Anda di halaman 1dari 15

ASKEP PASIEN GANGGUAN SISTEM

MUSKULOSKELETAL : Fraktur dan Dislokasi


Nama : Amalia Nur Apriliani
Prodi/Semester : Keperawatan/5A
Mata Kuliah : KMB III

TINJAUAN ANATOMI DAN FISIOLOGI : Sistem


Muskuloskeletal
Sistem muskuloskeletal terdiri atas rangka tulang dan tiga tipe otot: (1) rangka, (2) jantung, dan (3)
polos. Jenis-jenis otot dibedakan berdasarkan adanya lurik, sumber saraf, dan mekanisme kontraksi.
Secara fisiologi, sistem muskuloskeletal memungkinkan perubahan pada pergerakan dan posisi.
Rangka tulang memberikan dukungan, proteksi, dan pergerakan rangka. Kontraksi otot rangka
menghasilkan pergerakan pada rangka ini. Rangka tubuh memberikan tempat penyimpanan bagi
kalsium dan ion-ion lainnya. Otot rangka, yang merupakan 40% hingga 50% berat badan, memegang
peranan utama dalam metabolisme dan regulasi temperatur.

STRUKTUR SISTEM MUSKULOSKELETAL


OTOT

Berdasarkan struktur maupun fisiologisnya, otot dibagi menjadi tiga jenis, yaitu otot rangka,
otot polos, dan otot jantung.
A. Otot Rangka
Otot rangka (serat lintang / otot lurik) melekat pada tulang rangka tubuh. Bergerak
secara sadar (volunter), namun sebagian dikontrol secara somatik pada sistem saraf
perifer untuk menjaga keseimbangan. Kontraksinya cepat, tidak teratur, dan mudah
lelah. Tersusun atas miofibril (serabut otot) berinti banyak. Miofibril memperlihatkan
corak terang gelap (lurik).
B. Otot Jantung
Otot jantung (miokardium) bersifat involunter dan hanya terdapat pada jantung. Otot
jantung dikontrol oleh faktor instrinsik (seperti jumlah darah dari vena yang kembali
ke atrium kanan), hormon, dan sinyal dari sistem saraf otonom.
C. Otot Polos
Otot polos disebut juga dengan otot otonom/otot involunter (bekerja diluar kemauan
kita) karena rangsangannya dialirkan melalui saraf otonom, terdapat pada dinding
rongga organ (misalnya saluran pencernaan, pembuluh darah, kandung kemih) area
lain (mis. Mata). Dikontrol oleh sistem saraf otonomik, hormon, dan faktor instrinsik
dari organ.
Jaringan Ikat yang Berhubungan dengan Jaringan Otot :
Terdapat 3 lapisan jaringan ikat yang mengelilingi serabut otot :
1. Endomysium : jaringan ikat yang mengelilingi setiap serat otot (sel).
2. Perimysium : jaringan ikat yang mengelilingi sekelompok serat otot.
3. Epimysium : jaringan ikat yang mengelilingi semua fasikula untuk membentuk otot
lengkap.
Kontraksi antar otot adalah proses terjadinya pengikatan aktin dan miosin, sehingga otot
memendek. Aktin membentuk pigmen, penyusun otot berdinding tipis, protein yang menjadi
unsur kontraksi dalam otot. Sedangkan miosin adalah protein dalam otot yang mengatur
kontraksi dan relaksasi filamen penyusun otot berdinding tebal.
Otot berfungsi sebagai alat gerak aktif, alat transportasi dan pembentuk alat-alat dalam. Sifat
kerja otot dibedakan dalam dua kelompok yaitu
1. Otot Sinergis
Otot yang memberikan gerakan searah. Contohnya gerakan menelungkup dan
menengadah pada telapak tangan, otot bisep lengan atas dan otot pengangkat lengan
atas yang membengkokkan lengan bawah.
2. Otot Antagonis
Otot yang saling berlawanan, saling menghambat satu dengan yang lain. Jika salah
satu otot berkontraksi, maka otot yang lainnya relaksasi. Efek kerja otot antagonis
dibedakan menjadi :
 Otot fleksi dan ekstensi (membengkokkan dan meluruskan) pada sendi siku
dan lutut.
 Otot abduksi dan adduksi (mendekati dan menjauh) pada sendi lengan atas dan
sendi paha.
 Otot pronasi dan supinasi (menengadah dan menelungkup), seperti ketika
menengadah dan menelungkupkan telapak tangan.
 Otot depresi dan elevasi (kebawah dan keatas) misalnya nunduk dan
menengadah.
Otot anggota tubuh (extremitas) terdiri atas extremitas superior : otot gelang bahu, lengan
atas, pangkal lengan atas, lengan bawah, otot-otot tangan, otot sekitar panggul. Dan
extremitas inferior : otot pangkal paha, otot tungkai atas, otot tungkai bawah.

ANATOMI SISTEM SKELETAL

Tubuh manusia dewasa memiliki 206 tulang, yang terbagi ke dalam 2 kategori mayor
berdasarkan posisi:
1. Rangka aksial : membentuk sumbu tubuh. Meliputi tengkorak, kolumna vertebrata,
toraks.
2. Rangka apendikular : meliputi ekstremitas superior dan inferior.
Berdasarkan bentuk dan ukurannya, tulang dapat dibagi menjadi beberapa penggolongan :
1. Tulang panjang (ossa longa). Lebih panjang dari pada lebarnya, bentuknya bulat
panjang, rongga besar di bagian tengah seperti pipa, dan ditemukan di ekstremitas atas
dan bawah. Humerus, radius, ulna, femur, tibia, fibula, metatarsal, metakarpal, dan
falangs.
2. Tulang pendek (ossa brevia). Berbentuk kubus, axis nya pendek. Karpal, tarsal.
3. Tulang pipih (ossa plana). Bentuk pipih dan gepeng, melindungi bagian tubuh yang
lunak dan memberikan permukaan yang luas untuk melekatnya otot. Rusuk, kranium,
skapula, beberapa bagian dari pelvis girdle.
4. Tulang tidak beraturan (ossa irregular). Memiliki berbagai macam bentuk. Tulang
wajah, tulang belakang, osikel telinga, dan pelvis.
5. Tulang berongga (ossa pneumatica). Contohnya tulang maxilla.
6. Tulang rawan (Kartilago). Jenis-jenis tulang rawan, yaitu:
a. Hialin cartilago. Matriks mengandubg serat kolagen, yakni jenis yang paling
banyak dijumpai.
b. Elastik cartilago
c. Fibrokartilago
Jumlah tulang dalam sistem skeletal manusia adalah sekitar 206 buah tulang yang saling
berhubungan satu sama lain.
 8 buah tulang kepala (tengkorak)
 14 buah tulang wajah
 6 buah tulang telinga dalam
 1 buah tulang lidah
 25 buah tulang pembentuk kerangka dada
 26 buah tulang pembentuk tulang belakang dan gelang pinggul
 64 buah tulang anggota gerak atas
 62 buah tulang anggota gerak bawah
Lebih detail nya :
1. Tulang Tengkorak
Tulang tengkorak terdiri atas 8 buah tulasn menyusun kepala (kranium) dan 14 buah
tulang yang menyusun kerangka wajah. Merupakan sendi mati, dan melindungi otak.
a. Tulang Tengkorak bagian kepala (kranium) terdiri atas :
- Tulang frontal (dahi)
- Tulang parietal (ubun-ubun)
- Tulang temporal (tulang bagian kiri dan kanan kepala dekat telinga)
- Tulang oksipital (bagian tulang belakang kepala)
- Tulang spenoid (tulang rongga mata)
- Tulang ethmoid (tulang rongga hidung)
b. Tulang tengkorak bagian wajah terdiri dari :
- Madibula (rahang bawah)
- Maksila (rahang atas)
- Palatinum (rongga hidung dan mulut)
- Zigomatik (tulang pipi)
- Tulang hidung
- Lakrimal (keta tulang hidung)
2. Tulang Hyoid
Merupakan tulang yang berbentuk huruf U. Terdapat diantara laring dan mandibula,
Berfungsi sebagai tempat pelekatan lidah dan otot mulut.
3. Tulang Belakang (Vertebral Column)
Berfungsi untuk meneggakkan badan dan menjafa keseimbangan. Ruas-ruas tulang
belakang tersusun oleh 33 buah dan dibagi kedalam 5 bagian yaitu :
 7 ruas tulang belakang : tulang leher (atlas), tulang pemutar atau poros.
 12 ruas tulang punggung : tempat melekat tulang rusuk.
 5 ruas tulang pinggang : menahan sebagian besar berat tubuh dan tempat
melekat otot.
 5 ruas tulang kelangkang (sacrum)
 4 ruas tulang ekor (coccyx)
4. Kerangka Dada
 Tulang Dada (Thorax)
- Manubriun (tulang hulu) tempat melekat tulang rusuk 1-2.
- Gladiolus (tulang badan) tempat melekat tulang rusuk 3-7, gabungan
tulang rusuk 8-10.
- Xifoid (tulang taju pedang) terbentuk dari tulang rawan.
 Tulang Rusuk
Berbentuk tipis, pipih dan melengkung. Tulang rusuk dibedakan atas tiga
bagian.
- Tulang rusuk sejati (7 pasang)
- Tulang rusuk palsu ( 3 pasang)
- Tulang rusuk melayang (2 pasang)
5. Tulang Bahu (Pectoral Girdle)
 Tulang selangka (klavikula)
 Tulang belikat (skapula)
6. Tulang Anggota Gerak Atas (Extremitas Superior)
 Tulang pangkal lengan (humerus)
 Tulang pengumpil (radius) dan tulang hasta (ulna)
 Tulang pergelangan tangan (karpal)
 Tulang telapak tangan (metakarpal)
 Tulang jari (palanges)
7. Gelang Panggul (PelvicGirdle)
 Illium (atas)
 Ischiun (bawah)
 Pubis (tengah)
8. Tulang Anggota Gerak Bawah (Extremitas Inferior)
 Tulang paha (femur)
 Tulang kering (tibia) dan tulang betis (fibula)
 Tempurung lutut (patela)
 Tulang pergelangan kaki (tarsal)
 Tulang telapak kaki (metatarsal)
Penyusun tulang disusun oleh sel-sel tulang yang terdiri dari osteosit, osteoblast dan
osteoklast serta matrik tulang yang mengandung kalsium dan fosfor.

ARTIKULASI (SENDI)
Sendi adalah tempat bertemunya dua tulang atau lebih. Tidak semua sendi dapat melakukan
pergerakan.
1. Bentuk Sendi
Untuk mendukung fungsinya, sendi memiliki beberapa bentuk, yaitu :
 Sendi Fibrosa (sinartrodial)
Sendi yang tidak dapat bergerak. Memungkinkan sedikit gerakan, namun
bukan gerak sejati. Perlekatan tulang tibia dan fibula.
- Sutura, atau sendi yang berada di tulang tengkorak.
- Sindemosis, sendibyang terdiri daru suatu membran interoseous atau
suatu ligamen diantara tulang.
 Sendi Kartilaginosa (Amfiartrodial)
Merupan sendi yang dapat sedikit bergerak. Ujungnya terbungkus tulang
rawan hialin, disokong ligamen. Ada 2 jenis :
- Sinkondrosis, sendi yang seluruhnya diliputi tulang rawan hialin.
Mis, sendi kostokondral.
- Simfisis, mis. sendi tulang punggung
 Sendi Sinovial (Diartrodial)
Merupakan sendi yang digerakkan dengan bebas. Beberapa jenis sendi
sinovial :
- Sendi peluru, memungkinkan gerakan hebas penuh. Mis. Panggul
dan bahu.
- Sendi engsel, memungkinkan gerakan melioat hanya pada satu arah.
Mis. Siku dan lutut.
- Sendi pelana dua sumbu, memungkinkan gerakan pada dua bidang
yang saling tegak lurus. Mis. Ibu jari.
- Sendi pivot, memungkinkan rotasi untuk melakukan aktivitas seperti
memutar pegangan pintu. Mis. Radius, ulna.
- Sendi peluncur, memungkinkan gerakan terbatas ke senua arah. Mis.
Pergelangan tangan, tulang karpalia.
2. Gerakan Sendi
 Fleksi : memperkecil sudut antara 2 tulang atau 2 bagian tubuh.
Menggerakkan lengan ke depan, menekuk siku, menekuk lutut, menekuk torso
kearah samping.
 Dorsofleksi : menekuk telapak kaki dan pergelangan tangan kearah depan
(jingjit)
 Plantar fleksi : meluruskan telapak kaki pada pergelangan kak
 Ekstensi : memperbesar sudut antara 2 tulang / 2 bagian tubuh. Meluruskan
persendian pada siku dan lutut setelah fleksi.
 Hiperekstensi : menekuk kepala ke belakang
 Abduksi : menjauhi bagian tubuh
 Aduksi : mendekati bagian tubuh
 Rotasi : gerakan memutar anggota tubuh.
 Pronasi : telapak tangan menghadap belakang
 Supinasi : telapak tangan kedepan
 Sirkumduksi : mengayunkan lengan berbentuk putaran
 Inversi : telapak kaki menghadap ke dalam atau arah medial
 Dsb.

FUNGSI SISTEM MUSKULOSKELETAL


1. Sebagai alat gerak
2. Sebagai unit motorik dan somasi
3. Propulsi
4. Produksi panas
5. Fungsi hematopoietik
6. Mengatur keseimbangan mineral (homeostatis)

GANGGUAN UMUM MUSKULOSKELETAL


Gangguan muskuloseletal adalah hal umum. Fraktur dapat terjadi pada usia berapa pun,
reumatoid atritis, osteoarthritis, yang menyebabkan nyeri dan penurunan gerak. Gangguan
otot seperti miastenia gravis, menyebabkan melemahnya kekuatan otot.
FRAKTUR DAN DISLOKASI
PENGERTIAN FRAKTUR
Fraktur adalah terputusnya keutuhan tulang, umumnya akibat cedera traumatik. Cedera tersebut dapat
menimbulkan perubahan yang signifikan pada kualitas hidup seseorang sebagai akibat dari
pembatasan aktivitas, kecacatan, dan kehilangan pekerjaan. Jika terjadi fraktur, maka jaringan
lunak di sekitarnya juga sering kali terganggu.
A. Klasifikasi Fraktur

Fraktur sederhana (simple) tidak merusak kulit di atasnya. raktur kompleks merusak
kulit di atasnya. Fraktur ada yang komplet, artinya keutuhan tulangnya terputus, atau
tidak komnplet. Bila trauma itu sampai menghancurkan tulang menjadi tiga atau lebih
fragmen/keping, disebut fraktur kominut. Pada fraktur impak, ada fragmen yang
terpendam dalam substansi yang lain. Ada lagi fraktur kompresi, di mana tulang itu
hancur, umumnya mengenai tulang vertebra. Lain lagi fraktur depresi, umumnya pada
tulang tengkorak, yang masuk kedalam.
Kerusakan jaringan dapat sangat luas pada fraktur terbuka, yang dibagi berdasarkan
keparahannya :
 Derajat 1. Luka kurang dari 1 cm; kontaminasi minimal.
 Derajat 2. Luka lebih dari 1 cm; kontaminasi sedang.
 Derajat 3. Luka melebihi 6 hingga 8 cm; ada kerusakan luas pada jaringan
lunak, saraf, dan tendon; dan kontaminasi banyak.

B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Tulang


 Faktor pendukung
o Lokasi
o Suplai darah yang baik pada ujung tulang
o Tulang rata
o Kerusakan jaringan lunak minimal
o Reduksi anatomis jika dimungkinkan
o Imobilisasi efektif
o Latihan beban pada tulang panjang
 Faktor penghambat 
o Fragmen terpisah jauh
o Fragmen tersebar karena traksi
o Fraktur kominutif parah
o Kerusakan jaringan lunak parah
o Kehilangan tulang karena cedera atau eksisi bedah 
o Gerakan/rotasi pada lokasi fraktur karena fiksasi yang tepat
o Infeksi
o Gangguan suplai darah pada satu atau lebih fragmen tulang
o Lokasi
o Penurunan suplai darah
o Terletak pada tengah batang tulang
o Perilaku kesehatan seperti merokok, minum alkohol

ETIOLOGI FRAKTUR
Fraktur terjadi karena kelebihan beban mekanis pada satu tulang, saat tekanan yang diberikan
pada tulang terlalu banyak dibandingkan yang mampu ditanggungnya. Seorang klien dengan
gangguan metabolik tulang, seperti osteoporosis, dapat mengalami fraktur karena kerapuhan
tulang. 

Fraktur dapat terjadi karena gaya secara langsung, seperti saat sebuah benda menghantam
suatu area tubuh di atas tulang. Gaya juga dapat terjadi secara tidak langsung, seperti ketika
suatu kontraksi kuat dari otot menekan tulang.

Prediposisi fraktur antara lain berasal dari kondisi biologis seperti osteopenia (misalnya,
karena penggunaan steroid atah sindroma cursing) atau osteogenesis imperfekta. 

Kehilangan esterigen pascamenopause dan malnutrisi protein juga menyebabkan penurunan


massa tulang serta meningkatkan risiko fraktur.

Fraktur juga dapat terjadi akibat aktivitas hobi risiko-tinggi atau aktivitas terkait pekerjaan
(misal bermain papan seluncur, panjat tebing, dan lain-lain).

TANDA DAN GEJALA FRAKTUR


 Deformitas
 Pembengkakan
 Memar (ekimosis)
 Spasme otot
 Nyeri
 Ketegangan
 Kehilangan fungsi
 Gerakan abnormal dan krepitasi
 Perubahan neurovaskular
 Syok
PENGERTIAN DISKLOKASI 
Dislokasi dan sublukasi menjelaskan perubahan dalam posisi sendi. Pada dislokasi,
permukaan sendi lawan tidak lagi bersentuhan. Pada sublukasi, permukaan sendi sebagian
bersentuhan, tetapi kontak tersebut dalam posisi abnormal. Seperti fraktur, disklokasi juga
dijelaskan dalam bentuk hubungan tulang distal dengan tulang proksimal. Misalnya pada
dislokasi posterior lutut, tibia berada lebih posterior dari femur. 
ETIOLOGI DISLOKASI
Walaupun hampir semua sendi dapat mengalami dislokasi, beberapa sendi lebih mungkin
mengalami dislokasi. Dislokasi anterior dari humerus pada sendi bahu sering terjadi pada
orang dewasa. Dislokasi anterior dari lutut merupakan dislokasi tungkai bawah paling
banyak.
Gangguan tersebut merupakan kegawatan medis karena adanya cedera neurovaskular yang
berkaitan. Panggul orang dewasa umumnya stabil, dan dislokasi dari sendi ini umumnya
menunjukkan cedera yang serius. Dislokasi dapat terjadi setelah artroplasti jika tindakan
pencegahan mobilitas tidak diikuti.
TANDA DAN GEJALA DISLOKASI
 Nyeri yang semakin berat saat bergerak
 Pembengkakan di sekitar atau di bawah sendi
 Kehilangan fungsi yang komplet atau sebagian 
 Adanya deformitas yang mengubah panjang tungkai 
PATHWAY

PEMERIKSAAN PENUNJANG DAN PENATALAKSANAAN 


Radiografi merupakan metode umum untuk mengkaji fraktur. Penggunaan posisiradiologis
yang tepat sangat penting untuk mengkaji kecurigaan fraktur dengan tepat. Dua posisi (yaitu,
anteroposterior dan lateral) yang diambil pada sudut yang tepat merupakan jumlah minimal
yang diperlukan untuk pengkajian fraktur, dan gambar tersebut harus mencakup sendi di atas
dan di bawah lokasi fraktur untuk mengidentifikasi adanya dislokasi atau subluksasi. Temuan
rontgen yang tidak normal antara lain edema jaringan lunak atau pergeseran udara karena
pergeseran tulang setelah cedera. Radiografi dari tulang yang patah akan menunjukkan
perubahan pada kontur normalnya dan disrupsi dari hubungan sendi yang normal. Garis
fraktur akan tampak radiolusens. Radiografi biasanya dilakukan sebelum reduksi fraktur,
setelah reduksi, dan kemudian secara periodik saat penyembuhan tulang. Tomografi
komputer (computed tomography (CT)) dapat digunakan untuk mengetahui adanya fraktur.
Keuntungan dari CT adalah kita bisa melihat gangguan (hematoma) pada struktur lain
(pembuluh darah).

ASKEP
FRAKTUR DAN DISLOKASI
PENGKAJIAN
 Riwayat : Riwayat sakit muskuloskeletal, data biografis dan demografis, keluhan
utama (nyeri? Kaku sendi? Perubahan sensori? Pembengkakan?
Deformasi/imobilitas? Infeksi?), tinjauan sistem (riwayat medis, riwayat operasi,
alergi, medikasi, kebiasaan diet, riwayat sosial, riwayat keluarga.
 Pemeriksaam fisik : observasi, inspeksi dan palpasi (1) masa otot simetris, pergerakan
involunter, nyeri tekan, tonus, dan kekuatan; (2) sendi untuk simetris, kreptus,
pembengkakan, nyeri tekan atau nyeri, dan ROM; (3) tulang untuk deformitas dan
dikrepansi panjang tungkai.
 Pengkajian umum muskuloskeletal : observasi cara berjalan, mobilitas tubuh, postur,
pergerakan sendi secara umum, dan keseimbangan klien.
 Uji diagnostic dan uji non-invasif.

DIAGNOSA
A. Gangguan rasa nyaman nyeri
B. Gangguan Integritas kulit
C. Gangguan mobilitas fisik
D. Resiko infeksi

INTERVENSI
Diagnosa Intervensi Utama Tindakan
Gangguan rasa Manajemen nyeri Observasi
nyaman nyeri  Identifikasi lokasi, karakteristik durasi,
lokasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
 Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi respons nyeri non verbal
 Identifikasi faktor yang memperberat
dan memperingan nyeri
 Identifikasi pengetahuan dan keyaninan
tentang nyeri
 Identifikasi pengaruh budaya terhadap
respon nyeri
 identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
hidup
 Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah diberikan
 Monitor efek samping penggunaan
analgetik

Terapeutik
 Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
 Kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri (mis. suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitasi Istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri

Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

Gangguan Perawatan integritas Observasi


integritas kulit kulit Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
(penurunan mobilitas, perubahan sirkulasi)

Terapeutik
 Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
 Lakukan pemijatan pada daerah
penonjolan tulang, jika perlu
 Gunakan produk berbahan ringan/alami
dan hipoalergik pada kulit kering
 Hindari produk berbahan dasar alkohol

Edukasi
 Anjurkan menggunakan pelembab
 Anjurkan minum air yang cukup
 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
 Anjurkan meningkatkan asupan buah
dan sayur
 Anjurkan menghindari paparan suhu
ekstrem
 Anjurkan menggunakan tabir surya SPF
minimal 30 saat berada di luar rumah
 Anjurkan mandi dan menggunakan
sabun secukupnya

Gangguan Dukungan ambulasi Observasi


mobilitas fisik  Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
fisik lainnya
 Identifikasi toleransi fisik melakukan
ambulasi
 Monitor frekuensi jantung dan tekanan
darah sebelum memulai ambulasi
 Monitor kondisi umum selama
melakukan ambulasi

Terapeutik
 Fasilitasi ambulasi dengan alat bantu
(mis. Tongkat, kruk)
 Fasilitasi melakukan mobilisasi, jika
perlu
 Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan ambulasi

Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
 Anjurkan melakukan ambulasi dini
 Ajarkan ambulasi sederhana yang harus
dilakukan (mis. Berjalan ditempat tidur
ke kursi roda, berjalan ke kamar mandi,
berjalan sesuai toleransi)

Resiko infeksi Pencegahan infeksi Observasi


Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
sistemik

Terapeutik
 Batasi jumlah pengunjung
 Berikan perawatan kulit pada area edema
 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien dan lingkungan pasien
 Pertahankan teknik aseptik pada pasien
berisiko tinggi

Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 Ajarkan cara mencuci tangan dengan
benar
 Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
 Anjurkan meningkatkan asupan cairan

Kolaborasi
 Pemberian antibiotic, jika perlu

DAFTAR PUSTAKA
 Buku M.Black, Joyce, Hokanson Hawk, Jane. Elsevier. Keperawatan Medikal Bedah:
Manajemen Klinis untuk Hasil yang Diharapkan, Edisi ke 8-buku ke 1.
 Buku : Tambayong, Jan. (1999). Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran ECG.
 Buku : Kirnantoro, H, Maryana. (2019). Anatomi Fisiologis. Yogyakarta : Pustaka
Baru Press
 Buku : PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
 Buku : PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai