke vertebra servikal dan apabila pecah akan
katub
jantung.
Selain
itu
juga
dapat
menyebabkan
dan
gejala
mikroorganisme
yang
yang
ditimbulkan
menginfeksi.
faringitis
Secara
garis
tergantung
besar
pada
faringitis
Anamnesis:
Anamnesis harus sesuai dengan mikroorganisme yang menginfeksi.
Secara garis besar pasien faringitis mengeluhkan lemas, anorexia,
demam, suara serak, kaku dan sakit pada otot leher.
- Pemeriksaan Fisik
a. Faringitis viral, pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil
hiperemis, eksudat (virus influenza, coxsachievirus, cytomegalovirus
tidak
menghasilkan
eksudat).
Pada
coxsachievirus
dapat
Stadium tersier
Terdapat guma. Predileksi pada tonsil dan palatum
Pemeriksaan Penunjang
Faringitis didiagnosis dengan cara pemeriksaan tenggorokan (kultur apus
tenggorokan). Pemeriksaan kultur memiliki sensitivitas 9095% dari
diagnosis, sehingga lebih diandalkan sebagai penentu penyebab faringitis
yang diandalkan.
Kultur tenggorokan merupakan suatu metode yang dilakukan untuk
menegaskan suatu diagnosis dari faringitis yang disebabkan oleh bakteri
Group A Beta-Hemolytic Streptococcus (GABHS). Group A BetaHemolytic Streptococcus (GABHS) rapid antigen detection test merupakan
suatu metode untuk mendiagnosa faringitis karena infeksi GABHS. Tes ini
akan menjadi indikasi jika pasien memiliki risiko sedang atau jika seorang
dokter memberikan terapi antibiotik dengan risiko tinggi untuk pasien. Jika
hasil yang diperoleh positif maka pengobatan diberikan antibiotik dengan
tepat namun apabila hasilnya negatif maka pengobatan antibiotik
dihentikan kemudian dilakukan follow-up. Rapid antigen detection test
tidak sensitif terhadap Streptococcus Group C dan G atau jenis bakteri
patogen lainnya. Untuk mencapai hasil yang akurat, pangambilan apus
tenggorok dilakukan pada daerah tonsil dan dinding faring posterior.
Spesimen diinokulasi pada agar darah dan ditanami disk antibiotik. Kriteria
standar untuk penegakan diagnosis infeksi GABHS adalah persentase
sensitifitas mencapai 9099%. Kultur tenggorok sangat penting bagi
penderita yang lebih dari sepuluh hari.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dari penyakit faringitis harus sesuai dengan penyebabnya.
Tujuan Penatalaksanaan
Mengatasi gejala secepat mungkin, membatasi penyebaran infeksi serta
membatasi komplikasi.
Terapi Pokok
Penatalaksanaan komprehensif penyakit faringitis akut, yaitu:
1. Istirahat cukup
2. Minum air putih yang cukup
3. Berkumur dengan air yang hangat
4. Pemberian farmakoterapi:
a. Topikal
Obat kumur antiseptik
- Menjaga kebersihan mulut
- Pada faringitis fungal diberikan nystatin 100.000400.000 2
kali/hari.
- Faringitis kronik hiperplastik terapi lokal dengan melakukan
kaustik faring dengan memakai zat kimia larutan nitras argentin
25%.
b. Oral sistemik
- Anti virus metisoprinol (isoprenosine) diberikan pada infeksi virus
dengan dosis 60100 mg/kgBB dibagi dalam 46 kali
pemberian/hari pada orang dewasa dan pada anak kurang dari lima
tahun
diberikan
50
mg/kgBB
dibagi
dalam
46
kali
pemberian/hari.
- Faringitis akibat bakteri terutama bila diduga penyebabnya
Streptococcus group A diberikan antibiotik yaitu penicillin G
benzatin 50.000 U/kgBB/IM dosis tunggal atau amoksisilin 50
mg/kgBB dosis dibagi 3 kali/hari selama sepuluh hari dan pada
dewasa 3x500 mg selama 610 hari atau eritromisin 4x500
mg/hari. Selain antibiotik juga diberikan kortikosteroid karena
steroid telah menunjukkan perbaikan klinis karena dapat menekan
reaksi
inflamasi.
Steroid
yang
dapat
diberikan
berupa
2.
3.
4.
5.
-
Contact granuloma
Contact granuloma adalah terbentuknya masa granuloma pada plica focalis
yang nanti akan menimbulkan gejala disfonia hingga afonia.
Chondronecrosis
Chondronecrosis biasanya terjadi karena didahului trauma yang nantinya akan
menimbulkan necrosis pada kartilagines laryngis.
Epiglotitis
Epiglotitis adalah radang pada epiglottis yang biasanya keluhan utama pasien
adalah sesak nafas, bukan disfonia. Pada kasus ini jarang disertai batuk
b. Diagnosis
Laringitis kronis merupakan suatu proses inflamasi yang menunjukkan adanya
peradangan pada mukosa laring yang berlangsung lama (lebih dari 3
minggu). Pada laringitis kronis proses peradangan dapat tetap terjadi
meskipun faktor penyebabnya sudah tidak ada. Proses inflamasi akan
menyebabkan kerusakan pada epitel bersilia pada laring, terutama pada
dinding belakang laring. Hal ini akan menyebabkan gangguan dalam
pengeluaran sekret dari traktus trakeobronkial. Bila hal ini terjadi, sekret akan
berada tetap pada dinding posterior laring dan sekitar pita suara menimbulkan
reaksi timbulnya batuk. Adanya sekret pada daerah pita suara dapat
menimbulkan laringospasme. Perubahan yang berarti juga dapat terjadi pada
epitel dari pita suara berupa hiperkeratosis, diskeratosis, parakeratosis dan
akantosis. Beberapa pasien mungkin telah mengalami serangan laringitis akut
berulang, terpapar debu atau asap iritatif atau menggunakan suara tidak tepat
dalam konteks neuromuskular. Merokok dapat menyebabkan edema dan
eritema laring. Laringitis kronis dibedakan menjadi laringitis kronis non
spesifik dan laringitis kronis spesifik. Laringitis kronis non spesifik sering
merupakan radang kronis yang disebabkan oleh infeksi pada saluran
pernapasan, seperti selesma, influensa, bronkhitis atau sinusitis. Akibat
paparan zat-zat yang membuat iritasi, seperti asap rokok, alkohol yang
berlebihan, asam lambung atau zat-zat kimia yang terdapat pada tempat kerja.
Terlalu banyak menggunakan suara, dengan terlalu banyak bicara, berbicara
terlalu keras atau menyanyi (vokal abuse). Pada peradangan ini seluruh
mukosa laring hiperemis, permukaan yang tidak rata dan menebal. Gejala
klinis yang sering timbul adalah berdehem untuk membersihkan tenggorokan.
Selain itu ada juga suara serak, Perubahan pada suara dapat berfariasi
tergantung pada tingkat infeksi atau iritasi, bisa hanya sedikit serak hingga
suara yang hilang total, rasa gatal dan kasar di tenggorokan, sakit
tenggorokan, tenggorokan kering, batuk kering, sakit waktu menelan. Gejala
berlangsung beberapa minggu sampai bulan. Pada pemeriksaan ditemukan
mukosa yang menebal, permukaannya tidak rata dan hiperemis. Bila terdapat
daerah yang dicurigai menyerupai tumor, maka perlu dilakukan
biopsi.
Laringitis kronis spesifik terdiri dari dua macam yaitu laringitis tuberculosis
dan laringitis luetika. Laringitis tuberkulosis hampir selalu akibat tuberkulosis
paru. Biasanya pasca pengobatan, tuberkulosis paru sembun tetapi laringitis
tuberkulosis menetap. Hal ini terjadi karena struktur mukosa laring yang
melekat pada kartilago serta vaskularisasinya yang tidak sebaik paru sehingga
bila infeksi sudah mengenai kartilago maka tatalaksananya dapat berlangsung
lama. Secara klinis manifestasi laringitis tuberkulosis terdiri dari 4 stadium
yaitu :
-
sangat nyeri.
Stadium perikondritis, ulkus makin dalam sehingga mengenai kartuilago
laring terutama kartilago aritenoid dan epiglotis sehingga terjadi kerusakan
tulang rawan.
Stadium pembentukan tumor, terbentuk fibrotuberkulosis pada dinding
posterior, pita suara dan subglotik.
a. Kapan pertama kali timbul serta faktor yang memicu dan mengurangi
gejala
b. Kondisi kesehatan secara umum
c. Riwayat pekerjaan, termasuk adanya kontak dengan bahan yang dapat
memicu timbulnya laringitis seperti debu, asap.
d. Penggunaan suara berlebih
e. Penggunaan obat-obatan seperti diuretik, antihipertensi, antihistamin yang
dapat menimbulkan kekeringan pada mukosa dan lesi pada mukosa.
f. Riwayat merokok
g. Riwayat makan
h. Suara parau atau disfonia
i. Batuk kronis terutama pada malam hari
j. Stridor karena adanya laringospasme bila sekret terdapat disekitar pita
suara
k. Disfagia dan otalgia
Pada gambaran makroskopis nampak permukaan selaput lendir kering dan
berbenjol-benjol sedangkan pada mikroskopik terdapat epitel permukaan
menebal
dan
opaque,
serbukan
sel radang
menahun
pada
lapisan
Jangan merokok, dan hindari asap rokok dengan tidak menjadi perokok
tidak langsung. Rokok akan membuat tenggorokan kering dan
BAB III
KESIMPULAN
Dari diskusi tutorial pada skenario tiga ini dapat diambil kesimpulan bahwa
pasien mengalami laringitis kronis yang ditandai dengan onset waktu yang telah
berlangsung selama empat bulan. Namun pada kasus ini penyebab terjadinya
laringitis bukanlah oleh agen infeksi seperti bakteri, virus, jamur. Penyakit yang
diderita oleh pasien dikarenakan faktor pekerjaan pasien sebagai penyanyi yang dapat
menyebabkan vocal abuse (penyalahgunaan suara), serta kebiasaan pasien yang suka
mengonsumsi makanan gorengan, makanan instant, minum es serta kebiasaan
merokok di mana setiap hari menghabiskan 1/2 bungkus rokok. Seluruh hal tersebut
merupakan bahan iritant yang dapat menyebabkan reaksi peradangan pada laring
serta faring. Selain itu dari pemeriksaan tenggorok dan laringoskopi indirek juga
membantu menguatkan diagnosis.
BAB IV
SARAN
Saran untuk pasien pada kasus di skenario sebaiknya untuk sementara waktu pasien
mengistirahatkan penggunaan vokalnya untuk menghindari penyalahgunaan suara.
Selain itu pasien juga sebaiknya mengurangi makanan gorengan, makanan instant,
dan minum es yang merupakan bahan irritant terhadap struktur-struktur yang terdapat
dalam tenggorok. Kemudian yang terpenting juga menghentikan kebiasaan merokok
untuk mencegah semakin parahnya kondisi laring pasien.
Saran untuk kelompok tutorial, setiap mahasiswa diharapkan untuk tetap
mempertahankan keaktifannya dalam menyampaikan pendapat agar diskusi tetap
hidup dan berjalan menarik. Selain itu, lebih mengefisiensikan waktu yang diberikan
oleh KBK sehingga lebih banyak informasi yang didapat dan tujuan pembelajaran
skenario dapat tercapai semua.
Saran untuk tutor kelompok, semoga melalui diskusi tutorial yang kami
jalankan Dokter mendapat informasi baru yang diharapkan dapat membantu Dokter
ketika melakukan pemeriksaan kepada pasien serta memberi penjelasan kepada
pasien. Selain itu, sebaiknya Dokter juga bisa datang tepat waktu di lain kesempatan
sehingga bisa menikmati jalannya diskusi yang menarik dari awal hingga akhir.
Semangat terus untuk Dokter Novianto, menjadi berkat untuk banyak orang. Tuhan
memberkati.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Efiaty Arsyad Soepardi, et. all. 2012. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga,
Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher, edisi 7. Jakarta : Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Raymond H. Feierabend, MD, and Shahram N. Malik, MD. 2009. Hoarseness in
Adults. http://www.aafp.org/afp/2009/0815/p363.html - diakses September
2015.
American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery. 2015. Hoarseness.
http://www.entnet.org/content/hoarseness - diakses September 2015.
Dokter Dwi Antono, Sp. THT-KL. 2013. Kuliah Laringologi. Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro.
Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL FK UNS/ RS dr Moewardi Surakarta. 2015.
Keterampilan Pemeriksaan Telinga Hidung Tenggorok.
Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, et al.
Harrisons Principles of Internal Medicine. Ed ke-17. Philadelphia: McGrawHill; 2008.
Smeltzer SC, Bare BG, Hinkle JL, Cheever KH. Brunner and Suddarths Textbook of
Medical-Surgical Nursing. Ed ke-12. Philadelphia: Lippincott; 2009; h. 530.
Harold C, Hemphill BJ, Kovach P. Professional Guide to Diseases. Ed ke-9.
Philadelphia: Lippincott; 2009; h.727-728.