Anda di halaman 1dari 156

PENANGANAN FISIOTERAPI PADA KONDISI

DEKUBITUS ULCES PASIEN POST STROKE

Kita kehilangan sekitar satu gram sel kulit setiap harinya karena gesekan kulit pada baju dan aktivitas
higiene yang dilakukan setiap hari seperti mandi.
Dekubitus dapat terjadi pada setiap tahap umur, tetapi hal ini merupakan masalah yang khusus pada
penderita stroke dan lansia, karena masalah imobilitas.
Seseorang yang tidak im-mobil yang dan tidak hanya berbaring ditempat tidur sampai berminggu-
minggu tanpa terjadi dekubitus karena dapat berganti posisi beberapa kali dalam sejam.
Penggantian posisi ini, biarpun hanya bergeser, sudah cukup untuk mengganti bagian tubuh yang
kontak dengan alas tempat tidur.
Sedangkan im-mobilitas hampir menyebabkan dekubitus bila berlangsung lama. Terjadinya ulkus
disebabkan gangguan aliran darah setempat dan juga keadaan umum dari penderita.
Dekubitus adalah kerusakan/kematian kulit sampai jaringan dibawah kulit, bahkan menembus otot
sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area secara terus menerus sehingga
mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat.
Walaupun semua bagian tubuh mengalami dekubitus, bagian bawah dari tubuhlah yang terutama
beresiko tinggi dan membutuhkan perhatian khsus.
Area yang biasa terjadi dekubitus adalah tempat diatas tonjolan tulang dan tidak dilindungi oleh
cukup dengan lemak sub kutan, misalnya daerah sakrum, daerah trokanter mayor dan spina
ischiadica superior anterior, daerah tumit dan siku.
Dekubitus merupakan suatu hal yang serius, dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi
pada penderita lanjut usia. Dinegara-negara maju, prosentase terjadinya dekubitus mencapai sekitar
11% dan terjadi dalam dua minggu pertama dalam perawatan.
Pasien stroke dan usia lanjut mempunyai potensi besar untuk terjadi dekubitus karena perubahan
kulit berkaitan dengan immobilitas tersebut, antara lain:
• Berkurangnya jaringan lemak subkutan
• Berkurangnya jaringan kolagen dan elastin
• Menurunnya efesiensi kolateral kapiler pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis dan rapuh.

TIPE ULKUS DEKUBITUS


Berdasarkan waktu yang diperlukan untuk penyembuhan dari suatu ulkus dekubitus dan perbedaan
temperatur dari ulkus dengan kulit sekitarnya, dekubitus dapat dibagi menjadi tiga;
1. Tipe normal
Mempunyai beda temperatur sampai dibawah lebih kurang 2,5oC dibandingkan kulit sekitarnya dan
akan sembuh dalam perawatan sekitar 6 minggu. Ulkus ini terjadi karena iskemia jaringan setempat
akibat tekanan, tetapi aliran darah dan pembuluh-pembuluh darah sebenarnya baik.
2. Tipe arterioskelerosis
Mempunyai beda temperatur kurang dari 1oC antara daerah ulkus dengan kulit sekitarnya. Keadaan
ini menunjukkan gangguan aliran darah akibat penyakit pada pembuluh darah (arterisklerotik) ikut
perperan untuk terjadinya dekubitus disamping faktor tekanan. Dengan perawatan, ulkus ini
diharapkan sembuh dalam 16 minggu.
3. Tipe terminal
Terjadi pada penderita yang akan meninggal dunia dan tidak akan sembuh.

PATOFISIOLOGI TERJADINYA DEKUBITUS


Tekanan daerah pada kapiler berkisar antara 16 mmHg-33 mmHg. Kulit akan tetap utuh karena
sirkulasi darah terjaga, bila tekanan padanya masih berkisar pada batas-batas tersebut. Tetapi
sebagai contoh bila seorang penderita immobil/terpancang pada tempat tidurnya secara pasif dan
berbaring diatas kasur busa maka tekanan daerah sakrum akan mencapai 60-70 mmHg dan daerah
tumit mencapai 30-45 mmHg.
Tekanan akan menimbulkan daerah iskemik dan bila berlanjut terjadi nokrosis jaringan kulit.
Percobaan pada binatang didapatkan bahwa sumbatan total pada kapiler masih bersifat reversibel
bila kurang dari 2 jam. Seorang yang terpaksa berbaring berminggu-minggu tidak akan mengalami
dakubitus selama dapat mengganti posisi beberapa kali perjammnya.
Selain faktor tekanan, ada beberapa faktor mekanik tambahan yang dapat memudahkan terjadinya
dekubitus;
• Faktor teregangnya kulit misalnya gerakan meluncur ke bawah pada penderita dengan posisi
dengan setengah berbaring
• Faktor terlipatnya kulit akiab gesekan badan yang sangat kurus dengan alas tempat tidur, sehingga
seakan-akan kulit “tertinggal” dari area tubuh lainnya.
Faktor teragannya kulit akibat daya luncur antara tubuh dengan alas tempatnya berbaring akan
menyebabkan terjadinya iskemia jaringan setempat.
Keadaan ini terjadi bila penderita immobil, tidak dibaringkan terlentang mendatar, tetapi pada posisi
setengah duduk. Ada kecenderungan dari tubuh untuk meluncur kebawah, apalagi keadaannya
basah. Sering kali hal ini dicegah dengan memberikan penhalang, misalnya bantal kecil/balok kayu
pada kedua telapak kaki. Upaya ini hanya akian mencegah pergerakan dari kulit, yang sekarang
terfiksasi dari alas, tetapi rangka tulang tetap cederung maju kedepan. Akibatnya terjadi garis-garis
penekanan/peregangan pada jaringan subkutan yang sekan-akan tergunting pada tempat-tempat
tertentu, dan akan terjadi penutupan arteriole dan arteri-arteri kecil akibat terlalu teregang bahkan
sampai robek. Tenaga menggunting ini disebut Shering Forces.
Sebagai tambahan dari shering forces ini, pergerakan dari tubuh diatas alas tempatnya berbaring,
dengan fiksasi kulit pada permukaan alas akan menyebabkan terjadinya lipatan-lipatan kulit (skin
folding). Terutama terjadi pada penderita yang kurus dengan kulit yang kendur. Lipatan-lipatan kulit
yang terjadi ini dapat menarik/mengacaukan (distorsi) dan menutup pembuluh-pembuluh darah.
Sebagai tambahan dari efek iskemia langsung dari faktor-faktor diatas, masih harus diperhatikan
terjadinya kerusakan edotil, penumpukan trombosit dan edema. Semua inidapat menyebabkan
nekrosis jarigan akibat lebih terganggunya aliran darah kapiler. Kerusakan endotil juga menyebabkn
pembuluh darah mudah rusak bila terkena trauma.
Faktor tubuh sendiri (faktor intrinsik) juga berperan untuk terjadinya dekubitus antara lain;

FAKTOR INTRINSIK
• Selama penuaan, regenerasi sel pada kulit menjadi lebih lambat sehingga kulit akan tipis (tortora &
anagnostakos, 1990)
• Penyakit-penyakit neurologik, penyakit-penyakit yang merusak pembuluh darah, seperti stroke
sehingga juga mempermudah dan memperjelek dekubitus
• Kandungan kolagen pada kulit yang berubah menyebabkan elastisitas kulit berkurang sehingga
rentan mengalami deformasi dan kerusakan.
• Kemampuan sistem kardiovaskuler yang menurun dan sistem arteriovenosus yang kurang
kompeten menyebabkan penurunan perfusi kulit secara progresif.
• Sejumlah penyakit yang menimbulkan seperti DM yang menunjukkan insufisiensi kardiovaskuler
perifer dan penurunan fungsi kardiovaskuler seperti pada sistem pernapasan menyebabkan tingkat
oksigenisasi darah pada kulit menurun.
• Status gizi, underweight atau kebalikannya overweight
• Anemia
• Hipoalbuminemia yang mempermudah terjadinya dekubitus dan memperjelek penyembuhan
dekubitus, sebaliknya bila ada dekubitus akam menyebabkan kadar albumin darah menurun
• Keadaan hidrasi/cairan tubuh perlu dinilai dengan cermat.

FAKTOR EKSTRINSIK
• Kebersihan tempat tidur,
• alat-alat tenun yang kusut dan kotor, atau peralatan medik yang menyebabkan penderita terfiksasi
pada suatu sikap tertentu juga memudahkan terjadinya dekubitus.
• Duduk yang buruk
• Posisi yang tidak tepat
• Perubahan posisi yang kurang

PENAMPILAN KLINIS DARI DEKUBITUS


Karakteristik penampilan klinis dari dekubitus dapat dibagi sebagai berikut;
Derajat I Reaksi peradangan masih terbatas pada epidermis, tampak sebagai daerah
kemerahan/eritema indurasi atau lecet.
Derajat II Reaksi yang lebih dalam lagi sampai mencapai seluruh dermis hingga lapisan lemah
subkutan, tampak sebagai ulkus yang dangkal, degan tepi yang jelas dan perubahan warna pigmen
kulit.
Derajat III Ulkus menjadi lebih dalam, meliputi jaringan lemak subkutan dan menggaung, berbatasan
dengan fascia dari otot-otot. Sudah mulai didapat infeksi dengan jaringan nekrotik yang berbau.
Derajat IV Perluasan ulkus menembus otot, hingga tampak tulang di dasar ulkus yang dapat
mengakibatkan infeksi pada tulang atau sendi.
Mengingat patofisiologi terjadinya dekubitus adalah penekanan pada daerah-daerah tonjolan tulang,
harusla diingat bahwa kerusakan jaringan dibawah tempat yang mengalami dekubitus adalah lelih
luas dari ulkusnya.

Jika tidak ditangani dengan baik, maka dekubitus dapat meningkat dari iritasi yang kecil tanpa
disertai dengan robeknya kulit sampai tahap yang dapat mengancam jiwa pasien, baik oleh luasnya
kerusakan kulit maupun infeksi.

Stroke merupakan penyakit gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan saraf/deficit neurologik
akibat gangguan aliran darah pada salah satu bagian otak. Secara sederhana stroke didefinisi sebagai
penyakit otak akibat terhentinya suplai darah ke otak karena sumbatan atau perdarahan, dengan
gejala lemas / lumpuh sesaat atau gejala berat sampai hilangnya kesadaran, dan kematian. Stroke
bisa berupa iskemik maupun perdarahan (hemoragik).

Pada stroke iskemik, aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerotik atau bekuan darah yang
telah menyumbat suatu pembuluh darah, melaui proses aterosklerosis. Pada stroke pendarahan
(hemoragik), pembuluh darah pecah sehingga aliran darah menjadi tidak normal, dan darah yang
keluar merembes masuk ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya.

Secara detil gejala dan tanda stroke adalah:


• Adanya serangan defisit neurologis fokal, berupa Kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai
atau salah satu sisi tubuh
• Hilangnya rasa atau adanya sensasi abnormal pada lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh.
Baal atau mati rasa sebelah badan, terasa kesemutan, terasa seperti terkena cabai, rasa terbakar
• Mulut, lidah mencong bila diluruskan
• Gangguan menelan : sulit menelan, minum suka keselek
• Bicara tidak jelas (rero), sulit berbahasa, kata yang diucapkan tidak sesuai keinginan atau gangguan
bicara berupa pelo, sengau, ngaco, dan kata-katanya tidak dapat dimengerti atau tidak dipahami
(afasia). Bicara tidak lancar, hanya sepatah-sepatah kata yang terucap
• Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat
• Tidak memahami pembicaraan orang lain
• Tidak mampu membaca dan menulis, dan tidak memahami tulisan
• Tidak dapat berhitung, kepandaian menurun
• Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh
• Hilangnya kendalian terhadap kandung kemih, kencing yang tidak disadari
• Berjalan menjadi sulit, langkahnya kecil-kecil
• Menjadi pelupa ( dimensia)
• Vertigo ( pusing, puyeng ), atau perasan berputar yang menetap saat tidak beraktifitas
• Awal terjadinya penyakit (Onset) cepat, mendadak dan biasanya terjadi pada saat beristirahat atau
bangun tidur
• Hilangnya penglihatan, berupa penglihatan terganggu, sebagian lapang pandangan tidak terlihat,
gangguan pandangan tanpa rasa nyeri, penglihatan gelap atau ganda sesaat
• Kelopak mata sulit dibuka atau dalam keadaan terjatuh
• Pendengaran hilang atau gangguan pendengaran, berupa tuli satu telinga atau pendengaran
berkurang
• Menjadi lebih sensitif: menjadi mudah menangis atau tertawa
• Kebanyakan tidur atau selalu ingin tidur
• Kehilangan keseimbangan, gerakan tubuh tidak terkoordinasi dengan baik, sempoyongan, atau
terjatuh
• Gangguan kesadaran, pingsan sampai tidak sadarkan diri

Jadi perlu diperhatikan titik potensial untuk terjadinya dekubitus pada pasien post stroke
PENGELOLAAN DEKUBITUS
Pengelolaan dekubitus diawali dengan kewaspadaan untuk mencegah terjadinya dekubitus dengan
mengenal penderita risiko tinggi terjadinya dekubitus, misalnya pada penderita yang immobil dan
konfusio.
Usaha untuk meremalkan terjadinya dekubitus ini antara lain dengan memakai sistem skor Norton.
Skor dibawah 14 menunjukkan adanya risiko tinggi untuk terjadinya dekubitus. Dengan evaluasi skor
ini dapat dilihat perkembangan penderita
Tindakan berikutnya adalan menjaga kebersihan penderita khususnya kulit, dengan memandikan
setiap hari. Sesudah keringkan dengan baik lalu digosok dengan lotion, terutama dibagian kulit yang
ada pada tonjolan-tonjolan tulang. Sebaiknya diberikan massase untuk melancarkan sirkulasi darah,
semua ekskreta/sekreta harus dibersihkan dengan hati-hati agari tidak menyebabkan lecet pada
kulit penderita.
Tindakan selanjutnya yang berguna baik untuk pencegahan maupun setelah terjadinya dekubitus
adalah:

1. Meningkatkan status kesehatan penderita;


umum; memperbaiki dan menjaga keadaan umum penderita, misalnya anemia diatasi,
hipoalbuminemia dikoreksi, nutirisi dan hidarasi yang cukup, vitamin (vitamin C) dan mineral (Zn)
ditambahkan.
khusus; coba mengatasi/mengoabati penyakit-penyakit yang ada pada penderita, misalnya DM.
2. Mengurangi/memeratakan faktor tekanan yang mengganggu aliran darah;
a. Alih posisi/alih baring/tidur selang seling, paling lama tiap dua jam. Keberatan pada cara ini adalah
ketergantungan pada tenaga perawat yang kadang-kadang sudah sangat kurang, dan kadang-kadang
mengganggu istirahat penderita bahkan menyakitkan.
b. Kasur khusus untuk lebih memambagi rata tekan yang terjadi pada tubuh penderita, misalnya;
kasur dengan gelembung tekan udara yang naik turun, kasur air yang temperatur airnya dapat
diatur. (keberatan alat canggih ini adalah harganya mahal, perawatannya sendir harus baik dan
dapat ruasak)
c. Regangan kulit dan lipatan kulit yang menyebabkan sirkulasi darah setempat terganggu, dapat
dikurangi antara lain;
• Menjaga posisi penderita, apakah ditidurkan rata pada tempat tidurnya, atau sudah
memungkinakan untuk duduk dikursi.
• Bantuan balok penyangga kedua kaki, bantal-bantal kecil utuk menahan tubuh penderita, “kue
donat” untuk tumit,
• Diluar negeri sering digunakan kulit domba dengan bulu yang lembut dan tebal sebagai alas tubuh
penderita.

d. Pemberian electrical stimulation


woundEL®-therapy atau electrical stimulation pada kasus ulcer adalah kombinasi yang efektif,
dimana digunakan impuls LF DC dan dapat diaplikasikan baik pada pengobatan kasus akut, subakut
dan luka kronis.
woundEL®-therapy terdiri dari alat terapi stimulasi dengan electrode yang dibalut dan electrode
yang dicelupkan. Elektrode yang kontak dengan luka adalah electrode yang dibalut dengan balutan
steril lapisan medical grade hydrogel yang tidak hanya melembabkan luka tetapi juga mengabsorbsi
cairan luka yang berlebihan
Bagitu tampak kulit yang hiperemis pada tubuh penderita, khsusnya pada tempat-tempat yang
sering terjadi dekubitus, semua usaha-usahan diatas dilakukan dengan lebih cermat untuk
memperbaiki iskemia yang terjadi, sebab sekali terjadi kerusakan jaringa upaya penyembuhan akan
lebih rumit.

Bila sudah terjadi dekubitus, tentukan stadium dan tindakan medik menyesuaikan apa yang
dihadapi:
1. Dekubitus derajat I
Dengan reaksi peradangan masih terbatas pada epidermis;
kulit yang kemerahan dibersihkan hati-hati dengan air hangat dan sabun, diberi lotion, kemudian
dimassase 2-3 kali/hari.
2. Dekubitus derajat II
Dimana sudah terjadi ulkus yang dangkal;
Perawatan luka harus memperhatikan syarat-syarat aseptik dan antiseptik.
Daerah bersangkutan digesek dengan es dan dihembus dengan udara hangat bergantian untuk
meransang sirkulasi.
Dapat diberikan salep topikal, mungkin juga untuk meransang tumbuhnya jaringan muda/granulasi,
Penggantian balut dan salep ini jangan terlalu sering karena malahan dapat merusakkan
pertumbuhan jaringan yang diharapkan.
3. Dekubitus derajat III
Dengan ulkus yang sudah dalam, menggaung sampai pada bungkus otot dan sering sudah ada
infeksi;
Usahakan luka selalu bersih dan eksudat disusahakan dapat mengalir keluar.
Balut jangan terlalu tebal dan sebaliknya transparan sehingga permeabel untuk masukknya
udara/oksigen dan penguapan.
Kelembaban luka dijaga tetap basah, karena akan mempermudah regenarasi sel-sel kulit.
Jika luka kotor dapat dicuci dengan larutan NaCl fisiologis.
Antibiotik sistemik mungkin diperlukan.
4. Dekubitus derajat IV
Dengan perluasan ulkus sampai pada dasar tulang dan sering pula diserta jaringan nekrotik;
Semua langkah-langkah diatas tetap dikerjakan dan jaringan nekrotik yang adal harus dibersihkan ,
sebaba akan menghalangi pertumbuhgan jaringan/epitelisasi.
Beberapa preparat enzim coba diberikan untuk usaha ini, dengan tujuan mengurangi perdarahan,
dibanding tindakan bedah yang juga merupakan alternatif lain. Setelah jaringan nekrotik dibuang
danluka bersih, penyembuhan luka secara alami dapat diharapkan.
Beberapa usaha mempercepat adalah antara lain dengan memberikan oksigenisasi pada daerah
luka,
Angka mortalitas dekubitus derajat IV ini dapat mencapai 40%.

http://ansharphysio.blogspot.co.id/2010/06/penatalaksanaan-fisioterapi-pada.html
DEKUBITUS

Oleh : Ns. Liana Sriulina Br S, S.Kep

DEKUBITUS

A. TINJAUAN TEORITIS MEDIS


1. DEFENISI
Dekubitus adalah kerusakan atau kematian kulit sampai jaringan dibawah kulit, bahkan
menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area secara
terus menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat (Rendy, 2012).

Dekubitus atau luka tekan adalah kerusakan jaringan yang terlokalisir, yang
disebabkan karena adanya kompresi jaringan yang lunak diatas tulang yang menonjol dan
adanya tekanan dari luar dalam waktu yang lama. Kompresi jaringan menyebabkan gangguan
suplai darah pada daerah yang tertekan yang menyebabkan insufisiensi aliran darah, anoksia
atau iskemi jaringan.

Dekubitus atau luka tekan merupakan masalah serius yang sering terjadi pada pasien yang
sering mengalami gangguan mobilitas, seperti pasien stroke, injuri tulang belakang atau
penyakit degeneratif. Luka tekan tidak hanya berkembang pada pasien yang berbaring, tetapi
dapat juga terjadi pada pasien yang menggunakan kursi roda atau protese.

2. ETIOLOGI
Luka Dekubitus disebabkan oleh kombinasi dari faktor ekstrinsik dan intrinsik
pada pasien.
a. Faktor Ekstrinsik
1. Tekanan
Kulit dan jaringan dibawahnya tertekan antara tulang dengan permukaan keras lainnya,
seperti tempat tidur dan meja operasi. Tekanan ringan dalam waktu yang lama sama
bahayanya dengan tekanan besar dalam waktu singkat. Terjadi gangguan mikrosirkulasi lokal
kemudian menyebabkan hipoksi dan nekrosis, tekanan antar muka ( interface pressure).
Tekanan antar muka adalah kekuatan per unit area antara tubuh dengan permukaan matras.
Apabila tekanan antar muka lebih besar dari pada tekanan kapiler rata rata, maka pembuluh
darah kapiler akan mudah kolap, daerah tersebut menjadi lebih mudah untuk terjadinya
iskemia dan nekrotik. Tekanan kapiler rata rata adalah sekitar 32 mmHg.
2. Gesekan dan pergeseran
Gesekan berulang akan menyebabkan abrasi sehingga integritas jaringan rusak. Kulit
mengalami regangan, lapisan kulit bergeser terjadi gangguan mikrosirkulasi lokal.

3. Kelembaban
Akan menyebabkan maserasi, biasanya akibat inkontinensia, drain dan keringat. Jaringan
yang mengalami maserasi akan mudah mengalami erosi. Selain itu kelembapan juga
mengakibatkan kulit mudah terkena pergesekan dan perobekan jaringan. Inkontinensia alvi
lebih signifikan dalam perkembangan luka tekan daripada inkontinensia urin karena adanya
bakteri dan enzim pada feses dapat merusak permukaan kulit.
4. Kebersihan tempat tidur, alat-alat tenun yang kusut dan kotor, atau peralatan medik yang
menyebabkan klien terfiksasi pada suatu sikap tertentu juga memudahkan terjadinya
dekubitus.

b. Fase Intrinsik
1. Usia
Pada usia lanjut akan terjadi penurunan elastisitas dan vaskularisasi. Pasien yang sudah tua
memiliki resiko yang tinggi untuk terkena luka tekan karena kulit dan jaringan akan berubah
seiring dengan penuaan. Penuaan mengakibatkan kehilangan otot, penurunan kadar serum
albumin, penurunan respon inflamatori, penurunan elastisitas kulit, serta penurunan kohesi
antara epidermis dan dermis. Perubahan ini berkombinasi dengan faktor penuaan lain akan
membuat kulit menjadi berkurang toleransinya terhadap tekanan, pergesekan, dan tenaga
yang merobek. Selain itu, akibat dari penuaan adalah berkurangnya jaringan lemak
subkutan, berkurangnya jaringan kolagen dan elastin, menurunnya efesiensi kolateral kapiler
pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis dan rapuh.
2. Penurunan sensori persepsi :
Pasien dengan penurunan sensori persepsi akan mengalami penurunan untuk merasakan
sensari nyeri akibat tekanan diatas tulang yang menonjol. Bila ini terjadi dalam durasi yang
lama, pasien akan mudah terkena luka tekan, karena nyeri merupakan suatu tanda yang secara
normal mendorong seseorang untuk bergerak. Kerusakan saraf (misalnya akibat
cedera, stroke, diabetes) dan koma bisa menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk
merasakan nyeri.
3. Penurunan kesadaran : gangguan neurologis, trauma, analgetik narkotik.
4. Malnutrisi :
Orang-orang yang mengalami kekurangan gizi (malnutrisi) tidak memiliki lapisan lemak
sebagai pelindung dan kulitnya tidak mengalami pemulihan sempurna karena kekurangan zat-
zat gizi yang penting.
Karena itu klien malnutrisi juga memiliki resiko tinggi menderita ulkus dekubitus. Selain itu,
malnutrisi dapat gangguan penyembuhan luka. Biasanya berhubungan dengan hipoalbumin.
Hipoalbuminemia, kehilangan berat badan, dan malnutrisi umumnya diidentifikasi sebagai
faktor predisposisi untuk terjadinya luka tekan. Menurut penelitian Guenter (2000) stadium
tiga dan empat dari luka tekan pada orang tua berhubungan dengan penurunan berat badan,
rendahnya kadar albumin, dan intake makanan yang tidak mencukupi.
5. Mobilitas dan aktivitas :
Mobilitas adalah kemampuan untuk mengubah dan mengontrol posisi tubuh, sedangkan
aktivitas adalah kemampuan untuk berpindah. Pasien yang berbaring terus menerus ditempat
tidur tanpa mampu untuk merubah posisi beresiko tinggi untuk terkena luka tekan. Orang-
orang yang tidak dapat bergerak (misalnya lumpuh, sangat lemah, dipasung). Imobilitas
adalah faktor yang paling signifikan dalam kejadian luka tekan.
6. Merokok :
Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran darah dan memiliki efek toksik
terhadap endotelium pembuluh darah.
7. Temperatur kulit :
Peningkatan temperatur merupakan faktor yang signifikan dengan resiko terjadinya luka
tekan.
8. Kemampuan sistem kardiovaskuler menurun, sehingga perfusi kulit
menurun.
9. Anemia
10. Hipoalbuminemia, beresiko tinggi terkena dekubitus dan memperlambat
penyembuhannya.
11. Penyakit-penyakit yang merusak pembuluh darah juga mempermudah
terkena dekubitus dan memperburuk dekubitus.

3. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik sesuai dengan stadiumnya:
1. Stadium Satu
Adanya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila dibandingkan
dengan kulit yang normal, maka akan tampak salah satu tanda sebagai berikut :
perubahan temperatur kulit ( lebih dingin atau lebih hangat ), perubahan
konsistensi jaringan ( lebih keras atau lunak ), perubahan sensasi (gatal atau
nyeri). Pada orang yang berkulit putih, luka mungkin kelihatan sebagai
kemerahan yang menetap. Sedangkan pada yang berkulit gelap, luka akan
kelihatan sebagai warna merah yang menetap, biru atau ungu.
2. Stadium Dua
Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau keduanya.
Cirinya adalah lukanya superficial, abrasi, melempuh, atau membentuk lubang
yang dangkal.

3. Stadium Tiga
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis dari
jaringan subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada fascia. Luka terlihat
seperti lubang yang dalam.
4. Stadium Empat
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang luas, nekrosis
jaringan, kerusakan pada otot, tulang atau tendon. Adanya lubang yang dalam
serta saluran sinus juga termasuk dalam stadium IV dari luka tekan.

4. ANATOMI FISIOLOGI
Kulit terdiri dari 3 lapisan :
dermis
Hampir seluruh lapisan epidermis terdiri dari sel lapisan epidermis dari bagian yang terluar
ke dalam, susunannya sebagai berikut :
1. Stratum Korneum
Lapisan ini merupakan hasil akhir dari proses keratinisasi dan merupakan
sel yang mati, tidak mempunyai inti sel dan mengandung zat keratin.
2. Stratum Lucidum
Selnya tidak berinti, protoplasma bening dan mengandung hyaline (eleidin).
3. Stratum Granulosum
Terdiri dari sel-sel pipih seperti kumparan dan mengandung butiran-butiran keratohialin
yang merupakan fase dalam pembentukan keratin oleh karena banyaknya butir-butir stratum
granulosum.
4. Stratum Spinosum
Bentuk selnya polygonal, protoplasmanya jernih, nukleus terletak di tengah, dalam keadaan
normal selnya selalu mengalami mitosis, sehingga bentuknya berbeda-beda setiap lapisan.
5. Stratum Basal
Bentuknya silinder (tabung) dengan inti yang lonjong. Didalamnya terdapat butir-butir yang
halus disebut butir melanin warna.

mis
Dermis merupakan lapisan kedua dari kulit. Batas dengan epidermis dilapisi oleh membran
basalis dan disebelah bawah berbatasan dengan subkutis. Terdiri dari jaringan ikat yang
terdiri dari serat-serat kolagen dan elastin. Dilapisan dermis ini terdapat pembuluh darah,
pembuluh limfe, jaringan saraf, kelenjar, folikel rambut.

Dermis terdiri dari 2 lapisan :


1. Pars papilaris, lapisan ini tipis. Di dalam papilla dermis terdapat kapiler pembuluh darah
serta serabut saraf sensorik.
2. Pars retikularis, lebih tebal dan lebih banyak mengandung jaringan ikat.

Komponen yang terdapat pada dermis :


a. Serabut/jaringan ikat
1. Kologen : Merupakan serabut yang terbanyak yaitu kurang dari 90 % terdiri dari
skleroprotein, warnanya putih dan tidak bercabang pada pars papilaris serabut ini tersusun
vertikal, sedangkan pada pars retikularis tersusun horisontal.
2. Elastin : Tersusun paralel atau menyilang terhadap serabut kolagen. Warnanya kuning, halus
dan bercabang.
3. Retikulin : Halus dan bercabang-cabang.

b. Bahan dasar ( matriks = ground substance )


c. Sel
bcutis
Merupakan jaringan ikat yang longgar yang terdiri dari sel-sel lemak atau limposit.
Sitoplasma mengandung banyak lemak sehingga inti sel terdesak ketepi. Selnya membentuk
kelompok. Fungsinya sebagai pelindung terhadap trauma, penahan panas dan cadangan
makanan.

5. PATOFISIOLOGI
Immobil/terpancang pada tempat tidurnya secara pasif dan berbaring (lebih dari 2 jam),
tekanan daerah sakrum akan mencapai 60-70 mmHg dan daerah tumit mencapai 30-45
mmHg (normal: tekanan daerah pada kapiler berkisar antara 16 mmHg-33 mmHg), Iskemik,
nekrosis jaringan kulit. Selain faktor tegangan, ada faktor lain yaitu: faktor teregangnya kulit
misalnya gerakan meluncur ke bawah pada penderita dengan posisi dengan setengah
berbaring. Faktor terlipatnya kulit akibat gesekan badan yang sangat kurus dengan alas
tempat tidur, sehingga seakan-akan kulit “tertinggal” dari area tubuh lainnya.

Perubahan patologis di tempat ulkus decubitus disebabkan karena terlipatnya pembuluh


darah, terutama pembuluh darah arteri dan kapiler di daerah yang terkena ulkus decubitus.
Jika aliran darah terhambat, maka sel- sel tidak mendapat cukup zat makanan dan sampah
hasil metabolisme tertumpuk sehingga sulit diangkut. Akhirnya sel mati, kulit pecah dan
terjadilah lubang yang dangkal dan luka. Jika tekanan berkurang, maka iskemik segera diikuti
oleh hyperemia, yaitu mengalirnya darah dalam jumlah banyak di daerah tersebut, kemudian
daerah itu akan kelihatan merah dan terasa hangat karena terjadi hyperemia yang merupakan
mekanisme untuk mengimbangi, dimana darah menyuplai daerah itu untuk memberi zat
makanan dan menyingkirkan sampah hasil metabolisme.

6. PENATALAKSANAAN PENGOBATAN MEDIK


1. Perawatan luka decubitus
2. Terapi fisik, dengan menggunakan pusaran air untuk menghilangkan jaringan
yang mati.
3. Terapi obat :
a. Obat antibacterial topical untuk mengontrol pertumbuhan bakteri
b. Antibiotik prupilaksis agar luka tidak terinfeksi
4. Terapi diet
Agar terjadi proses penyembuhan luka yang cepat, maka nutrisi harus adekuat
yang terdiri dari kalori, protein, vitamin, mineral dan air.

Pengobatan ulkus dekubitus dengan pemberian bahan topikal, sistemik ataupun


dengan tindakan bedah dilakukan sedini mungkin agar reaksi penyembuhan
terjadi lebih cepat. Pada pengobatan ulkus dekubitus ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan antara lain
1. Mengurangi tekanan lebih lanjut pada daerah ulkus. Pengurangan
tekanan sangat penting karena ulkus tidak akan sembuh selama masih ada
tekanan yang berlebihan dan terus menerus.
2. Mempertahankan keadaan bersih pada ulkus dan sekitarnya. Keadaan tersebut
akan menyebabkan proses penyembuhan luka lebih cepat dan baik. Untuk hal
tersebut dapat dilakukan kompres, pencucian, pembilasan, pengeringan dan
pemberian bahan-bahan topikal seperti larutan NaC10,9%, larutan H202 3%
dan NaC10,9%, larutan plasma dan larutan Burowi serta larutan antiseptik
lainnya.
3. Mengangkat jaringan nekrotik. Adanya jaringan nekrotik pada ulkus akan
menghambat aliran bebas dari bahan yang terinfeksi dan karenanya juga
menghambat pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi. Oleh karena itu
pengangkatan jaringan nekrotik akan mempercepat proses penyembuhan ulkus.
Terdapat 3 metode yang dapat dilakukan antara lain :
a. Sharp dbridement (dengan pisau, gunting dan lain-lain).
b. Enzymatic debridement (dengan enzim proteolitik, kolagenolitik, dan
fibrinolitik).
c. Mechanical debridement (dengan tehnik pencucian, pembilasan, kompres
dan hidroterapi)
4. Menurunkan dan mengatasi infeksi.
Perlu pemeriksaan kultur dan test resistensi. Antibiotika sistemik dapat
diberikan bila penderita mengalami sepsis, selulitis. Ulkus yang terinfeksi
harus dibersihkan beberapa kali sehari dengan larutan antiseptik seperti larutan
H202 3%, povidon iodin 1%, seng sulfat 0,5%. Radiasi ultraviolet (terutama
UVB) mempunyai efek bakterisidal.
5. Merangsang dan membantu pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi.
Hal ini dapat dicapai dengan pemberian antara lain :
a. Bahan-bahan topikal misalnya : salep asam salisilat 2%, preparat seng (Zn
0, Zn SO
b. Oksigen hiperbarik; selain mempunyai efek bakteriostatik terhadap sejumlah
bakteri, juga mempunyai efek proliferati epitel, menambah jaringan
granulasi dan memperbaiki keadaan vaskular.
c. Radiasi infra merah, short wave diathermy, dan pengurutan dapat membantu
penyembuhan ulkus karena adanya efek peningkatan vaskularisasi.
d. Terapi ultrasonik; sampai saat ini masih terus diselidiki manfaatnya terhadap
terapi ulkus dekubitus.
6. Tindakan bedah selain untuk pembersihan ulkus juga diperlukan untuk mempercepat
penyembuhan dan penutupan ulkus, terutama ulkus dekubitus stadium III & IV dan
karenanya sering dilakukan tandur kulit ataupun myocutaneous flap

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah lengkap
Peningkatan tertentu awal menunjukkan hemo konsentrasi, sehubungan dengan perpindahan
atau kehilangan cairan dan untuk mengetahui adanya defisiensi nutrisi pada klien. Jika terjadi
leukositosis karena adanya kehilangan sel pada sisi luka dan respon inflamasi terhadap
edema. Glukosa serum yang terjadi peningkatan karena respon stres.
2. Biopsi luka, untuk mengetahui jumlah bakteri.
3. Kultur swab, untuk mengidentifikasi tipe bakteri pada permukaan ulkus.
4. Pembuatan foto klinis, dibuat untuk memperlihatkan sifat serta luasnya kelainan kulit atau
ulkus dan dipergunakan untuk perbaikan setelah dilakukan terapi.

8. KOMPLIKASI
1.Infeksi
2.keterlibatan jaringan tulang dan sendi
3.Septikemia
4.Anemia
5.Hiperbilirubin
6.Kematian

9. PROGNOSIS
Keadaan akan menjadi parah bila penekanan pada area yang luka terus terjadi. Penekanan dan
pergesekan akan membuat luka semakin lama sembuh. Bila keadaan pasien baik dan aktivitas
dibantu minimal maka kesembuhan luka lebih cepat.

B. TINJAUAN TEORITIS KEPERAWATAN


1. Identitas pasien dan penanggung jawab
Identitas pasien diisi mencakup nama, umur, jenis kelamin, status pernikahan, Agama,
pendidikan, pekerjaan,suku bangsa, tgl masuk RS, alamat. Untuk penangung jawab dituliskan
nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat.
2. Riwayat Kesehatan
Mengkaji keluhan utama apa yang menyebabkan pasien dirawat. Apakah penyebab dan
pencetus timbulnya penyakit, bagian tubuh yang mana yang sakit, kebiasaan saat sakit
kemana minta pertolongan, apakah diobati sendiri atau menggunakan fasilitas kesehatan.
Apakah ada alergi, apakah ada kebiasaan merokok, minum alkohol, minum kopi atau minum
obat-obatan.
3. Riwayat Penyakit
Penyakit apa yang pernah diderita oleh pasien, riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain
yang pernah di derita oleh pasien yang menyebabkan pasien dirawat. Adakah riwayat
penyakit yang sama diderita oleh anggota keluarga yang lain atau riwayat penyakit lain yang
bersifat genetik maupun tidak.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan sakit dan gelisah atau cemas akibat adanya
kerusakan integritas kulit yang dialami.

b. Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah normal, nadi cepat, suhu meningkat dan pernafasan meningkat.
c. Pemeriksaan Kepala Dan Leher
1) Kepala Dan Rambut
Pemeriksaan meliputi bentuk kepala, penyebaran dan perubahan warna rambut serta
pemeriksaan tentang luka. Jika ada luka pada daerah tersebut, menyebabkan timbulnya rasa
nyeri dan kerusakan kulit.
2) Mata
Meliputi kesimetrisan, konjungtiva, reflek pupil terhadap cahaya dan gangguan penglihatan.
3) Hidung
Meliputi pemeriksaan mukosa hidung, kebersihan, tidak timbul pernafasan
cuping hidung, tidak ada sekret.
4) Mulut
Catat keadaan adanya sianosis atau bibir kering.
5) Telinga
Catat bentuk gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan dan serumen. Pada
penderita yang bed rest dengan posisi miring maka, kemungkinan akan terjadi ulkus didaerah
daun telinga.
6) Leher
Mengetahui posisi trakea, denyut nadi karotis, ada tidaknya pembesaran vena jugularis dan
kelenjar linfe.

d. Pemeriksaan Dada Dan Thorax


Inspeksi bentuk thorax dan ekspansi paru, auskultasi irama pernafasan, vokal premitus,
adanya suara tambahan, bunyi jantung, dan bunyi jantung tambahan, perkusi thorax untuk
mencari ketidak normalan pada daerah thorax.
e. Abdomen
Bentuk perut datar atau flat, bising usus mengalami penurunan karena immobilisasi, ada masa
karena konstipasi, dan perkusi abdomen hypersonor jika dispensi abdomen atau tegang.
f. Urogenital
Inspeksi adanya kelainan pada perinium. Biasanya klien dengan ulkus dan paraplegi
terpasang kateter untuk buang air kecil.
g. Muskuloskeletal
Adanya fraktur pada tulang akan menyebabkan klien bet rest dalam waktu lama, sehingga
terjadi penurunan kekuatan otot. Adanya kontraktur pada ekstremitas atas dan bawah.

h. Pemeriksaan Neurologi
Tingkat kesadaran dikaji dengan sistem GCS. Nilainya bisa menurun bila terjadi nyeri hebat
(syok neurogenik) dan panas atau demam tinggi, mual muntah, dan kaku kuduk.
i. Pemeriksaan Kulit
a. Inspeksi kulit
Pengkajian kulit melibatkan seluruh area kulit termasuk membran mukosa, kulit kepala,
rambut dan kuku. Tampilan kulit yang perlu dikaji yaitu warna, suhu, kelembaban,
kekeringan, tekstur kulit (kasar atau halus), lesi, vaskularitas.
Yang harus diperhatikan oleh perawat yaitu :
1) Warna, dipengaruhi oleh aliran darah, oksigenasi, suhu badan dan
produksi pigmen.
Lesi yang dibagi dua yaitu :
a) Lesi primer, yang terjadi karena adanya perubahan pada salah satu komponen kulit
b) Lesi sekunder adalah lesi yang muncul setelah adanya lesi primer.
Gambaran lesi yang harus diperhatikan oleh perawat yaitu warna, bentuk, lokasi dan
kofigurasinya.
2) Edema
Selama inspeksi kulit, perawat mencatat lokasi, distribusi dan warna dari daerah edema.
3) Kelembaban
Normalnya, kelembaban meningkat karena peningkatan aktivitas atau suhu lingkungan yang
tinggi kulit kering dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti lingkungan kering atau
lembab yang tidak cocok, intake cairan yang inadekuat, proses menua.
4) Integritas
Yang harus diperhatikan yaitu lokasi, bentuk, warna, distribusi, apakah ada drainase atau
infeksi.
5) Kebersihan kulit
6) Vaskularisasi
Perdarahan dari pembuluh darah menghasilkan petechie dan echimosis.
7) Palpasi kulit
Yang perlu diperhatikan yaitu lesi pada kulit, kelembaban, suhu, tekstur atau elastisitas,
turgor kulit.

5. Data Fokus ( kemungkinan ditemukan DO & DS )


DO: ekspresi wajah tampak meringis saat luka dibersihkan. Keadaan kulit tampak kemerahan dan ada
luka.
DS: keluarga pasien mengatakan di punggung kemerahan dan ada luka pada bokong dan mata kaki
kanan.
C. ASUHAN KEPERAWATAN
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan kerusakan mekanis dari jaringan
sekunder akibat tekanan, pencukuran dan gesekan.
2. Nyeri yang berhubungan dengan trauma kulit, infeksi kulit dan perawatan luka.
3. Resiko terhadap infeksi yang berhubungan pemajangan ulkus decubitus terhadap
feses/drainase urine dan personal hygiene yang kurang.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia
sekunder terhadap ketidak cukupan masukan oral.
5. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan pembatasan gerakan yang diharuskan,
status yang tak dikondisikan, kehilangan kontrol motorik atau perubahan status mental.
6. Perubahan perfusi jaringan yang berhubungan dengan volume cairan dalam waktu lama.
7. Koping individu tak efektif yang berhubungan dengan luka kronis, perubahan body image.

INTERVENSI
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan mekanis dari jaringan
sekunder akibat tekanan, pencukuran dan gesekan.
Tujuan: integritas kulit utuh
Kriteria hasil;
- Mengidentifikasi faktor penyebab luka decubitus.
- Mengidentifikasi rasional untuk pencegahan dan tindakan.
- Berpartisipasi dalam rencana tindakan yang diprogramkan untuk
meningkatkan penyembuhan luka.
- Menunjukkan kemajuan penyembuhan decubitus.

Intervensi:
1. Observasi ukuran, warna, kedalaman luka, jaringan nekrotik dan kondisi
sekitar luka.
Rasional: Untuk mengetahui sirkulasi pada daerah yang luka.
2. Pantau/ evaluasi tanda- tanda vital dan perhatikan adanya demam.
Rasional: Demam mengidentifikasikan adanya infeksi.
3. Identifikasi derajat perkembangan luka tekan (ulkus)
Rasional: Mengetahui tingkat keparahan pada luka.
4. Mengetahui tingkat keparahan pada luka.
Rasional: Mencegah terpajan dengan organisme infeksius, mencegah
kontaminasi silang, menurunkan resiko infeksi.
5. Bersihkan jaringan nekrotik.
Rasional: . Mencegah auto kontaminasi
6. Kolaborasi:
a. Irigasi luka.
Rasional: Membuang jaringan nekrotik / luka eksudat untuk meningkatkan
penyembuhan
b. Beri antibiotik oral,topical, dan intra vena sesuai indikasi.
Rasional: Mencegah atau mengontrol infeksi.
c. Ambil kultur luka.
Rasional: Untuk mengetahui pengobatan khusus infeksi luka.

2. Nyeri berhubungan dengan trauma kulit, infeksi kulit dan perawatan luka.
Tujuan ; nyeri berkurang sampai dengan hilang
Kriteria hasil: pasien dapat beradaptasi dengan nyeri
Intervensi:
1. Tutup luka sesegera mungkin.
Rasional: . Suhu berubah dan gesekan udara dapat menyebabkan nyeri hebat
pada pemajanan ujung kulit.

2. Tinggikan ekstremitas yang terdapat luka secara periodik.


Rasional: Untuk menurunkan pembentukan edema, menurunkan ketidaknyamanan
3. Beri posisi tidur yang dapat diubah ketinggiannya.
Rasional: Peninggian linen dari luka membantu menurunkan nyeri
4. Ubah posisi dengan sering dan ROM secara pasif maupun aktif sesuai indikasi.
Rasional: menurunkan kekakuan sendi
5. Perhatikan lokasi nyeri dan intensitas
Rasional: Perubahan lokasi/ intensitas nyeri mengindikasikan terjadinya komplikasi
6. Berikan tindakan kenyamanan seperti pijatan pada area yang tidak sakit, perut, posisi dengan
sering.
Rasional: Meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan
7. Dorong penggunaan tehnik manajemen stress.
Rasional: Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan relaksasi dan
meningkatkan rasa kontrol.
8. Tingkatkan periode tidur tanpa gangguan.
Rasional: Kekurangan tidur meningkatkan persepsi nyeri
9. Kolaborasi untuk pemberian analgetik.
Rasional: mengurangi rasa nyeri.

3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pemajangan ulkus dekubitus terhadap


feses/drainase urine.
Tujuan: tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil: Tanda- tanda vital dalam batas normal, luka mengalami granulasi.
Intervensi:
1. Pantau terhadap tanda- tanda infeksi (rubor, dolor, kalor, fungsiolesa)
Rasional: Respon jaringan terhadap infiltrasi patogen dengan peningkatan aliran darah dan
aliran limfe(edema, merah, bengkak).
2. Observasi tanda- tanda vital ( suhu, respirasi rate, nadi, tensi).
Rasional: . Patogen yang bersirkulasi merangsang hipotalamus untuk menaikkan
suhu tubuh.
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
Rasional: Mencegah terjadinya infeksi silang dari lingkungan luka ke dalam luka
4. Lakukan rawat luka dengan tehnik aseptik dan antiseptik.
Rasional: . Mencegah terjadinya invasi kuman dan kontaminasi bakteri.
5. Anjurkan klien untuk menghabiskan porsi yang tersedian terutama tinggi protein dan vitamin
C.
Rasional: Nutrisi dapat meningkatkan daya tahan tubuh dan mengganti jaringan yang rusak
dan mempercepat proses penyembuhan.
6. Jaga personal higiene (badan, tempat tidur, pakaian)
Rasional: Sesuatu yang kotor merupakan media yang baik bagi kuman
7. Kolaborasi dengan tim medisdalam penentuan antibiotik dan pemeriksaan leukosit dan LED
Rasional: Peningkatan leukosit dan LED merupakan indikasi terjadinya infeksi.

4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia sekunder
terhadap ketidakcukupan masukan oral.
Tujuan: tidak terjadi perubahan nutrisi
Kriteria hasil: Nutrisi adekuat (sesuai dengan kebutuhan), tidak mual dan muntah, tubuh terasa
segar dan mampu mempertahankan berat badan.
Intervensi:
1. Jelaskan pentingnya nutrisi bagi tubuh
Rasional; Nutrisi yang adekuat akan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap
penyakit
2. Anjurkan makan sedikit tapi sering
Rasional: Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik
atau menurunnya peristaltik.
3. Berikan klien daftar makanan yang diijinkan dan dorong klien terlibat dalam pemilihan
menu.
Rasional: Memberikan tindakan kontrol terhadap pembatasan diet klien dan
meningkatkan nafsu makan klien
4. Lakukan oral hygiene sebelum makan
Rasional ; Perawatan mulut membantu meningkatkan nafsu makan klien.
5. Timbang berat badan tiap hari
Rasional; Terjadinya perubahan berat badan menunjukkan ketidak seimbangan
Cairan.
6. Auskultasi bising usus
Rasional: Immobilitas dapat menurunkan bising usus
7. Kolaborasi dengan:
m gizi
sional: Menentukan kalori dan kebutuhan nutrisi
mberian antiemetik
sional: Menghilangkan mual dan muntah sehingga masukan oral meningkat
m medis untuk pemberian infus albumin behring
Rasional: Penurunan jumlah albumin dapat menghambat proses
penyembuhan luka.
5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan pembatasan gerakan yang diharuskan, status
yang tak dikondisikan, kehilangan kontrol motorik atau perubahan status mental.
Tujuan: pasien mampu mobilisasi bertahap sampai mandiri.
Kriteria hasil: Klien mampu beraktivitas, miring kanan miring kiri dengan dibantu oleh
keluarga, keadaan luka membaik.
Intervensi:
1. Anjurkan keluarga membantu klien mobilisasi
Rasional: Menghilangkan tekanan pada daerah yang terdapat.
2. Atur posisi klien tiap 2 jam
Rasional: Penghilangan tekanan intermiten memungkinkan darah masuk
kembali ke kapiler yang tertekan.
3. Perhatikan sirkulasi, gerakan dan sensasi secara sering
Rasional; . Sirkulasi yang terganggu akan dapat menyebabkan oedem
4. Bantu klien untuk latihan rentang gerak secara konsisten yang diawalai
dengan pasif kemudian aktif
Rasional: Mencegah secara progresif untuk engencangkan jaringan parut dan
meningkatka pemeliharaan fungsi otot atau sendi.
5. Dorong partisipasi klien dalam semua aktivitas sesuai kemampuannya.
Rasional: Meningkatkan kemandirian dan harga diri
6. Buat jadwal latihan secara teratur
Rasional: Mengurang kelelahan dan meningkatkan toleransi terhadap
aktivitas
7. Tingkatkan latihan ADL melalui fisioterapi, hidroterapi, dan perawatan
Rasional: Meningkatkan hasil latihan secara optimal dan maksimal
8. Kolaborasi dengan fisioterapi
Rasional: membantu melatih pergerakan.

6. Perubahan perfusi jaringan yang berhubungan dengan volume cairan dalam waktu lama.
Tujuan: tidak terjadi perubahan perfusi jaringan.
Kriteria hasil:
- Klien dapat memperlihatkan penurunan tanda dan gejala kerusakan jaringan
- Klien dapat mempertahankan sirkulasi perifer seperti yang ditunjukkan oleh berkurangnya
ulkus,oedem, dan warna ekstremitas yang baik
- Klien dapat mengatakan rasa nyerinya berkurang
- Klien mengurang penggunaan obat-obatan penghilang rasa nyeri
- Klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan

Intervensi:
1. Instruksikan program latihan atau ROM aktif/ pasif pada ekstremitas setiap 2 jam
sebagaimana yang diperlukan.
Rasional: Latihan dapat meningkatkan sirkulasi yang adekuat dan
pembentukan darah kolateral
2. Jaga ketinggian kaki atau sedikit lebih rendah dari pada jantung.
Rasional: Gaya gravitasi meningkatkan sirkulasi arteri dan menurunkan rasa nyeri
3. Awasi tanda- tanda vital, perhatikan kekuatan dan kesamaan nadi perifer.
Rasional; Indikator umum status sirkulasi keadekuatan perfusi
4. Kaji warna kulit dan suhu pada daerah yang immobilisasi.
Rasional: Perubahan warna kulit dan penurunan suhu mengindikasikan adanya gangguan
sirkulasi yang bisa mengakibatkan nekrosis jaringan
5. Kolaborasi pemberian cairan intra vena sesuai indikasi.
Rasional: Mempertahan volume sirkulasi untuk memaksimalkan perfusi
jaringan
6. Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh Hb/Ht
Rasional: Indikator hipovolemia/ dehidrasi yang dapat mengganggu perfusi
jaringan

7. Koping keluarga tak efektif yang berhubungan dengan luka kronis, perubahan body image.
Tujuan: koping keluarga efektif
Kriteria hasil:
- Keluarga mampu mengungkapkan perasaannya tentang perubahan penampilan pada klien.
- Keluarga dapat mengekspresikan perasaan cemasnya, kedukaan dan adanya sesuatu yang
hilang pada klien
- Keluarga mampu beradaptasi sesuai dengan keadaan klien
- Keluarga memberi support yang tinggi pada klien dalam menjalani hidup selanjutnya.
Intervensi:
1. Bina hubungan saling percaya
Rasional; Menimbulkan kepercayaan pada perawat sehingga mempermudah melakukan
komunikasi untuk tindakan selanjutnya.
2. Berikan kesempatan kelurga dan klien untuk mengungkapkan perasaannya saat ini dengan
memvalidasi dan mengobservasi perasaan keluarga dan klien.
Rasional: Membantu mengurangi beban pikiran klien dan keluarga karena perasaanya
tersalurkan dan perawat mengetahui penyebab masalahnya
3. Berikan informasi yang diperlukan klien dan keluarga tentang proses terjadinya ulkus
Rasional: Membantu mengurangi ketakutan dan kecemasan klien dan keluarga
4. Libatkan klien dan keluarga dalam rencana perawatan yang lebih lanjut.
Rasional: Menjadikan klien dan keluarga bagian dari rencana keperawatan dan membantu
klien menerima kenyataan yang ada.
5. Anjurkan keluarga untuk selalu memberi reinforcement positif dan support mental pada
klien.
Rasional: Dukungan keluarga sangat membantu dalam meningkatkan
kepercayaan diri klien
6. Tunjukkan sikap menerima terhadap perubahan body image, kali perasaan malu atas
perubahan fisiknya dan kaji perubahan penerimaan keluarga juga adanya negatif pada diri
klien.
Rasional: Memberikan rasa percaya diri pada klien dan membantu
menghilangkan perasan negatifnya.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman
Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta, Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. (ed.6).
(vol.2). Jakarta: EGC
Rendy, M.C & Margareth (2012). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit Dalam. Nuha
Medika: yokjakarta
Sudoyo. A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S. (2006). Buku ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid 1 (ed.4). Jakarta: FKUI

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2012

Kata pengantar

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya kerena penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Makalah reforting kelompok 10 yang berjudul “DEKUBITUS” ini, disusun untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Sistem Integumen .

Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Ibu Nita selaku dosen tutor mata kuliah Sistem Respirasi yang memberikan
pengajaran kepada penulis;
2. Orang tua kami tercinta yang selalu memberikan doa restu dan dukungan dalam
proses pembelajaran kami di Fakultas Ilmu Keperawatan;
3. Pihak lain yang tidak dapat penulis kemukakan satu per satu, terima kasih atas
dukungannya, semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan yang lebih baik.

Penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak demi perbaikan di hari
kemudian.

Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dalam proses
pembelajaran di Fakultas Ilmu Keperawatan.

Jatinangor, November 2012

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

1. A. Latar Belakang

Salah satu aspek penting dalam pelayananan keperawatan adalah menjaga dan
mempertahankan integritas kulit klien agar senantiasa terjaga dan utuh. Intervensi dalam
perawatan kulit klien akan menjadi salah satu indikator kualitas pelayanan keperawatan yang
diberikan. Kerusakan integriritas kulit dapat berasal dari luka karena trauma dan
pembedahan, namun juga dapat disebabkan karena tertekannya kulit dalm waktu yang lama
yang menyebabkan iritasi dan akan berkembang menjadi luka tekan atau dekubitus (Kozier,
1993). Dekubitus merupakan problem yang serius karena dapat mengakibatkan meningkatnya
biaya, lama perawatan dirumah sakit karena memperlambat program rehabilitasi bagi
penderita (Potter, Perry, 1993). Selain itu dekubitus juga dapat menyebabkan nyeri yang
berkepanjangan, rasa tidak nyaman, tergangu dan frustasi yang menghinggapi para pasien
dan meningkatkan biaya dalam penaganan. Perawat sebagai kesehatan yang memiliki
tanggung jawab utama dalam mencegah kejadian dekubitus perlu mnerapkan pengetahuan
terbaik yang dimilikinya dalam mencegah berkembangnya kejadina dekubitus (Moore, et al,
2004).

1. B. Tujuan penulisan

Penulisan makalah ini dilakukan untuk memenuhi tujuan-tujuan yang diharapkan dapat
bermanfaat bagi kita semua dalam menambah ilmu pengetahuan dan wawasan. Secara
terperinci tujuan dari penelitian dan penulisan makalah ini adalah :

1. Mengetahui anatomi fisiologi sistem yang mendasari kasus dekubitus


2. Mengetahui pengertian dari dekubitus
3. Mengetahui faktor penyebab terjadinya dekubitus
4. Mengetahui perjalanan timbulnya dekubitus
5. Mengetahui asuhan keperawatan pada dekubitus

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. A. Kasus Pemicu

Bapak S, usia 75 tahun dirawat di Ruang Perawatan Saraf dengan keluhan utama kelumpuhan
pada kedua ekstremitas atas dan bawah. Menurut anak Bapak S yang sedang menunggu di
ruangan tersebut, mengatakan bahwa ayahnya telah menderita sakit seperti ini selama 3
bulan. Sebelumnya pernah dirawat di rumah sakit lain selama 2 minggu karena penurunan
kesadaran. Setelah pulih kesadarannya, Bapak S diperbolehkan pulang walaupun masih
mengalami kelumpuhan. Selama di rumah, Bapak S hanya berbaring di tempat tidur dan
dirawat oleh keluarganya. Pasien hanya bisa berubah posisi bila dibantu oleh anggota
keluarganya. Sehari yang lalu, saat dimandikan, anaknya menemukan ada borok di area
bokong yang sudah membesar dan Bapak S pun dibawa ke RS untuk mendapatkan
perawatan. Ketika dilakukan pemeriksaan oleh perawat, ditemukan data: luka ulcer berbentuk
seperti kawah, lapisan kulit terkikis sampai jaringan lemak, warna hitam berbaur jaringan
mati, ukuran 10x15x3 cm, di sekitar luka kulit berwarna pucat, bau khas, pasien tidak merasa
sakit waktu ditekan lukanya, TD 140/30 mmHg, N 60x/menit, RR 18x/menit, S 37,2oC.
Anak Bapak S menyampaikan bahwa ayahnya sulit makan, dan porsi makan yang dihabiskan
hanya 2-3 sendok setiap makan itu pun hanya bubur tanpa sayur dan ikan, pasien juga minum
hanya 5 gelas per hari.

1. B. Anatomi Fisiologi Sistem Integumen

Kulit merupakan organ tubuh paling besar yang melapisi seluruh bagian tubuh, membungkus
daging dan organ-organ yang ada di dalamnya. Luas kulit pada manusia rata-rata 2 meter
persegi dengan berat 10 kg jika ditimbang dengan lemaknya atau 4 kg jika tanpa lemak atau
beratnya sekitar 16 % dari berat badan seseorang.

Kulit memiliki fungsi melindungi bagian tubuh dari berbagai macam gangguan dan
rangsangan luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis,
seperti pembentukan lapisan tanduk secara terus menerus (keratinisasi dan pelepasan sel-sel
kulit ari yang sudah mati), respirasi dan pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan keringat
serta pembentukan pigmen melanin untuk melindungi kulit dari bahaya sinar ultra violet
matahari.Kulit terdiri dari tiga lapisan, yaitu : epidermis (kulit ari), dermis (kulit jangat atau
korium) dan lapisan subkutan. Sebagai gambaran, penampang lintang dan visualisasi struktur
lapisan kulit tersebut dapat dilihat pada gambar berikut :

1. a. Gambar penanmpang kulit b. penampang


lapisan kulit (Epidermis)

1. Epidermis (kulit ari)


Epidermis merupakan bagian kulit paling luar yang paling menarik untuk diperhatikan dalam
perawatan kulit, karena kosmetik dipakai pada bagian epidermis. Ketebalan epidermis
berbeda-beda pada berbagai bagian tubuh, yang paling tebal berukuran 1 milimeter misalnya
pada telapak tangan dan telapak kaki, dan yang paling tipis berukuran 0,05 milimeter terdapat
pada kelopak mata, pipi, dahi dan perut. Sel-sel epidermis disebut keratinosit. Tidak ada
terdapat pembuluh darah pada epidermis. Epidermis melekat erat pada dermis karena secara
fungsional epidermis memperoleh zat-zat makanan dan cairan antar sel dari plasma yang
merembes melalui dinding-dinding kapiler dermis ke dalam epidermis. Pada epidermis
dibedakan atas lima lapisan kulit, yaitu :

a. Lapisan tanduk (stratum corneum)

Merupakan lapisan epidermis yang paling atas, dan menutupi semua lapisan epiderma lebih
ke dalam. Lapisan tanduk terdiri atas beberapa lapis sel pipih, tidak memiliki inti, tidak
mengalami proses metabolisme, tidak berwarna dan sangat sedikit mengandung air.

Pada telapak tangan dan telapak kaki jumlah baris keratinosit jauh lebih banyak, karena di
bagian ini lapisan tanduk jauh lebih tebal. Lapisan tanduk ini sebagian besar terdiri atas
keratin yaitu sejenis protein yang tidak larut dalam air dan sangat resisten terhadap bahan-
bahan kimia. Lapisan ini dikenal dengan lapisan horny, terdiri dari milyaran sel pipih yang
mudah terlepas dan digantikan oleh sel yang baru setiap 4 minggu, karena usia setiap sel
biasanya hanya 28 hari. Pada saat terlepas, kondisi kulit akan terasa sedikit kasar sampai
muncul lapisan baru.

Proses pembaruan lapisan tanduk, terus berlangsung sepanjang hidup, menjadikan kulit ari
memiliki self repairing capacity atau kemampuan memperbaiki diri. Bertambahnya usia
dapat menyebabkan proses keratinisasi berjalan lebih lambat. Ketika usia mencapai sekitar 60
tahunan, proses keratinisasi, membutuhkan waktu sekitar 45 – 50 hari, akibatnya lapisan
tanduk yang sudah menjadi lebih kasar, lebih kering, lebih tebal, timbul bercak-bercak putih
karena melanosit lambat bekerja dan penyebaran melanin tidak lagi merata serta tidak lagi
cepat digantikan oleh lapisan tanduk baru.

Daya elastisitas kulit pada lapisan ini sangat kecil, dan lapisan ini sangat efektif untuk
mencegah terjadinya penguapan air dari lapis-lapis kulit lebih dalam sehingga mampu
memelihara tonus dan turgor kulit, tetapi lapisan tanduk memiliki daya serap air yang cukup
besar.

b. Lapisan bening (stratum lucidum)

Disebut juga lapisan barrier, terletak tepat di bawah lapisan tanduk, dan dianggap
sebagaipenyambung lapisan tanduk dengan lapisan berbutir. Lapisanbening terdiri dari
protoplasma sel-sel jernih yang kecil-kecil, tipisdan bersifat translusen sehingga dapat
dilewati sinar (tembuscahaya). Lapisan ini sangat tampak jelas pada telapak tangan
dantelapak kaki. Proses keratinisasi bermula dari lapisan bening.

c. Lapisan berbutir (stratum granulosum)

Tersusun oleh sel-sel keratinosit berbentuk kumparan yang mengandung butir-butir di dalam
protoplasmanya, berbutir kasa dan berinti mengkerut. Lapisan ini tampak paling jelas pada
kulit telapak tangan dan telapak kaki.
d. Lapisan bertaju (stratum spinosum)

Disebut juga lapisan malphigi terdiri atas sel-sel yang saling berhubungan dengan
perantaraanjembatan-jembatan protoplasma berbentuk kubus. Jika sel-sellapisan saling
berlepasan, maka seakan-akan selnya bertaju.Setiap sel berisi filamen-filamen kecil yang
terdiri atas serabutprotein. Sel-sel pada lapisan taju normal, tersusun menjadibeberapa baris.

Bentuk sel berkisar antara bulat ke bersudut banyak (polygonal), dan makin ke arah
permukaan kulit makin besar ukurannya. Di antara sel-sel taju terdapat celah antar sel halus
yang berguna untuk peredaran cairan jaringan ekstraseluler dan pengantaran butir-butir
melanin. Sel-sel di bagian lapis taju yang lebih dalam, banyak yang berada dalam salah satu
tahap mitosis. Kesatuankesatuan lapisan taju mempunyai susunan kimiawi yang khas; inti inti
sel dalam bagian basal lapis taju mengandung kolesterol, asam amino dan glutation

e. Lapisan benih (stratum germinativum atau stratum basale)

Merupakan lapisan terbawah epidermis, dibentuk oleh satu baris sel torak (silinder) dengan
kedudukan tegak lurus terhadap permukaan dermis. Alas sel-sel torak ini bergerigi dan
bersatu dengan lamina basalis di bawahnya. Lamina basalis yaitu struktur halus yang
membatasi epidermis dengan dermis. Pengaruh lamina basalis cukup besar terhadap
pengaturan metabolisme demo-epidermal dan fungsi-fungsi vital kulit. Di dalam lapisan ini
sel-sel epidermis bertambah banyak melalui mitosis dan sel-sel tadi bergeser ke lapisan-
lapisan lebih atas, akhirnya menjadi sel tanduk. Di dalam lapisan benih terdapat pula sel-sel
bening (clear cells, melanoblas atau melanosit) pembuat pigmen melanin kulit.

2. Dermis

Kulit jangat atau dermis menjadi tempat ujung saraf perasa, tempat keberadaan kandung
rambut, kelenjar keringat, kelenjar-kelenjar palit atau kelenjar minyak, pembuluh-pembuluh
darah dan getah bening, dan otot penegak rambut (muskulus arektor pili). Sel-sel umbi
rambut yang berada di dasar kandung rambut, terus-menerus membelah dalam membentuk
batang rambut. Kelenjar palit yang menempel di saluran kandung rambut, menghasilkan
minyak yang mencapai permukaan kulit melalui muara kandung rambut. Kulit jangat sering
disebut kulit sebenarnya dan 95 % kulit jangat membentuk ketebalan kulit. Ketebalan rata-
rata kulit jangat diperkirakan antara 1 – 2 mm dan yang paling tipis terdapat di kelopak mata
serta yang paling tebal terdapat di telapak tangan dan telapak kaki. Susunan dasar kulit jangat
dibentuk oleh serat-serat, matriks interfibrilar yang menyerupai selai dan sel-sel.

Keberadaan ujung-ujung saraf perasa dalam kulit jangat, memungkinkan membedakan


berbagai rangsangan dari luar. Masingmasing saraf perasa memiliki fungsi tertentu, seperti
saraf dengan fungsi mendeteksi rasa sakit, sentuhan, tekanan, panas, dan dingin. Saraf perasa
juga memungkinkan segera bereaksi terhadap hal-hal yang dapat merugikan diri kita. Jika
kita mendadak menjadi sangat takut atau sangat tegang, otot penegak rambut yang menempel
di kandung rambut, akan mengerut dan menjadikan bulu roma atau bulu kuduk berdiri.
Kelenjar palit yan menempel di kandung rambut memproduksi minyak untuk melumasi
permukaan kulit dan batang rambut. Sekresi minyaknya dikeluarkan melalui muara kandung
rambut. Kelenjar keringat menghasilkan cairan keringat yang dikeluarkan ke permukaan kulit
melalui pori-pori kulit. Di permukaan kulit, minyak dan keringat membentuk lapisan
pelindung yang disebut acid mantel atau sawar asam dengan nilai pH sekitar 5,5. sawar asam
merupakan penghalang alami yang efektif dalam menangkal berkembang biaknya jamur,
bakteri dan berbagai jasad renik lainnya di permukaan kulit. Keberadaan dan keseimbangan
nilai pH, perlu terus-menerus dipertahankan dan dijaga agar jangan sampai menghilang oleh
pemakaian kosmetika.

Pada dasarnya dermis terdiri atas sekumpulan serat-serat elastic yang dapat membuat kulit
berkerut akan kembali ke bentuk semula dan serat protein ini yang disebut kolagen. Serat-
serat kolagen ini disebut juga jaringan penunjang, karena fungsinya dalam membentuk
jaringan-jaringan kulit yang menjaga kekeringan dan kelenturan kulit.

Berkurangnya protein akan menyebabkan kulit menjadi kurang elastis dan mudah mengendur
hingga timbul kerutan. Faktor lain yang menyebabkan kulit berkerut yaitu faktor usia atau
kekurangan gizi. Dari fungsi ini tampak bahwa kolagen mempunyai peran penting bagi
kesehatan dan kecantikan kulit. Perlu diperhatikan bahwa luka yang terjadi di kulit jangat
dapat menimbulkan cacat permanen, hal ini disebabkan kulit jangat tidak memiliki
kemampuan memperbaiki diri sendiri seperti yang dimiliki kulit ari.

Di dalam lapisan kulit jangat terdapat dua macam kelenjar yaitu kelenjar keringat dan
kelenjar palit.

a. Kelenjar keringat

Kelenjar keringat terdiri dari fundus (bagian yang melingkar) dan duet yaitu saluran semacam
pipa yang bermuara pada permukaan kulit membentuk pori-pori keringat. Semua bagian
tubuh dilengkapi dengan kelenjar keringat dan lebih banyak terdapat dipermukaan telapak
tangan, telapak kaki, kening dan di bawah ketiak. Kelenjar keringat mengatur suhu badan dan
membantu membuang sisa-sisa pencernaan dari tubuh. Kegiatannya terutama dirangsang oleh
panas, latihan jasmani, emosi dan obat-obat tertentu. Ada dua jenis kelenjar keringat yaitu :

1. Kelenjar keringat ekrin, kelenjar keringat ini mensekresi cairan jernih, yaitu keringat
yang mengandung 95 – 97 persen air dan mengandung beberapa mineral, seperti garam,
sodium klorida, granula minyak, glusida dan sampingan dari metabolism seluler. Kelenjar
keringat ini terdapat di seluruh kulit, mulai dari telapak tangan dan telapak kaki sampai ke
kulit kepala. Jumlahnya di seluruh badan sekitar dua juta dan menghasilkan 14 liter keringat
dalam waktu 24 jam pada orang dewasa. Bentuk kelenjar keringat ekrin langsing, bergulung-
gulung dan salurannya bermuara langsung pada permukaan kulit yang tidak ada rambutnya.

2. Kelenjar keringat apokrin, yang hanya terdapat di daerah ketiak, puting susu, pusar,
daerah kelamin dan daerah sekitar dubur (anogenital) menghasilkan cairan yang agak kental,
berwarna keputih-putihan serta berbau khas pada setiap orang. Sel kelenjar ini mudah rusak
dan sifatnya alkali sehingga dapat menimbulkan bau. Muaranya berdekatan dengan muara
kelenjar sebasea pada saluran folikel rambut. Kelenjar keringat apokrin jumlahnya tidak
terlalu banyak dan hanya sedikit cairan yang disekresikan dari kelenjar ini. Kelenjar apokrin
mulai aktif setelah usia akil baligh dan aktivitas kelenjar ini dipengaruhi oleh hormon.

b. Kelenjar palit (sebasea)

Kelenjar palit terletak pada bagian atas kulit jangat berdekatan dengan kandung rambut terdiri
dari gelembung-gelembung kecil yang bermuara ke dalam kandung rambut (folikel). Folikel
rambut mengeluarkan lemak yang meminyaki kulit dan menjaga kelunakan rambut. Kelenjar
palit membentuk sebum atau urap kulit. Terkecuali pada telapak tangan dan telapak kaki,
kelenjar palit terdapat di semua bagian tubuh terutama pada bagian muka.

Pada umumnya, satu batang rambut hanya mempunyai satu kelenjar palit atau kelenjar
sebasea yang bermuara pada saluran folikel rambut. Pada kulit kepala, kelenjar palit atau
kelenjar sebasea menghasilkan minyak untuk melumasi rambut dan kulit kepala. Pada
kebotakan orang dewasa, ditemukan bahwa kelenjar palit atau kelenjar sebasea membesar
sedangkan folikel rambut mengecil. Pada kulit badan termasuk pada bagian wajah, jika
produksi minyak dari kelenjar palit atau kelenjar sebasea berlebihan, maka kulit akan lebih
berminyak sehingga memudahkan timbulnya jerawat.

1. Lapisan Subkutan / jaringan penyambung

Lapisan ini terutama mengandung jaringan lemak, pembuluh darah dan limfe, saraf-saraf
yang berjalan sejajar dengan permukaan kulit. Cabang-cabang dari pembuluh-pembuluh dan
saraf-saraf menuju lapisan kulit jangat. Jaringan ikat bawah kulit berfungsi sebagai bantalan
atau penyangga benturan bagi organ-organ tubuh bagian dalam, membentuk kontur tubuh dan
sebagai cadangan makanan.

Ketebalan dan kedalaman jaringan lemak bervariasi sepanjang kontur tubuh, paling tebal di
daerah pantat dan paling tipis terdapat di kelopak mata. Jika usia menjadi tua, kinerja liposit
dalam jaringan ikat bawah kulit juga menurun. Bagian tubuh yang sebelumnya berisi banyak
lemak, lemaknya berkurang sehingga kulit akan mengendur serta makin kehilangan kontur.
Sel lemak ini dipisahkan oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan terdalam banyak mengandung
sel limposit yang menghasilkan banyak lemak. Disebut juga panikulus adiposa yang
berfungsi sebagai cadangan makanan. Sel lemak berfungsi juga sebagai bantalan antara kulit
dan setruktur internal seperti otot dan tulang. Sebagai mobilitas kulit, perubahan kontur tubuh
dan penyekatan panas.Sebagai bantalan terhadap trauma. Tempat penumpukan energi.

4. Vaskularisasi Kulit

Arteri yang memberi nutrisi pada kulit membentuk pleksus terletak antara lapisan
papiler dan retikuler dermis dan selain itu antara dermis dan jaringan subkutis. Cabang kecil
meninggalkan pleksus ini memperdarahi papilla dermis, tiap papilla dermis punya satu arteri
asenden dan satu cabang vena. Pada epidermis tidak terdapat pembuluh darah tapi mendapat
nutrient dari dermis melalui membran epidermis. Vaskularisasi dikulit diatur oleh 2 pleksus,
yaitu pleksus superfisialis dan pleksus profunda.

1. C. Definisi

Dekubitus merupakan nekrosis jaringan lokal yang cenderung terjadi ketika jaringan lunak
tertekan di antara tonjolan tulang dengan permukaan eksternal dalam jangka waktu lama
(National Pressure Ulcer Advisory Panel [NPUAP], 1989a, 1989b).

Ulkus Dekubitus (Luka akibat penekanan, Ulkus kulit, Bedsores) adalah kerusakan kulit yang
terjadi akibat kekurangan aliran darah dan iritasi pada kulit yang menutupi tulang yang
menonjol, dimana kulit tersebut mendapatkan tekanan dari tempat tidur, kursi roda, gips,
pembidaian atau benda keras lainnya dalam jangka panjang.
Dekubitus adalah kerusakan atau kematian kulit sampai jaringan dibawah kulit, bahkan
menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area secara
terus-menerus sehingga mengakibtakan ganguan sirkulasi darah setempat (Hidayat,2009).

Dekubitus adalah kerusakan struktur anatomis dan fungsi kulit normal akibat dari tekanan
eksternal yang berhubungan dengan penonjolan tulang dan tidak sembuh dengan urutan dan
waktu biasa. Selanjutnya, gangguan ini terjadi pada individu yang berada di atas kursi atau di
atas tempat tidur , sering kali pada inkontinensia dan malnutrisi ataupun individu yang
mengalami kesulitan makan sendiri, serta mengalami gangguan tingkat kesadaran.

1. D. Etiologi

Primer : Iskemia, tekanan intraokuler dan suprakapiler, dan dilatasi pembuluh darah.
Sekunder : Gangguan saraf vasomotorik, sensorik dan motorik, malnutrisi, anemia,demam,
infeksi, hygine yg buruk, kemunduran mental dan penurunan kesadaran.

Faktor Resiko

Luka Dekubitus disebabkan oleh kombinasi dari faktor ekstrinsik dan intrinsik pada pasien.
a. Faktor Ekstrinsik

1. Tekanan : kulit dan jaringan dibawahnya tertekan antara tulang dengan permukaan
keras lainnya, seperti tempat tidur dan meja operasi. Tekanan ringan dalam waktu yang lama
sama bahayanya dengan tekanan besar dalam waktu singkat. Terjadi gangguan mikrosirkulasi
lokal kemudian menyebabkan hipoksi dan nekrosis. tekanan antar muka ( interface pressure).
Tekanan antar muka adalah kekuatan per unit area antara tubuh dengan permukaan matras.
Apabila tekanan antar muka lebih besar daripada tekanan kapiler rata rata, maka pembuluh
darah kapiler akan mudah kolap, daerah tersebut menjadi lebih mudah untuk terjadinya
iskemia dan nekrotik. Tekanan kapiler rata rata adalah sekitar 32 mmHg.

2. Gesekan dan pergeseran : gesekan berulang akan menyebabkan abrasi sehingga


integritas jaringan rusak. Kulit mengalami regangan, lapisan kulit bergeser terjadi gangguan
mikrosirkulasi lokal.

3. Kelembaban : akan menyebabkan maserasi, biasanya akibat inkontinensia, drain dan


keringat. Jaringan yang mengalami maserasi akan mudah mengalami erosi. Selain itu
kelembapan juga mengakibatkan kulit mudah terkena pergesekan (friction) dan perobekan
jaringan (shear). Inkontinensia alvi lebih signifikan dalam perkembangan luka tekan daripada
inkontinensia urin karena adanya bakteri dan enzim pada feses dapat merusak permukaan
kulit.

4. Kebersihan tempat tidur, alat-alat tenun yang kusut dan kotor, atau peralatan medik
yang menyebabkan klien terfiksasi pada suatu sikap tertentu juga memudahkan terjadinya
dekubitus.

b. Fase Intrinsik

1. Usia : pada usia lanjut akan terjadi penurunan elastisitas dan vaskularisasi. Pasien yang
sudah tua memiliki resiko yang tinggi untuk terkena luka tekan karena kulit dan jaringan akan
berubah seiring dengan penuaan. Penuaan mengakibatkan kehilangan otot, penurunan kadar
serum albumin, penurunan respon inflamatori, penurunan elastisitas kulit, serta penurunan
kohesi antara epidermis dan dermis. Perubahan ini berkombinasi dengan faktor penuaan lain
akan membuat kulit menjadi berkurang toleransinya terhadap tekanan, pergesekan, dan
tenaga yang merobek. Selain itu, akibat dari penuaan adalah berkurangnya jaringan lemak
subkutan, berkurangnya jaringan kolagen dan elastin. menurunnya efesiensi kolateral kapiler
pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis dan rapuh.

2. Penurunan sensori persepsi : Pasien dengan penurunan sensori persepsi akan mengalami
penurunan untuk merasakan sensari nyeri akibat tekanan diatas tulang yang menonjol. Bila
ini terjadi dalam durasi yang lama, pasien akan mudah terkena luka tekan. karena nyeri
merupakan suatu tanda yang secara normal mendorong seseorang untuk bergerak. Kerusakan
saraf (misalnya akibat cedera, stroke, diabetes) dan koma bisa menyebabkan berkurangnya
kemampuan untuk merasakan nyeri.

3. Penurunan kesadaran : gangguan neurologis, trauma, analgetik narkotik.

4. Malnutrisi : Orang-orang yang mengalami kekurangan gizi (malnutrisi) tidak memiliki


lapisan lemak sebagai pelindung dan kulitnya tidak mengalami pemulihan sempurna karena
kekurangan zat-zat gizi yang penting.
Karena itu klien malnutrisi juga memiliki resiko tinggi menderita ulkus dekubitus. Selain itu,
malnutrisi dapat gangguan penyembuhan luka. Biasanya berhubungan dengan hipoalbumin.
Hipoalbuminemia, kehilangan berat badan, dan malnutrisi umumnya diidentifikasi sebagai
faktor predisposisi untuk terjadinya luka tekan. Menurut penelitian Guenter (2000) stadium
tiga dan empat dari luka tekan pada orang tua berhubungan dengan penurunan berat badan,
rendahnya kadar albumin, dan intake makanan yang tidak mencukupi.

5. Mobilitas dan aktivitas : Mobilitas adalah kemampuan untuk mengubah dan


mengontrol posisi tubuh, sedangkan aktivitas adalah kemampuan untuk berpindah. Pasien
yang berbaring terus menerus ditempat tidur tanpa mampu untuk merubah posisi beresiko
tinggi untuk terkena luka tekan. Orang-orang yang tidak dapat bergerak (misalnya lumpuh,
sangat lemah, dipasung). Imobilitas adalah faktor yang paling signifikan dalam kejadian luka
tekan.

6. Merokok : Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran darah dan
memiliki efek toksik terhadap endotelium pembuluh darah. Menurut hasil penelitian Suriadi
(2002) ada hubungaan yang signifikan antara merokok dengan perkembangan terhadap luka
tekan.

7. Temperatur kulit : Menurut hasil penelitian Sugama (1992) peningkatan temperatur


merupakan faktor yang signifikan dengan resiko terjadinya luka tekan.

8. Kemampuan sistem kardiovaskuler menurun, sehingga perfusi kulit menurun.

9. Anemia

10. Hipoalbuminemia, beresiko tinggi terkena dekubitus dan memperlambat


penyembuhannya.

11. Penyakit-penyakit yang merusak pembuluh darah juga mempermudah terkena


dekubitus dan memperburuk dekubitus.
1. E. Stadium luka bakar

Menurut NPUAP ( National Pressure Ulcer Advisory Panel ), luka tekan dibagi menjadi
empat stadium ,yaitu :

 Stadium 1 : Ulserasi terbatas pada epidermis dan dermis dengan eritema pada kulit.
Penderita dengan sensibilitas baik akan mengeluh nyeri, stadium ini biasanya
reversible dan dapat sembuh dalam 5-10 hari.
 Stadium 2 : Ulserasi mengenai dermis, epidermis dan meluas ke jaringan adiposa
terlihat eritema dan indurasi serta kerusakan kulit partial (epidermis dan sebagian
dermis) ditandai dengan adanya lecet dan lepuh . Stadium ini dapat sembuh dalam 10-
15 hari.
 Stadium 3 : Ulserasi meluas sampai ke lapisan lemak subkulit dan otot sudah mulai
terganggu dengan adanya edema dan inflamasi, infeksi akan hilang struktur fibril.
Kerusakan seluruh lapisan kulit sampai subkutis, tidak melewati fascia. Biasanya
sembuh dalam 3-8 minggu.
 Stadium 4 : Ulserasi dan nekrosis meluas mengenai fasia,otot serta sendi. Dapat
sembuh dalam 3-6 bulan.

1. F. Manifestasi klinis

Stadium 1 : Ulserasi terbatas pada epidermis. Adanya eritema/kemerahan pada kulit


setempat yang menetap, atau bila ditekan dengan jari, tanda eritema tidak kembali putih.
Penderita dengan sensibilitas baik akan mengeluh nyeri. Adanya perubahan temperatur kulit
(lebih dingin/lebih hangat), perubahan konsistensi jaringan (lebih keras/lunak). Eritema ini
akan sembuh dalam 5-10 hari.

Stadium 2 : Adanya kerusakan pada epitel kulit yaitu lapisan epidermis dan dermis.
Kemudian ditandai dengan adanya luka lecet atau melepuh. Biasanya akan sembuh dalam 10-
15 hari.

Stadium 3 : kerusakan pada semua lapisan kulit atau sampai jaringan subkutis dan
mengalami nekrosis dengan tanpa kapasitas yang dalam. Adanya edema, inflamasi, infeksi
dan hilangnya struktur fibril. Tepi ulkus tidak teratur dan terlihat hiper/hipopigmentasi
dengan fibrosis. Biasanya sembuh 3-8 minggu.

Stadium 4 : adanya kerusakan pada ketebalan kulit dan nekrosis hingga jaringan bahkan
tulang atau tendon dengan kapasitas yang dalam. Biasanya sembuh dalam 3-6 bulan. Purulen,
bau, busuk, sepsis

1. G. Pencegahan dekubitus

Untuk mencegah terbentuknya ulkus dekubitus bisa dilakukan beberapa tindakan berikut:

 Merubah posisi pasien yang tidak dapat bergerak sendiri, minimal setiap

2 jam sekali untuk mengurangi tekanan


 Melindungi bagian tubuh yang tulangnya menonjol dengan bahan-bahaan

yang lembut (misalnya bantal, bantalan busa)

 Mengkonsumsi makanan sehat dengan zat gizi yang seimbang


 Menjaga kebersihan kulit dan mengusahakan agar kulit tetap kering.
 Jika pasen harus menjalani tirah baring dalam waktu yang lama, bias

digunakan kasur khusus, yaitu kasur yang diisi dengan air atau udara

 Lakukan teknik pengangkatan pasien yang memperkecil gesekan dan friksi pada kulit.
 Ajarkan teknik melakukan gerakan-gerakan ROM untuk membuat pergerakan.
 Menyediakan penyangga yang nyaman dan ventilasi yang baik dan tidak membatasi
gerakan.

1. H. Penatalaksanaan

 Stadium I

Kulit yang kemerahan dibersihkan hati-hati dengan air hangat dan sabun, diberi lotion.
Kemudian dimassage selama 2-3 kali sehari.

 Stadium II

Perawatan luka harus memperhatikan teknik aseptic dan antiseptic. Daerah bersangkutan
digesek dengan es dan dihembus dengan udraa hangat secara bergantian untuk merangsang
sirkulasi. Dapat diberikan juga salep topical, mungkin juga untuk merangsang tumbuhnya
jaringan muda. Pergantian balutan dan salep ini jangna terlalu sering karena justru akan
merusak pertumbuhan jaringan yang di harapkan.

 Stadium III

Usahakan luka selalu bersih dan eksudat diusahakan dapat mengalir keluar. Balutan jangan
terlalu tebal dan sebaiknya transparan sehingga permeable untuk masuknya udara atau
oksigen dan penguapan lebih mudah. Kelembapan luka dijaga tetap basah, karen a akan
mempermudah regenerasi sel-sel kulit. Jika luka kotor dapat di cuci dengan larutan NaCl
fisiologis, antibiotic sistemik juga mungkin akan diperlukan.

 Stadium IV

Penatalaksanaan dari stadium I-III tetap dilaksanakan dan jaringan nekrotik harus dibersihkan
karena akan menghalangi pertumbuhan jaringan yang baru. Beberapa preparat enzim coba
diberikan untuk tujuan mengurangi perdarahan, dibanding tindakan bedah yang juga
merupakan alternative lain. Memberikan oksigenasi pada daerah luka. Tindakan dengan
ultrasonografi untuk membuka sumbatan-sumbatan pembuluh darah dan sampai pada
transplantasi kulit.

Mengangkat jaringan nekrotik ada 7 metode


a) analytic debridement = balutan lembab untuk memicu autolysis oleh enzim
tubuh,prosesnya lambat tapi tidak nyeri

b) biological debridement = menggunakan belatung untuk memakan jaringan nekrosis

c) chemical debridement = menggunakan enzim

d) mechanical debridement = menggunakan kassa basah, lalu biarkan kering, lalu


mengnagkatnya

e) sharp = menggunakan scalpel untuk membuang jaringan

f) surgical = cepat dan tidak nyeri

g) ultrasound-assisted therapy = memisahkan jaringan nekrosis dgn jaringan yg sehat


menggunakan ultrasonik

1. I. Pemeriksaan
1. Kultur dan analisis urin: Kultur ini dibutuhakan pada keadaan inkontinensia
untuk melihat apakah ada masalah pada ginjal atau infeksi saluran kencing,
terutama pada trauma medula spinalis.
2. Kultur Tinja: Pemeriksaan ini perlu pada keadaan inkontinesia alvi untuk
melihat leukosit dan toksin Clostridium difficile ketika terjadi
pseudomembranous colitis.
3. Biopsi: Biopsi penting pada keadaan luka yang tidak mengalami perbaikan
dengan pengobatan yang intensif atau pada ulkus dekubitus kronik untuk
melihat apakah terjadi proses yang mengarah pada keganasan. Selain itu,
biopsi bertujuan untuk melihat jenis bakteri yang menginfeksi ulkus dekubitus.
Biopsi tulang perlu dilakukan bila terjadi osteomyelitis.
4. Pemeriksaan Darah: Untuk melihat reaksi inflamasi yang terjadi perlu
diperiksa sel darah putih dan laju endap darah. Kultur darah dibutuhkan jika
terjadi bakteremia dan sepsis.
5. Keadaan Nutrisi: Pemeriksaan keadaan nutrisi pada penderita penting untuk
proses penyembuhan ulkus dekubitus. Hal yang perlu diperiksa adalah
albumin level, prealbumin level, transferrin level, dan serum protein level.
2. Radiologis: Pemeriksaan radiologi untuk melihat adanya kerusakan tulang akibat
osteomyelitis. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan sinar-X,scan tulang atau MRI.

J. Legal Etik

1. Autonomy (hak pasien memilih)


Hak pasien untuk memilih treatment terbaik untuk dirinya
2. Beneficence (Bertindak untuk keuntungan orang lain/pasien)
Kewajiban untuk melakukan hal tidak membahayakan pasien/ orang lain dan secara
aktif berkontribusi bagi kesehatan dan kesejahteraan pasiennya
3. Non-Maleficence (utamakan-tidak mencederai orang lain)
kewajiban perawat untuk tidak dengan sengaja menimbulkan kerugian atau cidera
Prinsip :
Jangan membunuh, menghilangkan nyawa orang lain, jangan menyebabkab nyeri atau
penderitaan pada orang lain, jangan membuat orang lain berdaya dan melukai
perasaaan orang lain.
4. Confidentiality (hak kerahasiaan)
menghargai kerahasiaan terhadap semua informasi tentang pasien/klien yang
dipercayakan pasien kepada perawat.
5. Justice (keadilan)
kewajiban untuk berlaku adil kepada semua orang. Perkataan adil sendiri berarti tidak
memihak atau tidak berat sebelah.
6. Fidelity (loyalty/ketaatan)
– Kewajiban untuk setia terhadap kesepakatan dan bertanggungjawab terhadap
kesepakatan yang telah diambil
– Era modern , pelayanan kesehatan : Upaya Tim (tanggungjawab tidak hanya pada
satu profesi). 80% kebutuhan pt dipenuhi perawat
– Masing-masing profesi memiliki aturan tersendiri yang berlaku
– Memiliki keterbatasan peran dan berpraktik dengan menurut aturan yang disepakati.
7. Veracity (Truthfullness & honesty)
Kewajiban untuk mengatakan kebenaran.
– Terkait erat dengan prinsip otonomi, khususnya terkait informed-consent
– Prinsip veracity mengikat pasien dan perawat untuk selalu mengutarakan kebenaran.

K. Patofisiologi

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

1. A. Pengkajian fokus

 Identitas

Nama : Bpk. S

Usia : 75 tahun

Jenis kelamin : laki- laki

Pekerjaan : –
 Keluhan Utama

Kelumpuhan pada ektermitas atas dan bawah

 Riwayat Kesehatan

Sekarang :

pasien hanya bisa berubah posisi bila dibantu oleh anggota keluarganya, suit makan, dan
porsi makan yang dihabiskan hanya 2-3 sendok setiap kali makan itupun hanya bubur tanpa
sayur dan ikan, pasien juga minum hanya 5 gelas perhari.

Dahulu :

Pernah dirawat di rumah sakit lain selama 2 minggu karena penurunan kesadaran, saat
dimandikan anaknya melihat ada boro diarea bokong yang sudah membesar.

Keluarga :

 Hasil pemeriksaan

Fisik :

– Luka ulser berbentuk seperti kawah

– Lapisan kulit terkikis sampai jaringan lemak

– Warna hitam berbaur jaringan mati

– Ukuran 10x15x3 cm

– Di sekitar luka kulit berwarna pucat, bau khas

– Pasien tidak merasa sakit waktu ditekan lukanya

– TD 140/90 MmHg

– Nadi 60 x/ menit

– RR 18x/ menit

– Suhu 37,2 celcius

1. B. Analisa Data

No. Data Menyimpang Etiologi Masalah


1. DS : sehari yang lalu, anaknya menemukan ada borok Faktor pencetus Kerusakan
di area bokong yang sudah membesar. DO : luka ulcer Aliran darah Integritas Kulit
berbentuk seperti kawah, lapisan kulit terkikis sampai menurun atau
jaringan lemak, warna hitam berbaur jaringan mati, hilang
ukuran 10x15x3 cm, di sekitar luka kulit berwarna
pucat, bau khas, pasien tidak merasa sakit waktu Hipoksia
ditekan lukanya
Iskemia

dekubitus

hilangnya
sebagian kulit

kerusakan
itegritas kulit
Factor pencetus

Aliran darah
berkurang

Hipoksia

Cedera iskemia
DS : Anak Bapak S menyampaikan bahwa ayahnya
Dekubitus
sulit makan, dan porsi makan yang dihabiskan hanya 2- Resti
3 sendok setiap makan itu pun hanya bubur tanpa sayur Perubahan
2. Hilang sebagian
dan ikan Nutrisi kurang
kulit
dari kebutuhan
DO: BB klien ( dikaji )
Keterbatasan
gerak

Intake makanan
yg tdk adekuat

Resti Perubahan
Nutrisi kurang
dari kebutuhan
Factor pencetus

Aliran darah
berkurang
DS: kelumpuhan pada kedua ekstremitas atas dan
bawah. Bapak S hanya berbaring di tempat tidur dan Kerusakan
3. Hipoksia
dirawat oleh keluarganya. Pasien hanya bisa berubah Mobilitas Fisik
posisi bila dibantu oleh anggota keluarganya.
Cedera iskemia

Dekubitus
Hilang sebagian
kulit

Keterbatasan
gerak

Kerusakan
Mobilitas fisik
Factor pencetus

Aliran darah
berkurang

DS: Ada borok di area bokong Hipoksia

4. DO: ulser berbentuk kawah,berbau khas Cedera iskemia Resiko Infeksi

Leukosi : kurang dari normal (dikaji) Dekubitus

Hilang sebagian
kulit,adanya luka

Resiko infeksi

1. C. Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa
No. Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
Mandiri:  Pencegahan adalah
pengobatan terbaik
 Lakukan  Meningkatkan
tindakan sirkulasi, gerakan
Kerusakan
pencegahan sendi
integritas kulit Setelah diberikan asuhan
pada pasien  Memberi waktu
b.d iskemia keperawatan selama 3×24
risiko kerusakan lebih lama bebas
ditandai dengan jam maka integritas kulit
kulit. dari tekanan.
DO: 1 hari yang pasien teratasi dengan
 Ubah posisi di  Menghindari friksi/
lalu saat criteria :
tempat tidur dan abrasi kulit.
dimandikan
1. kursi kurang  Mengurangi risiko
anaknya  Menunjukkan
lebih 2 jam abrasi kulit.
menemukan regenerasi kulit.
sekali.  Intervensi tepat
borok di  Menunjukkan
 Gunakan jadwal waktu dapat
bokong. DS: penyembuhan
rotasi dalam mencegah
luka berbentuk dekubitus.
membalikan kerusakan yang
kawah ukuran
pasien. lebih parah.
10x15x3 cm
 Pertahankan  Penggunaan dapat
agar sprei, meningkatkan
selimut tetap kesembuhan
kering dan tidak  Membantu dalam
melipat. penembuhan/
 Gunakan regenerasi seluler.
pelindung lutut,
siku, bantalan di
setiap tonjolan
tulang.
 Observasi
bagian-bagian
yang berisiko
terjadi
dekubitus.

Kolaborasi

 Bantu
penggunaan
topikal.
 Berikan
tambahan zat
besi dan vitamin
c.

 Jelaskan  Akan meningkatkan


pentingnya daya tahan tubuh
nutrisi bagi terhadap penyakit
tubuh  Meminimalkan
 Anjurkan klien anoreksia & mual
makan sedikit  Kontrol terhadap
tapi sering pembatasan diet &
 Berikan klien meningkatkan nafsu
daftar makanan makan
Resting yang diijinkan  Perawatan mulut
perubahan dan dorong klien membantu
Setelah dilakukan
nutrisi kurang terlibat dalam meningkatkan nafsu
perawatan 1×24 jam
dari kebutuhan pemilihan menu makan
diharapkan pasien dapat:
b.d nafsu makan  Lakukan oral  Perubahan berat
2. menunjukan pola makan
menurun hygiene sebelum badan menunjukkan
yang baik dan
ditandai dengan makan ketidak seimbangan
menunjukan kemajuan bb
DO: makan  Timbang berat cairan
yg lebih baik
hanya 2-3 badan tiap hari  Immobilitas dapat
sendok bubur  Auskultasi menurunkan bising
bising usus usus
 Kolaborasi  a. Menentukan
dengan: kalori dan
kebutuhan nutrisi
a. Tim gizi  b. Menghilangkan
mual dan munta
b. Pemberian antiemetik  c. Penurunan
jumlah albumin
c. Tim medis untuk dapat menghambat
pemberian infus proses
albumin behring penyembuhan luka

 Anjurkan
keluarga
membantu klien
 Menghilangkan
mobilisasi
tekanan pada daerah
 Atur posisi klien
yang terdapat ulkus
tiap 2 jam
 Penghilangan
 Perhatikan
tekanan intermiten
sirkulasi,
 Sirkulasi yang
gerakan dan
terganggu akan
sensasi secara
dapat menyebabkan
sering
edema
Kerusakan  Banti klien
 Mencegah secara
Mobilitas Fisik Setelah dilakukan asuhan untuk latihan
progresif untuk
Yang keperawatan Mobilitas rentang gerak
engencangkan
Bergubungan fisik klien kembali normal secara konsisten
jaringan parut dan
Dengan dengan kriteria hasil: yang diawalai
meningkatka
Pembatasan dengan pasif
pemeliharaan fungsi
Gerakan Yang – Menunjukkan kemudian aktif
3. otot atau sendi
Diharuskan, keinginan berpartisipasi  Dorong
 Meningkatkan
Status Yang Tak dalam aktivitas partisipasi klien
kemandirian dan
Dikondisikan, dalam semua
harga diri
Kehilangan – Menunjukkan perilaku aktivitas sesuai
 Mengurangi
Kontrol Motorik yg mampu melakukan kemampuannya
kelelahan dan
Atau Perubahan aktivitas  Buat jadwal
meningkatkan
Status Mental. latihan secara
toleransi terhadap
teratur
aktivitas
 Tingkatkan
 Meningkatkan hasil
latihan ADL
latihan secara
melalui
optimal dan
fisioterapi,
maksimal
hidroterapi, dan
 Membantu melatih
perawatan
pergerakan
 Kolaborasi
dengan
fisioterapi

 Pantau terhadap  Respon jaringan


tanda- tanda terhadap infiltrasi
Resiko Terhadap Tidak menunjukan tanda
infeksi( rubor,  Patogen yang
Infeksi Yang tanda infeksi dengan
dolor, kalor, bersirkulasi
Berhubungan criteria
fungsiolesa) merangsang
Pemajangan
4.  Observasi tanda- hipotalamus untuk
Ulkus Decubitus 1) Infeksi tidak terjadi.
tanda vital ( menaikkan suhu
Terhadap
suhu, respirasi tubuh
Feses/Drainase 2) Tanda- tanda vital
rate, nadi, tensi)  Mencegah
Urine. dalam batas normal.
 Cuci tangan terjadinya infeksi
sebelum dan silang dari
sesudah lingkungan luka ke
melakukan dalam luka
tindakan.  Mencegah
 Lakukan rawat terjadinya invasi
luka dengan kuman dan
tehnik aseptik kontaminasi bakteri.
dan antiseptik.  Meningkatkan daya
 Anjurkan klien tahan tubuh &
untuk mengganti jaringan
menghabiskan yang rusak,
porsi yang mempercepat
tersedian proses
terutama tinggi penyembuhan.
protein dan  Sesuatu yang kotor
vitamin. merupakan media
 Jaga personal yang baik bagi
higiene klien( kuman.
badan, tempat,  Peningkatan
pakaian) leukosit dan LED
 Kolaborasi merupakan indikasi
dengan tim terjadinya infeksi
medisdalam
penentuan
antibiotik dan
pemeriksaan
leukosit dan
LED

BAB IV

KESIMPULAN

Dekubitus terjadi akibat iskemi jaringan yang berlanjut. Tekanan menyebabkan iskemi
jaringan dan hal ini lebih berat terjadi bila tubuh dibaringkan pada suatu permukaan yang
tidak mengikuti seluruh lekukan bagian tubuh yang di bawah.

Sebagai dasar dari semua faktor penyebab di atas adalah immobilitas. Bila dapat diusahakan
pemerataan kontak bagian-bagian tubuh dengan permukaan alas tidur akan dapat mengurangi
besarnya faktor tekanan.

Keadaan umum yang jelek ditambah suplai darah ke jaringan berkurang pada lanjut usia juga
mempunyai peran untuk terjadinya iskemi jaringan dan timbulnya dekubitus.
Pengelolaan diawali dengan kewaspadaan mengenal penderita dengan resiko tinggi terjadi
dekubitus. Suatu sistem skor, skor dari Norton cukup praktis untuk penapisan awal dan
penilaian selanjutnya dalam kaitan dengan resiko dekubitus. Setelah terjadi dekubitus
tindakan medik disesuaikan dengan stadium/derajat dari dekubitus

Daftar Pustaka

Tambayong,J.2000.PatofisiologiuntukKeperawatan.Jakarta:EGC

Syaifuddin, H. 2006. ANATOMI FISIOLOGI untuk mahasiswa keperawatan Edisi 3.


Jakarta:EGC

Willms,J.2003. Diagnosis Fisik: Evaluasi Diagnosis dan Fungsi di Bangsal.Jakarta:EGC

Suriadi.2004.Perawatan Luka.Jakarta:Sagung Seto

Morison, M. 1995. Manajemen Luka. Jakarta: EGC.

Corwin, E. 2007. Buku saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Berman, A. dkk. 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis Kozier & Erb, Ed. 5. Jakarta:
EGC.

Carpenito, Lynda Juall. 1995. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik. Edisi 6,
Jakarta : EGC

Doenges, M. G. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3 EGC, Jakarta


PERUBAHAN POSISI UNTUK MENCEGAH DECUBITUS; SEJARAH

Secara umum perubahan posisi atau reposisi dipandang sebagai modalitas paling penting dan
paling efektif dalam pencegahan decubitus (Defloor, T. 2000). Dengan melakukan perubahan
posisi secara berkala maka beban tekanan pada daerah penonjolan tulang (bony
prominiences) dapat diinterupsi untuk memberikan kesempatan pada jaringan untuk reperfusi
dengan demikian proses perkembangan decubitus dapat diminimalkan.

Perubahan posisi sudah sangat lama dikenal sebagai modalitas penting dalam pencegahan
decubitus. Robert graves (1976-1853) dalam bukunya Clinical Lctures on the Practice of
Medicine (1848) menyebutkan bahwa decubitus dapat dicegah melalui perubahan posisi
secara teratur.
Pada perang dunia ke II perubahan posisi setiap 2 jam telah diterapkan pada bangsal
perawatan korban perang. Di bangsal ini dua orang serdadu ditugaskan untuk melakukan
perubahan posisi pada seluruh pasien. Segera setelah pasien terakhir direposisi maka kedua
serdadu tersebut kembali mereposisi pasien pertama dan seterusnya. Proses ini membutuhkan
waktu sektiar 2 jam dari pasien pertama hingga pasien terakhir, legenda inilah mungkin yang
mendasari bahwa perubahan posisi dilakukan setiap 2 jam. (Defloor, T. 2000).
Tahun 1955, Gutmann merekomendasikan reposisi seriap 2 jam bagi pasien dengan
paraplegia. Kemudian berbagai rekomendasi seputar durasi reposisi diterbitkan, diantaranya
rekomendasi dari AHCPR (1992) yang merekomendasikan reposisi setiap 2 jam dan Baker
(1992) yang merekomendasikan setiap 3 jam. Sayangnya reposisi setiap 2 jam sangat menyita
waktu perawat (nursing time) dan menjadi intervensi yang kurang nyaman bagi pasien sebab
dapat mengganggu pola tidur.
Xakellis (1995) mengkalkulasi bahwa rata-rata dibutuhkan waktu sekitar 3,5 menit untuk
merubah posisi satu pasien, dengan demikian untuk mereposisi 32 pasien pada satu bangsal
dibutuhkan waktu 2 jam.

Menurut EPUAP-NPUAP 2009 tujuan utama reposisi adalah mendistribusikan tekanan baik
dalam posisi duduk atau berbaring serta memberikan kenyamanan pada pasien. Namun
menurut penulis sebenarnya tujuan ini kurang tepat. Ketika pasien berbaring dalam posisi
supinasi maka tekanan terbesar berada pada daerah sacrum, kemudian ketika kita melakukan
reposisi, misalnya pasien dimiringkan ke lateral kanan maka sebenarnya kita tidak
mendistribusikan tekanan tapi memindahkan tekanan dari daerah sacrum ke daerah trochanter
kanan.

Askep Ulkus Dekubitus

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kita kehilangan sekitar 1 gram sel kulit setiap harinya karena gesekan kullit pada baju dan
aktifitas hygiene yang dilakukan setiap hari seperti mandi. Ulkus dekubitus dapat terjadi pada setiap
tahap umur tetapi hal ini merupakan masalah yang khusus pada lansia. Khususnya pada klien
Imobilitas. Seseorang yang tidak inmobilitas yang tidak berbaring ditempat tidur sampai berminggu-
minggu tanpa terjadi ulkus dekubitus karena dapat berganti posisi beberapa kali dalam sejam.
Penggantian posisi ini, biarpun hanya bergeser, sudah cukup hanya mengganti bagian tubuh yang
kintak dengan alas tempat tidur. Sedangkan imobilitas berlangsung lama. Terjadinya ulkus
disebabkan aliran darah stempat, dan juga keadaan umum si penderita.

Luka dekubitus adalah sesuatu masalah bagi populasi pasien dirawat dirumah sakit atau
dirumah perawatan lainnya. Pasien-pasien tersebut memiliki resiko untuk mengalami terjadinya luka
dekubitus selama perawatan. Insiden dan pravalensi terjadinya luka dekubitus pada populasi ini di
Amerika Serikat cukup tinggi untuk mendapatkan perhatian dari kalangan tenaga kesehatan.
Penelitian menunjukkan bahwa pravalensi luka dekubitus berpariasi, tetapi secara umum dilaporkan
bahwa 5-11% terjadi di tatanan perawatan akut/akut care, 15-25% ditatanan perawatan jangka
panjang dan 7-12% ditatanan perawatan rumah.
B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan ulkus dekubitus?


2. Bagaimana etiologi ulkus dekubitus?
3. Bagaiman pathofisiologi ulkus dekubitus?
4. Bagaimana cara perawatan pada pasien dekubitus?
5. Tinjauan kasus pada pasien dekubitus?

C. TUJUAN MASALAH

1. Untuk mengetahui pengertian Ulkus Dekubitus.


2. Untuk mengetahui etiologi ulkus dekubitus.
3. Untuk mengetahui pathofisiologi ulkus dekubitus
4. Untuk mengetahui cara perawatan pada pasien penderita dekubitus
5. Untuk mengetahui tinjauan kasus pada pasien penderita dekubitus
BAB II

PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN
Ulkus dekubitus merupakan nekrosis jaringan local yang cenderung terjadi ketika jaringan lunak
tertekan di antara tonjolan tulang dengan permukaan eksternal dalam jangka waktu lama (National
Pressure Ulcer Advisory Panel [NPUAP], 1989a, 1989b).
Sebuah definisi baru telah diajukan di Konferensi Nasional NPUAP ke-4 (1995a). Margolis (1995)
menyebutkan “definisi terbaik dekubitus adalah kerusakan struktur anatomis dan fungsi kulit normal
akibat dari tekanan eksternal yang berhubungan dengan penonjolan tulang dan tidak sembuh
dengan urutan dan waktu biasa. Selanjutnya, gangguan ini terjadi pada individu yang berada di atas
kursi atau di atas tempat tidur , sering kali pada inkontinensia dan malnutrisi ataupun individu yang
mengalami kesulitan makan sendiri, serta mengalami gangguan tingkat kesadaran.”
Dekubitus sering disebut ulkus dermal / ulkus dekubitus atau luka tekan terjadi akibat tekanan
yang sama pada suatu bagian tubuh yang mengganggu sirkulasi (Harnawatiaj, 2008).
Dekubitus adalah Kerusakan lokal dari kulit dan jaringan dibawah kulit yang disebabkan
penekanan yang terlalu lama pada area tersebut (Ratna Kalijana, 2008)
Ulkus decubitus adalah suatu daerah yang mati jaringan disebabkan karena kurangnya aliran
darah didaerah yang bersangkutan. Decubitus berasal dari bahasa latin yang artinya berbaring.
Berbaring tidak selalu menyebabkan terjadinya luka baring. Karena itu sebagian orang lebih
menyukai istilah luka tekan ( pressure sore) karena tekananlah yang merupakan penyebab utama
terjadinya ulkus decubitus(Wolf. Weitzel & Fuerst (1989: 354) dalam Dasar – dasar Ilmu
Keperawatan)

2. ETIOLOGI
Luka Dekubitus disebabkan oleh kombinasi dari faktor ekstrinsik dan intrinsik pada pasien.
a. Faktor Ekstrinsik
 Tekanan : kulit dan jaringan dibawahnya tertekan antara tulang dengan permukaan keras lainnya,
seperti tempat tidur dan meja operasi. Tekanan ringan dalam waktu yang lama sama bahayanya
dengan tekanan besar dalam waktu singkat. Terjadi gangguan mikrosirkulasi lokal kemudian
menyebabkan hipoksi dan nekrosis. tekanan antar muka ( interface pressure). Tekanan antar muka
adalah kekuatan per unit area antara tubuh dengan permukaan matras. Apabila tekanan antar muka
lebih besar daripada tekanan kapiler rata rata, maka pembuluh darah kapiler akan mudah kolap,
daerah tersebut menjadi lebih mudah untuk terjadinya iskemia dan nekrotik. Tekanan kapiler rata
rata adalah sekitar 32 mmHg.
 Gesekan dan pergeseran : gesekan berulang akan menyebabkan abrasi sehingga integritas jaringan
rusak. Kulit mengalami regangan, lapisan kulit bergeser terjadi gangguan mikrosirkulasi lokal.
 Kelembaban : akan menyebabkan maserasi, biasanya akibat inkontinensia, drain dan keringat.
Jaringan yang mengalami maserasi akan mudah mengalami erosi. Selain itu kelembapan juga
mengakibatkan kulit mudah terkena pergesekan (friction) dan perobekan jaringan (shear).
Inkontinensia alvi lebih signifikan dalam perkembangan luka tekan daripada inkontinensia urin
karena adanya bakteri dan enzim pada feses dapat merusak permukaan kulit.
 Kebersihan tempat tidur, alat-alat tenun yang kusut dan kotor, atau peralatan medik yang
menyebabkan klien terfiksasi pada suatu sikap tertentu juga memudahkan terjadinya dekubitus.
b. Fase Intrinsik
 Usia : pada usia lanjut akan terjadi penurunan elastisitas dan vaskularisasi. Pasien yang sudah tua
memiliki resiko yang tinggi untuk terkena luka tekan karena kulit dan jaringan akan berubah seiring
dengan penuaan. Penuaan mengakibatkan kehilangan otot, penurunan kadar serum albumin,
penurunan respon inflamatori, penurunan elastisitas kulit, serta penurunan kohesi antara epidermis
dan dermis. Perubahan ini berkombinasi dengan faktor penuaan lain akan membuat kulit menjadi
berkurang toleransinya terhadap tekanan, pergesekan, dan tenaga yang merobek. Selain itu, akibat
dari penuaan adalah berkurangnya jaringan lemak subkutan, berkurangnya jaringan kolagen dan
elastin. menurunnya efesiensi kolateral kapiler pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis dan
rapuh.
 . Penurunan sensori persepsi : Pasien dengan penurunan sensori persepsi akan mengalami
penurunan untuk merasakan sensari nyeri akibat tekanan diatas tulang yang menonjol. Bila ini
terjadi dalam durasi yang lama, pasien akan mudah terkena luka tekan. karena nyeri merupakan
suatu tanda yang secara normal mendorong seseorang untuk bergerak. Kerusakan saraf (misalnya
akibat cedera, stroke, diabetes) dan koma bisa menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk
merasakan nyeri.
 Penurunan kesadaran : gangguan neurologis, trauma, analgetik narkotik.
 Malnutrisi : Orang-orang yang mengalami kekurangan gizi (malnutrisi) tidak memiliki lapisan lemak
sebagai pelindung dan kulitnya tidak mengalami pemulihan sempurna karena kekurangan zat-zat gizi
yang penting.
Karena itu klien malnutrisi juga memiliki resiko tinggi menderita ulkus dekubitus. Selain itu,
malnutrisi dapat gangguan penyembuhan luka. Biasanya berhubungan dengan hipoalbumin.
Hipoalbuminemia, kehilangan berat badan, dan malnutrisi umumnya diidentifikasi sebagai faktor
predisposisi untuk terjadinya luka tekan. Menurut penelitian Guenter (2000) stadium tiga dan empat
dari luka tekan pada orang tua berhubungan dengan penurunan berat badan, rendahnya kadar
albumin, dan intake makanan yang tidak mencukupi.
 Mobilitas dan aktivitas : Mobilitas adalah kemampuan untuk mengubah dan mengontrol posisi tubuh,
sedangkan aktivitas adalah kemampuan untuk berpindah. Pasien yang berbaring terus menerus
ditempat tidur tanpa mampu untuk merubah posisi beresiko tinggi untuk terkena luka tekan. Orang-
orang yang tidak dapat bergerak (misalnya lumpuh, sangat lemah, dipasung). Imobilitas adalah
faktor yang paling signifikan dalam kejadian luka tekan.
 Merokok : Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran darah dan memiliki efek toksik
terhadap endotelium pembuluh darah. Menurut hasil penelitian Suriadi (2002) ada hubungaan yang
signifikan antara merokok dengan perkembangan terhadap luka tekan.
 Temperatur kulit : Menurut hasil penelitian Sugama (1992) peningkatan temperatur merupakan faktor
yang signifikan dengan resiko terjadinya luka tekan.
 Kemampuan sistem kardiovaskuler menurun, sehingga perfusi kulit menurun.
 Anemia
 Hipoalbuminemia, beresiko tinggi terkena dekubitus dan memperlambat penyembuhannya.
 Penyakit-penyakit yang merusak pembuluh darah juga mempermudah terkena dekubitus dan
memperburuk dekubitus.

3. PATHOFISIOLOGI
Tiga elemen yang mendasar terjadi dekubitus yaitu :
1. Intensitas tekanan dan tekanan yang menutup kapiler (Landis,1930)
2. Durasi dan besarnya tekanan (Koziak,1959)
3. Toleransi jaringan (Husain, 1953;Trumble, 1930)

Dekubitus terjadi sebagai hubungan antara waktu dengan tekanan(Stotts, 1988). Semakin
besar tekanan, maka semakin besar pula insiden terbentuknya luka. Kulit dan jaringan subkutan
dapat mentoleransi beberapa tekanan. Tapi pada tekanan eksternal terbesar daripada tekanan dasar
kapiler akan menurunkan atau menghilangkan aliran darah ke dalam jaringan sekitarnya. Jaringan ini
menjadi hipoksia sehingga terjadi cedera iskemia. Jika tekanan ini lebih besar dari 32mmHg dan tidak
dihilangkan dari tempat yang mengalami hipoksia, maka pembuluh darah kolaps dan thrombosis
(Maklebust,1987). Jika tekanan dihilangkan sebelum titik kritis maka sirkulasi pada jaringan tersebut
akan pulih kembali melalui mekanisme fisiologis hyperemia reaktif.”karena kulit mempunyai
kemampuan yang lebih besar untuk mentoleransi iskemia dari otot, maka dekubitus dimulai di
tulang dengan iskemia otot yang berhubungan dengan tekanan yang akhirnya melebar ke
epidermis”(Maklebust, 1995)
Pembentukan dekubitus juga berhubungan dengan adanya gaya gesek yang terjadi saat menaikan
posisi klien di atas tempat tidur . Efek tekanan juga dapat ditingkatkan oleh distribusiberat badan
yang tidak merata. Jika tekanan tekanan tidak terdistribusi secara merata pada tubuh maka gradien
tekanan jaringan yang mendapatkan tekanan akan meningkat. Metabolisme sel kulit di titik tekanan
mengalami gangguan. Respon kompensasi jaringan terhadap iskemi yaitu hyperemia reaktif
memungkinkan jaringan iskemia dibanjiri dengan darah ketika tekanan dihilangkan. Peningkatan
aliran darah meningkatkan pengiriman oksigen dan nutrient ke dalam jaringan. Gangguan metabolic
yang disebabkan oleh tekanan dapat kembali normal. Hyperemia reaktif akan efektif hanya apabila
tekanan dihilangkan sebelum terjadi kerusakan. Beberapa penelitian merasa bahwa interval sebelum
terjadi kerusakan berkisar antara 1 sampai 2 jam. Tetapi, hal ini interval waktu subjectif, dan tidak
berdasarkan data pengkajian klien.

4. PATWAY
5. MANIFESTASI KLINIK

Terjadi pada pasien-pasien paraplegia, quadriplegia, spina bifida, multipel


sklerosis dan imobilisasi lama di rumah sakit. Selain itu, factor lain perlu diketahui dari riwayat
penderita meliputi onset, durasi, riwayat pengobatan sebelumnya, perawatan luka, riwayat operasi
sebelumnya, status gizi dan perubahan berat badan, riwayat alergi, konsumsi alkohol, merokok serta
keadaan sosial ekonomi penderita. Anamnesa sistem termasuk di dalamnya antara lain demam,
keringat malam, spasme (kaku), kelumpuhan, bau, nyeri (Arwaniku, 2007). Menurut NPUAP (
National Pressure Ulcer Advisory Panel ).

Luka tekan dibagi menjadi empat stadium ,yaitu :


 Stadium 1 : Ulserasi terbatas pada epidermis dan dermis dengan eritema pada kulit. Penderita
dengan sensibilitas baik akan mengeluh nyeri, stadium ini biasanya reversible dan dapat sembuh
dalam 5-10 hari.
Tanda dan Gejala : Adanya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila dibandingkan
dengan kulit yang normal, maka akan tampak salah satu tanda sebagai berikut: perubahan
temperatur kulit (lebih dingin atau lebih hangat), Perubahan konsistensi jaringan (lebih keras atau
lunak), Perubahan sensasi (gatal atau nyeri), Pada orang yang berkulit putih, luka mungkin kelihatan
sebagai kemerahan yang menetap. Sedangkan pada yang berkulit gelap, luka akan kelihatan sebagai
warna merah yang menetap, biru atau ungu.
 Stadium 2 : Ulserasi mengenai dermis, epidermis dan meluas ke jaringan adiposa terlihat eritema
dan indurasi serta kerusakan kulit partial (epidermis dan sebagian dermis) ditandai dengan adanya
lecet dan lepuh . Stadium ini dapat sembuh dalam 10-15 hari.
Tanda dan Gejala : Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau keduanya.
Cirinya adalah lukanya superficial, abrasi, melempuh, atau membentuk lubang yang dangkal.

 Stadium 3 : Ulserasi meluas sampai ke lapisan lemak subkulit dan otot sudah mulai terganggu
dengan adanya edema dan inflamasi, infeksi akan hilang struktur fibril. Kerusakan seluruh lapisan
kulit sampai subkutis, tidak melewati fascia. Biasanya sembuh dalam 3-8 minggu.
Tanda dan Gejala : Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis dari
jaringn subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada fascia. Luka terlihat seperti lubang yang
dalam.
 Stadium 4 : Ulserasi dan nekrosis meluas mengenai fasia,otot serta sendi. Dapat sembuh dalam 3-6
bulan.
Tanda dan Gejala :
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang luas, nekrosis jaringan, kerusakan
pada otot, tulang atau tendon. Adanya lubang yang dalam serta saluran sinus juga termasuk dalam
stadium IV dari luka tekan.
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a) Kultur : pertumbuhan mikroorganisme tiruan atau sel – sel jaringan.
b) Albumin serum : protein utama dalam plasma dan cairan serosa lain.

7. PENATALAKSANAAN

1. Perawatan luka decubitus


2. Penerangan untuk pasien dan keluarga
3. Bila ulkus kecil dapat sembuh sendiri bila faktor penyebab dihilangkan.
4. Usaha pencegahan keadaan yang lebih buruk.
5. Mengurangi tekanan dengan cara mengubah posisi selama 5 menit setiap 2 jam.
6. Menggunakan alas tidur yang empuk, kering dan kebersihan kulit dijaga jangan sampai kotor karena
urin dan feses.
7. Terapi obat :
 Obat antibacterial topical untuk mengontrol pertumbuhan bakteri
 Antibiotik prupilaksis agar luka tidak terinfeksi

8. Terapi diet
Agar terjadi proses penyembuhan luka yang cepat, maka nutrisi harus adekuat yang terdiri dari
kalori, protein, vitamin, mineral dan air. Penatalaksanaan klien dekubitus memerlukan pendekatan
holistic yang menggunakan keahlian pelaksana yang berasala dari beberapa disiplin ilmu kesehatan
(AHCPR, 1994; Olshansky, 1994) Gambaran keseluruhan dekubitus akan menjadi dasar pembuatan
pohon pengangambilan keputusan yang digunakan untuk menentukan rencana tindakan (AHCPR,
1994, Maklebust dan Siegreen, 1991).

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua jam post
prandial > 200 mg/dl.
2. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict (
reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah (
+++ ), dan merah bata ( ++++ )
3. Kultur pus
4. Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman.

9. PENGOBATAN
Pengobatan ulkus dekubitus dengan pemberian bahan topikal, sistemik ataupun
dengan tindakan bedah dilakukan sedini mungkin agar reaksi penyembuhan terjadi lebih cepat. Pada
pengobatan ulkus dekubitus ada beberapa hal yang perlu diperhatkan antara lain :
1. Mengurangi tekanan lebih lanjut pada daerah ulkus. Secara umum sama dengan tindakan
pencegahan yang sudah dibicarakan di tas. Pengurangan tekanan sangat penting karena ulkus tidak
akan sembuh selama masih ada tekanan yang berlebihan dan terus menerus.
2. Mempertahankan keadaan bersih pada ulkus dan sekitarnya. Keadaan tersebut akan menyebabkan
proses penyembuhan luka lebih cepat dan baik. Untuk hal tersebut dapat dilakukan kompres,
pencucian, pembilasan, pengeringan dan pemberian bahan-bahan topikal seperti larutan NaC10,9%,
larutan H202 3% dan NaC10,9%, larutan plasma dan larutan Burowi serta larutan antiseptik lainnya.
3. Mengangkat jaringan nekrotik. Adanya jaringan nekrotik pada ulkus akan menghambat aliran bebas
dari bahan yang terinfeksi dan karenanya juga menghambat pembentukan jaringan granulasi dan
epitelisasi. Oleh karena itu pengangkatan jaringan nekrotik akan memper-cepat proses
penyembuhan ulkus.
Terdapat 3 metode yang dapat dilakukan antara lain :

a. Sharp dbridement (dengan pisau, gunting dan lain-lain).


b. Enzymatic debridement (dengan enzim proteolitik, kolageno-litik, dan fibrinolitik).
c. Mechanical debridement (dengan tehnik pencucian, pembilasan, kompres dan hidroterapi)

4. Menurunkan dan mengatasi infeksi, perlu pemeriksaan kultur dan tes resistensi. Antibiotika sistemik
dapat diberikan bila penderita mengalami sepsis, selulitis. Ulkus yang terinfeksi hams dibersihkan
beberapa kali sehari dengan larutan antiseptik seperti larutan H202 3%, povidon iodin 1%, seng
sulfat 0,5%. Radiasi ultraviolet (terutama UVB) mempunyai efek bakterisidal.
5. Merangsang dan membantu pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi. Hal ini dapat dicapai
dengan pemberian antara lain :
 Bahan-bahan topikal misalnya : salep asam salisilat 2%, preparat seng (Zn 0, Zn SO
 Oksigen hiperbarik; selain mempunyai efek bakteriostatik terhadap sejumlah bakteri, juga
mempunyai efek proliferati epitel, menambah jaringan granulasi dan memperbaiki keadaan
vaskular.
 Radiasi infra merah, short wave diathermy, dan pengurutan dapat membantu penyembuhan ulkus
karena adanya efek peningkatan vaskularisasi.
 Terapi ultrasonik; sampai saat ini masih terus diselidiki manfaatnya terhadap terapi ulkus dekubitus
6. Tindakan bedah selain untuk pembersihan ulkus juga diperlukan untuk mempercepat penyembuhan
dan penutupan ulkus, terutama ulkus dekubitus stadium III & IV dan karenanya sering dilakukan
tandur kulit ataupun myocutaneous flap.

10. PENCEGAHAN
Pencegahan ulkus dekubitus adalah hal yang utama karena pengobatan ulkus dekubitus
membutuhkan waktu dan biaya yang besar. Tindakan pencegahan dapat dibagi menjadi :
a. Umum :
 Pendidikan kesehatan tentang ulkus dekubitus bagi staf medis, penderita dan keluarganya.
 Pemeliharaan keadaan umum dan higiene penderita.
b. Khusus :
 Mengurangi/menghindari tekanan luaryang berlebihan pada daerah tubuh tertentu dengan cara :
perubahan posisi tiap 2 jam di tempat tidur sepanjang 24 jam. melakukan push up secara teratur
pada waktu duduk di kursi roda. pemakaian berbagai jenis tempat tidur, matras, bantal anti
dekubitus seperti circolectric bed, tilt bed, air-matras; gel flotation pads, sheepskin dan lain-lain.
 Pemeriksaan dan perawatan kulit dilakukan dua kali sehari (pagi dan sore), tetapi dapat lebih sering
pada daerah yang potensial terjadi ulkus dekubitus. Pemeriksaan kulit dapat dilakukan sendiri,
dengan bantuan penderita lain ataupun keluarganya. Perawatan kulit termasuk pembersihan
dengan sabun lunak dan menjaga kulit tetap bersih dari keringat, urin dan feces. Bila perlu dapat
diberikan bedak, losio yang mengandung alkohol dan emolien.

11. PENGELOLAAN DEKUBITUS


Pengelolaan dekubitus diawali dengan kewaspadaan untuk mencegah terjadinya dekubitus dengan
mengenal penderita risiko tinggi terjadinya dekubitus, misalnya padapenderita yang immobil dan
konfusio.
Usaha untuk meremalkan terjadinya dekubitus ini antara lain dengan memakai sistem skor Norton.
Skor dibawah 14 menunjukkan adanya risiko tinggi untuk terjadinya dekubitus. Dengan evaluasi skor
ini dapat dilihat perkembangan penderita.
Tindakan berikutnya adalan menjaga kebersihan penderita khususnya kulit, dengan memandikan
setiap hari. Sesudah keringkan dengan baik lalu digosok dengan lotion, terutama dibagian kulit yang
ada pada tonjolan-tonjolan tulang. Sebaiknya diberikan massase untuk melancarkan sirkulasi darah,
semua ekskreta/sekreta harus dibersihkan dengan hati-hati agari tidak menyebabkan lecet pada
kulit penderita.
Tindakan selanjutnya yang berguna baik untuk pencegahan maupun setelah terjadinya dekubitus
adalah:
1. Meningkatkan status kesehatan penderita; umum; memperbaiki dan menjaga keadaan umum
penderita, misalnya anemia diatasi, hipoalbuminemia dikoreksi, nutirisi dan hidarasi yang cukup,
vitamin (vitamin C) dan mineral (Zn) ditambahkan khusus; coba mengatasi/mengoabati penyakit-
penyakit yang ada pada penderita, misalnya DM.
2. Mengurangi/memeratakan faktor tekanan yang mengganggu aliran darah;
 Alih posisi/alih baring/tidur selang seling, paling lama tiap dua jam. Keberatan pada cara ini adalah
ketergantungan pada tenaga perawat yang kadang-kadang sudah sangat kurang, dan kadang-kadang
mengganggu istirahat penderita bahkan menyakitkan.
 Kasur khusus untuk lebih memambagi rata tekan yang terjadi pada tubuh penderita, misalnya; kasur
dengan gelembung tekan udara yang naik turun, kasur air yang temperatur airnya dapat diatur.
(keberatan alat canggih ini adalah harganya mahal, perawatannya sendir harus baik dan dapat
rusak).
 Regangan kulit dan lipatan kulit yang menyebabkan sirkulasi darah setempat terganggu, dapat
dikurangi antara lain;
a) Menjaga posisi penderita, apakah ditidurkan rata pada tempat tidurnya, atau sudah memungkinakan
untuk duduk dikursi.
• Bantuan balok penyangga kedua kaki, bantal-bantal kecil utuk menahan tubuh penderita, “kue
donat” untuk tumit,
b) Diluar negeri sering digunakan kulit domba dengan bulu yang lembut dan tebal sebagai alas tubuh
penderita. Begitu tampak kulit yang hiperemis pada tubuh penderita, khsusnya pada tempat-tempat
yang sering terjadi dekubitus, semua usaha-usahan diatas dilakukan dengan lebih cermat untuk
memperbaiki iskemia yang terjadi, sebab sekali terjadi kerusakan jaringa upaya penyembuhan akan
lebih rumit.
Bila sudah terjadi dekubitus, tentukan stadium dan tindakan medik menyesuaikan apa yang
dihadapi:

1) Dekubitus derajat I

Dengan reaksi peradangan masih terbatas pada epidermis;


kulit yang kemerahan dibersihkan hati-hati dengan air hangat dan sabun, diberi lotion, kemudian
dimassase 2-3 kali/hari.

2) Dekubitus derajat II

Dimana sudah terjadi ulkus yang dangkal; Perawatan luka harus memperhatikan syarat-syarat
aseptik dan antiseptik. Daerah bersangkutan digesek dengan es dan dihembus dengan udara hangat
bergantian untuk meransang sirkulasi. Dapat diberikan salep topikal, mungkin juga untuk meransang
tumbuhnya jaringan muda/granulasi, Penggantian balut dan salep ini jangan terlalu sering karena
malahan dapat merusakkan pertumbuhan jaringan yang diharapkan.

3) Dekubitus derajat III

Dengan ulkus yang sudah dalam, menggaung sampai pada bungkus otot dan sering sudah ada
infeksi; Usahakan luka selalu bersih dan eksudat disusahakan dapat mengalir keluar. Balut jangan
terlalu tebal dan sebaliknya transparan sehingga permeabel untuk masukknya udara/oksigen dan
penguapan. Kelembaban luka dijaga tetap basah, karena akan mempermudah regenarasi sel-sel
kulit. Jika luka kotor dapat dicuci dengan larutan NaCl fisiologis. Antibiotik sistemik mungkin
diperlukan.
4) Dekubitus derajat IV

Dengan perluasan ulkus sampai pada dasar tulang dan sering pula diserta jaringan nekrotik; Semua
langkah-langkah diatas tetap dikerjakan dan jaringan nekrotik yang adal harus dibersihkan, sebab
akan menghalangi pertumbuhgan jaringan/epitelisasi.
Beberapa preparat enzim coba diberikan untuk usaha ini, dengan tujuan mengurangi perdarahan,
dibanding tindakan bedah yang juga merupakan alternatif lain. Setelah jaringan nekrotik dibuang
danluka bersih, penyembuhan luka secara alami dapat diharapkan.
Beberapa usaha mempercepat adalah antara lain dengan memberikan oksigenisasi pada daerah
luka, Tindakan dengan ultrasono untuk membuka sumbatan-sumbatan pembuluh darah dan sampai
pada transplantasi kulit setempat.
BAB III

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

a. Identitas

Umur/usia perlu ditanyakan karena adanya hubungan dengan proses penyembuhan luka atau
regenerasi sel.Sedangkan ras dan suku bangsa perlu dikaji karena kulit yang tampak normal pada ras
dan kebangsaan tertentu kadang tampak abnormal pada klien dengan ras dan kebangsaan lain
(Smeltzer & Brenda, 2001). Pekerjaan dan hobi klien juga ditanyakan untuk mengetahui apakah
klien banyak duduk atau sedikit beraktivitas sehingga terjadi penekanan pembuluh darah yang
menyebabkan suplai oksigen berkurang, sel- sel tidak mendapat cukup zat makanan dan sampah
hasil sisa metabolisme tertumpuk. Akhirnya sel-sel matai, kulit pecah dan terjadilah lubang yang
dangkal dan luka dekubitus pada permukaan( Carpenito , L.J , 1998 ).

b. Keluhan Utama

Merupakan keluhan yang paling dirasakan oleh klien sehingga ia mencari pertolongan. Keluhan yang
diungkapkan klien pada umumnya yaitu adanya rasa nyeri. Lokasi luka biasanya terdapat pada
daerah- daerah yang menonjol, misalnya pada daerah belakang kepala, daerah bokong, tumit, bahu,
dan daerah pangkal paha yang mengalami ischemia sehingga terjadi ulkus decubitus (Bouwhuizen ,
1986 ).

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Hal- hal yang perlu dikaji adalah mulai kapan keluhan dirasakan, lokasi keluhan, intensitas, lamanya
atau frekuensi, faktor yang memperberat atau memperingan serangan, serta keluhan- keluhan lain
yang menyertai dan upaya- upaya yang telah dilakukan perawat disini harus menghubungkan
masalah kulit dengan gejalanya seperti: gatal, panas, mati rasa, immobilisasi, nyeri, demam, edema,
dan neuropati ( Carpenito , L.J , 1998 )

d. Riwayat Personal dan Keluarga

Riwayat penyakit keluarga perlu ditanyakan karena penyembuhan luka dapat dipengaruhi oleh
penyakit – penyakit yang diturunkan seperti : DM, alergi, Hipertensi ( CVA ). Riwayat penyakit kulit
dan prosedur medis yang pernah dialami klien. Hal ini untuk memberikan informasi apakah
perubahan pada kulit merupakan manifestasi dari penyakit sistemik seperti : infeksi kronis, kanker,
DM

e. Riwayat Pengobatan

Apakah klien pernah menggunakan obat- obatan. Yang perlu dikaji perawat yaitu: Kapan
pengobatan dimulai, Dosis dan frekuensi,Waktu berakhirnya minum obat.

f. Riwayat Diet

Yang dikaji yaitu berat badan, tinggi badan, pertumbuhan badan dan makanan yang dikonsumsi
sehari- hari. Nutrisi yang kurang adekuat menyebabkan kulit mudah terkena lesi dan proses
penyembuhan luka yang lama.

g. Status Sosial Ekonomi

Untuk mengidentifikasi faktor lingkungan dan tingkat perekonomian yang dapat mempengaruhi pola
hidup sehari- hari, karena hal ini memungkinkan dapat menyebabkan penyakit kulit.

h. Riwayat Kesehatan, seperti:

 Bed-rest yang lama

 Immobilisasi

 Inkontinensia

 Nutrisi atau hidrasi yang inadekuat

i. Pengkajian Psikososial
Kemungkinan hasil pemeriksaan psikososial yang tampak pada klien yaitu: Perasaan depresi ,
Frustasi , Ansietas/kecemasan ,Keputusasaan

j. Aktivitas Sehari- Hari

Pasien yang immobilisasi dalam waktu yang lama maka bukan terjadi ulkus pada daerah yang
menonjol karena berat badan bertumpu pada daerah kecilyang tidak banyak jaringan dibawah kulit
untuk menahan kerusakan kulit. Sehingga diperlukan peningkatan latihan rentang gerak dan
mengangkat berat badan. Tetapi jika terjadi paraplegi maka akan terjadi kekuatan otot tidak ada
(pada ekstremitas bawah), penurunan peristaltik usus (terjadi konstipasi), nafsu makan menurun
dan defisit sensori pada daerah yang paraplegi.

k. Pemeriksaan Fisik

 Keadaan Umum

Umumnya penderita datang dengan keadaan sakit dan gelisah atau cemas akibat adanya kerusakan
integritas kulit yang dialami.

 Tanda-Tanda Vital

Tekanan darah normal, nadi cepat, suhu meningkat dan respirasi rate meningkat.

 Pemeriksaan Kepala Dan Leher

1) Kepala Dan Rambut

Pemeriksaan meliputi bentuk kepala, penyebaran dan perubahan warna rambut serta pemeriksaan
tentang luka. Jika ada luka pada daerah tersebut, menyebabkan timbulnya rasa nyeri dan kerusakan
kulit.

2) Mata

Meliputi kesimetrisan, konjungtiva, reflek pupil terhadap cahaya dan gangguan penglihatan.

3) Hidung
Meliputi pemeriksaan mukosa hidung, kebersihan, tidak timbul pernafasan cuping hidung, tidak ada
sekret.

4) Mulut

Catat keadaan adanya sianosis atau bibir kering.

5) Telinga

Catat bentuk gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan dan serumen. Pada penderita
yang bet rest dengan posisi miring maka, kemungkinan akan terjadi ulkus didaerah daun telinga.

6) Leher

Mengetahui posisi trakea, denyut nadi karotis, ada tidaknya pembesaran vena jugularis dan kelenjar
linfe.

 Pemeriksaan Dada Dan Thorax

Inspeksi bentuk thorax dan ekspansi paru, auskultasi irama pernafasan, vokal premitus, adanya
suara tambahan, bunyi jantung, dan bunyi jantung tambahan, perkusi thorax untuk mencari ketidak
normalan pada daerah thorax.

 Abdomen

Bentuk perut datar atau flat, bising usus mengalami penurunan karena inmobilisasi, ada masa
karena konstipasi, dan perkusi abdomen hypersonor jika dispensi abdomen atau tegang.

 Urogenital

Inspeksi adanya kelainan pada perinium. Biasanya klien dengan ulkus dan paraplegi terpasang
kateter untuk buang air kecil.

 Muskuloskeletal
Adanya fraktur pada tulang akan menyebabkan klien bet rest dalam waktu lama, sehingga terjadi
penurunan kekuatan otot.

 Pemeriksaan Neurologi

Tingkat kesadaran dikaji dengan sistem GCS. Nilainya bisa menurun bila terjadi nyeri hebat (syok
neurogenik) dan panas atau demam tinggi, mual muntah, dan kaku kuduk.

m. Pengkajian Fisik Kulit

 Inspeksi kulit

Pengkajian kulit melibatkan seluruh area kulit termasuk membran mukosa, kulit kepala, rambut dan
kuku. Tampilan kulit yang perlu dikaji yaitu warna, suhu, kelembaban, kekeringan, tekstur kulit
(kasar atau halus), lesi, vaskularitas. Yang harus diperhatikan oleh perawat yaitu :

 Warna, dipengaruhi oleh aliran darah, oksigenasi, suhu badan dan produksi pigmen.

 Edema, Selama inspeksi kulit, perawat mencatat lokasi, distribusi dan warna dari daerah edema.

 Kelembaban, Normalnya, kelembaban meningkat karena peningkatan aktivitas atau suhu lingkungan
yang tinggi kulit kering dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti lingkungan kering atau
lembab yang tidak cocok, intake cairan yang inadekuat, proses menua.

 Integritas, Yang harus diperhatikan yaitu lokasi, bentuk, warna, distribusi, apakah ada drainase atau
infeksi.

 Kebersihan kulit

 Vaskularisasi, Perdarahan dari pembuluh darah menghasilkan petechie dan echimosis.

 Palpasi kulit, Yang perlu diperhatikan yaitu lesi pada kulit, kelembaban, suhu, tekstur atau elastisitas,
turgor kulit.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Kerusakan Integritas Kulit Yang Berhubungan Dengan Kerusakan Mekanis Dari Jaringan Sekunder
Akibat Tekanan, Pencukuran Dan Gesekan.
2) Nyeri Yang Berhubungan Dengan Trauma Kulit, Infeksi Kulit Dan Perawatan Luka.
3) Resiko Terhadap Infeksi Yang Berhubungan Pemajangan Ulkus Decubitus Terhadap Feses/Drainase
Urine.
4) Perubahan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh Yang Berhubungan
Dengan Anoreksia Sekunder Terhadap Ketidak Cukupan Masukan Oral.
5) Kerusakan Mobilitas Fisik Yang Bergubungan Dengan Pembatasan Gerakan Yang Diharuskan, Status
Yang Tak Dikondisikan, Kehilangan Kontrol Motorik Atau Perubahan Status Mental
6) Koping keluarga tak efektif yang berhubungan dengan luka kronis, perubahan body image.
3. INTERVENSI DIAGNOSA KEPERAWATAN

1) Kerusakan Integritas Kulit Yang Berhubungan Dengan Kerusakan Mekanis Dari Jaringan Sekunder
Akibat Tekanan, Pencukuran Dan Gesekan.
 Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi:
 mengidentifikasi faktor penyebab luka decubitus.
 Mengidentifikasi rasional untuk pencegahan dan tindakan.
 Berpartisipasi dalam rencana tindakan yang diprogramkan untu meningkatkan penyembuhan luka.
 Menunjukkan kemajuan penyembuhan decubitus.

 Intervensi Keperawatan
 Observasi ukuran, warna, kedalaman luka, jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka.
 Pantau/ evaluasi tanda- tanda vital dan perhatikan adanya demam.
 Identifikasi derajat perkembangan luka tekan (ulkus)
 Lakukan perawatan luka dengan tehnik aseptik dan antiseptik.
 Bersihkan jaringan nekrotik.
 Kolaborasi:
 Irigasi luka.
 Beri antibiotik oral,topical, dan intra vena sesuai indikasi.
 Ambil kultur luka.
 Rasional
 Untuk mengetahui sirkulasi pada daerah yang luka.
 Demam mengidentifikasikan adanya infeksi.
 Mengetahui tingkat keparahan pada luka.
 Mencegah terpajan dengan organisme infeksius, mencegah kontaminasi silang, menurunkan resiko
infeksi.
 Mencegah auto kontaminasi

2) Nyeri Yang Berhubungan Dengan Trauma Kulit, Infeksi Kulit Dan Perawatan Luka.
 Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi:
 Rasa nyeri berkurang
 Klien dapat beradaptasi terhadap nyeri
 Intervensi Keperawatan
 Tutup luka sesegera mungkin.
 Tinggikan ekstremitas yang terdapat luka secara periodik.
 Beri tempat tidur yang dapat diubah ketinggiannya.
 Ubah posisi dengan sering dan ROM secara pasif maupun aktif sesuai indikasi.
 Perhatikan lokasi nyeri dan intensitas.
 Berikan tindakan kenyamanan seperti pijatan pada area yang tidak sakit, perut, posisi dengan
sering.
 Dorong penggunaan tehnik manajemen stress.
 Tingkatkan periode tidur tanpa gangguan.
 Kolaborasi: Berikan analgesik sesuai indikasi.
 Rasional

 Suhu berubah dan gesekan udara dapat menyebabkan nyeri hebat pada pemajanan ujung kulit.
 Unutk menurunkan pembentukan edema, menurunkan ketidaknyamanan.
 Peninggian linen dari luka membantu menurunkan nyeri.
 Menurunkan kekakuan sendi
 Perubahan lokasi/intensitas nyeri mengindikasikan terjadinya komplikasi.
 Meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot.
 Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan relaksasi dan meningkatkan rasa kontrol.
 Kekurangan tidur meningkatkan persepsi nyeri.
 Untuk mengurangi rasa nyeri yang ada
3) Resiko Terhadap Infeksi Yang Berhubungan Pemajangan Ulkus Decubitus Terhadap
Feses/Drainase Urine.
 Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi:
 Infeksi tidak terjadi.
 Tanda- tanda vital dalam batas normal.
 Intervensi Keperawatan
 Pantau terhadap tanda- tanda infeksi( rubor, dolor, kalor, fungsiolesa)
 Observasi tanda- tanda vital ( suhu, respirasi rate, nadi, tensi)
 Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
 Lakukan rawat luka dengan tehnik aseptik dan antiseptik.
 Anjurkan klien untuk menghabiskan porsi yang tersedian terutama tinggi protein dan vitamin.
 Jaga personal higiene klien( badan, tempat, pakaian)
 Kolaborasi dengan tim medisdalam penentuan antibiotik dan pemeriksaan leukosit dan LED

 Rasional
 Respon jaringan terhadap infiltrasi patogen dengan peningkatan aliran darah dan aliran
limfe(edema, merah, bengkak)
 Patogen yang bersirkulasi merangsang hipotalamus untuk menaikkan suhu tubuh
 Mencegah terjadinya infeksi silang dari lingkungan luka ke dalam luka
 Mencegah terjadinya invasi kuman dan kontaminasi bakteri.
 Nutrisi dapat meningkatkan daya tahan tubuh dan mengganti jaringan yang rusak dan mempercepat
proses penyembuhan.
 Sesuatu yang kotor merupakan media yang baik bagi kuman.
 Peningkatan leukosit dan LED merupakan indikasi terjadinya infeksi.

4) Perubahan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh Yang Berhubungan


Dengan Anoreksia Sekunder Terhadap Ketidak Cukupan Masukan Oral.

 Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi:


 Nutrisi adekuat (sesuai dengan kebutuhan)
 Tidak mual dan muntah
 Tubuh terasa segar
 Mempertahankan berat badan yang sesuai
 Intervensi Keperawatan
 Jelaskan pentingnya nutrisi bagi tubuh
 Anjurkan klien makan sedikit tapi sering
 Berikan klien daftar makanan yang diijinkan dan dorong klien terlibat dalam pemilihan menu
 Lakukan oral hygiene sebelum makan
 Timbang berat badan tiap hari
 Auskultasi bising usus
 Kolaborasi dengan: Tim gizi, Pemberian antiemetik ,Tim medis untuk pemberian infus albumin
behring

 Rasional
 Nutrisi yang asekuat akan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit
 Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik atau menurunnya peristaltik
 Memberikan tindakan kontrol terhadap pembatasan diet klien dan meningkatkan nafsu makan klien
 Perawatan mulut membantu meningkatkan nafsu makan klien
 Terjadinya perubahan berat badan menunjukkan ketidak seimbangan cairan
 Immobilitas dapat menurunkan bising usus, Menentukan kalori dan kebutuhan
nutrisi,Menghilangkan mual dan muntah sehingga masukan oral meningkat, Penurunan jumlah
albumin dapat menghambat proses penyembuhan luka

5) Kerusakan Mobilitas Fisik Yang Bergubungan Dengan Pembatasan Gerakan Yang Diharuskan,
Status Yang Tak Dikondisikan, Kehilangan Kontrol Motorik Atau Perubahan Status Mental.

 Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi:


 Klien mampu beraktivitas, miring kanan miring kiri dengan dibantu oleh keluarga
 Menunjukkan penurunan pada docrat yang tertekan
 Keadaan luka membai
 Intervensi Keperawatan
 Anjurkan keluarga membantu klien mobilisasi
 Atur posisi klien tiap 2 jam
 Perhatikan sirkulasi, gerakan dan sensasi secara sering
 Banti klien untuk latihan rentang gerak secara konsisten yang diawalai dengan pasif
kemudian aktif
 Dorong partisipasi klien dalam semua aktivitas sesuai kemampuannya
 Buat jadwal latihan secara teratur
 Tingkatkan latihan ADL melalui fisioterapi, hidroterapi, dan perawatan
 Kolaborasi dengan fisioterapi
 Rasional
 Menghilangkan tekanan pada daerah yang terdapat ulkus
 Penghilangan tekanan intermiten memungkinkan darah masuk kembali ke kapiler yang tertekan
 Sirkulasi yang terganggu akan dapat menyebabkan oedem
 Mencegah secara progresif untuk engencangkan jaringan parut dan meningkatka pemeliharaan
fungsi otot atau sendi
 Meningkatkan kemandirian dan harga diri
 Mengurang kelelahan dan meningkatkan toleransi terhadap aktivitas
 Meningkatkan hasil latihan secara optimal dan maksimal
 Membantu melatih pergerakan

6) Koping keluarga tak efektif yang berhubungan dengan luka kronis, perubahan body image.
 Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi:
 Keluarga mampu mengungkapkan perasaannya tentang perubahan penampilan pada klien
 Keluarga dapat mengekspresikan perasaan cemasnya, kedukaan dan adanya sesuatu yang hilang
pada klien
 Keluarga mampu beradaptasi sesuai dengan keadaan klien
 Keluarga memberi support yang tinggi pada klien dalam menjalani hidup selanjutnya.

 Intervensi Keperawatan
 Bina hubungan saling percaya
 Berikan kesempatan kelurga dan klien untuk mengungkapkan perasaannya saat ini dengan
memvalidasi dan mengobservasi perasaan keluarga dan klien
 Berikan informasi yang diperlukan klien dan keluarga tentang proses terjadinya ulkus
 Libatkan klien dan keluarga dalam rencana perawatan yang lebih lanjut
 Anjurkan keluarga untuk selalu memberi reinforcement positif dan support mental pada klien
 Tunjukkan sikap menerima terhadap perubahan
 Rasional
 Menimbulkan kepercayaan pada perawat sehingga mempermudah melakukan komunikasi untuk
tindakan selanjutnya.
 Membantu mengurangi beban pikiran klien dan keluarga karena perasaanya tersalurkan dan
perawat mengetahui penyebab masalahnya
 Membantu mengurangi ketakutan dan kecemasan klien dan keluarga
 Menjadikan klien dan keluarga bagian dari rencana keperawatan dan membantu klien menerima
kenyataan yang ada
 Dukungan keluarga sangat membantu dalam meningkatkan kepercayaan diri klien
 Memberikan rasa percaya diri pada klien dan membantu menghilangkan perasan negatifnya.
BAB IV

TINJAUAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Umur : 58 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : islam
Pekerjaan : Buruh.
Pendidikan : SMP
Suku : jawa
Alamat : jl.Kapten Sumarsono, Medan
No. RM : 025184
Diagnosa medis : Tetanus
Tanggal medik : 1 Maret 2013

B. IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB


Nama : Tn.M
Jenis kelamin : laki-laki
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : jl.Kapten Sumarsono
Hubungan dengan pasien : Anak kandung pasien
C. RIWAYAT KESEHATAN
1. Keluhan Utama
Pasien mengatakan sakit pada punggung bagian bawah.
2. Keluhan Tambahan
Pasien mengatakan gatal dan terasa panas pada punggung bagian bawah.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dari IGD pada tanggal 1 Maret 2013 kemudian pasien dirawat di ruang ICU selama 6
hari. Setelah keadaan membaik, pasien dirawat di ruang Asoka pada tanggal 7 maret 2013. Pasien
mengeluh sakit pada punggung bagian bawah, gatal, dan terasa panas pada punggung bagian
bawah.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah mengalami kecelakaan 5 tahun yang lalu namun tidak ada luka, hanya terjadi dislokasi
pada kaki kiri dan dipijat kemudian sembuh.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Dari keluarga baik ibu maupun bapak pasien tidak ada penyakit keturunan dan menular

D. GENOGRAM
E. PENGKAJIAN PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA
a. Pola Aktifitas
 Sebelum sakit
Aktivitas seperti : mandi, berpakaian, eliminasai, mobilisasi ditempat tidur, ambulansi, dan makan
tidak ada gangguan, semua bias dilakukan sendiri oleh pasien.
 Saat sakit
Pasien merasa tidak mampu lagi melakukan aktifitas seperti biasa tanpa bantuan orang lain.

b. Pola Nutrisi dan Metabolik


 Sebelum sakit
Pasien makan 3 kali sehari, minum air putih sebanyak 6 gelas sehari.
 Saat saki
Pasien mengatakan makan 2 kali sehari dan minum 4 gelas, nafsu makan sedikit mengalami
penurunan.
c. Pola istrirahat tidur
 Sebelum sakit
Pasien mulai tidur jam 21.00 selama 8 jam, kualitas tidur nyenyak
 Saat sakit
Pasien tidur selama 6 jam saat tidur pada waktu malam hari, tidur tidak nyenyak
d. Pola Eliminasi
 Sebelum sakit
BAB 1-2x sehari, bau : khas, konsistensi : Ampas. Warna: kuning kecoklatan, BAK : 4-5 sehari, warna
agak kekuningan
 Saat sakit
Pasien mengatakan BAB tidak lancar, pasien sudah 3 hari tidak BAB, BAK Lancar
e. Pola kognitif perceptual
 Sebelum sakit
Status mental : Sadar, Bicara : Normal, Pendengaran : Normal, penglihatan Normal
 Saat sakit
Status mental : Sadar, Bicara : Normal, Pendengaran : Normal, penglihatan Normal
f. Pola Konsep diri
 Sebelum sakit
Harga diri, ideal diri, identitas diri, gambaran diri, dan peran diri tidak terganggu

 Saat sakit
Harga diri, Ideal dir, dan identitas diri tidak terganggu sedangkan gambaran diri terganggu karena
pasien tidak mampu melakukan aktivitas seperti biasa.

F. PENGKAJIAN FISIK
a) Pemeriksaan umum
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : Composmentis
b) Tanda-tanda Vital :
TD : 130/90 mmHg
RR : 24x/mnt
HR : 84x/mnt
S : 37ºC
c) Pemeriksaan head to toe
 KEPALA
Bentuk : mesochepal
Rambut : pendek, warna hitam dan sedikit beruban.
Mata : penglihatan normal, kongjutiva tidak anemis, sklera tidak ikhterik
Telinga : simetris, bersih, pendengaran baik
Hidung : tidak ada polip, bersih, fungsi penciuman baik
Mulut&gigi : trismus 2 cm, gigi bersih, mulut bersih,tidak ada caries.
 LEHER : terdapat sedikit kekakuan pada leher.tidak ada pembesaran kelnjar tiroid
 DADA
Bentuk : simetri, tidak ada retraksi dada
Paru : tidak ada bunyi ronckhi, wheezing
Jantung : irama teratur, bunyi jantung reguler S1>S2
 ABDOMEN : bentuk datar, tidak terjadi pembesaran dan tidak ada nyeri tekan.
 PUNGGUNG : bentuk simetri, ada luka dekubitus
 GENETALIA : jenis kelamin laki-laki, terpasang kateter
 KULIT : turgor lembab.
 EKSTREMITAS
Atas : terpasang infus D5 % ditangan kanan dan kedua tangan dapat digerakkan.
Bawah : tidak terdapat oedem dan dapat digerakkan dengan baik.
G. DATA PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium tanggal 3 Maret 2013
 Urine rutin kuning kuning muda, agak tua
 Kekeruhan keruh jernih
 Keasaman,Ph 6,0 asam (5,5-7,07)
 Leukosit banyak
 Eritrosit 6-8 < 6/LPB
 Sel epire 3-4 <3/LPB
 Terapi :
a) Infus D5 20 tetes/menit - Ranitidine 3x1 ampul.
b) Oksigen 4 liter/mnt.
c) Dexametason 3x1 ampul.
d) Diazepam 10 mg iv (jika kejang).
e) Cefotaxime 3x1000 mg
f) Metronidazol 2x1
H. ANALISA DATA

NO DATA ETIOLOGI MASALAH


KEPERAWATAN
1. 
DS : Pasien mengatakan Aliran darah menurun atau Kerusakan integritas
bahwa punggung terasa hilang kulit
panas dan bagian bokong  Hipoksia
juga terasa sakit jika tidur  Iskemia
dalam posisi terlentang.  Dekubitus
DO :  Hilangnya sebagian kulit
- tampak ada luka tonjolan  Kerusakan integritas kulit
di tulang ekor.
- Adanya kerusakan pada
lapisan epidermis dan
dermis.
- Ada luka dekubitus

2 DS : pasien mengatakan Aliran darah berkurang Nyeri akut


sakit pada punggung bagian  Hipoksia
bawah.  Cedera iskemia
DO : Pasien terlihat merintih
 Dekubitus
kesakitan, luka tampak luas
 Hilangnya sebagian kulit
dan terlihat lapisan dermis.
 Nyeri akut
Skala nyeri 6.
Agen cedera fisik
Nyeri akut
DS: pasien mengatakan
 Aliran darah berkurang
3. aktifitas dibantu oleh
 Hipoksia
keluarganya dan hanya bias
 Cedera iskemia
berbaring ditempat tidur -
 Dekubitus
DO : ada luka dekubitus di
 Hilang sebagian kulit
daerah tulang belakang.
 Keterbatasan gerak
Terdapat luka post Resiko infeksi
kecelakaan di kaki kanan.
Terpasang infus dan DC.
Pertahanan primer tidak
adekuat (kulit tidak utuh,
truma jaringan)
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Immobilisasi fisik
2) Nyeri akut berhubungan dengan Agen cedera fisik
3) Resiko infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak adekuat (kulit tidak utuh, truma
jaringan)

J. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL
KRITERIA HASIL

1. Kerusakan Tujuan: Setelah  Observation ekstremitas


integritas kulit dilakukan tindakan ekstremitas oedema, diperlukan agar kita
b.d keperawatan ulserasi, kelembaban dapat mengetahui
Immobilisasi diharapkan  Monitor warna kulit tingkat kelembapan
fisik kerusakan integritas  Kaji TTV klien dari luka dekubitus
kulit tidak terjadi.  Monitor kulit pada untuk mengetahui
Kriteria Hasil: daerah kerusakan perubahan warna
Sensasi normal, dan kemerahan kulit
Elastisitas normal,  untuk mengetahui
Warna, Tekstur, keadaan umum klien
Jaringan bebas lesi,  untuk mengetahui
Adanya perubahan pada
pertumbuhan daerah kerusakan
rambut dikulit,Kulit kulit
utuh

Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan
 untuk mengkaji
keperawatan
sekela nyeri
2. Nyeri akut b.d diharapkan nyeri
dipermukaan kulit
Agen cedera berkurang atau  Kaji secara
serta factor
fisik hilang. menyeluruh tentang
penyebab dari nyeri
Kriteria Hasil: nyeri termasuk lokasi,
 tingkst relaksasi
 Laporkan frekuensi durasi, frekuensi,
guide,imagery,terapi
nyeri intensitas,
musik,distraksi
 Kaji frekuensi nyeri dan faktor penyebab.
dapat memberikan
 Lamanya nyeri .
rasa nyaman dan
berlangsung  Ajarkan teknik non
dapat mengurangi
 Ekspresi wajah farmakologi
rasa nyeri
terhadap nyeri (misalnya: relaksasi,

 Kegelisahan guide,imagery,terapi

 Perubahan TTV musik,distraksi)

Tujuan: Setelah
dilakukan tindakan
keperawatan
diharapkan
infeksitidak terjadi.
 Sediakan informasi
Kriteria Hasil:
tentang kondisi
 Pengetahuan pasien  menginformasikan
3. Resiko infeksi tentang adanya  Diskusikan perawatan keadaan pasien
b.d resiko infeksi yang akan dilakukan  cara pertama untuk
Pertahanan  Mampu memonitor Gambaran tanda dan menghindari infeksi
primer tidak faktor resiko dari gejala penyakit  menggambarkan
adekuat (kulit lingkungan  Instruksikan pasien tanda dan gejala
tidak utuh, Membuat strategi untuk melaporkan penyakit
trauma untuk kepada perawat  meminta pasie
jaringan) mengendalikan untuk melaporkan memberitahukan
resiko infeksi tentang tanda dan atau melaporkan
 Mengatur gaya gejala yang dirasakan. kondisi penyakitnya
hidup untuk
mengurangi resiko
 Penggunaan
pelayanan kesehatan
yang sesuai
K. IMPLEMENTASI

NO HARI/TANGG IMPLEMENTASI EVALUASI


AL/JAM
1. Senin  MengObservation ekstremitas oedema, S : kLien mengatakan
1 maret 2013 ulserasi, kelembaban bahwa punggung terasa
08:00 Monitor warna kulit panas dan bagian bokong
 MeMonitor temperatur kulit juga terasa sakit jika tidur
 mengInspeksi kulit dan membran dalam posisi terlentang
mukosa O : Klien tampak gelisa
 mengInspeksi kondisi insisi bedah A : masalah belum teratasi
 meMonitor kulit pada daerah kerusakan P : intervensi dilanjutkan
dan kemerahan
 meMonitor infeksi dan oedema

S : KLien mengatakan nyeri


 mengKaji secara menyeluruh tentang pada punggung bagian
2. nyeri termasuk lokasi, durasi, frekuensi, belakang
Selasa intensitas, O : kLien tampak
2 maret 2012 dan faktor penyebab. kesakitan, dan wajahnya
08:00  mengobservasi isyarat non verbal dari pucat
ketidaknyamanan terutama jika tidak A : masalah belum teratasi
dapat P : intervensi dilanjutkan
berkomunikasi secara efektif.
 Memberikan analgetik dengan tepat.
 Memberikan informasi tentang nyeri
seperti penyebab nyeri, berapa lama
akan berakhir
dan antisipasi ketidaknyamanan dari
prosedur.
 Mengajarkan teknik non farmakologi
(misalnya: relaksasi, guide,
imagery,terapi musik,distraksi)

 Mendeskripsikan proses penyakit S : klien mengatakan


dengan tepat keadaannya sedikit
membaik
3.  Menyediakan informasi tentang kondisi O : klien masih terbaring
Selasa pasien ditempat tidur.
2 maret 2013 A : masalah belum teratasi
20:00  Mendiskusikan perawatan yang akan P : intervensi dilanjutkan
dilakukan

 mengGambarkan tanda dan gejala


penyakit

 menginstruksikan pasien untuk


melaporkan kepada perawat untuk
melaporkan tentang tanda dan gejala
yang dirasakan.

BAB IV

PENUTUP
A. KESIMPULAN

Wolf. Weitzel & Fuerst (1989: 354) dalam Dasar – dasar Ilmu Keperawatan, mengartikan
ulkus

decubitus adalah suatu daerah yang mati jaringan disebabkan karena kurangnya aliran darah
didaerah yang

bersangkutan. Decubitus berasal dari bahasa latin yang artinya berbaring. Berbaring tidak selalu
menyebabkan

terjadinya luka baring. Karena itu sebagian orang lebih menyukai istilah luka tekan ( pressure sore)
karena tekananlah

yang merupakan penyebab utama terjadinya ulkus decubitus.

B. SARAN

Penulis berharap semoga penyusunan makalah tentang Askep pada Ulkus Dekubitus ini dapat
memberikan ilmu dan pengetahuan dalam bidang pendidikan dan praktik keperawatan. Dan juga
dengan makalah ini dapat menjadi acuan untuk tindakan proses keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Keperawatan : Pedoman Perencanaan dan


Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.
2. http://asuhan-keperawatan-patriani.blogspot.com/2008/12/ulcus-dekubitus.html
3. http://www.trinoval.web.id/2010/04/dekubitus.html
4. http://www.scribd.com/doc/29487653/ASKEP-DEKUBITUS
5. http://hidayat2.wordpress.com/2009/07/05/askep-integumen-disorder-dekubitus/
6. Askep Dekubitus dalam http://rikson-ns.blogspot.com diakses pada tanggal 11 April 2011
Carpenito, Lynda Juall. (1995). Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik. Edisi 6,

DEKUBITUS

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ulkus Dekubitus atau istilah lain Bedsores adalah kerusakan/kematian kulit yang terjadi akibat
gangguan aliran darah setempat dan iritasi pada kulit yang menutupi tulang yang menonjol, dimana
kulit tersebut mendapatkan tekanan dari tempat tidur, kursi roda, gips, pembidaian atau benda
keras lainnya dalam jangka waktu yang lama.
Bagian tubuh yang sering mengalami ulkus dekubitus adalah bagian dimana terdapat penonjolan
tulang, yaitu bagian siku, tumit, pinggul, pergelangan kaki, bahu, punggung dan kepala bagian
belakang. Walaupun semua bagian tubuh beresiko mengalami dekubitus, bagian bawah dari
tubuhlah yang terutama beresiko tinggi dan membutuhkan perhatian khusus.

Area yang biasa terjadi dekubitus adalah tempat diatas tonjolan tulang dan tidak dilindungi oleh
cukup dengan lemak sub kutan, misalnya daerah sakrum, daerah trokanter mayor dan spina
ischiadica superior anterior, daerah tumit dan siku. Dekubitus merupakan suatu hal yang serius,
dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada klien lanjut usia. Di negara-negara maju,
prosentase terjadinya dekubitus mencapai sekitar 11% dan terjadi dalam dua minggu pertama dalam
perawatan.

Dekubitus dapat terjadi pada setiap tahap umur, tetapi hal ini merupakan masalah yang khusus
pada lansia. Khususnya pada klien dengan imobilitas.Usia lanjut mempunyai potensi besar untuk
terjadi dekubitus karena perubahan kulit berkaitan dengan bertambahnya usia antara lain:
Berkurangnya jaringan lemak subkutan, Berkurangnya jaringan kolagen dan elastin, Menurunnya
efesiensi kolateral kapiler pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis dan rapuh.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep penyakit dekubitus?


2. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan dekubitus?

C. Tujuan

1. Mahasiswa mampu memahami konsep penyakit dekubitus


2. Mahasiswa mampu memahami konsep dasar askep dekubitus.

D. Metode
Metode yang kami gunakan adalah metode perpustakaan dan penelusuran internet.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Definisi
Sumber: http://www.medivisuals.com

Dekubitus dapat terjadi pada pasien di segala usia. Luka tersebut umumnya terjadi pada:

a. Pasien lansia
b. Pasien yang sangat kurus
c. Pasien kegemukan
d. Pasien yang tidak dapat bergerak
e. Pasien inkontinensia
f. Pasien lemah
Dekubitus disebabkan oleh tekanan yang lama pada satu bagian tubuh yang mengganggu
sirkulasi. Pertama jaringan kulit memerah. Jika sel mati (nekrosis) akibat kurang nutrisi, kulit rusak
dan pembentukan ulkus. Akibatnya luka baring menjadi lebih besar dan dalam.

Dekubitus sering terjadi pada daerah dimana tulang-tulang dekat ke permukaan tubuh.
Tempat yang paling sering mengalami dekubitus:

a. Siku
b. Tumit
c. Bahu
d. Sacrum
e. Pinggul
f. Mata kaki
g. Telinga
Pasien obesitas cenderung mengalami luka tekan pada saat bagian-bagian tubuh mereka
bersentuhan, menyebabkan pergesekan. Tempat-tempat tersebut adalah:

a. Antara lipatan bokong


b. Kaki
c. Di bawah payudara
d. Lipatan perut

Sumber: http://www.cancerresearchuk.org

Dekubitus sering disebut ulkus dermal / ulkus dekubitus atau luka tekan terjadi akibat
tekanan yang sama pada suatu bagian tubuh yang mengganggu sirkulasi (Harnawatiaj, 2008).

Dekubitus atau luka tekan adalah kerusakan jaringan yang terlokalisir yang disebabkan
karena adanya kompressi jaringan yang lunak diatas tulang yang menonjol (body prominence) dan
adanya tekanan dari luar dalam jangka waktu yang lama. Kompressi jaringan akan menyebabkan
gangguan pada suplai darah pada daerah tertekan. Apabila ini berlangsung lama, hal ini dapat
menyebabkan insufisiensi aliran darah, anoksia atau iskemi jaringan dan akhirnya dapat
mengakibatkan kematian sel.

Dekubitus adalah kerusakan atau kematian kulit sampai jaringan dibawah kulit, bahkan
menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area secara terus-
menerus sehingga mengakibtakan ganguan sirkulasi darah setempat (Hidayat,2009).

Dekubitus merupakan nekrosis jaringan lokal yang cenderung terjadi ketika jaringan lunak
tertekan di antara tonjolan tulang dengan permukaan eksternal dalam jangka waktu lama (National
Pressure Ulcer Advisory Panel [NPUAP], 1989).

Ulkus Dekubitus atau istilah lain Bedsores adalah kerusakan/kematian kulit yang terjadi
akibat gangguan aliran darah setempat dan iritasi pada kulit yang menutupi tulang yang menonjol,
dimana kulit tersebut mendapatkan tekanan dari tempat tidur, kursi roda, gips, pembidaian atau
benda keras lainnya dalam jangka waktu yang lama.

Sebuah definisi baru telah diajukan di Konferensi Nasional NPUAP ke-4 (1995). Margolis
(1995) menyebutkan “definisi terbaik dekubitus adalah kerusakan struktur anatomis dan fungsi kulit
normal akibat dari tekanan eksternal yang berhubungan dengan penonjolan tulang dan tidak
sembuh dengan urutan dan waktu biasa. Selanjutnya, gangguan ini terjadi pada individu yang berada
di atas kursi atau di atas tempat tidur , sering kali pada inkontinensia dan malnutrisi ataupun
individu yang mengalami kesulitan makan sendiri, serta mengalami gangguan tingkat kesadaran”.

2. Epidemiolgi
Prevalensi adalah jumlah kasus yang ada dalam sebuah populasi pada saat waktu tertentu
(AHCPR, 1994). Angka prevalensi bervariasi pada berbagai keadaan klien. Angka prevalensi yang
dilaporkan dari rumah sakit berada di rentang antara 3% - 11% (Allman, 1989), 11% (Meehan, 1994),
14% (Langemo dkk, 1989) dan 20% Leshem dan Skelskey, 1994). (Angka prevalensi pada tempat
perawatan pemulihan dan perawatan jangka panjang berada pada rentang dari 3,5% Leshem dan
Skelskey, 1994), 5% (Survey McKnight, 1992), sampai 23% (Langemo dkk, 1989; Young 1989).
Prevalensi dekubitus pada individu yang dirawat di rumah tanpa supervisi atau dengan bantuan
tenaga professional tidak begitu jelas (AHCPR, 1994).

3. Etiologi
Braden dan Bergstrom (2000) mengembangkan sebuah skema untuk menggambarkan faktor
- faktor resiko untuk terjadinya luka tekan. Ada dua hal utama yang berhubungan dengan resiko
terjadinya luka tekan, yaitu faktor tekanan dan toleransi jaringan. Faktor yang mempengaruhi durasi
dan intensitas tekanan diatas tulang yang menonjol adalah imobilitas, inakitifitas, dan penurunan
sensori persepsi. Sedangkan faktor yang mempengaruhi toleransi jaringan dibedakan menjadi dua
yaitu faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik.

a. Faktor Ekstrinsik

1) Tekanan : kulit dan jaringan dibawahnya tertekan antara tulang dengan permukaan keras lainnya,
seperti tempat tidur dan meja operasi. Tekanan ringan dalam waktu yang lama sama bahayanya
dengan tekanan besar dalam waktu singkat. Terjadi gangguan mikrosirkulasi lokal kemudian
menyebabkan hipoksi dan nekrosis. tekanan antar muka ( interface pressure). Tekanan antar muka
adalah kekuatan per unit area antara tubuh dengan permukaan matras. Apabila tekanan antar muka
lebih besar daripada tekanan kapiler rata rata, maka pembuluh darah kapiler akan mudah kolap,
daerah tersebut menjadi lebih mudah untuk terjadinya iskemia dan nekrotik. Tekanan kapiler rata
rata adalah sekitar 32 mmHg.
2) Gesekan dan pergeseran : gesekan berulang akan menyebabkan abrasi sehingga integritas jaringan
rusak. Kulit mengalami regangan, lapisan kulit bergeser terjadi gangguan mikrosirkulasi lokal.
3) Kelembaban : akan menyebabkan maserasi, biasanya akibat inkontinensia, drain dan keringat.
Jaringan yang mengalami maserasi akan mudah mengalami erosi. Selain itu kelembapan juga
mengakibatkan kulit mudah terkena pergesekan (friction) dan perobekan jaringan (shear).
Inkontinensia alvi lebih signifikan dalam perkembangan luka tekan daripada inkontinensia urin
karena adanya bakteri dan enzim pada feses dapat merusak permukaan kulit.
4) Kebersihan tempat tidur, alat-alat tenun yang kusut dan kotor, atau peralatan medik yang
menyebabkan klien terfiksasi pada suatu sikap tertentu juga memudahkan terjadinya dekubitus.
b. Fase Intrinsik

1) Usia : pada usia lanjut akan terjadi penurunan elastisitas dan vaskularisasi. Pasien yang sudah tua
memiliki resiko yang tinggi untuk terkena luka tekan karena kulit dan jaringan akan berubah seiring
dengan penuaan. Penuaan mengakibatkan kehilangan otot, penurunan kadar serum albumin,
penurunan respon inflamatori, penurunan elastisitas kulit, serta penurunan kohesi antara epidermis
dan dermis. Perubahan ini berkombinasi dengan faktor penuaan lain akan membuat kulit menjadi
berkurang toleransinya terhadap tekanan, pergesekan, dan tenaga yang merobek. Selain itu, akibat
dari penuaan adalah berkurangnya jaringan lemak subkutan, berkurangnya jaringan kolagen dan
elastin. menurunnya efesiensi kolateral kapiler pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis dan
rapuh.
2) Penurunan sensori persepsi : Pasien dengan penurunan sensori persepsi akan mengalami penurunan
untuk merasakan sensari nyeri akibat tekanan diatas tulang yang menonjol. Bila ini terjadi dalam
durasi yang lama, pasien akan mudah terkena luka tekan. karena nyeri merupakan suatu tanda yang
secara normal mendorong seseorang untuk bergerak. Kerusakan saraf (misalnya akibat
cedera, stroke, diabetes) dan koma bisa menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk merasakan
nyeri.
3) Penurunan kesadaran : gangguan neurologis, trauma, analgetik narkotik.
4) Malnutrisi : Orang-orang yang mengalami kekurangan gizi (malnutrisi) tidak memiliki lapisan lemak
sebagai pelindung dan kulitnya tidak mengalami pemulihan sempurna karena kekurangan zat-zat gizi
yang penting.
Karena itu klien malnutrisi juga memiliki resiko tinggi menderita ulkus dekubitus. Selain itu,
malnutrisi dapat gangguan penyembuhan luka. Biasanya berhubungan dengan hipoalbumin.
Hipoalbuminemia, kehilangan berat badan, dan malnutrisi umumnya diidentifikasi sebagai faktor
predisposisi untuk terjadinya luka tekan. Menurut penelitian Guenter (2000) stadium tiga dan empat
dari luka tekan pada orang tua berhubungan dengan penurunan berat badan, rendahnya kadar
albumin, dan intake makanan yang tidak mencukupi.
5) Mobilitas dan aktivitas : Mobilitas adalah kemampuan untuk mengubah dan mengontrol posisi
tubuh, sedangkan aktivitas adalah kemampuan untuk berpindah. Pasien yang berbaring terus
menerus ditempat tidur tanpa mampu untuk merubah posisi beresiko tinggi untuk terkena luka
tekan. Orang-orang yang tidak dapat bergerak (misalnya lumpuh, sangat lemah, dipasung).
Imobilitas adalah faktor yang paling signifikan dalam kejadian luka tekan.
6) Merokok : Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran darah dan memiliki efek
toksik terhadap endotelium pembuluh darah. Menurut hasil penelitian Suriadi (2002) ada
hubungaan yang signifikan antara merokok dengan perkembangan terhadap luka tekan.
7) Temperatur kulit : Menurut hasil penelitian Sugama (1992) peningkatan temperatur merupakan
faktor yang signifikan dengan resiko terjadinya luka tekan.
8) Kemampuan sistem kardiovaskuler menurun, sehingga perfusi kulit menurun.
9) Anemia
10) Hipoalbuminemia, beresiko tinggi terkena dekubitus dan memperlambat penyembuhannya.
11) Penyakit-penyakit yang merusak pembuluh darah juga mempermudah terkena dekubitus dan
memperburuk dekubitus.
4. Pathofisiologi

Tiga elemen yang mendasar terjadi dekubitus yaitu :

a. Intensitas tekanan dan tekanan yang menutup kapiler (Landis,1930)


b. Durasi dan besarnya tekanan (Koziak,1959)
c. Toleransi jaringan (Husain, 1953;Trumble, 1930)
Dekubitus terjadi sebagai hubungan antara waktu dengan tekanan(Stotts, 1988). Semakin
besar tekanan, maka semakin besar pula insiden terbentuknya luka. Kulit dan jaringan subkutan
dapat mentoleransi beberapa tekanan. Tapi pada tekanan eksternal terbesar daripada tekanan dasar
kapiler akan menurunkan atau menghilangkan aliran darah ke dalam jaringan sekitarnya. Jaringan ini
menjadi hipoksia sehingga terjadi cedera iskemia. Jika tekanan ini lebih besar dari 32mmHg dan tidak
dihilangkan dari tempat yang mengalami hipoksia, maka pembuluh darah kolaps dan thrombosis
(Maklebust,1987). Jika tekanan dihilangkan sebelum titik kritis maka sirkulasi pada jaringan tersebut
akan pulih kembali melalui mekanisme fisiologis hyperemia reaktif.”karena kulit mempunyai
kemampuan yang lebih besar untuk mentoleransi iskemia dari otot, maka dekubitus dimulai di
tulang dengan iskemia otot yang berhubungan dengan tekanan yang akhirnya melebar ke
epidermis”(Maklebust, 1995)
Pembentukan dekubitus juga berhubungan dengan adanya gaya gesek yang terjadi
saat menaikan posisi klien di atas tempat tidur . Efek tekanan juga dapat ditingkatkan oleh
distribusiberat badan yang tidak merata. Jika tekanan tekanan tidak terdistribusi secara merata pada
tubuh maka gradien tekanan jaringan yang mendapatkan tekanan akan meningkat. Metabolisme sel
kulit di titik tekanan mengalami gangguan. Respon kompensasi jaringan terhadap iskemi yaitu
hyperemia reaktif memungkinkan jaringan iskemia dibanjiri dengan darah ketika tekanan
dihilangkan. Peningkatan aliran darah meningkatkan pengiriman oksigen dan nutrient ke dalam
jaringan. Gangguan metabolic yang disebabkan oleh tekanan dapat kembali normal. Hyperemia
reaktif akan efektif hanya apabila tekanan dihilangkan sebelum terjadi kerusakan. Beberapa
penelitian merasa bahwa interval sebelum terjadi kerusakan berkisar antara 1 sampai 2 jam. Tetapi,
hal ini interval waktu subjectif, dan tidak berdasarkan data pengkajian klien. (Pathway terlampir)

5. Manifestasi Klinis

Terjadi pada pasien-pasien paraplegia, quadriplegia, spina bifida, multipel


sklerosis dan imobilisasi lama di rumah sakit. Selain itu, factor lain perlu diketahui dari riwayat
penderita meliputi onset, durasi, riwayat pengobatan sebelumnya, perawatan luka, riwayat operasi
sebelumnya, status gizi dan perubahan berat badan, riwayat alergi, konsumsi alkohol, merokok serta
keadaan sosial ekonomi penderita. Anamnesa sistem termasuk di dalamnya antara lain demam,
keringat malam, spasme (kaku), kelumpuhan, bau, nyeri (Arwaniku, 2007). Menurut NPUAP
(National Pressure Ulcer Advisory Panel), luka tekan dibagi menjadi empat stadium ,yaitu :

a. Stadium 1 : Ulserasi terbatas pada epidermis dan dermis dengan eritema pada kulit. Penderita
dengan sensibilitas baik akan mengeluh nyeri, stadium ini biasanya reversible dan dapat sembuh
dalam 5-10 hari.

b. Stadium 2 : Ulserasi mengenai dermis, epidermis dan meluas ke jaringan adiposa terlihat eritema
dan indurasi serta kerusakan kulit partial (epidermis dan sebagian dermis) ditandai dengan adanya
lecet dan lepuh . Stadium ini dapat sembuh dalam 10-15 hari.

c. Stadium 3 : Ulserasi meluas sampai ke lapisan lemak subkulit dan otot sudah mulai terganggu
dengan adanya edema dan inflamasi, infeksi akan hilang struktur fibril. Kerusakan seluruh lapisan
kulit sampai subkutis, tidak melewati fascia. Biasanya sembuh dalam 3-8 minggu.

d. Stadium 4 : Ulserasi dan nekrosis meluas mengenai fasia,otot serta sendi. Dapat sembuh dalam 3-6
bulan.

Tanda dan Gejala dari masing-masing stadium :


Stadium 1 :

1) Adanya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila dibandingkan dengan kulit yang

normal, maka akan tampak salah satu tanda sebagai berikut: perubahan temperatur kulit (lebih
dingin atau lebih hangat)

2) Perubahan konsistensi jaringan (lebih keras atau lunak)

3) Perubahan sensasi (gatal atau nyeri)

4) Pada orang yang berkulit putih, luka mungkin kelihatan sebagai kemerahan yang menetap.
Sedangkan pada yang berkulit gelap, luka akan kelihatan sebagai warna merah yang menetap, biru
atau ungu.

Stadium 2 :

Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau keduanya. Cirinya adalah lukanya
superficial, abrasi, melempuh, atau membentuk lubang yang dangkal.

Stadium 3 :

Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis dari jaringn subkutan atau
lebih dalam, tapi tidak sampai pada fascia. Luka terlihat seperti lubang yang dalam.

Stadium 4 :

Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang luas, nekrosis jaringan, kerusakan
pada otot, tulang atau tendon. Adanya lubang yang dalam serta saluran sinus juga termasuk dalam
stadium IV dari luka tekan.

6. Faktor Resiko
a. Mobilitas dan aktivitas
b. Penurunan sensori persepsi
c. Kelembapan
d. Tenaga yang merobek
e. Pergesekan
f. Nutrisi
g. Usia
h. Tekanan arteriolar yang rendah
i. Stress emosional
j. Merokok
k. Temperature kulit

7. Klasifikasi
Berdasarkan waktu yang diperlukan untuk penyembuhan dari suatu ulkus dekubitus dan
perbedaan temperature dari ulkus dengan kulit sekitarnya, dekubitus dapat dibagi menjadi tiga:

a. Tipe norm, mempunyai beda temperature sampai dibawah lebih kurang 2,5 oC dibandingkan kulit
sekitarnya dan akan sembuh dalam perawatan 6 minggu. Ulkus ini terjadi karena iskemia jaringan
setempat akibat tekanan, tetapi aliran darah dan pembuluh-pembuluh darah sbenarnya baik
b.Tipe arteriosklerosis, mempunyai beda temperature kurang dari 1oC antara daerah ulkus dengan
kulit sekitarnya. Keadaan ini menunjukkan gangguan aliran darah akibat penyakit pada pembuluh
darah (arterisklerotik) ikut berperan untuk terjadinya dekubitus disamping factor tekanan. Dengan
perawatan, ulkus ini diharapkan sembuh dalam 16 minggu.
c. Tipe terminal, terjadi pada penderita yang akan meninggal dunia dan tidak akan sembuh.

8. Pemeriksaan Diagnostik

a. Kultur : pertumbuhan mikroorganisme tiruan atau sel – sel jaringan.


b. Albumin serum : protein utama dalam plasma dan cairan serosa lain.

9. Penatalaksanaan

a. Perawatan luka decubitus


b. Penerangan untuk pasien dan keluarga
c. Bila ulkus kecil dapat sembuh sendiri bila faktor penyebab dihilangkan.
d. Usaha pencegahan keadaan yang lebih buruk.
e. Mengurangi tekanan dengan cara mengubah posisi selama 5 menit setiap 2 jam.
f. Menggunakan alas tidur yang empuk, kering dan kebersihan kulit dijaga jangan sampai kotor karena
urin dan feses.
g. Terapi obat :
1) Obat antibacterial topical untuk mengontrol pertumbuhan bakteri
2) Antibiotik prupilaksis agar luka tidak terinfeksi
h. Terapi diet
Agar terjadi proses penyembuhan luka yang cepat, maka nutrisi harus adekuat yang terdiri dari
kalori, protein, vitamin, mineral dan air. Penatalaksanaan klien dekubitus memerlukan pendekatan
holistic yang menggunakan keahlian pelaksana yang berasala dari beberapa disiplin ilmu kesehatan
(AHCPR, 1994; Olshansky, 1994) Gambaran keseluruhan dekubitus akan menjadi dasar pembuatan
pohon pengangambilan keputusan yang digunakan untuk menentukan rencana tindakan (AHCPR,
1994, Maklebust dan Siegreen, 1991).

10. Pengobatan

Pengobatan ulkus dekubitus dengan pemberian bahan topikal, sistemik ataupun dengan
tindakan bedah dilakukan sedini mungkin agar reaksi penyembuhan terjadi lebih cepat. Pada
pengobatan ulkus dekubitus ada beberapa hal yang perlu diperhatkan antara lain :

a. Mengurangi tekanan lebih lanjut pada daerah ulkus. Secara umum sama dengan tindakan
pencegahan yang sudah dibicarakan di tas. Pengurangan tekanan sangat penting karena ulkus tidak
akan sembuh selama masih ada tekanan yang berlebihan dan terus menerus.
b. Mempertahankan keadaan bersih pada ulkus dan sekitarnya. Keadaan tersebut akan menyebabkan
proses penyembuhan luka lebih cepat dan baik. Untuk hal tersebut dapat dilakukan kompres,
pencucian, pembilasan, pengeringan dan pemberian bahan-bahan topikal seperti larutan NaC10,9%,
larutan H202 3% dan NaC10,9%, larutan plasma dan larutan Burowi serta larutan antiseptik lainnya.
c. Mengangkat jaringan nekrotik. Adanya jaringan nekrotik pada ulkus akan menghambat aliran bebas
dari bahan yang terinfeksi dan karenanya juga menghambat pembentukan jaringan granulasi dan
epitelisasi. Oleh karena itu pengangkatan jaringan nekrotik akan memper-cepat proses
penyembuhan ulkus. Terdapat 3 metode yang dapat dilakukan antara lain :
1) Sharp dbridement (dengan pisau, gunting dan lain-lain).
2) Enzymatic debridement (dengan enzim proteolitik, kolageno-litik, dan fibrinolitik).
3) Mechanical debridement (dengan tehnik pencucian, pembilasan, kompres dan hidroterapi)
d. Menurunkan dan mengatasi infeksi, perlu pemeriksaan kultur dan tes resistensi. Antibiotika sistemik
dapat diberikan bila penderita mengalami sepsis, selulitis. Ulkus yang terinfeksi hams dibersihkan
beberapa kali sehari dengan larutan antiseptik seperti larutan H202 3%, povidon iodin 1%, seng
sulfat 0,5%. Radiasi ultraviolet (terutama UVB) mempunyai efek bakterisidal.
e. Merangsang dan membantu pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi. Hal ini dapat dicapai
dengan pemberian antara lain :
1) Bahan-bahan topikal misalnya : salep asam salisilat 2%, preparat seng (Zn 0, Zn SO)
2) Oksigen hiperbarik; selain mempunyai efek bakteriostatik terhadap sejumlah bakteri, juga
mempunyai efek proliferati epitel, menambah jaringan granulasi dan memperbaiki keadaan
vaskular.
3) Radiasi infra merah, short wave diathermy, dan pengurutan dapat membantu penyembuhan ulkus
karena adanya efek peningkatan vaskularisasi.
4) Terapi ultrasonik; sampai saat ini masih terus diselidiki manfaatnya terhadap terapi ulkus dekubitus
f. Tindakan bedah selain untuk pembersihan ulkus juga diperlukan untuk mempercepat penyembuhan
dan penutupan ulkus, terutama ulkus dekubitus stadium III & IV dan karenanya sering dilakukan
tandur kulit ataupun myocutaneous flap.

11. Pencegahan

Pencegahan ulkus dekubitus adalah hal yang utama karena pengobatan ulkus dekubitus
membutuhkan waktu dan biaya yang besar. Tindakan pencegahan dapat dibagi menjadi :

a. Umum :
1) Pendidikan kesehatan tentang ulkus dekubitus bagi staf medis, penderita dan keluarganya.
2) Pemeliharaan keadaan umum dan higiene penderita.
b. Khusus :
1) Mengurangi/menghindari tekanan luaryang berlebihan pada daerah tubuh tertentu dengan cara :
perubahan posisi tiap 2 jam di tempat tidur sepanjang 24 jam. melakukan push up secara teratur
pada waktu duduk di kursi roda. pemakaian berbagai jenis tempat tidur, matras, bantal anti
dekubitus seperti circolectric bed, tilt bed, air-matras; gel flotation pads, sheepskin dan lain-lain.
2) Pemeriksaan dan perawatan kulit dilakukan dua kali sehari (pagi dan sore), tetapi dapat lebih sering
pada daerah yang potensial terjadi ulkus dekubitus. Pemeriksaan kulit dapat dilakukan sendiri,
dengan bantuan penderita lain ataupun keluarganya. Perawatan kulit termasuk pembersihan
dengan sabun lunak dan menjaga kulit tetap bersih dari keringat, urin dan feces. Bila perlu dapat
diberikan bedak, losio yang mengandung alkohol dan emolien.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Identitas
Umur/usia perlu ditanyakan karena adanya hubungan dengan proses penyembuhan
luka atau regenerasi sel.Sedangkan ras dan suku bangsa perlu dikaji karena kulit yang tampak normal
pada ras dan kebangsaan tertentu kadang tampak abnormal pada klien dengan ras dan kebangsaan
lain (Smeltzer & Brenda, 2001). Pekerjaan dan hobi klien juga ditanyakan untuk mengetahui apakah
klien banyak duduk atau sedikit beraktivitas sehingga terjadi penekanan pembuluh darah yang
menyebabkan suplai oksigen berkurang, sel- sel tidak mendapat cukup zat makanan dan sampah
hasil sisa metabolisme tertumpuk. Akhirnya sel-sel mati, kulit pecah dan terjadilah lubang yang
dangkal dan luka dekubitus pada permukaan( Carpenito , L.J , 1998 ).

b. Keluhan Utama
Merupakan keluhan yang paling dirasakan oleh klien sehingga ia mencari
pertolongan. Keluhan yang diungkapkan klien pada umumnya yaitu adanya rasa nyeri. Lokasi luka
biasanya terdapat pada daerah- daerah yang menonjol, misalnya pada daerah belakang kepala,
daerah bokong, tumit, bahu, dan daerah pangkal paha yang mengalami ischemia sehingga terjadi
ulkus decubitus (Bouwhuizen , 1986 ).

c. Riwayat Penyakit Sekarang


Hal- hal yang perlu dikaji adalah mulai kapan keluhan dirasakan, lokasi keluhan,
intensitas, lamanya atau frekuensi, faktor yang memperberat atau memperingan serangan, serta
keluhan- keluhan lain yang menyertai dan upaya- upaya yang telah dilakukan perawat disini harus
menghubungkan masalah kulit dengan gejalanya seperti: gatal, panas, mati rasa, immobilisasi, nyeri,
demam, edema, dan neuropati ( Carpenito , L.J , 1998 )

d. Riwayat Personal dan Keluarga

1) Riwayat penyakit keluarga perlu ditanyakan karena penyembuhan luka dapat dipengaruhi oleh
penyakit – penyakit yang diturunkan seperti : DM, alergi, Hipertensi ( CVA ).

2) Riwayat penyakit kulit dan prosedur medis yang pernah dialami klien. Hal ini untuk memberikan
informasi apakah perubahan pada kulit merupakan manifestasi dari penyakit sistemik seperti :
infeksi kronis, kanker, DM

e. Riwayat Pengobatan

Apakah klien pernah menggunakan obat- obatan. Yang perlu dikaji perawat yaitu:
1) Kapan pengobatan dimulai.
2) Dosis dan frekuensi.
3) Waktu berakhirnya minum obat
f. Riwayat Diet

Yang dikaji yaitu berat badan, tinggi badan, pertumbuhan badan dan makanan yang
dikonsumsi sehari- hari. Nutrisi yang kurang adekuat menyebabkan kulit mudah terkena lesi dan
proses penyembuhan luka yang lama.

g. Status Sosial Ekonomi

Untuk mengidentifikasi faktor lingkungan dan tingkat perekonomian yang dapat


mempengaruhi pola hidup sehari- hari, karena hal ini memungkinkan dapat menyebabkan penyakit
kulit.

h. Riwayat Kesehatan, seperti:

1). Bed-rest yang lama

2). Immobilisasi

3) Inkontinensia

4). Nutrisi atau hidrasi yang inadekuat

i. Pengkajian Psikososial

Kemungkinan hasil pemeriksaan psikososial yang tampak pada klien yaitu:

1) Perasaan depresi
2) Frustasi
3) Ansietas/kecemasan
4) Keputusasaan
5) Gangguan Konsep Diri
6) Nyeri
j. Aktivitas Sehari- Hari

Pasien yang immobilisasi dalam waktu yang lama maka bukan terjadi ulkus pada daerah yang
menonjol karena berat badan bertumpu pada daerah kecilyang tidak banyak jaringan dibawah kulit
untuk menahan kerusakan kulit. Sehingga diperlukan peningkatan latihan rentang gerak dan
mengangkat berat badan. Tetapi jika terjadi paraplegi maka akan terjadi kekuatan otot tidak ada
(pada ekstremitas bawah), penurunan peristaltik usus (terjadi konstipasi), nafsu makan menurun
dan defisit sensori pada daerah yang paraplegi.

k. Pemeriksaan Fisik

1). Keadaan Umum

Umumnya penderita datang dengan keadaan sakit dan gelisah atau cemas akibat adanya kerusakan
integritas kulit yang dialami.

2). Tanda-Tanda Vital

Tekanan darah normal, nadi cepat, suhu meningkat dan respirasi rate meningkat.

3). Pemeriksaan Kepala Dan Leher

a) Kepala Dan Rambut


Pemeriksaan meliputi bentuk kepala, penyebaran dan perubahan warna rambut serta pemeriksaan
tentang luka. Jika ada luka pada daerah tersebut, menyebabkan timbulnya rasa nyeri dan kerusakan
kulit.
b) Mata
Meliputi kesimetrisan, konjungtiva, reflek pupil terhadap cahaya dan gangguan penglihatan.

c) Hidung
Meliputi pemeriksaan mukosa hidung, kebersihan, tidak timbul pernafasan cuping hidung, tidak ada
sekret.

d) Mulut
Catat keadaan adanya sianosis atau bibir kering.

e) Telinga
Catat bentuk gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan dan serumen. Pada penderita
yang bet rest dengan posisi miring maka, kemungkinan akan terjadi ulkus didaerah daun telinga.
f) Leher
Mengetahui posisi trakea, denyut nadi karotis, ada tidaknya pembesaran vena jugularis dan kelenjar
linfe.
4). Pemeriksaan Dada Dan Thorax
Inspeksi bentuk thorax dan ekspansi paru, auskultasi irama pernafasan, vokal premitus,
adanya suara tambahan, bunyi jantung, dan bunyi jantung tambahan, perkusi thorax untuk mencari
ketidak normalan pada daerah thorax.

5). Abdomen

Bentuk perut datar atau flat, bising usus mengalami penurunan karena inmobilisasi, ada
masa karena konstipasi, dan perkusi abdomen hypersonor jika dispensi abdomen atau tegang.

6). Urogenital

Inspeksi adanya kelainan pada perinium. Biasanya klien dengan ulkus dan paraplegi
terpasang kateter untuk buang air kecil.

7). Muskuloskeletal

Adanya fraktur pada tulang akan menyebabkan klien bet rest dalam waktu lama,
sehingga terjadi penurunan kekuatan otot.

8). Pemeriksaan Neurologi

Tingkat kesadaran dikaji dengan sistem GCS. Nilainya bisa menurun bila terjadi nyeri
hebat (syok neurogenik) dan panas atau demam tinggi, mual muntah, dan kaku kuduk.

9). Pengkajian Fisik Kulit

Pengkajian kulit melibatkan seluruh area kulit termasuk membrane mukosa, kulit kepala,
rambut dan kuku. Tampilan kulit yang perlu dikaji yaitu warna, suhu, kelembaban,kekeringan,
tekstur kulit (kasar atau halus), lesi, vaskularitas.

Yang harus diperhatikan oleh perawat yaitu :

a) Warna, dipengaruhi oleh aliran darah, oksigenasi, suhu badan dan produksi pigmen.
b) Lesi, dapat dibagi menjadi dua yaitu :
1) Lesi primer, yang terjadi karena adanya perubahan pada salah satu komponen kulit
2) Lesi sekunder, adalah lesi yang muncul setelah adanya lesi primer. Gambaran lesi yang harus
diperhatikan oleh perawat yaitu warna, bentuk, lokasi dan kofigurasinya.
c) Edema
Selama inspeksi kulit, perawat mencatat lokasi, distribusi dan warna dari daerah
edema.
d) Kelembaban
Normalnya, kelembaban meningkat karena peningkatan aktivitas atau suhu
lingkungan yang tinggi kulit kering dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti lingkungan kering
atau lembab yang tidak cocok, intake cairan yang inadekuat, proses menua.

e) Integritas
Yang harus diperhatikan yaitu lokasi, bentuk, warna, distribusi, apakah ada drainase
atau infeksi.

f) Kebersihan kulit
g) Vaskularisasi
Perdarahan dari pembuluh darah menghasilkan petechie dan echimosis.
h) Palpasi kulit
Yang perlu diperhatikan yaitu lesi pada kulit, kelembaban, suhu, tekstur atau elastisitas, turgor kulit.

10). Pemeriksaan Penunjang


a. Darah lengkap
Peningkatan tertentu awal menunjukkan hemo konsentrasi, sehubungan dengan
perpindahan atau kehilangan cairan dan untuk mengetahui adanya defisiensi nutrisi pada klien. Jika
terjadi leukositosis karena adanya kehilangan sel pada sisi luka dan respon inflamasi terhadap
edema. Glukosa serum yang terjadi peningkatan karena respon stres.

b. Biopsi luka
Untuk mengetahui jumlah bakteri.

1) Kultur swab
Untuk mengidentifikasi tipe bakteri pada permukaan ulkus.

2) Pembuatan foto klinis


Dibuat untuk memperlihatkan sifat serta luasnya kelainan kulit atau ulkus dan
dipergunakan untuk perbaikan setelah dilakukan terapi.

2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul

a. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit atau jaringan, perawatan luka.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, ketidak mampuan
memasukkan makanan melalui mulut.
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan mekanis dari jaringan sekunder akibat
tekanan dan gesekan.
d. Kerusakan mobilitas fisik bergubungan dengan nyeri atau tak nyaman, penurunan kekuatan dan
tahanan.
e. Koping individu inefektif berhubungan dengan luka kronis, relaksasi tidak adekuat, metode koping
tidak efektif.
f. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan hilangnya lapisan kulit, kecacatan, nyeri.
g. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit, pemajangan ulkus
decubitus terhadap feses/drainase urine dan personal hygiene yang kurang.
h. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajannya informasi, salah interpretasi
informasi, tidak mengenal sumber informasi.
3. Intervensi

NO. DX TUJUAN DAN KH INTERVENSI RASIONAL


DX. 1 Setelah diberikan
1. Tutup luka sesegera
1. Suhu berubah dan gesekan udara
asuhan keperawatan mungkin. dapat menyebabkan nyeri hebat
selama 3 x 24 jam, pada pemajanan ujung kulit.
diharapkan nyeri pasien 2. Untuk menurunkan pembentukan
berkurang dengan KH : edema, menurunkan ketidak
1. Klien melaporkan nyeri nyamanan.
berkurang atau 3. Peninggian linen dari luka
2. Tinggikan ekstremitas yang
terkontrol membantu menurunkan nyeri.
terdapat luka secara
2. Menunjukkan ekspresi 4. Menurunkan kekakuan sendi
periodik.
wajah atau postur
3. Beri tempat tidur yang dapat
tubuh rileks
diubah ketinggiannya.
4. Ubah posisi dengan sering
5. Perubahan lokasi/intensitas nyeri
dan ROM secara pasif
mengindikasikan terjadinya
maupun aktif sesuai indikasi.
komplikasi.
5. Perhatikan lokasi nyeri dan
intensitas (skala 0-10).
6. Meningkatkan relaksasi,
menurunkan tegangan otot.
6. Berikan tindakan
kenyamanan seperti pijatan
pada area yang tidak sakit,
perubahan posisi 7. Memfokuskan kembali perhatian,
dengan
sering. meningkatkan relaksasi dan
7. Dorong penggunaan tehnik meningkatkan rasa kontrol.
manajemen stress. Seperti
relaksasi 8.
progresif,napas Kekurangan tidur meningkatkan
dalam. persepsi nyeri.
8. Tingkatkan periode tidur
tanpa gangguan. 9. Untuk mengurangi rasa nyeri yang
ada

9. Kolaborasi dalam pemberian


analgesik sesuai indikasi.

DX. 2 Setelah diberikan


1. Auskultasi bising usus. 1. Immobilitas dapat menutunkan
asuhan keperawatan bising usus.
selama 3 x 24 jam,
2. Anjurkan makan sedikit tapi
diharapkan kebutuhan sering.
2. Membantu mencegah distensi
nutrisi pasien terpenuhi
gaster atau ketidaknyamanan dan
dengan KH :
meningkatkan pemasukan.
1. Nutrisi adekuat (sesuai
dengan kebutuhan)
2. Tidak mual dan muntah3. Dorong pasien untuk
3. Berat badan stabil memandang diet sebagai
3. Kalori dan protein diperlukan
pengobatan dan untuk untuk mempertahankan berat
membuat pilihan makanan / badan dan meningkatkan
minuman tinggi penyembuhan.
kalori/protein.
4. Lakukan oral hygiene
4. Mulut yang bersih dapat
sebelum makan.
meningkatkan rasa dan nafsu
makan yang baik.
5. Kolaborasi dengan ahli gizi
5. Untuk memenuhi kebutuhan
dalam pemberian nutrisi. nutrisi.
DX. 3 Setelah diberikan1. Observasi ukuran, warna,1. Untuk mengetahui sirkulasi pada
asuhan keperawatan kedalaman luka, jaringan daerah yang luka.
selama 3 x 24 jam, nekrotik dan kondisi sekitar
diharapkan integritas luka.
2. Demam mengidentifikasikan
kulit pasien teratasi2. Pantau/ evaluasi tanda-
adanya infeksi.
dengan KH : tanda vital dan perhatikan
1. Menunjukkan adanya demam.
3. Mengetahui tingkat keparahan
regenerasi jaringan. 3. Identifikasi
derajat
pada luka.
2. Menunjukkan perkembangan luka tekan
penyembuhan (ulkus).
decubitus
4. Mencegah terpajan dengan
4. Lakukan perawatan luka
organisme infeksius, mencegah
dengan tehnik aseptik dan
kontaminasi silang, menurunkan
antiseptik.
resiko infeksi.
5. Mencegah auto kontaminasi
6. Kolaborasi :
a. Membuang jaringan nekrotik /
luka eksudat untuk meningkatkan
5. Bersihkan jaringan nekrotik. penyembuhan.
6. Kolaborasi: b. Mencegah atau mengontrol
a. Irigasi luka. infeksi.
b. Beri antibiotik oral,topical,
c. Untuk mengetahui pengobatan
dan intra vena sesuai khusus infeksi luka.
indikasi.
c. Ambil kultur luka.

DX. 4 Setelah diberikan1. Anjurkan keluarga1. Menghilangkan tekanan pada


asuhan keperawatan membantu klien mobilisasi. daerah yang terdapat ulkus.
selama 3 x 24 jam,2. Atur posisi klien tiap 2 jam. 2. Penghilangan tekanan intermiten
diharapkan kerusakan memungkinkan darah masuk
mobilitas fisik pasien kembali ke kapiler yang tertekan.
teratasi dengan KH : 3. Mencegah secara progresif untuk
1. Klien mampu mengencangkan jaringan parut
3. Bantu klien untuk latihan
beraktivitas, miring dan meningkatka pemeliharaan
rentang gerak secara
kanan miring kiri fungsi otot atau sendi.
konsisten yang diawalai
dengan dibantu oleh 4. Meningkatkan kemandirian dan
dengan pasif kemudian aktif.
keluarga harga diri.
4. Dorong partisipasi klien
2. Keadaan luka membaik
dalam semua aktivitas sesuai
kemampuannya.
5. Buat jadwal latihan secara
5. Mengurang kelelahan dan
teratur.
meningkatkan toleransi terhadap
aktivitas.
6. Tingkatkan latihan ADL6. Meningkatkan hasil latihan secara
melalui fisioterapi, optimal dan maksimal.
hidroterapi, dan perawatan.
7. Kolaborasi dengan fisioterapi
7. Membantu melatih pergerakan

DX. 5 Setelah diberikan1. Kaji keefektifan strategi1. Mekanisme adaptif perlu untuk
asuhan keperawatan koping dengan mengubah pola hidup seseorang.
selama 1 x 24 jam, mengobservasi perilaku.
diharapkan koping klien Misalnya kemampuan
efektif dengan KH : menyatakan perasaan dan
1. Menyatakan kesadaran perhatian.
kemampuan koping /2. Bantu pasien untuk
kekuatan pribadi mengidentifikasi stresor
2. Mendemonstrasikan spesifik dan kemungkinan2. Pengenalan terhadap stresor
metode koping efektif. strategi untuk mengatasinya. adalah langkah pertama dalam
3. Beri reinforcement positif mengubah respon seseorang
dan support mental pada terhadap stresor.
klien.

3. Dukungan dapat meningkatkan


kepercayaan diri klien.`
DX. 6 Setelah diberikan1. Kaji perubahan pada pasien. 1. Episode traumatik mengakibatkan
asuhan keperawatan perubahan tiba-tiba.
selama 1 x 24 jam, 2. Meningkatkan perilaku positif
2. Berikan harapan dalam
diharapkan gangguan individu.
parameter situasi individu,
citra tubuh pasien
jangan memberikan
teratasi dengan KH :
keyakinan yang salah.
1. Menyatakan
penerimaan situasi diri.
2. Memasukan perubahan
dalam konsep diri tanpa
harga diri negatif.
DX. 7 Setelah diberikan
1. Observasi tanda vital.
1. Dugaan adanya infeksi.
asuhan keperawatan Perhatikan demam,
selama 3 x 24 jam, mengigil, berkeringat,
diharapkan resiko peningkatan nyeri.
infeksi klien teratasi
2. Catat warna kulit, suhu,
dengan KH : kelembaban.
2. Hangat, kemerahan, merupakan
Mencapai
tanda awal dari infeksi.
penyembuhan luka
3. Laken yang kotor tempat bakteri
3. Ganti laken yang sudah kotor
tepat pada waktunya
dengan yang bersih. berkembangbiak sehingga sangat
dan bebas dari jaringan
beresiko untuk terinfeksi.
eksudat, demam atau
mengigil.
Jaga kebersihan diri pasien. Mengurangi resiko infeksi.

DX. 8 Setelah diberikan


1. Kaji tingkat pemahaman
1. Memberikan kesempatan untuk
asuhan keperawatan klien dan keluarga terhadap memberikan informasi tambahan
selama 1 x 30 menit, proses penyakit. sesuai keperluan.
diharapkan pasien dan
2. Beri HE tentang penyakit,
2. Meningkatkan pengetahuan klien
keluarga mengetahui pencegahan, dan dan keluarga agar dapat
tentang penyakitnya pengobatannya. mencegah dan mengikuti terapi
dengan KH : pengobatan.
1. Menyatakan 3. Nutrisi optimal meningkatkan
pemahaman kondisi, regenerasi jaringan dan
prognosis, 3.
dan Tekankan pentingnya penyembuhan umum kesehatan.
pengobatan. melanjutkan pemasukan diet
4. Deteksi dini terjadinya komplikasi.
Berpartisipasi dalam tinggi kalori dan protein.
program pengobatan

4. Identifikasi tanda dan gejala


yang memerlukan evaluasi
medik seperti inflamasi,
demam, perubahan
karakteristik nyeri.

4.Implementasi

Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang


meliputi tindakan- tindakan yang direncanakan oleh perawat yang diberikan pada klien. Pelaksanaan
tindakan pada klien dengan gangguan sistem integumen diperlukan untuk meminimalkan terjadinya
komplikasi, perluasan area yang terjadi ulkus. Untuk keberhasilan tindakan maka dipeelukan
partisipasi dari klien dan kelurga (Aziz, H. 2002). (sesuai dengan intervensi)

5. Evaluasi

DX.1 :
1. Klien melaporkan nyeri berkurang atau terkontrol
2. Menunjukkan ekspresi wajah atau postur tubuh rileks
DX.2 :
1. Nutrisi adekuat (sesuai dengan kebutuhan)
2. Tidak mual dan muntah
3. Berat badan stabil
DX.3 :
1. Menunjukkan regenerasi jaringan.
2. Menunjukkan penyembuhan decubitus
DX.4 :
1. Klien mampu beraktivitas, miring kanan miring kiri dengan dibantu oleh keluarga
2. Keadaan luka membaik
DX.5 :
1. Menyatakan kesadaran kemampuan koping / kekuatan pribadi
2. Mendemonstrasikan metode koping efektif.

DX.6 :
1. Menyatakan penerimaan situasi diri.
2. Memasukan perubahan dalam konsep diri tanpa harga diri negatif.
DX.7 :
1. Mencapai penyembuhan luka tepat pada waktunya dan bebas dari jaringan eksudat, demam atau
mengigil.
DX.8
1. Menyatakan pemahaman kondisi, prognosis, dan pengobatan.
2. Berpartisipasi dalam program pengobatan
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Simpulan yang dapat kami sampaikan adalah, dekubitus merupakan kerusakan atau
kematian kulit sampai jaringan dibawah kulit, bahkan menembus otot sampai mengenai tulang
akibat adanya penekanan pada suatu area secara terus-menerus sehingga mengakibtakan ganguan
sirkulasi darah setempat. Dekubitus disebabkan oleh dua faktor yaitu, faktor instriksi seperti usia,
temperatur kulit, mobilitas dan aktivitas, dan faktor ekstrinsik seperti tekanan, gesekan,
kelembaban. Pemberian asuhan keperawatan kepada klien dekubitus, dimulai dari pengkajian dan
pengambilan diagnosa diprioritaskan berdasarkan kondisi klien.
DAFTAR PUSTAKA

1. Capernito, Linda Juall. 1999. Rencana Diagnosa dan Dokumentasi Keperawatan: Diagnosa
Keperawatan dan Masalah Kolaboratif Ed.2. Jakarta: EGC.

2. Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Keperawatan: Pedoman Perencanaan dan Pendokumentasian


Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.

3. Hegner, Barbara R. 2003. Asisten Keperawatan: Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta: EGC

4. Nurachman, Elly. 2001. Nutrisi Dalam Keperawatan. Jakarta: Sagung Seto

5. Rendi M. Clevo, TH Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit Dalam.
Yogyakarta: Nuha Medika

GBU...

Rabu, 21 April 2010

ASKEP DEKUBITUS

TUGAS MATA KULIAH : PKKDM II


DOSEN : SURADI EFENDI, S.KEP, NS

DISUSUN OLEH
KELOMPOK VIIIa

1. RIKSON YATULE (NH.0107144)


2. NURHAEDA (NH.0107123)
3. RAHMAWATI ACHMAD (NH.0107133)
4. MUSTAKING (NH.0107115)
5. MARLINA (NH.0107103)
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
NANI HASANUDDIN
MAKASSAR
2009
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena hanya dengan pimpinan
dan penyertaanNya sehingga tugas dari mata kuliah PKKDM II ini dapat terselesaikan dengan baik.
Pertama-tama kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Suradi Efendi S,Kep, Ns
sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan petunjuk untuk menyelesaikan tugas ini.
Makalah ini membahas tentang Sistem Integumen khususnya penyakit “Dekubitus” mulai dari
pengertian sampai pada asuhan keperawatan. Dimana Dekubitus dapat terjadi pada setiap tahap
umur, tetapi merupakan masalah yang khusus pada lansia khususnya pada klien dengan
imobilitas. Ini sangat penting bagi perawat dalam melakukan tindakan terhadap pasien dengan
penyakit dekubitus.
Kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena
itu, kami mohon maaf atas segala kekurangannya. Kritik dan saran sangat kami perlukan untuk
sempurnya makalah ini bahkan dalam penyusunan tugas-tugas selanjutnya. Semoga bermanfaat
bagi kita semua, atas perhatiannya kami mengucapkan terima kasih.

Makassar, April 2009

Kelompok VIII
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL 1
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN 5
A. Latar Belakang 5
B. Tujuan Penulisan 7
1. Tujuan Umum 7
2. Tujuan Khusus 8
C. Manfaat Penulisan 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9
A. Konsep Medis 9
1. Pengertian 9
2. Etiologi 10
3. Patofisiologi 14
4. Manifestasi Klinik 14
5. Pemeriksaan Diagnostik 17
6. Penatalaksanaan 17
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 21
1. Pengkajian 21
2. Diagnosa 27
3. Intervensi 28
4. Implementasi 37
5. Evaluasi 37
BAB III PENUTUP 39
A. Kesimpulan 39
B. Saran 40
DAFTAR PUSTAKA 41

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kita kehilangan sekitar satu gram sel kulit setiap harinya karena gesekan kulit pada baju dan
aktivitas higiene yang dilakukan setiap hari seperti mandi. Dekubitus dapat terjadi pada setiap
tahap umur, tetapi hal ini merupakan masalah yang khusus pada lansia. Khsusnya pada klien
dengan imobilitas.
Seseorang yang tidak im-mobil yang tidak berbaring ditempat tidur sampai berminggu-minggu
tanpa terjadi dekubitus karena dapat berganti posisi beberapa kali dalam sejam. Penggantian
posisi ini, biarpun hanya bergeser, sudah cukup untuk mengganti bagian tubuh yang kontak
dengan alas tempat tidur. Sedangkan im-mobilitas hampir menyebabkan dekubitus bila
berlangsung lama. Terjadinya ulkus disebabkan ganggual aliran darah setempat, dan juga keadaan
umum dari penderita.
Luka dekubitus adalah suatu masalah bagi populasi pasien dirawat di rumah sakit atau rumah
perawatan lainnya. Pasien-pasien tersebut memiliki resiko untuk mengalami terjadinya luka
dekubitus selama perawatan. Insiden dan prevalensi terjadinya luka dekubitus pada populasi ini di
Amerika Serikat cukup tinggi untuk mendapatkan perhatian dari kalangan tenaga kesehatan.
Penelitian menunjukkan bahwa prevalensi luka dekabitus bervariasi, terapi secara umum
dilaporkan bahwa 5-11% terjadi di tatanan perawatan akut/ acute care, 15-25 % di tatanan
perawatan jangka panjang/ longterm care, dan 7-12% di tatanan perawatan rumah/ home health
care.
Prevalensi adalah jumlah kasus yang ada dalam sebuah populasi pada saat waktu tertentu
(AHCPR, 1994). Angka prevalensi bervariasi pada berbagai keadaan klien . Angka prevalensi yang
dilaporkan dari rumah sakit berada di rentang antara 3% - 11% (Allman, 1989), 11% (Meehan,
1994), 14% (Langemo dkk, 1989) dan 20% Leshem dan Skelskey, 1994). (Angka prevalensi pada
tempat perawatan pemulihan dan perawatan jangka panjang berada pada rentang dari 3,5%
Leshem dan Skelskey, 1994), 5% (Survey McKnight, 1992), sampai 23% (Langemo dkk, 1989; Young
1989). Prevalensi dekubitus pada individu yang dirawat di rumah tanpa supervisi atau dengan
bantuan tenaga professional tidak begitu jelas (AHCPR, 1994).
Berdasarkan panduan praktek klinik yang dikeluarkan oleh AHCPR, intervensi keperawatan yang
digunakan untuk mencegah terjadinya luka dekubitus terdiri dari tiga katagori yaitu: perawatan
kulit dan penanganan dini, penggunaan berbagai matras atau alas, dan edukasi pasien.
Dalam penelusuran kepustakaan dengan menggunakan fasilitas CINAHL pada tahun 1990-1995,
didapatkan 12 artikel penelitian yang berkaitan dengan intervensi keperawatan untk mencegah
terjadinya luka dekubitus, yang terdiri dari 8 penelitian tentang penggunaan berbagai matras, 2
penelitian pengaturan posisi baring, dan 2 penelitian tentang edukasi pasien.
Penelitian dalam kurun waktu lima tahun terakhir berfokus pada efek dari berbagai matras untuk
mengurangi penekanan jaringan dan perkembangan luka dekubitus. Sedangkan penelitian tentang
perawatan kulit dan posisi tubuh, dan edukasi pasien sangat terbatas.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dalam kurun waktu lima tahun terakhir
didapatkan bahwa, 1). Penggunaan matras yang mereduksi penekanan jaringan dapat menjadi
tindakan yang efektif untuk mencegah terjadinya luka dekubitus, 2). Intervensi dengan melakukan
pengangkatan bagian tubuh tertentu sebagai tambahan dari jadual perubahan posisi yang rutin
membantu dalam mencegah terjadinya luka dekubitus, 3). Interval perubahan posisi setiap dua
jam mungkin dapat merugikan intergritas kulit pada populasi lanjut usia, 4). Perawat yang terlibat
di dalam edukasi pasien agar lebih menyadari bahwa tindakannya dalam upaya meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan pasien untuk mencegah terjadinya luka dekubitus akan sangat
mempengaruhi sikap dan perilaku pasien dalam melakukan tindakan-tindakan untuk mencegah
terjadinya luka dekubitus.
Untuk peneliti selanjutnya direkomendasikan agar lebih memperhatikan area penelitian yang
berhubungan dengan perawatan kulit, pengaturan posisi dan edukasi pasien karena kategori
intervensi keperawatan ini masih sangat terbatas diteliti. Dan suatu penelitian replikasi perlu
dilakukan untuk melihat efektifitas dari interval perubahan posisi baring yang secara tradisional
dilakukan setiap dua jam.
Dekubitus merupakan suatu hal yang serius, dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi
pada penderita lanjut usia. Dinegara-negara maju, presentase terjadinya dekubitus mencapai
sekitar 11% dan terjadi dalam dua minggu pertama dalam perawatan. Penyelidikan menunjukkan
bahwa kira-kira 28% penderita di rumah sakit mungkin terkena. Penderita dengan trauma medula
pinalis, insidensnya 25 - 85% dengan angka kematian antara 7-8%. Usia lanjut mempunyai potensi
besar untuk terjadi dekubitus karena perubahan kulit berkaitan dengan bertambahnya usia antara
lain:
• Berkurangnya jaringan lemak subkutan
• Berkurangnya jaringan kolagen dan elastin
Menurunnya efesiensi kolateral kapiler pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis dan rapuh.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui tentang apa sebenarnya
Dekubitus ditinjau dari konsep medis.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui konsep dasar dan tindakan
asuhan keperawatan Dekubitus mulai dari pengakajian sampai evaluasi.
C. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan makalah ini yaitu memberikan pengetahuan kepada pembaca tentang apa
sebenarnya Dekubitus itu serta bagaimana pencegahan dan penanggulangannya, khususnya bagi
mahasiswa dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien Dekubitus.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Medis
1. Pengertian
Dekubitus merupakan nekrosis jaringan local yang cenderung terjadi ketika jaringan lunak
tertekan di antara tonjolan tulang dengan permukaan eksternal dalam jangka waktu lama
(National Pressure Ulcer Advisory Panel [NPUAP], 1989a, 1989b).
Sebuah definisi baru telah diajukan di Konferensi Nasional NPUAP ke-4 (1995a). Margolis (1995)
menyebutkan “definisi terbaik dekubitus adalah kerusakan struktur anatomis dan fungsi kulit
normal akibat dari tekanan eksternal yang berhubungan dengan penonjolan tulang dan tidak
sembuh dengan urutan dan waktu biasa. Selanjutnya, gangguan ini terjadi pada individu yang
berada di atas kursi atau di atas tempat tidur , sering kali pada inkontinensia dan malnutrisi
ataupun individu yang mengalami kesulitan makan sendiri, serta mengalami gangguan tingkat
kesadaran.”
Ulkus Dekubitus (Luka akibat penekanan, Ulkus kulit, Bedsores) adalah kerusakan kulit yang
terjadi akibat kekurangan aliran darah dan iritasi pada kulit yang menutupi tulang yang menonjol,
dimana kulit tersebut mendapatkan tekanan dari tempat tidur, kursi roda, gips, pembidaian atau
benda keras lainnya dalam jangka panjang (Anonim, 2009).
Dekubitus sering disebut ulkus dermal / ulkus dekubitus atau luka tekan terjadi akibat tekanan
yang sama pada suatu bagian tubuh yang mengganggu sirkulasi (Harnawatiaj, 2008).
Dekubitus adalah Kerusakan lokal dari kulit dan jaringan dibawah kulit yang disebabkan
penekanan yang terlalu lama pada area tersebut (Ratna Kalijana, 2008).
2. Etiologi
Braden dan Bergstrom (2000) mengembangkan sebuah skema untuk menggambarkan faktor -
faktor resiko untuk terjadinya luka tekan.
Ada dua hal utama yang berhubungan dengan resiko terjadinya luka tekan, yaitu faktor tekanan
dan toleransi jaringan. Faktor yang mempengaruhi durasi dan intensitas tekanan diatas tulang
yang menonjol adalah imobilitas, inakitifitas, dan penurunan sensori persepsi. Sedangkan faktor
yang mempengaruhi toleransi jaringan dibedakan menjadi dua yaitu faktor ekstrinsik dan faktor
intrinsik.
a) Faktor intrinsik: penuaan (regenerasi sel lemah), Sejumlah penyakit yang menimbulkan seperti
DM, Status gizi, underweight atau kebalikannya overweight, Anemia, Hipoalbuminemia, Penyakit-
penyakit neurologik dan penyakit-penyakit yang merusak pembuluh darah, Keadaan
hidrasi/cairan tubuh. b) Faktor Ekstrinsik: Kebersihan tempat tidur, alat-alat tenun yang kusut dan
kotor, atau peralatan medik yang menyebabkan penderita terfiksasi pada suatu sikap tertentu,
Duduk yang buruk, Posisi yang tidak tepat, Perubahan posisi yang kurang.
Di bawah ini adalah penjelasan dari masing masing faktor diatas :
1. Mobilitas dan aktivitas
Mobilitas adalah kemampuan untuk mengubah dan mengontrol posisi tubuh, sedangkan aktivitas
adalah kemampuan untuk berpindah. Pasien yang berbaring terus menerus ditempat tidur tanpa
mampu untuk merubah posisi beresiko tinggi untuk terkena luka tekan. Imobilitas adalah faktor
yang paling signifikan dalam kejadian luka tekan. Penelitian yang dilakukan Suriadi (2003) di salah
satu rumah sakit di Pontianak juga menunjukan bahwa mobilitas merupakan faktor yang
signifikan untuk perkembangan luka tekan.
2. Penurunan sensori persepsi
Pasien dengan penurunan sensori persepsi akan mengalami penurunan untuk merasakan sensari
nyeri akibat tekanan diatas tulang yang menonjol. Bila ini terjadi dalam durasi yang lama, pasien
akan mudah terkena luka tekan.

3. Kelembaban
Kelembapan yang disebabkan karena inkontinensia dapat mengakibatkan terjadinya maserasi
pada jaringan kulit. Jaringan yang mengalami maserasi akan mudah mengalami erosi. Selain itu
kelembapan juga mengakibatkan kulit mudah terkena pergesekan (friction) dan perobekan
jaringan (shear). Inkontinensia alvi lebih signifikan dalam perkembangan luka tekan daripada
inkontinensia urin karena adanya bakteri dan enzim pada feses dapat merusak permukaan kulit.
4. Tenaga yang merobek ( shear )
Merupakan kekuatan mekanis yang meregangkan dan merobek jaringan, pembuluh darah serta
struktur jaringan yang lebih dalam yang berdekatan dengan tulang yang menonjol. Contoh yang
paling sering dari tenaga yang merobek ini adalah ketika pasien diposisikan dalam posisi semi
fowler yang melebihi 30 derajad[18]. Pada posisi ini pasien bisa merosot kebawah, sehingga
mengakibatkan tulangnya bergerak kebawah namun kulitnya masih tertinggal. Ini dapat
mengakibatkan oklusi dari pembuluh darah, serta kerusakan pada jaringan bagian dalam seperti
otot, namun hanya menimbulkan sedikit kerusakan pada permukaan kulit.
5. Pergesekan ( friction)
Pergesekan terjadi ketika dua permukaan bergerak dengan arah yang berlawanan. Pergesekan
dapat mengakibatkan abrasi dan merusak permukaan epidermis kulit. Pergesekan bisa terjadi
pada saat penggantian sprei pasien yang tidak berhati-hati
6. Nutrisi
Hipoalbuminemia, kehilangan berat badan, dan malnutrisi umumnya diidentifikasi sebagai faktor
predisposisi untuk terjadinya luka tekan[8]. Menurut penelitian Guenter (2000) stadium tiga dan
empat dari luka tekan pada orangtua berhubungan dengan penurunan berat badan, rendahnya
kadar albumin, dan intake makanan yang tidak mencukupi.
7. Usia
Pasien yang sudah tua memiliki resiko yang tinggi untuk terkena luka tekan karena kulit dan
jaringan akan berubah seiring dengan penuaan. Penuaan mengakibatkan kehilangan otot,
penurunan kadar serum albumin, penurunan respon inflamatori, penurunan elastisitas kulit, serta
penurunan kohesi antara epidermis dan dermis[18]. Perubahan ini berkombinasi dengan faktor
penuaan lain akan membuat kulit menjadi berkurang toleransinya terhadap tekanan, pergesekan,
dan tenaga yang merobek.
8. Tekanan arteriolar yang rendah
Tekanan arteriolar yang rendah akan mengurangi toleransi kulit terhadap tekanan sehingga
dengan aplikasi tekanan yang rendah sudah mampu mengakibatkan jaringan menjadi iskemia.
Studi yang dilakukan oleh Nancy Bergstrom ( 1992) menemukan bahwa tekanan sistolik dan
tekanan diastolik yang rendah berkontribusi pada perkembangan luka tekan.
9. Stress emosional
Depresi dan stress emosional kronik misalnya pada pasien psikiatrik juga merupakan faktor resiko
untuk perkembangan dari luka tekan.
10. Merokok
Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran darah dan memiliki efek toksik
terhadap endotelium pembuluh darah. Menurut hasil penelitian Suriadi (2002) ada hubungaan
yang signifikan antara merokok dengan perkembangan terhadap luka tekan.
11. Temperatur kulit
Menurut hasil penelitian Sugama (1992) peningkatan temperatur merupakan faktor yang
signifikan dengan resiko terjadinya luka tekan.
Menurut hasil penelitian, faktor penting lainnya yang juga berpengaruh terhadap risiko terjadinya
luka tekan adalah tekanan antar muka ( interface pressure). Tekanan antar muka adalah kekuatan
per unit area antara tubuh dengan permukaan matras[19]. Apabila tekanan antar muka lebih
besar daripada tekanan kapiler rata rata, maka pembuluh darah kapiler akan mudah kolap, daerah
tersebut menjadi lebih mudah untuk terjadinya iskemia dan nekrotik. Tekanan kapiler rata rata
adalah sekitar 32 mmHg. Menurut penelitian Sugama (2000) dan Suriadi (2003) tekanan
antarmuka yang tinggi merupakan faktor yang signifikan untuk perkembangan luka tekan.
Tekanan antar muka diukur dengan menempatkan alat pengukur tekanan antar muka ( pressure
pad evaluator) diantara area yang tertekan dengan matras.
3. Patofisiologi
Immobil/terpancang pada tempat tidurnya secara pasif dan berbaring (lebih dari 2 jam),tekanan
daerah sakrum akan mencapai 60-70 mmHg dan daerah tumit mencapai 30-45 mmHg (normal:
tekanan daerah pada kapiler berkisar antara 16 mmHg-33 mmHg), Iskemik, nekrosis jaringan kulit
selain faktor tegangan, ada faktor lain yaitu: Faktor teregangnya kulit misalnya gerakan meluncur
ke bawah pada penderita dengan posisi dengan setengah berbaring. Faktor terlipatnya kulit akibat
gesekan badan yang sangat kurus dengan alas tempat tidur, sehingga seakan-akan kulit
“tertinggal” dari area tubuh lainnya (Heri Sutanto, 2008).
4. Manifestasi Klinik
Terjadi pada pasien-pasien paraplegia, quadriplegia, spina bifida, multipel
sklerosis dan imobilisasi lama di rumah sakit. Selain itu, faktor
lain perlu diketahui dari riwayat penderita meliputi onset, durasi,
riwayat pengobatan sebelumnya, perawatan luka, riwayat operasi
sebelumnya, status gizi dan perubahan berat badan, riwayat alergi,
konsumsi alkohol, merokok serta keadaan sosial ekonomi
penderita. Anamnesa sistem termasuk di dalamnya antara lain demam, keringat malam, spasme
(kaku), kelumpuhan, bau, nyeri (Arwaniku, 2007).
Menurut NPUAP ( National Pressure Ulcer Advisory Panel ), luka tekan dibagi menjadi empat
stadium (gambar 2 ), yaitu :

1. Stadium Satu
Adanya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila dibandingkan dengan kulit yang
normal, maka akan tampak salah satu tanda sebagai berikut : perubahan temperatur kulit ( lebih
dingin atau lebih hangat ), perubahan konsistensi jaringan ( lebih keras atau lunak ), perubahan
sensasi (gatal atau nyeri). Pada orang yang berkulit putih, luka mungkin kelihatan sebagai
kemerahan yang menetap. Sedangkan pada yang berkulit gelap, luka akan kelihatan sebagai
warna merah yang menetap, biru atau ungu.
2. Stadium Dua
Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau keduanya. Cirinya adalah
lukanya superficial, abrasi, melempuh, atau membentuk lubang yang dangkal.
3. Stadium Tiga
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis dari jaringn subkutan
atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada fascia. Luka terlihat seperti lubang yang dalam
4. Stadium Empat
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang luas, nekrosis jaringan, kerusakan
pada otot, tulang atau tendon. Adanya lubang yang dalam serta saluran sinus juga termasuk
dalam stadium IV dari luka tekan.
Menurut stadium luka tekan diatas, luka tekan berkembang dari permukaan luar kulit ke lapisan
dalam ( top-down).Namun menurut hasil penelitian saat ini, luka tekan juga dapat berkembang
dari jaringan bagian dalam seperti fascia dan otot walapun tanpa adanya adanya kerusakan pada
permukaan kulit. Ini dikenal dengan istilah injuri jaringan bagian dalam (Deep Tissue Injury). Hal
ini disebabkan karena jaringan otot dan jaringan subkutan lebih sensitif terhadap iskemia
daripada permukaan kulit. Kejadian DTI sering disebabkan karena immobilisasi dalam jangka
waktu yang lama, misalnya karena periode operasi yang panjang. Penyebab lainnya adalah
seringnya pasien mengalami tenaga yang merobek (shear).
Jenis luka tekan ini lebih berbahaya karena berkembang dengan cepat daripada luka tekan yang
dimulai dari permukaan kulit. Kebanyakan DTI juga lebih sulit disembuhkan walaupun sudah
diberikan perawatan yang adekuat. NPUAP dan WOCN (2005) menyimpulkan bahwa DTI masuk ke
dalam kategori luka tekan, namun stadium dari DTI masih diperdebatkan karena stadium yang
selama ini ada merepresentasikan luka tekan yang dimulai dari permukaan menuju kedalam
jaringan (top-down), sedangkan DTI dimulai dari dalam jaringan menuju ke kulit superficial (
bottom-up)[3].
Selama ini perawat sulit untuk mengidentifikasi adanya DTI karena kerusakan pada bagian dalam
jaringan sulit untuk dilihat dari luar[15]. Yang selama ini sering digunakan sebagai tanda terjadinya
DTI pada pasien yaitu adanya tanda trauma yang dalam atau tanda memar pada jaringan[3]. Pada
orang yang berkulit putih, DTI sering nampak sebagai warna keunguan atau kebiruan pada kulit.
Saat ini terdapat metode yang reliabel untuk mengenali adanya DTI, yaitu dengan menggunakan
ultrasonografi. Bila hasil ultrasonografi menunjukan adanya daerah hypoechoic, maka ini berarti
terdapat kerusakan yang parah pada jaringan bagian dalam, meskipun tidak ada kerusakan
dipermukaan kulit atau hanya minimal[15]]. Gambar 4 menunjukan adanya daerah hypoechoic
(lingkaran merah) pada pemeriksaan dengan menggunakan ultrasonografi.
5. Pemeriksaan Diagnostik
a) Kultur : pertumbuhan mikroorganisme tiruan atau sel – sel jaringan.
b) Albumin serum : protein utama dalam plasma dan cairan serosa lain.

6. Penatalaksanaan Medis
1. Perawatan luka decubitus
2. Terapi fisik, dengan menggunakan pusaran air untuk menghilangkan jaringan yang mati.
3. Terapi obat :
a. Obat antibacterial topical untuk mengontrol pertumbuhan bakteri
b. Antibiotik prupilaksis agar luka tidak terinfeksi
4. Terapi diet
Agar terjadi proses penyembuhan luka yang cepat, maka nutrisi harus adekuat yang terdiri dari
kalori, protein, vitamin, mineral dan air.
Penatalaksanaan klien dekubitus memerlukan pendekatan holistic yang menggunakan keahlian
pelaksana yang berasala dari beberapa disiplin ilmu kesehatan (AHCPR, 1994; Olshansky, 1994)
Gambaran keseluruhan dekubitus akan menjadi dasar pembuatan pohon pengangambilan
keputusan yang digunakan untuk menentukan rencana tindakan (AHCPR, 1994, Maklebust dan
Siegreen, 1991).
A. Pencegahan
Pencegahan ulkus dekubitus adalah hal yang utama karena pengobatan ulkus dekubitus
membutuhkan waktu dan biaya yang besar. Tindakan pencegahan dapat dibagi atas
1) Umum :
a) Pendidikan kesehatan tentang ulkus dekubitus bagi staf medis, penderita dan keluarganya.
b) Pemeliharaan keadaan umum dan higiene penderita.
2) Khusus :
a) Mengurangi/menghindari tekanan luaryang berlebihan pada daerah tubuh tertentu dengan
cara : perubahan posisi tiap 2 jam di tempat tidur sepanjang 24 jam. melakukan push up secara
teratur pada waktu duduk di kursi roda. pemakaian berbagai jenis tempat tidur, matras, bantal
anti dekubitus seperti circolectric bed, tilt bed, air-matras; gel flotation pads, sheepskin dan lain-
lain.
b) Pemeriksaan dan perawatan kulit dilakukan dua kali sehari (pagi dan sore), tetapi dapat lebih
sering pada daerah yang potensial terjadi ulkus dekubitus. Pemeriksaan kulit dapat dilakukan
sendiri, dengan bantuan penderita lain ataupun keluarganya. Perawatan kulit termasuk
pembersihan dengan sabun lunak dan menjaga kulit tetap bersih dari keringat, urin dan feces. Bila
perlu dapat diberikan bedak, losio yang mengandung alkohol dan emolien.
B. Pengobatan
Pengobatan ulkus dekubitus dengan pemberian bahan topikal, sistemik ataupun dengan tindakan
bedah dilakukan sedini mungkin agar reaksi penyembuhan terjadi lebih cepat. Pada pengobatan
ulkus dekubitus ada beberapa hal yang perlu diperhatkan antara lain
1) Mengurangi tekanan lebih lanjut pada daerah ulkus. Secara umum sama dengan tindakan
pencegahan yang sudah dibicarakan di tas. Pengurangan tekanan sangat penting karena ulkus
tidak akan sembuh selama masih ada tekanan yang berlebihan dan terus menerus.
2) Mempertahankan keadaan bersih pada ulkus dan sekitarnya. Keadaan tersebut akan
menyebabkan proses penyembuhan luka lebih cepat dan baik. Untuk hal tersebut dapat dilakukan
kompres, pencucian, pembilasan, pengeringan dan pemberian bahan-bahan topikal seperti
larutan NaC10,9%, larutan H202 3% dan NaC10,9%, larutan plasma dan larutan Burowi serta
larutan antiseptik lainnya.
3) Mengangkat jaringan nekrotik. Adanya jaringan nekrotik pada ulkus akan menghambat aliran
bebas dari bahan yang terinfeksi dan karenanya juga menghambat pembentukan jaringan
granulasi dan epitelisasi. Oleh karena itu pengangkatan jaringan nekrotik akan memper-cepat
proses penyembuhan ulkus. Terdapat 3 metode yang dapat dilakukan antara lain :
a) Sharp dbridement (dengan pisau, gunting dan lain-lain).
b) Enzymatic debridement (dengan enzim proteolitik, kolageno-litik, dan fibrinolitik).
c) Mechanical debridement (dengan tehnik pencucian, pembilasan, kompres dan hidroterapi)
4) Menurunkan dan mengatasi infeksi.
Perlu pemeriksaan kultur dan tes resistensi. Antibiotika sistemik dapat diberikan bila penderita
mengalami sepsis, selulitis. Ulkus yang terinfeksi hams dibersihkan beberapa kali sehari dengan
larutan antiseptik seperti larutan H202 3%, povidon iodin 1%, seng sulfat 0,5%. Radiasi ultraviolet
(terutama UVB) mempunyai efek bakterisidal.
5) Merangsang dan membantu pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi. Hal ini dapat
dicapai dengan pemberian antara lain :
a) Bahan-bahan topikal misalnya : salep asam salisilat 2%, preparat seng (Zn 0, Zn SO
b) Oksigen hiperbarik; selain mempunyai efek bakteriostatik terhadap sejumlah bakteri, juga
mempunyai efek proliferati epitel, menambah jaringan granulasi dan memperbaiki keadaan
vaskular.
c) Radiasi infra merah, short wave diathermy, dan pengurutan dapat membantu penyembuhan
ulkus karena adanya efek peningkatan vaskularisasi.
d) Terapi ultrasonik; sampai saat ini masih terus diselidiki manfaatnya terhadap terapi ulkus
dekubitus.
6) Tindakan bedah selain untuk pembersihan ulkus juga diperlukan untuk mempercepat
penyembuhan dan penutupan ulkus, terutama ulkus dekubitus stadium III & IV dan karenanya
sering dilakukan tandur kulit ataupun myocutaneous flap
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
1. Biodata
Umur/usia perlu ditanyakan karena adanya hubungan dengan proses penyembuhan luka atau
regenerasi sel.Sedangkan ras dan suku bangsa perlu dikaji karena kulit yang tampak normal pada
ras dan kebangsaan tertentu kadang tampak abnormal pada klien dengan ras dan kebangsaan lain
(Smeltzer & Brenda, 2001). Pekerjaan dan hobi klien juga ditanyakan untuk mengetahui apakah
klien banyak duduk atau sedikit beraktivitas sehingga terjadi penekanan pembuluh darah yang
menyebabkan suplai oksigen berkurang, sel- sel tidak mendapat cukup zat makanan dan sampah
hasil sisa metabolisme tertumpuk. Akhirnya sel-sel matai, kulit pecah dan terjadilah lubang yang
dangkal dan luka dekubitus pada permukaan( Carpenito , L.J , 1998 ).
2. Keluhan Utama
Merupakan keluhan yang paling dirasakan oleh klien sehingga ia mencari pertolongan. Keluhan
yang diungkapkan klien pada umumnya yaitu adanya rasa nyeri. Lokasi luka biasanya terdapat
pada daerah- daerah yang menonjol, misalnya pada daerah belakang kepala, daerah bokong,
tumit, bahu, dan daerah pangkal paha yang mengalami ischemia sehingga terjadi ulkus decubitus
(Bouwhuizen , 1986 ).
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Hal- hal yang perlu dikaji adalah mulai kapan keluhan dirasakan, lokasi keluhan, intensitas,
lamanya atau frekuensi, faktor yang memperberat atau memperingan serangan, serta keluhan-
keluhan lain yang menyertai dan upaya- upaya yang telah dilakukan perawat disini harus
menghubungkan masalah kulit dengan gejalanya seperti: gatal, panas, mati rasa, immobilisasi,
nyeri, demam, edema, dan neuropati ( Carpenito , L.J , 1998 )
4. Riwayat Personal dan Keluarga
a. Riwayat penyakit keluarga perlu ditanyakan karena penyembuhan luka dapat dipengaruhi oleh
penyakit – penyakit yang diturunkan seperti : DM, alergi, Hipertensi ( CVA ).
b. Riwayat penyakit kulit dan prosedur medis yang pernah dialami klien. Hal ini untuk
memberikan informasi apakah perubahan pada kulit merupakan manifestasi dari penyakit
sistemik seperti : infeksi kronis, kanker, DM
5. Riwayat Pengobatan
Apakah klien pernah menggunakan obat- obatan. Yang perlu dikaji perawat yaitu:
a. Kapan pengobatan dimulai.
b. Dosis dan frekuensi.
c. Waktu berakhirnya minum obat
6. Riwayat Diet
Yang dikaji yaitu berat badan, tinggi badan, pertumbuhan badan dan makanan yang dikonsumsi
sehari- hari. Nutrisi yang kurang adekuat menyebabkan kulit mudah terkena lesi dan proses
penyembuhan luka yang lama.
7. Status Sosial Ekonomi
Untuk mengidentifikasi faktor lingkungan dan tingkat perekonomian yang dapat mempengaruhi
pola hidup sehari- hari, karena hal ini memungkinkan dapat menyebabkan penyakit kulit.
8. Riwayat Kesehatan, seperti:
a. Bed-rest yang lama
b. Immobilisasi
c. Inkontinensia
d. Nutrisi atau hidrasi yang inadekuat
9. Pengkajian Psikososial
Kemungkinan hasil pemeriksaan psikososial yang tampak pada klien yaitu:
a. Perasaan depresi
b. Frustasi
c. Ansietas/kecemasan
d. Keputusasaan
e. Gangguan Konsep Diri
f. Nyeri
10. Aktivitas Sehari- Hari
Pasien yang immobilisasi dalam waktu yang lama maka bukan terjadi ulkus pada daerah yang
menonjol karena berat badan bertumpu pada daerah kecilyang tidak banyak jaringan dibawah
kulit untuk menahan kerusakan kulit. Sehingga diperlukan peningkatan latihan rentang gerak dan
mengangkat berat badan. Tetapi jika terjadi paraplegi maka akan terjadi kekuatan otot tidak ada
(pada ekstremitas bawah), penurunan peristaltik usus (terjadi konstipasi), nafsu makan menurun
dan defisit sensori pada daerah yang paraplegi.
11. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan sakit dan gelisah atau cemas akibat adanya
kerusakan integritas kulit yang dialami.
b. Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah normal, nadi cepat, suhu meningkat dan respirasi rate meningkat.
c. Pemeriksaan Kepala Dan Leher
1) Kepala Dan Rambut
Pemeriksaanmeliputi bentuk kepala, penyebaran dan perubahan warna rambut serta
pemeriksaan tentang luka. Jika ada luka pada daerah tersebut, menyebabkan timbulnya rasa nyeri
dan kerusakan kulit.
2) Mata
Meliputi kesimetrisan, konjungtiva, reflek pupil terhadap cahaya dan gangguan penglihatan.
3) Hidung
Meliputi pemeriksaan mukosa hidung, kebersihan, tidak timbul pernafasan cuping hidung, tidak
ada sekret.
4) Mulut
Catat keadaan adanya sianosis atau bibir kering.
5) Telinga
Catat bentuk gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan dan serumen. Pada
penderita yang bet rest dengan posisi miring maka, kemungkinan akan terjadi ulkus didaerah daun
telinga.
6) Leher
Mengetahui posisi trakea, denyut nadi karotis, ada tidaknya pembesaran vena jugularis dan
kelenjar linfe.
d. Pemeriksaan Dada Dan Thorax
Inspeksi bentuk thorax dan ekspansi paru, auskultasi irama pernafasan, vokal premitus, adanya
suara tambahan, bunyi jantung, dan bunyi jantung tambahan, perkusi thorax untuk mencari
ketidak normalan pada daerah thorax.
e. Abdomen
Bentuk perut datar atau flat, bising usus mengalami penurunan karena inmobilisasi, ada masa
karena konstipasi, dan perkusi abdomen hypersonor jika dispensi abdomen atau tegang.
f. Urogenital
Inspeksi adanya kelainan pada perinium. Biasanya klien dengan ulkus dan paraplegi terpasang
kateter untuk buang air kecil.
g. Muskuloskeletal
Adanya fraktur pada tulang akan menyebabkan klien bet rest dalam waktu lama, sehingga terjadi
penurunan kekuatan otot.
h. Pemeriksaan Neurologi
Tingkat kesadaran dikaji dengan sistem GCS. Nilainya bisa menurun bila terjadi nyeri hebat (syok
neurogenik) dan panas atau demam tinggi, mual muntah, dan kaku kuduk.
12. Pengkajian Fisik Kulit
a. Insfeksi Kulit
Pengkajian kulit melibatkan seluruh area kulit termasuk membrane mukosa, kulit kepala, rambut
dan kuku. Tampilan kulit yang perlu dikaji yaitu warna, suhu, kelembaban, kekeringan, tekstur
kulit (kasar atau halus), lesi, vaskularitas.
Yang harus diperhatikan oleh perawat yaitu :
1) Warna, dipengaruhi oleh aliran darah, oksigenasi, suhu badan dan produksi pigmen.
Lesi yang dibagi dua yaitu :
a) Lesi primer, yang terjadi karena adanya perubahan pada salah satu komponen kulit
b) Lesi sekunder adalah lesi yang muncul setelah adanya lesi primer. Gambaran lesi yang harus
diperhatikan oleh perawat yaitu warna, bentuk, lokasi dan kofigurasinya.
2) Edema
Selama inspeksi kulit, perawat mencatat lokasi, distribusi dan warna dari daerah edema.
3) Kelembaban
Normalnya, kelembaban meningkat karena peningkatan aktivitas atau suhu lingkungan yang tinggi
kulit kering dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti lingkungan kering atau lembab yang
tidak cocok, intake cairan yang inadekuat, proses menua.
4) Integritas
Yang harus diperhatikan yaitu lokasi, bentuk, warna, distribusi, apakah ada drainase atau infeksi.
5) Kebersihan kulit
6) Vaskularisasi
Perdarahan dari pembuluh darah menghasilkan petechie dan echimosis.
7) Palpasi kulit
Yang perlu diperhatikan yaitu lesi pada kulit, kelembaban, suhu, tekstur atau elastisitas, turgor
kulit.
13. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Darah lengkap
Peningkatan tertentu awal menunjukkan hemo konsentrasi, sehubungan dengan perpindahan
atau kehilangan cairan dan untuk mengetahui adanya defisiensi nutrisi pada klien. Jika terjadi
leukositosis karena adanya kehilangan sel pada sisi luka dan respon inflamasi terhadap edema.
Glukosa serum yang terjadi peningkatan karena respon stres.
2) Biopsi luka
Untuk mengetahui jumlah bakteri.
3) Kultur swab
Untuk mengidentifikasi tipe bakteri pada permukaan ulkus.
4) Pembuatan foto klinis
Dibuat untuk memperlihatkan sifat serta luasnya kelainan kulit atau ulkus dan dipergunakan
untuk perbaikan setelah dilakukan terapi.
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Lynda Juall C (1990) dalam buku Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan yang
sering muncul pada pasien dengan ulkus decubitus adalah sebagai berikut :
1. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan kerusakan mekanis dari jaringan sekunder
akibat tekanan, pencukuran dan gesekan.
2. Nyeri yang berhubungan dengan trauma kulit, infeksi kulit dan perawatan luka.
3. Resiko terhadap infeksi yang berhubungan pemajangan ulkus decubitus terhadap
feses/drainase urine dan personal hygiene yang kurang.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia sekunder
terhadap ketidak cukupan masukan oral.
5. Kerusakan mobilitas fisik yang bergubungan dengan pembatasan gerakan yang diharuskan,
status yang tak dikondisikan, kehilangan kontrol motorik atau perubahan status mental.
6. Perubahan perfusi jaringan yang berhubungan dengan volume cairan dalam waktu lama.
7. Koping individu tak efektif yang berhubungan dengan luka kronis, perubahan body image.
8. Gangguan body image yang berhubungan dengan hilangnya lapisan kulit.
3. Intervensi
1. Prioritas keperawatan

a. Mengidentifikasi faktor- faktor yang menimbulkan terjadinya decubitus.

b. Meningkatkan kemampuan untuk melakukan ketrampilan dalam mencegah dan mengatasi


decubitus.

c. Meningkatkan motivasi untuk melanjutkan pengobatan.

2. Intervensi Diagnosa Keperawatan

a. Kerusakan Integritas Kulit Yang Berhubungan Dengan Kerusakan Mekanis Dari Jaringan
Sekunder Akibat Tekanan, Pencukuran Dan Gesekan.
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi:

1) mengidentifikasi faktor penyebab luka decubitus.

2) Mengidentifikasi rasional untuk pencegahan dan tindakan.

3) Berpartisipasi dalam rencana tindakan yang diprogramkan untu meningkatkan penyembuhan


luka.

4) Menunjukkan kemajuan penyembuhan decubitus.

Intervensi Keperawatan Rasional


1. Observasi ukuran, warna, kedalaman luka, jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka.

2. Pantau/ evaluasi tanda- tanda vital dan perhatikan adanya demam.

3. Identifikasi derajat perkembangan luka tekan (ulkus)

4. Lakukan perawatan luka dengan tehnik aseptik dan antiseptik.

5. Bersihkan jaringan nekrotik.

6. Kolaborasi:

a. Irigasi luka.
b. Beri antibiotik oral,topical, dan intra vena sesuai indikasi.

c. Ambil kultur luka.

1. Untuk mengetahui sirkulasi pada daerah yang luka


2. Demam mengidentifikasikan adanya infeksi.
3. Mengetahui tingkat keparahan pada luka.

4. Mencegah terpajan dengan organisme infeksius, mencegah kontaminasi silang, menurunkan


resiko infeksi.
5. Mencegah auto kontaminasi

6.
a. Membuang jaringan nekrotik / luka eksudat untuk meningkatkan penyembuhan
b. Mencegah atau mengontrol infeksi.

c. Untuk mengetahui pengobatan khusus infeksi luka.

b. Nyeri Yang Berhubungan Dengan Trauma Kulit, Infeksi Kulit Dan Perawatan Luka.
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi:

1) Rasa nyeri berkurang

2) Klien dapat beradaptasi terhadap nyeri

Intervensi Keperawatan Rasional

1. Suhu berubah dan gesekan udara dapat menyebabkan nyeri hebat pada pemajanan ujung kulit.

2. Unutk menurunkan pembentukan edema, menurunkan ketidaknyamanan.

3. Peninggian linen dari luka membantu menurunkan nyeri.

4. Menurunkan kekakuan sendi


5. Perubahan lokasi/intensitas nyeri mengindikasikan terjadinya komplikasi.

6. Meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot.

7. Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan relaksasi dan meningkatkan rasa kontrol.

8. Kekurangan tidur meningkatkan persepsi nyeri.

9. Untuk mengurangi rasa nyeri yang ada

1. Tutup luka sesegera mungkin.

2. Tinggikan ekstremitas yang terdapat luka secara periodik.

3. Beri tempat tidur yang dapat diubah ketinggiannya.

4. Ubah posisi dengan sering dan ROM secara pasif maupun aktif sesuai indikasi.

5. Perhatikan lokasi nyeri dan intensitas.

6. Berikan tindakan kenyamanan seperti pijatan pada area yang tidak sakit, perut, posisi dengan
sering.
7. Dorong penggunaan tehnik manajemen stress.

8. Tingkatkan periode tidur tanpa gangguan.

9. Kolaborasi:

Berikan analgesik sesuai indikasi.

c. Resiko Terhadap Infeksi Yang Berhubungan Pemajangan Ulkus Decubitus Terhadap


Feses/Drainase Urine. Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi:
1) Infeksi tidak terjadi.
2) Tanda- tanda vital dalam batas normal.
Intervensi Keperawatan Rasional

1. Pantau terhadap tanda- tanda infeksi


( rubor, dolor, kalor, fungsiolesa)

2. Observasi tanda- tanda vital ( suhu, respirasi rate, nadi, tensi)


3. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.

4. Lakukan rawat luka dengan tehnik aseptik dan antiseptik.

5. Anjurkan klien untuk menghabiskan porsi yang tersedian terutama tinggi protein dan vitamin C.

6. Jaga personal higiene klien( badan, tempat, pakaian)

7. Kolaborasi dengan tim medisdalam penentuan antibiotik dan pemeriksaan leukosit dan LED

1. Respon jaringan terhadap infiltrasi patogen dengan peningkatan aliran darah dan aliran
limfe(edema, merah, bengkak)

2. Patogen yang bersirkulasi merangsang hipotalamus untuk menaikkan suhu tubuh

3. Mencegah terjadinya infeksi silang dari lingkungan luka ke dalam luka

4. Mencegah terjadinya invasi kuman dan kontaminasi bakteri.

5. Nutrisi dapat meningkatkan daya tahan tubuh dan mengganti jaringan yang rusak dan
mempercepat proses penyembuhan.

6. Sesuatu yang kotor merupakan media yang baik bagi kuman.

7. Peningkatan leukosit dan LED merupakan indikasi terjadinya infeksi.


3) Luka mengalami granulasi.

d. Perubahan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh Yang Berhubungan


Dengan Anoreksia Sekunder Terhadap Ketidak Cukupan Masukan Oral. Hasil yang diharapkan /
kriteria evaluasi:
1) Nutrisi adekuat (sesuai dengan kebutuhan)

2) Tidak mual dan muntah

3) Tubuh terasa segar

4) Mempertahankan berat badan yang sesuai

Intervensi Keperawatan Rasional

1. Jelaskan pentingnya nutrisi bagi tubuh


2. Anjurkan klien makan sedikit tapi sering

3. Berikan klien daftar makanan yang diijinkan dan dorong klien terlibat dalam pemilihan menu

4. Lakukan oral hygiene sebelum makan

5. Timbang berat badan tiap hari

6. Auskultasi bising usus

7. Kolaborasi dengan:

a. Tim gizi

b. Pemberian antiemetik

c. Tim medis untuk pemberian infus albumin behring

1. Nutrisi yang asekuat akan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit
2. Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik atau menurunnya
peristaltik
3. Memberikan tindakan kontrol terhadap pembatasan diet klien dan meningkatkan nafsu makan
klien

4. Perawatan mulut membantu meningkatkan nafsu makan klien

5. Terjadinya perubahan berat badan menunjukkan ketidak seimbangan cairan


6. Immobilitas dapat menurunkan bising usus

7a. Menentukan kalori dan kebutuhan nutrisi

b. Menghilangkan mual dan muntah sehingga masukan oral meningkat


c. Penurunan jumlah albumin dapat menghambat proses penyembuhan luka

e. Kerusakan Mobilitas Fisik Yang Bergubungan Dengan Pembatasan Gerakan Yang Diharuskan,
Status Yang Tak Dikondisikan, Kehilangan Kontrol Motorik Atau Perubahan Status Mental.
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi:
1) Klien mampu beraktivitas, miring kanan miring kiri dengan dibantu oleh keluarga
2) Menunjukkan penurunan pada docrat yang tertekan
3) Keadaan luka membai

Intervensi Keperawatan Rasional


1. Anjurkan keluarga membantu klien mobilisasi

2. Atur posisi klien tiap 2 jam

3. Perhatikan sirkulasi, gerakan dan sensasi secara sering

4. Banti klien untuk latihan rentang gerak secara konsisten yang diawalai dengan pasif kemudian
aktif

5. Dorong partisipasi klien dalam semua aktivitas sesuai kemampuannya

6. Buat jadwal latihan secara teratur

7. Tingkatkan latihan ADL melalui fisioterapi, hidroterapi, dan perawatan

8. Kolaborasi dengan fisioterapi

1. Menghilangkan tekanan pada daerah yang terdapat ulkus


2. Penghilangan tekanan intermiten memungkinkan darah masuk kembali ke kapiler yang tertekan
3. Sirkulasi yang terganggu akan dapat menyebabkan oedem

4. Mencegah secara progresif untuk engencangkan jaringan parut dan meningkatka pemeliharaan
fungsi otot atau sendi
5. Meningkatkan kemandirian dan harga diri

6.Mengurang kelelahan dan meningkatkan toleransi terhadap aktivitas


7.Meningkatkan hasil latihan secara optimal dan maksimal

8. Membantu melatih pergerakan

f. Perubahan perfusi jaringan yang berhubungan dengan volume cairan dalam waktu lama. Hasil
yang diharapkan / kriteria evaluasi :
1) Klien dapat memperlihatkan penurunan tanda dan gejala kerusakan jaringan
2) Klien dapat mempertahankan sirkulasi perifer seperti yang ditunjukkan oleh berkurangnya
ulkus,oedem, dan warna ekstremitas yang baik
3) Klien dapat mengatakan rasa nyerinya berkurang
4) Klien mengurang penggunaan obat-obatan penghilang rasa nyeri
5) Klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan

Intervensi Keperawatan Rasional


1. Instruksikan program latihan atau ROM aktif/ pasif pada ekstremitas setiap 2 jam sebagaimana
yang diperlukan
2. Jaga ketinggian kaki atau sedikit lebih rendah dari pada jantung
3. Awasi tanda- tanda vital, perhatikan kekuatan dan kesamaan nadi perifer
4. Kaji warna kulit dan suhu pada daerah yang immobilisasi

5. Kolaborasi pemberian cairan intra vena sesuai indikasi


6. Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh Hb/Ht

1. Latihan dapat meningkatkan sirkulasi yang adekuat dan pembentukan darah kolateral
2. Gaya gravitasi meningkatkan sirkulasi arteri dan menurunkan rasa nyeri
3. Indikator umum status sirkulasi keadekuatan perfusi
4. Perubahan warna kulit dan penurunan suhu mengindikasikan adanya gangguan sirkulasi yang
bisa mengakibatkan nekrosis jaringan
5. Mempertahan volume sirkulasi untuk memaksimalkan perfusi jaringan
6. Indikator hipovolemia/ dehidrasi yang dapat mengganggu perfusi jaringan

g. Koping keluarga tak efektif yang berhubungan dengan luka kronis, perubahan body image. Hasil
yang diharapkan / kriteria evaluasi:

1) Keluarga mampu mengungkapkan perasaannya tentang perubahan penampilan pada klien


2) Keluarga dapat mengekspresikan perasaan cemasnya, kedukaan dan adanya sesuatu yang
hilang pada klien
3) Keluarga mampu beradaptasi sesuai dengan keadaan klien
4) Keluarga memberi support yang tinggi pada klien dalam menjalani hidup selanjutnya.
Intervensi Keperawatan Rasional

1. Bina hubungan saling percaya

2. Berikan kesempatan kelurga dan klien untuk mengungkapkan perasaannya saat ini dengan
memvalidasi dan mengobservasi perasaan keluarga dan klien
3. Berikan informasi yang diperlukan klien dan keluarga tentang proses terjadinya ulkus
4. Libatkan klien dan keluarga dalam rencana perawatan yang lebih lanjut

5. Anjurkan keluarga untuk selalu memberi reinforcement positif dan support mental pada klien

6. Tunjukkan sikap menerima terhadap perubahan

1. Menimbulkan kepercayaan pada perawat sehingga mempermudah melakukan komunikasi


untuk tindakan selanjutnya.
2. Membantu mengurangi beban pikiran klien dan keluarga karena perasaanya tersalurkan dan
perawat mengetahui penyebab masalahnya

3. Membantu mengurangi ketakutan dan kecemasan klien dan keluarga

4. Menjadikan klien dan keluarga bagian dari rencana keperawatan dan membantu klien
menerima kenyataan yang ada

5. Dukungan keluarga sangat membantu dalam meningkatkan kepercayaan diri klien

6. Memberikan rasa percaya diri pada klien dan membantu menghilangkan perasan negatifnya.

4. Implementasi
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang meliputi
tindakan- tindakan yang direncanakan oleh perawat yang diberikan pada klien. Pelaksanaan
tindakan pada klien dengan gangguan sistem integumen diperlukan untuk meminimalkan
terjadinya komplikasi, perluasan area yang terjadi ulkus. Untuk keberhasilan tindakan maka
dipeelukan partisipasi dari klien dan kelurga (Aziz, H. 2002).
5. Evaluasi
Evaluasi adalah proses keperawatan yang menyangkut pengumpulan data subyetif dan obyektif
yang akan menunjukkan apakah tujuan pelaksanaan keperawatan sudah tercapai atau belum,
masalah apa yang perlu dipecahkan atau dikaji, direncanakan atau dinilai kembali. Evaluasi
bertujuan memberikan umpan balik terhadap rencana keperawatan yang disusun. Penilaian
dilakukan oleh perawat, klien dan juga teman sejawat. Penilaian ini memberikan kemungkinan
yaitu masalah teratasi, masalah teratasi sebagian, masalah belum teratasi, dan muncul masalah
baru. Ini bermanfaat untuk mengadakan perubahan, perbaikan rencana keperawatan sehingga
tindakan keperawatan dapat dimodifikasi (Nursalam, 2001).
Hasil Evaluasi dari Askep yang diberikan pada pasien dekubitus diharapkan antara lain dapat
berupa:
1) Pasien dapat mencegah dan mengidentifikasi factor penyebab luka dekubitus; menunjukkan
kemajuan penyembuhan.
2) Pasien mempunyai kulit tanpa neritema dan tidak pucat.
3) Pasien menunjukkan peningkatan berat badan dan massa otot.
4) Kulit tidak akan teritasi akibat pemajanan terhadap fekal atau urine drainage.
5) Menunjukkan hasil pembelajaran yang efektif untuk tujuan pemulangan dan perawatan pasien
dirumah.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
 Ulkus dekubitus adalah suatu keadaan kerusakan jaringan setempat yang disebabkan oleh
iskemia pada kulit (kutis dan sub-kutis) akibat tekanan dari luar yang berlebihan.
Dua hal utama yang berhubungan dengan resiko terjadinya luka tekan, yaitu faktor tekanan dan
toleransi jaringan (kelembaban dan gesekan)
Tekanan imobilisasi yang lama akan mengakibatkan terjadinya dekubitus, kalau salah satu
bagian tubuh berada pada suatu gradient (titik perbedaan antara dua tekanan).
 Luka tekan berkembang dari permukaan luar kulit ke lapisan dalam ( top-down) juga dapat
berkembang dari jaringan bagian dalam seperti fascia dan otot walapun tanpa adanya adanya
kerusakan pada permukaan kulit.
Pemeriksaan diagnostic diarahkan terhadap kultur dan albumin serum
Penatalaksanan medis meliputi, perawatan luka dekubitus, terapi fisik, terapi obat, terpai diet.
 Pengkajian kulit dan jaringan yang dilakukan secara teliti dan identifikasi factor resiko perlu
dikakukan untuk menurunkan peluang terjadinya dekubitus.
Diagnosa keperawatan dikembangkan berdasarkan data pengkajian dan juga meliputi penyebab
masalah yang dialami klien
Intervensi dan implementasi dilakukan sesuai dengan pengakajian dan diagnose yang tepat.
 Evaluasi dalam askep dekubitus antara lain keefektifan tindakan, peran anggota keluarga untuk
membantu mobilisasi pasien, kepatuhan pengobatan dan mengefaluasi masalah baru yang
kemungkinan muncul.
B. Saran
 Dalam melakukan tindakan keperawatan, perawat harus dapat menjaga pasisi pasien yang tepat
agar dapat menurunkan efek tekanan dan melindungi kulit dari gaya gesekan
Pencegahan terhadap terjadinya dekubitus harus lebih diperhatikan dan diutamakan dalam
melakukan tindakan keperawatan karena pengobatannya membutuhkan waktu dan biaya yang
cukup besar
Perkiraan terhadap dekubitus dapat difokuskan pada klien beresiko terbesar mengalami
gangguan integritas kulit
DAFTAR PUSTAKA
Potter & Perry (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,dan Praktik. Edisi 4,
Vol. 2. Alih Bahasa: Renata Komalasari. Jakarta, EGC.
Carpenito, Lynda Juall. (1995). Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinik. Edisi 6,
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Marison Moya,(2004). Manajemen Luka. EGC, Jakarta.
Doenges, M. G. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3 EGC, Jakarta.
Ganong F. William. (1998). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 17. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.
Yunita Sari, 2009. LUKA TEKAN (PRESSURE ULCER) : PENYEBAB DAN PENCEGAHAN. www.inna-
ppni.or.id/index.php?name=News&file=print&sid=126 - 26k. Diakses tgl 11 April 2009
A. Harlim, 2009. Ulkus Dekubitus (Bedsores). medicastore.com/index.php?mod=penyakit&id=810
- 44k -. Diakses tgl 11 April 2009
Harnawatiaj, 2008. Dekubitus. harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/09/dekubitus/ - 68k -..
Diakses tgl 11 April 2009
Enie Novieastari Mukti, 2005. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
152.118.148.220/?show=detailnews&kode=26&tbl=pustaka - 31k -. Diakses tgl 11 April 2009
dr. Djunaedi Hidayat, dr. Sjaiful Fahmi Daili, dr. Mochtar Hamzah. Ulkus
Dekubitus.www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10_UlkusDekubitus.pdf/10_UlkusDekubitus.html - 53k
-. Diakses tgl 11 April 2009
Heri Sutanto, 2008. Dekubitus. els.fk.umy.ac.id/mod/forum/discuss.php?d=2099 - 17k -. Diakses
tgl 11 April 2009
Arwaniku, 2007. Ulkus Dekubitus. http://surabayaplasticsurgery.blogspot.com/2007/05/pressure-
sore ulkus-dekubitus.html Diakses tanggal 11 April 2009
Ratna Kalijana, 2008. Dekubitus. www.primausada.com/news.php - 15k -. Diakses tanggal 11

DEKUBITUS
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ulkus Dekubitus atau istilah lain Bedsores adalah kerusakan/kematian kulit yang terjadi akibat
gangguan aliran darah setempat dan iritasi pada kulit yang menutupi tulang yang menonjol, dimana
kulit tersebut mendapatkan tekanan dari tempat tidur, kursi roda, gips, pembidaian atau benda
keras lainnya dalam jangka waktu yang lama.
Bagian tubuh yang sering mengalami ulkus dekubitus adalah bagian dimana terdapat penonjolan
tulang, yaitu bagian siku, tumit, pinggul, pergelangan kaki, bahu, punggung dan kepala bagian
belakang. Walaupun semua bagian tubuh beresiko mengalami dekubitus, bagian bawah dari
tubuhlah yang terutama beresiko tinggi dan membutuhkan perhatian khusus.

Area yang biasa terjadi dekubitus adalah tempat diatas tonjolan tulang dan tidak dilindungi oleh
cukup dengan lemak sub kutan, misalnya daerah sakrum, daerah trokanter mayor dan spina
ischiadica superior anterior, daerah tumit dan siku. Dekubitus merupakan suatu hal yang serius,
dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada klien lanjut usia. Di negara-negara maju,
prosentase terjadinya dekubitus mencapai sekitar 11% dan terjadi dalam dua minggu pertama dalam
perawatan.

Dekubitus dapat terjadi pada setiap tahap umur, tetapi hal ini merupakan masalah yang khusus
pada lansia. Khususnya pada klien dengan imobilitas.Usia lanjut mempunyai potensi besar untuk
terjadi dekubitus karena perubahan kulit berkaitan dengan bertambahnya usia antara lain:
Berkurangnya jaringan lemak subkutan, Berkurangnya jaringan kolagen dan elastin, Menurunnya
efesiensi kolateral kapiler pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis dan rapuh.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep penyakit dekubitus?

2. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan dekubitus?

C. Tujuan

1. Mahasiswa mampu memahami konsep penyakit dekubitus

2. Mahasiswa mampu memahami konsep dasar askep dekubitus.

D. Metode

Metode yang kami gunakan adalah metode perpustakaan dan penelusuran internet.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Definisi

Sumber: http://www.medivisuals.com

Dekubitus dapat terjadi pada pasien di segala usia. Luka tersebut umumnya terjadi pada:

a. Pasien lansia

b. Pasien yang sangat kurus

c. Pasien kegemukan

d. Pasien yang tidak dapat bergerak

e. Pasien inkontinensia

f. Pasien lemah

Dekubitus disebabkan oleh tekanan yang lama pada satu bagian tubuh yang mengganggu
sirkulasi. Pertama jaringan kulit memerah. Jika sel mati (nekrosis) akibat kurang nutrisi, kulit rusak
dan pembentukan ulkus. Akibatnya luka baring menjadi lebih besar dan dalam.

Dekubitus sering terjadi pada daerah dimana tulang-tulang dekat ke permukaan tubuh.
Tempat yang paling sering mengalami dekubitus:

a. Siku

b. Tumit

c. Bahu

d. Sacrum

e. Pinggul

f. Mata kaki

g. Telinga

Pasien obesitas cenderung mengalami luka tekan pada saat bagian-bagian tubuh mereka
bersentuhan, menyebabkan pergesekan. Tempat-tempat tersebut adalah:

a. Antara lipatan bokong

b. Kaki
c. Di bawah payudara

d. Lipatan perut

Sumber: http://www.cancerresearchuk.org

Dekubitus sering disebut ulkus dermal / ulkus dekubitus atau luka tekan terjadi akibat
tekanan yang sama pada suatu bagian tubuh yang mengganggu sirkulasi (Harnawatiaj, 2008).

Dekubitus atau luka tekan adalah kerusakan jaringan yang terlokalisir yang disebabkan
karena adanya kompressi jaringan yang lunak diatas tulang yang menonjol (body prominence) dan
adanya tekanan dari luar dalam jangka waktu yang lama. Kompressi jaringan akan menyebabkan
gangguan pada suplai darah pada daerah tertekan. Apabila ini berlangsung lama, hal ini dapat
menyebabkan insufisiensi aliran darah, anoksia atau iskemi jaringan dan akhirnya dapat
mengakibatkan kematian sel.

Dekubitus adalah kerusakan atau kematian kulit sampai jaringan dibawah kulit, bahkan
menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area secara terus-
menerus sehingga mengakibtakan ganguan sirkulasi darah setempat (Hidayat,2009).

Dekubitus merupakan nekrosis jaringan lokal yang cenderung terjadi ketika jaringan lunak
tertekan di antara tonjolan tulang dengan permukaan eksternal dalam jangka waktu lama (National
Pressure Ulcer Advisory Panel [NPUAP], 1989).

Ulkus Dekubitus atau istilah lain Bedsores adalah kerusakan/kematian kulit yang terjadi
akibat gangguan aliran darah setempat dan iritasi pada kulit yang menutupi tulang yang menonjol,
dimana kulit tersebut mendapatkan tekanan dari tempat tidur, kursi roda, gips, pembidaian atau
benda keras lainnya dalam jangka waktu yang lama.

Sebuah definisi baru telah diajukan di Konferensi Nasional NPUAP ke-4 (1995). Margolis
(1995) menyebutkan “definisi terbaik dekubitus adalah kerusakan struktur anatomis dan fungsi kulit
normal akibat dari tekanan eksternal yang berhubungan dengan penonjolan tulang dan tidak
sembuh dengan urutan dan waktu biasa. Selanjutnya, gangguan ini terjadi pada individu yang berada
di atas kursi atau di atas tempat tidur , sering kali pada inkontinensia dan malnutrisi ataupun
individu yang mengalami kesulitan makan sendiri, serta mengalami gangguan tingkat kesadaran”.

2. Epidemiolgi

Prevalensi adalah jumlah kasus yang ada dalam sebuah populasi pada saat waktu tertentu
(AHCPR, 1994). Angka prevalensi bervariasi pada berbagai keadaan klien. Angka prevalensi yang
dilaporkan dari rumah sakit berada di rentang antara 3% - 11% (Allman, 1989), 11% (Meehan, 1994),
14% (Langemo dkk, 1989) dan 20% Leshem dan Skelskey, 1994). (Angka prevalensi pada tempat
perawatan pemulihan dan perawatan jangka panjang berada pada rentang dari 3,5% Leshem dan
Skelskey, 1994), 5% (Survey McKnight, 1992), sampai 23% (Langemo dkk, 1989; Young 1989).
Prevalensi dekubitus pada individu yang dirawat di rumah tanpa supervisi atau dengan bantuan
tenaga professional tidak begitu jelas (AHCPR, 1994).

3. Etiologi

Braden dan Bergstrom (2000) mengembangkan sebuah skema untuk menggambarkan faktor
- faktor resiko untuk terjadinya luka tekan. Ada dua hal utama yang berhubungan dengan resiko
terjadinya luka tekan, yaitu faktor tekanan dan toleransi jaringan. Faktor yang mempengaruhi durasi
dan intensitas tekanan diatas tulang yang menonjol adalah imobilitas, inakitifitas, dan penurunan
sensori persepsi. Sedangkan faktor yang mempengaruhi toleransi jaringan dibedakan menjadi dua
yaitu faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik.

a. Faktor Ekstrinsik

1) Tekanan : kulit dan jaringan dibawahnya tertekan antara tulang dengan permukaan keras lainnya,
seperti tempat tidur dan meja operasi. Tekanan ringan dalam waktu yang lama sama bahayanya
dengan tekanan besar dalam waktu singkat. Terjadi gangguan mikrosirkulasi lokal kemudian
menyebabkan hipoksi dan nekrosis. tekanan antar muka ( interface pressure). Tekanan antar muka
adalah kekuatan per unit area antara tubuh dengan permukaan matras. Apabila tekanan antar muka
lebih besar daripada tekanan kapiler rata rata, maka pembuluh darah kapiler akan mudah kolap,
daerah tersebut menjadi lebih mudah untuk terjadinya iskemia dan nekrotik. Tekanan kapiler rata
rata adalah sekitar 32 mmHg.

2) Gesekan dan pergeseran : gesekan berulang akan menyebabkan abrasi sehingga integritas jaringan
rusak. Kulit mengalami regangan, lapisan kulit bergeser terjadi gangguan mikrosirkulasi lokal.

3) Kelembaban : akan menyebabkan maserasi, biasanya akibat inkontinensia, drain dan


keringat. Jaringan yang mengalami maserasi akan mudah mengalami erosi. Selain itu kelembapan
juga mengakibatkan kulit mudah terkena pergesekan (friction) dan perobekan jaringan (shear).
Inkontinensia alvi lebih signifikan dalam perkembangan luka tekan daripada inkontinensia urin
karena adanya bakteri dan enzim pada feses dapat merusak permukaan kulit.
4) Kebersihan tempat tidur, alat-alat tenun yang kusut dan kotor, atau peralatan medik yang
menyebabkan klien terfiksasi pada suatu sikap tertentu juga memudahkan terjadinya dekubitus.

b. Fase Intrinsik

1) Usia : pada usia lanjut akan terjadi penurunan elastisitas dan vaskularisasi. Pasien yang sudah tua
memiliki resiko yang tinggi untuk terkena luka tekan karena kulit dan jaringan akan berubah seiring
dengan penuaan. Penuaan mengakibatkan kehilangan otot, penurunan kadar serum albumin,
penurunan respon inflamatori, penurunan elastisitas kulit, serta penurunan kohesi antara epidermis
dan dermis. Perubahan ini berkombinasi dengan faktor penuaan lain akan membuat kulit menjadi
berkurang toleransinya terhadap tekanan, pergesekan, dan tenaga yang merobek. Selain itu, akibat
dari penuaan adalah berkurangnya jaringan lemak subkutan, berkurangnya jaringan kolagen dan
elastin. menurunnya efesiensi kolateral kapiler pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis dan
rapuh.

2) Penurunan sensori persepsi : Pasien dengan penurunan sensori persepsi akan mengalami penurunan
untuk merasakan sensari nyeri akibat tekanan diatas tulang yang menonjol. Bila ini terjadi dalam
durasi yang lama, pasien akan mudah terkena luka tekan. karena nyeri merupakan suatu tanda yang
secara normal mendorong seseorang untuk bergerak. Kerusakan saraf (misalnya akibat
cedera, stroke, diabetes) dan koma bisa menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk merasakan
nyeri.

3) Penurunan kesadaran : gangguan neurologis, trauma, analgetik narkotik.

4) Malnutrisi : Orang-orang yang mengalami kekurangan gizi (malnutrisi) tidak memiliki lapisan lemak
sebagai pelindung dan kulitnya tidak mengalami pemulihan sempurna karena kekurangan zat-zat gizi
yang penting.
Karena itu klien malnutrisi juga memiliki resiko tinggi menderita ulkus dekubitus. Selain itu,
malnutrisi dapat gangguan penyembuhan luka. Biasanya berhubungan dengan
hipoalbumin. Hipoalbuminemia, kehilangan berat badan, dan malnutrisi umumnya diidentifikasi
sebagai faktor predisposisi untuk terjadinya luka tekan. Menurut penelitian Guenter (2000) stadium
tiga dan empat dari luka tekan pada orang tua berhubungan dengan penurunan berat badan,
rendahnya kadar albumin, dan intake makanan yang tidak mencukupi.

5) Mobilitas dan aktivitas : Mobilitas adalah kemampuan untuk mengubah dan mengontrol posisi
tubuh, sedangkan aktivitas adalah kemampuan untuk berpindah. Pasien yang berbaring terus
menerus ditempat tidur tanpa mampu untuk merubah posisi beresiko tinggi untuk terkena luka
tekan.Orang-orang yang tidak dapat bergerak (misalnya lumpuh, sangat lemah, dipasung). Imobilitas
adalah faktor yang paling signifikan dalam kejadian luka tekan.

6) Merokok : Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran darah dan memiliki efek
toksik terhadap endotelium pembuluh darah. Menurut hasil penelitian Suriadi (2002) ada
hubungaan yang signifikan antara merokok dengan perkembangan terhadap luka tekan.

7) Temperatur kulit : Menurut hasil penelitian Sugama (1992) peningkatan temperatur merupakan
faktor yang signifikan dengan resiko terjadinya luka tekan.

8) Kemampuan sistem kardiovaskuler menurun, sehingga perfusi kulit menurun.


9) Anemia

10) Hipoalbuminemia, beresiko tinggi terkena dekubitus dan memperlambat penyembuhannya.

11) Penyakit-penyakit yang merusak pembuluh darah juga mempermudah terkena dekubitus dan
memperburuk dekubitus.

4. Pathofisiologi

Tiga elemen yang mendasar terjadi dekubitus yaitu :

a. Intensitas tekanan dan tekanan yang menutup kapiler (Landis,1930)

b. Durasi dan besarnya tekanan (Koziak,1959)

c. Toleransi jaringan (Husain, 1953;Trumble, 1930)

Dekubitus terjadi sebagai hubungan antara waktu dengan tekanan(Stotts, 1988). Semakin
besar tekanan, maka semakin besar pula insiden terbentuknya luka. Kulit dan jaringan subkutan
dapat mentoleransi beberapa tekanan. Tapi pada tekanan eksternal terbesar daripada tekanan dasar
kapiler akan menurunkan atau menghilangkan aliran darah ke dalam jaringan sekitarnya. Jaringan ini
menjadi hipoksia sehingga terjadi cedera iskemia. Jika tekanan ini lebih besar dari 32mmHg dan tidak
dihilangkan dari tempat yang mengalami hipoksia, maka pembuluh darah kolaps dan thrombosis
(Maklebust,1987). Jika tekanan dihilangkan sebelum titik kritis maka sirkulasi pada jaringan tersebut
akan pulih kembali melalui mekanisme fisiologis hyperemia reaktif.”karena kulit mempunyai
kemampuan yang lebih besar untuk mentoleransi iskemia dari otot, maka dekubitus dimulai di
tulang dengan iskemia otot yang berhubungan dengan tekanan yang akhirnya melebar ke
epidermis”(Maklebust, 1995)

Pembentukan dekubitus juga berhubungan dengan adanya gaya gesek yang terjadi saat
menaikan posisi klien di atas tempat tidur . Efek tekanan juga dapat ditingkatkan oleh distribusiberat
badan yang tidak merata. Jika tekanan tekanan tidak terdistribusi secara merata pada tubuh maka
gradien tekanan jaringan yang mendapatkan tekanan akan meningkat. Metabolisme sel kulit di titik
tekanan mengalami gangguan. Respon kompensasi jaringan terhadap iskemi yaitu hyperemia reaktif
memungkinkan jaringan iskemia dibanjiri dengan darah ketika tekanan dihilangkan. Peningkatan
aliran darah meningkatkan pengiriman oksigen dan nutrient ke dalam jaringan. Gangguan metabolic
yang disebabkan oleh tekanan dapat kembali normal. Hyperemia reaktif akan efektif hanya apabila
tekanan dihilangkan sebelum terjadi kerusakan. Beberapa penelitian merasa bahwa interval sebelum
terjadi kerusakan berkisar antara 1 sampai 2 jam. Tetapi, hal ini interval waktu subjectif, dan tidak
berdasarkan data pengkajian klien. (Pathway terlampir)

5. Manifestasi Klinis

Terjadi pada pasien-pasien paraplegia, quadriplegia, spina bifida, multipel


sklerosis dan imobilisasi lama di rumah sakit. Selain itu, factor lain perlu diketahui dari riwayat
penderita meliputi onset, durasi, riwayat pengobatan sebelumnya, perawatan luka, riwayat operasi
sebelumnya, status gizi dan perubahan berat badan, riwayat alergi, konsumsi alkohol, merokok serta
keadaan sosial ekonomi penderita. Anamnesa sistem termasuk di dalamnya antara lain demam,
keringat malam, spasme (kaku), kelumpuhan, bau, nyeri (Arwaniku, 2007). Menurut NPUAP
(National Pressure Ulcer Advisory Panel), luka tekan dibagi menjadi empat stadium,yaitu :
a. Stadium 1 : Ulserasi terbatas pada epidermis dan dermis dengan eritema pada kulit. Penderita
dengan sensibilitas baik akan mengeluh nyeri, stadium ini biasanya reversible dan dapat sembuh
dalam 5-10 hari.

b. Stadium 2 : Ulserasi mengenai dermis, epidermis dan meluas ke jaringan adiposa terlihat eritema
dan indurasi serta kerusakan kulit partial (epidermis dan sebagian dermis) ditandai dengan adanya
lecet dan lepuh . Stadium ini dapat sembuh dalam 10-15 hari.

c. Stadium 3 : Ulserasi meluas sampai ke lapisan lemak subkulit dan otot sudah mulai terganggu
dengan adanya edema dan inflamasi, infeksi akan hilang struktur fibril. Kerusakan seluruh lapisan
kulit sampai subkutis, tidak melewati fascia. Biasanya sembuh dalam 3-8 minggu.

d. Stadium 4 : Ulserasi dan nekrosis meluas mengenai fasia,otot serta sendi. Dapat sembuh dalam 3-6
bulan.

Tanda dan Gejala dari masing-masing stadium :

Stadium 1 :

1) Adanya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila dibandingkan dengan kulit yang
normal, maka akan tampak salah satu tanda sebagai berikut: perubahan temperatur kulit (lebih
dingin atau lebih hangat)

2) Perubahan konsistensi jaringan (lebih keras atau lunak)

3) Perubahan sensasi (gatal atau nyeri)

4) Pada orang yang berkulit putih, luka mungkin kelihatan sebagai kemerahan yang menetap.
Sedangkan pada yang berkulit gelap, luka akan kelihatan sebagai warna merah yang menetap, biru
atau ungu.

Stadium 2 :

Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau keduanya. Cirinya adalah lukanya
superficial, abrasi, melempuh, atau membentuk lubang yang dangkal.

Stadium 3 :

Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis dari jaringn subkutan atau
lebih dalam, tapi tidak sampai pada fascia. Luka terlihat seperti lubang yang dalam.

Stadium 4 :

Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang luas, nekrosis jaringan, kerusakan
pada otot, tulang atau tendon. Adanya lubang yang dalam serta saluran sinus juga termasuk dalam
stadium IV dari luka tekan.

6. Faktor Resiko

a. Mobilitas dan aktivitas

b. Penurunan sensori persepsi


c. Kelembapan

d. Tenaga yang merobek

e. Pergesekan

f. Nutrisi

g. Usia

h. Tekanan arteriolar yang rendah

i. Stress emosional

j. Merokok

k. Temperature kulit

7. Klasifikasi

Berdasarkan waktu yang diperlukan untuk penyembuhan dari suatu ulkus dekubitus dan
perbedaan temperature dari ulkus dengan kulit sekitarnya, dekubitus dapat dibagi menjadi tiga:

a. Tipe norm, mempunyai beda temperature sampai dibawah lebih kurang 2,5 oC dibandingkan kulit
sekitarnya dan akan sembuh dalam perawatan 6 minggu. Ulkus ini terjadi karena iskemia jaringan
setempat akibat tekanan, tetapi aliran darah dan pembuluh-pembuluh darah sbenarnya baik

b.Tipe arteriosklerosis, mempunyai beda temperature kurang dari 1oC antara daerah ulkus dengan
kulit sekitarnya. Keadaan ini menunjukkan gangguan aliran darah akibat penyakit pada pembuluh
darah (arterisklerotik) ikut berperan untuk terjadinya dekubitus disamping factor tekanan. Dengan
perawatan, ulkus ini diharapkan sembuh dalam 16 minggu.

c. Tipe terminal, terjadi pada penderita yang akan meninggal dunia dan tidak akan sembuh.

8. Pemeriksaan Diagnostik

a. Kultur : pertumbuhan mikroorganisme tiruan atau sel – sel jaringan.

b. Albumin serum : protein utama dalam plasma dan cairan serosa lain.

9. Penatalaksanaan

a. Perawatan luka decubitus

b. Penerangan untuk pasien dan keluarga


c. Bila ulkus kecil dapat sembuh sendiri bila faktor penyebab dihilangkan.

d. Usaha pencegahan keadaan yang lebih buruk.

e. Mengurangi tekanan dengan cara mengubah posisi selama 5 menit setiap 2 jam.

f. Menggunakan alas tidur yang empuk, kering dan kebersihan kulit dijaga jangan sampai kotor karena
urin dan feses.

g. Terapi obat :

1) Obat antibacterial topical untuk mengontrol pertumbuhan bakteri

2) Antibiotik prupilaksis agar luka tidak terinfeksi

h. Terapi diet

Agar terjadi proses penyembuhan luka yang cepat, maka nutrisi harus adekuat yang terdiri dari
kalori, protein, vitamin, mineral dan air. Penatalaksanaan klien dekubitus memerlukan pendekatan
holistic yang menggunakan keahlian pelaksana yang berasala dari beberapa disiplin ilmu kesehatan
(AHCPR, 1994; Olshansky, 1994) Gambaran keseluruhan dekubitus akan menjadi dasar pembuatan
pohon pengangambilan keputusan yang digunakan untuk menentukan rencana tindakan (AHCPR,
1994, Maklebust dan Siegreen, 1991).

10. Pengobatan

Pengobatan ulkus dekubitus dengan pemberian bahan topikal, sistemik ataupun dengan
tindakan bedah dilakukan sedini mungkin agar reaksi penyembuhan terjadi lebih cepat. Pada
pengobatan ulkus dekubitus ada beberapa hal yang perlu diperhatkan antara lain :

a. Mengurangi tekanan lebih lanjut pada daerah ulkus. Secara umum sama dengan tindakan
pencegahan yang sudah dibicarakan di tas. Pengurangan tekanan sangat penting karena ulkus tidak
akan sembuh selama masih ada tekanan yang berlebihan dan terus menerus.

b. Mempertahankan keadaan bersih pada ulkus dan sekitarnya. Keadaan tersebut akan menyebabkan
proses penyembuhan luka lebih cepat dan baik. Untuk hal tersebut dapat dilakukan kompres,
pencucian, pembilasan, pengeringan dan pemberian bahan-bahan topikal seperti larutan NaC10,9%,
larutan H202 3% dan NaC10,9%, larutan plasma dan larutan Burowi serta larutan antiseptik lainnya.

c. Mengangkat jaringan nekrotik. Adanya jaringan nekrotik pada ulkus akan menghambat aliran bebas
dari bahan yang terinfeksi dan karenanya juga menghambat pembentukan jaringan granulasi dan
epitelisasi. Oleh karena itu pengangkatan jaringan nekrotik akan memper-cepat proses
penyembuhan ulkus. Terdapat 3 metode yang dapat dilakukan antara lain :

1) Sharp dbridement (dengan pisau, gunting dan lain-lain).

2) Enzymatic debridement (dengan enzim proteolitik, kolageno-litik, dan fibrinolitik).

3) Mechanical debridement (dengan tehnik pencucian, pembilasan, kompres dan hidroterapi)


d. Menurunkan dan mengatasi infeksi, perlu pemeriksaan kultur dan tes resistensi. Antibiotika sistemik
dapat diberikan bila penderita mengalami sepsis, selulitis. Ulkus yang terinfeksi hams dibersihkan
beberapa kali sehari dengan larutan antiseptik seperti larutan H202 3%, povidon iodin 1%, seng
sulfat 0,5%. Radiasi ultraviolet (terutama UVB) mempunyai efek bakterisidal.

e. Merangsang dan membantu pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi. Hal ini dapat dicapai
dengan pemberian antara lain :

1) Bahan-bahan topikal misalnya : salep asam salisilat 2%, preparat seng (Zn 0, Zn SO)

2) Oksigen hiperbarik; selain mempunyai efek bakteriostatik terhadap sejumlah bakteri, juga
mempunyai efek proliferati epitel, menambah jaringan granulasi dan memperbaiki keadaan
vaskular.

3) Radiasi infra merah, short wave diathermy, dan pengurutan dapat membantu penyembuhan ulkus
karena adanya efek peningkatan vaskularisasi.

4) Terapi ultrasonik; sampai saat ini masih terus diselidiki manfaatnya terhadap terapi ulkus dekubitus

f. Tindakan bedah selain untuk pembersihan ulkus juga diperlukan untuk mempercepat penyembuhan
dan penutupan ulkus, terutama ulkus dekubitus stadium III & IV dan karenanya sering dilakukan
tandur kulit ataupun myocutaneous flap.

11. Pencegahan

Pencegahan ulkus dekubitus adalah hal yang utama karena pengobatan ulkus dekubitus
membutuhkan waktu dan biaya yang besar. Tindakan pencegahan dapat dibagi menjadi :

a. Umum :

1) Pendidikan kesehatan tentang ulkus dekubitus bagi staf medis, penderita dan keluarganya.

2) Pemeliharaan keadaan umum dan higiene penderita.

b. Khusus :

1) Mengurangi/menghindari tekanan luaryang berlebihan pada daerah tubuh tertentu dengan cara :
perubahan posisi tiap 2 jam di tempat tidur sepanjang 24 jam. melakukan push up secara teratur
pada waktu duduk di kursi roda. pemakaian berbagai jenis tempat tidur, matras, bantal anti
dekubitus seperti circolectric bed, tilt bed, air-matras; gel flotation pads, sheepskin dan lain-lain.

2) Pemeriksaan dan perawatan kulit dilakukan dua kali sehari (pagi dan sore), tetapi dapat lebih sering
pada daerah yang potensial terjadi ulkus dekubitus. Pemeriksaan kulit dapat dilakukan sendiri,
dengan bantuan penderita lain ataupun keluarganya. Perawatan kulit termasuk pembersihan
dengan sabun lunak dan menjaga kulit tetap bersih dari keringat, urin dan feces. Bila perlu dapat
diberikan bedak, losio yang mengandung alkohol dan emolien.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Identitas

Umur/usia perlu ditanyakan karena adanya hubungan dengan proses penyembuhan luka atau
regenerasi sel.Sedangkan ras dan suku bangsa perlu dikaji karena kulit yang tampak normal pada ras
dan kebangsaan tertentu kadang tampak abnormal pada klien dengan ras dan kebangsaan lain
(Smeltzer & Brenda, 2001). Pekerjaan dan hobi klien juga ditanyakan untuk mengetahui apakah klien
banyak duduk atau sedikit beraktivitas sehingga terjadi penekanan pembuluh darah yang
menyebabkan suplai oksigen berkurang, sel- sel tidak mendapat cukup zat makanan dan sampah
hasil sisa metabolisme tertumpuk. Akhirnya sel-sel mati, kulit pecah dan terjadilah lubang yang
dangkal dan luka dekubitus pada permukaan( Carpenito , L.J , 1998 ).

b. Keluhan Utama

Merupakan keluhan yang paling dirasakan oleh klien sehingga ia mencari pertolongan.
Keluhan yang diungkapkan klien pada umumnya yaitu adanya rasa nyeri. Lokasi luka biasanya
terdapat pada daerah- daerah yang menonjol, misalnya pada daerah belakang kepala, daerah
bokong, tumit, bahu, dan daerah pangkal paha yang mengalami ischemia sehingga terjadi ulkus
decubitus (Bouwhuizen , 1986 ).

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Hal- hal yang perlu dikaji adalah mulai kapan keluhan dirasakan, lokasi keluhan, intensitas,
lamanya atau frekuensi, faktor yang memperberat atau memperingan serangan, serta keluhan-
keluhan lain yang menyertai dan upaya- upaya yang telah dilakukan perawat disini harus
menghubungkan masalah kulit dengan gejalanya seperti: gatal, panas, mati rasa, immobilisasi, nyeri,
demam, edema, dan neuropati ( Carpenito , L.J , 1998 )

d. Riwayat Personal dan Keluarga

1) Riwayat penyakit keluarga perlu ditanyakan karena penyembuhan luka dapat dipengaruhi oleh
penyakit – penyakit yang diturunkan seperti : DM, alergi, Hipertensi ( CVA ).

2) Riwayat penyakit kulit dan prosedur medis yang pernah dialami klien. Hal ini untuk memberikan
informasi apakah perubahan pada kulit merupakan manifestasi dari penyakit sistemik seperti :
infeksi kronis, kanker, DM

e. Riwayat Pengobatan

Apakah klien pernah menggunakan obat- obatan. Yang perlu dikaji perawat yaitu:
1) Kapan pengobatan dimulai.

2) Dosis dan frekuensi.

3) Waktu berakhirnya minum obat

f. Riwayat Diet

Yang dikaji yaitu berat badan, tinggi badan, pertumbuhan badan dan makanan yang dikonsumsi
sehari- hari. Nutrisi yang kurang adekuat menyebabkan kulit mudah terkena lesi dan proses
penyembuhan luka yang lama.

g. Status Sosial Ekonomi

Untuk mengidentifikasi faktor lingkungan dan tingkat perekonomian yang dapat mempengaruhi
pola hidup sehari- hari, karena hal ini memungkinkan dapat menyebabkan penyakit kulit.

h. Riwayat Kesehatan, seperti:

1). Bed-rest yang lama

2). Immobilisasi

3) Inkontinensia

4). Nutrisi atau hidrasi yang inadekuat

i. Pengkajian Psikososial

Kemungkinan hasil pemeriksaan psikososial yang tampak pada klien yaitu:

1) Perasaan depresi

2) Frustasi

3) Ansietas/kecemasan

4) Keputusasaan

5) Gangguan Konsep Diri

6) Nyeri

j. Aktivitas Sehari- Hari

Pasien yang immobilisasi dalam waktu yang lama maka bukan terjadi ulkus pada daerah yang
menonjol karena berat badan bertumpu pada daerah kecilyang tidak banyak jaringan dibawah kulit
untuk menahan kerusakan kulit.Sehingga diperlukan peningkatan latihan rentang gerak dan
mengangkat berat badan. Tetapi jika terjadi paraplegi maka akan terjadi kekuatan otot tidak ada
(pada ekstremitas bawah), penurunan peristaltik usus (terjadi konstipasi), nafsu makan menurun
dan defisit sensori pada daerah yang paraplegi.

k. Pemeriksaan Fisik
1). Keadaan Umum

Umumnya penderita datang dengan keadaan sakit dan gelisah atau cemas akibat adanya kerusakan
integritas kulit yang dialami.

2). Tanda-Tanda Vital

Tekanan darah normal, nadi cepat, suhu meningkat dan respirasi rate meningkat.

3). Pemeriksaan Kepala Dan Leher

a) Kepala Dan Rambut

Pemeriksaan meliputi bentuk kepala, penyebaran dan perubahan warna rambut serta pemeriksaan
tentang luka. Jika ada luka pada daerah tersebut, menyebabkan timbulnya rasa nyeri dan kerusakan
kulit.

b) Mata

Meliputi kesimetrisan, konjungtiva, reflek pupil terhadap cahaya dan gangguan penglihatan.

c) Hidung

Meliputi pemeriksaan mukosa hidung, kebersihan, tidak timbul pernafasan cuping hidung, tidak ada
sekret.

d) Mulut

Catat keadaan adanya sianosis atau bibir kering.

e) Telinga

Catat bentuk gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan dan serumen. Pada penderita
yang bet rest dengan posisi miring maka, kemungkinan akan terjadi ulkus didaerah daun telinga.

f) Leher

Mengetahui posisi trakea, denyut nadi karotis, ada tidaknya pembesaran vena jugularis dan kelenjar
linfe.

4). Pemeriksaan Dada Dan Thorax

Inspeksi bentuk thorax dan ekspansi paru, auskultasi irama pernafasan, vokal premitus, adanya
suara tambahan, bunyi jantung, dan bunyi jantung tambahan, perkusi thorax untuk mencari ketidak
normalan pada daerah thorax.

5). Abdomen
Bentuk perut datar atau flat, bising usus mengalami penurunan karena inmobilisasi, ada masa
karena konstipasi, dan perkusi abdomen hypersonor jika dispensi abdomen atau tegang.

6). Urogenital

Inspeksi adanya kelainan pada perinium. Biasanya klien dengan ulkus dan paraplegi terpasang
kateter untuk buang air kecil.

7). Muskuloskeletal

Adanya fraktur pada tulang akan menyebabkan klien bet rest dalam waktu lama,
sehingga terjadi penurunan kekuatan otot.

8). Pemeriksaan Neurologi

Tingkat kesadaran dikaji dengan sistem GCS. Nilainya bisa menurun bila terjadi nyeri hebat (syok
neurogenik) dan panas atau demam tinggi, mual muntah, dan kaku kuduk.

9). Pengkajian Fisik Kulit

Pengkajian kulit melibatkan seluruh area kulit termasuk membrane mukosa, kulit kepala,
rambut dan kuku. Tampilan kulit yang perlu dikaji yaitu warna, suhu, kelembaban,kekeringan,
tekstur kulit (kasar atau halus), lesi, vaskularitas.

Yang harus diperhatikan oleh perawat yaitu :

a) Warna, dipengaruhi oleh aliran darah, oksigenasi, suhu badan dan produksi pigmen.

b) Lesi, dapat dibagi menjadi dua yaitu :

1) Lesi primer, yang terjadi karena adanya perubahan pada salah satu komponen kulit

2) Lesi sekunder, adalah lesi yang muncul setelah adanya lesi primer.Gambaran lesi yang harus
diperhatikan oleh perawat yaitu warna, bentuk, lokasi dan kofigurasinya.

c) Edema

Selama inspeksi kulit, perawat mencatat lokasi, distribusi dan warna dari daerah
edema.

d) Kelembaban

Normalnya, kelembaban meningkat karena peningkatan aktivitas atau suhu lingkungan


yang tinggi kulit kering dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti lingkungan kering atau
lembab yang tidak cocok, intake cairan yang inadekuat, proses menua.

e) Integritas

Yang harus diperhatikan yaitu lokasi, bentuk, warna, distribusi, apakah ada drainase
atau infeksi.

f) Kebersihan kulit
g) Vaskularisasi
Perdarahan dari pembuluh darah menghasilkan petechie dan echimosis.

h) Palpasi kulit

Yang perlu diperhatikan yaitu lesi pada kulit, kelembaban, suhu, tekstur atau elastisitas, turgor kulit.

10). Pemeriksaan Penunjang

a. Darah lengkap

Peningkatan tertentu awal menunjukkan hemo konsentrasi, sehubungan dengan perpindahan


atau kehilangan cairan dan untuk mengetahui adanya defisiensi nutrisi pada klien. Jika terjadi
leukositosis karena adanya kehilangan sel pada sisi luka dan respon inflamasi terhadap edema.
Glukosa serum yang terjadi peningkatan karena respon stres.

b. Biopsi luka

Untuk mengetahui jumlah bakteri.

1) Kultur swab

Untuk mengidentifikasi tipe bakteri pada permukaan ulkus.

2) Pembuatan foto klinis

Dibuat untuk memperlihatkan sifat serta luasnya kelainan kulit atau ulkus dan dipergunakan
untuk perbaikan setelah dilakukan terapi.

2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul

a. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit atau jaringan, perawatan luka.

b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, ketidak mampuan
memasukkan makanan melalui mulut.

c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan mekanis dari jaringan sekunder akibat
tekanan dan gesekan.

d. Kerusakan mobilitas fisik bergubungan dengan nyeri atau tak nyaman, penurunan kekuatan dan
tahanan.

e. Koping individu inefektif berhubungan dengan luka kronis, relaksasi tidak adekuat, metode koping
tidak efektif.

f. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan hilangnya lapisan kulit, kecacatan, nyeri.
g. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit, pemajangan ulkus
decubitus terhadap feses/drainase urine dan personal hygiene yang kurang.

h. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajannya informasi, salah interpretasi


informasi, tidak mengenal sumber informasi.

3. Intervensi

NO. DX TUJUAN DAN KH INTERVENSI RASIONAL

DX. 1 Setelah diberikan


1. Tutup luka sesegera
1. Suhu berubah dan gesekan
asuhan keperawatan mungkin. udara dapat menyebabkan nyeri
selama 3 x 24 jam, hebat pada pemajanan ujung
diharapkan nyeri kulit.
pasien berkurang
dengan KH : 2. Untuk menurunkan
pembentukan edema,
1. Klien melaporkan nyeri menurunkan ketidaknyamanan.
berkurang atau
2. Tinggikan ekstremitas yang
terkontrol terdapat luka 3. Peninggian linen dari luka
secara
periodik. membantu menurunkan nyeri.
2. Menunjukkan ekspresi
wajah atau postur 3. Beri tempat tidur yang 4. Menurunkan kekakuan sendi
tubuh rileks dapat diubah
ketinggiannya.

4. Ubah posisi dengan sering


dan ROM secara pasif 5. Perubahan lokasi/intensitas
maupun aktif sesuai nyeri mengindikasikan terjadinya
indikasi. komplikasi.

5. Perhatikan lokasi nyeri dan


intensitas(skala 0-10).
6. Meningkatkan relaksasi,
menurunkan tegangan otot.

6. Berikan tindakan
kenyamanan seperti pijatan
pada area yang tidak
sakit,perubahan posisi 7. Memfokuskan kembali
dengan sering. perhatian, meningkatkan
7. Dorong penggunaan tehnik relaksasi dan meningkatkan rasa
manajemen stress. Seperti kontrol.
relaksasi progresif,napas
dalam.
8. Tingkatkan periode tidur
8. Kekurangan tidur meningkatkan
tanpa gangguan. persepsi nyeri.

9. Untuk mengurangi rasa nyeri


yang ada
9. Kolaborasi dalam
pemberian analgesik sesuai
indikasi.

DX. 2 Setelah diberikan


1. Auskultasi bising usus. 1. Immobilitas dapat menutunkan
asuhan keperawatan bising usus.
selama 3 x 24 jam,
diharapkan kebutuhan 2. Anjurkan makan sedikit tapi
nutrisi pasien sering. 2. Membantu mencegah distensi
terpenuhi dengan KH : gaster atau ketidaknyamanan
1. Nutrisi adekuat (sesuai dan meningkatkan pemasukan.
dengan kebutuhan)

2. Tidak mual dan


muntah
3. Dorong pasien untuk
3. Kalori dan protein diperlukan
3. Berat badan stabil memandang diet sebagai untuk mempertahankan berat
pengobatan dan untuk badan dan meningkatkan
membuat pilihan makanan penyembuhan.
/ minuman tinggi
kalori/protein.

4. Lakukan oral hygiene


4. Mulut yang bersih dapat
sebelum makan. meningkatkan rasa dan nafsu
makan yang baik.

5. Untuk memenuhi kebutuhan


5. Kolaborasi dengan ahli gizi nutrisi.
dalam pemberian nutrisi.

DX. 3 Setelah diberikan1. Observasi ukuran, warna,1. Untuk mengetahui sirkulasi pada
asuhan keperawatan kedalaman luka, jaringan daerah yang luka.
selama 3 x 24 jam, nekrotik dan kondisi sekitar
diharapkan integritas luka.
kulit pasien teratasi
dengan KH : 2. Pantau/ evaluasi tanda-2. Demam mengidentifikasikan
tanda vital dan perhatikan adanya infeksi.
1. Menunjukkan adanya demam.
regenerasi jaringan.
3. Identifikasi derajat3. Mengetahui tingkat keparahan
2. Menunjukkan perkembangan luka tekan
penyembuhan (ulkus). pada luka.
decubitus

4. Lakukan perawatan luka


dengan tehnik aseptik dan
antiseptik. 4. Mencegah terpajan dengan
organisme infeksius, mencegah
kontaminasi silang, menurunkan
resiko infeksi.

5. Mencegah auto kontaminasi

6. Kolaborasi :
5. Bersihkan jaringan nekrotik.
a. Membuang jaringan nekrotik /
6. Kolaborasi: luka eksudat untuk
a. Irigasi luka. meningkatkan penyembuhan.

b. Mencegah atau mengontrol


b. Beri antibiotik oral,topical,
dan intra vena sesuai infeksi.
indikasi. c. Untuk mengetahui pengobatan
c. Ambil kultur luka. khusus infeksi luka.

DX. 4 Setelah diberikan1. Anjurkan keluarga1. Menghilangkan tekanan pada


asuhan keperawatan membantu klien mobilisasi. daerah yang terdapat ulkus.
selama 3 x 24 jam,
diharapkan kerusakan2. Atur posisi klien tiap 2 jam. 2. Penghilangan tekanan
mobilitas fisik pasien intermiten memungkinkan darah
teratasi dengan KH : masuk kembali ke kapiler yang
tertekan.
1. Klien mampu
beraktivitas, miring3. Bantu klien untuk latihan3. Mencegah secara progresif
kanan miring kiri rentang gerak secara untuk mengencangkan jaringan
dengan dibantu oleh konsisten yang diawalai parut dan meningkatka
keluarga dengan pasif kemudian pemeliharaan fungsi otot atau
aktif. sendi.
2. Keadaan luka membaik
4. Dorong partisipasi klien4. Meningkatkan kemandirian dan
dalam semua aktivitas harga diri.
sesuai kemampuannya.

5. Buat jadwal latihan secara


teratur.
5. Mengurang kelelahan dan
meningkatkan toleransi
6. Tingkatkan latihan ADL
melalui fisioterapi, terhadap aktivitas.
hidroterapi, dan perawatan.
6. Meningkatkan hasil latihan
7. Kolaborasi dengan secara optimal dan maksimal.
fisioterapi

7. Membantu melatih pergerakan

DX. 5 Setelah diberikan1. Kaji keefektifan strategi1. Mekanisme adaptif perlu untuk
asuhan keperawatan koping dengan mengubah pola hidup
selama 1 x 24 jam, mengobservasi perilaku. seseorang.
diharapkan koping Misalnya kemampuan
klien efektif dengan KH menyatakan perasaan dan
: perhatian.

1. Menyatakan kesadaran2. Bantu pasien untuk


kemampuan koping / mengidentifikasi stresor
kekuatan pribadi spesifik dan kemungkinan
strategi untuk
2. Mendemonstrasikan mengatasinya. 2. Pengenalan terhadap stresor
metode koping efektif. adalah langkah pertama dalam
3. Beri reinforcement positif mengubah respon seseorang
dan support mental pada terhadap stresor.
klien.

3. Dukungan dapat meningkatkan


kepercayaan diri klien.`

DX. 6 Setelah diberikan1. Kaji perubahan pada1. Episode traumatik


asuhan keperawatan pasien. mengakibatkan perubahan tiba-
selama 1 x 24 jam, tiba.
diharapkan gangguan
citra tubuh pasien2. Berikan harapan dalam2. Meningkatkan perilaku positif
teratasi dengan KH : individu.
parameter situasi individu,
1. Menyatakan jangan memberikan
penerimaan situasi diri. keyakinan yang salah.

2. Memasukan
perubahan dalam
konsep diri tanpa harga
diri negatif.

DX. 7 Setelah diberikan


1. Observasi tanda vital.
1. Dugaan adanya infeksi.
asuhan keperawatan Perhatikan demam,
selama 3 x 24 jam, mengigil, berkeringat,
diharapkan resiko peningkatan nyeri.
infeksi klien teratasi
dengan KH : 2. Catat warna kulit, suhu,
kelembaban.
Mencapai 2. Hangat, kemerahan, merupakan
penyembuhan luka tanda awal dari infeksi.
tepat pada waktunya 3. Ganti laken yang sudah 3. Laken yang kotor tempat bakteri
dan bebas dari jaringan kotor dengan yang bersih. berkembangbiak sehingga
eksudat, demam atau sangat beresiko untuk terinfeksi.
mengigil.

Mengurangi resiko infeksi.


Jaga kebersihan diri pasien.

DX. 8 Setelah diberikan


1. Kaji tingkat pemahaman 1. Memberikan kesempatan untuk
asuhan keperawatan klien dan keluarga terhadap memberikan informasi
selama 1 x 30 menit, proses penyakit. tambahan sesuai keperluan.
diharapkan pasien dan
keluarga mengetahui 2. Beri HE tentang penyakit,
2. Meningkatkan pengetahuan
tentang penyakitnya pencegahan, dan klien dan keluarga agar dapat
dengan KH : pengobatannya. mencegah dan mengikuti terapi
pengobatan.
1. Menyatakan
pemahaman kondisi, 3. Nutrisi optimal meningkatkan
prognosis, dan regenerasi jaringan dan
pengobatan. 3. Tekankan pentingnya penyembuhan umum kesehatan.
melanjutkan pemasukan
4. Deteksi dini terjadinya
Berpartisipasi dalam diet tinggi kalori dan komplikasi.
program pengobatan protein.

4. Identifikasi tanda dan gejala


yang memerlukan evaluasi
medik seperti inflamasi,
demam, perubahan
karakteristik nyeri.

4.Implementasi

Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang meliputi
tindakan- tindakan yang direncanakan oleh perawat yang diberikan pada klien. Pelaksanaan
tindakan pada klien dengan gangguan sistem integumen diperlukan untuk meminimalkan terjadinya
komplikasi, perluasan area yang terjadi ulkus. Untuk keberhasilan tindakan maka dipeelukan
partisipasi dari klien dan kelurga (Aziz, H. 2002). (sesuai dengan intervensi)
5. Evaluasi

DX.1 :

1. Klien melaporkan nyeri berkurang atau terkontrol

2. Menunjukkan ekspresi wajah atau postur tubuh rileks

DX.2 :

1. Nutrisi adekuat (sesuai dengan kebutuhan)

2. Tidak mual dan muntah

3. Berat badan stabil

DX.3 :

1. Menunjukkan regenerasi jaringan.

2. Menunjukkan penyembuhan decubitus

DX.4 :

1. Klien mampu beraktivitas, miring kanan miring kiri dengan dibantu oleh keluarga

2. Keadaan luka membaik

DX.5 :

1. Menyatakan kesadaran kemampuan koping / kekuatan pribadi

2. Mendemonstrasikan metode koping efektif.

DX.6 :

1. Menyatakan penerimaan situasi diri.

2. Memasukan perubahan dalam konsep diri tanpa harga diri negatif.

DX.7 :

1. Mencapai penyembuhan luka tepat pada waktunya dan bebas dari jaringan eksudat, demam atau
mengigil.

DX.8

1. Menyatakan pemahaman kondisi, prognosis, dan pengobatan.


2. Berpartisipasi dalam program pengobatan
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Simpulan yang dapat kami sampaikan adalah, dekubitus merupakan kerusakan atau
kematian kulit sampai jaringan dibawah kulit, bahkan menembus otot sampai mengenai tulang
akibat adanya penekanan pada suatu area secara terus-menerus sehingga mengakibtakan ganguan
sirkulasi darah setempat. Dekubitus disebabkan oleh dua faktor yaitu, faktor instriksi seperti usia,
temperatur kulit, mobilitas dan aktivitas, dan faktor ekstrinsik seperti tekanan, gesekan,
kelembaban. Pemberian asuhan keperawatan kepada klien dekubitus, dimulai dari pengkajian dan
pengambilan diagnosa diprioritaskan berdasarkan kondisi klien.
DAFTAR PUSTAKA

1. Capernito, Linda Juall. 1999. Rencana Diagnosa dan Dokumentasi Keperawatan: Diagnosa
Keperawatan dan Masalah Kolaboratif Ed.2. Jakarta: EGC.

2. Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Keperawatan: Pedoman Perencanaan dan Pendokumentasian


Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.

3. Hegner, Barbara R. 2003. Asisten Keperawatan: Suatu Pendekatan Proses Keperawatan.Jakarta: EGC

4. Nurachman, Elly. 2001. Nutrisi Dalam Keperawatan. Jakarta: Sagung Seto

5. Rendi M. Clevo, TH Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit Dalam.
Yogyakarta: Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai