Anda di halaman 1dari 11

Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Abses Gluteal

I. Konsep Dasar Teori Penyakit


A. Pengertian
Abses (Latin: abscessus) merupakan kumpulan nanah (netrofil yang telah mati) yang
terakumulasi di sebuah kavitas jaringan karena adanya proses infeksi (biasanya oleh
bakteri atau parasit) atau karena adanya benda asing (misalnya serpihan, luka peluru, atau
jarum suntik). Proses ini merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan untuk mencegah
penyebaran/perluasan infeksi ke bagian tubuh yang lain. Abses adalah infeksi kulit dan
subkutis dengan gejala berupa kantong berisi nanah.
Abses adalah penimbunan nanah yang terjadi akibat infeksi bakteri. Abses dapat
terjadi di mana saja pada bagian tubuh kita. Abses dapat terlihat karena berada di bagian
luar tubuh (pada lapisan kulit) atau terjadi pada organ dalam tubuh, yang tidak terlihat.
Abses adalah pengumpulan nanah yang terlokalisir sebagai akibat dari infeksi yang
melibatkan organisme piogenik, nanah merupakan suatu campuran dari jaringan nekrotik,
bakteri, dan sel darah putih yang sudah mati yang dicairkan oleh enzim autolitik.
Jadi, abses gluteal adalah terakumulasinya nanah dalam rongga jaringan yang
terlokalisir pada bagian gluteal yang diakibatkan oleh adanya infeksi.
B. Regio Glutealis
Otot-otot gluteal dapat dibagi menjadi dua lapisan yaitu lapisan superficial dan
lapisan profunda. Lapisan superficial disusun oleh otot gluteus maximus, gluteus medius,
gluteus minimus, dan tensor fascia lata. Sedangkan lapisan profunda disusun oleh otot
piriformis, obturator internus, gemelli superior, gemelli inferior, dan quadratus femoris.
Otot-otot pada area gluteal meliputi:
1. Gluteus maximus
Gluteus maximus merupakan otot superficial regio gluteal yang paling besar, otot
ini berfungsi mengekstensi paha dan membantunya untuk eksorotasi,
memperkokoh paha dan membantunya untuk bangun dari duduk. Otot ini disarafi
oleh n. Gluteus inferior, berorigo pada ilium (posterior dari linea glutealis
posterior), permukaan posterior sacrum dan ligamentum sacrotuberosus.
Sedangkan insertionya otot ini adalah pada traktus iliotibialis yang masuk kedalam
condyles lateralis tibia, sisanya masuk ke tuberositas glutealis.
2. Gluteus medius
Gluteus medius, adalah otot yang luas, tebal, menyebar, terletak pada permukaan
luar pelvis. Otot ini berfungsi untuk abduksi dan endorotasi paha, menjaga posisi
pelvis ketika kaki berlawanan diangkat. Otot ini juga digunakan sebagai tempat

injeksi pada regio gluteal. Otot ini diinervasi oleh n. Gluteus superior, berorigo
pada permukaan eksternal ilium (diantara linea glutealis posterior dan inferior).
Sedangkan insertionya pada permukaan lateral dari trochanter mayor.
3. Gluteus minimus
Gluteus minimus merupakan otot terkecil pada regio gluteal. Gluteus minimus
berfungsi sama dengan gluteus medius, yaitu untuk abduksi dan endorotasi paha.
Otot ini diinervasi oleh n. Glutealis superior. Berorigo pada permukaan eksternal
ilium (diantara glutealis inferior dan anterior). Sedangkan insertionya pada
permukaan anterior dari trochanter mayor.
4. Tensor fascia lata
Tensor fascia lata adalah otot yang terletak pada paha. Otot ini berfungsi untuk
fleksi, rotasi medial, abduksi, dan stabilisasi trunk pada paha. Otot ini diinervasi
oleh n. Glutealis superior. Otot ini berorigo pada SIAS, bagian anterior dari crista
illiaca. Sedangkan insertionya pada traktus iliotibialis yang menempel pada
kondylus lateralis tibia.
5. Piriformis
Piriformis adalah otot yang terletak profundus dari regio gluteus. Piriformis
berfungsi untuk eksorotasi paha yang terekstensi, mengabduksi paha terfleksi. Otot
ini diinervasi oleh nn. Ramus anterior S1 dan S2. Otot ini berorigo pada
permukaan anterior sacrum dan ligamentum sacrotuberous. Sedangkan insertionya
pada margo superior trochanter mayor.
6. Obturator internus
Obturator internus merupakan otot yang sebagian terletak didalam kavitas pelvis,
dan sebagian lagi terletak diposterior tulang sendi pinggul. Otot ini berfungsi untuk
membantu rotasi lateral pada femur dengan ekstensi pinggul, dan abduksi femur
dengan fleksi pinggul, juga mengkokohkan posisi caput femoris didalam
acetabulum. Otot ini diinervasi oleh n. Obturator internus. Berorigo pada
membrana obturatoria (permukaan dalam) dan mengelilingi tulang. Sedangkan
insertionya pada permukaan medial dari trochanter mayor (fossa trochanterica)
7. Gemelli superior dan inferior
Gemelli superior dan inferior diinervasi oleh saraf yang berbeda, superior oleh n.
Obturator internus, inferior oleh n. Quadratus femoris. Gemelli superior dan
inferior memiliki fungsi yang sama, yaitu membantu rotasi lateral femur dan
pinggul, eksorotasi paha yag terekstensi, dan mengkokohkan caput femoris dalam
acetabulum. Origo dari otot ini juga berbeda, superior berorigo pada spina

ischiadica, inferior pada tuber osis ischia. Sedangkan insertionya sama, yaitu pada
permukaan medial dari trochanter mayor (fossa trochanterica).
8. Quadratus femoris
Quadratus femoris merupakan otot yang datar, quadrilateral pada otot skeletal.
Terletak di sisi posterior dari tulang sendi pinggul. Otot ini berfungsi untuk
eksorotasi paha, mengkokohkan posisi caput femoris dalam acetabulum. Diinervasi
oleh n. Quadratus femoris. Berorigo pada margo lateral tuber ischiadicum.
Sedangkan insertionya pada tuberculum quadratus pada krista intertrochanterica
dan area dibawahnya.

C. Etiologi
1. Bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka yang berasal dari tusukan jarum yang tidak
steril
2. Bakteri menyebar dari suatu infeksi di bagian tubuh yang lain
3. Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia dan tidak
menimbulkan gangguan, kadang bisa menyebabkan terbentuknya abses.
Peluang terbentuknya suatu abses akan meningkat jika :

1. Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi


2. Daerah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang
3. Terdapat gangguan sistem kekebalan
Penyebab lain abses diantaranya:
1. Infeksi Mikrobial
Merupakan penyebab paling sering terjadinya abses. Invasi bakteri menyebabkan
kematian sel dengan cara multiplikasi. Bakteri melepaskan eksotoksin yang spesifik
yaitu suatu sintesis kimiawi yang merupakan awal radang atau melepaskan endotoksin
yang ada hubunganya dengan dinding sel. Bakteri tersering penyebab abses adalah
Staphylococus Aureus.
2. Reaksi hipersensitivitas
Terjadi bila ada perubahan respon Imunologi yang menyebabkan jaringan rusak.
3. Agen Fisik
Melalui trauma fisik, ultra violet, atau radiasi, terbakar.
4. Bahan kimia iritan dan korosif
Bahan oksidan, asam, basa, akan merusak jaringan dengan cara memprovokasi
terjadinya proses radang, selain itu agen infeksi dapat melepaskan bahan kimiawi
spesifik yang mengiritasi dan langsung menyebabkan radang.
5. Nekrosis jaringan
Aliran darah yang kurang akan menyebabkan hipoksia dan berkurangnya makanan
pada dearah yang bersangkutan. Menyebabkan kematian jaringan yang merupakan
stimulus kuat penyebab infeksi pada daerah tepi infeksi sering memperlihatkan suatu
respon radang akut.

D. Klasifikasi
Ada dua jenis abses, septik dan steril.
1. Abses septic
Kebanyakan abses adalah septik, yang berarti bahwa mereka adalah hasil dari
infeksi. Septic abses dapat terjadi di mana saja di tubuh. Hanya bakteri dan respon
kekebalan tubuh yang diperlukan. Sebagai tanggapan terhadap bakteri, sel-sel
darah putih yang terinfeksi berkumpul dan mulai memproduksi bahan kimia yang
disebut enzim yang menyerang bakteri dengan terlebih dahulu ditandai dan
kemudian mencernanya. Enzim ini membunuh bakteri dan menghancurkan mereka
ke potongan-potongan kecil yang dapat berjalan di sistem peredaran darah sebelum
menjadi dihilangkan dari tubuh. Sayangnya, bahan kimia ini juga mencerna
jaringan tubuh. Dalam kebanyakan kasus, bakteri menghasilkan bahan kimia yang
serupa. Hasilnya adalah cairan-nanah kuning yang mengandung bakteri mati,
jaringan mati, sel-sel darah putih, dan enzim. Abses adalah tahap terakhir dari
suatu infeksi jaringan yang diawali dengan proses yang disebut peradangan
2. Abses steril
Abses steril kadang-kadang bentuk yang lebih ringan dari proses yang sama bukan
disebabkan oleh bakteri, tetapi oleh non-hidup iritan seperti obat-obatan. Jika
menyuntikkan obat seperti penisilin tidak diserap, pada area penyuntikkan dapat
menyebabkan iritasi yang cukup untuk menghasilkan abses steril. Akibat abses
steril tidak diikuti oleh infeksi bakteri. Abses steril cukup cenderung berubah
menjadi keras, padat benjolan karena mereka bekas luka, bukan kantong-kantong
sisa nanah.
E. Patofisiologi
Kuman yang masuk kedalam tubuh akan menyebabkan kerusakanakan jaringan
dengan cara mengeluarkan toksin. Bakteri melepaskan eksotoksin yang spesifik (sintesis),
kimiawi yang secara spesifik mengawali proses peradangan atau melepaskan endotoksin
yang ada hubunganya dengan dinding sel. Reaksi hipersensitivitas terjadi bila ada
perubahan kondisi respon imunologi mengakibatkan perubahan reaksi imun yang merusak
jaringan. Agent fisik dan bahan kimia oksidan dan korosif menyebabkan kerusakan
jaringan, kematian jaringan kemudian menstimulus untuk terjadi infeksi. Infeksi
merupakan salah penyebab dari peradangan, kemerahan merupakan tanda awal yang
terlihat akibat dilatasi arteriol akan meningkatkan aliran darah ke mikro sirkulasi. Kalor
terjadi bersamaan dengan kemerahan bersifat lokal. Peningkatan suhu dapat terjadi secara
sistemik.

Akibat endogen pirogen yang dihasilkan makrofag mempengaruhi termoregulasi pada


suhu lebih tinggi sehingga produksi panas meningkat dan terjadi hipertermi. Peradangan
terjadi perubahan diameter pembuluh darah mengalir keseluruh kapiler, kemudian aliran
darah kembali pelan. Sel-sel darah mendekati dinding pembuluh darah di daerah zona
plasmatik. Leukosit menempel pada epitel sehingga langkah awal terjadi emigrasi kedalam
ruang ekstravaskuler lambatnya aliran darah yang mengikuti Fase hyperemia
meningkatkan permiabilitas vaskuler mengakibatkan keluarya plasma kedalam jaringan,
sedang sel darah tertinggal dalam pembuluh darah akibat tekanan hidrostatik meningkat
dan tekanan osmotik menurun sehingga terjadi akumulasi cairan di dalam rongga
ekstravaskuler yang merupakan bagian dari cairan eksudat yaitu edema. Regangan dan
distorsi jaringan akibat edema dan tekanan pus dalam rongga abses menyebabkan rasa
nyeri. Mediator kimiawi, termasuk bradikinin, prostaglandin, dan serotonin merusak ujung
saraf sehingga menurunkan ambang stimulus terhadap reseptor mekanosensitif dan
termosensitif yang menimbulkan nyeri. Adanya pembengkakan akan mengganggu gerak
jaringan sehingga mengalami penurunan fungsi tubuh yang menyebabkan terganggunya
mobilitas litas.
Inflamasi terus terjadi selama masih ada pengrusakan jaringan bila penyabab
kerusakan bisa diatasi, maka debris akan difagosit dan dibuang oleh tubuh sampai terjadi
resolusi dan kesembuhan. Reaksi sel fagosit yang berlebihan menyebabkan debris
terkumpul dalam suatu rongga membentuk abses di sel jaringan lain membentuk flegmon.
Trauma yang hebat menimbulkan reaksi tubuh yang berlebihan berupa fagositosis debris
yang diikuti dengan pembentukan jaringan granulasi vaskuler untuk mengganti jaringan
yang rusak (fase organisasi), bila fase destruksi jaringan berhenti akan terjadi fase
penyembuhan melalui jaringan granulasi fibrosa. Tapi bila destruksi jaringan berlangsung
terus akan terjadi fase inflamasi kronik yang akan sembuh bila rangsang yang merusak
hilang.
Abses yang tidak diobati akan pecah dan mengeluarkan pus kekuningan sehingga
terjadi kerusakan Integritas kulit. Sedangkan abses yang diinsisi dapat mengakibatkan
resiko penyebaran infeksi.
(Pathway terlampir)

F. Tanda dan Gejala


Karena abses merupakan salah satu manifestasi peradangan, maka manifestasi lain
yang mengikuti abses dapat merupakan tanda dan gejala dari prose inflamasi, yakni
kemerahan (rubor), panas (kalor), pembengkakan (tumor), rasa nyeri (dolor) dan hilangnya
fungsi (fungsiolesia). Timbul atau teraba benjolan pada tahap awal berupa benjolan kecil,
pada stadium lanjut benjolan bertambah besar, demam, benjolan meningkat, malaise,
nyeri, bengkak, berisi nanah (pus).
Menurut Smeltzer & Bare (2001), gejala dari abses tergantung kepada lokasi dan
pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ. Gejalanya bisa berupa:
a. Nyeri
b. Nyeri tekan
c. Teraba hangat
d. Pembengkakan
e. Kemerahan
f. Demam
Suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya tampak sebagai benjolan.
Jika abses akan pecah, maka daerah pusat benjolan akan lebih putih karena kulit diatasnya
menipis. Suatu abses di dalam tubuh, sebelum menimbulkan gejala seringkali terlebih
tumbuh lebih besar. Paling sering, abses akan menimbulkan
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan laboratorium: Peningkatan jumlah sel darah putih.
2. Untuk menentukan ukuran dan lokasi abses dilakukan pemeriksaan rontgen, USG, CT
Scan, atau MRI.
H. Komplikasi
Komplikasi mayor dari abses adalah penyebaran abses ke jaringan sekitar atau
jaringan yang jauh dan kematian jaringan setempat yang ekstensif (gangren). Pada
sebagian besar bagian tubuh, abses jarang dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga
tindakan medis secepatnya diindikasikan ketika terdapat kecurigaan akan adanya abses.
Suatu abses dapat menimbulkan konsekuensi yang fatal. Meskipun jarang, apabila abses
tersebut mendesak struktur yang vital, misalnya abses leher dalam yang dapat menekan
trakea.
I. Penatalaksanaan
Abses luka biasanya tidak membutuhkan penanganan menggunakan antibiotik.
Namun demikian, kondisi tersebut butuh ditangani dengan intervensi bedah, debridemen.
Suatu abses harus diamati dengan teliti untuk mengidentifikasi penyebabnya, utamanya

apabila disebabkan oleh benda asing karena benda asing tersebut harus diambil. Apabila
tidak disebabkan oleh benda asing, biasanya hanya perlu dipotong dan diambil absesnya,
bersama dengan pemberian obat analgetik dan antibiotik. Drainase, abses dengan
menggunakan pembedahan biasanya diindikasi apabila abses telah berkembang dari
peradangan serasa yang keras menjadi tahap nanah yang lebih lunak.
Apabila menimbulkan risiko tinggi, misalnya pada area-area yang kritis, tindakan
pembedahan dapat ditunda atau dikerjakan sebagai tindakan terakhir yang perlu dilakukan.
Memberikan kompres hangat dan meninggikan posisi anggota gerak dapat dilakukan
untuk membantu penanganan abses kulit.
Karena sering kali abses disebabkan oleh bakteri staphylococcus aureus, antibiotik
antistafilokokus seperti flucloxacillin atau didoxacillin sering digunakan. Dengan adanya
kemunculan stophylococcus aureus yang dapat melalui komunitas, antibiotik biasa
tersebut menjadi tidak efekif.
J. Pencegahan
Menjaga kebersihan kulit dengan sabun cair yang mengandung zat anti-bakteri
merupakan cara terbaik untuk mencegah terjadinya infeksi atau mencegah penularan.

II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
1. Keluhan utama
Nyeri, panas, bengkak, dan kemerahan pada area abses.
2. Riwayat kesehatan sekarang
a. Abses di kulit atau dibawah kulit sangat mudah dikenali, sedangkan abses dalam
seringkali sulit ditemukan.
b. Riwayat trauma, seperti tertusuk jarum yang tidak steril atau terkena peluru, dll.
c. Riwayat infeksi (suhu tinggi) sebelumnya yang secara cepat menunjukkan rasa
sakit diikuti adanya eksudat tetapi tidak bisa dikeluarkan.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat penyakit menular dan kronis, seperti TBC dan diabetes mellitus.
4. Pemeriksaan fisik
a. Luka terbuka atau tertutup
b. Organ / jaringan terinfeksi
c. Massa eksudat dengan bermata
d. Peradangan dan berwarna pink hingga kemerahan
e. Abses superficial dengan ukuran bervariasi
f. Rasa sakit dan bila dipalpasi akan terasa fluktuaktif.
B. Diagnosa
C. Rencana Tindakan Keperawatan
D. Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana tindakan atau intervensi yang telah
dibuat sebelumnya.
E. Evaluasi
Evaluasi dibuat dalam bentuk SOAP (Subjective, Objective, Asessment, Planning) yang
dilihat setelah implementasi sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dibandingkan
dengan tujuan dan kriteria hasil dari setiap diagnosa.

Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai