DISUSUN OLEH:
FAKULTAS KEDOKTERAN
TAHUN 2019
Skenario 1
Seorang wanita 35 tahun G5P3A1 hamil 16-18 minggu dengan bekas/riwayat seksio
sesarea datang ke poliklinik kebidanan untuk pemeriksaan antenatal. Bagaimana pengelolaan
kasus secara lengkap, dengan memperhatikan kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi.
A. Kata Sulit
G5P3A1
Seksio sesarea
Antenatal
B. Kata Kunci :
Wanita 35 tahun
Hamil 16-18 minggu
G5P3A1
Riwayat seksio sesarea
C. Masalah Dasar :
Seorang perempuan usia 35 tahun, hamil 16-18 minggu G5P3A1 dengan riwayat
seksio sesarea.
D. Pertanyaan :
1. Anatomi
2. Fisiologi
3. Anamnesis.
4. Pemeriksaan Fisik.
5. Pemeriksaan Penunjang.
6. KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) yang efektif
7. Edukasi
8. Faktor Risiko
9. Komplikasi
10. Perencanaan Persalinan dan Penggunaan Kontrasepsi
11. Pengaruh abortus pada kehamilan selanjutnya
E. Pembahasan
1. Anatomi
a) OVARIUM
Ovarium adalah gonad perempuan berukuran dan berbentuk mirip buah almond
yang menjadi tempat berkembangnya ovum.
Pembuluh darah ovarium, limfatik, dan persarafan yang berjalan ke dan dari aspek
superolateral ovarium di dalam ligamentum suspensorium ovarii, yang sebenarnya
merupakan bagian lateral mesovarium ligamentum latum.
Ovarium juga melekat pada uterus melalui ligamentum ovarii, yang berjalan di
dalam mesovarium. Ligamentum ovarii menghubungkan ujung proksimal (uterus)
ovarium dengan sudut lateral uterus, tepat di bawah masuknya tuba uterina.
b) TUBA UTERINA
Membawa oosit (ovum), dikeluarkan setiap bulan dari ovarium selama usia subur,
dari cavitas peritonealis periovarian ke cavitas uteri.
Memanjang ke lateral dari cornus uteri dan bermuara ke dalam cavitas peritonealis
di dekat ovarium.
Panjang kira-kira 10 cm
Pada disposisi “ideal”, seperti yang diilustrasikan secara khas, tuba memanjang
simetris ke posterolateral ke dinding pelvis lateral, tempatnya melengkung di
anterior dan superior ovarium pada ligamentum latum yang terdisposisi secara
horizontal. Pada kenyataannya, seperti yang terlihat pada pemeriksaan USG, tuba
sering tersusun asimetris dengan satu atau yang lain sering terletak di superior dan
bahkan di posterior uterus.
Tuba uterina dapat dibagi menjadi empat bagian, dari lateral ke medial:
Infundibulum: ujung distal berbentuk corong pada tuba yang bermuara ke dalam
cavitas peritonealis melalui ostium abdominalis; prosesus seperti jari pada ujung
berfimbria infundibulum (fimbria) menyebar pada permukaan medial ovarium;
satu fimbria ovarian besar melekat pada polus superior ovarium.
Ampulla: bagian tuba yang paling lebar dan panjang, yang dimulai pada ujung
medial infundibulum; fertilisasi oosit biasanya terjadi dalam ampula.
Isthmus: bagian tuba yang berdinding tebal, yang masuk cornu uteri.
Bagian uterina: segmen intramural pendek pada tuba yang berjalan melalui dinding
uterus dan bermuara melalui ostium uteri ke dalam cavitas uteri pada cornu uteri.
c) UTERUS
Organ muscular berongga, berbentuk mirip buah pir, dan berdinding tebal
Uterus yang tidak hamil biasanya terletak dalam pelvis minor, dengan corpusnya
terletak pada vesica urinaria dan cervixnya di antara vesica urinaria dan rectum.
Panjang kira-kira 7,5 cm, lebar 5 cm, dan tebal 2 cm, serta berat sekitar 90 gr.
Uterus dapat dibagi menjadi dua bagian utama: corpus dan cervix.
Corpus uteri, yang membentuk dua pertiga superior organ, meliputi fundus uteri,
bagian bundar yang terletak di atas ostium tuba uterina. Corpus terletak di antara
lapisan-lapisan ligamentum latum dan dapat bergerak secara bebas. Corpus
memiliki dua permukaan: vesical (dihubungkan dengan vesica) dan intestinal.
Corpus dibatasi dari cervix oleh isthmus uteri.
Cervix uteri adalah sepertiga inferior uterus yang relative sempit, silindris, panjang
sekitar 2,5 cm pada perempuan dewasa yang tidak hamil. Ada dua bagian: pars
supravaginalis di antara isthmus dan vagina, dan pars vaginalis, yang menonjol ke
dalam vagina. Pars vaginalis yang bundar mengelilingi ostium uteri dan sebaliknya
dikelilingi oleh ruang sempit, fornix vaginae. Pars supravaginalis dipisahkan dari
vesica di anterior oleh jaringan ikat longgar dan dari rectum di posterior oleh
excavation rectouterina.
d) VAGINA
Vagina terdiri dari ostium urethrae externum dan ostium vaginae dan muara dua
kelenjar vestibular besar.
Batas-batas:
Arteri yang menyuplai bagian superior vagina berasal dari arteria uterina; arteri
yang memperdarahi pars media dan inferior vagina berasal dari arteria vaginalis
dan arteria pudenda interna.
Vena vaginalis dari plexus venosus vaginalis sepanjang sisi vagina dan di dalam
mukosa vagina. Vena-vena tersebut berlanjut dengan plexus venosus uterinus
sebagai plexus venosus uterovaginalis dan bermuara ke dalam vena iliaca interna
melalui vena uterina. Plexus tersebut juga berhubungan dengan plexus venosus
rectalis dan vesicalis.
Pembuluh limfatik vagina bermuara dari bagian-bagian vagina berikut ini:
Konsepsi adalah merupakan awal dari kehamilan, dimana satu sel telur dibuahi
oleh satu sperma. Ovulasi (pelepasan sel telur) adalah merupakan bagian dari siklus
menstruasi normal, yang terjadi sekitar 14 hari sebelum menstruasi. Sel telur yang
dilepaskan bergerak ke ujung tuba falopii (saluran telur) yang berbentuk corong , yang
merupakan tempat terjadinya pembuahan.Jika tidak terjadi pembuahan, sel telur akan
mengalami kemunduran (degenerasi) dan dibuang melalui vagina bersamaan dengan
darah menstruasi. Jika terjadi pembuahan, maka sel telur yang telah dibuahi oleh sperma
ini akan mengalami serangkaian pembelahan dan tumbuh menjadi embrio (bakal janin).
Jika pada ovulasi dilepaskan lebih dari 1 sel telur dan kemudian diikuti dengan
pembuahan, maka akan terjadi kehamilan ganda, biasanya kembar 2. Kasus seperti ini
merupakan kembar fraternal.Kembar identik terjadi jika pada awal pembelahan, sel telur
yang telah dibuahi membelah menjadi 2 sel yang terpisah atau dengan kata lain, kembar
identik berasal dari 1 sel telur.Pada saat ovulasi, lapisan lendir di dalam serviks (leher
rahim) menjadi lebih cair, sehingga sperma mudah menembus ke dalam rahim. Sperma
bergerak dari vagina sampai ke ujung tuba falopii yang berbentuk corong dalam waktu
5 menit.Sel yang melapisi tuba falopii mempermudah terjadinya pembuahan dan
pembentukan zigot (sel telur yang telah dibuahi).
Gestasi (kehamilan) dapat terjadi jika sel telur matang dibuahi oleh sel sperma.
Kemudian, sel telur yang dibuahi tadi diantarkan dan disimpan oleh tubuh kita ke
dalam rahim untuk kemudian tumbuh dan berkembang menjadi bayi. Wanita yang
sudah dalam keadaan hamil tidak mungkin mengalami menstruasi, karena hormon yang
biasa digunakan untuk mematangkan sel telur berubah fungsinya menjadi penyedia
makanan bagi bayi. Kehamilan pada manusia biasanya kurang lebih sekitar 38 minggu
dihitung sejak saat fertilisasi atau pembuahan, sampai saat kelahiran
Proses persalinan dalam ilmu kedokteran dibagi dalam 4 tahap.. Pada tahap I,
mulai terjadi pembukaan jalan lahir dari 1 cm sampai lengkap (10 cm). Dalam proses
persalinan normal, tahap pertama ini memerlukan waktu sekitar 20 jam untuk anak
pertama. Memasuki tahap II, yaitu setelah pembukaan jalan lahir lengkap sampai bayi
lahir. Biasanya, tahapan ini memerlukan waktu sekitar dua jam. Selanjutnya tahap III,
mulai saat bayi lahir sampai keluar ari-ari. Pada tahap ini, otot rahim berkontraksi,
serviks membesar, dan bayi didorong ke luar. Persalinan yang normal umumnya kepala
bayi keluar terlebih dahulu dan diikuti bagian tubuh lainnya. Pada saat berkontraksi,
amnion pecah, dan cairan amnion keluar bersama bayi untuk melicinkan jalan keluar.
Secara normal, tahapan ini hanya memerlukan waktu setengah jam. Tahap IV, yaitu dua
jam pasca kelahiran. Beberapa saat setelah bayi lahir dilakukan pemotongan tali pusar.
Pada tali pusar tidak terdapat jaringan saraf sehingga tidak terasa sakit sewaktu
dipotong. Keluarnya plasenta terjadi kira-kira tiga puluh menit setelah bayi keluar
karena dinding rahim berkontraksi lagi. Proses persalinan tidak dapat terlepas dari
pengaturan hormon. Adapun jenis hormon yang berperan pada proses persalinan
sebagai berikut. 1) Hormon relaksin, mempengaruhi fleksibilitas simfisis pubis. 2)
Hormon estrogen, berperan mengatasi pengaruh hormon progesteron yang menghambat
kontraksi dinding rahim. 3) Hormon prostaglandin, dihasilkan semua sel dalam jumlah
sedikit untuk mengatasi pengaruh progesteron. 4) Hormon oksitosin, mempengaruhi
kontraksi dinding uterus. Bayi yang tidak normal, terlalu besar atau posisinya
melintang, harus dilakukan bedah sesar. Operasi ini dilakukan dengan membuat sayatan
pada perut menuju rahim, selanjutnya bayi diangkat dari rahim. Setelah dilahirkan bayi
memerlukan perawatan secara cermat, di antaranya dengan memberi ASI. Air susu ibu
merupakan makanan dan minuman terbaik untuk bayi terutama sejak lahir hingga bayi
berusia enam bulan. Air susu ibu yang diberikan pertama kali berwarna kekuningan. Air
ini dinamakan kolostrum. Kandungan protein kolostrum tiga kali lipat dari air susu ibu
biasa. Kolostrum juga mengandung antibodi yang sangat tinggi sehingga mampu
melawan berbagai bibit penyakit seperti salesma dan radang paru-paru. Oleh karena itu,
kolostrum dapat digunakan sebagai imunisasi pertama bagi bayi.
3. Anamnesis
Anamnesis Umum
• Nama : -
• Usia ibu : 35 tahun
• Pekerjaan : -
• Alamat : -
• Riwayat pernikahan
Sudah berapa tahun menikah?
Pernikahan yang keberapa?
• Riwayat Haid
Apakah haid teratur?
Hari pertama haid terakhir?
C. Riwayat Penyakit
Jantung ?
Hipertensi?
Diabetes Mellitus?
TBC?
Pernah operasi sebelumnya?
Alergi obat/makanan tertentu?
Asma?
Epilepsi?
Pernah kecelakaan atau trauma?
4. Pemeriksaan Fisik
A. PERALATAN PEMERIKSAAN
Alat yang dipakai bervariasi namun yang terpenting adalah bagaimana seorang
pemeriksa memanfaatkan mata, telinga, hidung dan tangannya untukk mengetahui
hampir semua hal penting tentang ibu hamil yang diperiksanya. Peralatan hanyalah
penunjang bila ada dapat membantu pemeriksaan bila tidak semua tersedia,
pemeriksaan kehamilan dapat dilakukan dengan baik dengan ketrampilan
memanfaatkan inderanya dan mempunyai kemampuan untuk menilai serta menangkap
hal-hal yang perlu diperhatikan pada ibu hamil. Peralatan yang dipergunakan harus
dalam keadaan bersih dan siap pakai.
Adapun alat – alat yang dibutuhkan untuk pemeriksaan ibu hamil diantaranya
adalah: timbangan berat badan, pengukur tinggi badan, tensi meter, stetoskop
monokuler atau linec, meteran atau midlen, hamer reflek, jangka panggul serta
peralatan untuk pemeriksaan laboratorium kehamilan yaitu pemeriksaan kadar
hemoglobin, protein urin, urin reduksi dll (bila diperlukan)
Hasil: jika kepala janin yang nerada di fundus, maka palpasi akan teraba bagian
bulat, keras dan dapat digerakkan (balotemen). Jika bokong yang terletak di
fundus,maka pemeriksa akan meraba suatu bentuk yang tidak spesifik, lebih besar
dan lebih lunak dari kepala, tidak dapat digerakkan, serta fundus terasa penuh.
Pada letak lintang palpasi didaerah fundus akan terasa kosong.
Hasil : bagian bokong janin akan teraba sebagai suatu benda yang keras pada
beberapa bagian lunak dengan bentuk teratur,sedangkan bila teraba adanya bagian
– bagian kecil yang tidak teratur mempunyai banyak tonjolan serta dapat bergerak
dan menendang, maka bagian tersebut adalah kaki, lengan atau lutut. Bila
punggung janin tidak teraba di kedua sisi mungkin punggung janin berada pada
sisi yang sama dengan punggung ibu (posisi posterior) atau janin dapat pula berada
pada posisi dengan punggung teraba disalah satu sisi.
7. Pemeriksaan Leopold III : untuk menentukan bagian janin apa yang berada
pada bagian bawah. Petunjuk cara memeriksa:
dengan lutut ibu dalam posisi fleksi, raba dengan hati-hati bagian bawah abdomen
pasien tepat diatas simfisis pubis. Coba untuk menilai bagian janin apa yang
berada disana. Bandingkan dengan hasil pemeriksaan Leopold.
Hasil : bila bagian janin dapat digerakkan kearah cranial ibu, maka bagian
terbawah dari janin belum melewati pintu atas panggul. Bila kepala yang berada
diabagian terbawah, coba untuk menggerakkan kepala. Bila kepala tidak dapat
digerakkan lagi, maka kepala sudah “engaged” bila tidak dapat diraba adanya
kepala atau bokong, maka letak janin adalah melintang.
Hasil: pada dasarnya sama dengan pemeriksaan Leopold III, menilai bagian janin
terbawah yang berada didalam panggul dan menilai seberapa jauh bagian tersebut
masuk melalui pintu atas panggul.
b. Distansia kristarum
Yaitu jarak antara Krista iliaka terjauh kanan dan kiri dengan ukuran
sekitar 26-29 cm. bila selisih antara distansi kristarum dan distansia spinarum
kurang dari 16 cm, kemungkinan besar adanya kesempitan panggul.
Pemeriksaan Urin
Pemeriksaan urin dilakukan untuk memastikan kehamilan. Selain itu, juga
dilakukan untuk mengetahui fungsi ginjal ibu hamil ada tidaknya protein dalam urin, dan
juga mengetahui kadar gula dalam darah. Adanya protein dalam urin mengarah pada pre-
eklampsia. Sedangkan kadar gula darah dapat menunjukkan apakah ibu hamil mengalami
diabetes mellitus atau tidak.
Pemeriksaan Perut/leopold
Dilakukan untuk melihat posisi atas Rahim, mengukur pertumbuhan janin, dan
mengetahui posisi janin. Pemeriksaan ini harus dilakukan secara rutin setiap kali dilakukan
pemeriksaan dengan dokter kandungan atau bidan.
Pemeriksaan Kaki
Dilakukan untuk mengetahui adanya pembengkakan (edema) dan kemungkinan
varises. Pembengkakan yang terjadi di minggu-minggu akhir kehamilan adalah normal,
namun pembengkakan yang berlebihan menandakan pre-eklampsia
Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan darah bertujuan untuk mengetahui kesehatan umum ibu hamil.
Pemeriksaan darah dapat juga dilakukan dengan pemeriksaan AFP (alpha fetoprotein).
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kemungkinan gangguan saluran saraf tulang
belakang dan untuk mendeteksi otak janin. Kadar AFP yang rendah menunjukkan adanya
kemungkinan down sindrom pada janin. Biasanya pemeriksaan dilakukan pada usia
kehamilan sekitar 15-20 minggu.
Pemeriksaan kehamilan kedua yaitu pemeriksaan kehamilan saat usia kehamilan antara 4-6
bulan. Biasanya kunjungan kehamilan dilakukan sebelum usia kehamilan mencapai 26
minggu. Pemeriksaan yangakan dilakukan adalah: Anamnesa. Anda akan ditanyakan
mengenai kondisi selama kehamilan, keluhan-keluhan yang muncul dan tanda-tanda
pergerakan janin. Pemeriksaan fisik berupa pemeriksaan tekanan darah, berat badan, tinggi
fundus uteri (puncak Rahim), detak denyut janin dan pemeriksaan disik menyeluruh serta
pemeriksaan dalam bila pada kunjungan pertama tidak dilakukan.
1. Pemeriksaan laboratorium. Urinalisis, cek protein dalam urin bila tekanan darah
tinggi, gula darah dan hemoglobin terutama bila kunjungan pertama dinyatakan
anemia. Juga bisa melakukan serangkaian pemeriksaan lainnya yang berguna
dalammendeteksi dini kelainan dalam janinmisalnya alpha feto protein (AFP),
Chorion Villius Sample (CVS), dan Amniosintesis
2. Pemeriksaan ultrasonogafi. Pemeriksaan USG ini berguna untuk mendeteksi
kelainan bawaan janin, jumlah janin, pergerakan jantung janin, lokasi plasenta
(ari-ari), dll.
Pemeriksaan kehamilan ketiga yang dilakukan saat usia kehamilan mencapai 32 minggu.
dengan komposisi pemeriksaan hampir sama dengan pemeriksaan kedua yaitu:
1. Anamnesa, akan ditanyakan mengenai kondisi selama kehamilan, keluhan-
keluhan yang muncul dan tanda-tanda pergerakan janin.
2. Pemeriksaan fisik berupa pemeriksaantekanan darah, berat badan, tinggi fundu
suteri (puncak rahim), detak denyut janin, pemeriksaan Leopold (pemeriksaan
kandungan melalui perut) dan pemeriksaan fisik menyeluruh.
3. Pemeriksaan laboratorium. Urinalisis, cek protein dalam urin bila tekanan darah
tinggi, gula darah dan hemoglobin.
a. Kesehatan ibu
Setiap ibu hamil dianjurkan untuk menjaga kebersihan badan selama kehamilan
misalnya mencuci tangan sebelum makan, mandi 2 kali sehari dengan menggunakan sabun,
menggosok gigi setelah sarapan dan sebelum tidur serta melakukan olah raga ringan.
Setiap ibu hamil perlu mendapatkan dukungan dari keluarga terutama suami dalam
kehamilannya. Suami, keluarga atau masyarakat perlu menyiapkan biaya persalinan,
kebutuhan bayi, transportasi rujukan dan calon donor darah. Hal ini penting apabila terjadi
komplikasi kehamilan, persalinan, dan nifas agar segera dibawa ke fasilitas kesehatan.
d. Tanda bahaya pada kehamilan, persalinan dan nifas serta kesiapan menghadapi
komplikasi
Selama hamil, ibu dianjurkan untuk mendapatkan asupan makanan yang cukup
dengan pola gizi yang seimbang karena hal ini penting untuk proses tumbuh kembang janin
dan derajat kesehatan ibu. Misalnya ibu hamil disarankan minum tablet tambah darah secara
rutin untuk mencegah anemia pada kehamilannya.
Setiap ibu hamil harus tahu mengenai gejala-gejala penyakit menular (misalnya
penyakit IMS,Tuberkulosis) dan penyakit tidak menular (misalnya hipertensi) karena dapat
mempengaruhi pada kesehatan ibu dan janinnya.
g. Penawaran untuk melakukan konseling dan testing HIV di daerah tertentu (risiko
tinggi).
Konseling HIV menjadi salah satu komponen standar dari pelayanan kesehatan ibu
dan anak. Ibu hamil diberikan penjelasan tentang risiko penularan HIV dari ibu ke janinnya,
dan kesempatan untuk menetapkan sendiri keputusannya untuk menjalani tes HIV atau tidak.
Apabila ibu hamil tersebut HIV positif maka dicegah agar tidak terjadi penularan HIV dari
ibu ke janin, namun sebaliknya apabila ibu hamil tersebut HIV negatif maka diberikan
bimbingan untuk tetap HIV negatif selama kehamilannya, menyusui dan seterusnya.
Setiap ibu hamil dianjurkan untuk memberikan ASI kepada bayinya segera setelah
bayi lahir karena ASI mengandung zat kekebalan tubuh yang penting untuk kesehatan bayi.
Pemberian ASI dilanjutkan sampai bayi berusia 6 bulan.
i. KB paska persalinan
Ibu hamil diberikan pengarahan tentang pentingnya ikut KB setelah persalinan untuk
menjarangkan kehamilan dan agar ibu punya waktu merawat kesehatan diri sendiri, anak, dan
keluarga.
j. Imunisasi
Setiap ibu hamil harus mendapatkan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) untuk
mencegah bayi mengalami tetanus neonatorum.
Untuk dapat meningkatkan intelegensia bayi yang akan dilahirkan, ibu hamil
dianjurkan untuk memberikan stimulasi auditori dan pemenuhan nutrisi pengungkit otak
(brain booster) secara bersamaan pada periode kehamilan.
7. Edukasi
Edukasi K1 Antenatal Care
Kunjungan antenatal memberi kesempatan bagi petugas kesehatan untuk
memberikan informasi kesehatan esensial bagi ibu hamil dan keluarganya termasuk
rencana persalinan dan cara merawat bayi.
Nutrisi yang adekuat
Kalori
Jumlah kalori diperlukan : 2.500 kalori / hari (ibu hamil)
Jumlah kalori berlebih : obesitas » faktor predisposisi terjadinya preeklampsia
Jumlah pertambahan bb sebaiknya tidak melebihi 10 – 12 kg selama hamil
Protein
Jumlah protein diperlukan : 85 gram / hari
Sumber protein : tumbuh-tumbuhan (kacang-kacangan) atau hewani
Defisiensi protein : kelahiran premature , anemia, dan edema
Kalsium
Kebutuhan kalsium diperlukan : 1,5 gram / hari
Fungsi kalsium : pertumbuhan janin terutama bagi pengembangan otot dan
rangka
Sumber kalsium : susu, keju, yogurt, dan kalsium karbonat
Defisiensi kalsium : riketsia pada bayi atau osteomalasia pada ibu
Zat Besi
Tujuan : untuk menjaga konsentrasi hb yang normal
Jumlah asupan ; 30 mg / hari ( terutama setelah trimester kedua )
Zat besi yang dapat diberikan ferrous gluconate, ferrous fumarate, atau ferrous
sulphate
Defisiensi zat besi : anemia defisiensi zat besi
Asam Folat
Fungsi : pematangan sel (eritrosit)
Jumlah asam folat 400 mikrogram / hari
Defisiensi asam folat : anemia megaloblastik
Perawatan payudara
Pengurutan payudara (hati-hati)
Tujuan : untuk mengeluarkan sekresi dan membuka duktus dan sinus laktiferus
8. Faktor Risiko
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ibu Hamil Risiko Tinggi
a) Tekanan darah tinggi lebih dari 140/90 mmHg
Perlu diketahui bahwa tekanan darah tinggi ada dua. Pertama, penderita yang sudah mengidap
hipertensi sebelum kehamilan terjadi. Kedua, penderita hipertensi akibat kehamilan itu
sendiri. Jadi mungkin saja sebelum kehamilan tekanan darah ibu normal, lalu disaat
kehamilan mendadak tinggi. Kondisi inilah yang disebut preklamsia dan eklamsia. Preklamsia
biasanya terjadi pada kehamilan lebih dari 20 minggu dan harus segera ditangani agar tidak
meningkat menjadi eklamsia yang tidak saja berbahaya bagi ibu tapi juga janin. Ibu bisa
mengalami kejang - kejang hingga bisa tidak terselamatkan, tentunya jika ibu tidak
terselamatkan, janin pun bisa mengalami nasib yang sama.
d) Pucat
Wajah pucat, kelopak dalam mata pucat, telapak tangan pucat, mudah lelah, lemah, lesuh,
kemungkinan ibu hamil menderita anemia (kurang darah). Sebenarnya ibu hamil kekurangan
hemoglobin pada sel darah merahnya pada ibu hamil. anemia sering disebabkan kekurangan
zat besi. Anemia kekurangan zat besi mudah diatasi dengan pemberian tambahan pil zat besi
(sulfas ferosus) atau tablet penambah zat besi lainnya. Anemia dalam kehamilan berakibat
buruk pada kehamilan dan janin yang dikandung. Pasokan oksigen janin kurang normal.
Gangguan plasenta dan pendarahan pasca persalinan juga sering terjadi pada ibu hamil yang
anemia.
f) Perdarahan
Perdarahan adalah salah satu kejadian yang menakutkan selama kehamilan. Perdarahan ini
dapat bervariasi mulai dari jumlah yang sangat kecil (bintik-bintik), sampai pendarahan hebat
dengan gumpalan dan kram perut. Perdarahan hamper 30 % terjadi pada kehamilan. Kondisi
ini terjadi di awal masa kehamilan (trimester pertama), tengah semester (trimester kedua) atau
bahkan pada masa kehamilan tua (trimester ketiga). Perdarahan pada kehamilan merupakan
keadaan yang tidak normal sehingga harus diwaspadai. Ada beberapa penyebab perdarahan
yang dialami oleh wanita hamil. Setiap kasus muncul dalam fase tertentu. Ibu hamil yang
mengalami perdarahan perlu segera diperiksa untuk mengetahui penyebabnya agar bisa
dilakukan solusi medis yang tepat untuk menyelamatkan kehamilan. Adakalanya kehamilan
bisa diselamatkan, namum tidak jarang yang gagal. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi
pemeriksaan kandungan disertai dengan pengajuan beberapa pertanyaan-pertanyaan yang
berhubungan dengan terjadinya perdarahan. Bila perlu dilakukan pemeriksaan penunjang
seperti ultrasonographi (USG) dan pemeriksaan laboratorium.
g) Deman tinggi
Demam tinggi pada ibu hamil biasanya disebabkan karena infeksi atau malaria. Demam tinggi
biasanya membahayakan keselamatan jiwa ibu bisa menyebabkan keguguran atau kelahiran
(Nurhayati, N., 2012)
1. Keguguran.
Keguguran dapat terjadi secara tidak disengaja. misalnya : karena terkejut, cemas, stres.
Tetapi ada juga keguguran yang sengaja dilakukan oleh tenaga non profesional sehingga
dapat menimbulkan akibat efek samping yang serius seperti tingginya angka kematian dan
infeksi alat reproduksi yang pada akhirnya dapat menimbulkan kemandulan.
2. Persalinan prematur, berat badan lahir rendah (BBLR) dan kelainan bawaan.
Prematuritas terjadi karena kurang matangnya alat reproduksi terutama rahim yang belum siap
dalam suatu proses kehamilan, berat badan lahir rendah (BBLR) juga dipengaruhi oleh
kurangnya gizi saat hamil dan juga umur ibu yang belum 20 tahun. Cacat bawaan dipengaruhi
oleh kurangnya pengetahuan ibu tentang kehamilan, pengetahuan akan asupan gizi sangat
rendah, pemeriksaan kehamilan (ANC) yang kurang, keadaan psikologi ibu kurang stabil.
Selain itu cacat bawaan juga di sebabkan karena keturunan (genetik) proses pengguguran
sendiri yang gagal, seperti dengan minum obat-obatan (gynecosit sytotec) atau dengan loncat-
loncat dan memijat perutnya sendiri.
Pengetahuan ibu hamil akan gizi masih kurang, sehingga akan berakibat kekurangan berbagai
zat yang diperlukan saat pertumbuhan dengan demikian akan mengakibatkan makin tingginya
kelahiran prematur, berat badan lahir rendah dan cacat bawaan.
9. Komplikasi
Komplikasi Selama Kehamilan dan Pasca Melahirkan
Perdarahan
Perdarahan yang berhubungan dengan persalinan dibedakan dalam dua kelompok utama yaitu
perdarahan antepartum dan perdarahan postpartum. Perdarahan antepartum adalah perdarahan
pervaginam yang terjadi sebelum bayi lahir. Perdarahan yang terjadi sebelum kehamilan 28
minggu seringkali berhubungan dengan aborsi atau kelainan. Perdarahan kehamilan setelah 28
minggu dapat disebabkan karena terlepasnya plasenta secara prematur, trauma, atau penyakit
saluran kelamin bagian bawah (Depkes RI, 2000).
Perdarahan postpartum merupakan penyebab kematian ibu yang paling sering terjadi, tanda-
tandanya adalah keluar darah dari jalan lahir dalam jumlah banyak (500 cc atau lebih sering
perkiraan ukuran dua gelas atau basahnya empat lembar kain ) dalam satu sampai dua jam
pertama setalah kelahiran bayi (Manuaba, 1995)
Pada keadaan postpartum kontraksi uterus selama persalinan bukan saja ditujukan untuk
mengeluarkan bayi dan plasenta tetapi juga untuk menutup pembuluh darah yang terbuka
setelah persalinan. Pada keadaan normal plasenta dikeluarkan dalam waktu 30 menit setelah
kelahiran bayi. Selanjutnya kontraksi uterus segera akan menghentikan perdarahan. Karena
berbagai alasan plasenta kemungkinan akan gagal dalam melepaskan diri akibatnya
perdarahan tidak akan pernah berhenti selama plasenta atau bagiannya tetap berada dalam
uterus. Wanita dalam kehamilan ganda yang paritas keempat atau kelima mempunyai risiko
untuk mengalami perdarahan postpartum. Diduga otot uterus terlalu teregang dan tidak
berkontraksi dengan normal. Penyebab perdarahan post partum yang paling sering ialah
atonia uteri, retensio plasenta (sisa plasenta), dan robekan jalan lahir (Manuaba, 1995).
Pre-Eklamsi
Per-eklamsi adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang
timbul karena kehamilan yang dapat menyebabkan kematian pada ibu dan janinnya. Penyakit
ini pada umumnya terjadi dalam triwulan ke-3 kehamilan dan dapat terjadi pada waktu
antepartum, intrapartum, dan pascapersalinan (Prawirohardjo, 1999).
Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu dari pada tanda-tanda yang lain. Untuk menegakkan
diagnosis pre-eklamsi, kenaikan tekanan sistolik harus 30 mm Hg atau lebih di atas tekanan
yang biasanya ditemukan, atau mencapai 140 mm Hg atau lebih dan tekanan diastolik naik
dengan 15 mmHg atau lebih atau menjadi 90 mm Hg maka diagnosis hipertensi dapat
ditegakkan (Manuaba, 1995).
Edema ialah penimbunan cairan secara umum yang berlebihan dalam jaringan tubuh, dan
biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta pembengkakan kaki, jari tangan, dan
muka. Kenaikan berat badan 1⁄2 kg setiap minggu dalam kehamilan masih dapat dianggap
normal tetapi bila kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali, hal ini perlu menimbulkan
kewaspadaan (Manuaba, 1995).
Penyebab pre-eklamsi sampai sekarang belum diketahui dengan pasti. Telah terdapat banyak
teori yang mencoba menerangkan sebab penyakit ini, akan tetapi tidak ada yang dapat
memberi jawaban yang memuaskan. Diduga penyebab hipertensi dalam kehamilan secara
patologi terjadi karena akibat implantasi sehingga timbul iskemia plasenta yang diikuti
sindroma inflamasi dan risiko meningkat pada hamil kembar, penyakit trombolas, diabetes
mellitus, faktor herediter dan masalah vaskuler (Saifuddin, 2000).
Infeksi
Infeksi pascapersalinan ialah meningkatnya suhu tubuh > 38oC dan demam berturut-turut
selama dua hari sesudah persalinan dan yang disertai keluarnya cairan yang berbau dari liang
rahim. Infeksi jalan lahir dapat terjadi pada ibu bersalin yang pertolongan persalinannya tidak
bersih atau pada wanita yang menggugurkan kandungan dengan cara berbahaya. Tanda-
tandanya adalah panas tinggi lebih dari dua hari setelah melahirkan atau setelah keguguran.
Keadaan ini berbahaya dan ibu perlu mendapatkan perawatan intensif. Infeksi ini dapat
dicegah dengan pertolongan persalinan yang bersih dan aman (Poehjati, 2003).
Infeksi dapat
terjadi apabila:
Kematian ibu dapat terjadi sebagai akibat langsung dari komplikasi yang berkembang pada
kehamilan, persalinan atau faktor postpartum dan sebagai akibat tidak langsung karena
memburuknya pelayanan klinis yang ada (Litbangkes Kemenkes RI, 2013). Kejadian
komplikasi persalinan dapat disebabkan karena adanya faktor-faktor risiko pada saat
kehamilan.
Namun, hal ini tidak dapat menjadi tolak ukur akan kejadian tersebut, karena komplikasi
persalinan dapat juga terjadi pada ibu hamil yang tidak mempunyai faktor-faktor risiko. Oleh
sebab itu, bidan sebagai petugas pelayanan kesehatan yang memiliki hubungan langsung
dengan ibu hamil dalam pemberian asuhan atau perawatan kehamilan (antenatal care)
berperan penting untuk mengelola pencegahan risiko melalui skrinning sehingga dapat
menentukan tingkat risiko sesuai dengan tingkat kegawatan dari faktor risiko tersebut.
Komplikasi persalinan dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang mengancam jiwa ibu
ataupun janin karena gangguan sebagai akibat langsung dari proses persalinan (Basu et al.,
2014).
Terdapat beberapa faktor yang melatarbelakangi terjadinya komplikasi kehamilan, antara lain
kualitas pelayanan antenatal, faktor risiko kehamilan, dan status sosial ekonomi.
Komplikasi ibu pada Sectio Caesarea (SC) mencakup komplikasi prosedur masa nifas yang
normal dan prosedur pembedahan utama. Komplikasi penting yang muncul pada Sectio
Caesarea (SC) mencakup perdarahan, infeksi sesudah pembedahan (Hacker & Moore, 2001).
Penyebab utama trias kematian pada ibu hamil dan nifas yaitu perdarahan 60 %, infeksi 26 %,
gestosis 15 % (Manuaba, 2002). Menurut Danida (2006) Masih banyak penyebab kematian
ibu antara lain disebabkan oleh keracunan kehamilan/eklamsi (kaki bengkak dan darah tinggi)
sebanyak 24 %, dan infeksi 11%. Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode awal karena
merupakan masa kritis bagi ibu. Di perkirakan bahwa 60 % kematian ibu akibat kehamilan
terjadi setelah persalinan dan 40 % kematian masa nifas terjadi 24 jam pertama. Nifas
merupakan proses fisiologis, akan tetapi dengan asuhan dan manajemen yang kurang tepat
dapat menjadikan proses yang patologis yang dapat membahayakan keselamatan ibu dan
komplikasi ibu pada Sectio Caesarea (SC) mencakup komplikasi prosedur periode masa nifas
yang normal dan komplikasi prosedur pembedahan utama (Cuningham, 2006).
Menurut Dimas (2010) dampak sectio caesarea bagi janin yaitu gangguan pernapasan,
rendahnya sistem kekebalan tubuh dan rentan alergi. Sedangkan pada ibu dapat menyebabkan
resiko jangka panjang dan jangka pendek. Jangka pendek seperti infeksi pada bekas jahitan,
infeksi rahim, dan perdarahan. Jangka panjang seperti pelekatan organ bagian dalam dan
pembatasan
kehamilan. Sectio caesarea juga dapat beresiko pada persalinan selanjutnya
Peningkatan tindakan persalinan Sectio caesarea perlu menjadi perhatian mengingat tindakan
persalinan Secsio cesaria menimbulkan resiko Morbiditas dan mortalitas lebih tinggi di
bandingkan persalinan pervaginam, disamping itu lama perawatan pasca bedah Sectio
caesarea pun lebih lama dan turut memberikan konsekuensi pada besarnya biaya pelayanan
kesehatan yang lebih tinggi (Nurbaiti 2011). Data lain mengenai angka nasional kejadian
persalinan dengan tindakan Sectio caesarea di Indonesia, adalah sekitar 15,3%. Dilaporkan
angka nasional komplikasi kehamilan adalah sebanyak 6,3% dan sebanyak 2.3% mengalami
operasi, sedangkan 13% adalah ibu hamil yang tidak mengalami komplikasi (Depkes, 2013).
A. Perencanaan Persalinan
PERENCANAAN PERSALINAN DAN PENCEGAHAN KOMPLIKASI (P4K)
Secara umum pelayanan yang diberikan bidan dalam pelaksanaan kegiatan P4K
(Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi) dalam menurunkan angka
kematian ibu sudah cukup baik, namun belum optimal karena berbagai macam kendala.
Selain itu, indikasi dilakukan seksio sesarea yang tidak disebutkan dalam kasus adalah:
a. Indikasi Ibu
1) Jika panggual sempit, sehingga besar anak tidak proporsional dengan indikasi panggul
ibu (disporsi). Olehkarena itu, penting untuk melakukan pengukuran panggul pada
waktu pemeriksaan kehamilan awal. Dengan tujuan memperkirakan apakah panggul
ibu masih dalam batas normal.
2) Pada kasus gawat janin akibat terinfeksi misalnya, kasus ketuban pecah dini (KPD)
sehingga bayi terendam cairan ketuban yang busuk atau bayi ikut memikul demam
tinggi. Pada kasus ibu mengalami preeklamsia/eklamsia, sehingga janin terpengaruh
akibat komplikasi ibu.
3) Pada kasus plasenta terletak dibawah yang menutupi ostium uteri internum (plasenta
previa), biasanya plasenta melekat di bagian tengah rahim. Akan tetapi pada kasus
plasenta previa menutupi ostium uteri internum.
4) Pada kasus kelainan letak. Jika posisi anak dalam kandungan letaknya melintang dan
terlambat diperiksa selama kehamilan belum tua.
5) Jika terjadi kontraksi yang lemah dan tidak terkordinasi, hal ini menyebabkan tidak
ada lagi kekuatan untuk mendorong bayi keluar dari rahim. (incordinate uterine-
action).
6) Jika ibu menderita preeklamsia, yaitu jika selama kehamilan muncul gejala darah
tinggi, ada protein dalam air seni, penglihatan kabur dan juga melihat bayangan ganda.
Pada eklamsia ada gejala kejang-kejang sampai tak sadarkan diri.
b. Indikasi social
Selain indikasi medis terdapat indikasi nonmedis untuk melakukan seksio sesaryang
indikasi sosial. Persalinan seksio sesarkarena indikasi sosial timbul karena adanya
permintaan pasien walaupun tidak ada masalah atau kesulitan untuk melakukan
persalinan normal. Indikasi sosial biasanya sudah direncanakan terlebih dahulu untuk
dilakukan tindakan seksio sesar
1. Spiral/IUD/AKDR
Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) atau spiral adalah alat yang dibuat dari plastik
halus berukuran kecil. Ada yang berbentuk spiral saja, bentuk T dan seperti kipas yang
bagian batangnya dililiti tembaga, dan yang tersedia adalah Lippes Loop type B, C, dan
D, Copper T 200 B, Multiload Cu 250. Dalam tahap uji klinik adalah Copper T380 A dan
Multiload Cu 375.
Cara kerja
Mencegah kehamilan dengan mempengaruhi pergerakan sperma atau implantasi sel telur
yang telah dibuahi dalam dinding rahim. Ada 2 jenis IUD yaitu berisi progesterone dan
berisi tembaga berbentuk T.
Efektifitas
IUD bentuk T : 99%.
IUD progesterone : 97%.
Keuntungan
Membutuhkan sedikit perhatian (hanya pemeriksaan benang setiap bulan).
Kesuburan anda segera kembali setelah melepas IUD.
Tidak mengganggu aktifitas seksual dan aman digunakan selama menyusui.
IUD bentuk T hanya perlu diganti dalam waktu 10 tahun, IUD progesterone
sebaiknya diganti setahun sekali.
Kelemahan
Tidak dianjurkan bagi wanita yang belum pernah melahirkan atau masih
mengharapkan anak, wanita yang sering berganti pasangan, pernah menderita
radang panggul, atau kehamilan tuba.
Dapat keluar dengan sendirinya.
Efek samping
Kram, sakit punggung, timbul bercak darah, menstruasi berat, meningkatnya resiko
radang panggul, kehamilan tuba, dan menjadi tidak subur.
Cara penggunaan
Alat ini harus dimasukkan oleh dokter. Biasanya pada saat menstruasi. Benang IUD harus
doperiksa setiap kali menstruasi selesai.
Kontraindikasi
Hamil/diduga hamil.
Infeksi panggul.
Lecet/erosi leher rahim/cerviks.
Dicurigai ada kanker rahim.
Perdarahan ginekologik.
Perdarahan haid yang hebat.
Kelainan rahim dan jaringan parut yang menyulitkan pemasangan.
Pernah hamil di luar kandungan.
Untuk AKDR bertembaga, tidak boleh alergi tembaga dan penyakit Wilson.
2. Sterilisasi wanita/Tubektomi
Sterilisasi dilakukan dengan pemotongan/pengikatan kedua saluran telur. Metode ini
dilayani atas permintaan para peserta KB yang berminat. Pelaksanaan nya dilakukan oleh
dokter yang telah mendapatkan pendidikan dan latihan.
Cara kerja
Tuba fallopi (pembawa sel telur ke rahim) dipotong dan diikat dengan tehnik yang
disebut kauter, atau dengan pemasangan klep atau cincin silastik.
Efektifitas : 99%.
Keuntungan
Aman bagi kesehatan setelah prosedur dilakukan.
Tidak mengganggu hubungan intim
Kelemahan
Memerlukan operasi bedah.
Prosedur ini hanya untuk pasangan yang sudah memutuskan untuk tidak akan
punya anak lagi.
Prosedur operasi
Merupakan operasi kecil melalui irisan kecil di bagian pusar. Dengan bantuan alat
laparoskopi (alat untuk memeriksa bagian perut). Alat ini akan memotong dan
mengikat tuba fallopi, atau dengan tehnik kauter. Biasanya dilakukan bersama dengan
operasi sesar dengan persetujuan pasangan.
Kontraindikasi
Penderita dengan penyakit jantung.
Penderita dengan penyakit paru-paru.
Hernia diafragmik.
Pernah operasi perut dan banyak perlekatan.
Peritonitis akut.
Berat badan tidak lebih dari 70 kg
Riwayat abortus merupakan faktor risiko yang dapat meningkatkan risiko terjadinya
abortus pada ibu hamil.
Dalam penelitiannya, Elisa (2017) juga menyebutkan bahwa ibu yang pernah
mengalami abortus sebelumnya 5 kali lebih berisiko mengalami abortus pada kehamilan
selanjutnya. Riwayat abortus merupakan faktor risiko yang dapat meningkatkan risiko
terjadinya abortus pada ibu hamil. Setelah 1 kali abortus spontan, ibu hamil memiliki risiko
15% mengalami abortus rekuren dan meningkat menjadi 30 – 45% pada kehamilan-kehamilan
berikutnya (Prawirohardjo, 2009). Abortus spontan yang rekuren dapat disebabkan oleh gaya
hidup dan pola perilaku ibu hamil yang kurang baik seperti merokok dan minum alkohol
(Kuntari, Wilopo, & Emilia, 2010). Selain itu, berbagai penanganan standar terhadap abortus
spontan sebelumnya seperti kuretase sampai histerektomi dapat mengakibatkan otot serviks
selalu mendapatkan rangsang untuk terbuka sehingga terjadi inkompetensia serviks dan
perubahan permeabilitas otot endometrium yang akhirnya mempengaruhi kemampuan
desidua basalis saat menerima implantasi embrio (Purwaningrum & Fibriyana, 2017).
Pada 50-70% pasangan dengan keguguran berulang umumnya tidak diketahui penyebabnya
(ASRM, 2008).
Hipotiroidisme dan diabetes yang terkendali tidak berkaitan dengan keguguran berulang, tes
fungsi tiroid dan pengukuran HbA1c yang akurat dan murah masih dapat dianggap sebagai
bagian dari evaluasi keguguran berulang (Mills, dkk, 1994; Abalovich et al, 2002).
Hubungan Sindrom Ovarium Polikistik (PCOS) dan keguguran berulang telah ditunjukkan,
dan dapat merupakan akibat dari hubungan antara obesitas dan keguguran (Clark et al, 1998).
Gangguan endokrinologi lainnya seperti hipersekresi LH (Regan et al, 1990), resistensi
insulin tinggi, hiperandrogenemia (Rai et al, 2000), hiperprolaktinemia (Hukum, 2005) dan
defek fase luteal telah dikaitkan dengan keguguran berulang (Karamadian dan Grimes, 1994).
Respon imun yang berlebihan terhadap antigen ayah sehingga menghasilkan sel-sel imun
yang abnormal dan produksi sitokin telah dan masih dianggap sebagai salah satu penyebab
keguguran berulang.
Abortus dapat meningkatkan jumlah kematian ibu karena komplikasi yang ditimbulkannya.
Komplikasi yang berbahaya pada abortus adalah perdarahan, perforasi, infeksi, dan syok.
Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
Abortus dapat menimbulkan perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus
dalam posisi hiperretrofleksi (Rukiyah dan Yulianti, 2010).
Perhitungan jarak kehamilan yang ideal tidak kurang dari 2 tahun atas dasar pertimbangan
kembalinya organ-organ reproduksi ke keadaan semula, sehingga dikenal istilah masa nifas,
yaitu masa organ-organ reproduksi kembali ke masa sebelum hamil. Setelah melahirkan,
direkomendasikan untuk mempersiapkan kehamilan berikutnya sekurang-kurangnya dalam
jangka waktu 24 bulan untuk mengurangi risiko yang merugikan pada ibu, perinatal, dan bayi.
Kehamilan dengan jarak kehamilan <2 tahun dapat mengakibatkan abortus, berat badan bayi
lahir rendah, nutrisi kurang, dan waktu/lama menyusui berkurang untuk anak sebelumnya
(Hartono, 2010).
Seorang wanita dapat disebut mengalami kehamilan setelah terjadi nidasi. Nidasi adalah
masuknya atau tertanamnya hasil konsepsi ke dalam endometrium. Proses nidasi memerlukan
lingkungan endometrium yang baik, subur dan telah siap untuk tempat nidasi atau implantasi
hasil konsepsi. Kehamilan dengan jarak diatas 24 bulan, sangat baik untuk ibu karena kondisi
ibu sudah normal kembali, dimana endometrium yang semula mengalami trombosis dan
nekrosis karena pelepasan plasenta dari dinding endometrium telah mengalami
pertumbuhandan kemajuan fungsi seperti keadaan semula dikarenakan dinding-dinding
endometrium mulai regenerasi dan sel-sel epitel endometrium mulai berkembang. Bila saat ini
terjadi kehamilan endometrium telah siap menerima dan memberikan nutrisi pada hasil
konsepsi.
Dari seluruh faktor yang berpengaruh, penyebab keguguran berulang yang tidak terbantahkan
ialah genetik (translokasi kromosom pada salah satu pasangan, peningkatan prevalensi oosit
aneuploidi yang berhubungan dengan umur ibu), anatomik (abnormalitas uterus didapat atau
kongenital), atau imunologik (komplikasi trombotik dari sindroma antifosfolipid). Selain itu,
alo-imunopatologi, trombofilia kongenital (Faktor V dan lainnya), endokrinopati (kelainan
tiroid, diabetes, defisiensi fase luteal), infeksi (mikoplasma genital), dan paparan lingkungan
(merokok, konsumsi alkohol atau kafein berlebihan) turut berperan. Abnormalitas uterus
kongenital paling sering dihubungkan dengan keguguran pada trimester kedua.
Mutasi dari gen reseptor progesteron juga dapat berkontribusi terhadap gangguan fungsi
reproduksi dan mengakibatkan keguguran dini. Schweikert et al. mela-porkan polimorfisme
dalam urutan peng-kodean gen reseptor progesteron manusia dengan frekuensi lebih tinggi
secara bermakna pada pasien yang mengalami keguguran berulang dibandingkan kelom-pok
kontrol. Hambatan perkembangan endometrium terjadi pada defek reseptor progesteron
sebagai dasar walaupun kon-sentrasi progesteron memadai.Temuan ini mendukung adanya
defisiensi progesteron absolut atau relatif sebagai penyebab abortus spontan. Pemberian
progesteron pada defisiensi progesteron absolut ber-potensi sukses.
Bou dan Boue (1978) melaporkan insidens rata-rata abortus spontan pada semua kehamilan
yang didiagnosis adalah 15 persen. Menurut pengamatan mereka bila kehamilan pertama
terjadi abortus spontan, kemungkinan kehamilan berikutnya akan berakhir dengan abortus
spontan adalah 15 persen tidak peduli bagaimana kariotype abortus yang pertama.
Kerusakan leher rahim dan rahim yang sobek dapat menyebabkan gangguan pada anak
berikutnya berupa gangguan perkembangan mata, otak, pernapasan serta pencernaan.
Abortus yang terjadi berulang kali juga dapat menyebabkan serviks yang inkompeten.
Pembukaan paksa serviks dari aborsi berulang dapat melemahkan atau menyebabkan
keguguran, atau sulit mempertahankan berat bayi pada kehamilan berikutnya.
Hal ini dikaitkan dengan jarak kehamilan yang terlalu dekat dengan sebelumnya akan
memberikan dampak buruk dikarenakan bentuk organ dan fungsi organ reproduksi belum
kembali dengan sempurna. Jarak kehamilan agar organ reproduksi berfungsi dengan baik
minimal 24 bulan. Jarak kehamilan yang terlalu jauh berhubungan dengan penurunan fungsi
organ reproduksi dikarenakan oleh penambahan usia ibu.
DAFTAR PUSTAKA