Anda di halaman 1dari 24

7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Sistem Muskuloskeletal
Sistem Musculoskeletal adalah sistem tubuh yang melibatkan otot-otot,
kerangka tubuh, sendi, ligamen, tendon, dan saraf. Oleh karena itu, sistem
musculoskeletal menjadi pusat perhatian dalam ilmu ergonomi karena pada
dasarnya ilmu ergonomi meliputi interaksi antara fungsi sistem tubuh dengan
elemen pekerjaan, baik dalam hal pengaplikasian teori pekerjaan dan
prosedur pekerjaan (Wiley & Inc, 2012).

Sistem muskuloskeletal adalah sistem yang digunakan pada tubuh


manusia yang berfungsi sebagai lokomotor dan penopang bagi tubuh
manusia. Sistem muskuloskeletal merupakan sistem yang sangat penting pada
tubuh manusia. Kelainan pada sistem ini dapat mengganggu kehidupan
sehari-hari manusia karena menimbulkan keluhan-keluhan tertentu. Sistem
muskuloskeletal terdiri dari 2 sistem utama yaitu sistem kerangka dan sistem
otot (Ellis dan Harold, 2006).

2.1.1.1 Sistem Kerangka


Sistem skeletal memiliki fungsi yaitu sebagai sistem pengungkit pada
tubuh dikarenakan tulang dilekati oleh otot skeletal. Tulang dapat berubah
bentuk akibat tekanan yang diterima terutama pada saat berkerja (Snell, 2006).
Kerangka manusia terdiri dari beberapa jenis tulang dan tulang rawan.
Tulang adalah jaringan ikat yang bersifat kaku dan membentuk bagian terbesar
kerangka, serta merupakan jaringan penunjang tubuh utama. Tulang rawan
atau cartilage adalah jaringan ikat yang bersifat lentur dan membentuk bagian
rangka tertentu (seperti cartilage costalis). Perbandingan antara tulang dan
tulang rawan dalam kerangka berubah seiring bertambahnya usia, makin muda

7 Universitas Muhammadiyah Palembang


8

usia maka makin besar bagian tubuh kerangka atau disebut juga tulang
rawan (Moore et al, 2013).

A. Jenis Sistem Kerangka


Menurut Sartono dan Arrynugrah MB (2014) sistem kerangka manusia
terdiri dari:
a. Berdasarkan Letaknya
Secara garis besar rangka tubuh manusia terdiri atas tiga kelompok,
yaitu: tengkorak, tulang badan, dan tulang anggota gerak. Berdasarkan
letaknya terbagi menjadi rangka aksial yaitu rangka yang terdiri dari
tulang tengkorak, tulang belakang, tulang dada dan tulang rusuk (iga).
Selanjutnya, rangka apendikuler merupakan rangka pelengkap yang
terdiri dari tulang anggota gerak atas dan tulang anggota gerak bawah.
1. Tengkorak
Tulang tengkorak berguna untuk melindungi otak dan bola mata
yang merupakan organ lemah. Terdapat 22 tulang pada tengkorak
manusia, 21 diantaranya melekat kuat sehingga tidak terjadi gerakan
diantara tulang tersebut. Tulang-tulang tengkorak berbentuk pipih dan
saling bersambungan satu dengan yang lain.
2. Badan
Tulang pembentuk badan terdiri atas lima macam tulang, yaitu
tulang belakang, tulang dada, tulang rusuk, tulang bahu, dan tulang
panggul.
3. Anggota Gerak Atas
Tulang anggota gerak atas terdiri dari tulang bahu, tulang lengan
atas, dan tulang lengan bawah. Tulang bahu terdiri dari tulang selangka
(klavikula) dan tulang belikat (skapula). Tulang selangka bagian depan
melekat pada bagian hulu tulang dada. Sedangkan, tulang belikat
menjadi tempat pelekatan tulang lengan atas. Tulang lengan atas
(humerus) berhubungan dengan tulang lengan bawah (radius-ulna), yaitu
pada tulang hasta (ulna) dan tulang pengumpil (radius). Tulang hasta
dan tulang pengumpil berhubungan dengan tulang pergelangan tangan

Universitas Muhammadiyah Palembang


9

(karpus), kemudian dengan tulang telapak tangan (metakarpus), dan


tulang jari tangan (falanges).
4. Anggota Gerak Bawah
Tulang gerak bawah terdiri dari tulang pinggul yang tersusun dari
tulang duduk (iscium), tulang usus (ilium), serta tulang kemaluan (pubis)
yang terletak dikanan dan di kiri. Pada tulang pinggul terdapat lengkukan
yang disebut asetabulum. Asetabulum merupakan tempat melekatnya
tulang paha (femur). Tulang paha berhubungan dengan tulang betis
(fibula) dan tulang kering (tibia). Pada pensendian antara tulang paha,
dan tulang betis, tulang kering terdapat tulang tempurung lutut (patela).
Tulang kering dan tulang betis berhubungan dengan tulang pergelangan
kaki (tarsus), kemudian tulang telapak kaki (metatarsus), dan tulang jari
kaki (falanges).
b. Berdasarkan Bentuknya
Berdasarkan bentuk dan ukurannya, tulang yang menyusun rangka
tubuh manusia dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu, tulang pipa,
tulang pendek, tulang pipih, dan tulang tidak beraturan.
1. Tulang Pipa
Tulang ini memiliki bentuk sesuai namanya, berbentuk pipa.Tulang
ini memiliki bentuk memanjang dan tengahnya berlubang. Contohnya
adalah tulang paha, tulang betis, dan tulang lengan,tungkai, dan ruas-ruas
tulang jari. Di bagian ujung dalam tulang pipa berisi sumsum merah
yang berperan sebagai tempat pembentukan sel darah merah. Tulang
pipa dibagi menjadi tiga bagian yaitu kedua ujung yang bresendian
dengan tulang lain (epifisis), bagian tengah( diafisis), dan antara epifisis
dan diafisis terdapat cakra epifisis.
2. Tulang Pendek
Tulang pendek memiliki bentuk sesuai dengan namanya berbentuk
pendek dan bulat sehingga sering disebut sebagai ruas tulang. Tulang ini
bersifat ringan dan kuat. Meskipun tulang ini pendek, tulang ini mampu
menahan beban yang cukup berat. Contohnya adalah tulang pergelangan

Universitas Muhammadiyah Palembang


10

tangan, telapak tangan, telapak kaki, pergelangan kaki, serta ruas-


ruas tulang belakang.
3. Tulang Pipih
Tulang ini memiliki bentuk pipih seperti pelat, terdiri atas lempengan
tulang kompak dan tulang spons. Di dalamnya berisi sumsum merah yang
berfungsi sebagai tempat pembuatan sel-sel darah merah dan sel darah
putih. Contoh dari tulang pipih adalah tulang penyusun tengkorak, tulang
belikat, tulang panggul, tulang dahi, tulang rusuk, dan tulang dada.
4. Tulang Tidak Beraturan
Tulang tidak beraturan merupakan tulang dari bentuk kompleks
yang berhubungan dengan fungsi khusus. Tulang tidak beraturan
ditemukan pada tulang rahang, tulang-tulang kepala, dan ruas-ruas tulang
belakang.
c. Berdasarkan Komponen Penyusunnya
1. Tulang Rawan (Kartilago)
Tulang rawan bersifat lentur (elastis). Pada orang dewasa tulang
rawan terdapat pada telinga, ujung hidung, ruas antar tulang belakang.
Tulang rawan disusun oleh sel-sel tulang rawan yang disebut kondrosit.
Kondrosit matang dibentuk oleh dari sel-sel tulang rawan muda yang
disebut kodroblas. Tulang rawan diselubungi oleh selaput yang disebut
perikondrium. Kondrosit merupakan sel-sel bulat yang besar dengan
sebuah nukleus bening dan dua buah atau lebih nukleolus (anak inti sel)
2. Tulang Keras
Tulang keras dibentuk oleh sel pembentuk tulang (osteoblas) ruang
antar sel tulang keras banyak mengandung zat kapur, sedikit zat perekat,
bersifat keras. Zat kapur tersebut dalam bentuk kalsium karbonat
(CaCO3) dan kalsium fosfat (Ca(PO4)2) yang diperoleh atau dibawa
oleh darah. Dalam tulang keras terdapat saluran havers yang didalamnya
terdapat pembuluh darah yang berfungsi mengatur kehidupan sel tulang.
Contoh tulang keras yaitu tulang paha, lengan, betis, dan selangkang.

Universitas Muhammadiyah Palembang


11

B. Hubungan Antar Tulang (Artikulasi)


Pada kerangka tubuh manusia terdapat kurang lebih 200 tulang yang
saling berhubungan. Hubungan antar tulang disebut sendi atau artikulasi.
Pada sistem gerak manusia, persendian mempunyai peranan penting dalam
proses terjadinya gerak. Menurut sifat gerakannya persendian (sendi) dapat
dibedakan menjadi tiga 3 macam yaitu (Syaifudin, 2006):
1. Sendi Mati (Sinartrosis)
Sinartrosis merupakan persendian yang tidak memungkinkan adanya
pergerakan. Sinartrosis ini digolongkan menjadi dua, yaitu sinartrosis
sinkondrosis dan sinartrosis sinfibrosis. sinartrosis sinkondrosis
merupakan sinartrosis yang tulangnya dihubungkan oleh tulang rawan
(kartilago).contohnya hubungan antar ruas tulang belakang dengan
hubungan antar tulang rusuk dengan tulang dada. Sedangkan, sinartrosis
sinfibrosis merupakan sinartrosis yang tulangnya dihubungkan oleh
jaringan ikat serabut (fibrosa). Contohnya hubungan antar sendi tulang
tengkorak.
2. Sendi Kaku (Amphiartrosis)
Sendi kaku merupakan persendian yang memungkinkan terjadinya
sedikit gerakan (gerakan terbatas). Contohnya persendian pada tulang
pergelangan tangan, tulang pergelangan kaki, antara tulang rusuk dan
tulang dada, antara ruas-ruas tulang belakang, serta antara tulang
belakang dan tulang rusuk.
3. Sendi Gerak (Diartrosis)
Sendi gerak merupakan persendian yang memungkinkan terjadinya
gerakan yang lebih bebas (satu arah, dua arah, dan segala arah). Pada
kedua ujung tulang yang saling berhubungan terbentuk rongga sendi
yang berisi minyak sendi (cairan sinovial), cairan ini dihasilkan oleh
membran sinovial yang melapisi persendian. Menurut arah gerakannya,
sendi gerak dibedakan menjadi lima macam yaitu sendi peluru, sendi
engsel, sendi putar, sendi geser, dan sendi pelana.

Universitas Muhammadiyah Palembang


12

2.1.1.2 Sistem Otot


Otot merupakan jaringan tubuh yang memiliki kemampuan untuk
berkontraksi. Terdapat tiga jenis otot yang ada dalam tubuh manusia yaitu otot
rangka (skeletal), otot polos serta otot jantung. Otot rangka secara normal tidak
berkontraksi tanpa rangsangan sistem saraf, sedangkan otot yang lain akan
berkontraksi tanpa rangsangan saraf tetapi dapat pula dipengaruhi oleh sitem
saraf. Oleh karena itu sistem saraf dan otot merupakan sebuah kesatuan sistem
yang bekerja secara berkaitan. Kerangka tubuh dibentuk oleh tulang keras,
tulang rawan dan sendi. Keberadaan otot akan dapat memungkinkan adanya
gerakan yang dihasilkan oleh tubuh. Hampir 40 % tubuh kita terdiri dari otot
rangka, yaitu sekitar 500 otot dan hanya 10% nya saja yang merupakan otot
polos dan jantung.(Sumariyono, 2009).
Jika melakukan aktivitas yang berlebih atau aktivitas yang tidak sesuai
dengan ergonomik tubuh kita, otot dapat mengalami cedera dan menimbulkan
keluhan – keluhan pada tubuh. Sistem otot memiliki fungsi yang cukup penting
terhadap tubuh kita, gangguan pada sistem otot dapat mempengahi aktifitas
sehari hari manusia secara signifikan, beberapa jenis faktor resiko dapat
berpengaruh terhadap gangguan otot dan dapat menimbulkan keluhan
musculoskeletal disorders atau MSD’s (Ellis, 2006).

A. Jenis Sistem Otot


Menurut Muryono S (2001) otot tubuh terdiri dari 3 jenis yaitu sebagai
berikut:
1. Otot polos
Otot polos memiliki sel yang berbentuk gelondongan. Otot ini
tersusun atas sel otot polos. Ujung dari sel otot ini meruncing dan pada
sitoplasma dikelilingi oleh sarcoplasma yang memiliki myofibril sehingga
otot polos mempunyai kemampuan untuk berkontraksi. Myofibril pada
otot polos searah dengan panjang sel. Proteinaktin dan myosin merupakan
komponen yang menyusun myofibril. Otot polos mendapat rangsang
susunan saraf tidak sadar sehingga merupakan otot involunter yang
bekerja tidak dibawah kesadaran sehingga otot polos tidak cepat

Universitas Muhammadiyah Palembang


13

mengalami kelelahan. Oleh karena itu pada saat seseorang tidur, otot polos
masih tetap bekerja.
2. Otot jantung
Otot jantung memliki bentuk yang sama dengan otot lurik. Otot
jantung memiliki warna yang khas yaitu merah dan bersifat involunter.
Kontraksi otot jantung bersifat ritmis dan automatis. Otot jantung
memiliki sarcolemma yang mirip dengan otot lurik dan berfungsi
membungkus serat otot. Myofibril pada otot jantung terpisah sehingga
terlihat guratan memanjang yang disebut discus interkalaris. Inti sel otot
jantung berada di tengah sel. Otot jantung merupakan otot lurik yang
bersifat involunter dan ditemukan pada dinding jantung yaitu pada
myocardium. Sel cardiomyocyte merupakan sel yang menyusun otot
jantung, terdiri dari satu, dua atau empat inti sel. Otot ini dapat
berkontraksi terus- menerus tanpa berhenti karena memiliki fungsi khusus
yaitu memompa darah di jantung. Syaraf simpatik dan parasimpatik dapat
mempengaruhi kecepatan kerja otot jantung tetapi tidak membuat otot
jantung dapat dikontrol secara sadar.
3. Otot Lurik atau Otot Rangka
Otot rangka atau disebut juga otot lurik bersifat volunter dan
berfungsi untuk pergerakan tubuh relatif. Otot rangka berukuran relatif
besar dengan bentuk silindris, dengan ukuran garis tengah berkisar dari 10
hingga 100 μm dan panjang hingga 750.000 μm. Otot rangka terdiri dari
serat-serat otot yang tersusun sejajar satu sama lain dan terbentang di
keseluruhan panjang otot. Serat-serat otot dipersatukan oleh jaringan ikat
(Sherwood, 2012).
Serat otot rangka mengandung banyak struktur intrasel berbentuk
silindris dengan diameter 1 μm yang memanjang kekeseluruhan panjang
serat otot disebut miofibril. Miofibril membentuk 80% volume serat otot.
Miofibril terdiri dari susunan teratur mikrofilamen sitoskeleton, yaitu
filamen tebal dan filamen tipis. Filamen tebal bergaris tengah 12 sampai
18 nm dan panjang 1,6 μm yangterdiri dari protein miosin. Filamen tipis
mempunyai garis tengah 5 hingga 8 nm dan panjang 1 μm, terdiri dari tiga

Universitas Muhammadiyah Palembang


14

protein yaitu aktin, tropomiosin, dan troponin dengan aktin sebagai protein
utama. Melalui mikroskop elektron, sebuah miofibril memperlihatkan pita
gelap (pita A) dan pita terang (pita I) secara bergantian. Pita A dibentuk
oleh tumpukan filamen tebal dengan sebagian filamen tipis yang tumpang-
tindih di kedua ujung filamen tebal. Filamen tebal hanya terdapat di pita A
dan terbentang di seluruh lebarnya. Daerah yang lebih terang di tengah
pita A, 7 tempat yang tidak dicapai oleh filamen tipis adalah zona H.
Bagian tengah zona H terdapat garis M, yaitu protein-protein penunjang
yang menahan filamen-filamen tebal vertikal di dalam setiap tumpukan.
Pita I terdiri dari bagian filamen tipis yang tidak menjulur ke dalam pita A
dan terlihat garis Z di bagian tengah pita tersebut. Daerah antara dua garis
Z disebut sarkomer, yaitu unit fungsional otot rangka. Dengan mikroskop
elektron, terlihat adanya jembatan silang halus yang terbentang dari
masing-masing filamen tebal menuju filamen tipis sekitar di tempat
filamen tebal dan filamen tipis bertumpang tindih. Jembatan silang ini
berperan dalam mekanisme kontraksi (Sherwood, 2012).

B. Fisiologi Kontraksi Otot


Kontraksi otot disebabkan karena adanya interaksi jembatan silang antara
aktin dan miosin melalui mekanisme pergeseran filamen. Sewaktu kontraksi,
filamen tipis di kedua sisi sarkomer bergeser ke arah dalam terhadap filamen
tebal yang diam menuju ke pusat pita A. Saat bergeser, filamen tipis menarik
garis-garis Z sehingga sarkomer memendek, menyebabkan seluruh serat otot
memendek. Sewaktu kontraksi jembatan silang miosin dapat berikatan dengan
molekul aktin sekitar, disebabkan adanya pergeseran tropomiosin dan troponin
oleh Ca2+. Dua kepala miosin di masing-masing molekul miosin bekerja
secara independen, dengan satu kepala yang melekat ke aktin pada suatu saat.
Ketika tempat perlekatan dengan aktin terpajan, molekul miosin pada ekor
menekuk untuk memudahkan pengikatan kepala miosin dengan molekul aktin
yang terdekat. Pada pengikatan, kepala miosin menekuk 45⁰ ke arah dalam,
menarik filamen tipis ke pusat sarkomer. Mekanisme ini disebut dengan
kayuhan kuat jembatan silang (Sherwood, 2012).

Universitas Muhammadiyah Palembang


15

Pada akhir satu siklus jembatan silang, ikatan antara jembatan silang
miosin dan molekul aktin terputus. Jembatan silang kembali ke bentuk semula
dan berikatan dengan molekul aktin berikutnya di belakang aktin pertama.
Jembatan silang kembali menekuk ke arah dalam untuk menarik filamen tipis
lebih jauh, kemudian terlepas dan mengulangi siklus (Sherwood, 2012).
Kontraksi otot rangka dirangsang oleh adanya pelepasan asetilkolin (ACh)
di neuromuskular junction antara terminal neuron motorik dan serat otot.
Pengikatan ACh dengan end-plate motoric suatu serat otot menyebabkan
perubahan permeabilitas di serat otot dan menghasilkan potensial aksi yang
dihantarkan ke seluruh permukaan membran sel otot. Terdapat dua struktur
dalam serat otot yang berperan penting dalam proses eksitasi dan kontraksi,
yaitu tubulus transversus (tubulus T) dan retikulum sarkoplasma (Sherwood,
2012).
Di setiap pertemuan antara pita A dan pita I, membran permukaan masuk
ke dalam serat otot membentuk tubulus T. Tubulus ini berjalan tegak lurus dari
permukaan membran sel otot ke dalam bagian tengah serat otot. Potensial aksi
di membran permukaan menyebar turun menelusuri tubulus T, menyalurkan
aktivitas listrik permukaan ke bagian tengah serat dengan cepat. Potensial aksi
lokal di tubulus T memicu perubahan permeabilitas di retikulum endoplasma.
Retikulum endoplasma yang sudah dimodifikasi disebut dengan retikulum
sarkoplasma. Retikulum sarkoplasma mengelilingi miofibril di seluruh
panjangnya namun tidak kontinu. Ujung dari segmen retikulum sarkoplasma
membentuk kantong, disebut saccus lateralis. Saccus ini mengandung Ca2+,
sehingga penyebaran potensial aksi pada tubulus T akan memicu pelepasan
Ca2+ dari retikulum sarkoplasma di dekatnya masuk ke sitosol. Adanya
susunan footprotein yang membentang di antara tubulus T dan retikulum
sarkoplasma berfungsi sebagai kanal pelepasan ion Ca2+. Pada jembatan
silang miosin terdapat tempat untuk ATP-ase yang berfungsi untuk
menghasilkan miosin berenergi tinggi. Ketika serat otot mengalami eksitasi,
Ca2+ menarik kompleks troponin-tropomiosin hingga berikatan dengan
molekul aktin. Kontak miosin-aktin menyebabkan pengikatan dan
menghasilkan kayuhan kuat (Sherwood, 2012).

Universitas Muhammadiyah Palembang


16

Otot rangka memiliki tiga jenis serat yang berbeda berdasarkan


kemampuan dalam hidrolisis dan sintesis ATP yaitu serat oksidatif lambat (tipe
I), serat oksidatif cepat (tipe IIa), dan serat glikolitik cepat (tipe IIx). Serat
cepat memiliki aktivitas miosin ATP-ase (pengurai ATP) yang lebih cepat
daripada yang dimiliki serat lambat. Semakin tinggi aktivitas ATP-ase maka
semakin cepat ATP terurai dan terbentuk menjadi energi untuk siklus jembatan
silang. Tipe serat oksidatif dan glikolisis dibedakan berdasarkan
kemampuannya untuk membentuk ATP. Pembentukan ATP bisa terjadi
melalui fosforilasi oksidatif dan glikolisis anaerob. Serat yang melakukan
fosforilasi oksidatif menghasilkan lebih banyak ATP sehingga lebih resisten
terhadap kelelahan dibanding serat glikolitik. Serat oksidatif kaya akan kapiler
dan mioglobin sehingga menimbulkan warna merah. Serat oksidatif disebut
juga serat merah. Serat glikolitik disebut serat putih karena mengandung
sedikit mioglobin. Persentase tiap-tiap tipe terutama ditentukan oleh jenis
aktivitas yang khusus dilakukan untuk otot yang bersangkutan. Selain itu,
persentasi tipe serat otot juga berbeda tiap individu (Sherwood, 2012).

Gambar 2.1 Fisiologi Kontraksi Otot


Sumber: Guyton and Hall, 2011

Universitas Muhammadiyah Palembang


17

2.1.2 Musculoskeletal Disorders (MSDs)


2.1.2.1 Definisi
Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal
yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat
sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu
yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi,
ligamen, dan tendon. Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya
diistilahkan dengan keluhan musculoskeletal disorders (MSDs). Otot-otot yang
sering mengalami keluhan musculoskeletal disorders (MSDs) adalah otot-otot
leher, bahu, lengan, tangan, pinggang, jari, punggung, dan otot-otot bagian
bawah tubuh lainnya (Tarwaka, 2010).
Muskuloskeletal disorders adalah patologi yang disebabkan oleh
pembebanan yang berlebihan secara biomekanik yang mempengaruhi kolom
vertebralis, tendon, saraf dan otot serta sistem peredaran darah. Gangguan ini
dapat berasal dari postur tubuh yang salah, aktivitas yang berlebihan dengan
keadaan statis dan stres fungsional atau kelebihan beban yang mungkin terjadi.
Secara umum, terdapat tiga jenis patologi pada kondisi MSDs yaitu patologi
kolom vertebral (lumbalgia akut, herniasi disk, spondilolisis) yang disebabkan
oleh gerakan berulang pada anggota badan bagian atas (Carpal tunnel 28
syndrome atau De quervain syndrome) dan yang terkait dengan gerakan
berulang pada tungkai bawah, seperti achilles tendinitis, lesi meniskus,
talasgia plantar (Sargeant et.al, 2014).

2.1.2.2 Tahapan Musculoskeletal Disorders (MSDs)


Gejala yang menunjukkan tingkat keparahan MSDs (Tarwaka, 2010)
dapat dilihat dari tingkatan sebagai berikut:
a. Tahap pertama: Munculnya rasa nyeri dan kelelahan ketika bekerja, tetapi
setelah beristirahat dapat pulih dengan sendirinya dan tidak mengganggu
kapasitas kerja.
b. Tahap kedua: Rasa nyeri tetap muncul setelah semalaman tidak bekerja serta
dapat mengganggu waktu istirahat, tetapi gejala terkadang dapat
menyebabkan kualitas kerja menurun.

Universitas Muhammadiyah Palembang


18

c. Tahap ketiga: Rasa nyeri tetap ada walaupun telah istirahat yang cukup,
nyeri muncul ketika melakukan pekerjaan yang berulang, waktu istirahat
menjadi terganggu serta adanya kesulitan menjalankan pekerjaan yang
akhirnya mengakibatkan terjadi inkapasitas.

2.1.2.3 Jenis Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs)


Menurut Tarwaka (2010) keluhan pada otot memiliki kriteria masing-
masing, terdapat 2 jenis kriteria keluhan meliputi:
a. Keluhan sementara
Adalah jenis keluhan yang terjadi ketika otot menerima beban yang
statis dan keluhan tersebut akan menghilang ketika pembebanan
dihentikan.
b. Keluhan menetap
Merupakan jenis keluhan yang dirasakan secara terus-menerus
meskipun pembebanan yang diberikan telah dihentikan.

2.1.2.4 Faktor Penyebab Musculoskeletal Disorders(MSDs)


Menurut Tarwaka (2010) terdapat beberapa faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya keluhan muskuloskeletal antara lain:
a. Sikap Kerja Tidak Alamiah
Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan
posisi bagian-bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya
pergerakkan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala
terangkat. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh,
maka semakin tinggi pula resiko terjadinya keluhan otot skeletal. Sikap
kerja tidak alamiah ini pada umumnya karena karakteristik tuntutan tugas,
alat kerja dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan
keterbatasan pekerja.
b. Duduk yang lama dan statis
Duduk yang terlalu lama, sering menimbulkan keluhan-keluhan
muskuloskeletal berupa ketidaknyamanan, kelelahan, dan nyeri.
c. Aktivitas yang berulang

Universitas Muhammadiyah Palembang


19

Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus-


menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, angkat-
angkut dsb. Keluhan otot terjadi karena otot menerima beban kerja secara
terus-menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi
d. Faktor individu
1. Usia
Pada umumnya keluhan otot skeletal mulai dirasakan pada usia
kerja, yaitu 25-65 tahun. Keluhan pertama biasanya dirasakan pada
umur 35 tahun dan tingkat keluhan akan terus meningkat sejalan
dengan bertambahnya umur. Hal ini terjadi karena pada umur
setengah baya, kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun
sehingga resiko terjadinya keluhan otot meningkat. Sebagai contoh,
Betti‟e, dkk (1989) dalam Tarwaka (2010) telah melakukan studi
tentang kekuatan statik otot untuk pria dan wanita dengan usia
antara 20 sampai dengan diatas 60 tahun. Penelitian difokuskan
untuk otot lengan, punggung dan kaki. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kekuatan otot maksimal terjadi pada saat umur
antara 20-29 tahun, selanjutnya terus terjadi penurunan sejalan
dengan bertambahnya umur.
2. Jenis kelamin
Secara fisiologis, kemampuan otot wanita lebih rendah
daripada pria, sekitar 2/3 dari pria sehingga daya tahannya pun
lebih rendah. Rata-rata kekuatan otot wanita kurang lebih 60% dari
kekuatan otot pria, khususnya lengan, punggung, dan kaki.
3. Ukuran Tubuh (Antropometri)
Walaupun pengaruhnya relatif kecil, berat badan, tinggi badan
dan massa tubuh merupakan faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya keluhan otot skeletal.
4. Faktor Pengorganisasian Kerja
Pengorganisasian kerja terutama menyangkut waktu kerja,
waktu istirahat, kerja lembur dan lainnya yang dapat menentukan
tingkat kesehatan dan efisiensi tenaga kerja. Diperlukan pola

Universitas Muhammadiyah Palembang


20

pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat yang baik, terutama


untuk kerja fisik yang berat. Jam kerja selama 8 (delapan) jam/hari
diusahakan sedapat mungkin tidak terlampaui, apabila tidak dapat
dihindarkan, perlu diusahakan group kerja baru atau perbanyakkan
kerja shift. Untuk pekerjaan lembur sebaiknya ditiadakan, karena
dapat menurunkan efisiensi dan produktivitas kerja serta
meningkatnya angka kecelakaan kerja dan sakit (Tarwaka, 2010).
Durasi kerja bagi seseorang menentukan efesiensi dan
produktivitas pekerja. Durasi bekerja yang baik pada umumnya
adalah 6 –8 jam, dan dalam seminggu seseorang hanya bisa bekerja
dengan baik selama 40-50 jam. Jika lebih dari itu dapat timbul
kecenderungan kepada hal-hal yang negatif. Makin panjang waktu
kerja, makin besar kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak
diinginkan. Dalam seminggu seseorang bisa bekerja selama 5 atau
6 hari kerja dengan total durasi 40 jam tergantung kepada berbagai
faktor (Suma’mur, 2009).
5. Kondisi Kesehatan
Pengertian sehat menurut UU Pokok Kesehatan No. 9 tahun
1960, Bab I Pasal 2 adalah keadaan yang meliputi kesehatan badan
(jasmani), rohani (mental), dan sosial, serta bukan hanya keadaan
bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan. Pengertian sehat
tersebut sejalan dengan pengertian sehat menurut Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1975, sehat adalah suatu kondisi
yang terbebas dari segala jenis penyakit, baik fisik, mental, dan
sosial.

2.1.2.6 Pengukuran Musculoskeletal Disorders (Nordic Body Map)


Pengukuran Musculoskeletal Disorders melalui Nordic Body Map (NBM)
dapat diketahui bagian-bagian otot yang mengalami keluhan mulai dari rasa
tidak nyaman (agak sakit) sampai sangat sakit (Tarwaka, 2010).
Cara Pengukuran Kuesioner ini menggunakan gambar tubuh manusia
yang sudah dibagi menjadi 9 bagian utama, yaitu :

Universitas Muhammadiyah Palembang


21

1. Leher (Bagian tubuh nomor 0 dan 1)


2. Bahu (bagian tubuh nomor 2 dan 3)
3. Punggung bagian atas (bagian tubuh nomor 5)
4. Siku (bagian tubuh nomor 10, dan 11)
5. Punggung bagian bawah (bagian tubuh nomor 7 dan 8)
6. Pergelangan tangan/tangan (bagian tubuh nomor 14, 15, 16, dan 17)
7. Pinggul/paha (bagian tubuh nomor 9, 18, dan 19)
8. Lutut (bagian tubuh nomor 20, 21, 22, dan 23)
9. Tumit/kaki (bagian tubuh nomor 24, 25, 26, dan 27).

Gambar 2.2 Nordic Body Map


Sumber: Tarwaka, 2015

Responden yang mengisi kuesioner diminta untuk menunjukkan ada atau


tidaknya gangguan pada bagian-bagian tubuh tersebut dan menentukan tingkat
keluhan yang dirasakan. Setelah menentukan tingkat keluhan, kemudian
dilakukan scoring. Scoring keluhan atau nyeri dikategorikan menjadi 4 yaitu
tidak sakit mendapatkan nilai 0, agak sakit mendapatkan nilai 1, sakit

Universitas Muhammadiyah Palembang


22

mendapatkan nilai 2, dan sangat sakit mendapatkan nilai 3. Tingkat keluhan


MSDs dikatakan rendah apabila total skor NBM 28-49. Dikatakan sedang jika
skor NBM 50-70, tinggi jika skor NBM 71-91 dan sangat tinggi jika skor
NBM 92-112. (Tarwaka, 2015).

2.1.2.7 Hubungan Ergonomi dengan Muskuloskeletal Disorders (MSDs)


Tempat duduk harus dibuat sedemikian rupa sehingga memberikan
relaksasi pada otot-otot yang sedang dipakai untuk bekerja dan tidak
menimbulkan penekanan pada bagian tubuh yang dapat mengganggu sirkulasi
darah dan sensibilitas bagian-bagian tersebut. Pada kerja otot statis, pembuluh
darah tertekan oleh pertambahan tekanan dalam otot akibat kontraksi sehingga
menyebabkan peredaran darah dalam otot terganggu. Kerja otot dinamis
berlaku sebagai suatu pompa bagi peredaran darah. Kontraksi disertai
pemompaan darah ke luar otot sedangkan relaksasi memberikan kesempatan
bagi darah untuk masuk ke dalam otot. Dengan demikian peredaran darah
meningkat dan otot menerima darah 10 sampai 20 kali keadaan kerja otot
statis. Otot memerlukan energi ketika berkontraksi. Energi berasal dari
pemecahan molekul ATP (Adenosin trifosfat) menjadi ADP (Adenosin
difosfat) yang berada di dalam otot. Jika kontraksi terus berlangsung, energi
diambil dari senyawa glukosa yang terdapat dalam otot karena peredaran darah
yang menyalurkan oksigen, bahan makanan dan sisa metabolisme terhambat.
Glukosa akan mengalami glikolisis menjadi asam piruvat dan ATP yang akan
digunakan untuk kontraksi otot. Asam piruvat dalam sel otot dapat diubah
menjadi asam laktat. Timbunan asam laktat dalam otot dapat menyebabkan
rasa pegal atau kelelahan. Jika otot terus-menerus dirangsang untuk melakukan
kontraksi, maka dapat menyebabkan kejang otot (Manuaba A, 2000).
Penerapan ergonomis dalam pembuatan kursi berguna untuk mendapatkan
sikap tubuh yang ergonomis dalam bekerja. Tempat duduk harus dibuat agar
memberikan relaksasi pada otot-otot yang dipakai untuk bekerja dan tidak
menimbulkan penekanan pada bagian tubuh yang dapat mengganggu sirkulasi
darah dan sensibilitas bagian-bagian tubuh (Manuaba A, 2000).

Universitas Muhammadiyah Palembang


23

2.1.3 Ergonomisitas Kursi


2.1.3.1 Pengertian Ergonomi
Seperti telah kita ketahui bersama, bahwa ergonomi berasal dari bahasa
Yunani yaitu ”ergon” (kerja) dan ”nomos” (hukum) atau yang berarti ilmu
yang mempelajari tentang hukum-hukum kerja. Dengan demikian ergonomi
adalah suatu sistem yang berorientasi kepada disiplin ilmu, yang sekarang
diterapkan pada hampir semua aspek kehidupan atau kegiatan manusia
(Tarwaka, 2010).
Ergonomi adalah ilmu yang menemukan dan mengumpulkan informasi
tentang tingkah laku, kemampuan, keterbatasan, dan karakteristik manusia
untuk perancangan mesin, peralatan, suatu sistem kerja yang baik agar tujuan
dapat dicapai dengan efektif, aman dan nyaman (Tarwaka, 2010).
Ergonomi merupakan pertemuan dari berbagai lapangan ilmu seperti
antropologi, biometika, faal kerja, higiene perusahaan dan kesehatan kerja,
perencanaan kerja, riset terpakai, dan cybernetika. Namun kekhususan
utamanya adalah perencanaan dari cara bekerja yang lebih baik meliputi tata
kerja dan peralatannya. Dalam hal ini, diperlukan kerja sama diantara peneliti
dan tehnisi serta ahli tentang pemakaian alat-alat dengan pengukuran,
pencatatan dan pengujiannya. Perbaikan kondisi-kondisi kerja buruk dan tanpa
perencanaan biasanya mahal, maka usaha sebaiknya dimulai dari perencanaan
oleh semua team ergonomi yang memungkinkan proses, mesin-mesin dan hasil
produksi yang memenuhi persyaratan. Program ergonomi meliputi penentuan
problematik, percobaan untuk pemecahan, penerapan hasil percobaan dan
pembuktian efektivitas namun dalam prakteknya sering menggunakan
pendekatan trail and error (Suma‟mur, 2009).
Sasaran ergonomi adalah seluruh tenaga kerja, baik pada sektor modern,
maupun pada sektor tradisional dan informal. Pada sektor modern, penerapan
ergonomi dalam bentuk pengaturan sikap, tata kerja dan perencanaan kerja
yang tepat adalah syarat penting bagi efesiensi dan produktivitas kerja yang
tinggi (Tarwaka, 2010).

Universitas Muhammadiyah Palembang


24

2.1.3.1 Kriteria Kursi


Kursi yang baik akan mampu menjaga postur, sirkulasi yang baik dan
terhindar dari ketidaknyamanan. Pilihan yang nyaman dapat diatur dan
memiliki penyangga punggung. Kriteria dalam mendesain kursi, antara lain:
1. Kedalaman landasan tempat duduk tidak boleh terlalu besar, karena bagian
depan terlalu kedepan akan memajukan posisi duduknya dan menyebabkan
bagian punggung tidak dapat bersandar.
2. Kursi harus dilengkapi dengan sandaran pinggang. Ruang antara alas duduk
dan tepi bawah meja tidak boleh terlalu sempit sehingga menyebabkan paha
pemakai tidak tertekan.
3. Sandaran pinggang tidak boleh terlalu tinggi, karena dapat menyebabkan
gerakkan bahu dan tangan terbatas dan posisi tubuh yang tidak nyaman
(Panero dkk, 2003).
Ukuran kursi yang sesuai dengan antropometri yaitu jika kursi memiliki
presentase kedalaman landasan duduk dengan presentase antara 88% sampai
dengan 95% dari panjang poplitea - bokong pekerja (Tarwaka, 2010).

Gambar 2.3 Kedalaman Landasan Duduk


Sumber: Tarwaka, 2010

Sebuah kursi perlu didesain berdasarkan dengan data antropometri


pekerja, sebuah kursi memiliki ukuran-ukuran penyusun sebagai berikut:

Universitas Muhammadiyah Palembang


25

1. Ketinggian dudukan kursi


Ketinggian kursi sangan berpengaruh dalam tekanan yang dirasakan oleh
individu, terutama pada bagian paha. Bagian ketinggian kursi ditentukan dari
besarnya ketinggian dari dasar lantai hingga bagian poplitea dalam posisi
duduk. Jika ketinggian kursi terlampau pendek, maka akan berpeluang lebih
besar dalam menyebabkan terjadinya fleksi pada bagian ruas-ruas batang
tubuh. Kesulitan dalam mengubah posisi duduk berdiri karena adanya beban
gravitasi yang lebih besar jika dibandingkan dengan duduk dalam ketinggian
yang optimal serta membutuhkan ruangan yang lebih besar untuk bagian kaki,
karena kaki cenderung lebih memanjang kearah depan seiring dengan
berkurangnya ketinggian kursi (Bridger, 2003).
2. Kedalaman dudukan kursi
Bagian kedalaman kursi harus benar-benar diperhatikan ketika membuat
sebuah kursi. Data untuk menentukan bagian kursi ini adalah data antropometri
bagian buttock-popliteal length. Jika kedalaman kursi terlalu pendek, akan
mengakibatkan tekanan pada bagian bawah paha pengguna dan menyebabkan
rasa sakit. Namun, ukuran kedalaman kursi yang terlalu panjang juga
menimbulkan permasalahan yaitu bagian punggung tidak dapat bersandar
dengan efektif, terjadinya tekanan pada bagian belakang betis pengguna dan
juga dapat menyebabkan ketidakmampuan kaki untuk secara alami menjuntai
kebawah, karena bagian sendi lutut tidak berada diujung dari dudukan kursi
tersebut (Bridger, 2003).
3. Lebar dudukan kursi
Bagian lebar dudukan kursi dapat dibuat dengan menggunakan bermacam-
macam data antropometri. Normalnya, data antropometri yang digunakan
adalah data antropometri bagian hip breadth wanita dengan persentil 95.
Namun dapat juga digunakan data bagian elbow length pria dengan persentil
95, karena jarak antara siku kanan dan kiri memiliki ukuran yang sedikit lebih
besar dibandingkan dengan ukuran lebar panggul (Bridger, 2003).

4. Dimensi sandaran panggung

Universitas Muhammadiyah Palembang


26

Sandaran kursi atau sandaran panggung memiliki fungsi untuk


menyokong berat dari batang tubuh manusia. Semakin tinggi sandaran,
semakin efektif dalam menyokong berat dari batang tubuh. Menurut ukuran,
ada tiga macam jenis sandaran punggung yang digunakan pada kursi. Ketiga
jenis sandaran tersebut adalah:
a. Low-Level backrest
Sandaran punggung yang pertama ini memberikan sokongan yang baik
pada bagian lumbar dan lower-thoracic. Selain itu, sandaran tipe ini
memberikan keleluasaan bahu untuk bergerak ke segala arah. Kelemahan dari
sandaran ini adalah tidak adanya sokongan yang memadai untuk punggung
bagian atas bila kursi didesain memiliki kemiringan sandaran diatas 110
derajat (Bridger, 2003).
b. Medium-level backrest
Berbeda dengan low-level backrest, medium-level backrest memberikan
sokongan yang baik sampai bagian punggung atas dan bahu. Untuk membuat
sandaran yang mencakup semua jenis persentil, digunakan data antropometri
pria dengan persentil 95. data antropometri yang digunakan adalah bagian
sitting acromial (Bridger, 2003).
c. High-level backrest
Dari seluruh jenis sandaran yang ada, high-level backrest adalah sandaran
yang memberikan sokongan secara menyeluruh hingga leher dan kepala.
Untuk jenis ini dibutuhkan data antropometri sitting height pria dengan
persentil 95 (Bridger, 2003).
d. Kemiringan sandaran kursi dan kemiringan dudukan kursi
Bagian sandaran punggung sangat berguna digunakan dalam beristirahat.
Semakin besar derajat kemiringan yang dimiliki oleh sandaran punggung,
maka semakin besar pula proporsi berat batang tubuh yang disokong. Besar
derajat kemiringan dapat mempengaruhi dan berkontribusi terhadap
munculnya gejala lordosis, derajat kemiringan yang semakin besar selain
menyebabkan kesulitan bagi individu untuk melakukan pemindahan postur
dari berdiri ke duduk dan sebaliknya, juga menjadikan gaya tekan pada sumbu
x horizontal menjadi lebih besar, yang akan menyebabkan bagian bokong akan

Universitas Muhammadiyah Palembang


27

cenderung bergerak kearah bagian depan, sehingga postur duduk tidak stabil.
Hal ini dapat diminimalisasi dengan menambahkan kemiringan dudukan kursi
atau dengan membuat dudukan kursi dari bahan yang memiliki gaya gesek
yang tinggi. Kemiringan sandaran kursi yang baik untuk melakukan aktivitas
adalah diantara 100 hingga 110 derajat (Bridger, 2003).
e. Sandaran tangan
Sandaran tangan merupakan bagian yang dibutuhkan sebagai komponen
alat bantu postur tambahan, dan sebaliknya sandaran tangan yang baik harus
dapat menyokong bagian dari tangan atau diberikan permukaan yang empuk
agar tidak mencederai bagian siku yang memiliki bagian saraf yang sensitif
didekat permukaannya. Jarak yang baik antara bagian sandaran punggung
dengan sandaran tangan yang direkomendasikan merupakan kombinasi dari
ukuran mulai dari 20 cm hingga 25 cm diatas permukaan dudukan kursi
(Bridger, 2003).

2.1.3.3 Ukuran Antropometri


Menurut Indrianti (2010), anthropometri berasal dari “anthro” yang berarti
manusia dan “metron” yang berarti ukuran. Secara definitif anthropometri
dinyatakan sebagai suatu studi yang menyangkut pengukuran dimensi tubuh
manusia dan aplikasi rancangan yang menyangkut geometri fisik, massa,
kekuatan dan karakteristik tubuh manusia yang berupa bentuk dan ukuran.
Manusia pada dasarnya akan memiliki bentuk, ukuran tinggi dan berat yang
berbeda satu dengan yang lainnya. Antropometri secara luas akan digunakan
sebagai pertimbangan–pertimbangan ergonomis dalam memerlukan interaksi
manusia (Indrianti, 2010).
Tujuan dari antropometri adalah agar tercipta keserasian antara ukuran
tubuh siswa sekolah dasar dengan ukuran kursi sekolah dasar, agar siswa dapat
merasakan nyaman, tidak mudah pegal, tidak mudah lelah, dan tidak
merasakan nyeri ataupun sakit pada bagian tubuhnya. Alat antropometer dapat
digunakan untuk mengetahui ukuran tubuh. Selain itu, pengukuran tubuh dapat
dilakukan dengan metode ukur tukang jahit yang terdiri dari busur, mistar
ukur, meter ukur (Suma’mur, 2009).

Universitas Muhammadiyah Palembang


28

Metode pengukuran antropometri yaitu metode dimensi statis merupakan


pengukuran yang terkait dengan pengukuran dimensi tubuh manusia dalam
keadaan diam atau dalam posisi yang dibakukan. Metode pengukuran
antropometri terdiri dari (Indrianti, 2010):
1. Tinggi popliteal (Tpo)
Dimensi ini biasa digunakan untuk menentukan ketinggian maksimum
permukaan tempat duduk. Tinggi tempat duduk yang dirancang diusahakan
agar orang yang mempunyai tinggi popliteal terendah dapat menggunakan
kursi tersebut dengan nyaman.
2. Panjang popliteal-pantat (Ppp)
Dimensi ini digunakan untuk merancang panjang alas kursi. Dalam
dimensi ini panjang alas duduk tidak boleh melebihi panjang dari popliteal
pantat yang paling pendek.
3. Lebar bahu (Lb)
Dimensi ini digunakan untuk merancang lebar sandaran kursi dimana
diharapkan dengan menggunakan ukuran ini orang dengan bahu paling lebar
dapat menggunakan fasilitas ini secara nyaman.
4. Lebar pinggul (Lp)
Kegunaan dari dimensi ini salah satunya adalah untuk menentukan lebar
alas duduk dengan pertimbangan orang dengan pinggul yang paling lebar dapat
duduk di kursi tersebut.
5. Berat Badan (Bb)
Dimensi ini digunakan untuk menentukan kekuatan minimum sebuah
kursi. Dimana dikatakan dalam menentukan menggunakan dimensi ini maka
berat badan yang paling beratlah harus dipertimbangkan

Universitas Muhammadiyah Palembang


29

2.2 Kerangka Teori

Ketidaksesuaian Panjang popliteal - bokong


Antropometri
Tubuh dengan Kursi dengan kedalaman landasan
duduk

Kontraksi otot berlebih,


peredaran darah dan
oksigen ke otot berkurang,
dan penimbunan asam
laktat

1. Ada keluhan (skor > 13)


Keluhan 2. Tidak ada keluhan (skor <13)
Muskuloskeletal

Keterangan:

= Bagian yang diteliti

2.3 Hipotesis
H0 = Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara Ergonomisitas Kursi
dengan keluhan Muskuloskeletal pada Pekerja di Perusahaan Petrochina Jambi
Ha = Terdapat hubungan yang bermakna antara Ergonomisitas Kursi dengan
keluhan Muskuloskeletal pada Pekerja di Perusahaan Petrochina Jambi

Universitas Muhammadiyah Palembang


Universitas Muhammadiyah Palembang

Anda mungkin juga menyukai