Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN SKENARIO 1

MODUL GANGGUAN SISTEM REPRODUKSI

DISUSUN OLEH:

FRISBILE TITA TIHO 17011101091

BRIGITA L.M MONINGKA 17011101030

VIKNY RONDONUWU 17011101027

AMALITA MANANNA 17011101017

MUH.IRFAN SYAMSUDDIN 17011101047

JEHAN SABRIANI 17011101023

REINHART E. SUNARDIBUANA 17011101050

GRACIA VINI YAMPINILI DEENG 17011101041

HANA ANUGERAHWATI BAMBARI 17011101042

NUR FADHILAH H. PALILATI 17011101026

MUH. RIDHONI 17011101046

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO

TAHUN 2019
Skenario 1

Seorang wanita 35 tahun G5P3A1 hamil 16-18 minggu dengan bekas/riwayat seksio
sesarea datang ke poliklinik kebidanan untuk pemeriksaan antenatal. Bagaimana pengelolaan
kasus secara lengkap, dengan memperhatikan kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi.

A. Kata Sulit

 G5P3A1
 Seksio sesarea
 Antenatal
B. Kata Kunci :

 Wanita 35 tahun
 Hamil 16-18 minggu
 G5P3A1
 Riwayat seksio sesarea

C. Masalah Dasar :

Seorang perempuan usia 35 tahun, hamil 16-18 minggu G5P3A1 dengan riwayat
seksio sesarea.

D. Pertanyaan :
1. Anatomi
2. Fisiologi
3. Anamnesis.
4. Pemeriksaan Fisik.
5. Pemeriksaan Penunjang.
6. KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) yang efektif
7. Edukasi
8. Faktor Risiko
9. Komplikasi
10. Perencanaan Persalinan dan Penggunaan Kontrasepsi
11. Pengaruh abortus pada kehamilan selanjutnya
E. Pembahasan
1. Anatomi

ANATOMI SISTEM REPRODUKSI WANITA

1. Gambaran Superficial Genitalia Feminima


Eksterna

 Pada wanita clitoris dan glandula vestibulares


bersama-sama dengan sejumlah lipatan kulit dan
jaringan membentuk vulva

 Pada kedua sisi dari garis tengah terdapat dua


lipatan tipis kulit yang disebut labia minora
pudendi

 Lateral dari labia minora pudendi terdapat dua


lipatan yang lebar yaitu labia mayora pudendi,
yang bersatu di anterior untuk membentuk mons
pubis

 Ke anterior, masing-masing labia minora pudendi


bercabang dua, membentuk sebuah lipatan medial
dan lateral.

 Lipatan-lipatan medial bersatu untuk membentuk


frenulum clitoridis yang bergabung dengan glans
clitoridis

 Lipatan-lipatan lateral bersatu ke ventral di atas


glands clitoridis dan corpus clitoridis untuk
membentuk preputium clitoridis (kerudung)

 Daerah yang tertutup di antara labia minora


pudendi dan yang berada di dalam urethra dan
tempat vagina bermuara disebut vestibulum
vaginae
 Posterior dari vestibulum vaginae, labia
minora pudendi bersatu membentuk suatu
lipatan tranversalis yang kecil, frenulum
labiorum pudendi (fourchettte)

 Ke posterior, labia mayora pudendi tidak


menyatu dan dipisahkan oleh suatu
cekungan yang disebut commisura labiorum
posterior, yang berada di atas posisi corpus
perinealis

 Di dalam vestibulum vaginae, dengan


kedalaman yang beragam ostium vaginae
dikellingi oleh lipatan membrana berbentuk
cincin, yaitu hymen, yang mempunyai suatu
perforasi centralis yang kecil atau sepenuhnya
menutup ostium vaginae.

 Setelah rupturnya hymen, sisa-sisa hymen


yang tidak beraturan berada di tepian ostium
vaginae (carunculae hymenalis)

 OUE (ostium urethra externum) dan vagina


berhubungan dengan muara glandulae

 Ductus glandulae paraurethrales ( glandula


skene) bermuara ke dalam vestibulum vaginae,
satu pada tiap sisi tepi lateral urethra

 Duktus glandulae vestibulares majores


(glandulae bartolini) bermuara ke dekat tepi
posterolateral osteum vagina pada lipatan di
antara ostium vagina dan sisa-sisa hymen
 Cervix uteri dapat dilhat ketika saluran vagina
dibuka dengan sebuah spekulum

 Osteum uteri externum terbuka ke arah


permukaan cervix uteri yang berbentuk kubah

 Suatu recessus atau alur, yang disebut fornix


vagina, terbentuk diantara cervix uteri dan
dinding vagina dan kemudian dibagi lagi,
berdasarkan lokasinya, mejadi fornix vaginae pars
anterior, pars posterior dan pars lateralis

 Radix clitoridis terletak di sebelah dalam dari


gambaran permukaan perineum dan melekat pada
rami ischiopubica dan membran perinei

 Bulbus vestibuli, terdiri dari


jaringan erektil, terletak di sebelah
dalam dari labia minora pudendi
pada setiap sisi vestibulum vaginae

 Masa erektil tersebut berlanjut,


lewat pipa-pipa tipis jaringan
erektil, dengan glands clitoridis,
yang dapat dilihat di bawah
preputium clitoridis

 Glandulae vestibulares majores


terletak di posterior dari bulbus
vestibuli pada setiap sisi ostium
vagina
2. Organ Genital Interna Perempuan

Ovarium, Tuba uterina, Uterus, Vagina

a) OVARIUM

 Ovarium adalah gonad perempuan berukuran dan berbentuk mirip buah almond
yang menjadi tempat berkembangnya ovum.

 Ovarium juga merupakan kelenjar endokrin yang menghasilkan hormone


reproduktif.

 Ovarium biasanya terletak di dekat pelekatan ligamentum latum dengan dinding


pelvis lateral, tergantung oleh plica peritonealis: dari aspek posterosuperior
ligamentum latum oleh mesovarium dan dari dinding pelvis lateral oleh ligamentum
suspensorium ovarii.

 Pembuluh darah ovarium, limfatik, dan persarafan yang berjalan ke dan dari aspek
superolateral ovarium di dalam ligamentum suspensorium ovarii, yang sebenarnya
merupakan bagian lateral mesovarium ligamentum latum.
 Ovarium juga melekat pada uterus melalui ligamentum ovarii, yang berjalan di
dalam mesovarium. Ligamentum ovarii menghubungkan ujung proksimal (uterus)
ovarium dengan sudut lateral uterus, tepat di bawah masuknya tuba uterina.

b) TUBA UTERINA

 Oviduct; dahulu disebut tuba fallopi

 Membawa oosit (ovum), dikeluarkan setiap bulan dari ovarium selama usia subur,
dari cavitas peritonealis periovarian ke cavitas uteri.

 Tempat terjadinya fertilisasi.

 Memanjang ke lateral dari cornus uteri dan bermuara ke dalam cavitas peritonealis
di dekat ovarium.

 Panjang kira-kira 10 cm

 Terletak dalam mesosalpinx pada ujung bebas ligamentum latum.

 Pada disposisi “ideal”, seperti yang diilustrasikan secara khas, tuba memanjang
simetris ke posterolateral ke dinding pelvis lateral, tempatnya melengkung di
anterior dan superior ovarium pada ligamentum latum yang terdisposisi secara
horizontal. Pada kenyataannya, seperti yang terlihat pada pemeriksaan USG, tuba
sering tersusun asimetris dengan satu atau yang lain sering terletak di superior dan
bahkan di posterior uterus.

 Tuba uterina dapat dibagi menjadi empat bagian, dari lateral ke medial:

 Infundibulum: ujung distal berbentuk corong pada tuba yang bermuara ke dalam
cavitas peritonealis melalui ostium abdominalis; prosesus seperti jari pada ujung
berfimbria infundibulum (fimbria) menyebar pada permukaan medial ovarium;
satu fimbria ovarian besar melekat pada polus superior ovarium.

 Ampulla: bagian tuba yang paling lebar dan panjang, yang dimulai pada ujung
medial infundibulum; fertilisasi oosit biasanya terjadi dalam ampula.

 Isthmus: bagian tuba yang berdinding tebal, yang masuk cornu uteri.
 Bagian uterina: segmen intramural pendek pada tuba yang berjalan melalui dinding
uterus dan bermuara melalui ostium uteri ke dalam cavitas uteri pada cornu uteri.

c) UTERUS

 Organ muscular berongga, berbentuk mirip buah pir, dan berdinding tebal

 Uterus yang tidak hamil biasanya terletak dalam pelvis minor, dengan corpusnya
terletak pada vesica urinaria dan cervixnya di antara vesica urinaria dan rectum.

 Pada orang dewasa biasanya terletak anteversi (berujung di anterosuperior relative


terhadap axis vagina) dan antefleksi (flexi atau membengkok ke anterior relative
terhadap cervix) sehingga massanya terletak pada vesica.

 Panjang kira-kira 7,5 cm, lebar 5 cm, dan tebal 2 cm, serta berat sekitar 90 gr.

 Uterus dapat dibagi menjadi dua bagian utama: corpus dan cervix.

 Corpus uteri, yang membentuk dua pertiga superior organ, meliputi fundus uteri,
bagian bundar yang terletak di atas ostium tuba uterina. Corpus terletak di antara
lapisan-lapisan ligamentum latum dan dapat bergerak secara bebas. Corpus
memiliki dua permukaan: vesical (dihubungkan dengan vesica) dan intestinal.
Corpus dibatasi dari cervix oleh isthmus uteri.

 Cervix uteri adalah sepertiga inferior uterus yang relative sempit, silindris, panjang
sekitar 2,5 cm pada perempuan dewasa yang tidak hamil. Ada dua bagian: pars
supravaginalis di antara isthmus dan vagina, dan pars vaginalis, yang menonjol ke
dalam vagina. Pars vaginalis yang bundar mengelilingi ostium uteri dan sebaliknya
dikelilingi oleh ruang sempit, fornix vaginae. Pars supravaginalis dipisahkan dari
vesica di anterior oleh jaringan ikat longgar dan dari rectum di posterior oleh
excavation rectouterina.
d) VAGINA

 Vagina, suatu saluran muskulomembranosa (panjang 7-9 cm), memanjang dari


cervix uteri ke vestibulum, celah di antara labia minora.

 Vagina terdiri dari ostium urethrae externum dan ostium vaginae dan muara dua
kelenjar vestibular besar.

 Ujung superior vagina mengelilingi cervix.

 Berperan sebagai saluran untuk cairan menstruasi.

 Membentuk bagian inferior canalis pelvicus (jalan lahir).

 Menerima penis dan ejakulat selama hubungan seksual.

 Di superior berhubungan dengan canalis cervicalis (suatu kanal fusiform yang


memanjang dari isthmus uteri ke ostium uteri) dan di inferior dengan vestibulum.

Batas-batas:

 Di anterior: fundus vesicae dan urethrae.

 Di lateral: M. levator ani, fascia pelvicus visceralis, dan ureter.

 Di posterior (inferior sampai superior): canalis analis, rectum, dan excavation


rectouterina.

Suplai Arteria Vagina

 Arteri yang menyuplai bagian superior vagina berasal dari arteria uterina; arteri
yang memperdarahi pars media dan inferior vagina berasal dari arteria vaginalis
dan arteria pudenda interna.

Drainase Venosa dan Limfatik Vagina

 Vena vaginalis dari plexus venosus vaginalis sepanjang sisi vagina dan di dalam
mukosa vagina. Vena-vena tersebut berlanjut dengan plexus venosus uterinus
sebagai plexus venosus uterovaginalis dan bermuara ke dalam vena iliaca interna
melalui vena uterina. Plexus tersebut juga berhubungan dengan plexus venosus
rectalis dan vesicalis.
Pembuluh limfatik vagina bermuara dari bagian-bagian vagina berikut ini:

 Pars superior: ke nodi lymphatici iliaci interni dan externi.

 Pars media: ke nodi lymphatici iliaci interni.

 Pars inferior: ke nodi lymphatici iliaci communes dan sacrales.

 Ostium externum: ke nodi lymphatici inguinales superficiales.


2. Fisiologi

PROSES KONSEPSI, IMPLANTASI, GESTASI DAN PERSALINAN YANG FISIOLOGIS

Konsepsi adalah merupakan awal dari kehamilan, dimana satu sel telur dibuahi
oleh satu sperma. Ovulasi (pelepasan sel telur) adalah merupakan bagian dari siklus
menstruasi normal, yang terjadi sekitar 14 hari sebelum menstruasi. Sel telur yang
dilepaskan bergerak ke ujung tuba falopii (saluran telur) yang berbentuk corong , yang
merupakan tempat terjadinya pembuahan.Jika tidak terjadi pembuahan, sel telur akan
mengalami kemunduran (degenerasi) dan dibuang melalui vagina bersamaan dengan
darah menstruasi. Jika terjadi pembuahan, maka sel telur yang telah dibuahi oleh sperma
ini akan mengalami serangkaian pembelahan dan tumbuh menjadi embrio (bakal janin).
Jika pada ovulasi dilepaskan lebih dari 1 sel telur dan kemudian diikuti dengan
pembuahan, maka akan terjadi kehamilan ganda, biasanya kembar 2. Kasus seperti ini
merupakan kembar fraternal.Kembar identik terjadi jika pada awal pembelahan, sel telur
yang telah dibuahi membelah menjadi 2 sel yang terpisah atau dengan kata lain, kembar
identik berasal dari 1 sel telur.Pada saat ovulasi, lapisan lendir di dalam serviks (leher
rahim) menjadi lebih cair, sehingga sperma mudah menembus ke dalam rahim. Sperma
bergerak dari vagina sampai ke ujung tuba falopii yang berbentuk corong dalam waktu
5 menit.Sel yang melapisi tuba falopii mempermudah terjadinya pembuahan dan
pembentukan zigot (sel telur yang telah dibuahi).

Implantasi adalah penempelan blastosis ke dinding rahim, yaitu pada


tempatnya tertanam.Blastosis biasanya tertanam di dekat puncak rahim, pada bagian
depan maupun dinding belakang.Dinding blastosis memiliki ketebalan 1 lapis sel,
kecuali pada daerah tertentu terdiri dari 3-4 sel.Sel-sel di bagian dalam pada dinding
blastosis yang tebal akan berkembang menjadi embrio, sedangkan sel-sel di bagian luar
tertanam pada dinding rahim dan membentuk plasenta (ari-ari).Plasenta menghasilkan
hormon untuk membantu memelihara kehamilan dan memungkin perputaran oksigen,
zat gizi serta limbah antara ibu dan janin.Implantasi mulai terjadi pada hari ke 5-8
setelah pembuahan dan selesai pada hari ke 9-10.Dinding blastosis merupakan lapisan
luar dari selaput yang membungkus embrio (korion). Lapisan dalam (amnion) mulai
dibuat pada hari ke 10-12 dan membentuk kantung amnion. Kantung amnion berisi
cairan jernih (cairan amnion) dan akan mengembang untuk membungkus embrio yang
sedang tumbuh, yang mengapung di dalamnya.Tonjolan kecil (vili) dari plasenta yang
sedang tumbuh, memanjang ke dalam dinding rahim dan membentuk percabangan
seperti susunan pohon. Susunan ini menyebabkan penambahan luas daerah kontak
antara ibu dan plasenta, sehingga zat gizi dari ibu lebih banyak yang sampai ke janin
dan limbah lebih banyak dibuang dari janin ke ibu. Pembentukan plasenta yang
sempurna biasanya selesai pada minggu ke 18-20, tetapi plasenta akan terus tumbuh
selama kehamilan dan pada saat persalinan beratnya mencapai 500 gram.

Gestasi (kehamilan) dapat terjadi jika sel telur matang dibuahi oleh sel sperma.
Kemudian, sel telur yang dibuahi tadi diantarkan dan disimpan oleh tubuh kita ke
dalam rahim untuk kemudian tumbuh dan berkembang menjadi bayi. Wanita yang
sudah dalam keadaan hamil tidak mungkin mengalami menstruasi, karena hormon yang
biasa digunakan untuk mematangkan sel telur berubah fungsinya menjadi penyedia
makanan bagi bayi. Kehamilan pada manusia biasanya kurang lebih sekitar 38 minggu
dihitung sejak saat fertilisasi atau pembuahan, sampai saat kelahiran

Proses persalinan dalam ilmu kedokteran dibagi dalam 4 tahap.. Pada tahap I,
mulai terjadi pembukaan jalan lahir dari 1 cm sampai lengkap (10 cm). Dalam proses
persalinan normal, tahap pertama ini memerlukan waktu sekitar 20 jam untuk anak
pertama. Memasuki tahap II, yaitu setelah pembukaan jalan lahir lengkap sampai bayi
lahir. Biasanya, tahapan ini memerlukan waktu sekitar dua jam. Selanjutnya tahap III,
mulai saat bayi lahir sampai keluar ari-ari. Pada tahap ini, otot rahim berkontraksi,
serviks membesar, dan bayi didorong ke luar. Persalinan yang normal umumnya kepala
bayi keluar terlebih dahulu dan diikuti bagian tubuh lainnya. Pada saat berkontraksi,
amnion pecah, dan cairan amnion keluar bersama bayi untuk melicinkan jalan keluar.
Secara normal, tahapan ini hanya memerlukan waktu setengah jam. Tahap IV, yaitu dua
jam pasca kelahiran. Beberapa saat setelah bayi lahir dilakukan pemotongan tali pusar.
Pada tali pusar tidak terdapat jaringan saraf sehingga tidak terasa sakit sewaktu
dipotong. Keluarnya plasenta terjadi kira-kira tiga puluh menit setelah bayi keluar
karena dinding rahim berkontraksi lagi. Proses persalinan tidak dapat terlepas dari
pengaturan hormon. Adapun jenis hormon yang berperan pada proses persalinan
sebagai berikut. 1) Hormon relaksin, mempengaruhi fleksibilitas simfisis pubis. 2)
Hormon estrogen, berperan mengatasi pengaruh hormon progesteron yang menghambat
kontraksi dinding rahim. 3) Hormon prostaglandin, dihasilkan semua sel dalam jumlah
sedikit untuk mengatasi pengaruh progesteron. 4) Hormon oksitosin, mempengaruhi
kontraksi dinding uterus. Bayi yang tidak normal, terlalu besar atau posisinya
melintang, harus dilakukan bedah sesar. Operasi ini dilakukan dengan membuat sayatan
pada perut menuju rahim, selanjutnya bayi diangkat dari rahim. Setelah dilahirkan bayi
memerlukan perawatan secara cermat, di antaranya dengan memberi ASI. Air susu ibu
merupakan makanan dan minuman terbaik untuk bayi terutama sejak lahir hingga bayi
berusia enam bulan. Air susu ibu yang diberikan pertama kali berwarna kekuningan. Air
ini dinamakan kolostrum. Kandungan protein kolostrum tiga kali lipat dari air susu ibu
biasa. Kolostrum juga mengandung antibodi yang sangat tinggi sehingga mampu
melawan berbagai bibit penyakit seperti salesma dan radang paru-paru. Oleh karena itu,
kolostrum dapat digunakan sebagai imunisasi pertama bagi bayi.

3. Anamnesis
Anamnesis Umum

• Nama : -
• Usia ibu : 35 tahun
• Pekerjaan : -
• Alamat : -
• Riwayat pernikahan
 Sudah berapa tahun menikah?
 Pernikahan yang keberapa?
• Riwayat Haid
 Apakah haid teratur?
 Hari pertama haid terakhir?

A. Riwayat Kehamilan Sekarang


• Apakah ibu pernah melakukan pemeriksaan antenatal ? Jika ya, periksa kartu
asuhan antenatalnya (jika mungkin).
• Pernahkah ibu mendapat masalah selama kehamilannya (misalnya perdarahan,
hipertensi, dll.)
• Kapan mulai kontraksi ?
• Apakah kontraksi teratur ? Seberapa sering terjadi kontraksi ?
• Apakah ibu masih merasakan gerakan bayi ?
• Apakah ibu mengalami kenaikan berat badan? Kalau iya, berapa kg?
• Apakah selaput ketuban sudah pecah ? Jika ya, apa warna cairan ketuban ?
Apakah kental atau encer ?
• Kapan selaput ketuban pecah ? (periksa perineum ibu dan lihat air ketuban di
pakaiannya)
• Apakah keluar cairan bercampur darah dari vagina ibu ? Apakah berupa bercak
atau darah segar per vaginam ? (Periksa perineum ibu dan lihat darah
dipakaiannya).
• Kapankah ibu terakhir kali makan atau minum ?
• Apakah ibu mengalami kesulitan untuk berkemih ?

B. Riwayat Obstetri Lalu


 Apakah ada masalah selama persalinan atau kelahiran sebelumnya (bedah
sesar, hipertensi yang diinduksi oleh kehamilan, pre eklampsia / eklampsia,
perdarahan pasca persalinan) ?
 Jumlah persalinan cukup bulan?
 Jumlah persalinan premature?
 Berat anak sebelumnya saat lahir?
 Apakah ibu mempunyai masalah dengan bayi-bayi sebelumnya ?
 Riwayat medis lainnya (masalah pernapasann, hipertensi, gangguan jantung,
gangguan berkemih, dll.)
 Masalah medis saat ini (sakit kepala, ganngguan penglihatan, pusing atau nyeri
epigastrium). Jika ada, periksa tekanan darahnya dan jika mungkin periksa protein
dalam urin ibu.

C. Riwayat Penyakit
 Jantung ?
 Hipertensi?
 Diabetes Mellitus?
 TBC?
 Pernah operasi sebelumnya?
 Alergi obat/makanan tertentu?
 Asma?
 Epilepsi?
 Pernah kecelakaan atau trauma?

D. Riwayat Sosial Ekonomi dan Pribadi


• Status pernikahan?
• Riwayat kontrasepsi?
• Respon ibu dan keluarga terhadap kehamilan?
• Jumlah keluarga dirumah yang membantu?
• Apakah kebiasaan makan dan minum ibu teratur?
• Apakah ibu memiliki kebiasaan merokok, minum alcohol dan mengonsumsi obat-
obatan tertentu?
• Pendidikan terakhir ibu dan suaminya?
• Penghasilan ibu dan suaminya?
• Apakah merupakan peserta BPJS?

4. Pemeriksaan Fisik

PEMERIKSAAN FISIK IBU HAMIL

Pemeriksaan fisik pada ibu dilakukan setelah dilakukannya anamnesa. Sebelum


memulai pemeriksaan, perawat harus menjelaskan pada ibu dan kelurga apa yang akan
dilakukan. Berikan mereka waktu untuk mengajukan pertanyaan sehingga mereka dapat
memahami pentingnya pemeriksaan tersebut.
Pemeriksaan fisik berguna untuk mengetahui keadaan kesehatan ibu dan janin serta
perubahan yang terjadi pada suatu pemeriksaan ke pemeriksaan berikutnya.
Pada pemeriksaan pertama perlu ditentukan apakah ibu sedang hamil, dan bila hamil
maka perlu ditentukan umur kehamilannya. Pada setiap pemeriksaan kehamilan dengan
melihat dan meraba ditentukan apakah ibu sehat dan janin tumbuh dengan baik. Tinggi fundus
uteri sesuai dengan perhitungan umur kehamilan dan pada umur kehamilan lebih lanjut
ditentukan letak janin.
Banyak ibu merasa malu membuka bajunya dan memperlihatkan bagian tubuhnya, hal
ini perlu diperhatikan oleh perawat untuk menjaga privasi pasien tutuplah bagian tubuhnya
ibu dengan kain, sehingga hanya bagian tubuh yang diperiksa saja yang terbuka. Ibu
hendaknya diperiksa dengan sentuhan yang hati-hati dengan sikap bersahabat sambil
menjelaskan apa yang akan dilakukan dan alas an melakukannya.

1. ALAT DAN KOMPONEN PEMERIKSAAN KEHAMILAN

A. PERALATAN PEMERIKSAAN
Alat yang dipakai bervariasi namun yang terpenting adalah bagaimana seorang
pemeriksa memanfaatkan mata, telinga, hidung dan tangannya untukk mengetahui
hampir semua hal penting tentang ibu hamil yang diperiksanya. Peralatan hanyalah
penunjang bila ada dapat membantu pemeriksaan bila tidak semua tersedia,
pemeriksaan kehamilan dapat dilakukan dengan baik dengan ketrampilan
memanfaatkan inderanya dan mempunyai kemampuan untuk menilai serta menangkap
hal-hal yang perlu diperhatikan pada ibu hamil. Peralatan yang dipergunakan harus
dalam keadaan bersih dan siap pakai.
Adapun alat – alat yang dibutuhkan untuk pemeriksaan ibu hamil diantaranya
adalah: timbangan berat badan, pengukur tinggi badan, tensi meter, stetoskop
monokuler atau linec, meteran atau midlen, hamer reflek, jangka panggul serta
peralatan untuk pemeriksaan laboratorium kehamilan yaitu pemeriksaan kadar
hemoglobin, protein urin, urin reduksi dll (bila diperlukan)

B. KOMPONEN PEMERIKSAAN FISIK PADA KUNJUNGAN ANTENATAL


PERTAMA
1.Pemeriksaan fisik umum
a. Tinggi badan
b.Berat badan
c. Tanda – tanda vital : tekanan darah, denyut nadi, suhu
2. Kepala dan leher
a. Edema diwajah
b. Ikterus pada mata
c. Mulut pucat
d. Leher meliputi pembengkakan saluran limfe atau pembengkakan kelenjar thyroid
3. Tangan dan kaki
a. Edema di jari tangan
b. Kuku jari pucat
c. Varices vena
d. Reflek – reflek
4. Payudara
a. Ukuran simetris
b. Putting menonjol / masuk
c. Keluarnya kolostrom atau cairan lain
d. Retraksi
e. Massa
f. Nodul axilla
5. Abdomen
a. Luka bekas operasi
b. Tinggi fundus uteri (jika>12 minggu)
c. Letak, presentasi, posisi dan penurunan kepala (jika>36 minggu)
d. Denyut jantung janin (jika>18 minggu)
6. Genetalia luar (externa)
a. varises
b. perdarahan
c. luka
d. cairan yang keluar
e. pengeluaran dari uretra dan skene
f. kelenjar bartholini : bengkak (massa), cairan yang keluar
7. Genetalia dalam (interna)
a. servik meliputi cairan yang keluar, luka (lesi), kelunakan, posisi, mobilitas,
tertutup atau terbuka
b. vagina meliputi cairan yang keluar, luka, darah
c. ukuran adneksa, bentuk, posisi, nyeri, kelunakan, massa (pada trimester pertama)
d. uterus meliputi : ukuran, bentuk, mobilitas, kelunakan, massa pada trimester
petama.
2. PELAKSANAAN PEMERIKSAAN KEHAMILAN

Dalam pemeriksaan kehamilan meliputi beberapa langkah antara lain :


1. Perhatikan tanda – tanda tubuh yang sehat
Pemeriksaan pandang dimulai semenjak bertemu dengan pasien. Perhatikan
bagaimana sikap tubuh, keadaan punggung dan cara berjalannya. Apakah cenderung
membungkuk, terdapat lordosis, kifosis, scoliosis atau pincang dsb. Lihat dan nilai
kekuatan ibu ketika berjalan, apakah ia tampak nyaman dan gembira, apakah ibu
tampak lemah

2. Pengukuran tinggi badan dan berat badan


Timbanglah berat badan ibu pada setiap pemeriksaan kehamilan. Bila tidak
tersedia timbangan, perhatikan apakah ibu bertambah berat badannya. Berat badan ibu
hamil biasanya naik sekitar 9-12 kg selama kehamilan. Yang sebagian besar diperoleh
terutama pada trimester kedua dan ketiga kehamilan. Kenaikan berat badan
menunjukkan bahwa ibu mendapat cukup makanan. Jelaskan bahwa berat badan ibu
naik secara normal yang menunjukkan janinnya tumbuh dengan baik bila kenaikan
berat badan ibu kurang dari 5 kg pada kehamilan 28 minggu maka ia perlu dirujuk.
Tinggi berat badan hanya diukur pada kunjungan pertama. Bila tidak tersedia
alat ukur tinggu badan maka bagian dari dinding dapat ditandai dengan ukuran centi
meter. Pada ibu yang pendek perlu diperhatikan kemungkinan mempunyai panggul
yang sempit sehingga menyulitkan dalam pemeriksaan. Bila tinggu badan ibu kurang
dari 145 atau tampak pendek dibandingkan dengan rata-rata ibu, maka persalinan
perlu diwaspadai.

3. Pemeriksaan tekanan darah


Tekanan darah pada ibu hamil bisanya tetap normal, kecuali bila ada kelainan.
Bila tekanan darah mencapai 140/90 mmhg atau lebih mintalah ibu berbaring miring
ke sebelah kiri dan mintalah ibu bersantai sampai terkantuk. Setelah 20 menit
beristirahat, ukurlah tekanan darahnya. Bila tekanan darah tetap tinggi, maka hal ini
menunjukkan ibu menderita pre eklamsia dan harus dirujuk ke dokter serta perlu
diperiksa kehamilannya. Khususnya tekanan darahnya lebih sering (setiap minggu).
Ibu dipantau secara ketat dan anjurkan ibu persalinannya direncanakan di rumah sakit.
4. Pemeriksaan dari ujung rambut sampai ke ujung kaki
Pemeriksaan fisik pada kehamilan dilakukan melalui pemeriksaan pandang
(inspeksi), pemeriksaan raba (palpasi), periksa dengar (auskultasi),periksa ketuk
(perkusi). Pemeriksaan dilakukan dari ujung rambut sampai ke ujung kaki, yang dalam
pelaksanaannya dilakukan secara sistematis atau berurutan.
Pada saat melakukan pemeriksaan daerah dada dan perut, pemeriksaan
inspeksi, palpasi, auskultasi dilakukan secara berurutan dan bersamaan sehingga tidak
adanya kesan membuka tutup baju pasien yang mengakibatkan rasa malu pasien.
Dibawah ini akan diuraikan pemeriksaan obstetric yaitu dengan melakukan
inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi terhadap ibu hamil dari kepala sampai kaki.
- Lihatlah wajah atau muka pasien
Adakah cloasma gravidarum, pucat pada wajah adalah pembengkakan pada
wajah. Bila terdapat pucat pada wajah periksalah konjungtiva dan kuku pucat
menandakan bahwa ibu menderita anemia, sehingga memerlukan tindakan lebih
lanjut. Jelaskan bahwa ibu sedang diperiksa apakah kurang darah atau tidak.
Sebutkan bahwa bila ibu tidak kurang darah ia akan lebih kuat selama kehamilan
dan persalinan. Jelaskan pula bahwa tablet tambah darah mencegah kurang darah.
Bila terdapat bengkak diwajah, periksalah adanya bengkak pada tangan dan
kaki. Sedikit bengkak pada mata kaku dapat terjadi pada kehamilan normal, namun
bengkak pada tangn dan atau wajah tanda preeklamsi. Perhatikan wajah ibu
apakah bengkak dan tanyakan pada ibu apakah ia sulit melepaskan cincin atau
gelang yang dipakainya. Mata kaki yang bengkak dan menimbulkan cekungan
yang tak cepat hilang bila ditekan, maka ibu harus dirujuk ke dokter, dipantau
ketat kehamilannya dan tekanan darahnya, serta direncanakan persalinannya
dirumah sakit.
Selain memeriksa ada tidaknya pucat pada konjungtiva, lihatlah sclera mata
adakah sclera kuning atau ikterik
- Lihatlah mulut pasien. Adakah tampak bibir pucat, bibir kering pecah-pecah
adakah stomatitis, gingivitis, adakah gigi yang tanggal, adakah gigi yang
berlobang, caries gigi. Selain dilihat dicium adanya bau mulut yang menyengat.
- Lihatlah kelenjar gondok, adakah pembesaran kelenjar thyroid, pembengkakan
saluran linfe
- Lihat dan raba payudara, pada kunjungan pertama pemeriksaan payudara terhadap
kemungkinan adanya benjolan yang tidak normal. Lihatlah apakah payudara
simetris atau tidak, putting susu menonjol atau datar atau bahkan masuk. Putting
susu yang datar atau masuk akan mengganggu proses menyusui nantinya. Apakah
asinya sudah keluar atau belum. Lihatlah kebersihan areola mammae adakah
hiperpigmentasi areola mammae.
- Lakukan pemeriksaan inspeksi, palpasi dan auskultasi pada perut ibu.
Tujuan pemeriksaan abdomen adalah untuk menentukan letak dan presentasi janin,
turunnya bagian janin yang terbawah, tinggi fundus uteri dan denyut jantung janin.
Sebelum memulai pemeriksaan abdomen, penting untuk dilakukan hal– hal
sebagai berikut :
 Mintalah ibu untuk mengosongkan kandung kemihnya bila perlu
 bantulah ia untuk santai. Letakkan sebuah bantal dibawah kepala dan bahunya.
Fleksikan tangan dan lutut. Jika ia gelisah bantulah ia untuk santai dengan
memintanya menarik nafas panjang.
 cucilah tangan anda sebelum mulai memeriksa, keringkan dan usahakan agar
tangan perawat cukup hangat.
Lihatlah bentuk pembesaran perut (melintang, memanjang, asimetris)
adakah linea alba nigra, adakah striae gravidarum, adakah bekas luka operasi,
adakah tampak gerakan janin, rasakan juga dengan pemeriksaan raba adanya
pergerakan janin. Tentukan apakah pembesaran perut sesuai dengan umur
kehamilannya. Pertumbuhan janin dinilai dari tingginya fundus uteri. Semakin tua
umur kehamilan, maka semakin tinggi fundus uteri. Namun pada umur kehamilan
9 bulan fundus uteri akan turun kembali karena kepala telah turun atau masuk ke
panggul. Pada kehamilan 12 minggu, tinggi fundus uteri biasanya sedikit diatas
tulang panggul. Pada kehamilan 24 minggu fundus berada di pusat. Secara kasar
dapat dipakai pegangan bahwa setiap bulannya fundus naik 2 jari tetapi
perhitungan tersebut sering kurang tepat karena ukuran jari pemeriksa sangat
bervariasi. Agar lebih tepat dianjurkan memakai ukuran tinggi fundus uteri dri
simfisis pubis dalam sentimeter dengan pedoman sebagai berikut:
Umur kehamilan Tinggi fundus uteri
20 minggu 20 cm
24 minggu 24 cm
28 minggu 28 cm
32 minggu 32 cm
36 minggu 34- 46 cm
Jelaskan pada ibu bahwa perutnya akan semakin membesar karena pertumbuhan
janin. Pada kunjungan pertama, tingginya fundus dicocokkan dengan perhitungan
umur kehamilan hanya dapat diperkirakan dari hari pertama haid (HPHT). Bila
HPHT tidak diketahui maka umur kehamilan hanya dapat diperkirakan dari
tingginya fundus uteri. Pada setiap kunjungan, tingginya fundus uteri perlu
diperiksa untuk melihat pertumbuhan janin normal, terlalu kecil atau terlalu besar.

5. Pemeriksaan leopold I : untuk menentukan bagian janin yang berada dalam


fundus uteri.
Petunjuk cara pemeriksaan :
 Pemeriksa berdiri disebelah kanan pasien, menghadap kearah kepala pasien.
Kedua tangan diletakkan pada bagian atas uterus dengan mengikuti bentuk uterus.
Lakukan palpasi secara lembut untuk menentukan bentuk, ukuran konsistensi dan
gerakan janin.
Tentukan bagian janin mana yang terletak di fundus.

Hasil: jika kepala janin yang nerada di fundus, maka palpasi akan teraba bagian
bulat, keras dan dapat digerakkan (balotemen). Jika bokong yang terletak di
fundus,maka pemeriksa akan meraba suatu bentuk yang tidak spesifik, lebih besar
dan lebih lunak dari kepala, tidak dapat digerakkan, serta fundus terasa penuh.
Pada letak lintang palpasi didaerah fundus akan terasa kosong.

6. Pemeriksaan Leopold II : untuk menentukan bagian janin yang berada pada


kedua sisi uterus.
Petunjuk pemeriksaan :
 pemeriksa berdiri disebelah kanan pasien, menghadap kepala pasien. Kedua
telapak tangan diletakkan pada kedua sisi perut, dan lakukan tekanan yang lembut
tetapi cukup dalam untuk meraba dari kedua sisi. Secara perlahan geser jari-jari
dari satu sisi ke sisi lain untuk menentukan pada sisi mana terletak pada sisi mana
terletak punggung, lengan dan kaki

Hasil : bagian bokong janin akan teraba sebagai suatu benda yang keras pada
beberapa bagian lunak dengan bentuk teratur,sedangkan bila teraba adanya bagian
– bagian kecil yang tidak teratur mempunyai banyak tonjolan serta dapat bergerak
dan menendang, maka bagian tersebut adalah kaki, lengan atau lutut. Bila
punggung janin tidak teraba di kedua sisi mungkin punggung janin berada pada
sisi yang sama dengan punggung ibu (posisi posterior) atau janin dapat pula berada
pada posisi dengan punggung teraba disalah satu sisi.

7. Pemeriksaan Leopold III : untuk menentukan bagian janin apa yang berada
pada bagian bawah. Petunjuk cara memeriksa:
 dengan lutut ibu dalam posisi fleksi, raba dengan hati-hati bagian bawah abdomen
pasien tepat diatas simfisis pubis. Coba untuk menilai bagian janin apa yang
berada disana. Bandingkan dengan hasil pemeriksaan Leopold.
Hasil : bila bagian janin dapat digerakkan kearah cranial ibu, maka bagian
terbawah dari janin belum melewati pintu atas panggul. Bila kepala yang berada
diabagian terbawah, coba untuk menggerakkan kepala. Bila kepala tidak dapat
digerakkan lagi, maka kepala sudah “engaged” bila tidak dapat diraba adanya
kepala atau bokong, maka letak janin adalah melintang.

8. Pemeriksaan Leopold IV : untuk menentukan presentasi dan “engangement”.


Petunjuk dan cara memeriksa :
 Pemeriksa menghadap kearah kaki ibu. Kedua lutut ibu masih pada posisi fleksi.
Letakkan kedua telapak tangan pada bagian bawah abdomen dan coba untuk
menekan kearah pintu atas panggul

Hasil: pada dasarnya sama dengan pemeriksaan Leopold III, menilai bagian janin
terbawah yang berada didalam panggul dan menilai seberapa jauh bagian tersebut
masuk melalui pintu atas panggul.

9. Pemeriksaan denyut jantung janin.


Denyut jantung janin menunjukkan kesehatan dan posisi janin terhadap ibu.
Dengarkan denyut jantung janin (DJJ) sejak kehamilan 20 minggu. Jantung janin
biasanya berdenyut 120-160 kali permenit. Tanyakan kepada ibu apakah janin sering
bergerak, katakana pada ibu bahwa DJJ telah dapat didengar. Mintalah ibu segera bila
janinnya berhenti bergerak. Bila sampai umur kehamilan 28 minggu denyut jantung
janin tidak dapat didengar atau denyutnya lebih dari 160 atau kurang dari 120 kali
permenit atau janinnya berkurang gerakannya atau tidak bergerak, maka ibu perlu
segera dirujuk.
10. Pemeriksaan punggung dibagian ginjal.
Tepuk punggung di bagian ginjal dengan bagian sisi tangan yang dikepalkan.
Bila ibu merasa nyeri, mungkin terdapat gangguan pada ginjal atau salurannya.

11. Pemeriksaan genetalia


Cucilah tangan, kemudian kenakan sarung tangan sebelum memeriksa vulva.
Pada vulva terlihat adanya sedikit cairan jernih atau berwarna putih yang tidak berbau.
Pada kehamilan normal, tak ada rasa gatal, luka atau perdarahan. Rabalah kulit
didaerah selangkangan, pada keadaan normal tidak teraba adanya benjolan kelenjar.
Setelah selesai cucilah tangan dengan sarung tangan yang masih terpasang, kemudian
lepaskan sarung tangan dan sekali lagi cucilah tangan dengan sabun.
12. Distansia tuberan
Yaitu ukuran melintang dari pintu bawah panggul atau jarak antara tuber
iskhiadikum kanan dan kiri dengan ukuran normal 10,5-11cm

13. Konjugata eksterna (Boudeloge)


yaitu jarak antar tepi atas simfisis dan prosesus spinosus lumbal V, dengan
ukuran normal sekitar 18-20 cm. bila diameter bouldelogue kurang dari 16 cm,
kemungkinan besar terdapat kesempitan panggul.
14. Pemeriksaan panggul
Pada ibu hamil terutama primigravida perlu dilakukan pemeriksaan untuk
menilai keadaan dan bentuk panggul apakah terdapat kelainan atau keadaan yang
dapat menimbulkan penyulit persalinan. Ada empat cara melakukan pemeriksaan
panggul yaitu dengan pemeriksaan pangdang (inspeksi) dilihat apakah terdapat dugaan
kesempitan panggul atau kelainan panggul, misalnya pasien sangat pendek, bejalan
pincang, terdapat kelainan seperti kifosis atau lordosis, belah ketupat michaelis tidah
simetris. Dengan pemeriksaan raba, pasien dapat diduga mempunyai kelainan atau
kesempitan panggul bial pada pemeriksaan raba pasien didapatkan: primigravida pada
kehmilan aterm terdapat kelainan letak. Perasat Osborn positif fengan melakukan
pengukuran ukuran-ukuran panggul luar.
Alat untuk menukur luar panggul yang paling sering digunakan adalah jangka
panggul dari martin. Ukuran – ukuran panggul yang sering digunakan untuk menilai
keadaan panggul adalah:
a. Distansia spinarum
Yaitu jarak antara spina iliaka anterior superior kanan dan kiri, dengan ukuran
normal 23-26 cm

b. Distansia kristarum
Yaitu jarak antara Krista iliaka terjauh kanan dan kiri dengan ukuran
sekitar 26-29 cm. bila selisih antara distansi kristarum dan distansia spinarum
kurang dari 16 cm, kemungkinan besar adanya kesempitan panggul.

15. Pemeriksaan ektremitas bawah


memeriksa adanya oedema yang paling mudah dilakukan didaerah pretibia dan
mata kaki dengan cara menekan jari beberapa detik. Apabila terjadi cekung yang tidak
lekas pulih kembali berarti oedem positif. Oedem positif pada tungkai kaki dapat
menendakan adanya pre eklampsia. Daerah lain yang dapat diperiksa adalah kelopak
mata. Namun apabila kelopak mata sudah oedem biasanya keadaan pre eklamsi sudah
lebih berat.

16. Pemeriksaan reflek lutut (patella)


mintalah ibu duduk dengan tungkainya tergantung bebas dan jelaskan apa
yang akan dilakukan. Rabalah tendon dibawah lutut/ patella. Dengan menggunakan
hammer ketuklan rendon pada lutut bagian depan. Tungkai bawah akan bergerak
sedikit ketika tendon diketuk. Bila reflek lutut negative kemungkinan pasien
mengalami kekurangan vitamin B1. bila gerakannya berlebihan dan capat maka hal ini
mungkin merupakan tanda pre eklamsi.
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Berat Badan
Pemeriksaan berat badan dilakukan setiap kali ibu hamil memeriksakan
kandungnya, hal ini dilakukan untuk mengetahui pertambahan berat badan, serta apakah
pertambahan berat badan yang dialami termasuk normal atau tidak. Pertambahan berat
badan yang normal akan sangat baik bagi kondisi ibu maupun janin. Sebaliknya, jika
pertambahan berat yang dialami tidak normal, akan menimbulkan resiko pada ibu dan
janin. Bagi ibu hamil yang mengalami pertambahan berat badan yang tidak normal, dokter
atau bidan akan memberikan saran yang sebaiknya dilakukan agar ibu hamil memperoleh
pertambahan berat badan yang normal.

Pemeriksaan Tinggi Badan


Pemeriksaan tinggi badan juga dilakukan saat pertama kali ibu melakukan
pemeriksaan. Mengetahui tinggi badan sangat penting untuk mengetahui ukuran panggul si
ibu. Mengetahui ukuran panggul ibu hamil sangat penting untuk mengetahui apakah dapat
dilakukan secara normal atau tidak. Karena jika diketahui bahwa tinggi badan ibu dianggap
terlalu pendek, dikhawatirkan memiliki panggul yang sempit dan juga dikhawatirkan
proses persalinan dapat dilakukan secara normal atau tidak, dan hal ini harus dilakukan
secara caesar. Dengan diketahuinya hal ini secara dini, maka ibu hamil diharapkan segera
menyiapkan diri baik dari segi materi dan mental untuk menghadapi persalinan dengan
caesar.

Pemeriksaan Urin
Pemeriksaan urin dilakukan untuk memastikan kehamilan. Selain itu, juga
dilakukan untuk mengetahui fungsi ginjal ibu hamil ada tidaknya protein dalam urin, dan
juga mengetahui kadar gula dalam darah. Adanya protein dalam urin mengarah pada pre-
eklampsia. Sedangkan kadar gula darah dapat menunjukkan apakah ibu hamil mengalami
diabetes mellitus atau tidak.

Pemeriksaan Detak Jantung


Pemeriksaan ini penting untuk mengetahui apakah janin dalam berada dalam
kondisi sehat dan baik. pemeriksaan detak jantung ini biasanya menggunakan Teknik
Doopler sehingga ibu hamil dapat mendengarkan detak janin yang dikandungnya.
Pemeriksaan Dalam
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya kehamilan, memeriksa apakah terdapat
tumor, memeriksa kondisi abnormal di dalam rongga panggul, mendiagnosis adanya bisul
atau erosi pada mulut rahim, melakukan pengambilan lendir mulut rahim (papsmear),
mengetahui ada tidaknya penyakit kehamilan, mengetahui letak janin, dan untuk
mengetahui ukuran rongga panggul sebagai jalan lahir bayi. Biasanya pemeriksaan ini
dilakukan di awal kehamilan.

Pemeriksaan Perut/leopold
Dilakukan untuk melihat posisi atas Rahim, mengukur pertumbuhan janin, dan
mengetahui posisi janin. Pemeriksaan ini harus dilakukan secara rutin setiap kali dilakukan
pemeriksaan dengan dokter kandungan atau bidan.

Pemeriksaan Kaki
Dilakukan untuk mengetahui adanya pembengkakan (edema) dan kemungkinan
varises. Pembengkakan yang terjadi di minggu-minggu akhir kehamilan adalah normal,
namun pembengkakan yang berlebihan menandakan pre-eklampsia

Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan darah bertujuan untuk mengetahui kesehatan umum ibu hamil.
Pemeriksaan darah dapat juga dilakukan dengan pemeriksaan AFP (alpha fetoprotein).
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kemungkinan gangguan saluran saraf tulang
belakang dan untuk mendeteksi otak janin. Kadar AFP yang rendah menunjukkan adanya
kemungkinan down sindrom pada janin. Biasanya pemeriksaan dilakukan pada usia
kehamilan sekitar 15-20 minggu.

TORCH (Toksoplasma Rubella Cytomegalovirus Herpesimpleks) Dilakukan untuk


mengetahui ada tidaknya infeksi parasite seperti TORCH di dalam ibu hamil. Infeksi
TORCH biasanya menyebabkan bayi terlahir dengan kondisi cacat atau mengalami
kematian. Pemeriksaan TORCH dilakukan dengan menganalisis kadar imunoglobulin G
(IgG) dan imunoglobin M (IgM) dalam serum ibu hamil. Kedua zat ini termasuk ke dalam
sistem kekebalan tubuh. Jika ada zat asing atau kuman yang menginfeksi tubuh, maka
tubuh akan memproduksi IgG dan IgM untuk melindungi tubuh. Banyak sedikitnya Ig G
dan IgM dalam serum darah mengindikasikan ada tidaknya infeksi serta besar kesilnya
infeksi. Jika hasil Ig G negative, berarti infeksi terjadi pada masa lalu dan kini sudah tidak
aktif lagi. Jika hasil Ig M positif, berarti infeksi masih berlangsung aktif dan ibu hamil
memerlukan pengobatan agar janin dalam yang terinfeksi dapat segera ditangani sehingga
infeksi tidak semakin buruk.

Pada pemeriksaan kehamilan trimester pertama kalinya anda akan diperiksa:

 Riwayat kesehatan, ada beberapa pertanyaan untuk mengetahui adanya kelainan


genetic, kondisi kesehatan (adakah penyakit kronis), riwayat kehamilan
sebelumnya dan keadaan psikososial.
 Penentuan usia kehamilan sebenarnya. Hal ini bisa dilakukan dengan USG trans
vaginal atau trans abdominal sekalian memastikan adanya janin dalam kandungan
atau dengan menanyakan HPHT (hari pertama haid terakhir)
 Pemeriksaan fisik secara umum Misalnya tekanan darah, berat badan dan
pemeriksaan fisik lainnya.
 Pemeriksaan dalam yaitu pemeriksaan vagina dan leher Rahim
 Pemeriksaan laboratorium untuk kadar hemoglobin darah, urinalisis (pemeriksaan
urin), golongan darah dan rhesus, TORCH dan tes hepatitis. Bila terdapat kelainan
atau komplikasi pemeriksaan fisik dan laboratorium maka sebaiknya dirujuk ke
dokter spesialis kandungan. Bila tidak terdapat kelainan maka pemeriksaan
kehamilan tetap dapat dilakukan di bidan atau puskesmas

Pemeriksaan kehamilan kedua yaitu pemeriksaan kehamilan saat usia kehamilan antara 4-6
bulan. Biasanya kunjungan kehamilan dilakukan sebelum usia kehamilan mencapai 26
minggu. Pemeriksaan yangakan dilakukan adalah: Anamnesa. Anda akan ditanyakan
mengenai kondisi selama kehamilan, keluhan-keluhan yang muncul dan tanda-tanda
pergerakan janin. Pemeriksaan fisik berupa pemeriksaan tekanan darah, berat badan, tinggi
fundus uteri (puncak Rahim), detak denyut janin dan pemeriksaan disik menyeluruh serta
pemeriksaan dalam bila pada kunjungan pertama tidak dilakukan.
1. Pemeriksaan laboratorium. Urinalisis, cek protein dalam urin bila tekanan darah
tinggi, gula darah dan hemoglobin terutama bila kunjungan pertama dinyatakan
anemia. Juga bisa melakukan serangkaian pemeriksaan lainnya yang berguna
dalammendeteksi dini kelainan dalam janinmisalnya alpha feto protein (AFP),
Chorion Villius Sample (CVS), dan Amniosintesis
2. Pemeriksaan ultrasonogafi. Pemeriksaan USG ini berguna untuk mendeteksi
kelainan bawaan janin, jumlah janin, pergerakan jantung janin, lokasi plasenta
(ari-ari), dll.

Pemeriksaan kehamilan ketiga yang dilakukan saat usia kehamilan mencapai 32 minggu.
dengan komposisi pemeriksaan hampir sama dengan pemeriksaan kedua yaitu:
1. Anamnesa, akan ditanyakan mengenai kondisi selama kehamilan, keluhan-
keluhan yang muncul dan tanda-tanda pergerakan janin.
2. Pemeriksaan fisik berupa pemeriksaantekanan darah, berat badan, tinggi fundu
suteri (puncak rahim), detak denyut janin, pemeriksaan Leopold (pemeriksaan
kandungan melalui perut) dan pemeriksaan fisik menyeluruh.
3. Pemeriksaan laboratorium. Urinalisis, cek protein dalam urin bila tekanan darah
tinggi, gula darah dan hemoglobin.

Pemeriksaan kehamilan keempat. Ini merupakan pemeriksaan kehamilan terakhir dan


dilakukan pada usia kehamilan antara 32-36 minggu. Pada pemeriksaan ini akan dilakukan:
1. Anamnesa, akan ditanayakan mengenai kondisi selama kehamilan, keluhan-
keluhan yang muncul, pergerakan janin, dan tanda kontraksi Rahim.
2. Pemeriksaan fisik berupa pemeriksaan tekanan darah, berat badan, tinggi fundus
uteri (puncak Rahim), detak denyut janin, pemeriksaan Leopold (menentukan
letak janin dalam kandungan), dan pemeriksaan fisik menyeluruh.
3. Pemeriksaan laboratorium. Urinalisis, cek protein dalam urin bila tekanan darah
tinggi, gula darah dan hemoglobin terutama bila kunjungan pertama anda
dinyatakan anemia. Saat pemeriksaan kehamilan keempat inilah akan mulai
mendisukusikan pilihan persalinan yang aman sesuai dengan kondisi kehamilan.
Tapi bila anda bisa melakukan pemeriksaan kehamilan lebih sering, maka WHO
sangat menyarankan agar anda melakukan pemeriksaan kehamilan setiap 4
minggu sekali dari saat pemeriksaan kehamilan pertama kali hingga usia
kehamilan 28 minggu, setiap 2 minggu sekali dari usia kehamilan 28-36 minggu
dan setiap satu minggu sekali dari usia kehamilan 36 minggu hingga waktunya
melahirkan (Cunningham, 2000).
6. KIE yang Efektif
KIE efektif dilakukan pada setiap kunjungan antenatal yang meliputi:

a. Kesehatan ibu

Setiap ibu hamil dianjurkan untuk memeriksakan kehamilannya secara rutin ke


tenaga kesehatan dan menganjurkan ibu hamil agar beristirahat yang cukup selama
kehamilannya (sekitar 9- 10 jam per hari) dan tidak bekerja berat.

b. Perilaku hidup bersih dan sehat

Setiap ibu hamil dianjurkan untuk menjaga kebersihan badan selama kehamilan
misalnya mencuci tangan sebelum makan, mandi 2 kali sehari dengan menggunakan sabun,
menggosok gigi setelah sarapan dan sebelum tidur serta melakukan olah raga ringan.

c. Peran suami/keluarga dalam kehamilan dan perencanaan persalinan

Setiap ibu hamil perlu mendapatkan dukungan dari keluarga terutama suami dalam
kehamilannya. Suami, keluarga atau masyarakat perlu menyiapkan biaya persalinan,
kebutuhan bayi, transportasi rujukan dan calon donor darah. Hal ini penting apabila terjadi
komplikasi kehamilan, persalinan, dan nifas agar segera dibawa ke fasilitas kesehatan.

d. Tanda bahaya pada kehamilan, persalinan dan nifas serta kesiapan menghadapi
komplikasi

Setiap ibu hamil diperkenalkan mengenai tanda-tanda bahaya baik selama


kehamilan, persalinan, dan nifas misalnya perdarahan pada hamil muda maupun hamil tua,
keluar cairan berbau pada jalan lahir saat nifas, dsb. Mengenal tanda-tanda bahaya ini penting
agar ibu hamil segera mencari pertolongan ke tenaga kesehatan.

e. Asupan gizi seimbang

Selama hamil, ibu dianjurkan untuk mendapatkan asupan makanan yang cukup
dengan pola gizi yang seimbang karena hal ini penting untuk proses tumbuh kembang janin
dan derajat kesehatan ibu. Misalnya ibu hamil disarankan minum tablet tambah darah secara
rutin untuk mencegah anemia pada kehamilannya.

f. Gejala penyakit menular dan tidak menular.

Setiap ibu hamil harus tahu mengenai gejala-gejala penyakit menular (misalnya
penyakit IMS,Tuberkulosis) dan penyakit tidak menular (misalnya hipertensi) karena dapat
mempengaruhi pada kesehatan ibu dan janinnya.

g. Penawaran untuk melakukan konseling dan testing HIV di daerah tertentu (risiko
tinggi).

Konseling HIV menjadi salah satu komponen standar dari pelayanan kesehatan ibu
dan anak. Ibu hamil diberikan penjelasan tentang risiko penularan HIV dari ibu ke janinnya,
dan kesempatan untuk menetapkan sendiri keputusannya untuk menjalani tes HIV atau tidak.
Apabila ibu hamil tersebut HIV positif maka dicegah agar tidak terjadi penularan HIV dari
ibu ke janin, namun sebaliknya apabila ibu hamil tersebut HIV negatif maka diberikan
bimbingan untuk tetap HIV negatif selama kehamilannya, menyusui dan seterusnya.

h. Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan pemberian ASI ekslusif

Setiap ibu hamil dianjurkan untuk memberikan ASI kepada bayinya segera setelah
bayi lahir karena ASI mengandung zat kekebalan tubuh yang penting untuk kesehatan bayi.
Pemberian ASI dilanjutkan sampai bayi berusia 6 bulan.

i. KB paska persalinan

Ibu hamil diberikan pengarahan tentang pentingnya ikut KB setelah persalinan untuk
menjarangkan kehamilan dan agar ibu punya waktu merawat kesehatan diri sendiri, anak, dan
keluarga.

j. Imunisasi

Setiap ibu hamil harus mendapatkan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) untuk
mencegah bayi mengalami tetanus neonatorum.

k. Peningkatan kesehatan intelegensia pada kehamilan (Brain booster)

Untuk dapat meningkatkan intelegensia bayi yang akan dilahirkan, ibu hamil
dianjurkan untuk memberikan stimulasi auditori dan pemenuhan nutrisi pengungkit otak
(brain booster) secara bersamaan pada periode kehamilan.

7. Edukasi
Edukasi K1 Antenatal Care
Kunjungan antenatal memberi kesempatan bagi petugas kesehatan untuk
memberikan informasi kesehatan esensial bagi ibu hamil dan keluarganya termasuk
rencana persalinan dan cara merawat bayi.
Nutrisi yang adekuat
 Kalori
Jumlah kalori diperlukan : 2.500 kalori / hari (ibu hamil)
Jumlah kalori berlebih : obesitas » faktor predisposisi terjadinya preeklampsia
Jumlah pertambahan bb sebaiknya tidak melebihi 10 – 12 kg selama hamil

 Protein
Jumlah protein diperlukan : 85 gram / hari
Sumber protein : tumbuh-tumbuhan (kacang-kacangan) atau hewani
Defisiensi protein : kelahiran premature , anemia, dan edema
 Kalsium
Kebutuhan kalsium diperlukan : 1,5 gram / hari
Fungsi kalsium : pertumbuhan janin terutama bagi pengembangan otot dan
rangka
Sumber kalsium : susu, keju, yogurt, dan kalsium karbonat
Defisiensi kalsium : riketsia pada bayi atau osteomalasia pada ibu

 Zat Besi
Tujuan : untuk menjaga konsentrasi hb yang normal
Jumlah asupan ; 30 mg / hari ( terutama setelah trimester kedua )
Zat besi yang dapat diberikan ferrous gluconate, ferrous fumarate, atau ferrous
sulphate
Defisiensi zat besi : anemia defisiensi zat besi

 Asam Folat
Fungsi : pematangan sel (eritrosit)
Jumlah asam folat 400 mikrogram / hari
Defisiensi asam folat : anemia megaloblastik

Perawatan payudara
 Pengurutan payudara (hati-hati)
Tujuan : untuk mengeluarkan sekresi dan membuka duktus dan sinus laktiferus

 Basuhan lembut setiap hari pada areola dan papila mammae


Tujuan : untuk mengurangi retak dan lecet pada area tersebut

 Pembersihan dengan campuran gliserin dan alkohol


Ketika sekresi yang mengering pada puting susu

 Sesuaikan ukuran penopang payudara (brassiere)


Karena payudara ini akan menegang, sensitif, dan menjadi lebih berat
Perawatan gigi
Dibutuhkan setidaknya 2 kali selama kehamilan, yaitu pada trimester pertama
dan ketiga.
Pada trimester pertama terkait dengan hiperemesis dan ptialisme
Pada trimester ketiga terkait dengan adanya kebutuhan kalsium untuk pertumbuhan
janin sehingga perlu diketahui apakah terdapat pengaruh yang merugikan pada gigi ibu
hamil.
Anjuran : selalu menyikat gigi setelah makan karena ibu hamil sangat rentan
terhadap terjadinya carries dan gingivitis

Kebersihan tubuh dan pakaian


Kebersihan tubuh harus terjaga selama kehamilan karena terjadi perubahan anatomik
pada perut, area genitalia/lipat paha, dan payudara menyebabkan lipatan-lipatan kulit
menjadi lebih lembab dan mudah terinvestasi oleh mikroorganisme.
Gunakan pancuran atau gayung pada saat mandi, tidak dianjurkan berendam dalam
bathtub dan melakukan vaginal douche.
Gunakan pakaian yang longgar, bersih, dan nyaman. Hindari pemakaian high heels ,
alas kaki yang keras (tidak elastis) dan korset penahan perut (selama kehamilan).
Istirahat cukup, minimal 8 jam pada malam hari dan 2 jam di siang hari.
Tidak dianjurkan untuk merokok karena dapat menimbulkan vasospasme yang
mengakibatkan anoksia janin, berat badan lahir rendah (BBLR), prematuritas, kelainan
kongenital, dan solusio plasenta.

Usia ibu lebih dari 35 tahun


Risiko keguguran spontan tampak meningkat dengan bertambahnya usia terutama
setelah usia 30 tahun, baik kromosom janin itu normal atau tidak, wanita dengan usia
lebih tua, lebih besar kemungkinan keguguran baik janinnya normal atau abnormal
(Murphy, 2000).
Faktor yang mempengaruhi kehamilan diatas 30 tahun (Detiana, 2010, hal. 54).
a. Kesuburan
Jumlah sel telur yang diproduksi ovarium atau indung telur akan menurun seiring
bertambahnya usia. Usia paling produktif bagi wanita ada pada rentang usia 20-29 tahun.
Yang paling menentukan kesuburan seorang wanita sebenarnya adalah usia biologis,
bukan usia lahiriah (kalender). Usia biologis adalah kondisi kebugaran dan kesehatan
tubuh, termasuk asupan gizi dan keaktifan melakukan olahraga tubuh.
b. Kondisi rahim
Bertambahnya usia juga mempengaruhi kemampuan rahim untuk menerima bakal
janin (embrio). Penurunan kemampuan rahim ini terutama terjadi pada wanita di atas usia
35 tahun. Faktor penuaan juga bisa membuat embrio yang dihasilkan akan sulit melekat
pada lapisan lendir rahim. Kondisi ini bisa menyebabkan keguguran, atau memunculkan
kecenderungan terjadinya plasenta tidak menempel ditempat semestinya. Di samping itu,
juga akan menyebabkan resiko hamil di luar kandungan (ektopik).
Frekuensi Antenatal Care (Mufdlilah, 2009, p.45)
Setiap wanita hamil diidentifikasi sebagai resiko terhadap kehamilanya, untuk
mendeteksi secara dini dan mencegah komplikasi dalam kehamilan, ibu hamil harus
melakukan antenatal care sesuai yang telah dianjurkan yaitu:
1) 1 kali pada trimester pertama (umur kehamilan 1 sampai 3 bulan) (K1)
merupakan kunjungan pertama ibu hamil setelah dirinya terlambat menstruasi yang
bertujuan untuk tercapainya ibu hamil yang sehat dan selamat baik bagi ibu sendiri
maupun janinnya (Vivian & Sunarsih, 2010, p.156).
2) 1 kali pada trimester kedua (umur kehamilan 4 sampai 6 bulan)
Kunjungan ibu hamil yang bertujuan untuk mengenali komplikasi akibat kehamilan
dan pengobatanya (Vivian & Sunarsih, 2010, p.160).
3) 2 kali pada trimester ketiga (umur kehamilan 7 sampai 9 bulan)
Kunjungan ulang (K4) kunjungan antenatal yang dilakukan setelah kunjungan
antenatal pertama dimana kegiatanya lebih difokuskan dalam pendeteksian komplikasi,
mempersiapkan kelahiran dan kegawatdaruratan (Vivian & Sunarsih, 2010, p.160).

8. Faktor Risiko
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ibu Hamil Risiko Tinggi
a) Tekanan darah tinggi lebih dari 140/90 mmHg
Perlu diketahui bahwa tekanan darah tinggi ada dua. Pertama, penderita yang sudah mengidap
hipertensi sebelum kehamilan terjadi. Kedua, penderita hipertensi akibat kehamilan itu
sendiri. Jadi mungkin saja sebelum kehamilan tekanan darah ibu normal, lalu disaat
kehamilan mendadak tinggi. Kondisi inilah yang disebut preklamsia dan eklamsia. Preklamsia
biasanya terjadi pada kehamilan lebih dari 20 minggu dan harus segera ditangani agar tidak
meningkat menjadi eklamsia yang tidak saja berbahaya bagi ibu tapi juga janin. Ibu bisa
mengalami kejang - kejang hingga bisa tidak terselamatkan, tentunya jika ibu tidak
terselamatkan, janin pun bisa mengalami nasib yang sama.

b) Kaki bengkak (Odema)


Biasanya pembengkakan terjadi pada tungkai bawah, yang disebabkan penekanan rahim yang
membesar seiring dengan bertambahnya usia kehamilan. Hal ini tampak saat usia kehamilan
semakin tua. Jika pembengkakan juga terjadi pada tangan dan wajah., atau sakit kepala
kadangkala disertai kejang. Ini bisa membahayakan keselamatan ibu dan bayi dalam
kandungan. Untuk mengetahui apakah kaki mengalami pembengkakan tekanlah kulit disekitar
pergelangan kaki dengan ibu jari. Jika tempat yang ditekan menjadi kempis dan tidak segera
pulih berarti kaki tersebut bengkak.

c) Peningkatan berat badan lebih dari 5 kg atau kurang 4 kg


Penambahan berat badan yang normal hingga kehamilan berusia 6 bulan adalah sekitar 1- 1,5
kg / bulan. Setelah memasuki kehamilan bulan 7 kenaikan bobot sebaiknya berkisar antara
0,5- 1/ bulan.

d) Pucat
Wajah pucat, kelopak dalam mata pucat, telapak tangan pucat, mudah lelah, lemah, lesuh,
kemungkinan ibu hamil menderita anemia (kurang darah). Sebenarnya ibu hamil kekurangan
hemoglobin pada sel darah merahnya pada ibu hamil. anemia sering disebabkan kekurangan
zat besi. Anemia kekurangan zat besi mudah diatasi dengan pemberian tambahan pil zat besi
(sulfas ferosus) atau tablet penambah zat besi lainnya. Anemia dalam kehamilan berakibat
buruk pada kehamilan dan janin yang dikandung. Pasokan oksigen janin kurang normal.
Gangguan plasenta dan pendarahan pasca persalinan juga sering terjadi pada ibu hamil yang
anemia.

e) Tinggi badan kurang dari 145 cm


Wanita hamil yang mempunyai tinggi badan kurang dari 145 cm, memiliki resiko tinggi
mengalami persalinan secara premature, karena lebih mungkin memiliki panggul yang sempit.

f) Perdarahan
Perdarahan adalah salah satu kejadian yang menakutkan selama kehamilan. Perdarahan ini
dapat bervariasi mulai dari jumlah yang sangat kecil (bintik-bintik), sampai pendarahan hebat
dengan gumpalan dan kram perut. Perdarahan hamper 30 % terjadi pada kehamilan. Kondisi
ini terjadi di awal masa kehamilan (trimester pertama), tengah semester (trimester kedua) atau
bahkan pada masa kehamilan tua (trimester ketiga). Perdarahan pada kehamilan merupakan
keadaan yang tidak normal sehingga harus diwaspadai. Ada beberapa penyebab perdarahan
yang dialami oleh wanita hamil. Setiap kasus muncul dalam fase tertentu. Ibu hamil yang
mengalami perdarahan perlu segera diperiksa untuk mengetahui penyebabnya agar bisa
dilakukan solusi medis yang tepat untuk menyelamatkan kehamilan. Adakalanya kehamilan
bisa diselamatkan, namum tidak jarang yang gagal. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi
pemeriksaan kandungan disertai dengan pengajuan beberapa pertanyaan-pertanyaan yang
berhubungan dengan terjadinya perdarahan. Bila perlu dilakukan pemeriksaan penunjang
seperti ultrasonographi (USG) dan pemeriksaan laboratorium.

g) Deman tinggi
Demam tinggi pada ibu hamil biasanya disebabkan karena infeksi atau malaria. Demam tinggi
biasanya membahayakan keselamatan jiwa ibu bisa menyebabkan keguguran atau kelahiran
(Nurhayati, N., 2012)

Tanda-Tanda Kehamilan Risiko Tinggi

1. Keguguran.
Keguguran dapat terjadi secara tidak disengaja. misalnya : karena terkejut, cemas, stres.
Tetapi ada juga keguguran yang sengaja dilakukan oleh tenaga non profesional sehingga
dapat menimbulkan akibat efek samping yang serius seperti tingginya angka kematian dan
infeksi alat reproduksi yang pada akhirnya dapat menimbulkan kemandulan.

2. Persalinan prematur, berat badan lahir rendah (BBLR) dan kelainan bawaan.
Prematuritas terjadi karena kurang matangnya alat reproduksi terutama rahim yang belum siap
dalam suatu proses kehamilan, berat badan lahir rendah (BBLR) juga dipengaruhi oleh
kurangnya gizi saat hamil dan juga umur ibu yang belum 20 tahun. Cacat bawaan dipengaruhi
oleh kurangnya pengetahuan ibu tentang kehamilan, pengetahuan akan asupan gizi sangat
rendah, pemeriksaan kehamilan (ANC) yang kurang, keadaan psikologi ibu kurang stabil.
Selain itu cacat bawaan juga di sebabkan karena keturunan (genetik) proses pengguguran
sendiri yang gagal, seperti dengan minum obat-obatan (gynecosit sytotec) atau dengan loncat-
loncat dan memijat perutnya sendiri.
Pengetahuan ibu hamil akan gizi masih kurang, sehingga akan berakibat kekurangan berbagai
zat yang diperlukan saat pertumbuhan dengan demikian akan mengakibatkan makin tingginya
kelahiran prematur, berat badan lahir rendah dan cacat bawaan.

3. Mudah terjadi infeksi.


Keadaan gizi buruk, tingkat sosial ekonomi rendah, dan stress memudahkan terjadi infeksi
saat hamil terlebih pada kala nifas.

4. Anemia kehamilan / kekurangan zat besi.


Penyebab anemia pada saat hamil disebabkan kurang pengetahuan akan pentingnya gizi pada
saat hamil karena pada saat hamil mayoritas seorang ibu mengalami anemia. Tambahan zat
besi dalam tubuh fungsinya untuk meningkatkan jumlah sel darah merah, membentuk sel
darah merah janin dan plasenta. Lama kelamaan seorang yang kehilangan sel darah merah
akan menjadi anemis.
5. Keracunan Kehamilan (Gestosis).
Kombinasi keadaan alat reproduksi yang belum siap hamil dan anemia makin meningkatkan
terjadinya keracunan hamil dalam bentuk pre-eklampsia atau eklampsia. Pre-eklampsia dan
eklampsia memerlukan perhatian serius karena dapat menyebabkan kematian.

6. Kematian ibu yang tinggi.


Kematian ibu pada saat melahirkan banyak disebabkan karena perdarahan dan infeksi
(Rochyati, P., 2011)

9. Komplikasi
Komplikasi Selama Kehamilan dan Pasca Melahirkan

Perdarahan

Perdarahan yang berhubungan dengan persalinan dibedakan dalam dua kelompok utama yaitu
perdarahan antepartum dan perdarahan postpartum. Perdarahan antepartum adalah perdarahan
pervaginam yang terjadi sebelum bayi lahir. Perdarahan yang terjadi sebelum kehamilan 28
minggu seringkali berhubungan dengan aborsi atau kelainan. Perdarahan kehamilan setelah 28
minggu dapat disebabkan karena terlepasnya plasenta secara prematur, trauma, atau penyakit
saluran kelamin bagian bawah (Depkes RI, 2000).

Perdarahan postpartum merupakan penyebab kematian ibu yang paling sering terjadi, tanda-
tandanya adalah keluar darah dari jalan lahir dalam jumlah banyak (500 cc atau lebih sering
perkiraan ukuran dua gelas atau basahnya empat lembar kain ) dalam satu sampai dua jam
pertama setalah kelahiran bayi (Manuaba, 1995)

Pada keadaan postpartum kontraksi uterus selama persalinan bukan saja ditujukan untuk
mengeluarkan bayi dan plasenta tetapi juga untuk menutup pembuluh darah yang terbuka
setelah persalinan. Pada keadaan normal plasenta dikeluarkan dalam waktu 30 menit setelah
kelahiran bayi. Selanjutnya kontraksi uterus segera akan menghentikan perdarahan. Karena
berbagai alasan plasenta kemungkinan akan gagal dalam melepaskan diri akibatnya
perdarahan tidak akan pernah berhenti selama plasenta atau bagiannya tetap berada dalam
uterus. Wanita dalam kehamilan ganda yang paritas keempat atau kelima mempunyai risiko
untuk mengalami perdarahan postpartum. Diduga otot uterus terlalu teregang dan tidak
berkontraksi dengan normal. Penyebab perdarahan post partum yang paling sering ialah
atonia uteri, retensio plasenta (sisa plasenta), dan robekan jalan lahir (Manuaba, 1995).

Pre-Eklamsi

Per-eklamsi adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang
timbul karena kehamilan yang dapat menyebabkan kematian pada ibu dan janinnya. Penyakit
ini pada umumnya terjadi dalam triwulan ke-3 kehamilan dan dapat terjadi pada waktu
antepartum, intrapartum, dan pascapersalinan (Prawirohardjo, 1999).

Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu dari pada tanda-tanda yang lain. Untuk menegakkan
diagnosis pre-eklamsi, kenaikan tekanan sistolik harus 30 mm Hg atau lebih di atas tekanan
yang biasanya ditemukan, atau mencapai 140 mm Hg atau lebih dan tekanan diastolik naik
dengan 15 mmHg atau lebih atau menjadi 90 mm Hg maka diagnosis hipertensi dapat
ditegakkan (Manuaba, 1995).

Edema ialah penimbunan cairan secara umum yang berlebihan dalam jaringan tubuh, dan
biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta pembengkakan kaki, jari tangan, dan
muka. Kenaikan berat badan 1⁄2 kg setiap minggu dalam kehamilan masih dapat dianggap
normal tetapi bila kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali, hal ini perlu menimbulkan
kewaspadaan (Manuaba, 1995).

Proteinuria merupakan komplikasi lanjutan dari hipertensi dalam kehamilan, dengan


kerusakan ginjal sehingga beberapa bentuk protein lolos dalam urine. Normal terdapat
sejumlah protein dalam urine, tetapi tidak melebihi 0,3 gr dalam 24 jam. Proteinuria
menunjukkan komplikasi hipertensi dalam kehamilan lanjut sehingga memerlukan perhatian
dan penanganan segera (Manuaba, 1995).

Penyebab pre-eklamsi sampai sekarang belum diketahui dengan pasti. Telah terdapat banyak
teori yang mencoba menerangkan sebab penyakit ini, akan tetapi tidak ada yang dapat
memberi jawaban yang memuaskan. Diduga penyebab hipertensi dalam kehamilan secara
patologi terjadi karena akibat implantasi sehingga timbul iskemia plasenta yang diikuti
sindroma inflamasi dan risiko meningkat pada hamil kembar, penyakit trombolas, diabetes
mellitus, faktor herediter dan masalah vaskuler (Saifuddin, 2000).


Infeksi

Infeksi pascapersalinan ialah meningkatnya suhu tubuh > 38oC dan demam berturut-turut
selama dua hari sesudah persalinan dan yang disertai keluarnya cairan yang berbau dari liang
rahim. Infeksi jalan lahir dapat terjadi pada ibu bersalin yang pertolongan persalinannya tidak
bersih atau pada wanita yang menggugurkan kandungan dengan cara berbahaya. Tanda-
tandanya adalah panas tinggi lebih dari dua hari setelah melahirkan atau setelah keguguran.
Keadaan ini berbahaya dan ibu perlu mendapatkan perawatan intensif. Infeksi ini dapat
dicegah dengan pertolongan persalinan yang bersih dan aman (Poehjati, 2003).
Infeksi dapat
terjadi apabila:

a. Ketuban pecah dini (lebih dari 6 jam)



b. Persalinan tak maju atau partus lama.

c. Penolong persalinan tidak mencuci tangan dengan baik

d. Pemeriksaan vaginal yang terlalu sering atau kurang bersih

e. Perawatan daerah perineal yang tidak benar selama atau sesudah kehamilan
f. Persalinan yang tidak bersih

g. Memasukkan sesuatu kedalam jalan lahir

h. Hubungan seks setelah ketuban pecah

i. Sisa jaringan plasenta, atau sisa jaringan abortus

j. Perdarahan


Kematian ibu dapat terjadi sebagai akibat langsung dari komplikasi yang berkembang pada
kehamilan, persalinan atau faktor postpartum dan sebagai akibat tidak langsung karena
memburuknya pelayanan klinis yang ada (Litbangkes Kemenkes RI, 2013). Kejadian
komplikasi persalinan dapat disebabkan karena adanya faktor-faktor risiko pada saat
kehamilan.

Namun, hal ini tidak dapat menjadi tolak ukur akan kejadian tersebut, karena komplikasi
persalinan dapat juga terjadi pada ibu hamil yang tidak mempunyai faktor-faktor risiko. Oleh
sebab itu, bidan sebagai petugas pelayanan kesehatan yang memiliki hubungan langsung
dengan ibu hamil dalam pemberian asuhan atau perawatan kehamilan (antenatal care)
berperan penting untuk mengelola pencegahan risiko melalui skrinning sehingga dapat
menentukan tingkat risiko sesuai dengan tingkat kegawatan dari faktor risiko tersebut.

Komplikasi persalinan dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang mengancam jiwa ibu
ataupun janin karena gangguan sebagai akibat langsung dari proses persalinan (Basu et al.,
2014).

Komplikasi kehamilan secara umum diklasifikasikan menjadi tiga , yaitu 1) komplikasi


obstetric langsung, meliputi: perdarahan, preeklamsi dan eklamsi, malpresentasi, makrosomi,
hidramnion, gemeli, ketuban pecah dini, dan partus prematurus, 2) komplikasi obstetric tidak
langsung, antara lain: penyakit jantung, hepatitis, tuberculosis, anemia, malaria, diabetes
mellitus, 3) komplikasi yang tidak berhubungan dengan obstetric, yaitu komplikasi akibat
kecelakaan (Manuaba; 2007)

Terdapat beberapa faktor yang melatarbelakangi terjadinya komplikasi kehamilan, antara lain
kualitas pelayanan antenatal, faktor risiko kehamilan, dan status sosial ekonomi.

Komplikasi Seksio Cesarea

Komplikasi ibu pada Sectio Caesarea (SC) mencakup komplikasi prosedur masa nifas yang
normal dan prosedur pembedahan utama. Komplikasi penting yang muncul pada Sectio
Caesarea (SC) mencakup perdarahan, infeksi sesudah pembedahan (Hacker & Moore, 2001).
Penyebab utama trias kematian pada ibu hamil dan nifas yaitu perdarahan 60 %, infeksi 26 %,
gestosis 15 % (Manuaba, 2002). Menurut Danida (2006) Masih banyak penyebab kematian
ibu antara lain disebabkan oleh keracunan kehamilan/eklamsi (kaki bengkak dan darah tinggi)
sebanyak 24 %, dan infeksi 11%. Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode awal karena
merupakan masa kritis bagi ibu. Di perkirakan bahwa 60 % kematian ibu akibat kehamilan
terjadi setelah persalinan dan 40 % kematian masa nifas terjadi 24 jam pertama. Nifas
merupakan proses fisiologis, akan tetapi dengan asuhan dan manajemen yang kurang tepat
dapat menjadikan proses yang patologis yang dapat membahayakan keselamatan ibu dan
komplikasi ibu pada Sectio Caesarea (SC) mencakup komplikasi prosedur periode masa nifas
yang normal dan komplikasi prosedur pembedahan utama (Cuningham, 2006).

Menurut Dimas (2010) dampak sectio caesarea bagi janin yaitu gangguan pernapasan,
rendahnya sistem kekebalan tubuh dan rentan alergi. Sedangkan pada ibu dapat menyebabkan
resiko jangka panjang dan jangka pendek. Jangka pendek seperti infeksi pada bekas jahitan,
infeksi rahim, dan perdarahan. Jangka panjang seperti pelekatan organ bagian dalam dan
pembatasan
kehamilan. Sectio caesarea juga dapat beresiko pada persalinan selanjutnya

Peningkatan tindakan persalinan Sectio caesarea perlu menjadi perhatian mengingat tindakan
persalinan Secsio cesaria menimbulkan resiko Morbiditas dan mortalitas lebih tinggi di
bandingkan persalinan pervaginam, disamping itu lama perawatan pasca bedah Sectio
caesarea pun lebih lama dan turut memberikan konsekuensi pada besarnya biaya pelayanan
kesehatan yang lebih tinggi (Nurbaiti 2011). Data lain mengenai angka nasional kejadian
persalinan dengan tindakan Sectio caesarea di Indonesia, adalah sekitar 15,3%. Dilaporkan
angka nasional komplikasi kehamilan adalah sebanyak 6,3% dan sebanyak 2.3% mengalami
operasi, sedangkan 13% adalah ibu hamil yang tidak mengalami komplikasi (Depkes, 2013).

10. Perencanaan Persalinan dan Penggunaan Kontrasepsi


PERENCANAAN PERSALINAN DAN PENGGUNAAN KONTRASEPSI

A. Perencanaan Persalinan
PERENCANAAN PERSALINAN DAN PENCEGAHAN KOMPLIKASI (P4K)

Puskesmas sebagai unit pelayanan kesehatan tingkat pertama yang berfungsi


memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat diharapkan dapat memberikan pelayanan
kesehatan yang baik, aman, cepat, murah, dan efisien. Menyelenggarakan pelayanan promotif,
dan preventif sehingga derajat kesehatan setinggi-tingginya dapat tercapai. Salah satu cara
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat adalah dengan menerapkan
Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K), (DepKes RI, 2009)

Secara umum pelayanan yang diberikan bidan dalam pelaksanaan kegiatan P4K
(Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi) dalam menurunkan angka
kematian ibu sudah cukup baik, namun belum optimal karena berbagai macam kendala.

Pelayanan bidan dalam kegiatan pelaksanaan P4K (Program Perencanaan Persalinan


dan Pencegahan Komplikasi) dalam menurunkan angka kematian ibu seperti mendata ibu
hamil, membantu ibu hamil dalam menentukan tafsiran persalinan, penolong persalinan,
tempat persalinan, pendamping persalinan, transportasi, dan calon donor darah sudah
dilaksanakan dengan baik oleh bidan. Pelayanan dalam memastikan dan membantu semua ibu
hamil menempelkan stiker, persiapan KB pasca persalinan dan kunjungan rumah belum
terlaksana dengan baik.

Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) merupakan salah


satu upaya percepatan penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi Baru Lahir melalui
peningkatan akses dan mutu pelayanan antenatal, pertolongan persalinan, pencegahan
komplikasi dan keluarga berencana oleh bidan. Pelayanan bidan sangat berperan dalam
keberhasilan suatu program pemerintah dalam rangka meningkatkan pembangunan kesehatan.
(Lusi, 2009).

Kegiatan program perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi berupa:

1. Pendataan dan pemetaan sasaran ibu hamil;


2. Penyiapan donor darah;
3. Penyiapan tabungan ibu bersalin (tabulin) dan dana sosial ibu bersalin (dasolin);
4. Penyiapan ambulans (transportasi);
5. Pengenalan tanda bahaya kehamilan dan Persalinan;
6. Penandatanganan amanat Persalinan.
Jika dikaitkan dengan kasus, seorang ibu mengandung untuk kelima kalinya pada usianya
yang ke 35 tahu, diindikasikan untuk melakukan persalinan seksio sesarea karena dalam kasus
dijelaskan bahwa ibu tersebut memiliki riwayat seksio sesarea. Jika ibu memiliki riwayat
persalinan sebelumnya adalah seksio sesarea, maka persalinan berikutnya umumnya harus
seksio sesarea karena takut terjadi robekan Rahim. Namun sekarang teknik seksio sesarea
dilakukan dengan sayatan di bagian bawah Rahim sehingga potongan pada otot Rahim tidak
membujur lagi. Dengan demikian bahaya Rahim robek akan lebih kecil dibandingkan dengan
teknik seksio dahulu yang sayatannya di bagian tengah Rahim dengan potongan yang bukan
melintang.

Selain itu, indikasi dilakukan seksio sesarea yang tidak disebutkan dalam kasus adalah:

a. Indikasi Ibu
1) Jika panggual sempit, sehingga besar anak tidak proporsional dengan indikasi panggul
ibu (disporsi). Olehkarena itu, penting untuk melakukan pengukuran panggul pada
waktu pemeriksaan kehamilan awal. Dengan tujuan memperkirakan apakah panggul
ibu masih dalam batas normal.

2) Pada kasus gawat janin akibat terinfeksi misalnya, kasus ketuban pecah dini (KPD)
sehingga bayi terendam cairan ketuban yang busuk atau bayi ikut memikul demam
tinggi. Pada kasus ibu mengalami preeklamsia/eklamsia, sehingga janin terpengaruh
akibat komplikasi ibu.
3) Pada kasus plasenta terletak dibawah yang menutupi ostium uteri internum (plasenta
previa), biasanya plasenta melekat di bagian tengah rahim. Akan tetapi pada kasus
plasenta previa menutupi ostium uteri internum.
4) Pada kasus kelainan letak. Jika posisi anak dalam kandungan letaknya melintang dan
terlambat diperiksa selama kehamilan belum tua.
5) Jika terjadi kontraksi yang lemah dan tidak terkordinasi, hal ini menyebabkan tidak
ada lagi kekuatan untuk mendorong bayi keluar dari rahim. (incordinate uterine-
action).
6) Jika ibu menderita preeklamsia, yaitu jika selama kehamilan muncul gejala darah
tinggi, ada protein dalam air seni, penglihatan kabur dan juga melihat bayangan ganda.
Pada eklamsia ada gejala kejang-kejang sampai tak sadarkan diri.

b. Indikasi social
Selain indikasi medis terdapat indikasi nonmedis untuk melakukan seksio sesaryang
indikasi sosial. Persalinan seksio sesarkarena indikasi sosial timbul karena adanya
permintaan pasien walaupun tidak ada masalah atau kesulitan untuk melakukan
persalinan normal. Indikasi sosial biasanya sudah direncanakan terlebih dahulu untuk
dilakukan tindakan seksio sesar

B. Rencana Penggunaan Kontrasepsi


 Definisi Kontrasepsi
Kontrasepsi merupakan usaha-usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan. Usaha-
usaha itu dapat bersifat sementara dan permanen (Wiknjosastro, 2007). Kontrasepsi yaitu
pencegahan terbuahinya sel telur oleh sel sperma (konsepsi) atau pencegahan
menempelnya sel telur yang telah dibuahi ke dinding rahim (Nugroho dan Utama, 2014).
 Efektivitas (Daya Guna)
Kontrasepsi Menurut Wiknjosastro (2007) Efektivitas atau daya guna suatu cara
kontrasepsi dapat dinilai pada 2 tingkat, yakni:
 Daya guna teoritis (theoretical effectiveness), yaitu kemampuan suatu cara
kontrasepsi untuk mengurangi terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan, apabila
kontrasepsi tersebut digunakan dengan mengikuti aturan yang benar.
 Daya guna pemakaian (use effectiveness), yaitu kemampuan kontrasepsi dalam
keadaan sehari-hari dimana pemakaiannya dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti
pemakaian yang tidak hati-hati, kurang disiplin dengan aturan pemakaian dan
sebagainya.
 Memilih Metode Kontrasepsi
Menurut Hartanto (2002), ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam
memilih kontrasepsi. Metode kontrasepsi yang baik ialah kontrasepsi yang memiliki
syarat-syarat sebagai berikut:
 Aman atau tidak berbahaya
 Dapat diandalkan
 Sederhana
 Murah
 Dapat diterima oleh orang banyak
 Pemakaian jangka lama (continution rate tinggi).
 Jenis kontrasepsi yang tepat digunakan sesuai kasus:

1. Spiral/IUD/AKDR
Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) atau spiral adalah alat yang dibuat dari plastik
halus berukuran kecil. Ada yang berbentuk spiral saja, bentuk T dan seperti kipas yang
bagian batangnya dililiti tembaga, dan yang tersedia adalah Lippes Loop type B, C, dan
D, Copper T 200 B, Multiload Cu 250. Dalam tahap uji klinik adalah Copper T380 A dan
Multiload Cu 375.
Cara kerja
Mencegah kehamilan dengan mempengaruhi pergerakan sperma atau implantasi sel telur
yang telah dibuahi dalam dinding rahim. Ada 2 jenis IUD yaitu berisi progesterone dan
berisi tembaga berbentuk T.
Efektifitas
 IUD bentuk T : 99%.
 IUD progesterone : 97%.
Keuntungan
 Membutuhkan sedikit perhatian (hanya pemeriksaan benang setiap bulan).
 Kesuburan anda segera kembali setelah melepas IUD.
 Tidak mengganggu aktifitas seksual dan aman digunakan selama menyusui.
 IUD bentuk T hanya perlu diganti dalam waktu 10 tahun, IUD progesterone
sebaiknya diganti setahun sekali.
Kelemahan
 Tidak dianjurkan bagi wanita yang belum pernah melahirkan atau masih
mengharapkan anak, wanita yang sering berganti pasangan, pernah menderita
radang panggul, atau kehamilan tuba.
 Dapat keluar dengan sendirinya.
Efek samping
Kram, sakit punggung, timbul bercak darah, menstruasi berat, meningkatnya resiko
radang panggul, kehamilan tuba, dan menjadi tidak subur.
Cara penggunaan
Alat ini harus dimasukkan oleh dokter. Biasanya pada saat menstruasi. Benang IUD harus
doperiksa setiap kali menstruasi selesai.
Kontraindikasi
 Hamil/diduga hamil.
 Infeksi panggul.
 Lecet/erosi leher rahim/cerviks.
 Dicurigai ada kanker rahim.
 Perdarahan ginekologik.
 Perdarahan haid yang hebat.
 Kelainan rahim dan jaringan parut yang menyulitkan pemasangan.
 Pernah hamil di luar kandungan.
 Untuk AKDR bertembaga, tidak boleh alergi tembaga dan penyakit Wilson.
2. Sterilisasi wanita/Tubektomi
Sterilisasi dilakukan dengan pemotongan/pengikatan kedua saluran telur. Metode ini
dilayani atas permintaan para peserta KB yang berminat. Pelaksanaan nya dilakukan oleh
dokter yang telah mendapatkan pendidikan dan latihan.
Cara kerja
Tuba fallopi (pembawa sel telur ke rahim) dipotong dan diikat dengan tehnik yang
disebut kauter, atau dengan pemasangan klep atau cincin silastik.
Efektifitas : 99%.
Keuntungan
 Aman bagi kesehatan setelah prosedur dilakukan.
 Tidak mengganggu hubungan intim
Kelemahan
 Memerlukan operasi bedah.
 Prosedur ini hanya untuk pasangan yang sudah memutuskan untuk tidak akan
punya anak lagi.
Prosedur operasi
Merupakan operasi kecil melalui irisan kecil di bagian pusar. Dengan bantuan alat
laparoskopi (alat untuk memeriksa bagian perut). Alat ini akan memotong dan
mengikat tuba fallopi, atau dengan tehnik kauter. Biasanya dilakukan bersama dengan
operasi sesar dengan persetujuan pasangan.
Kontraindikasi
 Penderita dengan penyakit jantung.
 Penderita dengan penyakit paru-paru.
 Hernia diafragmik.
 Pernah operasi perut dan banyak perlekatan.
 Peritonitis akut.
 Berat badan tidak lebih dari 70 kg

11. Pengaruh Abortus terhadap Kehamilan Berikutnya


Riwayat abortus juga merupakan faktor risiko yang dapat meningkatkan risiko
terjadinya abortus pada ibu hamil. Pada penelitian yang dilakukan oleh Resya (2016), sekitar
21 dari 35 ibu hamil dengan riwayat abortus mengalami abortus spontan pada kehamilan
selanjutnya. Ibu hamil dengan riwayat abortus sebelumnya memiliki risiko 1,4 kali lebih besar
mengalami abortus pada kehamilan selanjutnya (Kuntari, Wilopo, & Emilia, 2010). Data dari
beberapa studi menyatakan bahwa ibu yang pernah mengalami abortus spontan 1 kali
memiliki risiko abortus rekuren sebanyak 15%, meningkat menjadi 25% apabila pernah
mengalami abortus sebanyak 2 kali, dan meningkat lagi menjadi 30 – 45% setelah mengalami
abortus spontan 3 kali berturut-turut (Prawirohardjo, 2009).Abortus sering dikaitkan dengan
tingginya angka persalinan prematur, abortus rekuren, dan berat bayi lahir rendah (BBLR).
Selain itu, abortus diduga memiliki pengaruh terhadap kehamilan berikutnya, baik
menyebabkan penyulit kehamilan atau pada produk kehamilan (Amalia & Sayono, 2015).
Abortus seringkali mengakibatkan komplikasi seperti perdarahan, infeksi, perforasi, dan syok
(Cunningham, 2014).

Riwayat abortus merupakan faktor risiko yang dapat meningkatkan risiko terjadinya
abortus pada ibu hamil.

Dalam penelitiannya, Elisa (2017) juga menyebutkan bahwa ibu yang pernah
mengalami abortus sebelumnya 5 kali lebih berisiko mengalami abortus pada kehamilan
selanjutnya. Riwayat abortus merupakan faktor risiko yang dapat meningkatkan risiko
terjadinya abortus pada ibu hamil. Setelah 1 kali abortus spontan, ibu hamil memiliki risiko
15% mengalami abortus rekuren dan meningkat menjadi 30 – 45% pada kehamilan-kehamilan
berikutnya (Prawirohardjo, 2009). Abortus spontan yang rekuren dapat disebabkan oleh gaya
hidup dan pola perilaku ibu hamil yang kurang baik seperti merokok dan minum alkohol
(Kuntari, Wilopo, & Emilia, 2010). Selain itu, berbagai penanganan standar terhadap abortus
spontan sebelumnya seperti kuretase sampai histerektomi dapat mengakibatkan otot serviks
selalu mendapatkan rangsang untuk terbuka sehingga terjadi inkompetensia serviks dan
perubahan permeabilitas otot endometrium yang akhirnya mempengaruhi kemampuan
desidua basalis saat menerima implantasi embrio (Purwaningrum & Fibriyana, 2017).

Pada 50-70% pasangan dengan keguguran berulang umumnya tidak diketahui penyebabnya
(ASRM, 2008).

Hipotiroidisme dan diabetes yang terkendali tidak berkaitan dengan keguguran berulang, tes
fungsi tiroid dan pengukuran HbA1c yang akurat dan murah masih dapat dianggap sebagai
bagian dari evaluasi keguguran berulang (Mills, dkk, 1994; Abalovich et al, 2002).

Hubungan Sindrom Ovarium Polikistik (PCOS) dan keguguran berulang telah ditunjukkan,
dan dapat merupakan akibat dari hubungan antara obesitas dan keguguran (Clark et al, 1998).
Gangguan endokrinologi lainnya seperti hipersekresi LH (Regan et al, 1990), resistensi
insulin tinggi, hiperandrogenemia (Rai et al, 2000), hiperprolaktinemia (Hukum, 2005) dan
defek fase luteal telah dikaitkan dengan keguguran berulang (Karamadian dan Grimes, 1994).

Respon imun yang berlebihan terhadap antigen ayah sehingga menghasilkan sel-sel imun
yang abnormal dan produksi sitokin telah dan masih dianggap sebagai salah satu penyebab
keguguran berulang.

Abortus dapat meningkatkan jumlah kematian ibu karena komplikasi yang ditimbulkannya.
Komplikasi yang berbahaya pada abortus adalah perdarahan, perforasi, infeksi, dan syok.
Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
Abortus dapat menimbulkan perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus
dalam posisi hiperretrofleksi (Rukiyah dan Yulianti, 2010).

Perhitungan jarak kehamilan yang ideal tidak kurang dari 2 tahun atas dasar pertimbangan
kembalinya organ-organ reproduksi ke keadaan semula, sehingga dikenal istilah masa nifas,
yaitu masa organ-organ reproduksi kembali ke masa sebelum hamil. Setelah melahirkan,
direkomendasikan untuk mempersiapkan kehamilan berikutnya sekurang-kurangnya dalam
jangka waktu 24 bulan untuk mengurangi risiko yang merugikan pada ibu, perinatal, dan bayi.
Kehamilan dengan jarak kehamilan <2 tahun dapat mengakibatkan abortus, berat badan bayi
lahir rendah, nutrisi kurang, dan waktu/lama menyusui berkurang untuk anak sebelumnya
(Hartono, 2010).

Seorang wanita dapat disebut mengalami kehamilan setelah terjadi nidasi. Nidasi adalah
masuknya atau tertanamnya hasil konsepsi ke dalam endometrium. Proses nidasi memerlukan
lingkungan endometrium yang baik, subur dan telah siap untuk tempat nidasi atau implantasi
hasil konsepsi. Kehamilan dengan jarak diatas 24 bulan, sangat baik untuk ibu karena kondisi
ibu sudah normal kembali, dimana endometrium yang semula mengalami trombosis dan
nekrosis karena pelepasan plasenta dari dinding endometrium telah mengalami
pertumbuhandan kemajuan fungsi seperti keadaan semula dikarenakan dinding-dinding
endometrium mulai regenerasi dan sel-sel epitel endometrium mulai berkembang. Bila saat ini
terjadi kehamilan endometrium telah siap menerima dan memberikan nutrisi pada hasil
konsepsi.

Dari seluruh faktor yang berpengaruh, penyebab keguguran berulang yang tidak terbantahkan
ialah genetik (translokasi kromosom pada salah satu pasangan, peningkatan prevalensi oosit
aneuploidi yang berhubungan dengan umur ibu), anatomik (abnormalitas uterus didapat atau
kongenital), atau imunologik (komplikasi trombotik dari sindroma antifosfolipid). Selain itu,
alo-imunopatologi, trombofilia kongenital (Faktor V dan lainnya), endokrinopati (kelainan
tiroid, diabetes, defisiensi fase luteal), infeksi (mikoplasma genital), dan paparan lingkungan
(merokok, konsumsi alkohol atau kafein berlebihan) turut berperan. Abnormalitas uterus
kongenital paling sering dihubungkan dengan keguguran pada trimester kedua.

DEFEK FASE LUTEAL DAN GANGGUAN PERKEMBANGAN ENDOMETRIUM


Defek fase luteal dan progesteron
Konsentrasi progesteron pada kehamilan awal merefleksikan kombinasi kontribusi dari
korpus luteum dan trofoblas yang saling tumpang tindih. Konsentrasi proges-teron serum
berfluktuasi secara luas dan tidak dapat dinterpretasikan karena sekresi progesteron korpus
luteum bersifat pulsatil. Diagnosis pasti defek fase luteal yang menyebabkan keguguran
berulang adalah melalui biopsi endometrium, yang di-lakukan pada hari ke-26 dan ke-28 daur
haid atau 12 hari dari kenaikan suhu basal badan. Pengambilan jaringan dilakukan pada
daerah fundus bagian depan karena bagian ini bersifat sangat responsif terhadap perubahan
siklus hormonal ovarium. Tindakan biopsi endometrium merupakan tindakan invasif dengan
biaya
ialah dengan mengukur kadar progesteron serum. Pertanda adanya defek fase luteal ialah bila
ditemukan kadar progesteron <10 ng/ml satu minggu menjelang haid yang akan datang, atau
5-7 hari setelah puncak luteinizing hormone (LH).

Kekurangan progesteron dan keguguran berulang


Beberapa studi melaporkan konsen-trasi progesteron serum yang lebih rendah dari normal
pada pasien keguguran berulang dengan defek endometrium, dibandingkan dengan yang
mempunyai endometrium normal. Pada tingkat progesteron plasma normal, endometrium
masih dapat mengalami kekurangan pro-gesteron akibat defek reseptor. Li et al. menunjukkan
bahwa endometrium sekitar 25% wanita dengan keguguran berulang menunjukkan perbedaan
ekspresi reseptor progesteron dibandingkan kontrol normal.

Mutasi dari gen reseptor progesteron juga dapat berkontribusi terhadap gangguan fungsi
reproduksi dan mengakibatkan keguguran dini. Schweikert et al. mela-porkan polimorfisme
dalam urutan peng-kodean gen reseptor progesteron manusia dengan frekuensi lebih tinggi
secara bermakna pada pasien yang mengalami keguguran berulang dibandingkan kelom-pok
kontrol. Hambatan perkembangan endometrium terjadi pada defek reseptor progesteron
sebagai dasar walaupun kon-sentrasi progesteron memadai.Temuan ini mendukung adanya
defisiensi progesteron absolut atau relatif sebagai penyebab abortus spontan. Pemberian
progesteron pada defisiensi progesteron absolut ber-potensi sukses.

Bou dan Boue (1978) melaporkan insidens rata-rata abortus spontan pada semua kehamilan
yang didiagnosis adalah 15 persen. Menurut pengamatan mereka bila kehamilan pertama
terjadi abortus spontan, kemungkinan kehamilan berikutnya akan berakhir dengan abortus
spontan adalah 15 persen tidak peduli bagaimana kariotype abortus yang pertama.
Kerusakan leher rahim dan rahim yang sobek dapat menyebabkan gangguan pada anak
berikutnya berupa gangguan perkembangan mata, otak, pernapasan serta pencernaan.

Abortus yang terjadi berulang kali juga dapat menyebabkan serviks yang inkompeten.
Pembukaan paksa serviks dari aborsi berulang dapat melemahkan atau menyebabkan
keguguran, atau sulit mempertahankan berat bayi pada kehamilan berikutnya.

Hal ini dikaitkan dengan jarak kehamilan yang terlalu dekat dengan sebelumnya akan
memberikan dampak buruk dikarenakan bentuk organ dan fungsi organ reproduksi belum
kembali dengan sempurna. Jarak kehamilan agar organ reproduksi berfungsi dengan baik
minimal 24 bulan. Jarak kehamilan yang terlalu jauh berhubungan dengan penurunan fungsi
organ reproduksi dikarenakan oleh penambahan usia ibu.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai