b. Etiologi
Fraktur disebabkan oleh beberapa hal, menurut Helmi (2012)
adalah:
a. Fraktur Traumatik
Disebabkan oleh adanya trauma langsung maupun tidak secara tiba- tiba baik
ringan maupun berat yang mengenai tulang.
b. Fraktur stres
Fraktur yang terjadi akibat tulang mengalami tekanan yang terlalu sering.
c. Fraktur patologis
Fraktur yang disebabkan oleh kondisi sebelumnya, seperti kondisi proses
patologik penyakit yang mengakibatkan rentang fraktur
c. Anatomi fisiologi
a. Anatomi
Gambar 2.1. Anatomi Tulang (Evelyn 2007)
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk
melekatnya otot-oto yang menggerakkan kerangka tubuh. Tulang juga merupakan
tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fhosfat. Tulang rangka
orang dewasa terdiri atas 206 tulang. Tulang adalah jaringan hidup yang akan suplai
saraf dan darah. Tulang banyak mengandung bahan kristalin anorganik (terutama
garam-garam kalsium) yang membuat tulang keras dan kaku, tetapi sepertiga dari bahan
tersebut adalah fibrosa yang membuatnya kuat dan elastis (Price dan Wilson, 2006).
Tulang ekstrimitas bawah atau anggota gerak bawah dikaitkan pada batang tubuh
dengan perantara gelang pang]gul terdiri dari 31 pasang antara lain: tulang koksa, tulang
femur, tibia, fibula, patella, tarsalia, meta tarsalia dan falang.
1) Tulang Koksa OS koksa turut membentuk gelang panggul, letaknya di setiap sisi
dan di depan bersatu dengan simfisis pubis dan membentuk sebagian besar tulang
pelvis.
2) Tulang Femur merupakan tulang pipa dan terbesar di dalam tulang kerangka pada
bagian pangkal yang berhubungan dengan asetabulum membentuk kepala sendi
yang disebut kaput femoris. Di sebelah atas dan bawah dari kolumna femoris
terdapat laju yang disebut trokanter mayor dan trokanter minor. Di bagian ujung
membentuk persendian lutut, terdapat dua buah tonjolan yang disebut kondilus
lateralis dan medialis. Di antara dua kondilus ini terdapat lakukan tempat letaknya
tulang tempurung lutut (patella) yang disebut dengan fosa kondilus.
3) Tibia atau tulang kering merupakan kerangka yang utama dari tungkai bawah dan
terletak medial dari fibula atau tulang betis. Tibia adalah tulang pipa dengan
sebuah batang dan dua ujung.
4) Fibula atau tulang betis adalah tulang sebelah lateral tungkai bawah, tulang itu
adalah tulang pipa dengan sebuah batang dan dua ujung (Evelyn, 2007). Sendi
tibia fibula dibentuk antara ujung atas dan ujung bawah, kedua tungkai bawah
batang dari tulang-tulang itu digabungkan oleh sebuah ligamen antara tulang
membentuk sebuah sendi ketiga antara tulang-tulang itu (Drs. H. Syahrifuddin,
2006).
5) Meta tarsalia terdiri dari tulang-tulang pendek yang banyaknya 5 buah yang
masing-masing berhubungan dengan tarsus dan falangus dengan perantara sendi.
6) Falangus merupakan tulang-tulang pipa yang pendek yang masing-masing terdiri
dari 3 ruas kecuali ibu jari sebanyak 2 ruas, pada metatarsalia bagian ibu jari
terdapat dua buah tulang kecil bentuknya bundar yang disebut tulang bijian
(osteum sesarnoid).
b. Fisiologi
Sistem musculoskeletal adalah penunjang bentuk tubuh dan peran dalam pergerakan.
Sistem terdiri dari tulang sendi, rangka, tendon, ligament, bursa dan jaringan-jaringan
khusus yang menghubungan struktur tersebut (Price dan Wilson, 2006).
Tulang adalah suatu jarigan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel antara
lain: osteoblast, osteosit dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan
membentuk kolagen tipe I dan proteoglikan sebagai matriks tulang dan jaringan
osteoid melalui suatu proses yang disebut osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan
jaringan osteoid, osteoblast mengsekresikan sejumlah besar fosfatase alkali, yang
memegang peran penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat ke dalam matriks
tulang, sebagian fosfatase alkali memasuki aliran darah dengan demikian maka kadar
fosfatase alkali di dalam darah dapat menjadi indikator yang baik tentang tingkat
pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang atau pada kasus metastasis
kanker ke tulang. Osteosid adalah sel tulang deawasa yang bertindak sebagai suatu
lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteoklas adalah sel
besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matrik tulang dapat diabsorpsi.
Tidak seperti osteoblas dan osteosit, osteoklas mengikis tulang. Sel ini menghasilkan
enzim proteolitik yang memecahkan matriks
dan beberapa asam yang melarutkan mineral tulang sehingga kalsium dan fosfat
terlepas ke dalam aliran darah (Simon & Schuster, 2003).
Metabolisme tulang di atur oleh beberapa hormon. Peningkatan kodar hormon
paratoid mempunyai efek langsung dan segera pada mineral tulang yang menyebabkan
kalsium dan fosfat daiabsorpsi dan bergerak memasuki serum. Di samping itu
peningkatan kadar hormon paratoid secara perlahan menyebabkan peningkatan jumlah
dan aktifitas osteoklas sehingga terjadi demineralisasi. Peningkatan kadar kalsium
serum pada hiperparatiroidisme dapat pula menimbulkan pembentukan batu ginjal.
Tulang mengandung 99% dari seluruh kalsium tubuh dan 90% dari seluruh
fosfat tubuh. Fungsi penting kalsium adalah dalam mekanisme dan pembentukan
darah, trasmisi impuls neuromuscular, iritabilitas eksitabilitas otot, keseimbangan asam
basah, permeabilitas membrane sel dan sebagai pelekat di antara sel-sel.
Secara umum fungsi tulang menurut Price dan Wilson (2006) antara lain :
d. Patofisiologi
Fraktur disebabkan oleh beberapa hal di antaranya karena adanya traumatik pada
tulang. Tulang yang telah melemah oleh kondisi sebelumnya terjadi pada fraktur
patologis.(Helmi, 2012)
Patah tulang tertutup atau terbuka akan mengenai serabut syaraf yang akan
menimbulkan rasa nyeri. Selain itu fraktur atau patah tulang adalah terputusnya
kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh
rudapaksa (Sjamsuhidayat, 2010), tulang tidak mampu digerakkan sehingga mobilitas
fisik terganggu.
Intervensi medis dengan penatalaksanaan pembedahan menimbulkan luka insisi
yang menjadi pintu masuknya organisme patogen serta akan menimbulkan masalah
resiko tinggi infeksi pascabedah, nyeri akibat trauma jaringan lunak.(Muttaqin, 2012).
Intervensi pembedahan pada fraktur tertutup adalah ORIF (Open Reduction Internal
Fixation) merupakan tindakan bedah yang dilakukan guna untuk mempertemukan dan
memfiksasi kedua ujung fragmen tulang yang patah serta untuk mengoptimalkan
penyembuhan dan hasil (Journal of Orthopaedic Surgery, 2011), dengan cara
pemasangan plate dan skrew.Setelah tulang menyambung (satu-dua tahun) maka
plate dan skrew akan dilepas, dirumah sakit pelepasan tersebut sering disebut dengan
operasi ROI apabila tidak dilakukan maka dapat mengganggu pertumbuhan tulang
serta reaksi penolakan dari tubuh seperti infeksi.
e. Manifestasi Klinis
Manisfestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan
ekstrimitas, krepitus, pembengkakan lokal dan perubahan warna (Brunner & Suddarth,
2002).
a) Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di imobilisasi,
spasme otot yang menyertai fraktur merupkan bentuk bidai alamiah yang dirancang
untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b) Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak
tidak alamiah bukan seperti normalnya, pergeseran fraktur menyebabkan deformitas,
ekstrimitas yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan ekstrimitas yang
normal. Ekstrimitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
c) Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi
otot yang melekat di atas dan di bawah tempat fraktur.
d) Saat ekstrimitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang lainnya (uji
krepitus dapat merusakkan jaringan lunak yang lainnnya lebih berat).
e) Pembengkakan akan mengalami perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
trauma dan pendarahan akibat fraktur.
f. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Arif Muttaqin (2008), pemeriksaan pemeriksaan penunjang pada fraktur yaitu:
a) Anamnesa/ pemeriksaan umum
b) Pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan yang penting adalah pemeriksaan
menggunakan sinar Rontgen (sinar-x) untuk melihat gambaran tiga dimensi dari
keadaan dan kedudukan tulang yang sulit.
c) CT scan : pemeriksaan bidang tertentu tulang yang terkena dan dapat
memperlihatkan jaringan lunak atau cedera ligament atau tendon.
d) X - Ray : menentukan lokasi, luas, batas dan tingkat fraktur.
e) Pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium yang lazim digunakan untuk
mengetahui lebih jauh kelainan yang terjadi meliputi :
1) Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
2) Fosfatase alkali meningkat pada saat kerusakan tulang.
3) Enzim otot seperti kreatinin kinase, laktat dehydrogenase (LDH-5), aspratat
aminotransferase (AST) dan aldolase meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
a) Pemeriksaan lain-lain :
a. Biopsi tulang dan otot : pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan di atas, tetapi
lebih diindikasikan bila terjadi infeksi.
b. Elekromiografi : terdapat kerusakan konduksi saraf akibat fraktur.
c. Artroskopi : didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang
berlebihan.
d. MRI : menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
e. Indigium Imaging : pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.
g. Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer (2000) dan Muttaqin (2008), konsep dasar yang harus
dipertimbangkan pada waktu penanganan fraktur yaitu: rekognisi, reduksi, retensi dan
rehabilitasi.
a. Rekognisi (pengenalan). Riwayat kecelakaan derajat keparahan harus jelas untuk
menentukan diagnosa keperawatan dan tindakan selanjutnya. Frktur tungkai akan
terasa nyeri dan bengkak. Kelainan bentuk nyata dapat menentukan diskontinuitas
integritas rangka.
b. Reduksi (manipulasi). Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk memanipulasi
fragmen-fragmen tulang yang patah sedapat mungkin kembali lagi seperti letak
asalnya. Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula. Reduksi fraktur dapat dilakukan dengan reduksi tertutup, traksi atau reduksi
terbuka. Reduksi fraktur dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak
kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan pendarahan. Pada
kebanyakan kasus, reduksi frktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mulai
mengalami penyembuhan (Mansjoer, 2002).
c. Retensi (immobilisasi). Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang
sehingga kembali seperti semula secara optiomal. Setelah fraktur reduksi, fragmen
tulang harus diimobilisasi atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran
Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan
pemeriksaan terhadap jalan nafas (airway), proses pernapasan (breathing) dan sirkulasi
(circulation), untuk mengetahui apakah terjadi syok atau tidak. Bila dinyatakan tidak ada
masalah, lakukan pemeriksaan fisik secara terperinci. Waktu terjadi kecelakaan penting
dinyatakan untuk mengetahui berapa lama sampai di rumah sakit untuk mengetahui
berapa lama perjalanan ke rumah sakit, jika lebh dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin
besar. Lakukan ammnesis dan pemeriksaan fisik secara cepat, singkat dan lengkap.
Kemudian lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi rasa
sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak. Tindakan
pada fraktur terbuka harus dilakukan secepat mungkin. Penundaan waktu dapat
menngakibatkan komplikasi. Waktu yang optimal untuk bertindak sebelum 6-7 jam
(golden period). Berikan 22 toksoid, Antitetanus Serum (ATS) atau tetanus human
globulin. Berikan antibiotik untuk kuman gram positif dengan dosis tinggi. Lakukan
pemeriksaan kultur dan resistensi kuman dari dasar luka fraktur terbuka (Smeltzer, 2001).
h. Komplikasi
Komplikasi fraktur menurut (Smeltzer dan Bare, 2010) antara lain :
a) Kerusakan Arteri. Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak ada
nadi, CRT menurun, synosis bagian distal, hematoma yang lebar dan dingin pada
ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi
pada yang sakit, tindakan reduksi dan pembedahan.
b) Sindroma Kompartement. Merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
perfusi jaringa dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan.
Hal ini bisa disebabkan karena edema atau pendarahan yang menekan otot,
penurunan ukuran kompartement oto karena fasia yang membungkus otot terlalu
ketat, saraf, pembuluh darah atau tekanan dari luar seperti gips.
c) Fad Emboli Syndrome. Merupakan komplikasi serius yang terjadi pada kasus
fraktur tulang panjang. Fes terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone
marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan kadar oksigen dalam
darah menjadi rendah. Hal ini ditandai dengan ganggguan pernapasan, takikardia,
hipertensi, takipnea dan demam.
d) Infeksi. Sistem pertahanan tubuh akan rusak bila ada trauma pada jaringan.
(1) Pada trauma ortopedi, infeksi-infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk
ke dalam. Hal ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tetapi
(2) dapat juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan dan pasca operasi
pemasangan pin.
e) Avaskuler nekrosi (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkman’s Ischemia (Smeltzer dan Bare, 2001 & Arif Muttaqin, 2005).
f) Syok hipovolemik atau traumatic (banyak kehilangan darah dan meningkatnya
permeabilitas kapilar eksternal maupun yang tidak kehillangan yang bisa
menyebabkan penurunan oksigenasi) dan kehilangan cairan dan dapat terjadi pada
fraktur ekstrimitas, thoraks, pelvis dan vertebra.
Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien.
Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk-nusuk.
Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar
atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam
hari atau siang hari.
c. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa
berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan
kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan
mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang
lain (Ignatavicius, Donna D, 2010).
o. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Arif Muttaqin (2008), pemeriksaan pemeriksaan penunjang pada fraktur
yaitu:
f) Anamnesa/ pemeriksaan umum
g) Pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan yang penting adalah pemeriksaan
menggunakan sinar Rontgen (sinar-x) untuk melihat gambaran tiga dimensi dari
keadaan dan kedudukan tulang yang sulit.
h) CT scan : pemeriksaan bidang tertentu tulang yang terkena dan dapat
memperlihatkan jaringan lunak atau cedera ligament atau tendon.
i) X - Ray : menentukan lokasi, luas, batas dan tingkat fraktur.
j) Pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium yang lazim digunakan untuk
mengetahui lebih jauh kelainan yang terjadi meliputi :
4) Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
5) Fosfatase alkali meningkat pada saat kerusakan tulang.
6) Enzim otot seperti kreatinin kinase, laktat dehydrogenase (LDH-5), aspratat
aminotransferase (AST) dan aldolase meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
b) Pemeriksaan lain-lain :
f. Biopsi tulang dan otot : pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan di atas, tetapi
lebih diindikasikan bila terjadi infeksi.
g. Elekromiografi : terdapat kerusakan konduksi saraf akibat fraktur.
h. Artroskopi : didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang
berlebihan.
i. MRI : menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
j. Indigium Imaging : pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.
p. Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer (2000) dan Muttaqin (2008), konsep dasar yang harus
dipertimbangkan pada waktu penanganan fraktur yaitu: rekognisi, reduksi, retensi dan
rehabilitasi.
d. Rekognisi (pengenalan). Riwayat kecelakaan derajat keparahan harus jelas untuk
menentukan diagnosa keperawatan dan tindakan selanjutnya. Frktur tungkai akan
terasa nyeri dan bengkak. Kelainan bentuk nyata dapat menentukan diskontinuitas
integritas rangka.
e. Reduksi (manipulasi). Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk memanipulasi
fragmen-fragmen tulang yang patah sedapat mungkin kembali lagi seperti letak
asalnya. Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula. Reduksi fraktur dapat dilakukan dengan reduksi tertutup, traksi atau reduksi
terbuka. Reduksi fraktur dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak
kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan pendarahan. Pada
kebanyakan kasus, reduksi frktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mulai
mengalami penyembuhan (Mansjoer, 2002).
f. Retensi (immobilisasi). Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang
sehingga kembali seperti semula secara optiomal. Setelah fraktur reduksi, fragmen
tulang harus diimobilisasi atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d agen pecedera fisik
2. Gangguan integritas kulit b.d factor mekanis
3. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan muskuloskletal
D. INTERVENSI
No. Dx kep SLKI SIKI
1. Nyeri akut Tingkat nyeri Manajemen nyeri
b.d agen Kemampuan
pecedera menuntaskan Observasi
fisik aktivitas Identifikasi lokasi,
Keluhan nyeri karakteristik, durasi,
Meringis frekuensi, kualitas
Terapeutik
Berikan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi nyeri
Kontril lingkungan
yang memperberat
nyeri
Edukasi
Jelaskan strategi
meredakan nyeri
Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika perlu
Gangguan Integritas kulit dan jaringan Perawatan luka
integritas Elastisitas Observasi
jaringan Hidrasi monitor
b.d factor Perfusi jaringan karakteristik luka
mekanik Kerusakan jaringan monitor tanda-tanda
kulit terapeutik
edukasi
jelaskan tanda dan
gejala infeksi
ajarkan prosedur
perawatan luka
secara mandiri
kolaborasi
kolaborasi
pemberian
antibiotic, jika perlu
LAPORAN KASUS
A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. C
Umur : 16 tahun
Agama : islam
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : pelajar
Status perkawinan : lajang
Alamat : padang
Tanggal Masuk : 10 Desember 2020
Yang Mengirim : orang tua
Cara masuk RS : Melalui IGD
Diagnosa Medis : Fraktur tibia post open reduction & internal fixation
Identitas penganggung jawab
Nama : Ny. E
Umur : 45 tahun
Hub dengan pasien : ibu
Pekerjaan : PNS
Alamat : Padang
B. Riwayat kesehatan
1. Riwayat kesehtan sekarang
Keluhan utama
Saat masuk rumah sakit
Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 10 desember 2020 pada jam 08.00 wib
klien masuk rumah sakit melalu IGD dengan keluhan nyeri hebat pada kaki kanan
dan tidak bias digerakkan sama sekali, klien mengatakan mengalami kecelakaan
lalu lintas
Saat ini
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 12 desember 2020 jam 09.00 wib,
Klien mengatakan mengeluh nyeri pada kaki sebelah kanan (area post operasi),
klien mengatakan nyeri yang dirasakan dengan skala nyeri 6, klien mengatakan
nyeri mucul kapan saja terutama saat kaki digerakkan, klien mengatakn untuk
aktivitas dibantu oleh keluarga
2. Riwayat kesehatan dahulu
Klien mengatakan tidak ada mengalami kecelakaan sebelumnya atau penyakit
berbahaya sebelum ini
3. Riwayat kesehatan keluarga
klien mengatakan keluarhganya tidak memiliki riwayat penyakit keturunan seperti
hipertensi, DM, gagal ginjal atau penyakit lainnya
BB : 40 kg
TB : 140
IMT : 40/ (1,40x1,40) = 40/ 1,96 = 20,40
Penurunan BB dalam 6 bulan terakhir : tidak ada
Pola Makan
Di rumah
Frekuensi : 3x sehari
Makan Pagi : klien mengatan sering makan lonting di pagi hari
Makan Siang : klien makan nasi+ lauk pauk+sayur
Makan Malam : klien makan nasi+ lauk pauk+sayur
Pantangan/Alergi : tidak ada
Makanan yang disukai : nasi goreng
Di rumah sakit
IWL :
Ouput Cairan 24 jam (uraikan apa saja ouput pasien) : Perhitungan Balance Cairan :
Yang 4 3 2 1
dinilai
Kondisi Baik Sedang Buruk Sangat
fisik buruk
Status Sadar Apatis Bingung Stupor
mental
Aktivitas Jalan sendiri Jalan Kursi roda Ditempat
dengan Tidur
Bantuan
Mobilitas Bebas Gerak Sangat Tidak
Bergerak Terbatas terbatas bergerak
Inkontinensi Kontinen Kadang Selalu Inkontinen
a inkontinen kontinen urin dan alvi
Total skor 17
Kriteria penilaian :
16 – 20 = tidak beresiko
12 – 15 = rentan resiko
< 12 = resiko tinggi
Ukuran luka :
Gambar luka :
E. POLA ELIMINASI
Tidak ada masalah
Nilai 0 bila pasien tidak dapat melakukannya, nilai 5 bila pasien dibantu melakukannya dan
nilai 10 bila pasien mandiri
Interpretasi skor total :
0 – 20 = ketergantungan total
21 – 99 = ketergantungan sebagian
100 = mandiri
a. Kebersihan diri (x/hari)
Keramas : 3x seminggu
Keramas : tidak pernah
Status mental: (√) Sadar( ) Afasia resptif ( ) Mengingat cerita buruk ( ) Terorientasi
O. LABORATORIUM
hb : 10, 1 gr/dl
hematokrit : 29 %
leukosit : 7800 /mm3
trombosit : 379000/ mm3
P. TERAPI
Cefriaxone : 2xi mg ( IV)
Ondan sentron 3x50 mg (IV)
Ketorolac : x30 mg (IV)
Q. ANALISA DATA
NO DATA MASALAH ETIOLOGI
.
1. Ds : Nyeri akut Agen pecedera
Klien mengatakan fisik
mengeluh nyeri pada
kaki kanan (area post
operasi)
Klien mengeluh skala
nyeri 6
Klien mengeluh nyeri
dirasakan kapan saja
terutama saat kaki
digerakkan
Do :
Klien tampak meringis
Klien tampak gelisah
RR : 22 x/i
2. Ds : Gangguan Factor mekanis
Klien mengeluh ara luka integritas
operasi terasa gatal dan jaringan
panas
Do :
Terdapat luka insisi pada
kaki
Klien tampak meringis
Kulit klien ampak kering
3. Ds : Gangguan Gangguan
Klien mengatakan mobilitas fisik muskuloskletal
aktivitas dibantu oleh
perawat
Klien mengeluh sulit
mengerakkan kaki
kanannya
Klien mengeluh nyeri
pada saat kaki
digerakkan
Do :
Kekuatan otot kakan 5/1
Kekuatan otot kiri 5/4
Gerakan terbatas
Fisik lemah
Klien tampak berbaring
ditemapat tidur
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
4. Nyeri akut b.d agen pecedera fisik
5. Gangguan integritas kulit b.d factor mekanis
6. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan muskuloskletal
F. INTERVENSI
No. Dx kep SLKI SIKI
1. Nyeri akut Tingkat nyeri Manajemen nyeri
b.d agen Kemampuan
pecedera menuntaskan Observasi
fisik aktivitas Identifikasi lokasi,
Keluhan nyeri karakteristik, durasi,
Meringis frekuensi, kualitas
Terapeutik
Berikan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi nyeri
Kontril lingkungan
yang memperberat
nyeri
Edukasi
Jelaskan strategi
meredakan nyeri
Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi
pemberian analgetik,
jika perlu
Gangguan Integritas kulit dan jaringan Perawatan luka
integritas Elastisitas Observasi
jaringan Hidrasi monitor karakteristik
b.d factor Perfusi jaringan luka
mekanik Kerusakan jaringan monitor tanda-tanda
kulit terapeutik
edukasi
jelaskan tanda dan
gejala infeksi
ajarkan prosedur
perawatan luka
secara mandiri
kolaborasi
kolaborasi
pemberian
antibiotic, jika perlu