Anda di halaman 1dari 30

A.

ANATOMI DAN FISIOLOGI TULANG

Sebelah kiri menunjukkan kerangka manusia dari bagian depan, dan gambar
sebelah kanan dari bagian belakang.

Kerangka merupakan salah satu unsur penggerak dan penggerak tulang-


tulang manusia dihubungkan satu dengan yang lain melalui persendian
sehingga terbentuk sistem lokumotor pasif. Rangka manusia tersusun dari 206
tulang yang dipersambungkan oleh persendian yang terdiri dari :
1. Tengkorak otak (neuro kranial) 8 buah
2. Tengkorak wajah (splanknokranial) 14 buah
3. Tulang telinga dalam 6 buah
4. Tulang lidah 1 buah
5. Tulang kerangka dada 25 buah
6. Tulang belakang dan gelang panggul 26 buah
7. Tulang anggota gerak atas 64 buah
8. Tulang anggota gerak bawah 62 buah (Syaifuddin,2012).
Tulang manusia saling berhubungan satu dengan yang lain dalam
berbagai bentuk untuk memperoleh fungsi system musculoskeletal yang
optimal. Aktivitas gerak tubuh manusia tergantung pada efektifitasnya
interaksi antara sendi yang normal dengan unit-unit neuromuskuler yang
menggerakkannya. Elemen tersebut juga berinteraksi untuk mendistribusikan
stress mekanik ke jaringan sekitar sendi, otot, tendon, ligament, rawan sendi
dan tulang saling berkerjasama agar fungsi tersebut dapat berlangsung dengan
sempurna (Noer Sjaifoellah, dkk 2012).
Tulang dalam garis besarnya dibagi dalam
1. Tulang panjang/ tulang pipa (long bone)
Terutama dijumpai dalam anggota gerak. Yang termasuk tulang panjang
misalnya femur, tibia, fibula, ulna, dan humerus.
2. Tulang pendek (short bone)
Misalnya tulang-tulang karpal dan tulang-tulang falangs
3. Tulang pipih (fist bone)
Tulang – tulang pipih terdiri dari atas dua lapisan jaringan tulang keras
dengan di tengahnya lapisan tulang seperti spons. Yang termasuk tulang
pipih misalnya tulang pariental, iga, scapula dan pelvis.
4. Tulang tak beraturan (irregular bone)
Misalnya tulang vertebra dan tulang wajah
5. Tulang sesamoid
Tulang sesamoid termasuk kelompok lain, berkembang dalam tendon otot-
otot dan dijumpai dekat sendi. Yang termasuk sesamoid misalnya tulang
patella.
6. Tulang sutura (sutaral bone), ada ditiap tengkorak (Arif Muttaqin, 2012).
Tulang terdiri atas daerah yang kompak pada bagian luar yang
disebut korteks dan bagian dalam endosteum yang bersifat spongiosa
berbentuk trabecular dan diluarnya dilapisi oleh periosteum. Periosteum pada
anak lebih tebal daripada orang dewasa, yang memungkinkan penyembuhan
tulang pada anak lebih cepat dibandingkan orang dewasa (Arif Muttaqin,2012).
a. Fisiologi Sel – Sel Tulang
Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis
sel : Osteoblast, Osteosit, dan Osteoklas.
1) Osteoblast
Osteoblast membangun tulang dengan membentuk kolagen
type I dan proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteosit
melalui proses yang disebut osifikasi. Ketika sedang aktif osteoblast
mensekresikan sebagian besar fosfatase alkali, yang memegang
peranan setelah terjadi patah tulang.
2) Osteosit
Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai
suatu lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.
3) Osteoklas
Osteoklas adalah sel-sel besar berinti banyak yang
memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat diabsorpsi. Tidak
seperti osteoblast dan osteosit, osteoklas mengikis tulang, sel-sel ini
menghasilkan enzim-enzim proteolitik yang memecahkan matriks dan
beberapa asam yang melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan
fosfat terlepas kedakam aliran darah.(Arif Muttaqin, 2012)
4) Pembentukan Tulang
Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan
dapat berupa pemanjangan dan penebalan tulang. Kecepatan
pembutakan tulang berubah selama hidup. Pembentukan tulang
ditentukan oleh rangsangan hormone, factor makanan, dan jumlah
stress yang dibebankan pada suatu tulang, dan terjadi akibat aktivitas
sel-sel pembentukan tulang (Elizabeth J, Corwin, 2010).

5) Fungsi Tulang
Fungsi utama tulang adalah :
 Membentuk rangka badan
 Sebagai pengumpil dan tempat melekat otot dan mempertahankan
alat-alat dalam seperti otak, sumsum tulang belakang, jantung dan
paru-paru
 Sebagai tempat mengantur dan deposit kalsium, fosfat,
magnesium, dan garam
 Ruang di tengah tulang-tulang tertentu sebagai organ yang
mempunyai fungsi tambahan lain yaitu sebagai jaringan
hemopoitik untuk memproduksi sel-sel darah merah, sel-sel darah
putih, dan trombosit(Arif Muttaqin, 2012).
Fungsi tulang secara khusus
1. Sinus-sinus paranasalis dapat menimbulkan nada khusus pada suara.
2. Email gigi di khususkan untuk memotong, mengigit, dan menggilas
makanan. Email merupakan struktur terkuat dari tubuh manusia.
3. Tulang-tulang kecil telinga dalam mengonduksi gelombang suara untuk
fungsi pendengaran.
4. Panggul wanita di khususkan untuk mempermudah proses kelahiran
(syaifuddin, 2012).
Tulang –-tulang dalam tubuh membentuk sistem rangka. Rangka
manusia terdiri dari 206 tulang. Sistem rangka ini bersama-sama menyusun
kerangka tubuh. Secara garis besar rangka manusia yang terdiri dari 206 tulang
tersebut dibagi menjadi dua, yaitu rangka aksial (sumbu tubuh) dan rangka
apendikuler (anggota tubuh). Rangka apendikuler (anggota tubuh ) terdiri atas
tiga kelompok besar yaitu tulang tengkorak, tulang badan dan tulang anggota
gerak.
Pertama, tulang tengkorak . Tengkorak adalah tulang kerangka dari
kepala yang disusun menjadi dua bagian, yaitu tengkorak (kranium) bagian
pelindung otak terdiri atas delapan tulang dan tengkorak wajah terdiri atas tiga
belas tulang. Tulang-tulang tengkorak berbentuk pipih, saling berhubungan
dan membentuk rongga. Tulang – tulang ini mengelilingi dan melindungi otak
yang ada di dalamnya. Tulang tengkorak terdiri atas tulang tengkorak bagian
kepala (tempurung kepala) dan tulang tengkorak bagian muka (wajah) yaitu :
1) Tulang tengkorak bagian kepala (tempurung kepala) terdiri atas:
a) tulang kepala belakang atau tulang oksipital (1 buah)
b) tulang ubun-ubun atau tulang parietal (2 buah)
c) tulang dahi atau tulang frontal (1 buah)
d) tulang baji atau tulang sfenoid (2 buah)
e) tulang pelipis atau tulang temporal (2 buah)
2) Tulang tengkorak bagian muka terdiri atas:
a) tulang rahang atas atau tulang maksila (2 buah)
b) tulang rahang bawah atau tulang mandibula (2 buah)
c) tulang langit-langit atau tulang palatinum (2 buah)
d) tulang hidung atau tulang nasale (2 buah)
e) tulang pipi atau tulang zigomatikus (2 buah)
f) tulang mata atau tulang lakrimalis (2 buah)
g) tulang pangkal lidah (1 buah).
Kedua, tulang badan. Tulang – tulang yang membentuk rangka badan
terdiri atas tulang punggung atau belakang, tulang rusuk, tulang dada, bahu dan
panggul.
1) Kelompok tulang belakang (kolumna vertebralis). Tulang belakang
berbentuk tulang pendek dan tulang berjumlah 33 ruas. Pada manusia,
tulang belakang terbagi atas lima bagian, yaitu:
- 7 ruas tulang leher (vertebra servikal)
- 12 ruas tulang punggung (vertebra torakalis)
- 5 ruas tulang pinggang (vertebra lumbalis)
- 5 ruas tulang kelangkang (vertebra sakralis)
- 4 ruas tulang ekor (vertebra koksigeus).
Ruas-ruas tulang belakang membentuk sumbu tubuh yang tidak
lurus. Jika dilihat dari samping, tulang belakang berbentuk melengkung.
Lengkungan ini berfungsi untuk menunjang keseimbangan badan. Ruas
tulang belakang saling berhubungan melalui saluran di tengah setiap ruas.
Saluran tersebut melindungi sumsum tulang belakang yang terdapat di
dalam sepanjang tulang belakang.
2) Kelompok tulang dada. Tulang dada merupakan tempat melekatnya tulang
rusuk bagian depan. Bentuk tulang dada pipih, panjang kurang lebih 15
cm, dan terletak di bagian tengah dada. Tulang dada mempunyai bagian
yang terdiri atas: Bagian hulu, bagian hulu merupakan tempat melekatnya
tulang selangka, sedangkan bagian badan merupakan tempat melekatnya
tujuh pasang tulang rusuk, bagian badan, bagian taju pedang.
3) Kelompok tulang rusuk. Jumlah tulang rusuk dua belas pasang. terdiri atas
tiga jenis tulang, yaitu:
- Tulang rusuk sejati (costa vera). Berjumlah tujuh pasang dan melekat
pada tulang punggung dan tulang dada.
- Tulang rusuk palsu (costa spuria) berjumlah tiga pasang dengan bagian
melekat pada tulang punggung, sedangkan bagian depan melekat
pada tulang rusuk di atasnya.
- Tulang rusuk layang (costa fluctuantes). Berjumlah dua pasang dengan
bagian belakang melekat pada tulang punggung, sedangkan bagian
depan melayang.
Antara tulang dada, tulang punggung, dan tulang rusuk terbentuk
rongga dada yang merupakan ruang bagi jantung dan paru-paru. Dengan
demikian, tulang dada, tulang rusuk, dan tulang punggung berfungsi
melindungi jantung dan paru-paru.
4) Kelompok tulang bahu. Gelang bahu terletak di kanan dan kiri tubuh,
maing-masing tersusun atas tulang selangka dan tulang belikat. Tiap
tulang selangka terletak di sebelah depan dan masing-masing
menghubungkan gelang kanan dan kiri dengan tulang dada. Tulang belikat
terletak di sebelah belakang dan berhubungan dengan tulang rusuk. Tulang
belikat berbentuk segitiga pipih serta mempunyai tonjolan yang disebut
paruh gagak.
5) Kelompok gelang panggul. Gelang panggul tersusun atas:
- Tulang ilium atau tulang usus (2 buah)
- Tulang kemaluan (1 buah)
- Tulang duduk (2 buah)
Ketiga tulang terebut bergabung menjadi satu.
6) Tulang anggota gerak . Tulang anggota gerak terdiri dari anggota gerak
atas, yaitu tangan, dan gerak bawah yaitu kaki.
Anggota gerak atas berhubungan dengan gelang bahu. Tulang anggota
gerak atas tersusun atas:
- Tulang lengan atas (humerus) berjumlah 2 buah
- Tulang lengan bawah, terdiri atas 2 buah tulang hasta (ulna) dan 2 buah
tulang pengumpil (radius)
- Tulang pergelangan tangan (metakarpal) berjumlah 2 x 8 buah.
- Tulang telapak tangan (karpal) berjumlah 2 x 5 buah
- Tulang ruas-ruas jari tangan (phalanges) berjumlah 2 x 14 buah. Tiap
jari 3 ruas, kecuali ibu jari 2 ruas
Tulang lengan atas merupakan tulang anggota gerak atas yang
paling panjang dan paling besar. Bagian atas berhubungan dengan tulang
belikat, dan bagian bawah berhubungan dengan tulang hasta dan
pengumpil. Tulang hasta terletak pada sisi kelingking, sedangkan tulang
pengumpil terletak pada sisi ibu jari.
7) Tulang anggota gerak bawah. Tulang anggota gerak bawah (kaki)
berhubungan dengan tulang gelang panggul. Anggota gerak bawah
tersusun atas:
a) Tulang paha (femur) berjumlah 2 buah
b) Tulang tempurung lutut (patela) berjumlah 2 buah
c) Tulang kering (tibia) berjumlah 2 buah
d) tulang betis (fibula) berjumlah 2 buah
e) Tulang pergelangan kaki (metakarpal) berjumlah 2 x 7 buah
f) Tulang telapak kaki (karpal) berjumlah 2 x 5 buah
g) Tulang ruas-ruas jari kaki (phalanges) berjumlah 2 x 14 buah. Tiap
jari 3 ruas, kecuali ibu jari yang hanya 2 ruas.
Adapun fungsi dari tulang yaitu : Menggambarkan bentuk tubuh,
perlindungan organ tubuh yang lunak, tempat melekatnya otot, sebagai alat
gerak pasif, menghasilkan sel-sel darah, dan tempat penimbunan mineral
seperti; kalsium dan posfor.

B. DEFINISI
Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, tulang
rawan, baik yang bersifat total maupun sebagian. Fraktur adalah patah tulang
yang disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan tenaga fisik, keadaan
tulang itu sendiri, serta jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan fraktur
yang terjadi lengkap atau tidak lengkap (zairin, 2012).
Fraktur juga bisa terjadi akibat adanya tekanan yang berlebihan
dibandingkan kemampuan tulang dalam menahan tekanan, tekanan yang
terjadi pada tulang dapat beberapa hal-hal :
1. Tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik
2. Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal
3. Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur infaksi,
dislokasi atau fraktur dislokasi.
4. Kompresi vertikal dapat menyebabkan fraktur kominutif atau memecah
misalnya pada badan vertebra, atau fraktur buckle pada anak-anak
5. Trauma langsung disertai dengan resitensi pada satu jarak tertentu
6. Fraktur remuk
7. Trauma karena tarikan pada ligmen atau tendon akan menarik sebagian
tulang (Zairin, 2013).

Fraktur dapat terjadi akibat adanya tekanan yang melebihi kemampuan


tulang dalam menahan tekanan (Muttaqin Arif, 2008).
Fraktur humerus adalah cedera yang terjadi pada tulang humerus akibat
benturan keras yang meyebabkan trauma langsung atau tidak langsung.
(Muttaqin Arif, 2012).

Deskripsi fraktur
Angulasi dan oposisi tulang adalah dua istilah yang sering dipakai
untuk menjelaskan fraktur tulang panjang. Derajat dan arah angulasi dari posisi
normal suatu tulang panjang dapat menunjukan derajat keparahan fraktur dan
tipe penatalaksanaan yang harus diberikan.Deskripsi fraktur ada dua, yaitu :
a. Fraktur tertutup
Frakur tertutup adalah fraktur dimana kulit tidak ditembus oleh
fragmen tulang, sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan.
b. Fraktur terbuka
Frakur terbuka adalah fraktur dimana kulit dari ekstremitas yang
terlibat telah ditembus. Konsep penting yang perlu diperhatikan adalah
apakah terjadi kontaminasi oleh lingkungan pada tempat terjadinya fraktur
tersebut. Fragmen fraktur dapat menembus kulit pada saat terjadinya
cedera, terkontaminasi, kemudian kembali hampir pada posisinya semula.

C. ETIOLOGI
Penyebab fraktur tulang yang biasanya terjadi adalah trauma, terutama
pada anak-anak dan dewasa muda. Jatuh dan cidera olahraga adalah penyebab
umum fraktur traumatic. Pada anak, penganiayaan harus dipertimbangkan
ketika mengevaluasi fraktur, terutama apabila terdapat riwayat fraktur
sebelumnya atau apabila riwayat fraktur saat ini tidak menyakinkan.
Beberapa fraktur dapat terjadi setelah trauma minimal atau tekanan
ringan apabila tulang lemah. Hal ini disebut fraktur patologis. Fraktur patologis
sering terjadi pada lansia yang mengalami osteoporosis, atau individu yang
mengalami tumor tulang, infeksi, atau penyakit lain (Manjoer. Arif, 2012).

D. PATOFISIOLOGI
1. Narasi
Patah tulang biasanya disebabkan oleh trauma langsung maupun
tidak langsung terjadi spasme otot yang mengakibatkan kerusakan
jaringan sekitarnya. Pembengkakan disekitar fraktur akan menyertai
proses peradangan yang akan mengakibatkan edema, nyeri, kehilangan
fungsi dan dapat terjadinya gangguan sensasi adanya kerusakan saraf
(Elizabeth J. Corwin 2012).
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah tauma pada tulang
yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah
terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks,
marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan
terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga
medulla tulang. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi
terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi
plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih (abdul. Wahib, 2013).

2. Skema

Faktor Predisposisi (trauma) Faktor Presipitasi penyakit


(Osteoporosis, tumor, infeksi)

Adanya taruma pada humerus

Langsung Tidak Langsung

Kegagalan tulang menahan


tekanan
Skema Patofisiologi (Nanda, 2015)

PROSES PENYEMBUHAN TULANG


Tulang bisa bergenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur
merangsang tubuh untuk menyenbuhkan tulang yang patah dengan jalan
membentuk tulang baru di antara ujung patahan tulang. Tulang baru di bentuk
oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:
a. Stadium satu – hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma di sekitar daerah
fraktur. Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang
rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium
ini berlangsung 24-48 jam dan perdarahan berrhenti sama sekali.
b. Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi
fibro kartilago yang berasal dari periosteum, endosteum, dan bone marrow
yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus
masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast
beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari
terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang
patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai,
tergantung frakturnya.
c. Stadium Tiga-Pembentukan Kalus
Sel-sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan
osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai
membentuktulang dan juga kartilago. Populasi sel ini di pengaruhi oleh
kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi
sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur
dan kartilago, membentuk kalus atau bebat pada permukaan endosteal dan
periosteal. Sementara tulang yang imatur anyaman tulang menjadi lebih
padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu
setelah fraktur menyatu.

d. Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoklas dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang
berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan
memungkinkan osteoklas menerobos m,elalui reruntuhan pada garis
fraktur, dan tepat dibelakangnys osteoklas mengisi celah-celah yang
tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang
lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk
membawa beban yang normal.
e. Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah di jembatani oleh suatu manset tulang yang padat.
Selama beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini di bentuk ulang
oleh proses resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus.
Lamellae yang lebih tebal di letakkan pada tempat yang tekanannya lebih
tinggi, dinding yang tidak di kehendaki di buang, rongga sumsum di
bentuk, dan akhirnya di bentuk struktur yang mirip dengan normalnya.
E. MANIFESTASI KLINIS
F. KOMPLIKASI
G. COLLABORATIVE CARE MANAGEMENT
1. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto Rontgen
Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung
mengetahui tempat dan tipe fraktur. Biasanya diambil sebelum dan
sesudah dilakukan operasi dan selama proses penyembuhan periodik.
b. Scan Tulang Tomography, CT-Scan, MRI
Dapat digunakan untuk megidetifikasi kerusakan jaringan lunak atau
tendon. Digunakan untuk mengidetifikasi lokasi dan panjangnya
patah tulang di daerah yang sulit dievaluasi.
c. Pembidai Tulang (Skintigrafi tulang)
Mencerminkan sampai sejauh mana metriks tulang “mengambil”
isotop radio aktif khusus tulang yang di injeksikan kedalam sistem
tersebut, pembidai dilakukan setelah 4 sampai 6 jam isotop
diinjeksikan: derajat ambilan nuklida berhubungan langsung dengan
metabolisme tulang.
d. Angiografi
Angiografi adalah pengkajian struktur vascular (system arteri). Satu
bahan kontras radiopaque di injeksikan ke dalam arteri tertentu. Dan
diambil dari foto sinar X serial system arteri yang dipasok oleh arteri
tersebut. Prosedur ini sangat bermanfaat untuk mengkaji perfusi arteri
dan bisa digunakan untuk tingkat amputasi yang akan dilakukan.
Pasien dibiarkan berbaring selama 12 sampai 24 jam untuk mencegah
perdarahan pada tempat penusukan arteri. Pengkajian perlu memantau
tanda vital, tempat penusukan dan ekstremitas pada bagian distalnya
untuk menilai apakah sirkulasinya adekuat.
e. Hitung darah lengkap : HB mungkin meningkat/menurun.
f. Kreatinin : trauma otot meningkat beban kreatinin untuk ginjal.
g. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfuse multiple, atau cedera hati (Roysidi, 2013).
2. Medikasi
Pada fraktur berat yang menyebabkan banyak kehilangan banyak
darah, dilakukan pengobatan langsung untuk mengontrol perdarahan
segera diberi cairan untuk mencegah syok. Untuk fraktur terbuka suntikan
tetanus, antibiotik, pembedahan untuk mecegah memperbaiki kerusakan
jaringan halus dan membersihkan luka untuk mnencegah infeksi dan
mempercepat penyembuhan (Warfield, 2010).
Tidak ada terapi obat-obatan yang spesifik pada sebagian besar
gangguan musculoskeletal, misalnya tidak ada terapi obat khusus yang
dapat meningkatkan akselerasi pertumbuhan normal jaringan lunak setelah
mangali injuri. Namun, peran terapi obat-obatan sangat penting dalam
penatalaksanaan gangguan musculoskeletal. Setelah berkembangnya
preparat farmasi, beberapa obat-obatan memberikan dampak terhadap
penatalaksanaan berbagai gangguan musculoskeletal. Terapi obat-obatan
yang lazim digunakan untuk gangguan musculoskeletal meliputi :
a. Analgesik
Pemberian analgesik sangat penting untuk menurunkan keluhan
resppon nyeri pasien. Meskipun begitu, penyebab dari munculnya nyeri
merupakan hal yang penting untuk dicari agar bisa ditentukan terapi
khusus untuk penyebab nyeri tersebut. Pemberian salasilat atau
beberapa obat analgesic ringan efektif diberikan pada keluhan nyeri
sedang. Pemberian narkotik harus dipertimbangkan terutama pada
pemberian manifestasi adikasi iatrogenic.
b. Antiinflamsi Nonsteroid (ANS)
Selama lebih dari decade variasi obat-obatan antiinflamasi
nonsteroid semakin bertambah. Kondisi ini juga memberikan dampak
terhadap semakin banyaknya jumlah yang digunakan oleh pasien.
Untuk menurunkan keluhannya. Hal ini disebabkan oleh beberapa
daerah tertentu di Indonesia, obat antiinflamasi nonsteroid yang
tersedia bebas. Kondisi ini juga akan meningkatkan respon gangguan
pada iritasi gastrointestinal.
c. Agen Kemoterapi
Obat kemoterapi juga memberikan dampak yang baik untuk
memperpanjang masa hidup pada beberapa pasien yang mengalami
kanker.
d. Koertikosteroid
Koertikosteroid adalah suatu kelompok hormone steroid yang
berperan banyak pada system fisiologi tubuh, misalnya tanggapan
terhadap stress, tanggapan system kekebalan tubuh, serta pengaturan
inflamasi, metabolisme karbohidrat, pemecahan protein, dan kadar
elektrolit darah.
e. Vitamin
Pemberian vitamin C secara khusus untuk mengatasi masalah
pada penyakit scurvy yang memberikan dampak pada penurunan
kolagense. Pemberian vitamin D diberikan pada pasien yang
mengalami defisiensi vitamin D seperti reketsia.
f. Obat Khusus
Kolkisin adalah salah satu contoh dari obat khusus. Kolkisin
adalah sendi mulai berkurang dalam waktu 12-24 jam setelah
pemberian kolkisin dan akan menghilang dalam waktu 48-72 jam.
Kolkisin diberikan secara intravena. Obat ini seringkali menyebabkan
diare dan dapat diberikan secara intravena. Obat ini sering kali
menyebabkan diare dan dapat menyebabkan efek samping yang lebih
serius (termasuk kerusakan sumsum tulang) (Zairin, 2012).
3. Terapi Non Medikasi
a. Immobilisasi
Imobilisasi dengan menggunakan bidai. Bidai dapat dirubah dengan
gips dalam 7-10 hari atau dibiarkan selama3-4 minggu.
b. Pemeriksaan dalam masa penyembuhan
Dalam penyembuhan, pasien harus dievaluasi dalam pemeriksaan
rontgen tiap 6 atau 8 minggu.
4. Pembedahan
Jenis pembedahan Ortopedi
a. ORIF (Open Reduction and Internal Fixation)
Merupakan suatu tindakan pembedahan untuk memanifulasi fragmen-
fragmen tulang yang patah atau fraktur sedapat mungkin kembali
seperti letak asalnya. Internal fiksasi biasanya melibatkan penggunaan
flat, sekrum, paku maupun suatu intramedulari, untuk
mempertahankan fragmen tulang dan posisinya sampai penyembuhan
tulang yang sulit terjadi.
b. Graf Tulang
Yaitu penggantian jaringan tulang untuk memperbaiki penyembuhan,
untuk menstabilisasi atau mengganti tulang yang berpenyakit. Dan
sangat dibutuhkan pada spinal surgery, hip surgery, knee surgery,
malignant bone lesion, dan bening bone lesion.
c. Artoplasty
Merupakan prosedur pembedahan untuk membentuk sendi artificial.
Umumnya dilakukan pada sendi paha dan lutut dimana prosthesis
plastic atau logam digunakan untuk menggantikan struktur sendi yang
sakit atau rusak. Degan suatu alat yang memungkinkan ahli bedah
mengoperasi dalamnya sendi tanpa irisan yang besar atau melalui
pembedahan sendi terbuka. Alat yang dipakai disebut athroscopy.
d. Meniscectomy
Yaitu pengangkatan kartilago semilunaris dari sendi lutut yang telah
rusak.
e. Rekonstruksi Sendi
Penyakit sendi atau deformitas memerlukan intervensi bedah untuk
mengurangi nyeri, meningkatkan stabilitas dan memperbaiki fungsi.
Terapi pembedahan yang dilakukan pada penyakit sendi meliputi
eksisi jaringan rusak dan sakit, perbaikan struktur yang rusak,
pembuangan jaringan yang lepas dan fungsi imobilisasi sendi,
misalnya artroplastin, prosthesis dan sendi total.
f. Transfer Tendon
Yaitu pemindahan insersi tendon untuk memperbaiki fungsi.
g. Fasiotomi
Yaitu pemotongan fasio otot untuk meghilangkan konstriksi otot atau
mengurangi kontraktur fasia.
h. Amputasi
Amputasi yaitu penghilangan bagian tubuh. Amputasi dapat dianggap
sebagai jenis pembedahan rekonstruksi drastis. Digunakan untuk
menghilangkan gejala, memperbaiki fungsi, dan menyelamatkan atau
memperbaiki kualitas hidup pasien. Amputasi pada ekstremitas bawah
sering diperlukan sebagai akibat penyakit vaskuler perifer progestif
(sering sebagai gejala sisa diabetes mellitus), gangren, trauma (cedera
remuk, luka bakar dingin, luka bakar listrik, deformitas congenital,
atau tumor ganas). Dari semua penyebab tadi penyakit vaskuler
perifer merupakan penyebab yang tertinggi amputasi ekstremitas
bawah. Kehilangan ekstremitas atas memberikan masalah yang
berbeda bagi pasien daripada kehilangan bawah karena ekstremitas
atas mempunyai fungsi yang sangat spesialistis. Alasan utama
amputasi ekstremitas atas adalah trauma berat (cedera akut, luka bakar
listrik, luka bakar dingin). Tumor ganas, infeksi (gas gangren
fulminal, osteomielitis kronis), dan malformasi congenital.
Kehilangan ekstremitas memerlukan penyesuaian besar. Persepsi
pasien mengenai amputasi harus dipahami oleh tim perawatan
kesehatan. Pasien harus menyesuaikan diri dgan adanya perubahan
citra diri permanen, yang harus diselaraskan sedemikian rupa
sehingga tidak akan menghilangkan rasa berharga. Mobilitas atau
kemampuan fisik untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari
berubah, dan pasien perlu belajar bagaimana menyesuaikan aktivitas
dan lingkungan untuk mengakomodasi diri degan penggunaan alat
bantu dan bantuan mobilitas.
Faktor yang mempengaruhi amputasi seperti:
 Usia
 Penyakit vaskuler
 Nyeri
 Kelainan kardiovaskular
 Respirasi
 Neurogenik
Tingkatan amputasi
Amputasi dilakukan pada titik paling distal yang masih dapat
mencapai penyembuhan yang baik. Tempat amputasi ditentukan
berdasarkan dua factor yaitu peredaran darah pada bagian itu dan
kegunaan fungsional. Tujuan dilakukannya pembedahan adalah
mempertahankan sebanyak mungkin panjang ekstremitas konsisten
dgan pembasmian proses penyakit. Mempertahankan lutut dan siku
adalah pilihan yang diinginkan. Amputasi jari kaki dan sebagian kaki
hanya menimbulkan perubahan minor dalam gaya berjalan dan
keseimbangan. Amputasi bawah lutut lebih disukai dibanding
amputasi diatas lutut, karena pentingnya sendi lutut dan kebutuhan
energi untuk berjalan. Amputasi ekstremitas atas dilakukan dengan
mempertahankan panjang fungsional maksimal.
Tujuan bedah utama adalah mencapai penyembuhan luka
amputasi, meghasilkan sisa tungkai (puntung) yang tidak nyeri tekan
degan kulit yang sehat untuk penggunaan prosthesis. Penyembuhan
dipercepat dengan penanganan lembut terhadap sisa tungkai,
pengontrolan edema sisa tungkai degan balutan kompres lunak atau
rigid dan menggunakan teknik aseptik dalam perawatan luka untuk
menghindari infeksi.
Komplikasi amputasi meliputi perdarahan, infeksi, dan
kerusakan kulit. Karena ada pembuluh darah besar yang dipotong,
dapat terjadi perdarahan massif. Infeksi merupakan infeksi pada
semua pembedahan, dgan peredaran buruk atau kontaminasi luka
setelah amputasi traumatik, resiko infeksi meingkat. Penyembuhan
luka yang buruk dan iritasi akibat prosthesis dapat menyebabkan
kerusakan kulit (Brunner & Suddarth : 2002).
Penatalaksanaan pembedahan sangatlah penting diketahui
oleh perawat sebagai dasar pemberian asuhan keperawatan. Jika ada
keputusan pasien bahwa pasien diindikasikan untuk menjalani
pembedahan, perawat mulai berperan dalam memberikan asuhan
keperawtan perioperatif.
a. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkuatan
dengan K-Wire perkuat, setelah dilakukan reduksi tertutup pada
fraktur yang bersifat tidak stabil, reduksi dapat dipertahankan
dengan memasukkan K-Wire perkuat, misalnya fraktur pada jari.
b. Reduksi terbuka dan fiksasi internal atau fiksasi eksternal tulang.
Perawat harus mengenal tindakan medis operasi reduksi terbuka,
baik fiksasi internal/ORIF (Open Reduction Interal Fixation)
maupun fiksasi eksternal/OREF (Open Reduction Exsternal
Fixation) karena asuhan keperawatan yang diperlukan berbeda.
Implikasikeperawatan yang perlu dikenal perawat setelah operasi
adalah adanya nyeri dan resiko infeksi yang merupakan masalah
utama.
c. Reduksi terbuka dengan fiksasi eksternal (OREF). Fiksasi
eksternal digunakan untuk mengobati fraktur terbuka dengan
kerusakan jaringan lunak. Alat ini memberikan dukungan yang
stabil untuk fraktur kominutif (hacur atau remuk ). Pin yang telah
dipasang dijaga agar tetap posisinya, kemudian dikaitkan pada
kerangkanya. Fiksasi memberikan kenyamanan pada klien yang
mengalami kerusakan fragmen tulang. Asuhan keperawatan
dimulai dari perawatan sebelum operasi karena klien perlu
mendapatkan penjelasan yang luas tentang pemasangan OREF.
Pemasanga OREF akan memerlukan waktu 6-8 bulan. Oleh
karena itu, secara psikologis klien harus terbiasa adanya alat yang
terpasang pada kakinya selama proses penyembuhan. Perawatan
luka streil harus dilakukan setiap hari untuk mencegah infeksi
karena adanya benda asing dari luar masuk ke dalam tubuh.
Komplikasi dari pembedahan dari pemasangan fiksasi eksternal
adalah infeksi, kerusakan pembuluh darah dan saraf, kekakuan
sendi bagian proksimal dan distal, kerusakan priosteum yang
parah sehingga delayed union atau non-union, atau imboli lemak.
d. Eksisi fragmen tulang dan pengatian dengan prosthesis. Pada
fraktur leher fremur dan sendi siku orang tua, biasanya terjadi
nekrosis avascular dari fragmen atau non-union. Oleh karena itu,
dilakukan pemasangan prosthesis, yaitu alat dengan komposisi
mental tertentu untuk mengantikan bagian yang nekrosis.
Protesisi juga sering diguakan setelah klien di amputasi
(Muttaqin, 2012).
Dengan demikian berkembangnya kondisi klinik dan
berbagai penelitian, maka penatalaksanaan terapi bedah memainkan
peran sangat penting mengatasi gangguan musculoskeletal harus
mendapat intervensi bedah, penataklasanaan bedah ini hanya
dilakukan pada beberapa kondisi khusus.
Metode terapi bedah pada gangguan musculoskeletal
dilaksanakan secara 5R : repair, release, resectionreconstruction, dan
replacement.
Pada pemilihannya, setiap intervensi ini akan digunakan
sesuai kebutuhan pada klien.
1) Pembedahan pada otot, tendon, dan ligament
Pada kondidi syndrome kompertemen, maka pembedahan
fasiotomi dilakukan untuk mencegah terjadinya nekrosis pada
bagian distal.
Tanda khas untuk dilakukan fisiotomi pada syndrome
kompartemen adalah 5P yaitu : pain (nyeri lokal), paralisis
(kelumpuhan tungkai), palor (pucat bagian distal), parasetesial
(tidak ada sensasi), pulsesesness (tidak ada denyut nadi,
perubahan nadi, perfusi yang tidak baik, dan CRT > 3 detik pada
bagian distal kaki).
2) Pembedahan pada sendi
Pembedahan sendi dengan teknik terbuka (artrotomi) dan
eksplorasi dengan antroskopi. Intenvesi ini dilakukan terhadap
berbagai gangguan sendi. Pembedahan dengan melepaskan
kapsul disebut dengan kapsulotomi. Pada kondisi penyakit yang
berat seperti pada atristik rematoid, dimana kerusakan membran
synovia sangat parah, akan dilakukan synovektomi.
Bedah rekonstruksi dilakukan untuk memelihara rentang sendi
normal atau menurunkan respon nyeri. Bedah dapat dilakukan
dengan mngganti salah satu atau kedua permukaan sendi yang
disebut dengan antroplasti yang sering digunakan sendi
palsu.ketika salah satu permukaan sendi mengalami kerusakan
berat, memberikan manifestasi nyeri yang hebat, atau secara
menyeluruh sendi tersebut tidak dapat digunakan lagi. Maka akan
dilakukan fusi atau penyatuan tulang pada sendi mengalami
kerusakan (artreodesi) untuk membuat posisi yang paling
optimal.
3) Pembedahan pada tulang
Pembedahan pada tulang dilaksanakan beberapa kondisi,
misalnya dengan tujuan untuk mendrainase pus pada pasien
dengan osteomieletis hemetogen, menegangkan sekuestrum
(sekuestromi) pada esteomieletis kronis, membuka tulang
(saukerisasi) untuk tujuan drainase tulang, mengangkat sebagian
tulang (osteotomi), pada kondisi tumor tulang, atau optimalisasi
anatomis tulang dengan tujuan menghilangkan gangguan
asteortritis pada pembedahan rekonstruksi. Untuk mengstabilisasi
esteotomi, maka dipasang internal agar dapat terjadi penyatuan
tulang.
Intervensi bedah dengan tujuan distraksi lambat
penulangangan kalus pada tulang dengan fiksasi eksternal metode
llizarov. Llizarov, bone leghthening bone distraction ostegenesis, atau
collotaxis merupakan istilah yang sama dalam program pemanjangan
tulang.
Metode llizarov adalah salah satu alat eksternal fiksasi yang
berfungsi menjaga agar tidak terjadi pergesaran tulang dan untuk
membantu proses pemanjangan tulang indikasi pemasangan llizarov
antara lain: menyamakan panjang lengan atau tungkai yang tidak
sama, menyamakan dan menumbuhkan daerah tulang yang hilang
akibat patah tulang yang terbuka yang hilang, serta membuang tulang
infeksi dan di isi dengan cara menumbuhkan tulang yang sehat
(Zairin, 2012).
5. Diet
Tidak ada diet khusus fraktur, dianjurkan makan makanan yang
bergizi dan seimbang. Seperti makanan yang banyak mengandung vitamin
A dan fosfor. Vitamin A sangat diperlukan untuk pertumbuhan sel,
termasuk perkembangan tulang dan sel epitel yang membentuk email
dalam pertumbuhan gigi, sedemikian halnya pasien fraktur. Sedangkan
fosfor digunakan sebagai mineral yang memperkuat struktur tulang
bersama dengan kalsium.
(Elviana & Rosina, 2012)
6. Aktifitas
Aktivitas yang mengurangi edema dan meningkatkan peredaran
darah, imobilisasi dapat menyebabkan kekurangannya kekuatan otot dan
intensitas tulang dengan agak cepat. Tetapi fisik harus mulai segera agar
dapat mengurangi hal ini, misalnya seseorang fraktur femur diharuskan
memakai kruk untuk waktu yang lama. Rencana latihan untuk
mempertahankan pergerakan ekstremitas dan untuk meningkatkan
kekuatan otot harus segera dimulai (Price & Wilson : 1995)
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk
kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak
dibentuk oleh orang lain (Roysidi, 2013).
7. Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan yang dapat diberikan pada posisi yang dapat
mencegah fraktur dan proses penyembuhan :
a. Makan-makanan yang mengandung banyak kalori tinggi protein
untuk mempertinggi proses penyembuhan dan makanan tinggi serat
untuk melancarkan pencernaan.
b. Pada daerah fraktur dilakukan immobilisasi sampai caliks terbentuk.
c. Minum air putih ± 6-9 gelas/hari.
d. Lakukan mobilisasi ditempat tidur, baik pada daerah yang terkena
fraktur maupun tidak agar tidak terjadi atropi pada otot.
e. Anjurkan pasien dan keluarga untuk memperhatikan diet
makanannya.
f. Anjurkan pasien melakukan aktivitas secara bertahap.
g. Anjurkan pasien melakukan mobilisasi ditempat tidur baik pada
daerah yang terkena fraktur maupun yang tidak agar tidak terjadi
atropi pada otot (Wilkinson, Judith M, 2012).

H. MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Data Subjektif
1) Nyeri didaerah fraktur saat digerakan
2) Kekakuan atau ketidak stabilan pada sendi
3) Deformitas atau kelainan bentuk
4) Pembengkakan/benjolan
5) Kelamahan otot
6) Gangguan atau kehilangan fungsi dari organ musculoskeletal
7) Gangguan sensibilitas
b. Data obyektif
1) Ada luka atau perdarahan (pada fraktur terbuka)
2) Warna kulit (kemerahan, kebiruan, atau hiperpigmentasi)
3) Pembengkakan atau benjolan
4) Deformitas yang nampak jelas
5) Hasil rotgen (X-ray), tulang retak, patah atau dislokasi
6) Tepasang alat imobilisasi pada lokasi cidera
7) Range of motion (ROM) mengalami abnormal (Zairin, 2012).
2. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnose keperawatan yang sering dijumpai pada klien
fraktur adalah sebagai berikut :
a. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, kerusakan
neuromuskulokeletal, gerakan fragmen tulang, edema, cidera jaringan
lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
b. Resiko disfungsi neurovascular parifer berhubungan dengan penurunan
aliran darah (cidera vaskuler, edema, pembentukan thrombus).
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran darah
emboli, perubahan membrane alveola/kapiler (intterstial, edema paru,
kongesti)
d. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka
neuromuskuler, kerusakan neuromuskulokeletal, nyeri terapi restriktif
(imobilisasi).
e. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka,
pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup).
f. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan
primer (kerusakan kulit, trauma jaringan lunak, prosuder
invasif/intraksi tulang).
g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan keutuhan
pengobatan berdasarkan dengan kurang terpaja atau salah interpretasi
terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya
informasi yang ada (Doengoes, 2000 dalam Roysidi, 2013).
3. Hasil Yang Diharapkan
a. Diagnosa 1 :
1) Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi
2) Meningkatkan aliran balik vena, mengurangi edema/nyeri
3) Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi
vaskuler
4) Meningkatkan sirkulasi umum, menurunkan area tekanan local dan
kelelahan otot
5) Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, meningkatkan komtrol
terhadap nyeri yang mungkin berlangsung lama
6) Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri
7) Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsangan
nyeri baik secara sentral maupun perifer
8) Menilai perkembangan masalah klien
9) Deteksi dini untuk mengentahui adanya tanda sindrom
kompatemen
10) Meningkatkan asupan O2 sehingga menurunkan nyeri sekunder
akibat iskemia.
b. Diagnosa 2
1) Nyeri merupakan respon subjektif yang dapat dikaji dengan
menggunakan skala nyeri, klien melaporkan nyeri biasanya di atas
tingkat cidera
2) Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi
3) Mencegah statis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian
keketatan bebat/spalk
4) Meningkatakan drainase (aliran darah) vena dan menurunkan
edema kecuali pada adanya keadaan hambat aliran arteri yang
menyebabkan penurunan perfusi
5) Di berikan sebagai upaya profilaktif (pencegahan) untuk
menurunkan thrombus vena
6) Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya
intervensi sesuai keadaan klien
c. Diagnosa 3
1) Meningkatkan sirkulasi darah mencegah kekakuan sendi
2) Mencegah statis vena sebagai petunjuk perlunya penyesuaian
keketatan bebat/spalk
3) Meningkatkan drainase (aliran darah) vena dan menurunkan edema
kecuali pada adanya keadaan hambat aliran arteri yang
menyebabkan penurunan perfusi
4) Diberikan sebagai upaya profilaktif (pencegahan) untuk
menurunkan trombus vena
d. Diagnosa 4
1) Memfokuskan perhatian, meningkatkan rasa control diri/harga diri,
membantu menurunkan isolasi social
2) Meningkatkan sirkulasi darah musculoskeletal, mempertahankan
tonus otot, mempertahankan gerak sendi, mencegah
kontraktur/atrofi dan mencegah reabsorbsi kalsium karena
immobilisasi
3) Mempertahankan posisi fungsional ekstremitas
4) Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sendiri
sesuai kondisi keterbatasan klien
5) Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernafasan (decubitus,
atelectasis, penemonia)
6) Mempertahankan hidrasi adekuat, mencegah komplikasi urinarius
dan konstipasi
7) Kalori dan protein yang cukup di perlukan untuk proses
penyembuhan dan mempertahankan fungsi fisiologis tubuh
8) Kerjasama dengan fisioterapi perlu untuk menyususun program
aktivitas fisik secara individu
9) Menilai perkembangan masalah klien
10) Imobilisasi yang adekuat dapat mengurangi pergerakan fragmen
tulang yang menjadi unsure yang penyebab nyeri pada kaki
11) Alat bantu tongkat dapat membantu klien dalam melakukan
mobilisasi
12) Klien dapat melatih otot kaki, pergelangan kaki dan lutut
e. Diagnose 5
1) Menurunkan resiko kerusakan / abrasi kulit yang lebih luas
2) Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit
dan otot terhadap tekanan yang relative konstan pada imobilisasi
3) Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat
kontaminasi fekal
4) Menilai perkembangan masalah klien
f. Diagnose 6
1) Mencegah infeksi sekunder dan mempercepat penyembuhan luka
2) Meminimalkan kontaminasi
3) Antibiotika spectrum luas atau spesifik dapat di gunakan secara
profilaksis, mencegah atau mengatasi infeksi. Teksoid tetanus
untuk mencegah infeksi tetanus
4) Leukosistosis biasanya terjadi pada proses infeksi, anemia dan
peningkatan LED dapat terjadi pada osteomyelitis. Kultur untuk
mengidentifiksai organisme penyebab infeksi
5) Mengevaluasi perkembangan masalah klien
g. Diagnose 7
1) Efektivitas proses pembelajaran di pengaruh oleh kesiapan fisik
dan mental klien untuk mengikuti program pembelajaran.
2) Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam
perencanaan dan pelaksanaan program terapi fisik.
3) Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tanda/gejala
dini yang memerlukan intervensi lebih lanjut.
4) Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi masalah
sesuai dengan kondisi klien.
4. Intrervensi Keperawatan
a. Diagnosa 1
1) Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring,
gips, beban dan traksi
2) Tinggikan posisi ekstremitas yang terkna
3) Lakukan dan awasi latihan gerak pasif/aktif
4) Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (massase,
perubahan posisi)
5) Ajarkan penggunaan teknik managemen nyeri (latihan Tarik nafas
dalam, imajinasi visual, dipersional)
6) Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama)
sesuai keperluan
7) Kolaborasi pemberian analgetik
8) Evaluasi keluhan nyeri (skala, petunjuk verbal dan non verbal,
perubahan tanda-tanda vital)
b. Diagnosa 2 :
1) Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan mengerakkan
jari / sendi distal cedera
2) Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebat / spalk yang
terlalu kuat
3) Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada
kontraindikasi adanya sindrom kompotemen
4) Berikan obat antikougulan bila diperlukan
5) Pantau kualitas nadi perifer, aliran kapiler, warna kulit dan
kehangata distal cedera, bandingkan dengan isi yang normal
c. Diagnosa 3 :
1) Dorong klien untuk secar rutin melakukan latihan menggerakkan
jari / sendi distal cedera
2) Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebat / spalk yang
terlalu kuat
3) Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada
kontraindikasi adanya sindrom kompotemen
4) Berikan obat antikougulan bila diperlukan
d. Diagnosa 4 :
1) Pertahankan pelaksanaan aktivitas reaksi terapeutik (radio, koran,
kunjungan teman/keluarga)
2) Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit
maupun yang sehat sesuai dengan keadaan klien
3) Berikann papan penyangga kaki, gulungan trokanter/sesuai dengan
indikasi
4) Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihan/eliminasi) sesuai
keadaan klien
5) Ubah posisi secara periodic (rutin) sesuai keadaan klien
6) Dorong/pertahankan asupan cairan 2000-3000 ml/hari
7) Berikan diet TKTP
8) Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi
9) Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi
e. Diagnosa 5
1) Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering, bersih,
alat tenun kencang, bantalan bawah siku, timut)
2) Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal
bebat/gips
3) Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal
4) Observasi keadaan kulit, penekanan gips / bebat terhadap kulit,
insersi pen/traksi
f. Diagnosa 6
1) Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka
2) Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen
3) Kolaborasi peberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi
4) Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (hitung darah lengkap,
LED, kultur dan sensitivitas luka/serum/tulang)
5) Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan local pada
luka
g. Diagnosa 7
1) Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran
2) Diskusikan metode mobilitasi dan ambulasi sesuai dengan program
terapi fisik
3) Ajarkan tanda / gejala klinis yang memerlukan evaluasi medic
(nyeri berat, deman, perubahan sensasi kulit distal cedera)
4) Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan luka
diperlukan

5. Evaluasi
a. Nyeri berkurang atau hilang
b. Tidak terjadi disfugsi neurovaskuler perifer
c. Pertukaran gas adekuat
d. Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
e. Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialam
f. Infeksi tidak terjadi (Deongoes, 2000 dalam Roysidi, 2013).

Anda mungkin juga menyukai