I. PENDAHULUAN
Impaksi bolus makanan merupakan keadaan akut yang kebanyakan
dapat dengan mudah dikenali pada pasien.Kebanyakan impaksi bolus makanan
dapat teratasi dengan manuver abdominal thrust atau langsung dimuntahkan.
Ketika gejala obstruksi menetap dan atau disertai dengan rasa tidak nyaman
pada daerah dada, maka pasien memerluan perhatian medis. Pasien utamanya
mengalami sensasi nyeri dada seperti rasa tertekan pada dada, hal ini sangat
sulit dibedakan dengan nyeri pada jantung. Namun, impaksi bolus makanan
biasanya berkaitan dengan sialorrhea atau saliva yang
berlebihan, yang
disertai dengan obstruksi pada esofagus. Pasien juga tidak dapat makan dan
minum seperti biasanya jika sedang mengalami sebuah impaksi.1
Sangat penting untuk membedakan antara impaksi dan tersedak.
Pasien dengan impaksi bolus makanan tidak memiliki gangguan pernapasan.
Mereka dapat berbicara dan batuk, lain halnya dengan pasien yang tersedak,
cenderung untuk tidak melakukan hal tersebut.1
Impaksi benda asing esofagus adalah kasus darurat umum yang
menempati urutan ketiga setelah perdarahan saluran cerna atas dan bawah.
Memiliki kejadian tahunan 13:100.000 antara populasi umum yang lebih
predominan pada laki-laki berbanding perempuan dengan rasio 1,7:1. Tingkat
kejadian meningkat dengan usia, khususnya pada pasien lebih dari tujuh puluh
tahun. Impaksi bisa dibedakan menjadi dua jenis: (a) impaksi benda asing
benar disebabkan oleh benda seperti benda tumpul atau benda runcing dan
dalam kaitannya dengan benda-benda lain-lain yang dapat menutup jalan
lumen; (B) impaksi makanan karena materi nonsolid di esofagus. Hal ini
dikelola dengan endoskopi baik dengan mendorong atau mengekstraksi bahan
berdampak pada kerongkongan menggunakan endoskopi rigid atau fleksibel.
Namun, survei yang dilakukan antara praktisi Inggris menunjukkan bahwa
mayoritas biasanya tidak segera melanjutkan esofagoskopi rigid untuk
III. ANATOMI
Rongga mulut, faring, laring dan esofagus merupakan daerah yang
terlibat dalam proses menelan. Organ-organ yang terlibat dalam rongga mulut
adalah bibir, gigi geligi, palatum durum dan molle, uvula, tulang mandibula,
dasar mulut, lidah, arkus faring dan sulkus giginvobukal. Atap mulut dibentuk
oleh palatum durum, palatum molle dan uvula. Pallatum molle bergerak ke
bawah dan depan oleh m. Palatoglossus, bergerak ke atas dan retraksi pada
penutupan vellofaring oleh tarikan m. Palatofaring, levator palatum dan serat
otot konstriktur faring superior. Maksilla merupakan komponen utama dari
rahang atas. Palatum durum menyatu dengan rahang dan membentuk rongga
kavum oral. Persarafan untuk gigi bagian atas berasal dari nervus maksilaris
berjalan dengan nervus
Mandibular merupakan rahang bawah yang terdiri dari tooth-bearing body dan
ramus yang berasal dari sudut mandibular. Ramus, termasuk sudut mandibular,
ditutupi oleh m. masseter, yang menyilang diatas nervus fasialis dan kelenjar
parotid.3
Gambar 2. Palatum
pada
hidung.Pada
farig
bagian
bawah,
terdiri
dari
epitel
dan arkus aorta. Penyempitan yang ketiga disebabkan oleh mekanisme sfingter
gastroesofageal.3
Gambar 3. Anatomi8
neuromuskular mulai dari susunan saraf pusat, batang otak, persarafan sensorik
dinding faring dan uvula, persarafan ekstrinsik esofagus, serta persarafan
intrinsik otot-otot esofagus bekerja dengan baik, sehingga aktivitas motorik
berjalan lancar. Kerusakan pada pusat menelan dapat menyebabkan kegagalan
aktivitas komponen orofaring, otot lurik esofagus, dan sfingter esofagus bagian
atas.Oleh karena otot lurik esofagus dan sfingter esofagus bagian atas juga
mendapat persarafan dari inti motor nervus vagus, maka aktivitas peristaltik
esofagus masih tampak pada kelainan di otak.Relaksasi sfingter esofagus
bagian bawah terjadi akibat peregangan langsung dinding esofagus.Dalam
proses menelan akan terjadi hal-hal seperti berikut :2,4
1) pembentukan bolus makanan dengan ukuran konsistensi yang baik
10
EOSINOPHILIC ESOPHAGITIS
Eosinophilic esophagitis (EoE) telah digambarkan pada tahun 1970
tetapi hanya baru-baru ini mendapat pengakuan sebagai diagnosis yang
signifikan pada populasi orang dewasa. EoE telah ditemukan di seluruh
dunia, dengan pengecualian Afrika dan, meskipun prevalensi kondisi ini
rendah (0.4-0,7%), tampaknya ia akan meningkat. Kelompok pasien
menunjukkan dominasi laki-laki (70 %) dan clustering keluarga telah
dicatatkan dalam beberapa studi. EoE jelas ada hubungan dengan atopi,
dan banyak pasien memiliki riwayat pribadi dan keluarga dengn kondisi
atopik, termasuk asma, rinitis alergi bermusiman dan/atau eczema. Bisa
dikonseptualisasikan sebagai Asma kerongkongan.11
11
ACHALASIA
Akalasia primer adalah kondisi idiopatik melibatkan pleksus
myenteric dari esofagus, sedangkan akalasia sekunder disebabkan oleh
kondisi lain yang mendasarinya, paling umum tumor ganas yang
melibatkan gastroesophageal junction (terutama karsinoma kardia
lambung). Akalasia primer adalah ditandai dengan tidak adanya peristaltik
primer dalam kerongkongan dan tidak lengkap relaksasi sfingter esofagus
distal, yang dimanifestasikan pada studi barium sebagai penyempitan
meruncing (beaklike) dari esofagus distal yang berdekatan dengan
gastroesophageal junction. Pada kasus lanjut, esofagus dapat dilatasi
secara massif dan berliku-liku pada bagian distal (eg, "sigmoid" esofagus).
Karena dari perkembangan yang lambat dari gejala, individu yang
terpengaruh biasanya sudah memiliki long standing disfagia ketika mereka
mau berobat.12
Akalasia sekunder juga ditandai oleh tidak ada peristaltik di
esofagus
dan
gastroesophageal
penyempitan
yang
beaklike
yang
berdekatan
12
13
diketahui dan isi makanan. Secara umum, lokasi impaksi makanan yang
pasien keluhkan tidak bisa dipercaya, dan disfagia esofagus sering
dikeluhkan pada bagian proksimal berbanding distal dari lokasi onstruksi.7
b) Pemeriksaan Penunjang
Esofagografi
Barium
esofagoram
adalah
tes
diagnostik
yang
berguna
untuk
14
Gambar 6. Schatzki ring. (a) Prone RAO spot image from single-contrast phase of
esophagography shows Schatzki ring as smooth, symmetric, ringlike constriction (white
arrow) in distal esophagus directly above a hiatal hernia (black arrows). (b) Upright LPO
spot image from double-contrast phase of same examination shows mild narrowing of
distal esophagus withoutdemonstration of the ring because of inadequate distention of this
region.
IX. PENATALAKSANAAN
Airway
15
atatu
perforasi
menentukan
kapan
bisa
dilakukan
Glukagon
Pada kasus impaksi bolus makanan, pemberian glucagon 1.0mg intravena
telah terlihat dapat menyebabkan relaksasi esofagus distal, yang
membolehkan bolus untuk bergerak secara spontan sementara terapi
endoskopik dilakukan. Namun, studi yang lain mempersoalkan tahap
efektifitas glucagon, termasuk satu studi kecil yang menunjukkan tidak
ada perbaikan jika dibandingkan dengan placebo. Glukagon secara
umumnya aman dan menjadi terapi pilihan. Penggunaan glucagon
bagaimanapun seharusnya tidak memperlambat pengeluaran imapaksi
makanan secara endoskopik definitif.8
16
urgensi karena pasase spontan bolus makanan bisa terjadi dan endoskopi bisa
ditunda sehingga waktu yang telah ditentukan. Namun, intervensi endoskopi
tidak bisa ditunda melebihi 24 jam dari presentasi karena hal ini dapat
meningkatkan1 resiko terjadinya komplikasi. Jika bolus makanan dikeluarkan
lebih cepat maka local pressure-induced jejas mukosa esofagus bisa
diminimalisasi Smith dan Wong menyarankan agar endoskopi non-urgensi
dalam jangka waktu 6 hingga 12jam untuk meningkatkan kebarangkalian
mengeluarkan bolus daging yang utuh, sebelum ia menjadi lembut.7
Alat yang diperlukan adalah endoskopi dengan ukuran yang sesuai,
overtubes, aksesori seperti polypectomy snares, forsep rat-tooth dan aligator,
Roth retrieval net, Dormia basket, dan Magill or Kelly grasping forceps.8
Terdapat dua jenis esofagoskop, yaitu :9
1. Esofagoskop kaku (fiberoptic rigid esophagoscope), digunakan terutama
untuk terapi, seperti mengambil benda asing, mengangkat tumor jinak,
hemostatis, pemberian obat sklerosing untuk varises dan dilatasi stiktur.
Selain itu juga untuk menilai keadaan bagian proksimal osefagus, yaitu
daerah pharyngoeosophageal junction. Alat ini juga digunakan untuk
menilai kelainan esofagus pada bayi dan anak kecil, serta untuk
mengambil foto kelainan esofagus. Esofagoskop kaku memiliki dua
ukuran. Ukuran 50 cm untuk memeriksa esofagus thorakal dan sfingter
bagian bawah, serta ukuran 20-30 cm untuk memeriksa faring dan
esofagus servikal.9
2. Esofagoskop lentur (fiberoptic flexible esophagoscope), memberikan
kemudahan untuk memeriksa pasien dengan kelainan tulang vetebra,
terutama di daerah servikal dan thorakal. Untuk kelainan esofagus yang
disertai
dengan
esofagoskop
adanya
lentur
kecurigaan
merupakan
alat
kelainan
pilihan
dilambung,
untuk
maka
diagnostik.
17
X. KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi yang dapat disebabkan oleh benda asing yang
terdapat di esofagus, antara lain :11
Benda asing dapat menimbulkan laserasi mukosa, perdarahan, perforasi
trakeoesofagus.
Gejala dan tanda perforasi esofagus, antara lain emfisema subkutis atau
mediastinum, krepitasi kulit di daerah leher atau dada, pembengkakan
leher, kaku leher, demam, menggigil, gelisah, takikardi, takipnea, nyeri
yang menjalar ke punggung, retrosternal, dan epigastrium. Penjalaran ke
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Ginsberg GG. Advances In Endoscopy, Food Bolus Impaction. Volume 3.
Hospital of the Universty of Pennsylvania. 2007.
2. Fielding JWL, Hallissey MT. Upper gastrointestinal surgery. London:
Springer; 2005. p. 1-15.
3. Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD. Head and neck surgery otolaryngology. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2006.
19
Hin
Hin,
et
all.
Review
Of
Food
Bolus
Impaction.
Gastroenterol.2008;22:805-08.
8. Management
of
ingested
foreign
bodies
and
food
impactions.
20