Anda di halaman 1dari 20

IMPAKSI BOLUS MAKANAN

I. PENDAHULUAN
Impaksi bolus makanan merupakan keadaan akut yang kebanyakan
dapat dengan mudah dikenali pada pasien.Kebanyakan impaksi bolus makanan
dapat teratasi dengan manuver abdominal thrust atau langsung dimuntahkan.
Ketika gejala obstruksi menetap dan atau disertai dengan rasa tidak nyaman
pada daerah dada, maka pasien memerluan perhatian medis. Pasien utamanya
mengalami sensasi nyeri dada seperti rasa tertekan pada dada, hal ini sangat
sulit dibedakan dengan nyeri pada jantung. Namun, impaksi bolus makanan
biasanya berkaitan dengan sialorrhea atau saliva yang

berlebihan, yang

disertai dengan obstruksi pada esofagus. Pasien juga tidak dapat makan dan
minum seperti biasanya jika sedang mengalami sebuah impaksi.1
Sangat penting untuk membedakan antara impaksi dan tersedak.
Pasien dengan impaksi bolus makanan tidak memiliki gangguan pernapasan.
Mereka dapat berbicara dan batuk, lain halnya dengan pasien yang tersedak,
cenderung untuk tidak melakukan hal tersebut.1
Impaksi benda asing esofagus adalah kasus darurat umum yang
menempati urutan ketiga setelah perdarahan saluran cerna atas dan bawah.
Memiliki kejadian tahunan 13:100.000 antara populasi umum yang lebih
predominan pada laki-laki berbanding perempuan dengan rasio 1,7:1. Tingkat
kejadian meningkat dengan usia, khususnya pada pasien lebih dari tujuh puluh
tahun. Impaksi bisa dibedakan menjadi dua jenis: (a) impaksi benda asing
benar disebabkan oleh benda seperti benda tumpul atau benda runcing dan
dalam kaitannya dengan benda-benda lain-lain yang dapat menutup jalan
lumen; (B) impaksi makanan karena materi nonsolid di esofagus. Hal ini
dikelola dengan endoskopi baik dengan mendorong atau mengekstraksi bahan
berdampak pada kerongkongan menggunakan endoskopi rigid atau fleksibel.
Namun, survei yang dilakukan antara praktisi Inggris menunjukkan bahwa
mayoritas biasanya tidak segera melanjutkan esofagoskopi rigid untuk

menghilangkan impaksi bolus makanan secara mekanis; namun, mereka lebih


suka menggunakan obat antispasmodic (83%), yang paling umum adalah
hyoscine butylbromide (buscopan) dan diazepam, untuk mencoba supaya
obstruksi bergerak secara spontan. Keterampilan endoskopi untuk melakukan
endoskopi atas bervariasi, dan setiap upaya untuk mengendali sebuah impaksi
esofagus berbahaya jika endoscopist kurang berpengalaman mengelola lesi
esofagus distal yang belum diketahui. Intervensi yang ditunda setelah 24 jam
dari onset gejala sering dikaitkan dengan lama waktu terapi endoskopi dan
lebih banyak lebih gejala ulserasi esofagus dengan odinofagi.1
II. EMBRIOLOGI SALURAN PENCERNAAN BAGIAN ATAS
Rongga mulut, faring, dan esofagus berasal dari foregut embrionik.
Ketika mudigah berusia kurang lebih 4 minggu, sebuah divertikulum
respiratorium (tunas paru) nampak di dinding ventral usus depan, di perbatasan
dengan faring. Divertikulum ini akan berangsur-angsur terpisah dari bagian
dorsal usus depan melalui sebuah pembatas, yang dikenal dengan septum
esofagotrakealis. Dengan cara ini, usus depan terbagi menjadi bagian ventral,
yaitu primordium pernapasan, dan bagian dorsal, yaitu esofagus.2
Pada mulanya esofagus tersebut pendek, tetapi karena jantung dan
paru-paru bergerak turun, bagian ini memanjang dengan cepat.Lapisan otot,
yang dibentuk oleh mesenkim di sekitarnya bercorak serat lintang pada dua
pertiga bagian atasnya dan dipersarafi oleh nervus vagus, lapisan otot sepertiga
bawah adalah otot polos dan dipersarafi oleh pleksus splangnikus.2

Gambar 1. Embriologi esofagus2

III. ANATOMI
Rongga mulut, faring, laring dan esofagus merupakan daerah yang
terlibat dalam proses menelan. Organ-organ yang terlibat dalam rongga mulut
adalah bibir, gigi geligi, palatum durum dan molle, uvula, tulang mandibula,
dasar mulut, lidah, arkus faring dan sulkus giginvobukal. Atap mulut dibentuk
oleh palatum durum, palatum molle dan uvula. Pallatum molle bergerak ke
bawah dan depan oleh m. Palatoglossus, bergerak ke atas dan retraksi pada
penutupan vellofaring oleh tarikan m. Palatofaring, levator palatum dan serat
otot konstriktur faring superior. Maksilla merupakan komponen utama dari
rahang atas. Palatum durum menyatu dengan rahang dan membentuk rongga
kavum oral. Persarafan untuk gigi bagian atas berasal dari nervus maksilaris
berjalan dengan nervus

alveolar posteriosuperior dan anterosuperior.

Mandibular merupakan rahang bawah yang terdiri dari tooth-bearing body dan
ramus yang berasal dari sudut mandibular. Ramus, termasuk sudut mandibular,
ditutupi oleh m. masseter, yang menyilang diatas nervus fasialis dan kelenjar
parotid.3

Gambar 2. Palatum

Dinding faring terdiri dari mukosa dan m. voluntary.Struktur mukosa


dari faring bervariasi.Pada bagian nasal terdiri dari silia dan menyerupai
mukosa

pada

hidung.Pada

farig

bagian

bawah,

terdiri

dari

epitel

squamous.bagian dari faring adalah nasofaring, orofaring dan hipofaring.


Nasofaring merupakan lanjutan daerah anterior yang melalui koana dengan
kavum nasi.Orofaring merupkana lanjutan anterior yang melalui fauces, atau
ismus dari orofaring. 3
Esofagus merupakan sebuah saluran berupa tabung otot yang
menghubungkan dan menyalurkan makanan dari rongga mulut ke lambung.
Dari perjalanannya dari faring menuju gaster, esofagus melalui tiga
kompartemen dan dibagi berdasarkan kompartemen tersebut, yaitu leher (pars
servikalis), sepanjang 5 cm dan berjalan di antara trakea dan kolumna
vertebralis, dada (pars thorakalis), setinggi manubrium sterni berada di
mediastinum posterior, mulai di belakang lengkung aorta dan bronkus cabang
utama kiri, lalu membelok ke kanan bawah di samping kanan depan aorta

thorakalis bawah, dan abdomen (pars abdominalis), masuk ke rongga perut


melalui hiatus esofagus dari diafragma dan berakhir di kardia lambung,
panjang berkisar 2-4 cm.2,3
Pada orang dewasa, panjang esofagus apabila diukur dari incivus
superior ke otot krikofaringeus sekitar 15-20 cm, ke arkus aorta 20-25 cm, ke
vena pulmonalis inferior 30-35 cm, dan ke kardioesofagus joint kurang lebih
40-45 cm.Pada anak, panjang esofagus saat lahir bervariasi, antara 8-10 cm dan
ukuran sekitar 19 cm pada usia 15 tahun.2
Bagian servikal dari esofagus memiliki panjang 5-6 cm, setinggi
vertebra servikalis VI sampai vertebra thorakalis Ianterior melekat dengan
trakea (tracheoesophageal party wall), anterolateral tertutup oleh kelenjar
thyroid, sisi dextra/sinistra dipersarafi oleh nervus recurren laryngeus, posterior
berbatasan dengan hypopharynx, terdapat locus minoris resistensae, yaitu
dinding yang tidak tertutup oleh musculus constrictor pharyngeus inferior, dan
pada bagian lateral ada carotid sheats beserta isinya.2,3
Bagian thorakal dari esofagus, panjang 16-18 cm, setinggi vertebra
thorakalis IX-X, berada di mediastinum superior antara trakea dan kolumna
vertebralis, dalam rongga thoraks disilang oleh arkus aorta setinggi vertebra
thorakalis IV dan bronkus utama sinistra setinggi vertebra thorakalis V, dan
arteri pulmonalis dextra menyilang di bawah bifurcatio trachealis, dan pada
bagian distal antara dinding posterior esofagus dan ventral corpus vertebralis
terdapat ductus thoracicus, vena azygos, arteri dan vena intercostalis.Sedang
pada bagian abdominal dari esofagus terdapat pars diaphragmatica sepanjang
1-1,5 cm, setinggi vertebra thorakalis X, terdapat pars abdominalis sepanjang
2-3 cm, bergabung dengan cardia gaster disebut gastroesophageal junction.2,3
Esofagus mempunyai tiga daerah normal penyempitan yang sering
menyebabkan benda asing tersangkut di esofagus.Penyempitan pertama adalah
disebabkan oleh muskulus krikofaringeal, dimana pertemuan antara serat otot
striata dan otot polos menyebabkan daya propulsif melemah.Daerah
penyempitan kedua disebabkan oleh persilangan cabang utama bronkus kiri

dan arkus aorta. Penyempitan yang ketiga disebabkan oleh mekanisme sfingter
gastroesofageal.3

Gambar 3. Anatomi8

Vaskularisasi dari esofagus berasal dari beberapa cabang arteri dan


vena. Arteri yang memperdarahi pada bagian servikal berjalan dari arteri
thyroidea inferior, bagian thorakal berjalan dari aorta thorakal desendens, arteri
interkostalis, dan arteri cabang bronkial, dan bagian abdominal berjalan dari
cabang-cabang arteri gastrika sinistra dan kadang-kadang arteri frenikusinferior

yang langsung dari aorta abdominalis. Sedangkan vena yang memperdarahi


bagian servikal dialirkan ke dalam vena tiroid inferior, bagian thorakal
dialirkan ke dalam vena azygos dan hemiazygos, dan bagian abdominal
dialirkan ke dalam vena gastrika sinistra.3
Persarafan esofagus terdiri dari saraf parasimpatis yang berasal dari
nervus vagus yang menimbulkan vasokonstriksi, kontraksi sfingter, dan
relaksasi dinding muskular, dan saraf simpatis dari serabut-serabut ganglia
simpatis servikalis inferior, nervus thorakal dan splangnikus yang dapat
meningkatkan sekresi kelenjar dan aktivitas peristaltik.2,3
IV. FISIOLOGI
Proses menelan merupakan proses yang kompleks. Setiap unsur yang
berperan dalam proses menelan harus bekerja secara terintegrasi dan
berkesinambungan. Keberhasilan mekanisme menelan ini tergantung dari
beberapa faktor, yaitu :4
a)
b)
c)
d)
e)

ukuran bolus makanan


diameter lumen esofagus yang dilalui bolus
kontraksi peristaltik esofagus
fungsi sfingter esofagus bagian atas dan bagian bawah
kerja otot-otot rongga mulut dan lidah
Integrasi fungsional yang sempurna akan terjadi bila sistem

neuromuskular mulai dari susunan saraf pusat, batang otak, persarafan sensorik
dinding faring dan uvula, persarafan ekstrinsik esofagus, serta persarafan
intrinsik otot-otot esofagus bekerja dengan baik, sehingga aktivitas motorik
berjalan lancar. Kerusakan pada pusat menelan dapat menyebabkan kegagalan
aktivitas komponen orofaring, otot lurik esofagus, dan sfingter esofagus bagian
atas.Oleh karena otot lurik esofagus dan sfingter esofagus bagian atas juga
mendapat persarafan dari inti motor nervus vagus, maka aktivitas peristaltik
esofagus masih tampak pada kelainan di otak.Relaksasi sfingter esofagus
bagian bawah terjadi akibat peregangan langsung dinding esofagus.Dalam
proses menelan akan terjadi hal-hal seperti berikut :2,4
1) pembentukan bolus makanan dengan ukuran konsistensi yang baik

2) upaya sfingter mencegah terhamburnya bolus ini dalam fase-fase menelan


3) mempercepat masuknya bolus makanan ke dalam faring pada saat respirasi
4) mencegah masuknya makanan dan minuman ke dalam nasofaring dan
laring
5) kerjasama yang baik dari otot-otot di rongga mulut untuk mendorong bolus
makanan ke arah lambung
6) usaha untuk membersihkan kembali esofagus
Proses menelan dapat dibagi dalam 3 fase, yakni fase oral, fase
faringeal, dan fase esofageal.
1. Fase oral terjadi secara sadar. Makanan yang telah dikunyah dan
bercampur dengan liur akan membentuk bolus makanan. Bolus ini
bergerak dari rongga mulut melalui dorsum lidah akibat kontraksi otot
intrinsik lidah.2 Kontraksi m. levator veli palatini mengakibatkan rongga
pada lekukan dorsum lidah diperluas, palatum mole terangkat dan bagian
atas dinding posterior faring (Passavants ridge) akan terangkat pula.
Bolus terdorong ke posterior karena lidah terangkat ke atas. Bersamaan
dengan ini terjadi penutupan nasofaring sebagai akibat kontraksi m. levator
veli palatini. Selanjutnya terjadi kontraksi m. palatoglossus yang
menyebabkan ismus fausium tertutup, diikuti oleh kontraksi m.
palatofaring, sehingga bolus makanan tidak akan berbalik ke rongga
mulut.2,4
2. Fase faringeal terjadi secara refleks pada akhir fase oral, yaitu
perpindahan bolus makanan dari faring ke esofagus. Faring dan laring
bergerak ke atas oleh kontraksi m. stilofaring, m. salfingofaring, m.
tirohioid, dan m. palatofaring.Aditus laring tertutup oleh epiglottis,
sedangkan ketiga sfingter laring, yaitu plika ariepiglotika, plika
ventikularis, dan plika vokalis tertutup karena kontraksi m. ariepiglotika
dan m. aritenoid obliges. Bersamaan dengan ini terjadi juga penghentian
aliran udara ke laring karena refleks yang menghambat pernapasan,
sehingga bolus makanan tidak akan masuk ke dalam saluran napas.
Selanjutnya bolus makanan akan meluncur ke arah esofagus, karena
valekula dan sinus piriformis sudah dalam keadaan lurus.2,4

3. Fase esofageal ialah fase perpindahan bolus makanan dari esofagus ke


lambung. Dalam keadaan istirahat, introitus esofagus selalu terututup.
Dengan adanya rangsangan bolus makanan pada akhir fase faringeal, maka
terjadi relaksasi m. krikofaring, sehingga introitus esofagus terbuka dan
bolus makanan masuk ke dalam esofagus. Setelah bolus makanan lewat,
maka sfingter akan berkontraksi lebih kuat, melebihi tonus introitus
esofagus pada waktu istirahat, sehingga makanan tidak akan kembali ke
faring. Dengan demikian refluks dapat dihindari. Gerak bolus makanan di
esofagus bagian atas masih dipengaruhi oleh kontraksi m. konstriktor
faring inferior pada akhir fase faringeal. Selanjutnya bolus makanan akan
didorong ke distal oleh gerakan peristaltik esofagus. Dalam keadaan
istirahat, sfingter esofagus bagian bawah selalu tertutup dengan tekanan
rata-rata 8 mmHg lebih dari tekanan di dalam lambung, sehingga tidak
akan terjadi regurgitasi isi lambung. Pada akhir fase esofageal, sfingter ini
akan terbuka secara refleks ketika dimulainya peristaltik esofagus servikal
untuk mendorong bolus makanan ke distal. Selanjutnya setelah bolus
makanan lewat maka sfingter ini akan menutup kembali.2,3,4

Gambar 4. Fisiologi menelan2

Ujung lidah terangkat ke bagian anterior palatum durum, bolus


makanan terdorong ke posterior, dan palatum mole terdorong ke atas dan
posterior. Ujung lidah makin luas menekan palatum durum, lidah mendorong
bolus makanan ke posterior, palatum mole terangkat ke atas dan menutup

nasofaring. Bolus makanan sampai ke valekula, os hioid dan laring terangkat


ke atas dan ke depan, ujung epiglotis terdorong ke belakang dan ke bawah.
Epiglotis tertekan ke bawah dan melindungi aditus laring dari masuknya bolus
makanan ke laring.Palatum mole turun ke bawah mendekati pangkal lidah,
nasofaring tertutup, rongga mulut tertutup akibat kontraksi muskulus
konstriktor faring superior, relaksasi mucus krikofaring. Vestibulum laring
tertutup akibat kontraksi plika ariepiglotika dan plika ventrikularis. Bolus
makanan sampai di valekula dan menekan ke bawah menyebabkan m.
krikofaring relaksasi dan bolus turun ke esofagus, timbul gelombang peristaltik
esofagus. Epiglotis terangkat ke atas kembali, os hioid dan laring turun kembali
ke tempatnya, nasofaring terbuka kembali.Seluruh organ di rongga faring
kembali ke posisi semula, gelombang peristaltik mendorong bolus makanan
masuk ke esofagus.2,4
V. EPIDEMIOLOGI
Impaksi bolus makanan di esofagus lebih sering terlihat pada orang tua dan
paling sering terkait dengan penyakit esofagus yang reflux-related dan
dismotilitas esofagus. Walaupun EoE dikatakan jarang menyebabkan impaksi
bolus makanan, studi terbaru menunjukkan bahwa EoE semakin sering menjadi
penyebabab impaksi bolus makanan, dengan 14 dari 29 pasien yang dibiopsi
mempunyai eosinofilik esofagitis. Data epidemiologi tentang impaksi bolus
makanan pada beberapa dekade yang lalu dan hubungannya dengan eosinofilik
esofagitis masih terbatas.6

VI. ETIOLOGI & PATOGENESIS


Impaksi bolus makanan seringnya disertai dengan beberapa komponen
yang mendasari keadaan patologi, berupa mekanik atau fungsional. Dalam hal
mekanik, striktur atau penyempitan esofagus yang paling banyak disebabkan

10

oleh cincin Schatzki, striktur peptic, atau terjadinya eosinophilic esophagitis.


Dalam hal gangguan motalitas, kelainan difus motoric esofagus atau spasme
esofagus dapat menyebabkan impaksi bolus makanan transien.1
Beberapa presentasi klasik dari impakasi bolus makanan yakni the
steakhouse syndrome atau backyard barbeque syndrome. Impaksi bolus
makanan dapat mengenai pasien yang memakan daging dan umumnya ketika
pasien tidak mengunyah makanan dengan benar. Hal ini dapat disebabkan oleh
keadaan gigi yang kurang baik, penggunaan gigi palsu, pengguna alcohol, atau
kecenderungan untuk makan dengan waktu yang cepat. Makanan yang paling
sering yang menyebabkan terjadinya impaksi seperti daging sapi, daging ayam,
dan sayuran yang setengah masak.1
Impaksi bolus makanan banyak disebabkan oleh cincin Schatzki, yang
merupakan cincin dari mukosa yang berada di esofagus bagian bawah,
sehingga terjadi penyumbatan pada esofagus yang disebabkan oleh cincin
tersebut.Penyebab paling banyak pada obstruksi bolus makanan pada esofagus
yakni eosinophilic esophagitis, yakni peradangan pada mukosa yang tidak
diketahui penyebabnya. Terjadinya perubahan pada mukosa akibat peradangan
dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya impaksi, termasuk adanya cincin
Schatzki dan penyempitan lumen.1,6

EOSINOPHILIC ESOPHAGITIS
Eosinophilic esophagitis (EoE) telah digambarkan pada tahun 1970
tetapi hanya baru-baru ini mendapat pengakuan sebagai diagnosis yang
signifikan pada populasi orang dewasa. EoE telah ditemukan di seluruh
dunia, dengan pengecualian Afrika dan, meskipun prevalensi kondisi ini
rendah (0.4-0,7%), tampaknya ia akan meningkat. Kelompok pasien
menunjukkan dominasi laki-laki (70 %) dan clustering keluarga telah
dicatatkan dalam beberapa studi. EoE jelas ada hubungan dengan atopi,
dan banyak pasien memiliki riwayat pribadi dan keluarga dengn kondisi
atopik, termasuk asma, rinitis alergi bermusiman dan/atau eczema. Bisa
dikonseptualisasikan sebagai Asma kerongkongan.11

11

Tidak ada keraguan bahwa alergi memiliki peran kunci dalam


pathogenesis penyakit ini. Hal ini dibuktikan secara klinis oleh uji coba
dari praktek pediatrik:anak diberi makan dengan makanan yang benarbenar tanpa alergen makanan, memiliki resolusi hampir 100 % dari
penyakit. Bukti pendukung juga berasal dari penggunaan hewan model
EoE, yang diinduksi dengan mengekspos tikus terhadap alergen. EoE
dimediasi oleh sitokin, termasuk interleukin (IL-)5, IL-13 dan eotaxin. IL5 dan eotaksin dirilis dalam menanggapi alergen makanan merangsang
infiltrasi eosinofil. Seiring waktu, beberapa perubahan terjadi, termasuk
hiperplasia sel basal, perpanjangan pasak rete, hipertrofi otot polos
dan/atau hiperplasia dan lamina propria dan/atau subepitel fibrosis. Ini
akhirnya menyebabkan remodelling esofagus yang merupakan faktor
utama yang berkontribusi terhadap disfagia makanan padat.11

ACHALASIA
Akalasia primer adalah kondisi idiopatik melibatkan pleksus
myenteric dari esofagus, sedangkan akalasia sekunder disebabkan oleh
kondisi lain yang mendasarinya, paling umum tumor ganas yang
melibatkan gastroesophageal junction (terutama karsinoma kardia
lambung). Akalasia primer adalah ditandai dengan tidak adanya peristaltik
primer dalam kerongkongan dan tidak lengkap relaksasi sfingter esofagus
distal, yang dimanifestasikan pada studi barium sebagai penyempitan
meruncing (beaklike) dari esofagus distal yang berdekatan dengan
gastroesophageal junction. Pada kasus lanjut, esofagus dapat dilatasi
secara massif dan berliku-liku pada bagian distal (eg, "sigmoid" esofagus).
Karena dari perkembangan yang lambat dari gejala, individu yang
terpengaruh biasanya sudah memiliki long standing disfagia ketika mereka
mau berobat.12
Akalasia sekunder juga ditandai oleh tidak ada peristaltik di
esofagus

dan

gastroesophageal

penyempitan

yang

beaklike

yang

berdekatan

junction. Akalasia sekunder yang disebabkan oleh

12

tumor di gastroesophageal junction, bagaimanapun, panjang segmen


menyempit sering lebih besar dari yang di akalasia primer karena
penyebaran tumor ke dalam distal esofagus. Penyempitan segmen
mungkin juga asimetris, nodular, atau ulserasi karena tumor menginfiltrasi
daerah ini. Riwayat klinis juga penting, karena pasien dengan akalasia
primer hampir selalu memiliki long-standing disfagia, sedangkan pasien
dengan akalasia sekunder biasanya lebih tua (di atas usia 60 tahun) dengan
onset disfagia yang baru (kurang dari 6 bulan) dan penurunan berat
badan.12
VII. MANIFESTASI KLINIS
Banyak makanan yang dapat menyebabkan impaksi bolus makanan, namun
yang paling tersering adalah daging sapi, daging babi, dan daging unggas yang
mengarah ke fenomena steakhouse syndrome. Orang-orang dengan impaksi
bolus makanan biasanya datang dengan gejala disfagi (sulit menelan), bahkan
seringnya sulit untuk menelan salivanya sendiri yang menyebabkan saliva
berlebihan pada rongga mulut.Keluhan lainnya juga bisa disertai dengan nyeri
dada, nyeri leher, regurgitasi makanan atau odinofagi (nyeri menelan).6
Pasien dengan impaksi bolus makanan pada esofagus juga dapat beresiko untuk
terjadi komplikasi seperti perforasi esofagus dan aspirasi bolus makanan ke
paru-paru.5
VIII. DIAGNOSIS
a)
Anamnesis
Diagnosis impaksi bolus makanan jarang menimbulkan masalah karena
kebanyakkan pasien mengetahui jenis makanan yang mereka makan dan
kapan munculnya gejala. Tujuan utama assement awal pada pasien adalah
untuk mengetahui stabilitas pasien, jenis makanan yang dimakan dan
jangka waktu setelah pasien tersebut makan, ada tidaknya komplikasi,
kelainan pada esofagus dan faktor komorbid yang lain.7
Dokter harus menanyakan riwayat disfagia sebelumnya, impaksi makanan,
gastroesophageal reflux disease, abnormalitas struktur esofagus yang

13

diketahui dan isi makanan. Secara umum, lokasi impaksi makanan yang
pasien keluhkan tidak bisa dipercaya, dan disfagia esofagus sering
dikeluhkan pada bagian proksimal berbanding distal dari lokasi onstruksi.7
b) Pemeriksaan Penunjang
Esofagografi
Barium

esofagoram

adalah

tes

diagnostik

yang

berguna

untuk

mengevaluasi kelainan fungsi dan struktural pada esofagus. Pemeriksaan


ini biasanya dilakukan secara multifasik yang terdiri dari upright doublecontrast views dengan densitas suspensi barium yang tinggi, prone singlecontrast dengan suspensi densitas barium yang rendah.12

Gambar 5. Upright LPO spot image from


double- contrast esophagography shows
normal esophagus with smooth
homogeneous appearance en face.

14

Gambar 6. Schatzki ring. (a) Prone RAO spot image from single-contrast phase of
esophagography shows Schatzki ring as smooth, symmetric, ringlike constriction (white
arrow) in distal esophagus directly above a hiatal hernia (black arrows). (b) Upright LPO
spot image from double-contrast phase of same examination shows mild narrowing of
distal esophagus withoutdemonstration of the ring because of inadequate distention of this
region.

Gambar 7. Upright frontal spot image from


double-contrast esophagography shows
typical findings of primary achalasia, with
dilated aperistaltic esophagus and tapered
beaklike narrowing (arrow) of distal
esophagus due to incomplete opening of the
lower esophageal sphincter. This image was
obtained in a middle-aged patient with longstanding dysphagia.

IX. PENATALAKSANAAN
Airway

15

Manajemen pertama adalah penilaian status ventilasi pasien dan evaluasi


jalan napas.Pasien yang tidak dapat kontrol sekresi beresiko tinggi
mengalami aspirasi dan memerlukan tindakan segera.
Pada beberapa kasus yang melibatkan benda asing di esofagus, intubasi

endotrakeal wajar dilakukan untuk memproteksi jalan napas.8


Timing
Intervensi untuk suatu benda asing tergantung pada umur pasien, kondisi
klinis; ukuran, bentuk, isi dan lokasi anatomis objek tersebut, dan jangka
waktu terjadinya penyumbatan. Penilaian terhadap resiko aspirasi,
obstruksi

atatu

perforasi

menentukan

kapan

bisa

dilakukan

endoskopi.Seperti yang telah dibahaskan sebelumya, pasien yang tidak


bisa mengendalikan sekresi memerlukan intervensi endoskopi yan segera
untuk mengelakkan aspirasi. Kebanyakkan pasien yang terlihat stabil
secara klinis tanpa gejala obstruksi GI high-grade tidak memerlukan
endoskopi urgen karena objek sering terlepas secara spontan. Namun,
impaksi bolus makanan harus dikeluarkan dalam jangka waktu 24 jam
karena keterlambatan mengurangkan keberhasilan dan meningkatkan
resiko komplikasi.8

Glukagon
Pada kasus impaksi bolus makanan, pemberian glucagon 1.0mg intravena
telah terlihat dapat menyebabkan relaksasi esofagus distal, yang
membolehkan bolus untuk bergerak secara spontan sementara terapi
endoskopik dilakukan. Namun, studi yang lain mempersoalkan tahap
efektifitas glucagon, termasuk satu studi kecil yang menunjukkan tidak
ada perbaikan jika dibandingkan dengan placebo. Glukagon secara
umumnya aman dan menjadi terapi pilihan. Penggunaan glucagon
bagaimanapun seharusnya tidak memperlambat pengeluaran imapaksi
makanan secara endoskopik definitif.8

Pasien yang tidak ada tanda-tanda onstruksi high-grade dan tidak


mengalami distress akut bisa bukanlah kasus yang memerlukan penanganan

16

urgensi karena pasase spontan bolus makanan bisa terjadi dan endoskopi bisa
ditunda sehingga waktu yang telah ditentukan. Namun, intervensi endoskopi
tidak bisa ditunda melebihi 24 jam dari presentasi karena hal ini dapat
meningkatkan1 resiko terjadinya komplikasi. Jika bolus makanan dikeluarkan
lebih cepat maka local pressure-induced jejas mukosa esofagus bisa
diminimalisasi Smith dan Wong menyarankan agar endoskopi non-urgensi
dalam jangka waktu 6 hingga 12jam untuk meningkatkan kebarangkalian
mengeluarkan bolus daging yang utuh, sebelum ia menjadi lembut.7
Alat yang diperlukan adalah endoskopi dengan ukuran yang sesuai,
overtubes, aksesori seperti polypectomy snares, forsep rat-tooth dan aligator,
Roth retrieval net, Dormia basket, dan Magill or Kelly grasping forceps.8
Terdapat dua jenis esofagoskop, yaitu :9
1. Esofagoskop kaku (fiberoptic rigid esophagoscope), digunakan terutama
untuk terapi, seperti mengambil benda asing, mengangkat tumor jinak,
hemostatis, pemberian obat sklerosing untuk varises dan dilatasi stiktur.
Selain itu juga untuk menilai keadaan bagian proksimal osefagus, yaitu
daerah pharyngoeosophageal junction. Alat ini juga digunakan untuk
menilai kelainan esofagus pada bayi dan anak kecil, serta untuk
mengambil foto kelainan esofagus. Esofagoskop kaku memiliki dua
ukuran. Ukuran 50 cm untuk memeriksa esofagus thorakal dan sfingter
bagian bawah, serta ukuran 20-30 cm untuk memeriksa faring dan
esofagus servikal.9
2. Esofagoskop lentur (fiberoptic flexible esophagoscope), memberikan
kemudahan untuk memeriksa pasien dengan kelainan tulang vetebra,
terutama di daerah servikal dan thorakal. Untuk kelainan esofagus yang
disertai

dengan

esofagoskop

adanya

lentur

kecurigaan

merupakan

alat

kelainan
pilihan

dilambung,
untuk

maka

diagnostik.

Esofagoskop lentur memiliki panjang yang bervariasi mulai dari 100-110


cm dan diameter mulai dari 7,8 sampai 12 mm. Masing-masing alat
tersebut juga dilengkapi dengan suction, air insufflation, dan forsep
biopsi.9

17

Gambar 7. Alat esofagoskopi

X. KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi yang dapat disebabkan oleh benda asing yang
terdapat di esofagus, antara lain :11
Benda asing dapat menimbulkan laserasi mukosa, perdarahan, perforasi

lokal dengan abses leher, ataupun mediastinitis.


Perforasi esofagus dapat menimbulkan selulitis lokal dan fistel

trakeoesofagus.
Gejala dan tanda perforasi esofagus, antara lain emfisema subkutis atau
mediastinum, krepitasi kulit di daerah leher atau dada, pembengkakan
leher, kaku leher, demam, menggigil, gelisah, takikardi, takipnea, nyeri
yang menjalar ke punggung, retrosternal, dan epigastrium. Penjalaran ke

pleura menimbulkan pneumotoraks dan piotoraks.


Bila lama berada di esofagus dapat menimbulkan jaringan granulasi dan
radang periesofagus. Benda asing seperti baterai alkali menimbulkan
toksisitas intrinsik lokal dan sistemik dengan reaksi edema dan inflamasi
lokal.

18

DAFTAR PUSTAKA
1. Ginsberg GG. Advances In Endoscopy, Food Bolus Impaction. Volume 3.
Hospital of the Universty of Pennsylvania. 2007.
2. Fielding JWL, Hallissey MT. Upper gastrointestinal surgery. London:
Springer; 2005. p. 1-15.
3. Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD. Head and neck surgery otolaryngology. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2006.

19

4. Sherwood L. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi keenam. Jakarta:


EGC; 2012. p. 641-64
5. http://en.m.wikipedia.org/wiki/Esophageal_food_bolus_obstruction
6. Mahesh VN, Holloway RH, Nguyen NQ. Changing Epidemiology of Food
Bolus Impaction, Is Eosinophilic Esophagitis to Blame? J Gastroenterol
Hepatol. 2013;28(6):963-66.
7. Ko,

Hin

Hin,

et

all.

Review

Of

Food

Bolus

Impaction.

Gastroenterol.2008;22:805-08.
8. Management

of

ingested

foreign

bodies

and

food

impactions.

Gastrointestinal Endoscopy. 2011:1085-91


9. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku ajar ilmu
kesehatan telinga, hidung, tenggorok, keala, dan leher. Edisi keenam. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.
10. Water TR, Staecker H. Otolaryngology : basic science and clinical review.
New York: Thieme; 2006. p. 223.
11. Lesson of the month. Clinical Medicine. 2012;12(5):486-88.
12. Levine, Marc S. Review for Residents : Disease of the Esophagus: Diagnosis
With Esophagography.2005;237:414-27.

20

Anda mungkin juga menyukai